Anda di halaman 1dari 70

RESPONSIVITAS DINAS PERHUBUNGAN KOTA LHOKSEUMAWE

DALAM MENGATASI KEMACETAN LALU LINTAS


(Studi Kasus Kota Lhokseumawe)

SKRIPSI

Oleh :

DHEA KHAIRUNNISA
NIM : 190210170

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Responsivitas Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe dalam Mengatasi

Kemacetan Lalu Lintas”.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad

SAW. Yang telah membawa begitu banyak perubahan didalam kehidupan kita

semua, baik dari segi ilmu pengetahuan, pemahaman agama, serta nilai moral dan

sosial sehingga kehidupan kita saat ini lebih baik lagi.

Penulis menyadari dalam penulis skripsi ini masih terdapat kesalahan

karena kekurangan dan ketidak sempurnaan baik dalam penulisan maupun isi dari

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk memperbaiki skripsi dan untuk memberi pelajaran tambahan

bagi penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya, khususnya mahasiswa

Administrasi Publik.

Lhokseumawe, April 2023


Penulis,

Dhea Khairunnisa
Nim: 190210170

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Allah SWT.

dan juga kepada orang tua penulis Bapak Samsul Bahri dan Ibunda Novita yang

sangat penulis cintai dan sayangi, serta senantiasa memberikan bantuan, doa dan

dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama

menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan

dan bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis

juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

turut membantu, yaitu:

1. Prof. Dr. Ir. Herman Fithra, ST., MT., IPM., ASEAN. Eng selaku Rektor

Universitas Malikussaleh.

2. Dr. M. Nazaruddin, S.S., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik

Univrsitas Malikussaleh.

3. Dr. Nur Hafni, S.Sos., MPA selaku Ketua Jurusan Administrasi Fakultas Ilmu

Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh dan selaku dosen

pembimbing pada penyususan skripsi

4. Muhammad Hasyem, S.Sos., MSP selaku Ketua Program Studi Administrasi

Publik Universitas Malikussaleh.

5. Murniati, S.Sos., MSP selaku Sekretaris Jurusan Administrasi Universitas

Malikussaleh.

6. Sufi S.Sos., MAP selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Staff Administrasi Publik. Serta seluruh Aparatur Pegawai Kantor

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe

ii
8. Sahabat penulis, Dara As-shifa yang telah banyak membantu dan berperan

penting dalam pembuatan skripsi ini.

9. Serta sahabat-sahabat lainnya, Qaulan Sadida, Mardhiah Ulfa, Farah Meutia,

Isna Zahara, dan lainnya yang mungkin tidak penulis cantumkan, yang telah

memberikan bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2019 Administrasi Publik

11. Dan yang paling istimewa kepada diri sendiri yang telah kuat dan tidak

menyerah melewati semua ujian sampai detik ini, ayo berjuang sampai akhir

demi kebahagiaan orang tua, Dhea Khairunnisa.

Akhir kata saya berharap Allah SWT. membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga nantinya skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Lhokseumawe, April 2023

Penulis,

Dhea Khairunnisa
Nim: 190210170

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Fokus Penelitian1.4.
Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
2.2 Landasan Teoritis
2.2.1 Teori Administrasi Publik
2.2.2 Pengertian Responsivitas
2.2.2.1 Indikator Responsivitas
2.2.2.2 Prinsip Responsivitas
2.2.2.3 Strategi Pelaksanaan Responsivitas
2.2.3 Pengertian Fenomenologi
2.2.4 Definisi Kemacetan
2.2.4.1 Faktor penghambat dalam mengatasi masalah
kemacetan
2.2.5 Pengertian Lalu Lintas
2.2.5.1 Teknik Perlalu-lintasan (Traffic Engineering)
2.3. Landasan Konseptual
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
3.2. Pendekatan Penelitian
3.3. Informan Penelitian
3.4. Sumber Data
3.5. Teknik Pengumpulan Data
3.6. Teknik Analisis Data
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian………………………...
4.1.2 Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe... 29
BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

iv
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN…………………………………………………………………. 52

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nama Ruas Jalan.................................................................................4

Tabel 1.2 Panjang Jalan Terhadap Jumlah Kendaraan Kota Lhokseumawe.......4

Tabel 1.3 Pemasangan Rambu-Rambu Kota Lhokseumawe..............................5

Tabel 1.4 Sarana dan Prasarana Kelancaran Infrastruktur Lalu Lintas...............6

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu..........................................................................10

v
Tabel 3.1 Informan............................................................................................23

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Landasan Konseptual........................................................21

vi
vii
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Responsivitas Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe


dalam Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas (studi kasus di Dinas Perhubungan Kota
Lhokseumawe). Adapun permasalahan yang terjadi adalah kemacetan yang terjadi
pada jam-jam tertentu di setiap ruas jalan sempit. Hal ini dikarenakan oleh volume
kendaraan yang meningkat akan tetapi tidak ada penambahan luas jalan, dan
kurangnya respon atau monitoring dari pihak yang berwenang. Rumusan masalah
dari penelitian ini adalah bagaimana responsivitas Dinas Perhubungan dalam
mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Lhokseumawe dan Apa saja hambatan
yang terjadi dalam upaya mengatasi kemacetan lalu lintas Kota Lhokseumawe.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat responsivitas Dinas Perhubungan
lalu lintas Kota Lhokseumawe dalam mengatasi permasalahan kemacetan lalu
lintas, dan untuk mengetahui upaya Dinas Perhubungan lalu lintas Kota
Lhokseumawe dalam mengatasi infrastruktur lalu lintas yang tidak memadai
sehingga terjadi kemacetan. Teori yang digunakan untuk melihat apakah
pelayanan dari Dinas Perhubungan sudah cukup baik dalam merespon masalah
tersebut adalah teori dari Zeithaml 2011 mencakup 3 dimensi yaitu Tangible
(bukti fisik), Reability (kehandalan), dan Responsiviness (daya tanggap).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber
data yang digunakan adalah data primer dan data skunder. Jumlah informan yang
tercantum pada penelitian ini sebanyak 8 orang. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data
akan dianalisis dengan menggunakan teknik reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan pada
kantor Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe, maka diperoleh hasil bahwa
responsivitas Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe masih belum maksimal
dalam mengupayakan pencegahan kemacetan lalu lintas. Pemerintah daerah masih
perlu pembenahan dalam berbagai sistem yang ada, kurangnya anggaran sehingga
fasilitas belum memadai, sanksi dan alternatif solusi yang belum memberi efek
jera bagi pelanggar aturan lalu lintas. Selain itu kesadaran pada masyarakat sendiri
juga sangat diperlukan dalam penerapan upaya pencegahan kemacetan ini.
Diperlukan pelayanan yang matang dalam berbagai segi, aturan dan sistem yang
jelas serta peningkatan penertiban guna tercipta lalu lintas lancar dan dapat segera
mengatasi permasalahan yang ada.

Kata Kunci : Responsivitas, Pelayanan Publik, Kemacetan

vii
ABSTRACT

This research is entitled Responsiveness of the Lhokseumawe City Transportation


Service in Overcoming Traffic Congestion (case study of the Lhokseumawe City
Transportation Service). The problem that occurs is traffic jams that occur at
certain hours on each narrow road section. This is due to the increasing volume
of vehicles but no increase in road area, and a lack of response or monitoring
from the authorities. The problem formulation of this research is how responsive
the Transportation Department is in overcoming traffic congestion in
Lhokseumawe City and what obstacles occur in efforts to overcome traffic
congestion in Lhokseumawe City. The purpose of this research is to see the
responsiveness of the Lhokseumawe City traffic transportation service in
overcoming traffic congestion problems, and to determine the efforts of the
Lhokseumawe City traffic transportation service in overcoming inadequate traffic
infrastructure resulting in traffic jams. The theory used to see whether the
services from the Transportation Service are good enough in responding to these
problems is the theory from Zeithaml 2011 which includes 3 dimensions, namely
Tangible (physical evidence), Reability (reliability), and Responsiveness
(responsiveness). This research uses descriptive qualitative methods. The data
sources used are primary data and secondary data. The number of informants
listed in this study was 8 people. Data collection techniques use observation,
interviews and documentation techniques. Then the data will be analyzed using
data reduction techniques, data presentation and drawing conclusions. Based on
the results of research conducted at the Lhokseumawe City Transportation
Service office, it was found that the responsiveness of the Lhokseumawe City
Transportation Service was still not optimal in trying to prevent traffic jams.
Regional governments still need to improve various existing systems, there is a
lack of budget so that facilities are inadequate, sanctions and alternative solutions
have not provided a deterrent effect for traffic rule violators. Apart from that,
awareness among the community itself is also very necessary in implementing
efforts to prevent traffic jams. It requires mature services in various aspects, clear
rules and systems as well as increased control in order to create smooth traffic
and be able to immediately overcome existing problems.

Keywords: Responsiveness, Public Services, Congestion

viii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan dalam bahasa Inggris adalah “service”. Moenir dalam

Mursyidah (2020: 14) mendefinisikan “pelayanan sebagai kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan tertentu dimana

tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani atau

dilayani, tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan

pengguna.” Pada hakikatnya pelayanan merupakan serangkaian kegiatan sehingga

proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan yang meliputi

seluruh kehidupan organisasi dalam masyarakat. Proses yang dimaksud dilakukan

sehubungan dengan saling memenuhi kebutuhan antara penerima dan pemberi

pelayanan.(Kurniati et al., 2015)

Publik adalah sekelompok orang tertentu yang memiliki hubungan

dengan perusahaan.Frank Jefkins yang dikutip dalam Fajar (2009: 56-57), publik

adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi

baik secara internal maupun eksternal. Pelayanan publik meliputi segala bentuk

pelayanan publik yang dilaksanakan dalam bentuk komoditi oleh instansi

pemerintah, baik pusat maupun daerah, lingkungan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dapat disimpulkan bahwa itu

berisi dan layanan. Pelayanan publik merupakan kewajiban suatu negara untuk

memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakatnya.

1
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik, adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap

warga negara dan penduduk atau barang, jasa atau pelayanan administratif yang

disediakan oleh penyelenggara publik. (Kurniati et al., 2015) Berdasarkan

Undang-Undang No 25 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan pelayanan

publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap

warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif

yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. (Mukrimaa et al., 2016)

Pada kenyataannya masyarakat selalu mengharapkan terselenggaranya

pelayanan publik yang baik dan adil serta produk dan layanan lain yang

berkualitas. Namun dalam praktiknya, harapan tersebut tidak selalu dapat

dipenuhi oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sampai saat ini

masih banyak kasus dimana pelayanan publik jauh dari harapan masyarakat. Salah

satu faktor keberhasilan pelyanan public adalah dengan melihat responsivitas para

petugas dalam memberikan pelayanan. Responsivitas adalah kemampuan fasilitas

atau organisasi (termasuk peralatannya) untuk mengidentifikasi kebutuhan

masyarakat, menetapkan jadwal dan prioritas layanan, dan menyebarkan berbagai

utilitas baru sesuai dengan pengetahuan dan persyaratan baru untuk waktu, akses,

dan komunikasi. kemampuan untuk berkembang. Seperti halnya sistem

transportasi dan pelayanan infrastruktur, masih banyak terjadi kemacetan dan

kecelakaan lalu lintas. Fenomena kemacetan dan kecelakaan lalu lintas sering

terjadi dikarenakan pelayanan publik yang kurang maksimal yang diberikan oleh

2
instansi terkait. Instansi pemerintahan yang mempunyai wewenang dalam

pengaturan lalu lintas adalah Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu lintas

(SATLANTAS) Tindakan pemerintah dan instansi terkait sangat diperlukan untuk

meminimalkan terjadinya layanan yang tidak memenuhi harapan publik.

