Anda di halaman 1dari 97

PERTEMUAN 9

DESENTRALISASI FISKAL

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Pengertian Desentralisasi Fiskal


Desentralisasi Fiskal adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat
kepada pemerintahan daerah.

B. Desentralisasi Fiskal yang Optimal


Desentralisasi fiskal yang optimal akan terwujud jika pemerintah bisa menentukan
aktivitas mana yang akan dikerjakan oleh level pemerintah tertentu. Karenanya,
dibutuhkan dana transfer/grant dari pusat ke daerah dalam pelaksanaannya.

C. Pembagian Urusan Pemerintahan di Indonesia serta Pajak-Pajak yang Diberlakukan

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 1


Pajak Provinsi Pajak Kab/Kota
Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Hotel
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Restoran
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Hiburan
Pajak Air Permukaan Pajak Reklame
Pajak Rokok Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

D. Tiebout Model: Voting with Feet


 Tiebout menekankan bahwa individu dapat memilih untuk tinggal di tempat
yang menyediakan barang publik sesuai dengan pajak yang dia bayar, jika tidak
sesuai maka ia akan mencari tempat yang lebih pas.
 Model Tiebout didasari oleh faktor persaingan (competition) dalam penyediaan
barang publik antardaerah, yang akan memunculkan faktor mobilitas

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 2


masyarakat (ability for shopping, vote by their feet) tersebut (hal yang tidak
mungkin terjadi pada tingkat nasional).
 Tiebout Model bisa mendorong efisiensi dalam penyediaan barang publik karena
pemerintah daerah dihadapkan pada ancaman kehilangan masyarakat
(pembayar pajak) jika pelayanan dan penyediaan barang publiknya tidak
maksimal.

E. Asumsi Tiebout Model


Agar Tiebout Model dapat berjalan dengan baik, ada asumsi-asumsi yang seharusnya
dipenuhi namun pada kenyataannya tidak bisa dipenuhi, diantaranya:
 Orang-orang bisa berpindah-pindah/memiliki mobilitas (padahal berpindah dari
satu daerah ke daerah lain tidak bisa dilakukan semudah itu).
 Orang-orang memiliki informasi yang sempurna terkait pajak dan keuntungan
(dan tidak mungkin hal ini terjadi, ingat materi mengenai “informasi tidak
sempurna”).
 Tiebout Model mensyaratkan economy of scale yang besar. Namun, berkaitan
dengan economy of scale, ada barang-barang yang efisien apabila berada dalam
ukuran yang besar dan ada yang efisien apabila berada dalam ukuran yang kecil-
kecil (misalnya rumah sakit yang besar di tiap kota (bukan di tiap kelurahan) akan
menjadi efisien , karena penyediaan fasilitas yang lengkap sangat dibutuhkan.
Namun, untuk puskesmas bisa jadi lebih efektif didirikan dalam jumlah yang
sedikit dan menyebar di kelurahan, karena puskesmas sangat dibutuhkan untuk
menangani pertolongan pertama).
 Ada cukup banyak kota sehingga orang-orang bisa mencocokkan preferensinya
dengan kota yang tepat. Tetapi pada kenyataannya bisa jadi kota-kota yang ada
belum cukup banyak untuk memenuhi preferensi orang-orang.

F. Isu-Isu Terkait Tiebout Model


 Tiebout Model akan menarik jumlah pajak yang sama kepada seluruh orang
(lump-sum tax). Jenis pajak ini sebenarnya dianggap tidak adil, namun apabila
pajak dikenakan berdasar pendapatan, maka orang-orang miskin akan mengejar
orang-orang kaya dalam sisi ekonomi (karena orang kaya dikenai banyak pajak
dan orang miskin hanya dikenai sedikit). Solusinya adalah menerapkan lump-sum
tax dengan zoning, yaitu mengelompokkan orang-orang dalam kelompok-
kelompok (berdasar tingkat ekonomi) dengan jumlah pajak tertentu yang harus
dibayar.
 Tiebout Model mempersyaratkan tidak ada eksternalitas/spillover yang akan
menyebar ke kota tetangga, namun pada kenyataannya hal itu sering terjadi

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 3


(misal: seseorang yang berdomisili di Tangerang, membayar pajak di Tangerang,
namun menikmati fasilitas pendidikan di DKI Jakarta yang dianggapnya lebih
terjamin). Apabila ada eksternalitas/spillover, maka penduduk kota yang
memiliki pajak dan keuntungan yang sedikit akan cenderung menjadi free-rider
di kota tetangga yang memiliki pajak dan keuntungan yang banyak.
 Tiebout Model hanya bekerja apabila ada cukup kota yang memenuhi selera
penduduk, karena semakin sedikit kota, makin banyak perbedaan yang ada
pada penduduknya, dan Tiebout Model tidak akan berjalan dengan baik.
 Pada kenyataannya, orang-orang tidak hanya melakukan “vote by feet” seperti
yang dinyatakan pada Tiebout Model, namun juga melakukan “vote by their
pocketbook”, dimana dicerminkan dengan harga rumah. Tentu saja daerah yang
mereka tinggali memiliki harga rumah yang berbeda-beda, dan daerah yang
memiliki barang publik yang banyak biasanya memiliki harga rumah yang tinggi.

G. Desentralisasi Fiskal yang Optimal berdasar Tiebout Model


Desentralisasi fiskal berupa penyediaan barang publik pada daerah yang optimal pada
Tiebout Model dipengaruhi oleh tiga faktor:
 Hubungan antara pajak dan keuntungan: apabila terdapat hubungan antara
pajak dan keuntungan, penyediaan barang publik sebaiknya dilakukan oleh
daerah.
 Eksternalitas/spillovers: apabila eksternalitas/spillovers hanya kecil, penyediaan
barang publik sebaiknya dilakukan oleh daerah.
 Economy of scale: apabila economy of scalenya kecil (misal: penyediaan
puskesmas), penyediaan barang publik sebaiknya dilakukan oleh daerah.

H. Desentralisasi Fiskal yang Optimal berdasar Undang-Undang (UU No. 23/2014 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah)
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah (baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota) didasarkan pada prinsip:
 Akuntabilitas  Eksternalitas
 Efisiensi  Kepentingan strategis
nasional

I. Transfer
1. Secara umum, jenis transfer dapat dikelompokkan menjadi:
 Matching grant;
 Block grant;
 Conditional block grant.

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 4


2. Matching grant: transfer pemerintah pusat yang jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah alokasi belanja yang sudah disediakan pemerintah daerah.

Kondisi awal pemda adalah garis AB.


Ketika pemerintah pusat memberikan grant untuk pengeluaran pendidikan dengan
perbandingan 1:1, kurva batas anggaran akan bergeser dari AB ke AC. (Kenapa
pengeluaran pendidikan berada di (2000,0)? Karena perbandingannya 1:1, jadi
1000+1000).
Pemda memilih titik Y pada AC dimana akan meningkatkan pengeluaran pendidikan
menjadi $750 dan akan meningkatkan pengeluaran lain menjadi $625.

 Matching grant baik digunakan apabila pemerintah pusat punya prioritas


program tertentu yang akan dilaksanakan di daerah.
 Matching grant baik digunakan apabila isu yang ditangani berkaitan
dengan eksternalitas.
 Matching grant efektif mendorong pemda dalam meningkatkan
pengeluaran dalam sektor prioritas.

3. Block grant: transfer dalam jumlah yang tetap tanpa ada syarat penggunaan
dana transfer tersebut dari pemerintah pusat.

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 5


Kondisi awal pemda adalah garis AB.
Ketika pemerintah pusat memberikan grant untuk pengeluaran pendidikan sebesar
$375, kurva batas anggaran akan bergeser dari AB ke DE. Pemda memilih titik Z
pada DE dimana akan meningkatkan pengeluaran pendidikan menjadi $575 dan
akan meningkatkan pengeluaran lain menjadi $800.
FYI: Garis AC adalah garis pembantu untuk menentukan efek substitusi dan
pendapatan. ZY menggambarkan efek substitusi dan XZ menggambarkan efek
pendapatan.

 Block grant baik digunakan apabila pemerintah pusat ingin memberikan


kebebasan ke pemda dalam penggunaan dana.
 Block grant baik digunakan apabila isu yang ditangani berkaitan dengan
redistribusi.

4. Conditional block grant: transfer dalam jumlah tetap dimana pemerintah


daerah dipersyaratkan untuk mengalokasikan dana tersebut pada belanja
tertentu.

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 6


Kondisi awal pemda adalah garis AB.
Ketika pemerintah pusat memberikan grant sebesar $375 yang dialokasikan untuk
pendidikan, garis batas anggaran berubah dari AB menjadi AFE. Namun, karena
pengeluaran pendidikan sebenarnya adalah $500 (lebih besar dari $375), maka
conditional block grant ini tidak berpengaruh dan bekerja seperti block grant biasa.
FYI: Garis AC adalah garis pembantu untuk menentukan efek substitusi dan
pendapatan. ZY menggambarkan efek substitusi dan XZ menggambarkan efek
pendapatan.

 Conditional block grant tidak akan efektif apabila belanja awal lebih
besar dari grant yang diberikan.

J. Sekilas Desentralisasi Fiskal di Indonesia


1. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom (untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan) dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau
kepala instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Tugas Pembantuan
Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari pemerintah kepada pemerintah
daerah dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
4. Dana Alokasi Umum (DAU)
 Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana
pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 7


APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
 Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk provinsi dan
kabupaten/kota.
 Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari
Pendapatan Dalam Negeri Neto dan ditetapkan dalam APBN.
 Perhitungan alokasi DAU menggunakan formula yang terdiri atas:
o Alokasi Dasar (AD)
Persentase jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (PNSD), yang
mencakup gaji pokok ditambah dengan tunjangan keluarga, dan
tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian pegawai
negeri sipil, serta mempertimbangkan penggajian dan
pengangkatan calon PNSD
o Celah fiskal (CF)
Selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
 Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari
perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi
dimaksud belum dapat dihitung secara kuantitatif, maka proporsi DAU
antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10%
dan 90%.
5. Dana Alokasi Khusus (DAK)
 Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional.
 DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan
khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas
nasional yang menjadi urusan daerah. Daerah Tertentu dimaksud adalah
daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum,
kriteria khusus, dan kriteria teknis.
6. Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH bersumber dari DBH
Pajak dan DBH Sumber Daya Alam.

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 8


7. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah semua hak pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan
daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga
yang berasal dari daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain
pendapatan yang sah.
8. Belanja Daerah
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu.

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 9


Catatan:
Saya sadar untuk bab ini masih banyak hal yang terkesan “kosong” karena cakupan
materinya terlalu luas. Untuk referensi lebih lengkap tentang desentralisasi fiskal di
Indonesia bisa dibaca di:
https://drive.google.com/open?id=16KG6nIm_qnOanVN-2MoeSuthOy9vQsmD
https://www.kemenkeu.go.id/media/6665/nota-keuangan-apbn-2018-rev.pdf
http://www.wikiapbn.org/desentralisasi-fiskal/
http://www.wikiapbn.org/dana-perimbangan/#Dana_Alokasi_Umum

Video penjelasan lebih lanjut atas dana transfer bisa diakses di:
https://klc.kemenkeu.go.id/dana-transfer-1-block-grant/
https://klc.kemenkeu.go.id/dana-transfer-2-block-grant-dan-conditional-block-grant/

Semangat, semuanya! :)

Clovius – Pertemuan 9 / Desentralisasi Fiskal 10


PERTEMUAN 10

PENDIDIKAN

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Mengapa Pemerintah Terlibat dalam Bidang Pendidikan?


1. Pendidikan memiliki banyak eksternalitas positif, di antaranya:
 Produktivitas
Masyarakat mendapat manfaat dari peningkatan standar kehidupan
sebagai akibat dari peningkatan produktivitas.
 Kewarganegaraan
Pendidikan menjadikan warga lebih pintar dan menjadi pemilih aktif,
meningkatkan kualitas proses demokrasi.
2. Adanya educational credit market failure, yaitu kegagalan/ketidakmampuan
pasar untuk menyediakan pinjaman yang dapat memfasilitasi masyarakat untuk
dapat membiayai pendidikan, karena tanpa pendidikan publik, akan banyak
keluarga yang harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan biaya
pendidikan anaknya.
3. Adanya kegagalan dalam memaksimalkan kepuasan/utilitas keluarga atas
pendidikan karena orang tua tidak memilih jenis/tingkat pendidikan yang sesuai
untuk anaknya (biasanya karena kendala ekonomi).
4. Perlunya redistribusi, karena selama pendidikan adalah barang normal,
masyarakat berpenghasilan tinggi akan membeli pendidikan lebih banyak
(mahal) dan sebaliknya pada masyarakat miskin. Hal ini akan menimbulkan
kesenjangan karena orang yang mengonsumsi pendidikan lebih banyak akan
cenderung lebih produktif dibandingkan yang tidak. Penyediaan sekolah
publik/negeri di sini mendorong orang-orang yang miskin untuk meningkatkan
produktivitas dan mobilitas pendapatannya (income mobility).

B. Bagaimana Cara Keterlibatan Pemerintah


1. Pemerintah terlibat dalam bidang pendidikan dengan menyediakan sekolah
negeri yang gratis. Namun, masalahnya, adanya sekolah negeri yang gratis ini
akan meng-crowd-out penyediaan sekolah swasta. Tanpa adanya sekolah
negeri gratis, orang tua akan menyekolahkan anaknya di sekolah swasta yang
mahal dan berkualitas tinggi. Namun, dengan adanya sekolah negeri gratis,
orang tua dapat menurunkan sedikit kualitas pendidikan untuk anaknya dengan
kompensasi tambahan porsi anggaran untuk belanja lain yang lebih besar.

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 1


Kondisi awal pemda adalah garis AB.
X, Y, dan Z menggambarkan penghargaan tiga keluarga yang berbeda terhadap
pengeluaran pendidikan dan pengeluaran lain.
Ketika pemerintah mengadakan pendidikan publik gratis sebesar EF, garis batas
anggaran berubah menjadi ACDB. Ini mendorong keluarga di titik X untuk
meningkatkan pengeluaran pendidikannya dari E1 ke EF, sedangkan keluarga di titik
Z akan tetap mempertahankan pengeluarannya di E3 (karena mereka sangan
menghargai pendidikan).
Keluarga di titik Y akan menurunkan pengeluaran pendidikannya dari E2 ke EF. Inilah
yang disebut crowding out of private education by public education.

2. Karenanya, solusi untuk hal ini adalah dengan memperkenalkan voucher


pendidikan, yaitu sejumlah dana yang diberikan oleh pemerintah bagi keluarga
yang memiliki anak usia sekolah, sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk
menbiayai pendidikan baik di sekolah negeri atau swasta. Contoh voucher
pendidikan yang digunakan di Indonesia adalah Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 2


E

Kondisi awal pemda adalah garis AB.


X, Y, dan Z menggambarkan penghargaan tiga keluarga yang berbeda terhadap
pengeluaran pendidikan dan pengeluaran lain.
Ketika pemerintah mengadakan voucher pendidikan sebesar EF, garis batas anggaran
berubah menjadi ACE. Ini mendorong semua keluarga untuk meningkatkan pengeluaran
pendidikannya.

