Anda di halaman 1dari 10

“STUDY CASE EKONOMI PERKOTAAN DAN TRANSPORTASI”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Perkotaan dan Transportasi
Dosen Pengampuh : Selamet Joko Utomo, S.E., M.E

Disusun Oleh :

Nirma Rinastia (160231100119)


Kelas EP-C

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019
Tugas UAS Ekonomi Perkotaan

1. Pajak properti versus pajak cuplikan persegi. di metro, ada tiga jenis rumah: E (mahal), M
(Sedang), dan C (murah). Semua rumah tangga lebih suka pengeluaran yang sama untuk
pendidikan publik. sekolah dibiayai dengan pajak properti (berdasarkan nilai pasar), dan pada
awalnya ada tiga distrik sekolah. misalkan pajak properti diganti dengan pajak kaki persegi (mis.,
$ 2 per kaki persegi ruang hidup per tahun).
a. dalam keadaan apa jumlah ekuilibrium distrik sekolah akan berkurang menjadi satu?
b. dalam keadaan apa jumlah ekuilibrium distrik sekolah akan meningkat menjadi lebih
besar dari tiga?
Jawab

a. Di bawah ini adalah merupakan jenis-jenis pajak properti yang dibebankan baik kepada pembeli
maupun penjual properti antara lain:

1. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).

PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan
dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak
yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh
penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya
dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2014
seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.

2. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).

Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli
dari developer atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu
merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian
seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan dengan
diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011 seluruh proses
pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.

3. PPh (Pajak Penghasilan).

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual perorangan atau badan.

4. PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

Pajak ini hanya dikenakan satu kali pada saat membeli properti baru, baik dari developer maupun
perorangan. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya
dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran dilakukan sendiri
setelah transaksi. Disamping itu pajak ini juga dikenakan terhadap pembangunan rumah yang
dilakukan secara sendiri oleh orang pribadi atau badan.

5. PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai
barang mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.

Apabila properti tersebut ditransaksikan maka pajak nomor 2-3 akan berjalan. Untuk itu anda perlu
memahami skema berikut sebelum melihat detail jenis-jenis pajak tersebut lebih mendalam

Gambar: Skema Alur Pajak Transaksi Property

Skema alur pajak transaksi properti di atas menjelaskan bahwa apabila terjadi transaksi pengalihan
tanah, maka bagi pemilik tanah akan membayar PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan atau bangunan (Pasal 4 ayat (2)) sebesar 5% dan pembeli baik perorangan atau
developer akan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%
pula. Apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi:

1. Kavling siap bangun dan menjualnya ke konsumen A, maka konsumen A akan membayar
BPHTB sebesar 5% dan PPN sebesar 10%,
2. Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan menjualnya ke konsumen B, maka
konsumen B akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%,
3. Perumahan dan menjualnya ke konsumen C, maka konsumen C akan membayar BPHTB
sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%(bila memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan).
Apabila kemudian konsumen A membangun bangunan dan masuk kriteria yang dipersyaratkan di
atas kavling yang telah dibelinya dari developer tersebut secara sendiri maka wajib membayar
PPN Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 4%. Apabila kemudian konsumen B menyewakan
apartemen/town house yang telah dibelinya dari developer ke konsumen D, maka konsumen B
wajib membayar PPh final Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%. Sedangkan bila B kemudian tidak
menyewakannya tapi menjualknya ke konsumen E maka konsumen E akan membayar BPHTB
sebesar 5% dan konsumen B akan membayar PPh sebesar 5%.

Namun demikian apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi
perumahan dan masuk pada kriteria tertentu yang dipersyaratkan, serta kemudian menjualnya pada
konsumen C, maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan
PPnBM 20%.