Dinas Perhubungan merupakan dinas yang berada di lingkungan Kota

Lhoksumawe dan bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

angkutan jalan. Transportasi memegang peranan yang sangat penting dan

strategis, membantu memajukan dan sekaligus menggerakkan dinamika

pembangunan daerah. Terutama terkait perannya sebagai pelayanan publik yang

mendukung salah satu kegiatan ekonomi daerah dan potensi pendapatan daerah.

Apalagi jika menyangkut transportasi, ini merupakan persoalan yang sangat

kompleks mengingat pesatnya perkembangan kota Lhokseumawe. Perkembangan

Kota Lhoksumawe dapat dilihat dari pembangunan yang dilakukan pemerintah

kota terutama pembangunan fisik seperti jalan, gedung, pusat perbelanjaan dan

industri. Dengan pesatnya perkembangan kota, juga berdampak pada peningkatan

lalu lintas jalan raya.

Penanganan masalah kelancaran lalu lintas merupakan tanggung jawab

pemerintah sebagai badan administratif. Dalam hal ini Dinas Perhubungan

berkerja sama dengan Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) yang mempunyai tugas

bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan bertugas mengatur lalu lintas agar

lancar. Fenomena kemacetan ini menunjukkan banyak titik yang mengalami

kemacetan terutama di kawasan Lhoksumawe pada jam-jam sibuk. Beberapa

tempat yang terjadi kemacetan adalah wilayah pasar Inpres. Fenomena kemacetan

ini terjadi mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Selain itu, kemacetan

3
juga terjadi di Bundaran Cunda Poslantas miliknya di pertigaan Wisma Selat

Malaka dan beberapa kawasan lain di kawasan Lhokseumawe.

Tabel 1.1
Nama Ruas Jalan
Nama Ruas Jalan No. Jalan Kecamatan Panjang Jalan Lebar Jalan

Pasar Inpres 030.413 Banda Sakti 0,269 6,50

Masjid Cunda
020.319 Muara Dua 0,331 5,00
Uteunkot

Berdasarkan beberapa contoh kawasan ini, maka dapat dipahami jika

sering terjadi kemacetan lalu lintas. Hal ini dikarenakan ruas jalan pada kawasan-

kawasan tersebut sangat sempit, dapat dilihat dari tabel diatas. Dan juga banyak

kendaraan yang diparkir melebihi marka jalan, serta pada kawasan tersebut

merupakan sentra kegiatan perdagangan di Kota Lhokseumawe. Tingkat

pertumbuhan kendaraan yang sangat tinggi ,tidak seimbang dengan tingkat

pertumbuhan jaringan jalan, sehingga seberapapun besar penambahan jaringan

jalan akan selalu dipenuhi oleh lalu lintas kendaraan dan akhirnya problem lalu

lintas akan selalu muncul.

Tabel 1.2
Panjang Jalan terhadap Jumlah Kendaraan
Kota Lhokseumawe Tahun 2017 s.d 2022

Tahun
No Uraian
2017 2018 2019 2020 2021 2022

1 Panjang Jalan 412 412 412 412 412 412

2 Jumlah Kendaraan 62.325 50.340 52.402 59.064 55.461 50.546

Sumber : Dinas PUPR Kota Lhokseumawe dan SAMSAT Kota Lhokseumawe

4
Kemacetan adalah kondisi dimana terjadi penumpukan kendaraan di

jalan. Penumpukan tersebut disebabkan karena banyaknya kendaraan tidak

mampu diimbangi oleh sarana dan prasana lalu lintas yang memadai. Akibatnya,

arus kendaraan menjadi tersendat dan kecepatan berkendara pun menurun.(Affan

Maulana Rahman, 2021) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa salah satu

permasalahan lalu lintas pada transportasi darat yang saat ini sangat kompleks

untuk dihadapi adalah buruknya kapasitas infrastruktur jaringan jalan untuk

melayani kendaraan selama beroperasi. Kondisi ini menyebabkan kemacetan di

berbagai ruas jalan.

Selanjutnya kurangnya perhatian dan monitoring oleh pemerintah untuk

menjaga fasilitas lalu lintas berupa hilangnya rambu-rambu lalu lintas dan

rusaknya rambu-rambu lalu lintas yang mengakibatkan terjadinya keresahan

pengguna jalan dalam penyebrangan. Dapat dilihat pada tabel dibawah dimana

jumlah pemasangan rambu-rambu lalu lintas dari tahun 2017-2022 tidak sesuai

dengan yang dibutuhkan.

Tabel 1.3
Pemasangan Rambu-Rambu
Kota Lhokseumawe Tahun 2017 s.d 2021

Tahun
No Uraian
2017 2018 2019 2020 2021 2022

1 Jumlah Pemasangan rambu-rambu 0 0 60 80 0 0

Jumlah rambu-rambu yang


2 195 195 195 195 195 195
seharusnya tersedia

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada pemasangan rambu

lalu lintas pada tahun 2017 dan 2018. Pada tahun 2019 kembali dilakukan

5
pemasangan rambu lalu lintas sebanyak 60 unit dan meningkat menjadi 80 unit di

tahun 2020. Selanjutnya pada tahun 2021 dan 2022 juga tidak ada pemasangana

rambu-rambu sama seperti tahun 2017 dan 2018. Tidak adanya pemasangan

rambu lalu lintas dikarenakan kurangnya anggaran, selain itu infrastruktur yang

ada pada tahun sebelumnya masih layak pakai.

Dilihat dari berbagai pembangunan infrastruktur, masih terdapat rambu-

rambu jalan yang rusak dan tidak sesuai. Selain itu, rambu lalu lintas berupa

marka jalan Blang Panyang sudah tidak aktif lagi. Menurut UU No. 22 Tahun

2009, infrastruktur lalu lintas yang bertanggung jawab atas pengelolaan prasarana

lalu lintas wajib melakukan pengawasan dengan memantau permasalahan rambu

lalu lintas, namun hal tersebut tidak sesuai dengan realitas peraturan pemerintah

yang berlaku. Dinas perhubungan menyediakan sarana dan prasarana dalam

kelancaran infrastruktur lalu lintas, berikut beberapa sarana dan prasarana beserta

jumlahnya dari tahun 2019-2022.

Tabel 1.4
Sarana dan Prasarana Kelancaran Infrastruktur Lalu Lintas Kota
Lhokseumawe 2019 s.d 2022

No Tahun
Sarana & Prasarana
. 2019 2020 2021 2022
1. Marka Jalan 21.212 m2 15.909 m2 4.105 m2 3.302 m2
2. Rambu-Rambu 60 unit 80 unit 0 0
3. Speed Bump 0 266 unit 276 unit 170 unit
4. Paku Jalan 0 0 0 242 unit
5. Traffic Light 1 unit 1 unit 0 1 unit
6. Road Barrier 65 unit 0 0 32 unit
7. Cermin Tikungan 0 0 3 unit 0
8. Kerucut Lalu Lintas 0 0 13 unit 0
9. Pita Penggaduh 0 5.587 m2 0 0
10. Zebra Cross 0 2.865 m2 0 0
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe

6
Berdasarkan fenomena bahwa permasalahan kemacetan yang terjadi

adalah semakin meningkatnya jumlah volume kendaraan yang tidak sesuai dengan

kapasitas jalan, kurangnya sarana&prasarana dibeberapa daerah seperti tidak

adanya marka jalan sehingga pemilik kendaraan bermotor memarkir

kendaraannya hingga ke badan jalan, dan kurangnya perhatian dan monitoring

oleh pemerintah untuk menjaga fasilitas lalu lintas berupa hilangnya rambu-rambu

lalu lintas dan rusaknya rambu-rambu lalu lintas yang mengakibatkan terjadinya

keresahan pengguna jalan dalam penyebrangan. (Observasi, 28 Desember 2022)

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe merupakan organisasi yang

memiliki satu visi dan misi yaitu melayani masyarakat. Kemacetan yang terjadi di

beberapa daerah disikapi Dinas Perhubungan khususnya sektor perhubungan

dengan pembuatan rambu-rambu lalu lintas dan pemasangan lampu lalu lintas.

Dinas Perhubungan telah mengeluarkan kebijakan tersebut, namun belum tentu

dapat mengurangi kemacetan lalu lintas yang ada. Pasalnya, jalan tersebut sudah

tidak mampu lagi menampung kendaraan yang melintas. Berdasarkan visi, misi

dan tujuan yang ingin dicapai, Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe

menggunakan indikator efektivitas dan daya tanggap dalam mengevaluasi kinerja

(outcomes). Outcomes merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai

kinerja lembaga publik. Hal ini dikarenakan Dinas Perhubungan Kota

Lhoksumawe merupakan salah satu instansi pemerintah yang menangani tugas

pokok urusan pemerintahan di bidang angkutan jalan, kereta api, sungai dan laut.

Salah satu tugas tersebut adalah pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas,

serta pengarahan keselamatan dan ketertiban lalu lintas. Sebagaimana yang

dikatakan pada UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 93 Tentang Pelaksanaan

7
Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas. Dalam pasal tersebut mengatakan bahwa

optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dalam rangka meningkatkan

ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum. Berdasarkan latar

belakang masalah diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Responsivitas Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe Dalam Mengatasi

Kemacetan Lalu Lintas”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang mejadi permasalahan dalam

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Responsivitas Dinas Perhubungan Lalu Lintas Kota

Lhokseumawe dalam mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas?

2. Apa yang menjadi hambatan Dinas Perhubungan Lalu Lintas Kota

Lhokseumawe dalam mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas?

1.3. Fokus Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada di atas, maka yang menjadi

fokus penelitian ini adalah :

1. Respon pemerintah Kota Lhokseumawe dalam mengatasi permasalahan

kemacetan lalu lintas. Aspek yang dikaji yaitu responsivitas menurut

Zeithmal.

2. Penghambat Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe dalam mengatasi

permasalahan kemacetan lalu lintas.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian adalah untuk :

8
1. Untuk melihat Responsivitas Dinas Perhubungan Lalu Lintas Kota

Lhokseumawe dalam mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas.

2. Untuk mengetahui upaya Dinas Perhubungan Lalu Lintas Kota

Lhokseumawe dalam mengatasi infrastruktur lalu lintas yang tidak

memadai sehingga terjadi kemacetan.

1.5. Manfaat Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian adapun penelitian ini mempunyai manfaat

terdiri dari manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan kepada aparat Dinas Perhubungan Lalu Lintas

dalam mengatasi kemacetan lalu lintas.

b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota Lhokseumawe dalam

mengatasi kemacetan lalu lintas.