3. Kelebihan dan Kekurangan Voucher Pendidikan


 Kelebihan:
a) Kedaulatan konsumen (consumer sovereignty)
Voucher memungkinkan individu untuk memilih pilihan
pendidikan sesuai seleranya.
b) Kompetisi
Apabila masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih sekolah
negeri/swasta, dimana terjadi mekanisme Tiebout (sekolah
menghadapi ancaman ditinggalkan oleh siswa jika inefisien), tentu
saja semua sekolah akan berusaha meningkatkan kualitasnya.
 Kekurangan:
a) Spesialisasi yang berlebihan (excess specialization)
Dengan fokus pada segmen pasar tertentu, sekolah menjadi
kurang fokus pada elemen dasar pendidikan.
Banyak sekolah di tingkat dasar fokus pada aspek tertentu guna
memenuhi permintaan pasar (misal: sekolah musik, sekolah seni)
sehingga elemen dasar (membaca, menulis, matematika) yang
seharusnya dipenuhi menjadi kurang terpenuhi.
b) Mendorong pemisahan (leading to segregation)

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 3


Terdapat potensi menimbulkan kembali pembeda-bedaan
berdasarkan berbagai dimensi, seperti ras, tingkat pendapatan,
atau kemampuan anak, karena orang-orang cenderung
berkumpul di satu jenis sekolah sesuai golongan. Berbeda apabila
hanya disediakan sekolah negeri, yang mau tidak mau semuanya
akan berbaur di situ.
c) Penggunaan sumber daya publik yang tidak efisien dan tidak
merata
Dengan penerapan voucher, total belanja pendidikan pemerintah
meningkat, karena pemerintah berkontribusi untuk biaya sekolah
swasta yang sudah menjadi tanggungan keluarga yang memilih
sekolah di swasta.
d) Pasar penyediaan pendidikan bisa jadi tidak kompetitif
Pasar penyediaan pendidikan lebih dekat digambarkan sebagai
model natural monopoly, dimana sebenarnya efisiensi bisa dicapai
dengan hanya penyedia tunggal (karena apabila hanya disediakan
oleh satu penyedia, sekolah bisa fokus meningkatkan kualitasnya).
e) Biaya pendidikan khusus (cost of special education)
Setiap anak mendapatkan voucher pendidikan yang sama senilai
biaya pendidikan rata-rata pada kelasnya, namun pada
kenyataannya tingkatbiaya pendidikan anak tidak semuanya
sama. Siswa dengan kebutuhan khusus perlu biaya sekitar 2 kali
lebih banyak dibanding siswa biasa.
4. Kekurangan dari voucher pendidikan ini mendorong beberapa area untuk tidak
menerapkan voucher untuk sekolah swasta namun siswa diberikan pilihan
diantara sekolah negeri.
Program lain yg dilakukan sejalan dengan kebebasan memilih sekolah negeri,
antara lain:
 Magnet schools: Sekolah negeri yang khusus dibangun untuk menarik
siswa berprestasi atau siswa dengan minat pada subjek tertentu.
 Charter schools: sekolah yang dibiayai dengan dana publik namun
biasanya tidak dibawah pembinaan dinas pendidikan setempat (local
school boards) atau tidak harus mengikuti aturan-aturan sekolah negeri
pada umumnya.
5. Fakta di lapangan menyatakan bahwa hasil kajian dari program-program
tersebut beragam, namun secara umum menunjukkan bahwa pemanfaatan
pilihan sekolah negeri (terutama melalui charter school) serta penggunaan
voucher dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 4


Namun, penggunaan sistem voucher juga menimbulkan permasalahan serius,
meningkatkan kesenjangan kemampuan siswa. Siswa yang tertinggal semakin
tertinggal sementara siswa yang memiliki motivasi tinggi mendapat pendidikan
yang lebih baik.
Oleh karena itu, hal yang sebenarnya mutlak diperlukan adalah jaminan akses
bagi setiap siswa untuk memperoleh pendidikan.

C. Pengukuran Akuntabilitas Sekolah


1. Akuntabilitas sekolah, yang dinilai dengan akreditasi, cukup sulit untuk diukur,
sehingga kebanyakan akan menggunakan standar berupa nilai ujian atau tingkat
lolosnya siswa mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2. Standar pengukuran akuntabilitas sekolah ini pun akhirnya berdampak pada hal
berikut:
 Mendorong pengajar untuk “mengajar materi ujian / kisi-kisi” yang
memungkinkan nilai ujian naik tanpa perlu memahami konsep.
 Sekolah dapat memanipulasi hasil ujian dan kondisi ujian guna
meningkatkan hasil.
 Mendorong sekolah atau guru untuk berbuat curang.

D. Pengukuran Manfaat Pendidikan


1. Mengukur biaya pendidikan relatif bisa dan mudah untuk dilakukan, namun
mengukur manfaat dari pendidikan merupakan hal yang sangat sulit,meskipun
penting.
2. Manfaat pendidikan diukur dengan returns to education, yaitu manfaat
yangdidapatkan masyarakat ketika para siswa dapat bersekolah dengan
lingkungan yang berkualitas.
3. Pemerintah biasanya menyediakan pendidikan sekolah dasar secara gratis
karena returns to educationnya besar.
4. Pendidikan yang lebih tinggi secara umum menyebabkan seseorang
mendapatkan upah yang lebih tinggi.

E. Dampak Pendidikan
1. Dampak pendidikan terhadap aspek produktivitas
 Terdapat 2 interpretasi atas korelasi pendidikan-produktivitas:
a) Pendidikan sebagai akumulasi modal manusia (human capital
accumulation)

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 5


Human capital: kumpulan keahlian seseorang yang dapat
meningkat dengan pendidikan lanjutan.

b) Pendidikan sebagai alat penyaringan (screening device)


Screening: suatu model yang menunjukkan bahwa pendidikan
tidak meningkatkan kemampuan namun hanya menjadi media
untuk membedakan antara individu yang memiliki kemampuan
tinggi dan rendah.
 Pada umumnya, returns to education mencerminkan akumulasi modal
manusia.
 Sedangkan screening ditunjukkan pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi.
2. Dampak pendidikan terhadap aspek lain
 Partisipasi politik lebih aktif;
 Lebih sedikit melakukan pelanggaran;
 Memiliki tingkat kesehatan dan kesehatan anak yang lebih baik;
 Memiliki anak yang tingkat pendidikannya lebih baik;
 Memiliki teman kerja yang lebih produktif; dan sebagainya.

F. Keterlibatan Pemerintah dalam Pendidikan Tinggi


1. Secara umum, bahasan awal mendiskusikan pendidikan dasar dan menengah.
Faktanya, di AS, sekitar 40% pengeluaran adalah untuk pendidikan tinggi.
2. Kebijakan pemerintah terkait penyediaan pendidikan tinggi:
 State provision
Penyediaan secara langsung pendidikan tinggi melalui kampus-kampus
yang diadakan di daerah.
 Dana transfer Pell (Pell grants)
Subsidi pendidikan tinggi yang administrasinya diatur pemerintah federal
yang menyediakan dana transfer untuk keluarga miskin untuk membayar
pengeluaran pendidikan mereka.
 Pinjaman siswa (student loans)
Student loans ini terdiri atas:
a) Direct student loans: pinjaman yang diberikan langsung oleh
Departemen Pendidikan.
b) Guaranteed student loans: pinjaman yang diambil dari bank
swasta dimana bank tersebut mendapatkan jaminan
pengembalian dari pemerintah.

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 6


Karena pinjaman siswa bersifat mean-tested, yaitu diberikan pada orang-
orang yang dapat menunjukkan bahwa pendapatan dan modal mereka
berada di bawah batas yang ditentukan, maka pinjaman siswa pada
umumnya memiliki suku bunga yang rendah dan siswa bersangkutan
dibolehkan untuk menunda pembayaran pinjaman hingga ia lulus.
 Tax relief
Bantuan lain yang diberikan pemerintah adalah rangkaian pembebasan
pajak bagi mahasiswa dan keluarganya. Kredit pajak (tax credit) diberikan
untuk keluarga yang memiliki anak yang sedang berkuliah (jadi,
penghasilan yang terkena pajak semakin sedikit)

G. Menyelesaikan Bentuk Kegagalan Pasar di Tingkat Pendidikan Tinggi


1. Motivasi pemerintah dalam mengintervensi pendidikan di tingkat pendidikan
tinggi bukan terkait eksternalitas positif namun lebih kepada upaya
memperbaiki kegagalan pasar, khususnya credit market for student loans.
2. Dengan pengalokasian pinjaman siswa, semakin banyak keluarga siswa yang
mampu membiayai pendidikannya, dan pemerintah dapat meningkatkan
efisiensi.
3. Tingkat optimal dari intervensi pemerintah atas pendidikan bergantung pada
tingkat kegagalan pasar dari penyediaan swasta dan memperhatikan manfaat
(return) dari pendidikan yang telah didapat masyarakat.

H. Pendidikan di Indonesia
1. Undang-undang Sisdiknas (UU no. 20/2003) telah mempersyaratkan belanja di
sektor pendidikan minimal sebesar 20% dari total anggaran belanja
2. Sejak tahun 2010, secara konsisten belanja pendidikan lebih dari 20 persen total
belanja negara.
3. Pembangunan bidang pendidikan dilaksanakan melalui peningkatan akses
terhadap fasilitas pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan perbaikan
fasilitas pendidikan.
4. Beberapa program yang dilakukan Pemerintah, antara lain:
 Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM);
 Pemberian beasiswa bagi siswa dan mahasiswa kurang mampu yang
berprestasi;
 Rehabilitasi fasilitas sekolah yang rusak; dan
 Endowment fund berupa Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
(DPPN) untuk jaminan keberlangsungan program pendidikan bagi
generasi berikutnya.

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 7


5. Program prioritas tersebut juga didukung oleh penyediaan dana tunjangan
profesi guru, tunjangan sertifikasi guru peningkatan efisiensi pemanfaatan guru
dan optimalisasi upaya pengembangan guru untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.

P.S
Untuk referensi lebih lengkap tentang anggaran Pendidikan di Indonesia silakan
kunjungi:
http://www.data-apbn.kemenkeu.go.id/Dataset/Details/1007

Semangat, semuanya! :)

Clovius – Pertemuan 10 / Pendidikan 8


PERTEMUAN 11

Halo, semuanya. Untuk pertemuan 11 kali ini kita akan bahas 2 bab, di antaranya adalah bab
Asuransi Sosial dan Jaminan Sosial. Seperti biasa, rangkuman ini mencakup materi RPS +
tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait.

BAGIAN 1

ASURANSI SOSIAL

A. Pengertian mengenai Asuransi, Premi, dan Asuransi Sosial


1. Asuransi adalah suatu janji untuk menerima pembayaran dalam hal terjadi
peristiwa tertentu, dengan imbalan suatu pembayaran, yang disebut premi.
2. Insurance premiums (premi) adalah uang yang dibayarkan kepada penanggung
(insurer) sehingga individu akan ditanggung (insured) dalam hal terjadi kejadian
yang merugikan/buruk (adverse events).
3. Asuransi sosial adalah intervensi pemerintah dalam bentuk pengeluaran
asuransi untuk menghadapi kejadian yang buruk dengan cara semua warga
diwajibkan mengikuti asuransi terlepas dari berapapun pendapatan yang ia
miliki (asuransi sosial tidak mean-tested).

B. Consumption Smoothing
1. Asuransi berharga bagi individu dikarenakan dapat membantu individu untuk
menghadapi berbagai kemungkinan kejadian berkaitan dengan konsumsi (states
of the world).
2. States of the world adalah berbagai kemungkinan hasil yang dapat terjadi di
tengah ketidakpastian masa depan.
3. Ketika adanya ketidakpastian kejadian di masa depan, seseorang cenderung
ingin melakukan consumption smoothing sehingga tingkat konsumsi sepanjang
periode menjadi sama
4. Consumption smoothing (perataan konsumsi) adalah upaya meratakan tingkat
pengeluaran (konsumsi) sepanjang waktu dari ketidakpastian/fluktuasi tingkat
pengeluaran.
5. Ingat kembali konsep diminishing marginal utility, dimana utilitas marjinal yang
berasal dari konsumsi turun ketika tingkat konsumsi terus meningkat.
Karenanya, seseorang cenderung melakukan consumption smoothing.

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 2


6. Jadi, hasil teori dasar asuransi adalah bahwa individu akan membeli asuransi
penuh untuk sepenuhnya memeratakan konsumsi. Artinya, dalam pasar
asuransi yang berfungsi sempurna, individu akan membeli asuransi terlepas
dari apakah peristiwa buruk (seperti tertabrak mobil) terjadi atau tidak.

C. Expected Utility Model


1. Expected utility model adalah jumlah utilitas tertimbang dari berbagai
kemungkinan kejadian dimana dasar pembobotan merupakan angka
probabilitas dari setiap kemungkinan kejadian itu terjadi.
2. Jika kejadian buruk dapat terjadi dengan probabilitas p, maka expected utility
adalah:

𝐸𝑈= p ×𝑈(consumption with adverse event)+


(1−𝑝)×U(consumption with no adverse event)

3. Misal:
 Ada 1% kemungkinan Jombang tertabrak mobil, menyebabkan ia harus
membayar $30,000 untuk biaya medis.
 Biaya asuransi b untuk setiap dollar coverage.
 Jika Jombang membeli $m coverage, maka total premi yg harus dibayar
adalah $mb.
 Untuk menganalisa pilihan Jombang, diasumsikan 𝑈 (𝑐 ) = √𝑐, dan premi
dihitung secara fair.
 Actuarially fair premium: premi asuransi yang ditetapkan sama dengan
tingkat ekspektasi pembayaran tertanggung.

No
Yes

No
Yes

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 3


Sedikit penjelasan untuk yang full insurance:
 $300 merupakan biaya asuransi. Jadi Jombang akan mengonsumsi
$29,700 terlepas terjadi kecelakaan ataupun tidak.

Sedikit penjelasan untuk yang partial insurance:


 $150 merupakan biaya asuransi.
 Apabila tidak terjadi kecelakaan, konsumsi Jombang adalah $30,000 -
$150 (biaya asuransi)= $29,850
 Apabila terjadi kecelakaan, konsumsi Jombang adalah $30,000 - $150
(biaya asuransi) - $15,000 (biaya kesehatan yang dibayar sendiri)=
$14,850

Jadi, asuransi penuh adalah pilihan yang paling tepat untuk


memaksimalkan utilitas.

D. Pengaruh Risk Aversion


1. Risk aversion adalah tingkat toleransi individu dalam menghadapi risiko yang
ada. Semakin tinggi risk aversion maka semakin takut akan risiko
2. Seseorang yang tingkat risk aversionnya tinggi (risk-averse) akan tetap membeli
asuransi meskipun premi asuransi tersebut tidak dihitung secara fair.

E. Sekilas Asymmetric Information


1. Information asymmetry adalah perbedaan informasi yang dimiliki penjual dan
pembeli di pasar.
2. Di pasar asuransi, pembeli asuransi dianggap mengetahui kondisi (risiko)
dirinya lebih baik dibanding penjual (perusahaan asuransi).
3. Dalam hal ini, perusahaan asuransi akan enggan untuk menjual asuransi, karena
khawatir bahwa hanya orang-orang yang berisiko tinggi yang akan membeli
asuransi misalnya yang terjadi pada asuransi kesehatan dan asuransi
pengangguran.
4. Akibatnya, perusahaan asuransi akan mengenakan biaya tinggi di atas premi
aktuaria yang adil, atau mereka mungkin tidak menjual asuransi sama sekali
jika mereka sangat mencurigai tentang status risiko seseorang.
F. Contoh Kasus Assymetric Information
Misal: Terdapat 2 kategori penduduk:
 Orang yang lengah dengan potensi 5% kemungkinan mengalami kecelakaan
mobil (separuh populasi).

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 4


 Orang yang berhati-hati sehingga potensi kecelakaannya hanya 0.5% (separuh
populasi).
Jika perusahaan asuransi mengetahui masing-masing kategori orang tersebut, maka tarif
premi akan dibedakan berdasarkan kategori tersebut.
Jika perusahaan asuransi tidak tahu, maka tarif premi akan ditetapkan pada angka wajar
rata-rata.

Kita akan menganalisa kasus ini dalam tiga keadaan:


1. Full-Information Pricing (Tidak ada informasi asimetris)
 Perusahaan asuransi dapat mengenakan premi berbeda untuk setiap
jenis pada actuarially fair price.
 Mengenakan premi orang yang lengah $1,500.
 Mengenakan premi orang yang berhati-hati $150.
 Menerima $150,000 per 100 orang yang lengah, total pay-out $150,000.
 Menerima $15,000 per 100 orang yang berhati-hati, total pay out
$15,000.
 Perusahaan asuransi impas, tidak mengalami kerugian.
2. Assymetric-Information Pricing
 Kejadian 1: Perusahaan asuransi berusaha membedakan tarif premi tiap
orang, namun perusahaan tidak mengetahui siapa yang lengah dan
siapa yang berhati-hati.
a) Dalam hal ini orang yang lengah akan menyembunyikan tingkat
risikonya yang sebenarnya, berpura-pura bahwa ia orang yang
berhati-hati untuk mengurangi biaya yang harus ia bayar,
membayar $150.
b) Orang yang berhati-hati membayar $150.
c) Menerima $15,000 per 100 orang yang lengah, total pay out
$150,000. Rugi $135,000.
d) Menerima $15,000 per 100 dari orang yang berhati-hati, total pay
out $15,000.
 Kejadian 2: Perusahaan asuransi menerapkan harga premi rata-rata.
a) Harga premi rata-rata: $825.
b) Bagi orang yang lengah, asuransi sangat murah, sehingga mereka
membelinya, membayar $825.
c) Orang berhati-hati menolak untuk membeli karena asuransi
menjadi jauh lebih mahal.
d) Menerima $82,500 per 100 orang yang lengah, total pay out
$150,000. rugi $67,500.

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 5


e) Tidak menerima apa-apa dari orang yang berhati-hati.

G. Adverse Selection
1. Assymetric Information menyebabkan adverse selection (seleksi yang
merugikan).
2. Adverse selection: fakta bahwa individu yang mengetahui lebih banyak tentang
tingkat risikonya menyebabkan seseorang yang memiliki tingkat risiko tinggi akan
memilih berasuransi, menyebabkan perusahaan asuransi mengalami kerugian
jika dia menawarkan asuransi (bagaimanapun cara seleksi yang ia gunakan).
3. Jadi, jika perusahaan asuransi menjual asuransi ke semua pihak akan
menyebabkan orang yang berisiko rendah mensubsidi orang yang berisiko tinggi.
4. Orang yang berisiko rendah tidak mau menerima kondisi tersebut, sehingga
seringkali hanya orang dengan risiko tinggi yang berasuransi.