2. Manfaat Teoritis

a. Dapat dijadikan sebagai masukan bahan informasi, guna mengetahui

lebih lanjut tentang akuntabilitas Dinas Perhubungan Kota

Lhokseumawe dalam mengatasi kemacetan lalu lintas.

b. Menjadi sumbangan akademik sehingga menambah khazanah pustaka

dalam bidang Ilmu Administrasi Publik. Menjadi referensi bagi peneliti

lainnya, dan sebagai bahan masukan bagi pihak yang dilaksanakan

pemerintah.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Masalah Persamaan Perbedaan
Penelitian
1 Firmansyah Permasalahan Sama-sama Pada
(2020) dengan kemacetan menggunakan penelitian ini
judul “Startegi yang terjadi di metode penulis fokus
Dinas Alam Barajo, kualitatif, bagaimana
Perhubungan bagaimana melakukan responsivitas
Kota Jambi strategi Dinas pengumpulan pemerintah
Dalam Perhubungan data melalui menangani
Mengatasi dalam observasi, masalah lalu
Kemacetan Ddi pencegahan wawancara, lintas,
Kecamatan kemacetan. dan sedangkan
Alam Barajo” dokumentasi, penelitian
dan kedua terdahulu
penelitian ini lebih fokus
sama-sama kepada
membahas strategi dalam
tentang pencegahan
kemacetan lalu kemacetan.
lintas.
2 Calvin Losa Kemacetan Kedua peneliti Peneliti ini
(2017) dengan yang terjadi sama-sama membahas
judul akibat menggunakan bagaimana
“Efektivitas bertambahnya metode respon Dinas
Kerja Dalam volume kualitatif, dan Perhubungan
Menanggulangi kendaraan sama sama saat melihat
Masalah yang tidak menggunakan kondisi lalu
Kemacetan seimbang tiga teknik lintas yang
Kota Manado” dengan analisis data tidak
kapasitas yaitu memadai,
jalan. pengumpulan sedangkan
data, peneliti
reduksi data, terdahulu
penyajian data, lebih fokus
dan penarikan kepada
simpulan efektivitas
kerja Dinas
Perhubungan

10
apakah sudah
tepat sasaran
atau tujuan
yang telah
ditentukan
sebelumnya.
3 Yassir Fuad Mengatasi Sama-sama Penilitian ini
(2017) dengan permasalahan meneliti lebih fokus
judul “Analisis lalu lintas tentang kepada
Kemacetan yang kemacetan dan bagaimana
Lalu Lintas di disebabkan menggunakan respon Dinas
Ruas jalan oleh metode Perhubungan
Marelan Raya” bertambahnya kualitatif. terhadap
kepemilikan masalah yang
kendaraan. ada,
sedangkan
penelitian
terdahulu
lebih fokus
kepada
menganalisa
masalah
tersebut.
4 Indah Dahlia Banyaknya Keduanya Bedanya
(2021) dengan angkutan sama-sama peneliti Indah
judul umum yang meneliti lebih fokus
“Pengawasan menurunkan tentang terhadap
Penertiban penumpang kelancaran pengawasan
Angkutan dipinggir jalan arus lalu lintas angkutan
Penumpang sehingga umum oleh
Umum di Kota menyebabkan Dinas
Lhokseumawe” kemacetan. Perhubungan.
5 Rifqi Affan Kemacetan Sama-sama Peneliti
Maulana terjadi akibat meneliti terdahulu
Rahman (2021) penumpukan tentang lebih banyak
dengan judul kendaraan, kemacetan dan melakukan
“Kemacetan dimana infrastruktur survei sebagai
dan Kebutuhan penumpukan lalu lintas. teknik
Infrastruktur kendaraan pengumpulan
Transportasi di tersebut data.
Kota Palopo” disebabkan
oleh sarana
dan prasarana
yang tidak
memadai.

11
2.2 Landasan Teoritis

2.2.1 Teori Administrasi Publik

Administrasi publik sangat erat kaitannya dengan berbagai peraturan dan

kebijakan yang berkaitan dengan publik, administrasi pembangunan, tujuan dan

etika pemerintahan, serta mengatur penyelenggaraan pemerintahan secara tepat

dan akurat. Marx mendefinisikan administrasi sebagai administrasi yang

ditentukan oleh cara yang diambil untuk mencapai tujuan yang dicapai. Ini adalah

pengaturan sistematis hal-hal dan penggunaan sumber daya yang diperhitungkan

yang ditujukan untuk mewujudkan keinginan individu atau organisasi.

Teori administrasi merupakan gabungan antara sejarah, teori sosial, teori

organisasi, teori politik, dan penelitian tentang makna, struktur, dan fungsi semua

bentuk pelayanan publik. Teori administrasi sering memberikan landasan sejarah

yang paling penting untuk studi birokrasi dan isu-isu epistemologis yang berkaitan

dengan pelayanan publik sebagai profesi dan disiplin. Ada beberapa kelompok

teori tentang administrasi publik, diantaranya:

1. Teori Deskriptif, merupakan teori karakter yang mengabstraksikan dan

menjelaskan realitas penyelenggaraan negara. Contohnya termasuk teori

yang menjelaskan ketidakmampuan administratif.

2. Teori Normatif, adalah teori yang bertujuan menjelaskan situasi masa

depan, idealnya dari negara. Contohnya adalah teori kepemimpinan ideal

tentang masa depan.

3. Teori hipotetis, teori yang menekankan asumsi keberadaan premis, yaitu

realitas sosial di balik teori atau proposisi. Misalnya, Teori X dan Y

12
McGregor menyatakan bahwa seseorang memiliki kemampuan yang baik

(Y) dan kemampuan (X) yang buruk.

4. Teori instrumen. Artinya, teori yang menitikberatkan pada “kapan dan

bagaimana” daripada penerapan atau penerapan teori tersebut. Sebagai

contoh, kita akan membahas teori kebijakan, bagaimana implementasinya,

dan kapan kebijakan tersebut dapat diimplementasikan.

2.2.2 Pengertian Responsivitas

Responsivitas merupakan bentuk daya tanggap dan kemauan pemberi

pelayanan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk

pelayanan. Responsivitas juga menyangkut kesesuaian program dan kegiatan

pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas diperlukan

untuk pelayanan publik karena menunjukkan kemampuan suatu organisasi untuk

mengantisipasi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas juga merupakan salah satu indikator pelayanan terkait

dengan ketanggapan suatu perangkat terhadap kebutuhan masyarakat yang

memerlukan pelayanan, sebagaimana diatur dalam undang-undang. Responsivitas

menunjukkan bahwa program dan kegiatan pengabdian sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena

secara langsung mencerminkan kemampuan suatu organisasi publik untuk

mencapai misi dan tujuannya, terutama kemampuannya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakatnya.

Berikut definisi dan pengertian responsivitas dari beberapa sumber buku

dan referensi :

13
1. Menurut Siagian (2000) dalam (Sofianti et al., 2021), responsivitas

adalah kemampuan aparatur dalam menghadapi dan mengantisipasi

aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan pengetahan baru.

2. Menurut Tangklisan (2005) dalam (Wulandari & Utomo, 2021),

responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta

mengembangkan program-program pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

3. Menurut Dwiyanto (2006) dalam (Wulandari & Utomo, 2021),

responsivitas yaitu kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi

kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan

mengembangkannya dalam berbagai program pelayanan.

2.2.2.1 Indikator Responsivitas

Indikator atau tolak ukur dari responsivitas adalah cara terbaik perangkat

atau penyedia layanan melayani pengguna layanan untuk membuat kedua belah

pihak senang. Seperti yang diungkapkan Zeithmal dkk yang dikutip dalam

(Hardiyansyah, 2018), menyatakan bahwa responsivitas termasuk salah satu

dimensi kualitas pelayanan publik, dimana dalam responsivitas itu sendiri terdiri

atas beberapa indikator sebagai berikut :

a. Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan

Indikator ini mencakup sikap positif dan komunikasi dari penyedia

layanan. Karena setiap pelanggan memiliki kepribadian yang berbeda, staf

layanan juga harus mengetahui bagaimana berperilaku dan berkomunikasi

dengan sopan dan ramah. Komunikasi yang baik dan ramah juga

14
diperlukan. Komunikasi yang baik memudahkan masyarakat untuk

menerima dan memahami informasi yang dikirim oleh penyedia layanan.

b. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat

Pelayanan yang tanggap ini terkait dengan kesigapan dan kejujuran pihak

penyedia jasa dalam menjawab pertanyaan dan menanggapi permintaan

pelanggan. Kesigapan yang dimaksud adalah menyelesaikan pekerjaan

dengan cepat, tindakan cepat, dan semangat. Selain kewaspadaan,

ketelitian juga sangat penting untuk indikator ini. Ketulusan dalam bekerja

adalah mencurahkan segenap hati dan jiwa utuk sebuah pekerjaan

sehingga mampu memberikan manfaat kehidupan.

c. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat

Pelayanan yang tepat berarti pelayanan yang diberikan sesuai dengan

keinginan masyarakat, sehingga tidak ada yang merasa terdiskriminasi atas

pelayanan yang diterimanya. Pada indikator layanan yang benar

mensyaratkan bahwa layanan yang diberikan mematuhi prosedur layanan

dan menyediakan layanan dengan biaya yang benar. Pelayanan yang taat

pada prosedur, yaitu pelayanan yang berpegang pada SOP pelayanan yang

telah ditetapkan dan bebas dari kesalahan dalam pemberian pelayanan dan

hak setiap pelanggan. Selain itu, indikator ini memiliki ketepatan waktu

tertentu. Tepat waktu artinya pelaksanaan pelayanan kepada

pengadu/masyarakat selesai dalam waktu yang ditentukan atau masyarakat

tidak memperpanjang waktu pelayanannya.

15
2.2.2.2 Prinsip Responsivitas

Pelayanan publik yang berkualitas tidak hanya berkaitan dengan

pelayanan itu sendiri, tetapi meletakkannya di tangan masyarakat sebagai

konsumen, menekankan pada proses pengelolaan atau pendistribusian pelayanan

itu sendiri. Kecepatan, ketepatan, kenyamanan dan kewajaran adalah alat untuk

mengukur kualitas pelayanan publik. Menurut Islamy (1997), beberapa prinsip

pokok pelayanan publik yang harus dipahami oleh aparat birokrasi publik

termasuk pulsa pada manajemen pemerintahan adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Aksesibilitas. Semua jenis layanan harus mudah diakses oleh

semua pengguna layanan (misalnya masalah lokasi, jarak, prosedur

pelayanan)

2. Prinsip Kontinuitas. Ini berarti bahwa setiap jenis layanan harus

memberikan kepada masyarakat aturan yang jelas dan dapat diandalkan

yang mengatur proses layanan.

3. Prinsip Teknikalitas. Artinya, mengingat kejelasan, keakuratan dan

stabilitas sistem, prosedur dan alat layanan, prosedur layanan dalam

bentuk apa pun harus ditangani oleh personel yang memiliki pemahaman

teknis yang benar tentang layanan tersebut. prinsip.

4. Prinsip profitabilitas. Artinya, prinsip bahwa proses pelayanan pada

akhirnya harus dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga

menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial baik bagi pemerintah maupun

masyarakat luas.

16
5. Prinsip Akuntabilitas. Artinya, prinsip bahwa proses, produk, dan kualitas

layanan yang diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat.

2.2.2.3 Strategi Pelaksanaan Responsivitas

Menurut Dwiyanto (2005), untuk meningkatkan responsivitas organisasi

terhadap kebutuhan pelanggan, terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan,

yaitu sebagai berikut :

1. Menerapkan strategi KYC (Know Your Customers)

Merupakan sebuah prinsip kehati-hatian, yang dapat digunakan untuk

menentukan kebutuhan dan minat pelanggan sebelum memutuskan jenis

layanan yang akan ditawarkan. Namun, dalam konteks layanan publik, ia

dapat menggunakan prinsip KYC untuk menentukan kebutuhan dan minat

pelanggan sebelum memutuskan jenis layanan apa yang akan ditawarkan

2. Menerapkan model Citizen’s Charter

Citizen’s Charter (kontrak layanan) adalah standar layanan berdasarkan

aspirasi pelanggan, yang menjadi komitmen birokrasi untuk disampaikan.

Sebuah Citizen’s Charter adalah pendekatan penyampaian layanan publik

yang menempatkan pengguna atau pelanggan layanan di pusat Citizen’s

Charter pada dasarnya adalah kontrak sosial antara birokrat dan pelanggan

untuk menjamin kualitas layanan publik. Kontrak pelayanan dengan jelas

menyetujui, mendefinisikan, dan mengatur hak dan kewajiban pengguna

dan penyedia layanan. Prosedur, biaya dan waktu layanan juga harus

ditentukan dan disepakati bersama. Tentu saja regulasi yang ada perlu

dikaji secara kritis.

17
2.2.3 Pengertian Fenomenologi

Aliran fenomenologi lahir sebagai reaksi metodelogi positivistic yang

diperkenalkan oleh comte. Fenomena berasal dari bahasa Yunani ‘phaenesthai’,

berarti menunjukkan, memunculkan, dan meninggikan dirinya sendiri

(Moustakas, 1994 dalam Hamid, 2015). Fenomena adalah suatu tampilan objek,

peristiwa dalam persepsi bisa berupa hasil rekaan atau kenyataan. Fenomena juga

bukan suatu benda, bukan suatu objek diluar diri kita, melaikan sebuah aktivitas.

2.2.4 Definisi Kemacetan

Kemacetan adalah suatu situasi atau kondisi dimana terjadi kemacetan

atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya kendaraan

yang melebihi kapasitas jalan. Kemacetan biasa terjadi di kota-kota besar,

terutama yang tidak memiliki angkutan umum yang memadai atau kebutuhan

jalan yang tidak sesuai dengan kepadatan penduduk seperti Jakarta.(Student et al.,

2021)

Menurut Budiharjo, kemacetan lalu lintas adalah keadaan terhentinya lalu

lintas yang disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang melebihi kapasitas jalan.

Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan selamat, cepat, tertib, tertib,

lancar dan yang terpenting selamat lalu lintas dan angkutan umum. Pemerintah

telah melakukan manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas untuk mengatasi

kemacetan yang terjadi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

kemacetan lalu lintas adalah arus lalu lintas yang tertahan melebihi kapasitas

rencana jalan, sehingga mengurangi fluiditas lalu lintas dan kemungkinan

menyebabkan kemacetan kendaraan. Yang dikatakan “macet” apabila terjadi

18
kepadatan pengguna jalan yang menyebabkan tersendatnya arus lalu lintas pada

titik tertentu dalam durasi jam atau menit.

Menurut Soesilowati, dari segi ekonomi, masalah kemacetan

menimbulkan biaya sosial, biaya operasional yang tinggi, waktu yang terbuang

percuma, polusi udara, banyaknya kecelakaan, kebisingan dan ketidaknyamanan

bagi pejalan kaki.(richard oliver dalam Zeithml., 2021)

2.2.4.1 Faktor penghambat dalam mengatasi masalah kemacetan

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe dalam mengatasi kemacetan di

Kota Lhokseumawe tentunya memiliki beberapa hambatan, antara lain :

1. Arus kendaraan yang melewati jalan sudah melampaui kapasitas jalan

2. Perilaku pemakai jalan yang tidak taat lalu lintas sehingga terjadi

kemacetan

3. Terjadinya kecelakaan lalu lintas sehingga terjadi gangguan kelancaran

lalu lintas

4. Kesalahan teknis dari rambu lalu lintas

5. Kurangnya anggaran dari pemerintah kota sehingga tidak tercukupinya

sarana dan prasarana lalu lintas

2.2.5 Pengertian Lalu Lintas

Lalu lintas adalah sistem yang terdiri dari komponen-komponen.

Komponen utama pertama dari sistem jarak “waktu antara dua kendaraan yang

berurutan melewati suatu titik di jalan” Segala jenis sarana transportasi yang ada

dalam bentuk apapun, seperti jaringan jalan, fasilitas jalan, fasilitas jalan,

19
angkutan umum, dll infrastruktur dan fasilitas. Jenis kendaraan pribadi dan

lainnya yang melakukan proses pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau

barang dari suatu tempat ke tempat lain yang dibatasi dengan jarak tertentu.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan mengatur

pergerakan kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Ruang lalu lintas jalan

adalah prasarana yang diperuntukkan bagi pergerakan kendaraan, orang atau

barang berupa jalan dan sarana angkutan penumpang. (Soares, 2013)

2.2.5.1 Teknik Perlalu-lintasan (Traffic Engineering)

Suatu transportasi dinilai baik jika waktu tempuhnya cukup cepat, tidak

macet, frekuensinya cukup, aman dan bebas kecelakaan, serta kondisi

pelayanannya nyaman. Dapat atau tidaknya keadaan ideal tersebut dapat tercapai

sangat bergantung pada berbagai faktor yang menjadi bagian dari lalu lintas,

seperti keadaan infrastruktur (jalan) dan sistem jaringannya, serta keadaan fasilitas

(kendaraan)pengguna fasilitas transportasi tersebut. Untuk mengetahui

transportasi perkotaan dalam hal perencanaan dan pelaksanaannya, sangat penting

untuk memahami aspek rekayasa lalu lintas. Rekayasa lalu lintas transportasi darat

meliputi karakteristik lalu lintas, kapasitas jalan, satuan kendaraan, asal dan tujuan

lalu lintas, serta sumber lalu lintas (Soares, 2013).

2.3. Landasan Konseptual

Kerangka kerja ini disusun untuk menjelaskan konstruksi aliran logika

untuk memperjelas variabel yang diteliti. Dengan cara ini, elemen alat pengukur

dapat diidentifikasi secara spesifik.

20
Gambar 2.1 Kerangka Landasan Konseptual

Merespon setiap RESPONSIVITAS


pelanggan/pemo DINAS
hon yang ingin PERHUBUNGAN
mendapatkan
KOTA
pelayanan
LHOKSEUMAWE
Dimensi kualitas DALAM
pelayanan publik Petugas/aparatur MENGATASI
melakukan
menurut Zeithaml dkk PERMASALAHAN
pelayanan
dalam (Hardiansyah, dengan cepat KEMACETAN
2011:46) (STUDI KASUS
DINAS
Petugas/aparatur PERHUBUNGAN
melakukan
LALU LINTAS
pelayanan
dengan tepat KOTA
LHOKSEUMAWE)

Sumber: Olahan Peneliti Tahun 2023

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau area tempat dilakukannya

penelitian. Penentuan lokasi penelitian merupakan langkah penting dalam

penelitian karena memudahkan peneliti. Lokasi penelitian yang dipilih oleh

peneliti adalah kota Lhokseumawe, dan penelitian tersebut berlokasi di Dinas

Perhubungan kota Lhokseumawe. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena kota

lhokseumawe merupakan kota yang padat penduduk dan sering mengalami

kemacetan pada waktu tertentu.

3.2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan

kualitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada aspek pengayaan data

untuk menjaga kualitas hasil penelitian. Menurut Moleong (2017), pendekatan

kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berasumsi bahwa subject matter

suatu ilmu sosial adalah amat berbeda dengan subject matter dari ilmu

fisik/alamiah dan mempersyaratkan tujuan yang berbeda untuk inkuiri dan

seperangkat metode penyelidikan yang berbeda pula. Cara kerjanya bersifat

induktif, yang berisi nilai-nilai subjektif, holistik dan berorientasi pada proses.

3.3. Informan Penelitian

Menurut Hendarso dalam Sugiyono (2013: 218) dalam penelitian

kualitatif, ada tiga jenis informan dalam survei ini:

22
1. Informan kunci, yaitu seseorang yang mengetahui dan memiliki informasi

dasar yang diperlukan untuk penelitian.

2. Informan biasa, artinya orang-orang yang terlibat langsung dalam interaksi

sosial yang diteliti.

3. Informan tambahan, yaitu seseorang yang dapat memberikan informasi

yang secara tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang dipelajari.

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling. Menurut Sugiyono (2013: 219) purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Disamping itu

juga memiliki ciri-ciri khusus, yakni orang-orang yang paling mengetahui tentang

Responsivitas Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe dalam Mengatasi

Kemacetan Lalu Lintas. Adapun informan yang diwawancarai dalam

penelitian ini adalah:

Tabel 3.1
Informan

No JABATAN TEKNIK
Kabid Lalu Lintas Dan Angkutan
1 Dinas Perhubungan Kota Purposive
Lhokseumawe
Kasi Pengujian Sarana Dinas
2 Purposive
Perhubungan Kota Lhokseumawe
Petugas Lapangan & Pemegang
3 Barang Dinas Perhubungan Kota Purposive
Lhokseumawe
Kanit Kamsel Sat Lantas Polres
4 Purposive
Kota Lhokseumawe
5
Anggota Satlantas Polres Kota Purposive
Lhokseumawe
6
Kajaga Regu C Sat Lantas Polres Purposive
Kota Lhokseumawe
7 Pengendara Purposive
8 Pengendara Purposive
Sumber:Olahan Peneliti

23
3.4. Sumber Data

Data sangat penting untuk memperkuat pertanyaan dan menjawab

pertanyaan penelitian. Menurut Moleong (2017:157) sumber data utama dalam

penelitian kualitatif deskriptif adalah kata-kata, selebihnya berupa dokumen dan

data tambahan lainnya. Sumber data untuk penelitian ini terdiri dari data primer

dan sekunder seperti:

1. Sumber Data Utama (Primer)

Sumber data primer yang dimaksudkan Lofland adalah yang dapat

memberikan informasi, fakta, dan deskripsi peristiwa yang diperlukan oleh

investigasi. atau sumber pertama dari mana data dihasilkan. Dalam

penelitian kualitatif, kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau

diwawancarai merupakan sumber data utama. Dalam proses penelitian,

sumber data terpenting dikumpulkan melalui catatan, rekaman video/tape,

foto, atau film. Mengumpulkan sumber data kunci melalui wawancara dan

observasi pengamatan merupakan hasil gabungan dari menonton,

mendengarkan dan mengajukan pertanyaan (Moleong, 2017).

2. Sumber Data Tambahan (Sekunder)

Sumber data lainnya adalah semua bentuk dokumen, baik tertulis maupun

foto. Atau sumber data sekunder mengikuti sumber data primer (Bungin,

2013). Meskipun disebutkan sebagai sumber informasi kedua (tambahan),

dokumen penelitian, terutama dokumen seperti buku, jurnal, arsip,

dokumen pribadi, dan dokumen resmi, tidak boleh diabaikan.

24
3.5. Teknik Pengumpulan Data

Karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan data, maka

metode pengumpulan data menurut (Sugiyono, 2013) merupakan langkah

penelitian yang paling penting. Untuk mengumpulkan data primer dan sekunder,

peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data.

1. Wawancara

Menurut Moleong (2017) Wawancara adalah percakapan yang bertujuan

yang melibatkan dua orang, satu pewawancara mengajukan pertanyaan

(interviewer) dan pewawancara lainnya menjawab pertanyaan

(interviewer). Jadi, wawancara adalah proses interaksi yang terkadi

anatara peneliti dengan informan yang disertai pertanyaan mengenai

fenomena yang sedang terjadi.

2. Observasi

Secara terminologi, observasi berasal dari bahasa Inggris observasi yang

berarti pengamatan, pandangan, pengawasan. Observasi adalah

melakukan pengamatan langsung objek guna mengetahui tentang situasi,

keberadaan objek, konteks dan makna saat pengumpulan data.

(Wicaksono, 2020)

3. Dokumen

Menurut Sugiyono (2018: 240) mengemukakan bahwa studi dokumen

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi juga merupakan sebuah bentuk

keabsahan data pada penelitian. Dokumentasi berupa foto, data-data, dan

catatn lapangan pada saat melakukan penelitian.

25
3.6. Teknik Analisis Data

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh banyak peneliti kualitatif

terkait dengan pekerjaan analisis data mereka. Secara khusus, pemrosesan unit

data, klasifikasi, dan interpretasi data Moleong (2017). Pemprosesan data adalah

mencoba untuk menyusun dan memaknai bagian-bagian terkecil yang

mengandung makna. Unit-unit ini harus menjadi bagian yang membulat dan dapat

dipisahkan secara independen dari bagian lain. Tahapan analisis data yang

dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Reduksi data

Reduksi adalah proses memilih, meringkas, memfokuskan dan

menyederhanakan, mengubah data mentah yang muncul dari catatan

tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan peneliti dengan cara

mengklasifikasikan, merutekan, dan membuang data yang tidak

diperlukan serta mengorganisasikan data agar peneliti dapat menarik

kesimpulan.