H. Apakah Asymmetric Information Pasti Menyebabkan Kegagalan Pasar?


1. Secara umum, individu bersifat risk-averse (takut menghadapi risiko), sehingga
cenderung bersedia membayar asuransi lebih mahal dibanding nilai wajarnya
(besarnya sesuai dengan risk premium).
2. Risk premium: nilai yang bersedia dibayar individu yang risk-averse untuk
premi asuransi yang berada di atas actuarially fair price.
3. Pooling equilibrium: tingkat equilibrium pasar untuk seluruh jenis orang yang
membeli full insurance, meskipun tidak dalam kondisi harga yang fair bagi
seluruh individu.
4. Separating equilibrium: tingkat ekuilibrium pasar dimana terdapat pembedaan
masing-masing jenis karakter dengan mendesain jenis produk asuransi yang
berbeda untuk menunjukkan valuasi masing-masing individu atas risiko yang
dihadapinya.

I. Alasan Pemerintah Mengintervensi


1. Eksternalitas: Penyebab dari intervensi pemerintah adalah adanya eksternalitas
negatif. Dalam hal ini pemerintah terpaksa memberikan subsidi, membentuk
asuransi pemerintah, atau membantu perusahaan asuransi swasta.
2. Biaya administrasi: Biaya administrasi asuransi pemerintah ternyata jauh lebih
kecil dari biaya administrasi asuransi swasta. Oleh karena itu, pemerintah harus
memberikan pembinaan terhadap asuransi swasta.
3. Redistribusi: Pemerintah mendorong redistribusi dari orang sehat ke orang yang
sakit (dengan cara membebani pajak terhadap asuransi yang menanggung risiko

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 6


yang kecil dan memberikan subsidi kepada asuransi yang menanggung risiko
besar) sehingga distribusi biaya asuransi lebih merata.
4. Paternalism: pemerintah memandang orang-orang membeli asuransi dengan
jumlah yang terlalu rendah, sehingga pemerintah memaksa mereka untuk
membeli asuransi agar dapat memaksimalkan utilitasnya.

J. Samaritan’s Dilemma
Dalam Samaritan’s Dilemma, ketika seseorang terkena bencana, ia akan cenderung
mengandalkan orang-orang Samaritan (orang-orang yang tidak segan-segan membantu
orang lain yang membutuhkan) sehingga ia justru tidak mengikuti asuransi dan tidak
mengusahakan hal lain untuk mengurangi risikonya.

K. Self-Insurance
Seseorang bisa melakukan asuransi dengan cara self-insurance, yaitu cara individu untuk
melakukan consumption smoothing dengan menyediakan sejumlah dana pribadi yang
diperuntukkan untuk dana penanggulangan kejadian buruk. Dana ini bisa didapatkan
dengan berbagai macam cara, misalnya dengan menabung atau meminjam uang dari
pihak lain.

L. Contoh Kasus: Antara Asuransi Sosial dan Self-Insurance


Contohnya adalah unemployment insurance. Fungsi unemployment insurance sangat
bergantung pada tingkat self-insurance yang dimiliki individu. Dimana apabila
pemerintah memberikan sejumlah dana untuk para pengangguran, itu akan meng-
crowd out asuransi pribadi mereka (dana yang seharusnya mereka gunakan untuk
asuransi pribadi justru digunakan untuk hal lain).

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 7


M. Pentingnya Asuransi Sosial
Tingkat pentingnya asuransi sosial bergantung pada 2 faktor:
1. Kemampuan memprediksi suatu kejadian: semakin mudah kejadian diprediksi,
semakin mudah untuk melakukan self-insurance.
Maka, manfaat asuransi sosial semakin terasa jika suatu kejadian lebih sulit
diprediksi.
2. Biaya dari suatu kejadian: semakin sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk
menangani suatu kejadian, semakin mudah untuk melakukan self-insurance.

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 8


Maka, manfaat dari asuransi sosial akan lebih terasa jika kebutuhan untuk
membiayai suatu kejadian tersebut sangat tinggi.

N. Bahaya Moral (Moral Hazard)


1. Apabila terjadi kegagalan pasar, maka pemerintah melakukan intervensi dengan
ikut campur tangan dalam pasar asuransi, maka hal tersebut kemungkinan akan
memunculkan bahaya moral (moral hazard), yaitu perilaku buruk yang
dilakukan individu sebagai akibat dia memiliki asuransi atas kejadian yang
buruk tersebut.
Contoh dari moral hazard:
 Jika keluarga membeli asuransi kebakaran untuk rumah mereka, mereka
mungkin kurang menjaga alat pemadam kebakaran agar tetap berfungsi;
 Jika individu memiliki asuransi kesehatan, mereka mungkin lebih sedikit
mengambil tindakan pencegahan agar tidak sakit;
 Jika pekerja memiliki asuransi pengangguran, mereka mungkin cenderung
untuk tidak mencari pekerjaan baru dengan serius;
 Jika pekerja memiliki asuransi kompensasi pekerja yang menjamin
pekerja terhadap cedera di tempat kerja, maka timbul kesulitan untuk
menentukan apakah individu benar-benar terluka, dan apakah cedera itu
terjadi di tempat kerja. Dengan demikian, keberadaan program ini
sebenarnya dapat mendorong individu untuk menunjukkan cedera palsu;
2. Dampak moral hazard terhadap asuransi sosial, antara lain:
 Mengurangi kewaspadaan dalam suatu potensi kejadian buruk.
 Meningkatkan probabilitas (tingkat kemungkinan( terjadinya kejadian
buruk.
 Meningkatkan pengeluaran untuk kejadian buruk.
 Penyedia jasa (supplier) merespon (dengan memanfaatkan) atas
kejadian yang menimpa pemilik asuransi.
3. Moral hazard menjadi sangat tinggi dampaknya terhadap tingkat efisiensi sosial
untuk 2 alasan:
 Perilaku buruk yang didorong oleh asuransi menyebabkan tingkat
efisiensi sosial menurun.
 Ketika asuransi sosial mendorong terjadinya kejadian buruk,
menyebabkan biaya meningkat, artinya hal ini harus dikompensasi oleh
peningkatan penerimaan (pajak) sehingga semakin menurunkan tingkat
efisiensi sosial lebih jauh.
4. Implikasi kebijakan atas faktor-faktor tersebut, adalah bahwa sistem asuransi
sosial seharusnya menanggung individu menghadapi kejadian yang tidak

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 9


diinginkan secara parsial. Hal ini merupakan trade-off dari optimasi manfaat
atas kejadian buruk yang dihadapi sesorang dan potensi perilaku moral hazard
yang justru menurunkan tingkat efisiensi sosial.

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 10


BAGIAN 2
JAMINAN SOSIAL

A. Pengertian Social Security


Social Security adalah Program Pemerintah Pusat dalam menyediakan dukungan
penghasilan bagi para orang tua dengan mengenakan pajak bagi para pekerja.

B. Tentang Replacement Rate


1. Penerima manfaat social security menerima pembayaran annuity payments,
yaitu pembayaran yang akan terus diterima sampai ia meninggal dunia.
2. Nilai pembayaran tergantung pada rata-rata penghasilan tertinggi selama
periode 35 tahun, disebut juga Average Indexed Monthly Earnings, atau AIME.
3. Besarnya penggantian manfaat (replacement rate) adalah fungsi redistribusi
dari penghasilan di masa lalu.
4. Mengapa menggunakan replacement rate, bukan berdasar pendapatan terakhir?
Supaya orang-orang tidak berupaya meningkatkan pendapatan mereka hanya di
tahun-tahun terakhir saja demi meningkatkan besar jaminan sosial yang akan
mereka dapat.

C. Full Benefit Age, Early Entitlement Age


1. Full benefit age adalah usia dimana seseorang bisa menerima manfaat jaminan
sosial secara sepenuhnya.
2. Early entitlement age adalah usia awal yang berhak pensiun ( usia dimana
pensiun dini diperbolehkan).
3. Misalnya, di Amerika, usia awal yang berhak pensiun dimulai pada umur 65
tahun dan akan menerima manfaat penuh. Untuk individu yang pensiun

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 11


sebelum umur 65 tahun akan dikenakan pengurangan manfaat sebesar 6.67 %
per tahun.

D. Funded, Unfunded
Sistem jaminan sosial bisa berupa funded atau unfunded.
1. Funded: tabungan hari ini diinvestasikan dalam berbagai investasi guna
membayar benefit di masa depan.
Terdiri atas:
 Defined Benefit: hasil yang akan diterima pasti, iuran yang dibayarkan per
tahun tidak pasti.
 Defined Contribution: iuran yang dibayarkan per tahun pasti, hasil yang
akan diterima tidak pasti.
2. Unfunded (pay as you go): pembayaran yang diterima sekarang tidak sempat
diinvestasikan namun langsung digunakan untuk membayar pensiunan saat ini.
3. Sistem Unfunded Social Security meredistribusi orang yang tua oleh yang muda,
dan generasi penerima manfaat pertama adalah “the big winners”, karena
mereka menerima lebih banyak manfaat daripada pajak yang mereka
kontribusikan.
4. Sistem Unfunded ini menciptakan utang antargenerasi (legacy debt), yaitu utang
yang timbul bagi pemerintah karena generasi awal menerima lebih banyak
manfaat dibanding pajak yang mereka kontribusikan.
5. Social Security bersifat partially funded: pajak yang dikenakan sekarang
sebagian digunakan untuk membayar manfaat di masa depan dan sebagian
besar diinvestasikan. Hal ini menyebabkan adanya redistribusi dari yang muda
ke yang tua.

E. Rationales: Annuities vs Paternalism


Ada alasan Pemerintah untuk mengintervensi jaminan sosial, di antaranya adalah
annuities dan paternalism.
1. Annuities market
Semakin lama seseorang hidup, semakin sedikit uang yang diterima oleh
perusahaan penyedia jaminan sosial dari kontrak anuitas. Hal ini mengakibatkan
perusahaan tersebut enggan untuk menjual kontrak anuitasnya kepada orang
yang kemungkinan berumur panjang.
Hal ini menyebabkan tingginya tingkat harga anuitas sehingga kebanyakan orang
tidak sanggup membayar.
2. Paternalism

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 12


Pemerintah beranggapan bahwa sebagian masyarakat hanya memiliki tabungan
yang sedikit dan tidak cukup untuk membayar asuransi.

F. Crowd-Out Social Security-Tabungan


Jaminan sosial bisa menyebabkan crowd-out tabungan privat untuk pembayarannya.
Semakin besar crowd-out, semakin kecil consumption smoothing yang dihasilkan oleh
program jaminan sosial.

G. Bekerja di Usia Tua


Bekerja di usia tua memiliki biaya dan manfaat di antaranya:
1. Biaya: pajak implisit, karena ia membayar pajak penghasilan sekian tahun lebih
banyak dan menerima manfaat jaminan sosial sekian tahun lebih sedikit.
2. Manfaat: penyesuaian (adjustment) manfaat, karena jumlah jaminan sosial
disesuaikan dengan pendapatan yang diperoleh selama masa kerja.
3. Apabila biaya>manfaat, akan muncul moral hazard karena orang tidak akan
tertarik untuk bekerja di usia tua.

H. Reformasi Jaminan Sosial


1. Social Security menghadapi permasalahan tingginya fiscal imbalance yang
menyebabkan semakin sulit bagi generasi muda untuk mambayar manfaat
generasi yang lebih tua, yang disebabkan:
 Meningkatnya tingkat harapan hidup;
 Menurunnya angka kelahiran;
 Menurunnya pertumbuhan penghasilan.
2. Reformasi jaminan sosial di antaranya:
 Reformasi utama
a) Sistem Social Security harus keluar dari sistem unfunded;
b) Pemerintah harus mengakumulasi nilai tabungan dana jaminan
sosial sehingga ketika generasi yang sedang bekerja akhirnya
pensiun, akan tersedia dana yang cukup untuk membayar
benefitnya.
 Reformasi incremental/tambahan
a) Meningkatkan kontribusi pajak;
b) Meningkatkan nilai dasar upah yang dikenai pajak;
c) Meningkatkan ketentuan usia pension;
d) Menurunkan manfaat;
e) Mengurangi manfaat bagi kelompok dengan penghasilan tinggi.
 Reformasi fundamental/mendasar

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 13


a) Menginvestasikan dana jaminan sosial pada saham
b) Privatisasi: membiarkan uang (yang seharusnya dibayarkan
pegawai sebagai pajak penghasilan) diinvestasikan oleh pegawai
tersebut dalam aset-aset yang bervariasi.
3. Jadi, alternatifnya adalah membuat government-regulated account, dimana tiap
orang akan mendapatkan akun untuk berinvestasi, namun pemerintah akan
membatasi pilihan investasi dan memaksakan annuitization.

I. Perbedaan Antara Jaminan Sosial dan Asuransi Sosial


1. Perbedaan manfaat
Jaminan sosial diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar hidup, sedangkan
asuransi memberikan tambahan manfaat yang lebih selain dari kebutuhan dasar
tersebut.
2. Perbedaan risiko yang dilindungi
Jaminan sosial biasanya tak membatasi perlindungan yang diberikan sepanjang
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, sedangkan asuransi biasanya dibatasi
oleh nilai premi yang dibayarkan.
3. Perbedaan pengelolanya
Jaminan sosial dikelola pemerintah dan diatur dalam Undang-undang. Di
Indonesia ada BPJS Ketenagakerjaan yang menjamin hidup di hari tua serta jika
ada kecelakaan di tempat kerja. Selain itu ada BPJS Kesehatan untuk menjamin
saat seseorang sakit dan butuh perawatan kesehatan. Asuransi biasanya dikelola
oleh perusahaan asuransi, baik negeri (BUMN) atau swasta. Jenisnya ada
asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dan asuransi umum.
4. Perbedaan aturan pesertanya
Jaminan sosial wajib dimiliki setiap warga negara, sedangkan kepemilikan
asuransi bisa banyak. Satu orang bisa membeli beragam asuransi dari berbagai
perusahaan.
5. Perbedaan cakupan wilayah pertanggungannya
Umumnya jaminan sosial hanya menanggung peserta di wilayah tertentu saja,
misalnya BPJS hanya akan menanggung kejadian di Indonesia, sedangkan
asuransi lingkupnya bisa lebih luas. Apalagi jika mempunyai jaringan
internasional. Orang yang sakit di luar negeri juga bisa ditanggung oleh asuransi.
6. Perbedaan proses pengajuan pertanggungan
Prosedur pengajuan pertanggungan jaminan sosial biasanya harus mengikuti
standar yang telah ditetapkan. Misalnya untuk dirawat di rumah sakit
sebelumnya harus mendapat rujukan dari puskesmas, kecuali untuk keadaan

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 14


gawat darurat. Sedangkan asuransi umumnya lebih bebas, tergantung pada
rumah sakit rekanan yang dimiliki perusahaan tersebut.
7. Perbedaan biaya preminya
Harga premi jaminan sosial biasanya sudah ditentukan oleh pemerintah dan
perubahan harga premi akan disesuaikan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional
yang dibentuk oleh pemerintah. Hingga awal 2016, harga premi BPJS Kesehatan
berturut-turut dari kelas perawatan paling murah adalah Rp25.500, Rp42.500,
dan Rp59.500, sedangkan harga premi asuransi biasanya ditentukan masing-
masing perusahaan asuransi, tergantung pada fasilitas yang diberikan.

J. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan
1. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan amanat dari UUD 1945 Pasal
28H ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat” dan Pasal 34 ayat (2) yang berbunyi “Negara mengembangkan
sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu dengan martabat kemanusiaan”.
2. SJSN diwujudkan melalui UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
3. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
4. Jaminan sosial meliputi jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan.

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 15


P.S
Untuk referensi lebih lengkap tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), BPJS
Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan silakan kunjungi:

https://www.kemenkeu.go.id/media/6665/nota-keuangan-apbn-2018-rev.pdf
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20No.%2040%20Th%2020
04%20ttg%20Sistem%20Jaminan%20Sosial%20Nasional.pdf
https://drive.google.com/open?id=1qm762Ab0qFan1ZFT7GgwzWrS2P4FCxd-
https://drive.google.com/open?id=1JCMTlh2ax4dZJishznzxVUX1kENki0yP
https://drive.google.com/open?id=1Cob52PncZfk7IUeG5a9rPWXuG3h86P2N
https://drive.google.com/open?id=1nHpJJw_TNS4Aj-pPHza43JYv1BSBof0w

Semangat, semuanya! :)

Clovius – Pertemuan 11 / Asuransi dan Jaminan Sosial 16


PERTEMUAN 12

KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Kesenjangan Pendapatan Relatif


Merupakan jumlah pendapatan orang miskin dibandingkan dengan orang kaya. Semakin
besar jarak/gap nya, semakin besar kesenjangan pendapatan relatif.