2. Penyajian data.

Dalam menyajikan data dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan

informasi terstruktur yang menjadi dasar bagi peneliti untuk berdiskusi

dan menggabungkan informasi terstruktur untuk memahami apa yang

sedang terjadi agar dapat dengan mudah diamati. Kemudian tentukan

kesimpulan yang benar.

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi.

Pada fase kesimpulan, peneliti secara berkala memisahkan beberapa

sumber data substansi dan memilih hanya yang signifikan dari pola yang

26
dapat menjawab rumusan masalah. Suatu kesimpulan tercapai karena

ditemukan bukti yang valid dan konsisten untuk mendukungnya pada

saat data dikumpulkan. Jadi kesimpulan yang disajikan adalah

kesimpulan yang akurat.

27
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian

Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota di wilayah Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam degan luas wilayah 181,06 km 2, terletak pada posisi

04054`-05o 18`LU dan 96°20'-97°21 BT yang diapit oleh Selat dan menempati

bagian tengah wilayah Kabupaten Aceh Utara. Secara administratif, Kota

Lhokseumawe terdiri dai kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua,

Kecamatan Blang Mangat dan Kecamatan Muara Satu. Adapun batas-batas

wilayah Kota Lhokseumawe adalah :

Utara Selat Malaka

Timur Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara

Selatan Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara

Barat Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara

Yang terdiri dari :

1. Kecamatan Banda Sakti : 11,24 km2

2. Kecamatan Muara Satu : 57,80 km2

3. Kecamatan Muara Dua : 56,12 km2

4. Kecamatan Blang Mangat : 56,12 km2

Dengan luas 18.108 Ha dimanfaatkan untuk berbagai keperluan atau

kebutuhan masyarakat yang sebagian besar adalah untuk kebutuhan permukiman

28
yaitu seluas 8.491 Ha (46,90%). Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk

usaha kebun campuran (4.590 Ha atau 25,35%), untuk persawahan 1.679 Ha

(9,27%), perkebunan rakyat 674 Ha (3,72%), kendati demikian masih terdapat

semak belukar dan belum dimanfaatkan mencapai 948 Ha (5,24%). Untuk

terwujudnya Kota Lhokseumawe sesuai dengan visi dan misi Walikota

Lhokseumawe yang bermartabat, sejahtera, berkeadilan, mandiri dan menjunjung

tinggi nilai-nilai keislaman dan berlandaskan pada UUPA.

4.1.2 Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawesebelum tahun 2022 semula

Bersama cabang Dinas Lalu Lintas Jalan Raya (LLARJR) yang kemudian

diubah menjadi Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (LLARJR). Sesuai

dengan Peraturan Pemerintah pusat tentang lalu lintas jalan raya kepada

daerah Provinsi dan Kabupaten yang sampai sekarang dikenal dengan nama

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe.

4.1.2.1 Visi dan Misi Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi Dinas Perhubungan

kota Lhokseumawe memiliki Visi dan Misi yaitu :

1. Visi

Terwujudnya layanan yang handal dan pengembangan aplikasi

teknologi transportasi yang berdaya saing.

2. Misi

a. Meningkatkan sumber daya aparatur dan pelayanan publik

b. Peningkatan sarana dan prasarana transportasi angkutan

darat.

29
c. Peningkatan ketertiban dan kenyamanan berlalu lintas dalam

Kota Lhokseumawe

d. Peningkatan kelancaran transportasi dan pengembangan

aplikasi teknologi transportasi.

4.1.2.2 Fungsi Dinas Perhubungan

Dalam melaksanakan tugas Dinas Perhubungan menyelenggarakan

beberapa fungsi, antara lain;

1. Penyelenggarakan sebagian urusan Pemerintahan Aceh di

Bidang Perhubungan.

2. Pelaksanaan dan pengkoordinasian perhubungan transportasi

orang dan barang antar kabupaten/kota di dalam wilayah

Aceh.

3. Pelaksanaan penetapan kebijakan teknis, perencanaan,

penyelenggaraan dan pengawasan sistem transportasi wilayah

Aceh.

4. Pelaksanaan pengendalian terhadap sektor pembangunan lain

melalui pelayanan jasa perhubungan yang handal, berdaya

saing, berkelanjutan dan memberi nilai tambah (ekonomi).

5. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan/atau lembaga

terkait lainnya di bidang perhubungan

30
4.1.3 Responsivitas Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe dalam

Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas

Responsivitas merupakan bentuk daya tanggap dan kemauan pemberi

pelayanan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk

pelayanan. Responsivitas juga menyangkut kesesuaian program dan kegiatan

pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas diperlukan

untuk pelayanan publik karena menunjukkan kemampuan suatu organisasi untuk

mengantisipasi kebutuhan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atau barang,jasa

atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara publik.

Pada kenyataannya masyarakat selalu mengharapkan terselenggaranya

pelayanan publik yang baik dan adil serta produk dan layanan lain yang

berkualitas. Fenomena kemacetan dan kecelakaan lalu lintas sering terjadi

dikarenakan pelayanan publik yang kurang maksimal yang diberikan oleh intansi

terkait. Tindakan pemerintah dan instansi terkait sangat diperlukan untuk

meminimalkan terjadinya layanan yang tidak memenuhi harapan publik.

Sebagaimana yang dikatakan pada UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 93 Tentang

Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas. Dalam pasal tersebut

mengatakan bahwa optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dalam rangka

meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegak hukum. . Intansi

pemerintahan yang mempunyai wewenang dalam pengaturan lalu lintas adalah

Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS).

31
Menurut keterangan dari Bapak Ashabul Jamil S. Sos selaku Kepala

Bidang Lalu Lintas menyatakan bahwa :

“Peraturan ini dibuat oleh pemerintah guna meningkatkan


kelancaran lalu lintas yang tertuang pada UU Nomor 22 Tahun
2009 Pasal 93 Tentang Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas. Dimana pasal tersebut menjelaskan optimalisasi
operasional rekayasa lalu lintas dalam rangka meningkatkan
ketertiban dan kelancaran lalu lintas” (Wawancara 09 agustus
2023)

Berdasarkan keterangan diatas dapat dipahami bahwa Dinas Perhubungan

(DISHUB) dan Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) merupakan salah satu instansi

yang mempunyai wewenang dalam pengaturan lalu lintas. Selain meningkatkan

kelancaran lalu lintas, kedua intansi ini juga meningkatkan evektifitas penegak

hukum seperti bagaimana yang telah dijelaskan pada UU Nomor 22 Tahun 2009

Pasal 93 Tentang Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas.

Kemacetan adalah kondisi dimana terjadi penumpukan kendaraan di

jalan. Penumpukan tersebut disebabkan karena banyaknya kendaraan tidak

mampu diimbangi oleh sarana dan prasana lalu lintas yang memadai. Akibatnya,

arus kendaraan menjadi tersendat dan kecepatan berkendara pun menurun .

Fenomena kemacetan ini menunjukkan banyak titik yang mengalami kemacetan

terutama di kawasan Lhoksumawe pada jam-jam sibuk.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak Ashabul Jamil S. Sos bahwa :

“Penyebab adanya kemacetan di Indonesia khususnya Aceh


setiap tahunnya adalah penambahan kendaraan, sedangkan jalan
dan fasilitas lalu lintas pada tempat dan jam-jam sibuk tidak ada
penambahan, sehingga disebut macet pada jam-jam tertentu”
(Wawancara 09 Agustus 2023)

Dari hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa setiap tahun terjadi

penambahan kendaraan yang tidak sesuai dengan fasilitas lalu lintas yang tersedia,

32
khususnya pada jam-jam sibuk seperti pagi hari dan sore hari. Selain itu

ketersediaan jalan yang sangat sempit dan minim alternatif juga menjadi penyebab

kemacetan, dimana kendaraan semakin meningkat sedangkan jalan tidak memiliki

peningkatan.

Penanganan masalah kelancaran lalu lintas merupakan tanggung jawab

pemerintah sebagai badan administratif. Dalam hal ini Dinas Perhubungan

berkerja sama dengan Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS) yang mempunyai tugas

bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan bertugas mengatur lalu lintas agar

lancar. Menurut Soesilowati, dari segi ekonomi, masalah kemacetan menimbulkan

biaya sosial, biaya operasional yang tinggi, waktu yang terbuang percuma, polusi

udara, banyaknya kecelakaan, kebisingan dan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki.

Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Bapak Bripka Resky Adhitama

Nst, S.Sos, MH. selaku Kanit Kamsel Sat Lantas Polres Lhokseumawe, bahwa :

“Terjadinya kemacetan itu karena volume kendaraan dan


aktivitas meningkat pada jam-jam tertentu. Jam- jam tertentu itu
ada 3, yang pertama pagi pada saat masuk sekolah atau kantor,
yang kedua siang bertepatan dengan jam istirahat isoma dan
yang terakhir sore hari pada saat jam pulang” (04 September
2023)

4.1.3.1 Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat

Responsiveness (Ketanggapan) adalah kesanggupan untuk membantu

dengan keikhlasan untuk memberikan layanan atau memiliki kepekaan yang

tinggi terhadap konsumen yang diikuti dengan bertindak sesuai dengan

kebutuhan. Responsiveness juga adanya keinginan para petugas pemberi layanan

bahwa mereka senang untuk membantu dan mampu memberikan jasa yang cepat

kepada para konsumennya. Daya tanggap dapat berarti respon atau kesigapan

33
karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan

yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan.

Berdasarkan fenomena bahwa permasalahan kemacetan yang terjadi

adalah semakin meningkatnya jumlah volume kendaraan yang tidak sesuai dengan

kapasitas jalan, kurangnya sarana&prasarana dibeberapa daerah seperti tidak

adanya marka jalan sehingga pemilik kendaraan bermotor memarkir

kendaraannya hingga ke badan jalan, dan kurangnya perhatian dan monitoring

oleh pemerintah untuk menjaga fasilitas lalu lintas berupa hilangnya rambu-rambu

lalu lintas dan rusaknya rambu-rambu lalu lintas yang mengakibatkan terjadinya

keresahan pengguna jalan dalam penyebrangan.

Menurut Bapak Raziansyah, SE selaku Kasi Pengujian Sarana mengatakan

bahwa :

“Salah satu titik yang sering macet itu kan di simpang selat
malaka yang disebabkan oleh parkir liar. Sebenarnya tidak
adanya marka jalan dan menimbulkan parkir liar bukan alasan
mutlak terjadinya kemacetan, karena memang lokasi parkirnya
yang tidak ada sehingga kendaraan sudah pasti parkir dibadan
jalan. Ini terjadi karena bangunan atau ruko-ruko disitu berjualan
melebihi Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang harusnya itu
menjadi tempat parkir kendaraan. Selain di titik itu memang
marka parkir kita masih terbatas, hanya di beberapa titik tertentu
saja yang perlu seperti di jalan Perdagangan dan jalan
Perniagaan.” (Wawancara 09 Agustus 2023)

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa parkir liar bukan

satu-satunya penyebab terjadinya kemacetan, akan tetapi lahan parkir yang tidak

tersedia dikarenakan bangunan yang melalukan aktivitas perdagangan belum

sesuai ketentuan. Artinya masyarakat Kota Lhokseumawe belum tertib pada

ketentuan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang berlaku sehingga pengendara

memarkirkan kendaraannya sampai ke badan jalan. Beliau juga menambahkan :

34
“selain parkir liar penyebab kemacetan itu adalah bertambahnya
jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan setiap tahunnya itu
meningkat, paling parah itu di tahun 2017 mencapai 62 ribu
kendaraan. Pada tahun 2018 menurun hingga 50 ribu dan pada
tahun 2022 mencapai 52 ribu kendaraan baik angkutan pribadi
maupun angkutan umum. Kalau untuk tahun ini belum ada
rekapannya, tapi seperti yang kita lihat macet tidak juga
berkurang. Itu artinya penambahan volume kendaraan terus
meningkat sedangkan panjang jalan tidak ada peningkatan dari
tahun ke tahun. Maka dari itu kita meminimalisirkan dari
pelanggaran parkir sembarangan tadi sembari menunggu
penambahan ruas jalan dari pihak terkait.” (Wawancara 09
Agustus 2023)

Dari wawancara di atas dapat dilihat bahwa salah satu

permasalahan lalu lintas pada transportasi darat yang saat ini sangat kompleks

untuk dihadapi adalah buruknya kapasitas infrastruktur jaringan jalan untuk

melayani kendaraan selama beroperasi. Kondisi ini menyebabkan kemacetan di

berbagai ruas jalan. Kemacetan adalah kondisi dimana terjadi penumpukan

kendaraan di jalan. Penumpukan tersebut disebabkan karena banyaknya kendaraan

tidak mampu diimbangi oleh sarana dan prasana lalu lintas yang memadai.