B. Kemiskinan Absolut, Kemiskinan Relatif


1. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang disebabkan jumlah penghasilan
seseorang lebih kecil dibanding dengan garis kemiskinan yaitu standar yang
ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan nilai rupiah yang harus dikeluarkan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup minimumnya (biasanya dikaitkan
dengan kebutuhan energi minimum = 2100 kalori). Dengan demikian, kemiskinan
absolut adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya. (dalam pengukurannya menggunakan standar
minimal kehidupan).
Ada 2 cara utama perhitungan Garis Kemiskinan:
• Food Energy Intake (FEI) (Contoh: India, Bangladesh)
• Cost of Basic Need (CBN) (Contoh: Indonesia)
Tingkat kemiskinan adalah seberapa banyak orang yang kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya berada di bawah garis kemiskinan.
2. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang tidak berhubung dengan garis
kemiskinan melainkan berhubungan dengan ada tidaknya ketimpangan

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 1


distribusi pendapatan dalam suatu negara. (dalam pengukurannya
membandingkan pendapatan seseorang terhadap orang lain/kesejahteraannya)
3. Masalah penghitungan garis kemiskinan
• Komponen barang pengukur kemiskinan selalu berubah dari waktu ke
waktu karena kebutuhan orang cenderung berubah;
• Terdapat perbedaan biaya hidup antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain; dan
• Pengertian tentang pendapatan yang tidak lengkap: apakah tunjangan
yang didapatkan dari jaminan sosial masuk ke dalam definisi pendapatan
atau tidak?

C. Mengapa Penting untuk Mempelajari Kemiskinan Absolut dan Relatif?


1. Kemiskinan absolut yang didasarkan dengan satu standar memang memberikan
definisi yang lebih pasti untuk kemiskinan.
2. Namun, standar hidup minimal seseorang akan lebih baik jika didefinisikan relatif
terhadap standar hidup orang-orang di sekitarnya.
3. Selain itu, ketimpangan sosial membuat seseorang merasa tidak senang dan
tidak nyaman.

D. Categorical Welfare, Mean-Tested Welfare


1. Categorical welfare programs adalah program yang dibatasi oleh kategori dan
demografi tertentu, contohnya adalah program kesejahteraan untuk
penyandang disabilitas dan single mother.
2. Means-tested welfare programs adalah program yang terkait dengan tingkat
pendapatan dan aset, contohnya adalah program kesejahteraan untuk
masyarakat yang pendapatannya berada di bawah jumlah tertentu.

E. Cash Welfare, In-Kind Welfare


1. Cash welfare programs adalah program kesejahteraan yang menyediakan
keuntungan dalam bentuk uang tunai kepada penerimanya, misalnya:
• TANF (Temporary Assistance for Needy Family) memberikan bantuan
tunai untuk keluarga yang berpendapatan rendah;
• SSI ( Supplemental Security Income) memberikan bantuan tunai kepada
lansia, orang buta, dan disabilitas.
Dalam cash welfare programs, dikenal istilah:
• Benefit guarantee: keuntungan yang didapatkan orang yang tidak
mempunyai pendapatan lain. Benefit guarantee bisa dipotong seiring
bertambahnya pendapatan. (Misal: tunjangan sebesar x diberikan hingga

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 2


pendapatan seseorang mencapai Rp. xxx, setelah itu jumlahnya akan
dikurangi).
• Benefit reduction rate: Seberapa besar keuntungan program
kesejahteraan berkurang seiring bertambahnya pendapatan seseorang.
(Misal, apabila pendapatan seseorang bertambah sebesar Rp. xx,
tunjangannya akan berkurang sebesar Rp. xx)
2. In -kind programs, adalah program kesejahteraan yang menyediakan
keuntungan dalam bentuk barang kepada penerimanya, misalnya:
• Food stamps: voucher makanan
• Medicaid: bantuan kesehatan
• Public housing: pembangunan apartemen, bantuan sewa rumah yang
disubsidi
• Program nutrisi tambahan: suplemen khusus untuk wanita hamil, balita,
dan anak-anak, sarapan pagi dan makan siang di sekolah dengan harga
murah atau gratis.

F. Moral Hazard Effect of a Means-Tested Transfer System


1. Mean-tested transfer system mengakibatkan moral hazard/bahaya moral.
2.

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 3


3.

Misal: ada program kesejahteraan dengan 100% BRR.


Pemerintah menetapkan garis kemiskinan sebesar $9,800.
Garis batas anggaran berubah dari ABC ke ABD.
• X yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan tidak akan bekerja lagi dan
mengambil tunjangan. (Kurva indiferennya bergeser dari X ke D).
• Y yang pendapatannya sedikit di atas garis kemiskinan akan keluar dari
pekerjaaannya dan mengambil tunjangan karena itu jauh lebih menguntungkan
baginya. (Kurva indiferennya bergeser dari Y ke D).
• Z yang pendapatannya jauh di atas garis kemiskinan tidak akan terpengaruh.

X dan Y inilah yang melakukan moral hazard (terutama Y).

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 4


4. Moral hazard ini bisa ditangani dengan mengurangi BRR.

Misal: ada program kesejahteraan dengan 50% BRR.


Pemerintah menetapkan garis kemiskinan sebesar $9,800.
Garis batas anggaran berubah dari ABC ke AB2D.
• X dan Y akan meningkatkan jam kerjanya (Kurva indiferen X akan bergeser dari X1
ke X2, kurva indiferen Y akan bergeser dari Y1 ke Y2).
• Z akan mengurangi jam kerjanya (kurva indiferen Z akan bergeser dari Z1 ke Z2).

G. Segitiga Besi/Iron Triangle Program Redistributif


Dalam konteks program kesejahteraan, tidak ada cara menetapkan BRR ataupun
benefit guarantee yang bisa mendorong orang untuk bekerja, meredistribusi lebih
merata, dan menghabiskan biaya yang sedikit.
Mendorong produktivitas

Redistribusi lebih merata Biaya yang dihabiskan

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 5


H. Menangani Bahaya Moral/Moral Hazard: Categorical Welfare Payment
1. Moral hazard terjadi karena pemerintah ingin meredistribusi tunjangan ke
orang miskin, namun orang-orang bebas mengontrol pendapatannya sehingga
orang yang sebenarnya tidak berhak pun bisa jadi akan mendapat tunjangan.
2. Jadi, seharusnya tunjangan tidak diberikan berdasar pendapatan, namun
berdasarkan kemampuan seseorang dalam menghasilkan pendapatan
tersebut.
3. Disarankan untuk menggunakan categorical welfare payment karena orang-
orang cenderung sulit untuk mengubah perilakunya demi mendapatkan
tunjangan. (Misal: apabila tunjangan diberikan pada penyandang disabilitas,
tidak mungkin orang sehat akan berusaha memotong tangannya atau melakukan
hal-hal lain sehingga ia menjadi penyandang disabilitas).

I. Menangani Bahaya Moral/ Moral Hazard: Ordeal Mechanism/ Mekanisme Uji Coba
1. Ordeal mechanism adalah fitur program kesejahteraan yang membuat
programnya menjadi tidak menarik bagi orang yang tidak membutuhkan tetapi
membantu yang benar-benar membutuhkan
2. Penargetan akan lebih efisien dan tepat sasaran.
3. Misalnya, dibagikan makanan gratis, namun orang-orang yang ingin
mendapatkannya harus mengantre dalam waktu yang cukup lama. Orang-orang
yang tidak membutuhkan pun tidak akan ikut mengantre dan hanya orang-orang
yang membutuhkanlah yang mendapatkannya.

J. Menangani Bahaya Moral/Moral Hazard: Opsi Increasing Outside


1. Increasing outside adalah opsi pemecahan masalah moral hazard dimana
Pemerintah bisa mencoba meningkatkan gaji orang-orang yang berpendapatan
rendah supaya mereka tidak lagi berada di bawah garis kemiskinan dan tidak
lagi mendapatkan tunjangan.

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 6


Singkatnya:
• Gaji naik
• Garis batas anggaran bergeser ke atas (dari ABD ke EFD)
• Kurva indiferen bergeser ke atas juga (dari Y1 ke Y2)
• Orang itu tidak lagi mendapat program kesejahteraan

2. Ada bermacam-macam cara untuk melakukan increasing outside, di antaranya:


• Pelatihan
Pemerintah tidak memberikan tunjangan kepada pekerja namun
memberikan pelatihan pada pekerja. Apabila kompetensi pekerja
bertambah, gajinya pun akan bertambah.
• Subsidi pasar tenaga kerja
Pemerintah tidak memberikan tunjangan kepada pekerja namun
memberikan subsidi ke perusahaan yang akan disalurkan ke pekerja
melalui gajinya. Pekerja terpaksa produktif agar mendapatkan gaji.
• Penitipan anak
Pemerintah tidak memberikan tunjangan kepada pekerja namun
memberikan subsidi ke penitipan anak. Hal ini akan meningkatkan
produktivitas orang tua karena ia bisa menitipkan anaknya dengan biaya
yang terjangkau lalu bekerja.
• Child support

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 7


Apabila ada orang tua yang sudah bercerai/berpisah, gaji ayahnya akan
dipotong oleh perusahaannya dan dikirim ke anaknya. Hal ini akan
berpotensi mengurangi insiden single mother dengan membuat secara
finansial mahal bagi ayah untuk meninggalkan keluarga mereka.

K. Menghilangkan “Welfare Lock”


1. Ada program kesejahteraan yang mengaitkan tunjangan sosial dengan asuransi
kesehatan (sudah satu paket)
2. Hal ini akan menyebabkan welfare lock, yaitu tidak inginnya orang
meninggalkan program kesejahteraan karena besarnya manfaat yang bisa
mereka dapat.

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 8


Jadi,
• Garis batas anggaran program kesejahteraan biasa: ABD
• Garis batas anggaran program kesejahteraan dengan tambahan asuransi
kesehatan: ABEF
• Orang-orang jadi tidak rela meninggalkan pekerjaan lamanya demi pekerjaan
yang lebih baik apabila tambahan gajinya hanya sedikit (karena pekerjaannya
yang lama menawarkan asuransi kesehatan)
• Bahkan, bisa jadi ada orang yang meninggalkan pekerjaan lamanya demi
mendapatkan asuransi kesehatan (misal dari A ke E)

L. Upaya Reformasi Program Kesejahteraan


1. Cash welfare diubah dari entitlement menjadi block grant.
2. Negara diizinkan dan didorong untuk bereksperimen dengan struktur alternatif
pembayaran cash welfare.
3. Batas waktu dikenakan pada penerima program kesejahteraan (supaya orang-
orang terdorong untuk bekerja).
4. Persyaratan-persyaratan dikenakan pada penerima program kesejahteraan
(misal: penghasilan minimal, telah mencoba mencari kerja berapa kali dalam
setahun).
5. Upaya-upaya baru untuk mengurangi jumlah single mother diperkenalkan (untuk
mengurangi tunjangan terhadap single mother).

M. Mengukur Kesuksesan Program Distribusi


Semakin rendah ketimpangan, semakin baik. Dalam hal ini pengukurannya bisa
dilakukan dengan tiga cara:
1. Kurva Lorenz
• Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional
di kalangan lapisan-lapisan penduduk.
• Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya
melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan
sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.
• Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)
menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin
lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk,
distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 9


2. Indeks Gini atau Rasio Gini

• Digunakan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah


pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan
total pendapatan.
• Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan
mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1.
• Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan
yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan
ketimpangan yang tinggi.
• Kategori Ketimpangan berdasarkan nilai koefisien Gini :
Nilai Koefisien Gini Distribusi Pendapatan
… < 0,4 Tingkat ketimpangan rendah
0,4 < .,, < 0,5 Tingkat ketimpangan sedang
......> 0,5 Tingkat Ketimpangan tinggi

3. Kriteria Bank Dunia

• Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur


dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari
kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan total
pendapatan penduduk.

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 10


• Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank)

Klasifikasi ketimpangan Ketimpangan distribusi pendapatan

======================================================
Ketimpangan tinggi 40% penduduk berpendapatan
rendah menerima <12% dari total
pendapatan

Ketimpangan sedang 40% penduduk berpendapatan rendah


menerima 12% -17% dari total
pendapatan

Ketimpangan rendah 40% penduduk berpendapatan


rendah menerima >17% dari total
pendapatan

P.S
Untuk referensi lebih lengkap tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan silakan
kunjungi:
https://www.kemenkeu.go.id/media/6665/nota-keuangan-apbn-2018-rev.pdf
https://drive.google.com/file/d/19wWJRjQ51gxcbokC3_rKf7EBG6IOiGSe/view?usp=shar
ing

Semangat, semuanya! :)

Clovius – Pertemuan 12 / Asuransi dan Jaminan Sosial 11


PERTEMUAN 13

PERPAJAKAN – BAGIAN 1

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Pajak Langsung dan Tidak Langsung


1. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan
kata lain, pajak langsung harus dibayar sendiri oleh wajib pajak bersangkutan.
Yang termasuk dalam pajak ini misalnya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan Pajak Kendaraan Bermotor.
2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeser
kepada pihak lain. Dengan kata lain, pembayarannya dapat diwakilkan kepada
pihak lain. Yang termasuk dalam pajak ini misalnya Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Bea Masuk, dan Pajak Ekspor.

B. Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak


1. Gross income / penghasilan bruto
2. Adjusted gross income / penghasilan neto
• Untuk menghitung adjusted gross income/AGI, gross income dikurangkan
dengan exemptions(pengecualian) dan deductions(pengurang)
a) Exemptions: sejumlah uang yang dikurangkan dari penghasilan
bruto untuk diri sendiri, istri, dan tanggungan.
b) Deductions, ada dua jenis:
1) Standard deduction: sudah ada sejumlah tetap pengurang
yang bisa dipakai.
2) Itemized deduction: pembayar pajak mengurangi
penghasilan brutonya sejumlah beban-beban yang ia
keluarkan.
Di AS sendiri, pengurang ini mencakup:
1) Beban pelayanan medis;
2) Pajak daerah yang telah dibayar;
3) Bunga hipotek dan investasi;
4) Jumlah yang telah dibayarkan untuk amal;
5) Kerugian yang tidak diharapkan (misal: kecurian, dsb);
6) Beban pegawai yang belum dibayarkan.
3. Taxable income / penghasilan kena pajak

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 1


C. Istilah-Istilah Terkait Pembayaran Pajak
1. Kredit pajak/tax credits: Jumlah di mana pembayar pajak diizinkan untuk
mengurangi pajak yang mereka bayarkan kepada pemerintah (memperhitungkan
pajak yang telah dibayar atau dipungut di muka).
2. Pemotongan/witholding: Pengurangan taksiran pajak terutang langsung dari
penghasilan pekerja.
3. Restitusi/refund: Perbedaan antara jumlah yang dipotong dari penghasilan
pekerja dan pajak yang terutang jika yang pertama lebih tinggi--yang akan
dikembalikan pada wajib pajak.
D. Kasus di AS: Alternative Minimum Tax
1. Di AS, karena banyak pengurang/deductions terhadap pajak, bisa jadi orang yang
berpenghasilan besar tidak terkena pajak.
2. Karenanya dibuat sistem alternative minimum tax untuk memastikan bahwa
orang-orang yang berpenghasilan tinggi tetap membayar pajak.
3. Alternative minimum tax: Pajak tetap diterapkan pada wajib pajak dengan rasio
pemotongan dan pengecualian yang tinggi terhadap total pendapatan dengan
cara penghasilan wajib dikenakan pajak sebesar 26% atau lebih (sebelum
dikurangi pembebasan dan pengurangan).

E. Keadilan Sistem Pajak (Marginal & Average Tax Rate; Vertical & Horizontal Equity)
1. Tarif Pajak
• Tarif pajak marjinal
a) Tarif pajak berupa persentase terhadap suatu penghasilan. Tarif
tersebut akan lebih tinggi terhadap penghasilan yang lebih
tinggi.
b) Misalnya bagi mereka dengan penghasilan kena pajak di antara
Rp. 0 sampai dengan Rp. 50.000.000 tarif pajaknya adalah 5%,
namun untuk penghasilan kena pajak di atas Rp. 50.000.000
sampai dengan 150.000.000 tarif pajaknya adalah 15%.
• Tarif pajak rata-rata
a) Tarif pajak berupa persentase yang dihitung dari total
pembayaran pajak menurut tarif marjinal selama tahun
tertentu.
b) Misalnya, Anthony memiliki pendapatan kotor sebesar Rp.
80.000.000 dan setelah disesuaikan (dengan biaya jabatan dan
pengurang-pengurang lainnya), penghasilan kena pajaknya adalah
sebesar Rp. 60.000.000 (dan tidak ada kredit pajak).

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 2


Dari total pendapatan kena pajak tersebut, kemudian dihitung
tagihan-tagihan pajaknya per pendapatan selama satu tahun yaitu
sebagai berikut : (Rp. 50.000.000 x 5%)+(Rp. 10.000.000 x 15%)=
Rp. 4.000.000. Jumlah tersebut dihitung dari tarif marjinal dari
masing-masing transaksi.
Dari data tersebut dapat dihitung tarif rata-rata yaitu dengan
membagi tagihan pajaknya dengan pendapatan kotor:
(Rp. 4.000.000 : Rp. 80.000.000)=5%
2. Keadilan
• Keadilan Vertikal
Apabila suatu kelompok memiliki sumber daya yang lebih tinggi (lebih
tinggi pendapatannya, lebih tinggi kesejahteraannya, lebih tinggi
keuntungannya) harus membayar pajak lebih tinggi dan sebaliknya.
• Keadilan Horizontal
Apabila terdapat kelompok yang sejenis (memiliki potensi yang sama)
akan diperlakukan sama oleh sistem pajak walaupun mengambil
keputusan ekonomi yang berbeda.
Misalnya: orang yang menyewa dan membeli rumah dikenakan pajak
yang sama.

F. Mengukur Keadilan Vertikal


1. Keadilan vertikal biasanya membutuhkan jenis pajak yang progresif.
2. Tiga jenis pajak:
• Progresif
Persentase tarif yang digunakan makin besar apabila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.
• Proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak.
• Degresif
Persentase tarif yang digunakan makin kecil apabila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar.

G. Haig-Simons Comprehensive Income


1. Menurut Haig-Simons, sumber daya yang bisa dikenai pajak adalah kemampuan
membayar pajak individu/ability to pay.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 3


2. Kemampuan membayar ini sama dengan konsumsi tahunan individu/ potential
annual consumption, yaitu konsumsi total individu sepanjang tahun, ditambah
dengan kenaikan stok kekayaannya.
3. Kelebihan Haig-Simons Comprehensive Income Theory:
• Meningkatkan keadilan vertikal karena mereka yang memiliki lebih
banyak sumber daya, membayar pajak lebih banyak, meskipun mereka
mendapatkan sumber daya itu melalui saluran nontaxed seperti asuransi
kesehatan pemberi kerja. Misalnya, apabila Fajar dan Rian memiliki upah
tunai yang sama,tetapi Rian mempunyai asuransi kesehatan (yang tentu
saja termasuk dalam konsumsi tahunan Rian), maka Rian harus
membayar pajak lebih banyak.
• Meningkatkan keadilan horizontal karena menganggap orang-orang
memiliki potensi yang sama dan memperlakukan semua pendapatan
secara sama, baik pendapatan yang berasal dari saluran taxed maupun
nontaxed.
4. Kekurangan Haig-Simons Comprehensive Income Theory:
• Menentukan kekuatan seseorang untuk melakukan konsumsi adalah
sulit untuk dilakukan.
Bisa jadi setiap orang tidak mempunyai potensi dan kekuatan yang sama,
misal: karena seseorang mengalami kerugian yang tidak diduga atau
sakit.
• Ada pengeluaran yang tidak bersifat konsumtif dan ada juga
pengeluaran yang berhubungan dengan konsumsi yang bersifat tidak
pribadi, yang membuat perhitungan pajak atasnya sulit dilakukan.
Misal: seorang artis membeli gaun mahal, ia bisa menganggapnya sebagai
pengeluaran terkait pekerjaan dan mengurangkannya dari pendapatan
brutonya. Kita biasanya kesulitan dalam menentukan apakah
pengeluaran bersifat konsumtif atau produktif.

H. Crowd-Out Pengeluaran vs Crowd-In Subsidi Pajak


1. Misal: dalam kasus terkait amal, apakah pemerintah harus menyediakan
sejumlah dana langsung ke yang membutuhkan atau mensubsidi pajak atas
amal?
2. Apabila pemerintah menyediakan sejumlah dana langsung ke yang
membutuhkan, maka hal ini akan mengurangi insentif pihak swasta untuk
beramal.
3. Namun, apabila pemerintah mensubsidi pajak atas amal, pihak swasta akan
semakin tergerak untuk beramal/crowd-in.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 4


4. Secara matematis, pemerintah harus menggunakan subsidi pajak daripada
belanja langsung jika:
Peningkatan dalam amal per $ dari keringanan pajak > 1 - Pengurangan
dalam amal per $ pengeluaran pemerintah

I. Dampak Marginal & Inframarginal dari Subsidi Pajak


1. Dampak marjinal adalah dampak dari suatu kebijakan pajak yang memengaruhi
perubahan perilaku.
2. Dampak inframarginal adalah dampak dari suatu kebijakan pajak yang tidak
memengaruhi perubahan perilaku.
3. Misalnya, pemerintah mensubsidi pajak terhadap pemberian amal
• Dampak marjinal: semakin banyak orang yang beramal.
• Dampak inframarjinal: orang-orang yang memang dermawan tetap
beramal terlepas disubsidi atau tidak (jadi, penerimaan pajak pemerintah
akan berkurang dari yang seharusnya).

J. Kedaulatan Konsumen versus Informasi Tidak Sempurna


1. Subsidi pajak menghargai preferensi orang yang berbeda-beda dalam
membelanjakan pendapatannya.
2. Namun, pemerintah terkadang lebih memilih melakukan belanja langsung
dibandingkan subsidi pajak karena pemerintah memiliki data yang lebih
lengkap dan jangkauan yang lebih luas sehingga ia bisa mengalokasikan sumber
daya yang ada dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan pihak swasta.

K. Deduction vs Tax Credit


1. Subsidi atas pajak bisa berupa deduction (pengurangan pajak) atau tax credit
(kredit pajak).
2. Potongan pajak mengijinkan pembayar pajak untuk mengurangi pendapatan
kena pajak dengan sejumlah tertentu.
3. Kredit pajak mengijinkan pembayar pajak untuk mengurangi dari pajak yang
terutang kepada pemerintah dengan jumlah tertentu.

L. Pertimbangan Efisiensi, Pertimbangan Keadilan


1. Untuk menentukan yang mana yang harus dipakai (antara deduction atau tax
credit), pemerintah harus mempertimbangkan dua hal yaitu pertimbangan
efisiensi dan pertimbangan keadilan.
2. Pertimbangan efisiensi

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 5


• Preferensi kebijakan bergantung pada:
a) Sifat dari kurva permintaan barang yang disubsidi
Untuk barang yang permintaannya elastis, akan lebih efisien
apabila diberikan kredit pajak.
b) Seberapa penting untuk meraih target minimal
Mungkin pemerintah ingin memberikan subsidi sebanyak
mungkin karena tidak ada target terkait barang subsidi tersebut
(misal, subsidi pada amal)
Namun bisa juga pemerintah ingin memberikan subsidi hanya
sebatas kebutuhan dasar saja, karena ada target minimal yang
harus dicapai terkait subsidi barang tersebut (misal: subsidi
ditargetkan untuk rumah susun sederhana, rumah biasa tidak
disubsidi)
3. Pertimbangan keadilan
• Atas dasar keadilan vertikal, kredit pajak lebih adil daripada
pengurangan.
• Nilai pengurangan meningkat dengan tarif pajak seseorang, membuat
pengurangan ini bersifat regresif.
• Kredit pajak adalah progresif karena tersedia sama untuk semua
pendapatan.

M. Apakah Kredit Pajak Seharusnya Bisa Direstitusi?


1. Kredit pajak yang bisa direstitusi menggambarkan bahwa kredit pajak tersedia
bagi individu bahkan jika mereka membayar sedikit atau tidak membayar
pajak.
2. Banyak konservatif keberatan dengan gagasan bahwa mereka yang berutang
sedikit atau tidak ada pajak penghasilan mendapatkan pengembalian uang.
3. Para pendukung mencatat bahwa, sementara keluarga berpenghasilan rendah
membayar pajak penghasilan sedikit, mereka membayar sebagian besar dari
pendapatan mereka pada pajak lain. Selain itu, restitusi yang sedikit pun akan
tetap berarti untuk mereka yang berpenghasilan rendah.

N. Belanja Perpajakan/Tax Expenditures


Ketika pemerintah membuat kebijakan yang mengurangi penerimaan pajak, hal ini
akan dianggap sebagai belanja perpajakan/tax expenditures.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 6


O. Masalah Pajak Pernikahan
1. Pajak pernikahan: Kenaikan beban pajak gabungan pada dua individu yang
menikah, karena sistem pajak bersifat progresif.
2. Apabila pajak pernikahan bersifat progresif, maka pajak yang diterapkan pada
pendapatan individu (yang pada bagian ini pajaknya akan ditampilkan dalam
family tax with individual filing) berarti bahwa pasangan dengan distribusi
pendapatan yang berbeda memikul beban pajak yang berbeda.
Karenanya, dibuatlah sistem pajak pernikahan yang menggabungkan kedua
penghasilan orang yang menikah menjadi total family income, sehingga beban
pajak pasangan yang berpenghasilan sama adalah sama (yang pada bagian ini
pajaknya akan ditampilkan dalam family tax with total family income).
3. Ilustrasi pajak pernikahan:

Sistem pajak progresif yang didasarkan pada pendapatan individu setiap


orang dalam pasangan yang sudah menikah
membuat Barack dan Michelle membayar pajak yang jauh lebih tinggi ($
33.000) daripada Bill dan Hillary ($ 26.000), meskipun memiliki pendapatan
keluarga yang sama ($ 150.000).

Di sisi lain, sistem pajak progresif berdasarkan total family income


membebankan “pajak pernikahan” pada kedua pasangan, karena keduanya
membayar lebih banyak pajak sebagai pasangan yang sudah menikah
($ 35.000) daripada mereka sebagai lajang.

4. Karena menggabung penghasilan berdampak pada jumlah pajak yang lebih


tinggi, maka solusi yang dapat ditawarkan adalah melakukan pemisahan NPWP
antara istri dan suami.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 7


PERTEMUAN 13

PERPAJAKAN – BAGIAN 2

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Tax Incidence (Statutory vs Economic)


1. Tax incidence adalah teori yang menganalisa pelaku ekonomi mana yang
sesungguhnya menanggung beban pajak. Hal ini disebabkan pelaku ekonomi
yang secara hukum wajib membayar pajak belum tentu menanggung sendiri
beban pajaknya, melainkan dapat memindahkan/membagi beban pajaknya
kepada pelaku ekonomi yang lain (distribusi pembebanan pajak).
2. Terdapat tiga aturan tentang tax incidence:
• Hukum tidak secara akurat menjelaskan siapa yang benar-benar
dikenakan pajak : Hukum vs Ekonomi (statutory vs economic)
a) Kejadian hukum (statutory incidence), memperlihatkan bahwa
pajak ditanggung oleh pihak yang membayar pajak kepada
pemerintah. Berarti mengabaikan fakta pasar yang bereaksi
terhadap perpajakan. Reaksi pasar ini menentukan kejadian
ekonomi dari pajak.
Contoh, pemerintah bisa mengenakan pajak sebesar 50 c per
galon terhadap pemasok bensin.
b) Kejadian ekonomi (economic incidence), memperlihatkan bahwa
beban pajak diukur dengan perubahan sumber daya yang
tersedia untuk setiap pelaku ekonomi sebagai akibat dari
perpajakan.
Contoh, apabila kemudian pom bensin membebankan pajak
terhadap pembeli sebesar 25 c, maka berarti konsumen
menanggung beban pajak setengahnya.
c) Ketika pajak dikenakan pada produsen dalam pasar kompetitif,
produsen akan menaikkan harga sampai batas tertentu agar
keuntungannya tidak menurun. Batas tertentu tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Beban pajak produsen = harga sebelum pajak – harga sesudah
terkena pajak + pembayaran pajak oleh produsen

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 8


Selanjutnya ketika pajak akan dikenakan pada konsumen dalam
pasar kompetitif, konsumen tidak akan bersedia membayar
pajak seluruhnya, maka harga akan jatuh sampai batas tertentu,
yaitu:
Beban pajak konsumen = harga sesudah pajak - harga sebelum
pajak + pembayaran pajak dari konsumen.
d) Ilustrasi: Beban Hukum Bukan Beban Nyata
Walaupun beban pajak dikenakan seluruhnya pada
konsumen/produsen, pada kenyataannya, mereka akan
berusaha untuk mengalihkan beban pajak baik dengan cara
menaikkan harga atau tidak membeli barang tersebut sehingga
terjadi pembagian beban pajak di antara keduanya.

Panel (a) menunjukkan ekuilibrium di pasar bensin yaitu sebelum pajak


dengan harga bensin $1.50 (titik A). Pajak 50 c yang dibebankan pada
produsen bensin (beban hukum) di panel (b) menggeser kurva dari S1 ke S2
karena ada pengenaan pajak pada konsumen melalui kenaikan harga
sebesar 30 c pada harga bensin dari P1 ke P3 (titik D).

Dengan demikian beban yang sebenarnya ditanggung oleh produsen hanya


20 c, karena ia mengalihkan beban pajaknya kepada konsumen sebesar 30 c.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 9


e) Tax Wedge ( irisan pajak) adalah perbedaan antara jumlah uang
yang dibayar oleh konsumen dan yang diterima oleh produsen.
• Pihak yang dikenakan pajak tidak relevan dengan pendistribusian beban
pajak
Hal ini terjadi karena pihak yang dikenakan pajak bisa mengalihkan
beban pajaknya.
• Pihak yang dibebani pajak adalah pihak yang memiliki inelastisitas
permintaan dan penawaran
a) Pada barang yang permintaannya inelastis sempurna, maka
semua pajak dibebankan pada konsumen.
b) Pada barang yang permintaannya elastis sempurna, maka semua
pajak ditanggung oleh produsen karena apabila harga dinaikkan,
konsumen akan tidak membeli barang tersebut.

B. Tax Incidence & Elastisitas (Permintaan & Penawaran)


1. Hukum tidak secara akurat menjelaskan siapa yang benar-benar dikenakan
beban pajak. Pembagian beban pajak ditentukan oleh elastisitas permintaan
dan penawaran yaitu seberapa responsif reaksi perubahan kuantitas yang
ditawarkan/diminta terhadap perubahan harga.
2. Jika satu sisi pasar (supply/demand) menunjukkan kondisi inelastis sempurna
(perfectly inelastic) maka akan menggeser penuh (full shifting) seluruh
tanggungan pajak kepadanya.
3. Full shifting: Ketika satu pihak menanggung seluruh beban pajak.
4. Ingat bahwa produsen berhubungan dengan kurva penawaran (supply) dan
konsumen berhubungan dengan kurva permintaan (demand).

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 10


5. Grafik:
• Permintaan yang tidak elastis sempurna dan elastis sempurna, terjadi
full-shifting (perfectly inelastic and elastic demand)

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 11


• Penawaran yang tidak elastis dan elastis (inelastic and elastic supply)

C. Tax Incidence di Pasar Tenaga Kerja


1. Pengaruh pajak pada pasar faktor produksi sebenarnya sama dengan pengaruh
pajak pada pasar barang. Satu-satunya perbedaan adalah konsumen pada faktor
produksi adalah perusahaan (mereka yang meminta faktor produksi seperti
tenaga kerja) dan produsen dari faktor produksi adalah individu itu sendiri
(dalam hal ini tenaga kerja).
2. Sebagai contoh pasar tenaga kerja seperti gambar di bawah ini :

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 12


Angka-angka ini menunjukkan pasar untuk tenaga kerja di mana
Perusahaan adalah konsumen dan pekerja adalah produsen.

Di sini ada 2 kondisi: pajak dikenakan pada pekerja dan pajak dikenakan pada
perusahaan.
• Apabila perusahaan menghasilkan jam kerja dengan tingkat pajak $ 1,00
per jam yang dipungut pada pekerja, ditunjukkan pada panel (a),
menyebabkan kurva penawaran naik dari S1 menjadi S2 dan upah naik dari
nilai ekuilibrium awalnya sebesar $ 7,25 (titik A) ke nilai yang lebih tinggi $
7,75 (Titik B).

• Pajak sebesar $ 1,00 per jam yang dipungut pada perusahaan, yang
ditunjukkan pada panel (b), menyebabkan kurva permintaan turun dari D 1
ke D2 dan upah turun dari $ 7,25 menjadi $ 6,75 pada titik C.

Jadi, terlepas dari siapa yang membayar pajak, pekerja dan perusahaan masing-
masing memiliki beban pajak sebesar 50 c per jam.

3. Namun, jika terdapat ketentuan mengenai upah minimum, maka nilai upah tidak
bisa berada di bawah upah minimum. Dengan kata lain, upah minimum menjadi
hambatan atas penyesuaian harga (upah). Padahal tax incidence
mengasumsikan bahwa harga bisa disesuaikan dengan bebas.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 13


Jadi intinya begini,
Apabila tidak ada upah minimum, perusahaan bisa membebankan pajak kepada
pekerjanya sehingga upah yang diterima pekerja jadi turun.
Namun, apabila ada ketentuan upah minimum,
Otomatis gaji pekerja yang berada pada titik upah minimum (apalagi di bawahnya)
tidak akan bisa dikenai pajak. Justru, perusahaan yang akan menanggung beban
pajak lebih banyak.