Akibatnya, arus kendaraan menjadi tersendat dan kecepatan berkendara pun

menurun

4.1.3.2 Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan


pelayanan

Kualitas pelayanan yang baik sesuai dengan keinginan dan harapan

penerima layanan terlihat dari sikap petugas dalam membantu masyarakat atau

pengendara yang mengalami kesulitan pada saat menemukan masalah pada lalu

lintas dan kemauan dalam membantu memberikan informasi yang menyangkut

tentang lalu lintas. Pada kenyataannya masyarakat selalu mengharapkan

terselenggaranya pelayanan publik yang baik dan adil serta produk dan layanan

lain yang berkualitas. Intansi pemerintahan yang mempunyai wewenang dalam

35
pengaturan lalu lintas adalah Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu Lintas

(SATLANTAS). Tindakan pemerintah dan instansi terkait sangat diperlukan

untuk meminimalkan terjadinya layanan yang tidak memenuhi harapan publik.

Sebagaimana yang dikatakan pada UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 93 Tentang

Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas. Dalam pasal tersebut

mengatakan bahwa optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dalam rangka

meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegak hukum.

Menurut Ibu Tania sebagai pengendara yang sering mengalami kemacetan,

bahwa :

“Saya sendiri sebagai mahasiswa berangkat pagi pulang sore


sangat sering bertemu dengan yang namanya macet dan pastinya
cukup memakan waktu. Biasanya sore itu dari depan poslantas
cunda, masjid cunda, sampai ke depan selat malaka. Sepertinya
butuh jalan lain untuk bisa terbebas dari macetnya jalan
disimpang selat malaka itu. Belum lagi kendaraan yang parkir
dipinggir jalan, ada juga angkutan umum yang menurunkan
penumpangnya sembarangan. Semoga pemerintah lebih peka
terhadap masalah ini dan semoga segera ada jalan alternatif
untuk bisa terhindar dari macet ini.” (Wawancara 28 Agustus
2023)
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan pengendara berasumsi

bahwa intansi terkait kurang peduli atau tidak ingin melakukan perubahan.

Pengendara juga banyak menghabiskan waktu dijalan sehingga memperlambat

aktivitas mereka. Selain itu, pengendara juga berharap agar adanya jalan alternatif

yang berguna untuk mengurangi kendaraan yang melintas dijalur utama dan tidak

terjadi penumpukan kendaraan. Akan tetapi hingga saat ini upaya penambahan

jalur alternatif pun belum tersalurkan dari pihak terkait, tentu saja dengan

berbagai hambatan dan kendala, seperti yang disampaikan oleh Bapak Ashabul

Jamil S. Sos bahwa :

36
“Saya sudah mengupayakan ke pemerintah kota khususnya
bidang PU tentang jalan alternatif, karena untuk penanganan
kemacetan terutama di Selat Malaka kita harus ada jalur
alternatif satu lagi. Seperti contoh dari simpang loskala ke
jomblang itu sangat bermanfaat bagi masyarakat, saat terjadi
kemacetan mereka bisa antisipasi lewat jalan itu tadi. Sedangkan
kearah timur belum ada, sehingga macetnya pas didepan
poslantas cunda sampai ke simpang Selat Malaka. Satu lagi,
mungkin kita perlu adanya jalan layang (Flyover) untuk
membantu mengatasi kemacetan seperti yang sudah ada di Banda
Aceh. Seandainya ada jalan alternatif, mungkin sudah
terantisipasi kemacetan ini oleh masyarakat.” (Wawancara 09
Agustus 2023)

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa dari pihak Dishub sudah

berupaya semaksimal mungkin agar masalah kemacetan ini dapat segera teratasi.

Salah satunya adalah dengan mengusulkan rencana pembuatan jalan alternatif dari

berbagai arah dan menciptakan Flyover atau jalan layang yang membantu

mengurangi kemacetan di persimpangan yang padat kendaraan, yang

memungkinkan kendaraan melewati tanpa adanya penumpukan kendaraan dan

mempersingkat jarak tempuh.

4.1.3.3 Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat

Menurut keterangan Bapak Bripka Hardiansyah Putra yang menjabat

sebagai BA Sat Lantas Polres Lhokseumawe, bahwa:

“Melakukan patroli dan berbagai macam ketertiban lainnya juga


merupakan salah satu upaya kami dalam membantu menertibkan
lalu lintas. Dan kegiatan ini termasuk upaya yang efektif untuk
mencegah kemacetan. Efektifnya ketika jam sibuk contohnya
pagi hari, itu kita melakukan penertiban di beberapa simpang
yang rawan kemacetan terutama selat malaka, polantas cunda,
dan jembatan keluar kearah kota. Saat pagi titik-titik penggal
jalan di simpang itu semuanya terisi oleh petugas dan
kemungkinan besar kemacetan tersebut dapat teratasi.”
(Wawancara 04 September 2023)

37
Menurut keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dari pihak Satlantas

juga ikut bertarsipasi dalam pencegahan kemacetan, salah satunya dengan

melalukan patroli atau penertiban di sejumlah titik rawan macet pada jam tertentu.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberi kenyamanan kepada pengguna jalan ,

dimana pada jam tersebut aktivitas masyarakat meningkat sehingga rawan terjadi

kemacetan lalu lintas. Beliau juga menambahkan :

“dalam hal mencegah masalah kemacetan ini kami juga butuh


kesadaran dari pengendaranya sendiri. Seperti masih banyak
pengendara yang parkir tidak pada tempatnya membuat ruang
gerak lalu lintas menjadi sempit sehingga terjadi penyumbatan.
Kesadaran masyarakat merupakan faktor penting untuk bisa
lebih peduli dan tidak menyepelekan parkir sembarangan, Selain
itu kita juga sering mengadakan rapat forum lalu lintas bersama
dinas terkait terutama masalah parkir. Ada juga beberapa kasus
yang telah tercatat itu paling banyak pelanggaran adalah
melawan arus, terkadang dijalan sempit juga mereka bisa
melawan arus demi kepentingan pribadi. Jadi hal-hal kecil yang
kita anggap sepele bisa menimbulkan masalah kemacetan dan
akan terus bermasalah jika tidak ada kesadaran dari pengguna
jalan sendiri.” (Wawancara 04 September 2023)

Hasil wawancara menunjukkan kesadaran dan kepedulian masyarakat

menjadi faktor penting dalam menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas. Ada

banyak upaya pemerintah dalam mengatasi hal ini dengan cara yang bijak, namun

masih tidak efektif apabila banyak masyarakat yang melanggar aturan tertib

berlalu lintas. Oleh karena itu, dinas terkait menekankan bahwa peran pemerintah

dalam mengupayakan masalah kemacetan tidak akan berjalan lancar dan tidak

memiliki perubahan apabila masih terdapat pengendara yang melanggar tata tertib

lalu lintas.

Responsiveness atau daya tanggap secara umum diartikan sebagai

keinginan untuk membantu, bagaimana memberikan layanan yang cepat dan

menangani masalah atau komplain dengan baik. Atau dengan istilah lain yang

38
sering kita dengar adalah tanggap terhadap kebutuhan konsumen. Berdasarkan

data yang peneliti temukan secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas

pelayanan yang diberikan belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal ini dapat

dilihat dari belum adanya jalur alternatif seperti yang diharapkan pengendara,

guna membantu mengurangi kemacetan di persimpangan yang padat kendaraan,

yang memungkinkan kendaraan melewati tanpa adanya penumpukan kendaraan

dan mempersingkat jarak tempuh.

Upaya menciptakan adanya jalan alternatif ini belum ada jawaban dari

pemerintah kota khususnya bidang PU. Menciptakan jalur alternatif maupun jalan

layang merupakan salah satu keinginan Bapak Ashabul Jamil selaku Kabid Lalu

lintas untuk membantu memberikan layanan dengan cepat serta menangani

masalah atau komplain dengan baik. Selain itu, upaya Dishub dan Satlantas dalam

memberikan respon kepada pengendara yang mengkomplain masalah kemacetan

adalah dengan melakukan patroli dan penertiban di sejumlah titik rawan macet

pada jam tertentu. Kegiatan ini bertujuan untuk memberi kenyamanan kepada

pengguna jalan , dimana pada jam tersebut aktivitas masyarakat meningkat

sehingga rawan terjadi kemacetan lalu lintas. Dalam hal ini intansi terkait sangat

butuh kesadaran dan kepedulian pengendara akan peraturan berlalu lintas dengan

baik. Menekankan bahwa peran pemerintah dalam mengupayakan masalah

kemacetan tidak akan berjalan lancar dan tidak memiliki perubahan apabila masih

terdapat pengendara yang melanggar tata tertib lalu lintas.

4.1.4 Hambatan Dinas Perhubungan Lalu Lintas Kota Lhokseumawe

dalam mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas

Dalam upaya mencegah terjadinya kemacetan tersebut bukan berarti dapat

39
berjalan dengan lancar , ada banyak hambatan dan kendala yang bisa saja terjadi

sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Dinas Perhubungan dalam upaya

menertibkan kelancaran arus lalu lintas yang ada di Kota Lhokseumawe tidak

terlepas dari berbagai kendala dan hambatan yang berkaitan dengan fasilitas yang

kurang memadai dan sikap kesadaran.

1. Fasilitas

Semakin banyaknya volume kendaraan pada ruas jalan yang sempit sering

mengakibatkan kemacetan. Pergerakan yang semakin besar jika tidak diimbangi

dengan fasilitas yang memadai dapat mengakibatkan permasalahan pada kinerja

ruas jalan seperti permasalahan lalu lintas. Untuk mencapai tujuan pelayanan

publik pada ruas jalan yang macet ada banyak faktor pendukung, salah satu

diantaranya adalah ketersediaan fasilitas yang memadai, jika fasilitas yang

memadai menjadi hambatan dinas perhubungan maka sarana untuk melancarkan

dan memudahkan pelaksanaan pencegahan kemacetan menjadi terhambat.