Misalnya di grafik (a),


Pajak pada pekerja sebesar $1 menggeser kurva penawaran ke atas.
Apabila gaji pekerja sebesar $7,75 dan dipotong pajak $1, maka gaji bersihnya
adalah $6,75. Padahal, ketentuan upah minimum adalah sebesar $7,25. Jadi,
perusahaan terpaksa menanggung beban pajak sehingga pekerjanya bisa
mendapatkan gaji sebesar upah minimum.

Lalu di grafik (b),


Pajak pada perusahaan sebesar $1 menggeser kurva permintaan ke bawah.
Hal ini akan menyebabkan perusahaan akan membebankan pajak kepada pekerja
dengan mengurangi upahnya. Namun, karena adanya ketentuan upah minimum,
hal tersebut tidak bisa dilakukan. Perusahaan lagi-lagi akan menanggung beban
pajak.

D. Tax Incidence di Pasar Monopoli dan Oligopoli


1. Pasar Monopoli
• Pada pasar monopoli, perusahaan adalah pembuat harga (price makers)
bukan price takers. Jadi pendapatan ditentukan oleh pemegang monopoli
(monopolis) bukan oleh pasar.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 14


• Monopolis tidak berarti ia bisa seenaknya membebankan pajak
seluruhnya terhadap konsumen. Tax incidence tetap berlaku.
• Apabila pemerintah mengenakan pajak dan pada akhirnya pajak
ditanggung oleh konsumen, maka konsumen akan mengurangi jumlah
permintaan dan untuk mendapatkan pendapatan dari penjualan yang
lebih banyak, produsen akan menurunkan harga sehingga monopolis
akan menanggung sebagian beban pajak.

Panel (a) menunjukkan keseimbangan dalam pasar monopoli. Ingat bahwa


monopolis menetapkan kuantitas yang diproduksi di mana kurva pendapatan
marjinal (MR) memotong kurva penawaran (D, MC) (pada Q1.).
dan kemudian menetapkan harga menggunakan kurva permintaan untuk
kuantitas itu pada P1). Ketika pajak dikenakan pada konsumen di pasar ini,
seperti pada panel (b), kurva permintaan bergeser ke bawah dari D1 ke D2,
menyebabkan kurva pendapatan marjinal juga bergeser ke bawah dari MR1 ke
MR2. Jumlah ekuilibrium baru adalah Q2, dengan harga baru P2.

2. Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah pasar yang perusahaan mempunyai kekuatan untuk
menentukan harga tetapi tidak sekuat pada pasar monopoli. Oleh karena itu
yang terjadi pada pasar oligopoli sebenarnya sama dengan di pasar monopoli,
namun bedanya, oligopolis memerlukan usaha yang besar untuk dapat
menetapkan harga.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 15


E. Beban Pajak yang Terseimbangkan/Balance Budget Tax Incidence
1. Analisis tax incidence pada umumnya hanya melihat dari sisi siapa yang
menanggung pajak
2. Balanced budget incidence: analisis tax incidence yang melihat baik pihak yang
menanggung pajak maupun yang menerima manfaat pajak.
3. Balanced budget incidence sangat sulit diterapkan karena sulit untuk
menentukan siapa yang menerima manfaat atas kenaikan suatu pajak yg
disetorkan ke negara.
4. Contoh balance budget incidence adalah apabila pemerintah mengenakan pajak
pada bensin misalnya dan bensin merupakan barang yang inelastis, maka
konsumen akan menanggung beban pajak seluruhnya. Namun perlu disadari
bahwa di pihak lain, pemerintah akan mengeluarkan biaya 80 % dari pajak yang
diterimanya tersebut untuk perbaikan jalan sehingga konsumen akan menerima
imbalan berupa kondisi jalan yang lebih baik.

F. Tax Incidence pada Keseimbangan Umum


1. Sejauh ini, tax incidence hanya dilihat pengaruhnya terhadap pasar itu sendiri
(single market).
2. Padahal, pajak di satu pasar berdampak pada harga untuk komoditas lainnya.
3. Karenanya dikenal general equilibrium tax incidence: analisis yang melihat
pengaruh suatu kebijakan terhadap pasar (ekuilibrium) yang terjadi pada pasar
lain yg terkait.
4. Contoh:
• Tax Incidence Restoran

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 16


Misalkan Pemerintah Kota ABC mengumumkan bahwa besok akan dipungut pajak restoran sebesar $1 pada
semua makanan di restoran kota itu. Diasumsikan permintaan untuk makanan restoran di kota itu elastis
sempurna karena ada banyak barang substitusi seperti memasak di rumah, atau pergi ke restoran lainnya.
Permintaan untuk restoran di kota ABC elastis sempurna. Oleh karena itu, harga tidak bisa dinaikkan pada saat
dikenakan pajak. Sebagai akibat dari pajak $ 1,00 pada makanan, jumlah makanan jatuh dari S 1 ke S2 dengan
kuantitas makanan yang diminta dan dipasok turun ke Q2 (950). Harga makanan di restoran tetap $ 20, karena
restorannya harus menanggung beban pajak sepenuhnya.

• Tax Incidence Restoran: Tenaga Kerja vs Modal


a) Dalam model mikroekonomi, perusahaan tidak bisa berfungsi
sendirian tetapi menggabungkan modal dan tenaga kerja untuk
menghasilkan output.
b) Ketika pemerintah mengenakan pajak restoran, maka pajak
sepenuhnya ditanggung oleh restoran tersebut, namun
sebenarnya beban pajak tersebut ditanggung oleh faktor-faktor
produksi yang digunakan oleh restoran tersebut misalnya oleh
tenaga kerja dan modal.

Di panel (a), pasokan tenaga kerja ke restoran di restoran elastis sempurna, jadi saat pajak
dibebankan, maka tenaga kerja jatuh ke D2. Karena perusahaan tidak dapat menurunkan
besarnya upah karena ada ketentuan upah minimum, berarti upah tidak berubah dan
pekerja tidak menanggung apapun.

Namun, pada panel (b), pasokan modal ke restoran inelastis sempurna, jadi permintaan
modal jatuh ke D2, tingkat pengembalian modal turun dengan jumlah penuh pajak menjadi
r 2.

Jadi, apabila pajak restoran dibebankan ke restoran dengan asumsi ada ketentuan upah
minimum, yang menanggung beban pajak sebenarnya adalah pemegang modal.

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 17


G. Efek Periode Waktu terhadap Tax Incidence
1. Hal ini berhubungan dengan bahasan sebelumnya tentang tax incidence yang
dialihkan ke pemegang modal. Misalnya, investasi dalam jangka pendek tentu
tidak bisa ditarik/dikembalikan, maka penawaran (supply) modal adalah
inelastis dalam jangka pendek.
2. Namun, dalam jangka panjang, banyak hal yang bisa terjadi. Investor punya
banyak kesempatan untuk menarik investasi mereka dari perusahaan satu ke
perusahaan lain, jadi kurva penawaran modal bisa jadi elastis dalam jangka
panjang.

H. Efek Tax Scope terhadap Tax Incidence


1. Pengaruh Tax incidence bergantung pada seberapa luas pajak tersebut
diterapkan.
2. Semakin luas diterapkan pajak tersebut, maka semakin sulit pajak tersebut
dihindari, sehingga reaksi dari produsen dan konsumen terhadap pengenaan
pajak akan relatif kecil dan lebih inelastis.
3. Pajak atas restoran lokal memiliki dampak yang berbeda dengan pajak yang
dikenakan terhadap seluruh restoran.

I. Spillovers between Product Markets


Pajak yang menyebabkan adanya harga setelah pajak yang lebih tinggi menyebabkan
timbulnya 3 efek pada barang lainnya, diantaranya:
1. Efek pendapatan dari pendapatan riil yang makin menurun.
2. Efek substitusi terhadap barang yang merupakan substitusi dari produk yang
disediakan.
3. Efek komplementer, maksudnya konsumen dapat mengurangi konsumsi atas
barang dan jasa yang merupakan komplemen/barang pelengkap dari produk
yang disediakan tersebut.

J. Current vs Lifetime Income Incidence


1. Current tax incidence: tax incidence yang dihubungkan dengan sumber daya
yang dimiliki seseorang saat ini (current resources)
2. Lifetime tax incidence: tax incidence yang dihubungkan dengan sumber daya
yang dimiliki seseorang seumur hidupnya (lifetime resources)
3. Biasanya, tax incidence dinilai berdasarkan current income.

Semangat, semuanya! :)

Clovius – Pertemuan 13 / Perpajakan Bagian 1 dan 2 18


PERTEMUAN 14

PERPAJAKAN – BAGIAN 3

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Pajak dan Inefisiensi


1. Biasanya, mekanisme pasar mengarah pada hasil yang efisien. Adanya pajak
mengganggu pasar karena mengurangi efisiensi.
2. Apabila suatu barang dikenai pajak, orang mensubstitusi barang yang dipajaki
dengan barang alternatif, meskipun barang alternatif itu kurang efisien
(misalnya: seseorang memilih untuk membeli motor dan memodifikasinya
dengan bak penampung yang bisa menampung banyak orang dibandingkan
dengan membeli mobil, karena pajak atas motor lebih kecil). Beberapa pajak
menyebabkan efficiency costs yang besar.
3.

Consumer surplus

Producer surplus

Bila dikenakan pajak, maka kurva penawaran bergeser dari S1 ke S2 dan


kuantitas ekuilibrium di pasar menurun dari Q1 ke Q2, mengakibatkan
DWL sebesar segitiga ABC. DWL tersebut terjadi karena adanya surplus
yang tidak dimanfaatkan (foregone surplus) akibat pajak.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 1


B. Inefisiensi Pajak dan Elastisitas
1.

2. Semakin besar DWL, semakin tidak efisien pasar, karena DWL menyebabkan
individu dan perusahaan membuat pilihan konsumsi dan produksi yang tidak
efisien guna menghindari pajak.
3. Karenanya, semakin elastis kurva permintaan/penawaran akan suatu barang,
semakin besar DWL.
4. Rumus perhitungan DWL:

5. Semakin tinggi tingkat pajak yang diterapkan, semakin besar marginal DWL.
6. Marginal DWL: tambahan deadweight loss untuk setiap penambahan unit pajak
(peningkatan tarif pajak)

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 2


Misal, kondisi awal setelah dikenakan pajak sebesar $0.1 adalah kurva
penawaran bergeser dari S1 ke S2 dan kuantitas ekuilibrium di pasar
menurun dari Q1 ke Q2, mengakibatkan DWL sebesar segitiga ABC.

Kemudian, pemerintah menerapkan tambahan pajak sebesar $0.1, kurva


penawaran bergeser dari S2 ke S3. Kuantitas ekuilibrium menurun dari Q2
ke Q3. DWL pun makin besar, yaitu sebesar segitiga ADE.

Tambahan DWL yang terjadi sebesar DBCE inilah yang disebut marginal
DWL.
7. Selain kenaikan tarif pajak, distorsi yang sudah ada sebelumnya mempengaruhi
efisiensi pajak baru.
Distorsi yang sudah ada sebelumnya (preexisting distortions): Kegagalan pasar,
seperti eksternalitas atau persaingan tidak sempurna, yang ada sebelum
intervensi pemerintah.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 3


(a) adalah kondisi yang sudah kita pelajari, yaitu kondisi pasar yang tidak memiliki
preexisting distortions.

(b) adalah kondisi pasar yang memiliki preexisting distortion berupa eksternalitas
produksi positif. Adanya eksternalitas produksi positif menyebabkan kurva biaya
privat marginal PMC1 atau penawaran S1 berada diatas kurva SMC. Hal ini
menyebabkan DWL sebesar segitiga DEF. Lalu, adanya pajak yang dikenakan
menggeser kurva S1 ke S2 sehingga DWL berubah menjadi sebesar segitiga DGH.

8. Penerapan pajak progresif tidak lebih efisien dibanding pajak proporsional


mengingat DWL meningkat sejalan dengan kuadrat tarif pajak.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 4


Kita asumsikan ada 2 kondisi: pajak proporsional dan pajak progresif.
Sistem pajak yang terbaik menghasilkan total DWL yang terkecil.
• Pajak proporsional
a) Pekerja berupah rendah DWL-nya sebesar ABC.
b) Pekerja berupah tinggi DWL-nya sebesar DEF.
• Pajak progresif
a) Pekerja berupah rendah tidak dikenai pajak, sehingga tidak ada DWL.
b) Pekerja berupah tinggi DWL-nya menjadi sebesar DGI.
• Apabila pajak progresif dikenakan, justru total DWL yang terjadi akan menjadi
lebih besar.

9. Semakin stabil (konstan) tarif pajak yang dikenakan oleh pemerintah akan
meningkatkan efisiensi. Tarif pajak yg fluktuatif (tinggi pada periode tertentu
kemudian rendah pada periode lainnya akan menyebabkan DWL yang lebih
besar.

C. Teori Pajak Optimal Ramsey


1. Pemerintah harus menetapkan pajak atas setiap komoditas (barang) dengan
mempertimbangkan rasio marginal DWL terhadap marginal revenue sama
untuk semua komoditas.
𝑀𝐷𝑊𝐿𝑖
=𝜆
𝑀𝑅𝑖
2. 𝝀 merupakan konstanta yang menggambarkan nilai tambahan setiap dolar yang
diberikan kepada pemerintah dibandingkan dengan penggunaan dollar
tersebut pada alternatif terbaik di sektor swasta.
3. Inverse Elasticity Rule menjelaskan bahwa apabila kurva penawaran elastis
sempurna, maka teori Ramsey bisa dituliskan:

4. Ada dua syarat pajak bisa dikenakan secara optimal:


• Elastisitas: Pajak dikenakan pada barang yang permintaannya tidak
elastis.
• Broad base rule: Pajak lebih baik dikenakan ke banyak barang dengan
tarif yang sedang dibandingkan dikenakan hanya ke satu barang dengan
tarif yang besar.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 5


D. Pajak Optimal untuk Komoditas
1. Formulasi elastisitas dari Model Ramsey memperlihatkan dampak keadilan yang
buruk. Bayangkan apabila pemerintah hanya mempunyai dua barang yang bisa
dikenakan pajak yaitu cereal (biji-bijian kering untuk sarapan) dan caviar (telur
ikan). Elastisitas permintaan untuk caviar jauh lebih tinggi daripada cereal tetapi
dengan aturan elastisitas dari Ramsey, maka pajak untuk cereal menjadi lebih
rendah dari pajak caviar, Padahal cereal dikonsumsi oleh kelompok
berpendapatan lebih tinggi, sedangkan caviar dikonsumsi oleh semua orang
termasuk yang berpendapatan rendah.Hal ini bertentangan dengan kemauan
pemerintah yang menghendaki keadilan secara vertikal.
2. Sebuah model pajak komoditas yang optimal mengatasi permasalahan
pemerataan dengan tidak hanya memperhitungkan elastisitas dari masing-
masing komoditas, melainkan juga mempertimbangkan pendapatan
konsumennya.

E. Pajak Optimal untuk Pajak Pendapatan


1. Optimal income taxation: menentukan pilihan pengenaan tarif pajak pada
berbagai kelompok penghasilan untuk memaksimalkan kesejahteraan
2. Fungsi kesejahteraan sosial menjadi dasar atas trade-off antara progresivitas
dan efisiensi pajak.
3. Sebuah contoh: model umum tanpa efek perilaku
Pembahasan tentang pajak penghasilan optimal dapat dibantu dengan contoh
sederhana yang membuat asumsi sebagai berikut :
• Setiap orang dalam masyarakat memiliki fungsi utilitas yang sama (tingkat
kepuasan): U1=U2=U3=U…
• Adanya diminishing marginal utility
• Jumlah total pendapatan di masyarakat adalah tetap, tidak ditentukan
oleh pilihan pribadi seseorang (yang bisa merespon naiknya pajak dengan
menghindari pajak)
• Masyarakat mempunyai fungsi utilitarian social welfare sehingga masing-
masing individu diberi bobot yang sama dalam menentukan
kesejahteraan sosial: V=U1+U2+U3+U…
Berdasarkan asumsi tersebut, sistem pajak penghasilan yang optimal adalah
sistem yang membuat semua orang memiliki pendapatan yang sama setelah
pajak, yang merupakan total pendapatan masyarakat setelah pajak dibagi
dengan jumlah orang dalam masyarakat. Setiap individu yang pendapatannya di
bawah tingkat ini akan menerima subsidi dari pemerintah sehingga pendapatan
mereka sama dengan jumlah rata-rata. Apabila pendapatan invividu di atas

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 6


tingkat rata-rata, maka mereka dibebani pajak sampai pendapatannya setelah
pajak menyamai jumlah rata-rata.
4. Sebuah contoh: model umum dengan efek perilaku (behavioral effects)
• Dalam mendistribusikan sumber daya ke seluruh individu, pemerintah
biasanya melakukan trade-off efisiensi dan keadilan. Ketika distribusi
sumber daya dilakukan, kemungkinan ukuran total kue ekonomi
(pendapatan nasional) menyusut, namun pada saat yang sama, distribusi
pendapatan merata.
• Tingkat di mana pendapatan dikenakan pajak akan menentukan
pengaruhnya terhadap pendapatan. Oleh karena itu, dalam merancang
pajak penghasilan yang optimal, pemerintah perlu mempertimbangkan
dampak pengenaan pajak.
• Misalnya adalah pajak atas pendapatan tenaga kerja yang berdampak
berkurangnya minat pegawai untuk bekerja karena apabila pendapatan
mereka tinggi, mereka akan dikenakan pajak yang tinggi pula. Contoh
ekstrimnya adalah apabila tarif pajak 100 %, maka tidak akan ada yang
mau bekerja lagi dan itu akan menjadi kerugian besar bagi pemerintah.
• Solusinya yaitu mengatur tarif pajak penghasilan di seluruh kelompok
sehingga:

Apabila sudah diketahui


titik dimana MU/MR
adalah konstan, maka
kita tinggal menerapkan
tingkat pajaknya. Untuk
gambar di samping,
tingkat pajak untuk orang
miskin adalah 10% dan
tingkat pajak untuk orang
kaya adalah 20%

5. Sistem pajak penghasilan yang optimal mencerminkan dua keseimbangan:


• Keseimbangan vertikal : kesejahteraan sosial dimaksimalkan, yaitu
apabila mereka mempunyai tingkat konsumsi tinggi dikenai pajak lebih
besar dan mereka yang mempunyai tingkat konsumsi rendah dikenai
pajak yang kecil.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 7


• Tanggapan perilaku : Peningkatan pajak akan mengakibatkan
menurunnya pendapatan karena pekerja akan mengurangi jam kerjanya.

F. Kurva Laffer

Ketika tarif pajak meningkat dari 0


sampai r*, penerimaan pajak naik,
tetapi ketika penerimaan pajak naik
di atas r* ke arah 100%, pendapatan
pajak jatuh.
Karenanya, tarif pajak tidak boleh
ditetapkan terlalu tinggi.

G. Hubungan Manfaat dengan Pajak (Tax-Benefit Linkages)


1. Tax-benefit linkages: hubungan antara pajak yang dibayar dengan manfaat
yang diterima.
2.

Dimisalkan kurva a) dan b) adalah kurva permintaan dan penawaran dalam pasar tenaga kerja.
Grafik a) adalah kondisi yang biasa, ketika yang kita perhitungkan hanya efek dari pajak, yaitu
muncul DWL sebesar segitiga ABC.
Grafik b) adalah kondisi dimana pajak dan manfaatnya diperhitungkan. Seperti biasa, ketika
pajak dikenakan, kurva permintaan akan bergeser dari D1 ke D2, mengakibatkan kuantitas tenaga
kerja turun dari L1 ke L2 dan muncul DWL sebesar segitiga ABC.
Namun, ketika terdapat tax-benefit linkages, kurva penawaran akan bergeser ke S2, karena
manfaat dari pajak sendiri membuat pekerja tidak terlalu merasa rugi apabila dipotong pajak,
dan bekerja menjadi cukup menarik (penawaran tenaga kerja tidak turun drastis melainkan
hanya sampai L3), dan DWL berkurang menjadi hanya sebesar segitiga AFG.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 8


Jadi, apabila terdapat tax-benefit linkages, DWL akan berkurang.
3. Apabila terdapat tax-benefit linkages yang sempurna, tidak akan ada DWL.

Ketika para pekerja sangat memahami adanya tax-benefit linkages dan sangat
menghargai pajak sehingga mereka mau menerima upah yang lebih rendah maka
tidak akan ada penurunan tenaga kerja lagi setelah pajak dikenakan. Jadi, upah
turun dari W1 ke W2, sementara kuantitas tenaga kerja tetap di L1.

Catatan:
Cuma mau bilang kalau selain pajak, subsidi juga bisa menyebabkan DWL. Kenapa?
Sederhana, karena adanya subsidi juga menggeser pasar dari titik optimalnya☺ Ini aku
kasih contoh kurvanya untuk permintaan baik yang tidak elastis maupun tidak elastis ya.
Oh iya, untuk kurva di bawah adalah kurva permintaan dan penawaran di Pakistan,
karena itu untuk gandum permintaannya tidak elastis dan untuk nasi permintaannya
elastis.

Permintaan tidak elastis Permintaan elastis

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 9


PERTEMUAN 14

PERPAJAKAN – BAGIAN 4

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Teori Dasar
1. Teori dasar yang harus dipelajari di bab hubungan pajak dan penawaran tenaga
kerja adalah trade-off antara waktu luang dan konsumsi.
2.

BC1 adalah garis batas anggaran sebelum gaji Fajar dikenakan pajak, ia bisa melakukan
konsumsi sebesar $13,750 dan mendapatkan 900 jam waktu luang. Setelah
dikenakan pajak, garis batas anggaran akan berotasi ke BC2. Maka,otomatis gaji dari
Fajar akan digunakan untuk membayar pajak, sehingga akan menurunkan tingkat
konsumsinya—walaupun waktu luang yang dimilikinya sama seperti sebelumnya.

B. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan pada Penawaran Tenaga Kerja


1. Pajak memiliki dua efek terhadap penawaran tenaga kerja:
• Efek substitusi: karena adanya pajak, konsumsi lebih mahal
dibandingkan waktu luang, sehingga seseorang memilih untuk
mengambil waktu luang lebih banyak daripada konsumsi.
• Efek pendapatan: karena adanya pajak, seseorang merasa lebih miskin
dan akan mengurangi waktu luangnya untuk mendapatkan gaji yang

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 10


lebih banyak dalam rangka mengkompensasi penurunan
pendapatannya.
2. Karena dua efek ini berlawanan, maka untuk menentukan apakah pengenaan
pajak akan meningkatkan jam kerja seseorang atau tidak, kita harus
membandingkan efek mana yang lebih kuat, efek substitusi atau efek
pendapatan.

C. Keterbatasan Teori: Kendala pada Jam Kerja dan Aturan Pembayaran Lembur
1. Teori sebelumnya menyatakan bahwa pekerja bisa dengan bebas menyesuaikan
jam kerjanya.
2. Padahal, bisa jadi perusahaan ingin pekerjanya bekerja dalam jangka waktu yang
sama untuk mencapai target perusahaan.
3. Ada juga aturan pembayaran lembur (jika seseorang bekerja lembur maka
bayarannya akan lebih tinggi), yang membuat jam kerja sulit disesuaikan dan
bentuk garis batas anggaran jadi tidak beraturan.

D. Elastisitas Penawaran Tenaga Kerja


1. Ada perbedaan mendasar pada elastisitas pegawai yang merupakan primary
earners dan secondary earners.
2. Primary earners: Anggota keluarga yang merupakan sumber utama pendapatan
tenaga kerja untuk sebuah rumah tangga. Elastisitas mereka cenderung rendah,
karena mereka benar-benar membutuhkan pekerjaan tersebut.
3. Secondary earners: Pekerja dalam keluarga selain primary earners. Elastisitas
mereka cenderung tinggi, karena mereka bisa dengan bebas berganti pekerjaan
atau menganggur.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 11


E. Keterbatasan mengenai Teori yang Sudah Ada
1. Kita biasa mengukur elastisitas penawaran tenaga kerja dengan jam kerja.
Padahal, ada beberapa hal lain yang seharusnya juga bisa dijadikan dasar
pengukuran, di antaranya:
• Usaha yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan
• Jenis pekerjaan yang dilakukan

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 12


PERTEMUAN 14

PERPAJAKAN – BAGIAN 5

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Pajak pada Tabungan


1. Kita mengenal istilah capital income taxation: pajak yang dikenakan terhadap
hasil dari tabungan.
2. Untuk itu, model pilihan antarwaktu (intertemporal choice model) adalah
model utama untuk memahami bagaimana pajak memengaruhi tabungan.
3. Model pilihan antarwaktu (intertemporal choice model): Pilihan yang dibuat
individu tentang cara mengalokasikan konsumsi mereka dari waktu ke waktu.
4. Tabungan: Kelebihan penghasilan saat ini dari konsumsi saat ini.
5. Model ini berfokus pada trade-off antara konsumsi hari ini dan konsumsi di
masa depan.
6. Dikenal intertemporal budget constraint, yaitu ukuran tingkat di mana individu
dapat menukar konsumsi dalam satu periode untuk konsumsi di periode lain.
7. Pajak atas tabungan memengaruhi perilaku dengan mengubah tingkat bunga
efektif, menggeser batasan anggaran.

B. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan atas Pajak pada Tabungan


1. Pajak memiliki dua efek terhadap tabungan:
• Efek substitusi: karena adanya pajak, tingkat bunga menjadi turun dan
mendorong seseorang untuk mengonsumsi lebih banyak di periode
pertama dan mengurangi menabung.
• Efek pendapatan: karena adanya pajak,tingkat bunga menjadi turun dan
begitu juga nilai pendapatan seseorang sepanjang waktu, sehingga
seseorang akan merasa lebih miskin dan untuk mengkompensasi
penurunan pendapatannya, ia akan mengurangi konsumsi di periode
pertama dan menambah tabungannya.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 13


2. Karena dua efek ini berlawanan, maka untuk menentukan apakah pengenaan
pajak akan meningkatkan jam kerja seseorang atau tidak, kita harus
membandingkan efek mana yang lebih kuat, efek substitusi atau efek
pendapatan.

C. Hubungan antara Tingkat Bunga Setelah Pajak dan Tabungan


Hubungan antara tingkat bunga setelah pajak dan tabungan sulit ditentukan, karena:
• Sulit untuk mengukur tingkat bunganya
• Tingkat bunga cenderung fluktuatif

D. Inflasi dan Capital Taxation


1. US memajaki pendapatan bunga nominal, bukan pendapatan bunga riil.

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 14


2. Tingkat bunga nominal: Tingkat bunga yang diperoleh dari investasi tertentu.
3. Tingkat bunga riil: Tingkat bunga nominal dikurangi tingkat inflasi, hal ini
mengukur peningkatan daya beli aktual seorang individu karena menabung.
4. Hubungan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil adalah:

5. Inflasi meningkatkan tingkat bunga nominal. Padahal, pajak juga dikenakan pada
pendapatan bunga nominal.
6. Jadi, inflasi mengurangi jumlah pajak riil (yang telah dikoreksi inflasi) yang
seharusnya didapatkan.

E. Precautionary Saving Model


1. Model tradisional mengasumsikan bahwa orang hanya menabung untuk
kelancaran konsumsi, bukan untuk mengasuransikan diri.
2. Precautionary saving model: Model tabungan di mana seseorang menabung,
setidaknya sebagian, untuk memperlancar konsumsi atas ketidakpastian di masa
depan (consumption smoothing).
3. Kendala likuiditas (liquidity constraint), yaitu hambatan ketersediaan kredit
yang membatasi kemampuan individu untuk meminjam menyebabkan
seseorang akan menabung untuk mempertahankan konsumsinya.

F. Self-Control Model
Individu mungkin tidak dapat menabung sebanyak yang mereka inginkan karena
masalah pengendalian diri.

Catatan:
Saya sadar untuk bab ini terutama pada bagian intertemporal budget choice model
masih kurang detail dalam segi pembahasan (karena di kelas kami juga secepat itu
njelasinnya, jadi kurang nangkap, hehe). Tapi ini ada beberapa referensi buat belajar
terkait intertemporal budget choice model:
https://drive.google.com/file/d/1hQjDiS6TCOeXeIrD7jqprylfXcOhadTY/view (Mankiw
nih, flashback lagi ke makro)
https://drive.google.com/open?id=1kcr2NqCKiAQQLfF0_rkSxN1MIJQvQOb- (versi
Gruber)

Semangat, semuanya! :)

Clovius – Pertemuan 14 / Perpajakan Bagian 3, 4, dan 5 15


PERTEMUAN 15

PERPAJAKAN – BAGIAN 6

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Pajak atas Badan Usaha


1. Ada dua pendapat atas pajak atas badan usaha:
 Pro
Pajak perusahaan bersifat progresif (perusahaan yang lebih kaya dipajaki
lebih besar) sehingga apabila diterapkan, maka perekonomian akan adil.
(mengutamakan keadilan/equity)
 Kontra
Pajak perusahaan menghambat produktivitas perusahaan, yang akan
menghambat efektivitas perekonomian. (mengutamakan efisiensi)
2. Perusahaan biasa dimiliki oleh banyak pemegang saham/shareholders. Ada
dua jenis perusahaan:
 S-Corporations: pendapatan yang dihasilkan diperlakukan sebagai
pendapatan individu (jadi, penghasilan dibagi dulu ke shareholders baru
dipajaki secara pribadi)
 C-Corporations: pendapatan yang dihasilkan dipajaki dengan mekanisme
pajak atas badan usaha.
3. Biasanya, pemilik perusahaan bukanlah orang yang mengatur perusahaan.
Tugas ini biasanya dilakukan seorang manajer.
4. Disinilah muncul masalah yang bernama agency problem, dimana ada
perbedaan tujuan antara pemilik perusahaan dengan manajer perusahaan.
 Pemilik perusahaan akan berusaha meningkatkan equity
perusahaannya,
 Sedangkan manajer biasanya hanya ingin meningkatkan gaji dan
memperkaya dirinya.
(karenanya, walaupun suatu perusahaan rugi, shareholders rugi, bisa jadi
manajernya tetap mendapatkan keuntungan..so sad).
5. Karenanya, pemilik perusahaan mencoba mengendalikan eksekutif melalui
penggunaan board of directors (dewan direksi), yaitu seperangkat individu yang
bertemu secara berkala untuk meninjau keputusan yang dibuat oleh manajemen
perusahaan dan melaporkan kembali ke pemilik yang lebih luas tentang kinerja
manajemen.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 1


B. Pembiayaan Perusahaan
1. Perusahaan dapat mengumpulkan dana dengan dua cara:
 Pembiayaan utang: Penggalangan dana dengan meminjam dari pemberi
pinjaman seperti bank, atau dengan menjual obligasi.
 Pembiayaan ekuitas: Penggalangan dana dengan menjual saham
kepemilikan di perusahaan.
2. Investor dalam suatu perusahaan dapat diberi penghargaan dalam dua cara:
 Dividen: Pembayaran berkala yang diterima investor dari perusahaan,
per saham yang dimiliki.
 Capital gain: Peningkatan harga saham sejak pembelian.
3. Perusahaan dapat mempertahankan keuntungan mereka sebagai laba
ditahan/retained earnings.
Retained earnings: Setiap laba bersih yang disimpan oleh perusahaan alih-alih
dibayarkan kepada pemegang utang atau ekuitas.

C. Mengapa Kita Memiliki Pajak atas Badan Usaha?


1. Pure Profits Taxation
Apabila suatu perusahaan punya kekuatan yang sangat besar terhadap pasar, mereka
akan menghasilkan laba yang murni, dan pajak atas laba murni tidak akan menghasilkan
distorsi/gangguan yang berarti pada kegiatan operasional perusahaan tersebut.
 Pajak atas badan usaha seharusnya dikenakan pada laba ekonomi perusahaan,
bukan laba akuntansi.
a) Laba ekonomi: perbedaan antara pendapatan perusahaan dan biaya
kesempatan ekonomis dari produksi.
b) Laba akuntansi: Perbedaan antara pendapatan perusahaan dan biaya
produksi yang dilaporkan.
2. Retained Earnings

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 2


Jika tidak ada mekanisme pajak atas badan usaha, pemilik perusahaan dapat
menghindari pajak dengan meningkatkan retained earnings (laba ditahan).
Jika perusahaan membayar pendapatan kepada shareholders bertahun-tahun
kemudian, nilai diskonto saat ini dari beban pajak akan sangat rendah.

D. Struktur Pajak atas Badan Usaha


1. Pajak dari setiap perusahaan adalah:
𝑇𝑎𝑥𝑒𝑠 = (𝑅𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒𝑠 −𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒𝑠) × 𝜏 − 𝑇𝑎𝑥 𝐶𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡𝑠
 Pendapatan: Apa yang perusahaan dapatkan dari penjualan ke pasar.
 Pengeluaran: Biaya arus kas untuk melakukan bisnis, pembayaran bunga, dan
tunjangan depresiasi.
 𝜏 = Tarif pajak
2. Selain itu, terdapat juga depresiasi:
 Depreciation: Tingkat di mana investasi modal kehilangan nilainya seiring
waktu.
 Depreciation allowance: Apa yang dapat dikurangkan oleh perusahaan dari
pajaknya untuk memperhitungkan depresiasi modal.
 Economic depreciation adalah jumlah beban yang sebenarnya ditanggung.