Menurut keterangan Bapak Raziansyah selaku Kasi Pengujian Sarana Lalu

Lintas Dinas Perhubungan sebagai berikut :

“Untuk fasilitas yang memadai kami akui masih kurang, salah


satu faktornya adalah anggaran yang diberikan pemerintah ke
pihak Dishub masih terbatas. Dan anggaran yang tersedia itu
kami lebih prioritaskan marka jalannya dulu seperti marka putus-
putus dan marka pinggir jalan. Untuk marka parkir kita masih
terbatas kondisinya, hanya di beberapa tempat khusus saja yang
tersedia. Akan tetapi bukan berarti semua tempat tidak ada lahan
parkirnya, ada pemilik bangunan yang seharusnya melepaskan
hak untuk menjadi lahan parkir sesuai dengan ketentuan IMB
(Izin Mendirikan Bangunan) akan tetapi tidak di lepas hak
tersebut. Jika mereka bersedia membuat tempat parkir sesuai
dengan aturan yang ada, pasti akan meminimalisir kendaraan
yang memarkirkan kendaraannya sembarangan, yang
menimbulkan kemacetan. Fasilitas yang diberikan seperti marka
parkir di jalan Perniagaan dan Perdagangan juga disalahgunakan,
yang seharusnya itu menjadi tempat parkir tapi dibuat menjadi

40
tempat berjualan pedagang kaki lima.” (Wawancara 09 Agustus
2023)

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang memadai

masih kurang, yang ada hanya fasilitas-fasilitas ditempat khusus saja. Ini

dikarenakan oleh dana atau anggaran yang terbatas yang diberikan dari

pemerintah kepada pihak terkait. Selain itu, ada lahan yang seharusnya menjadi

tempat parkir akan tetapi disalah gunakan oleh pemilik bangunan atau pedagang.

Salah satu marka parkir yang tersedia adalah dijalan Perniagaan dan Perdagangan.

akan tetapi tidak digunakan sesuai dengan fungsinya. Tempat yang seharusnya

menjadi tempat parkir kendaraan jadi berpindah fungsi menjadi tempat berjualan

para pedagang kaki lima.

Bapak Bripka Hardiansyah Putra yang menjabat sebagai Baur Tilang Sat

Lantas Polres Lhokseumawe juga berpendapat bahwa :

“dalam hal fasilitas memang masih kurang maksimal, yang


menjadi faktornya adalah anggaran nya masih terbatas.
Contohnya seperti ETLE atau tilang elektronik berbasis ponsel.
ETLE itu sistemnya pelanggar lalu lintas akan difoto
menggunakan ponsel anggota Lantas yang memang sudah
terlatih, yang kemudian foto tersebut dijadikan barang bukti di
Pengadilan. Akan tetapi karena di Kota kita belum tersedia alat
modern seperti ini, maka kita menggunakan tilang pelanggar
berlalu lintas dengan cara manual.. Secara manual contohnya
seperti yang masyarakat lihat ada beberapa anggota dari kami
yang berjalan menggunakan motor dan memberhentikan
pengendara yang melanggar. Tilang manual ini hanya untuk
pelanggar yang terlihat langsung oleh petugas di lapangan atau
membahayakan seperti melawan arus dan sebagainya.”
(Wawancara 13 November 2023)

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem tilang

manual masih digunakan di Kota Lhokseumawe yang seharusnya sudah

digantikan oleh ETLE. ETLE merupakan metode baru penerapan disiplin berlalu

lintas dengan menggunakan bukti foto kamera handphone yang bertujuan untuk

41
kedisiplinan berkendara masyarakat serta meminimalisir adanya oknum-oknum

yang melakukan pemerasan saat melakukan penindakan pelanggaran lalu lintas.

Sementara meunggu fasilitas yang modern seperti ETLE tersedia, maka

digunakan tilang manual bagi pengendara yang melanggar lalu lintas.

Pemberlakuan tilang manual ini sesuai Surat Telegram Nomor:

ST/380/IV/HUK/6.2/2023 tentang pemberlakuan tilang manual yang dikeluarkan

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

2. Kesadaran

Salah satu faktor yang mempengaruhi terhambatnya pencegahan

kemacetan adalah sikap kesadaran yang baik dapat efektif jika adanya kesesuaian

sikap antara apa yang diharapkan oleh pembuat peraturan dengan implementor.

Oleh karena itu sikap dan kesadaran masyarakat atau pengendara sangat penting

untuk membantu pihak terkait dalam mengatasi masalah kemacetan.

Seperti yang dikatakan Bapak Bripka Resky Adhitama Nst, S.Sos, MH.

selaku Kanit Kamsel Sat Lantas Kota Lhokseumawe bahwa :

“ada begitu banyak stakeholder atau masyarakat yang mematuhi


peraturan hanya saat ada petugas yang patroli saja. Jadi mindset
yang dibangun adalah ketika polisi atau petugas lainnya ada
dijalan untuk mengatur lalu lintas, mereka takut. Balik lagi jika
tidak ada aparat mereka bebas mau melawan arus, parkir
sembarangan, menerobos lampu merah dan sebagainya.”
(Wawancara 04 September 2023)
Hasil wawancara diatas menunjukkan tingkat kesadaran pengendara di

Lhokseumawe terjadi karena diimbangi dengan kegiatan upaya-upaya yang

dilakukan pemerintah bersama dinas terkait. Seperti halnya dilakukan patroli

rutin, beberapa pengendara hanya mematuhi peraturan pada saat patroli

berlangsung, setelah tidak ada petugas yang mengatur lalu lintas mereka kembali

42
melanggar aturan berlalu lintas. Artinya pengendara mematuhi peraturan

berkendara disebabkan adanya upaya paksa dari regulasi hukum yaitu polisi dan

intansi terkait. Selain itu, beberapa masyarakat akan sadar jika ada sebab-akibat,

artinya jika mereka sudah tertangkap melakukan penyimpangan berlalu lintas,

mereka tidak melakukan hal yang sama dikarenakan sudah mengetahui

konsekuensi yang didapat. Jadi satu-satunya cara adalah dengan mengubah

mindset, dengan tidak ada upaya paksa dari petugas akan tetapi menanamkan

mindset bahwa ini adalah kebutuhan yang harus dipenuhi.

3. Anggaran

Faktor lainnya yang mempengaruhi terhambatnya pencegahan kemacetan

adalah penambahan dana atau anggaran, sehingga perlengkapan jalan dan fasilitas

yang modern belum tercukupi. Anggaran yang terbatas membuat dinas

perhubungan mengakali cara agar penyediaan perlengkapan jalan tetap terlaksana

dengan baik, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan meminta bantuan dari

pihak terkait untuk mencegah kemacetan dengan cara yang efektif.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak Raziansyah selaku Kasi Pengujian

Sarana Lalu Lintas Dinas Perhubungan Lhokseumawe bahwa :

“sebenarnya hambatan yang paling pertama itu dana. Jadi Kota


Lhokseumawe itu setiap tahunnya APBK (Anggaran Pendapatan
Belanja Kota) nya berkurang dan kebutuhannya juga banyak.
Dana yang tersedia untuk membangun Kota ini selalu dalam
tahap diluar rencana. Seperti misalnya kita ingin membangun
marka jalan dan infrasturkur sebagainya, sering untuk APBK nya
kita belum tertampung, hanya kita mengupayakan anggaran dari
Kementrian atau bantuan dari Provinsi. Contoh Traffic yang di
simpang BI itu bantuan dari provinsi, lampu jalan ada beberapa
bantuan dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), dan
ada banyak sumber lainnya yang membantu.” (Wawancara 13
November 2023)
Beliau juga menambahkan :

43
“dalam bidang infrastruktur memang kita masih kurang, yang
menjadi faktornya adalah seperti yang saya jelaskan sebelumnya
yaitu anggaran yang diberikan pemerintah ke pihak terkait masih
terbatas. Contohnya kita belum memiliki parkir portal seperti
yang sudah ada di Provinsi. Kita masih memanfaatkan lahan
parkir yang tersedia dan semaksimal mungkin menciptakan
marka pakir di berbagai tempat. Contoh lainnya kurangnya
infrastruktur rambu lalu lintas seperti marka jalan yang nyaris
hilang bahkan tidak terlihat lagi di beberapa titik. Ini
menyebabkan mobil angkutan umum memberhentikan
kendaraannya sembarangan dan pengendara memarkirkan
kendaraannya hingga kebadan jalan, sehingga mengakibatkan
kemacetan.” (Wawancara 13 November 2023)

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran dari

APBK belum mencukupi atau belum maksimal. Akan tetapi pihak terkait sangat

mempengaruhi pembangunan suatu kota, seperti banyak contoh yang sudah

dijabarkan oleh Kasi Sarana dan Prasarana diatas. Oleh karena itu walaupun

Dishub memiliki hambatan kekurangan dana dalam Pembangunan, tetapi dishub

tetap mencari sumber-sumber yang memungkinkan untuk menjadi peluang. Jadi,

untuk menambah anggaran atau pemasukan penyediaan perlengkapan jalan,

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe perlu bekerjasama dengan pihak terkait

dan mengajukan proposal untuk penambahan dana sehingga anggaran

perlengkapan jalan yang modern bisa tercukupi.

4. Sanksi

Pada dasarnya setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan

yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Terganggunya fungsi jalan ini

misalnya parkir kendaraan untuk keperluan lain selain dalam keadaan darurat.

Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe perlu melakukan pengawasan yang rutin

dan memberikan sanksi tegas kepada oknum masyarakat yang tidak menaati

peraturan berkendara dengan baik yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas.

44
Sanksi ini dibuat dengan tujuan agar masyarakat atau pengendara tidak

mengulangi perbuatannya.

Menurut keterangan Bapak Bani Chandra selaku Petugas Lapangan dan

Pemegang Barang Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe sebagai berikut :

“saat penjagaan pasti ada yang melanggar, baik dari angkutan


pribadi, umum, dan barang. Tetapi biasanya kami khusus di
angkutan umum dan angkutan barang. Karena kita dilapangan
melibatkan anggota kepolisian khususnya Sat Lantas dalam
pengaturan lalu lintas, maka bagian angkutan pribadi itu mereka
yang ambil alih. Jadi apabila pada saat penjagaan ada angkutan
umum yang menerobos lampu merah, melawan arus dan
melakukan hal yang melanggar, maka kita berhentikan untuk
kemudian di beri peringatan. Sanksi itu tergantung apabila ada
PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) kemungkinan besar bisa
ditilang atau hanya sekedar diberi teguran. Tapi biasanya karena
disitu juga ada anggota kepolisian jadi sanksinya diserahkan
sama mereka.” (Wawancara 13 November 2023)

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa Dishub bekerja sama dengan

PPNS dalam memberikan sanksi tilang. PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil)

secara administratif berada dibawah naungan Kementerian Hukum & HAM.

Pejabat pegawai negeri sipil ini mempunyai wewenang melakukan tindakan-

tindakan hukum yang diperlukan dalam rangka penyidikan, seperti melakukan

penangkapan dan penahanan terhadap pelaku serta melakukan penyitaan barang

bukti. Tidak hanya PPNS, Dishub juga dibantu oleh pihak kepolisian khususnya

dibidang Sat Lantas untuk melakukan penilangan angkutan pribadi.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak Aipda Zainuddin selaku Kajaga

Regu C Sat Lantas Lhokseumawe bahwa :

“kegiatan kita dipagi hari pada saat penjagaan itu terdapat 2


tindakan, yang pertama ada tindakan atau kegiatan penjagaan
atau peraturan lalu lintas terhadap kegiatan masyarakat dipagi
hari dalam konteks kenyamanan berlalu lintas, yang disebut
dengan Preventif. Yang kedua ada tindakan hukum berupa
pemberian surat tilang apabila ditemukan 7 prioritas pelanggaran

45
lalu lintas, salah satunya adalah melawan arus, yang disebut
dengan Represif. Sanksi dari tindakan Represif ini ada barang
bukti yang harus ditahan untuk kemudian dilakukan proses
persidangan pengadilan. Jadi dari tindakan represif ini ada efek
jera dan sanksi berupa denda yang selanjutnya akan diproses di
pengadilan. Sesuai dengan undang-undang juga tertera jumlah
atau nominal yang dibayar untuk pelanggaran melawan arus
adalah sebesar 500.000,-“ (Wawancara 13 November 2023)

Menurut keterangan diatas, Sat Lantas turut melakukan penertiban atau

penjagaan bersama dengan Dinas Perhubungan. Dimana Sat Lantas berperan aktif

dalam penertiban arus lalu lintas pada pagi hari dan pada jam-jam sibuk lainnya.