Namun, depresiasi ini sulit untuk diukur dalam praktik. Karenanya banyak perusahaan
melakukan:
 Jadwal depresiasi (depreciation schedule): Jadwal kapan aset dapat
didepresiasi.
 Investasi pengeluaran (expensing investments): Mengurangi biaya atas
investasi pada investasi yang dibeli pada tahun pembelian investasi tersebut.
Pengurangan yang diklaim lebih cepat lebih berharga karena semakin lama, nilai
uang akan semakin berkurang (ingat konsep time value of money).
3. Kredit pajak investasi (investment tax credit/ITC): Kredit yang memungkinkan
perusahaan mengurangi persentase pengeluaran investasi tahunan yang memenuhi
syarat dari pajak yang harus dibayar.

E. Tax Incidence pada Pajak atas Badan Usaha


Beban pajak perusahaan ditanggung bersama oleh konsumen, pekerja, investor korporasi, dan
investor non-korporasi dalam proporsi tertentu.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 3


F. Dampak Pajak terhadap Investasi
1. Investasi, sebelum terkena pajak

 Tanpa pajak perusahaan, perusahaan memilih tingkat investasinya dengan


menyamakan marginal benefit (MB) dengan marginal cost (MC).
 Manfaat marjinal (MB1) sama dengan pengembalian aktual per dolar
investasi, produk marjinal modal (MPK).
 Biaya marjinal (MC) adalah sama dengan pengembalian yang diperlukan
per dolar investasi, yaitu jumlah penyusutan (δ) dan biaya pembiayaan (ρ).
Kesetaraan ini awalnya terjadi pada titik A, dengan tingkat investasi K1.

2. Investasi, sesudah terkena pajak

Kondisi awal perusahaan


adalah di titik A dengan
tingkat investasi sebesar K1.
Dengan dikenakannya pajak
perusahaan,akan
menurunkan
manfaat investasi menjadi
MPK × (1 - 𝜏), sehingga kurva
manfaat marjinal bergeser ke
MB2.
Perusahaan pun menurunkan
investasinya, pindah ke titik
B, dengan tingkat investasi
yang lebih rendah, K2.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 4


3. Investasi, setelah ada pajak dan memperhitungkan depresiasi dan kredit pajak
investasi/ITC

 Dimisalkan kondisi awal perusahaan adalah di titik B (setelah kena pajak)


 Adanya depresiasi dan kredit pajak investasi menurunkan biaya investasi
dan menggeser kurva MC dari MC1 ke MC2
 Perusahaan pun berpindah ke titik C, dengan tingkat investasi sebesar K 3,
lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum ada depresiasi dan kredit pajak
investasi, namun tetap lebih rendah dibandingkan saat kondisi tidak adanya
pajak.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 5


G. Effective Corporate Tax Rate
1. Effective corporate tax rate (ETR): Persentase kenaikan dalam tingkat pengembalian
sebelum pajak atas modal yang seharusnya dipajaki.

2. Tingkat ETR ini bisa jadi negatif apabila investasi bisa didepresiasi secara penuh dan
ada kredit pajak penuh terhadap investasi (nilai z dan α besar).

H. Dampak Struktur Pajak terhadap Investasi


Perbedaan dalam struktur pajak perusahaan dapat memiliki hasil yang sangat berbeda untuk
investasi.
1. Apabila pemerintah mengenakan pajak atas pendapatan, tanpa pengurangan atau
ITC, akan mengurangi investasi dengan mengurangi 𝑀𝑃𝑘.
2. Apabila pemerintah memberlakukan pengurangan atau kredit (ITC) yang cukup besar,
maka akan berdampak mendorong investasi di atas tingkat sebelum pajak.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 6


I. Konsekuensi adanya Pajak terhadap Pembiayaan

J. Mengapa Pembiayaan Tidak Selalu Dilakukan melalui Utang?


1. Sebenarnya, pembiayaan melalui utang lebih menguntungkan karena mengurangi
jumlah pajak yang harus dibayar.
2. Namun, pembiayaan tidak selalu bisa dilakukan melalui utang karena ada faktor risiko
dari berutang itu sendiri.
3. Selain itu, apabila terjadi kebangkrutan perusahaan, akan ada agency problem antara
pemegang klaim atas utang dan pemegang ekuitas perusahaan. Karenanya,
dibutuhkan rasio utang-ekuitas yang tinggi untuk menghindari masalah ini.

K. The Dividend Paradox


1. Tarif pajak atas capital gain lebih rendah dari tarif pajak atas dividen. Namun,
perusahaan biasanya lebih memilih membayar dividen dibandingkan menahan laba.
2. Hal ini disebabkan:
 Agency problems: Apabila dividen tidak dibayarkan dan justru dijadikan laba
ditahan, bisa jadi manajer menyalahgunakan laba ditahan tersebut.
 Signaling: Investor memiliki informasi yang tidak sempurna tentang seberapa
baik kinerja suatu perusahaan, sehingga dividen menandakan kinerja yang baik.

L. Pajak atas Dividen


Tarif pajak atas dividen lebih tinggi dibandingkan tarif pajak atas capital gain karena tiga hal:
1. Mengurangi penggunaan dividen untuk membayar pemegang saham.
2. Mendorong perusahaan untuk memilih pembiayaan utang daripada ekuitas.
3. Yang terpenting, bisa mengurangi investasi.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 7


M. Corporate Tax Integration
1. Merupakan penghapusan pajak perusahaan untuk memajaki penghasilan perusahaan
pada tingkat individu (pemegang saham).
2. Dengan menurunkan tarif perusahaan, bisa mengurangi DWL. Tetapi juga akan
mengurangi penerimaan pajak.

N. Perlakuan Pendapatan Badan Usaha Internasional


1. Perusahaan multinasional: perusahaan yang beroperasi di banyak negara.
Anak perusahaan/subsidiaries: bagian dari perusahaan yang berlokasi di negara lain.
2. Operasi internasional dapat memberikan banyak keringanan pajak.
3. Ada dua sistem yang digunakan untuk memajaki pendapatan internasional,
diantaranya:
 Sistem pajak teritorial: Suatu sistem pajak di mana perusahaan-perusahaan
yang menghasilkan pendapatan di luar negeri membayar pajak hanya kepada
pemerintah negara tempat pendapatan itu diperoleh. Sistem pajak teritorial
berarti bahwa perusahaan menghadapi banyak tarif pajak yang berbeda.
 Sistem perpajakan global: Suatu sistem perpajakan di mana perusahaan-
perusahaan dikenakan pajak oleh negara asal mereka atas pendapatan
mereka tanpa memandang dari mana ia diperoleh.
4. Dalam hal ini, dikenal foreign tax credit yang menyebabkan pembayaran pajak
perusahaan multinasional menjadi lebih rendah. Misalnya, apabila perusahaan Axel
yang berbasis di AS mendirikan perusahaan di Indonesia, maka tentu saja di Indonesia
akan ada pajak yang dikenakan pada perusahaan tersebut. Apabila pendapatan
perusahaan Axel di Indonesia ini dipulangkan ke AS, maka nantinya pajak yang sudah
dikenakan di Indonesia bisa dikreditkan pada perhitungan pajak perusahaan Axel di AS.
5. Selain foreign tax credit, repatriasi (pengembalian pendapatan dari negara asing ke
negara asal peruahaan) pendapatan dividen asing merupakan salah satu alasan
perusahaan multinasional membayar pajak yang lebih rendah.
 Pajak AS tidak dibayarkan sampai laba direpatriasi, sehingga PDV keuntungan
yang diperoleh di luar negeri jauh lebih tinggi.
 Keuntungan yang tidak pernah direpatriasi tidak pernah dikenakan pajak di AS.
6. Transfer pricing juga merupakan keuntungan perpajakan yang bisa didapatkan
perusahaan multinasional.
 Transfer prices: Jumlah yang dibayarkan oleh salah satu anak perusahaan ke
anak perusahaan yang lain dari perusahaan yang sama untuk barang yang
ditransfer di antara keduanya.
 Perusahaan mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan pajak rendah
dengan menetapkan harga transfer tinggi untuk barang-barang yang
diproduksi di negara-negara tersebut.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 8


PERTEMUAN 15

PERPAJAKAN – BAGIAN 7

(Mencakup materi RPS + tambahan materi dari penjelasan dosen dan sumber-sumber terkait)

A. Alasan Reformasi Perpajakan


1. Meningkatkan kepatuhan pajak.
 Tax compliance (kepatuhan pajak): Upaya mengurangi penggelapan pajak.
 Tax evasion (penggelapan pajak): Upaya mengurangi jumlah pajak terutang
dengan cara-cara illegal.
 Tax avoidance (penghindaran pajak): Upaya mengurangi jumlah pajak terutang
dengan cara-cara legal.
2. Membuat kode pajak menjadi lebih sederhana.
3. Meningkatkan efisiensi pajak.
B. Teori Penggelapan Pajak
1. Banyak trade-off yang terjadi dalam teori penggelapan pajak, diantaranya:
 Menghemat uang untuk pajak yang belum dibayar jika tidak tertangkap.
 Hukuman atau penjara jika tertangkap.
 Pajak yang lebih tinggi meningkatkan manfaat dari penggelapan pajak,
karenanya banyak yang terdorong untuk melakukannya.
 Meningkatnya hukuman akan mengurangi penggelapan pajak.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 9


2. Digambarkan dalam grafik berikut:

 Ada dua kondisi disini: denda/hukuman yang naik dan tarif pajak yang naik.
Posisi awal adalah titik A.
o Semakin tinggi denda/hukuman yang diberikan, maka kurva MC
akan bergeser dari MC1 ke MC2. Karenanya, tingkat penggelapan
pajak pun akan berkurang dari E1 ke E2 (dari titik A ke B).
o Marginal benefit dari penghindaran pajak adalah sebesar marginal
tax rate.
Semakin tinggi tax rate, maka kurva MB akan bergeser ke atas
(dalam gambar ini dari MB1 ke MB2). Karenanya, seseorang semakin
terdorong untuk menghindari pajak (terlihat dari meningkatnya
jumlah pendapatan yang tidak dilaporkan dari E1 ke E3). Dan
meningkatkan biaya apabila ketahuan menggelapkan pajak (dari
titik A ke C).

3. Mengapa kita harus peduli terhadap penggelapan pajak?


 Efisiensi: penggelapan pajak mengurangi efisiensi dari pajak itu sendiri
 Keadilan vertikal: orang kaya bisa dengan mudah menghindari pajak, namun itu
akan menyebabkan beban pajak untuk orang yang lebih miskin
 Keadilan horizontal: seharusnya, orang yang mempunyai potensi untuk
membayar pajak dengan jumlah yang sama harus membayarnya, tidak boleh
ada yang membayar dan ada yang tidak.

C. Menyederhanakan Kode Pajak


1. Mengurangi pengecualian atau pengurangan akan menyederhanakan kode pajak.
2. Tetapi ini dapat meningkatkan persyaratan pelaporan, yang bisa jadi membuat
pembayaran pajak menjadi tidak lebih sederhana.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 10


D. Meningkatkan Efisiensi Pajak
1. Efisiensi tarif pajak tergantung pada elastisitas pendapatan sehubungan dengan tarif
pajak.
2. Perubahan kode pajak memiliki dua efek pada pendapatan:
 Efek langsung: Tarif pajak yang lebih tinggi meningkatkan pendapatan pajak
(tidak memengaruhi perilaku).
 Efek tidak langsung dari perubahan pajak: Tarif pajak yang lebih tinggi
menurunkan ukuran pendapatan yang dikenakan pajak. (memengaruhi
perilaku).
Efek tidak langsung ini dibagi menjadi 4:
a) Gross income effect: semakin tinggi tarif pajak, semakin berkurang
gross income, karena insentif orang untuk bekerja semakin berkurang.
b) Reporting effect semakin tinggi tarif pajak, semakin sedikit pendapatan
yang dilaporkan orang-orang (tidak melaporkan pendapatan
sebenarnya).
c) Income exclusion effect: semakin tinggi tarif pajak, semakin banyak
pengecualian dan pengurang pajak yang diambil.
d) Compliance effect: semakin tinggi tarif pajak, semakin rendah
pendapatan pajak karena banyaknya penggelapan pajak.

E. Fundamental Tax Reform


Tujuan tax reform:
1. Meningkatkan kepatuhan pajak dan efisiensi pajak dengan memperluas dasar
pengenaan pajak (hal yang dikenai pajak makin banyak) dan menurunkan tarif pajak.
(Ingat broad-base rule-nya Ramsey yang menjelaskan bahwa pajak lebih baik
dikenakan ke banyak barang dengan tarif yang sedang dibandingkan dikenakan
hanya ke satu barang dengan tarif yang besar).
2. Menyederhanakan pajak dengan mengakhiri pengurangan dan pengecualian yang
terlalu detail, dan memajaki banyak jenis pendapatan pada satu tarif pajak yang sama.

F. Aspek Politik dan Ekonomi Reformasi Perpajakan


1. Tekanan Politik untuk Menciptakan Kode Pajak yang Lebih Rumit
Proses politik bisa jadi memanfaatkan kebijakan pajak untuk menguntungkan kelompok
tertentu saja. Karenanya, seringkali kita menemukan kebijakan pajak yang kurang
efektif, kode pajaknya tidak sederhana dan penuh loopholes.
2. Tekanan Ekonomi terhadap Semakin Luasnya Dasar Pengenaan Pajak
 Adanya usaha untuk memperluas dasar pengenaan pajak ditanggapi dengan
menciptakan tax shelter, yaitu aktivitas yang digunakan oleh wajib pajak untuk
meminimalkan atau mengurangi kewajiban pajak mereka.

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 11


 Tax shelter dapat berkisar dari investasi atau akun investasi yang memberikan
perlakuan pajak yang menguntungkan, hingga aktivitas atau transaksi yang
menurunkan pendapatan kena pajak.

G. Pajak Konsumsi
1. Pajak konsumsi adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi, bukan atas penghasilan
seseorang.
2. Kelebihan pajak konsumsi:
Pajak ini dinilai lebih sederhana dan tepat sasaran, karena menentukan definisi
pendapatan itu sulit.
3. Kekurangan pajak konsumsi:
 Adanya regresivitas (ingat materi PPN :) )
 Sulitnya mengukur konsumsi seseorang
 Isu transisi: kesulitan menyesuaikan diri dengan sistem pajak baru
4. Desain Pajak Konsumsi 1: Value Added Tax
 Pajak pertambahan nilai (PPN/VAT): Pajak konsumsi yang dikenakan pada setiap
tahap produksi suatu barang atas peningkatan nilai barang pada tahap produksi
itu.
 Karena pajak masukan satu perusahaan adalah pajak keluaran perusahaan yang
lain, PPN mendorong meningkatnya pelaporan pajak, yang berimplikasi
terhadap meningkatnya pendapatan pajak pula.
5. Desain Pajak Konsumsi 2: Expenditure Tax
 Pajak pengeluaran/expenditure tax: Pajak konsumsi yang dikenakan untuk
konsumsi tahunan.
 Sangat mudah untuk membuat pajak pengeluaran progresif, membuat sistem
pajak konsumsi lebih adil secara vertikal.
 Namun, sulit untuk melacak pengeluaran sepanjang tahun.
6. Desain Pajak Konsumsi 3: Cash-Flow Taxation
 Pajak arus kas/cash-flow tax: Pajak atas perbedaan antara pendapatan tunai
dan tabungan.
 Secara efektif memajaki konsumsi, dan dapat didasarkan pada total konsumsi
akhir tahun.

H. Flat Tax
1. Flat tax adalah tarif pajak yang rata, misal: PPN 10%.
2. Keuntungan flat tax:
 Adanya satu tarif tetap pada definisi pendapatan yang luas dapat meningkatkan
efisiensi.
 Lebih sederhana, sehingga:
a) Mudah dalam perhitungannya

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 12


b) Tidak mudah untuk dihindari (karena orang yang menghindari pajak
biasanya mencari celah pada aturan pajak yang terlalu detail)
3. Masalah terkait flat tax:
 Regresivitas: semakin tinggi kemampuan konsumen, semakin ringan beban
pajak yang dipikul, sebaliknya semakin rendah kemampuan konsumen, semakin
berat beban pajak yang dipikul.

Catatan:
Hiya! Akhirnya selesai sudah catatan Keupub untuk setengah semester ini. Kurang tau
juga semester depan bakal buat yang seperti ini atau nggak, lihat-lihat matkul dulu,
hehe. Siapa tau ada yang cocok. Terima kasih untuk yang sudah mau membaca, semoga
bisa bermanfaat. Mohon maaf buat segala kekurangan, baik dari penulisan maupun
penyampaian materi, karena penulisnya pun cuma mahasiswa biasa :)

Apabila ada yang mau disampaikan (kritik/saran/pesan/kesan/apalah), silakan kunjungi


https://tinyurl.com/SilakanIsiDisini ya, pasti dibaca kok.

Last but not the least, semangat, semuanya!


Semoga sukses dan dilancarkan dalam mengerjakan UAS. :)

Clovius – Pertemuan 15 / Perpajakan Bagian 6 dan 7 13

Anda mungkin juga menyukai