Mereka mempunyai hak penuh dalam hal penilangan kendaraan yang melanggar

peraturan lalu lintas sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Salah satu

penyebab kemacetan adalah melawan arus pada ruas jalan sempit demi

kepentingan pribadi, yang merupakan salah satu dari 7 prioritas pelanggaran lalu

lintas. Sanksi dari pelanggaran melawan arus tersebut merupakan adanya barang

bukti yang harus ditahan lalu kemudian dilakukan proses persidangan di

pengadilan. Maka dari itu tindakan ini memiliki efek jera dan sanksi yang berupa

denda dan selanjutnya akan diproses di pengadilan. Sesuai dengan undang-

undang juga tertera jumlah atau nominal yang dibayar untuk pelanggaran

melawan arus adalah minimal sebesar 500.000,-. Oleh karena itu bersama Dishub

dan pihak terkait lainnya, Sat Lantas berupaya memberikan kenyamanan dan

keamanan bagi pengguna jalan dalam berkendara yaitu dengan mematuhi

peraturan yang berlaku. Jika tidak maka akan diberikan sanksi yang memberikan

efek jera bagi pelaku.

46
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Responsiviness (Daya tanggap), kualitas pelayanan dari aspek daya

tanggap belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari masih adanya

pengendara yang mengeluhkan tentang kemacetan. Penertiban atau patroli

hanya dilakukan pagi hari dan pada waktu-waktu tertentu saja, sedangkan

kemacetan terjadi nyaris setiap hari. Belum meningkatnya Pembangunan

di Kota Lhokseumawe dikarenakan sarana dan prasarana yang terbatas

dan juga SDM yang jumlahnya minim. Dalam hal ketepatan, bantuan yang

disalurkan oleh pihak terkait terkadang belum sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dikarenakan banyaknya permintaan dari masyarakat dan

terbatasnya sumber bantuan. Dalam hal kecermatan, pelayanan yang

diberikan oleh intansi terkait masih belum memuaskan dikarenakan

masyarakat masih mengeluhkan keadaan jalanan yang macet.

2. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Responsivitas Dinas Perhubungan

Kota Lhokseumawe dalam mengatasi kemacetan lalu lintas masih belum

maksimal. Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya beberapa

hambatan yang membuat Pembangunan Kota Lhokseumawe menjadi tidak

maksimal.

3. Menurut yang diamati oleh penulis, Kota Lhokseumawe sangat minim

47
perubahan. Ada beberapa marka jalan yang nyaris hilang dan belum ada

pembaharuan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan dari

pemerintah, terbatasnya anggaran, dan tidak adanya kesadaran pengguna

jalan.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka

yang menjadi saran dalam penelitian ini adalah:

1. Pemerintah khususnya pihak pelaksana pelayanan untuk lebih fokus dalam

mengupayakan pencegahan kemacetan agar pengendara nyaman dan

meminimalisir masalah kemacetan lalu lintas.

2. Dinas Perhubungan dan Satlantas harus lebih tegas dalam menyikapi

pengendara yang tidak ingin mematuhi peraturan berkendara yang baik

dan benar.

3. Kepada Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe sebagai pihak pelaksana

harus lebih efektif dalam merespon atau menanggapi keluhan masyarakat.

Contohnya dengan tidak menyepelekan sarana dan prasarana yang sudah

hilang atau rusak.

4. Apabila hambatannya adalah kesadaran pengendara atau masyarakat

sendiri, maka dinas terkait harus lebih sering melakukan sosialisasi baik

dikalangan anak-anak hingga dewasa.

5. Berikan efek jera kepada pengguna jalan yang semena-mena jika dengan

berbagai upaya tidak berhasil. Agar kedepannya mereka takut dan tidak

lagi melakukan pelanggaran berlalu lintas.

48
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Bungin, M. B. (2013). Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi.
PRENADAMEDIA GROUP.

Fajar, M. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Graha Ilmu.

Hardiyansyah, H. (2018). Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator


dan Implementasinya.
http://eprints.binadarma.ac.id/3820/%0Ahttp://eprints.binadarma.ac.id/
3820/1/Kualitas Pelayanan Publik.pdf

Kurniati, I. D., Setiawan, R., Rohmani, A., Lahdji, A., Tajally, A., Ratnaningrum,
K., Basuki, R., Reviewer, S., & Wahab, Z. (2015). Buku Ajar.

Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Mursyidah, L. (2020). Manajemen Pelayanan Publik (R. Ismaini (ed.); 1st ed.).
Umsida Press.

Sugiyono. (2013). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


Alfabeta.

Sugiyono. (2018). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (pp.


226, 231, 240, 246). Alfabeta.

Jurnal :
Affan Maulana Rahman, R. (2021). KEMACETAN DAN KEBUTUHAN
INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DI KOTA PALOPO (Vol. 3, Issue 2).

Hamid, F. (2015). Pendekatan Fenomenologi. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidika


Islam, 6(November), 17–33.

Mukrimaa, S. S., Nurdyansyah, Fahyuni, E. F., YULIA CITRA, A., Schulz, N. D.,
‫ د‬,‫ان‬UUU‫غس‬., Taniredja, T., Faridli, E. M., & Harmianto, S. (2016).
RESPONSIVITAS PELAYANAN PUBLIK DALAM MENANGANI
KELUHAN PELANGGAN PUBLIK DALAM MENANGANI KELUHAN
PELANGGAN DI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM)
KABUPATEN GRESIK. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
6(August), 128.

Richard Oliver ( dalam Zeithml., dkk 2018 ). (2021). 済無 No Title No Title No


Title. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., Meyer
1984, 2013–2015.

49
Soares, A. P. (2013). Pengertian Lalu Lintas. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Sofianti, M., Malik, I., & Parawu, H. E. (2021). Responsivitas Pelayanan


Pengaduan Masyarakat di Kantor Kepolisian Sektor Alla Kabupaten
Enrekang. Pujia Unismuh Makassar, 2(4), 1194–1214.
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kimap/article/viewFile/4582/3946

Student, M. T., Kumar, R. R., Omments, R. E. C., Prajapati, A., Blockchain, T.-
A., Ml, A. I., Randive, P. S. N., Chaudhari, S., Barde, S., Devices, E., Mittal,
S., Schmidt, M. W. M., Id, S. N. A., PREISER, W. F. E., OSTROFF, E.,
Choudhary, R., Bit-cell, M., In, S. S., Fullfillment, P., … Fellowship, W.
(2021). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指
標に関する共分散構造分析 Title. Frontiers in Neuroscience, 14(1), 1–13.

Wicaksono, T. (2020). Metode Penellitian. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://repository.stiedewantara.ac.id/1164/5/BAB III.pdf

Wulandari, D. A., & Utomo, I. H. (2021). Responsivitas Dinas Kesehatan


Kabupaten Karanganyar dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Karanganyar.
Wacana Publik, 1(1), 117. https://doi.org/10.20961/wp.v1i1.50895

Skripsi :

Firmansyah, S. I. P., Yuliatin, Y., & Irsyadunnas, I. (2020). Strategi Dinas


Perhubungan Kota Jambi Dalam Mengatasi Kemacetan Di Kecamatan Alam
Barajo

Losa, Calvin. (2017). Efektivitas Kerja dalam Menanggulangi Masalah


Kemacetan Kota Manado

Fuad, Yassir. (2017). Analisis Kemacetan Lalu Lintas di Ruas Jalan Marelan
Raya.

Dahlia, Indah. (2021). Pengawasan Penertiban Angkutan Penumpang Umum di


Kota Lhokseumawe.

Maulana, Rifqi Affan. (2021). Kemacetan dan Kebutuhan Infrastruktur


Transportasi di Kota Palopo.

Undang-undang :

UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 93 Tentang Pelaksanaan Manajemen Dan


Rekayasa Lalu Lintas

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

50
Internet :

https://www.kajianpustaka.com/2022/06/responsivitas.html

https://www.gramedia.com/literasi/administrasi-publik/

https://lintar.net/kerangka-konseptual/

https://carapedia.com/pengertian_definisi_publik_info2104.html

https://eprints.umm.ac.id/35422/3/jiptummpp-gdl-nabilafird-49630-3-

bab2.pdf

https://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/JPPM/article/view/10047

51
LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA

Pertanyaan Umum

1. Bagaimana profil Kantor Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe?

2. Bagaimana Sejarah Kantor Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe?

3. Apa saja visi dan misi Kantor Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe?

Pertanyaan Tujuan Penelitian

1. Apa yang menjadi penyebab utama kemacetan?

2. Bagaimana respon atau uupaya Dinas Perhubungan dalam menangani

masalah kemacetan?

3. Apakah dengan dilakukannya penertiban dan patroli efektif mencegah

kemacetan?

4. Apa yang menjadi hambatan dalam menangani masalah tersebut?

5. Apakah ada upaya penambahan infrastruktur yang belum optimal di

sejumlah titik?

6. Apa hambatan yag membuat sarana dan prasarana belum maksimal?

7. Bagaimana hubungan kerja sama antar dinas terkait?

8. Apa upaya Sat Lantas dalam mengatasi kemacetan lalu lintas?

9. Bagaimana meningkatkan kesadaran hukum pengendara sepeda motor?

10. Apa ada sanksi atau efek jera yang diberikan petugas apabila terdapat

pengendara yang melanggar lalu lintas?

Pertanyaan untuk Masyarakat

1. Bagaimana kondisi lalu lintas pada jam-jam sibuk?

52
2. Dimana biasanya yang menjadi titik rawan macet?

3. Apa yang sering menjadi penyebab kemacetan?

4. Apakah saat terjadi macet ada petugas yang dating?

5. Apa harapan pengendara kepada dinas terkait?

53
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar : Surat Izin Penelitian pada


Kantor Dinas Perhuubungan (27 Oktober 2022)

Gambar : Kemacetan lalu lintas pada sore hari


di Simpang Selat Malaka (13 Juli 2023)

54
Gambar : Kendaraan parkir sembarangan
menyebabkan kemacetan (13 Juli 2023)

Gambar : Penertiban parkir sembarangan oleh


petugas kepolisian bidang lalu lintas (25 Juli 2023)

55
Gambar : Penjagaan setiap simpang pada pagi hari
oleh Dinas Perhubungan (25 Juli 2023)

Gambar : Penertiban lalu lintas oleh Sat Lantas


Lhokseumawe pada pagi hari (2 oktober 2023)

56
Gambar : Tilang manual oleh anggota kepolisian apabila
tertangkap secara kasat mata melakukan pelanggaran (16 November 2023)

Gambar : Wawancara bersama Kabid Lalu Lintas


Dinas Perhubungan Kota Lhokseumawe (12 Agustus 2023)

57
Gambar : wawancara bersama Kasi Pengujian Sarana dan
Prasarana Dishub Kota Lhokseumawe (12 Agustus 2023)

Gambar : wawancara bersama Petugas Lapangan dan Pemegang Barang Dinas


Perhubungan Kota Lhokseumawe (16 November 2023)

58
Gambar : Wawancara bersama Kanit Kamsel dan
Baur Tilang Sat Lantas Polres Lhokseumawe (6 September 2023)

Gambar : Wawancara bersama Kajaga Regu C


Sat Lantas Polres Lhokseumawe (16 November 2023)

59
Gambar : Wawancara bersama Pengendara 1 (17 November 2023)

Gambar : Wawancara bersama Pengendara 2 (17 November 2023)

60

Anda mungkin juga menyukai