Model multiplier merupakan cara mudah untuk memahami pengaruh permintaan agregat atas
output. Pada pendekatan yang paling sederhana, konsumsi rumah tangga merupakan fungsi dari
pendapatan setelah pajak (disposable income), dengan asumsi tingkat investasi tidak berubah.
Keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi dan keinginan perusahaan untuk berinvestasi akan
mencapai keseimbangan dengan penyesuaian pada output. Titik keseimbangan output nasional
dicapai pada perpotongan skedul tabungan dan investasi. Dengan pendekatan pengeluaran-output,
titik keseimbangan terdapat di perpotongan skedul konsumsi dan investasi dengan garis 45ᵒ.
Jika output di atas tingkat ekuilibrium secara temporer, perusahaan akan memiliki ouput yang lebih
besar dari penjualan, dengan investasi menumpuk dan keuntungan jatuh. Karena itu perusahaan
akan mengurangi produksi dan tenaga kerja ke arah tingkat ekuilibrium.
Multiplier adalah angka dimana dengannya perubahan pada investasi harus dikalikan untuk
menentukan perubahan hasil pada output total.
b. Berdasarkan prinsip kemampuan membayar (ability-to-pay) dalam teori Musgrave, Davey
sebagaimana dikutip Boediono (2000) membedakan keadilan dalam perpajakan dalam 3 dimensi
yaitu keadilan vertikal, keadilan horizontal dan keadilan geografikal. Maksud dari prinsip keadilan
vertikal adalah adanya perlakuan pajak yang berbeda pada kemampuan ekonomi yang berbeda.
Pembebanan pajak dikatakan baik bila bersifat progresif karena terjadi kenaikan beban pajak
seiring dengan kenaikan pendapatan. Dan dikatakan buruk bila bersifat regresif karena terjadi
penurunan beban pajak seiring dengan kenaikan pendapatan. Maksud dari prinsip keadilan
horizontal adalah adanya perlakuan pajak yang sama pada kemampuan ekonomi yang sama.
Apapun sumber penghasilannya, dikenakan beban pajak yang sama. Misalnya bila jumlah hasil
jual petani dan gaji pegawai kantor adalah sama maka keduanya harus dikenakan pajak dengan
jumlah yang sama pula. Maksud dari prinsip keadilan geografikal adalah adanya perlakuan pajak
yang sama pada setiap daerah, seseorang tidak dikenakan pajak lebih besar karena tinggal di suatu
tempat tertentu.
 2. memilih ruang terbuka. kota medianville memiliki 100 warga dengan
penghasilan mulai dari $ 20.000 hingga $ 70.000. penghasilan rata-rata adalah $
50.000 dan pendapatan rata-rata adalah $ 60.000. permintaan individu untuk
ruang terbuka hanya bergantung pada pendapatan, dan kurva permintaan individu
memiliki intersepsi vertikal yang setara dengan 1/1000 pendapatan dan
kemiringan - $ 0,50 per acre ruang terbuka. biaya marginal ruang terbuka adalah
@ 2.000.
a. misalkan kota menggunakan pajak untuk membiayai ruang terbuka dan
menggunakan aturan mayoritas untuk menentukan berapa banyak ruang terbuka
untuk disediakan. memprediksi jumlah ruang terbuka.
b. bagaimana jawaban Anda untuk (a) berubah jika kota menggunakan zonasi untuk
menyediakan ruang terbuka tanpa kompensasi kepada pemilik tanah?
Jawab:
a. Lahan mempunyai fungsi baik secara ekologis sebagai muka bumi (biophere), tempat di mana
ada kehidupan, namun lahan juga memiliki fungsi sosial ekonomi yang dipandang sebagai sarana
produksi, benda kekayaan/bernilai ekonomi, maupun mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan
masyarakat umum. Penjelasan secara rinci penggunaan lahan (land use) melibatkan fungsi dan
kegunaan pengelolaan suatu lahan oleh populasi manusia lokal yang secara langsung berhubungan
dengan lahan, memanfaatkan sumberdayanya atau melakukan penggarapan atas lahan tersebut
(FAO, 1996). Penggunaan lahan diartikan sebagai perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi
lahan dan terkait dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan (Lillesand dan Kiefer 1994).
Penggunaan instrumen ekonomi untuk mengatur pemanfaatan lingkungan oleh masyarakat.
Instrumen pengenaan pajak lingkungan misalnya penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
kendaraan pribadi atau pengenaan pajak lingkungan (disinsentif) yang merubah bentang alam
untuk kepentingan usaha bisnis, seperti Reklamasi Pantai. 3. Pengembangan sistem akuntansi
ekonomi lingkungan untuk mengatur pemanfaatan lingkungan oleh negara. Tata kelola
pemerintahan berupaya mengembangkan sistem akuntansi ekonomi lingkungan yang
memperhitungkan perubahan-perubahan pada stok sumberdaya alam, deplesi atau degradasi
lingkungan pada neraca Negara, seperti GDP Hijau dan PDRB Hijau. Secara eksternal
penggunaan instrumen ekonomi juga mengatur pemanfaatan lingkungan oleh masyarakat,
diarahkan pada upaya antara lain : 1) Pengenaan pajak lingkungan untuk penggunaan BBM untuk
kendaraan pribadi. 2) Pengenaan pajak lingkungan yang merubah bentang alam untuk kepentingan
usaha bisnis, seperti Reklamasi Pantai. 3) Mereformasi insentif ekonomi dan fiskal untuk
mempertemukan tujuan pembangunan dan lingkungan. 4) Menghapus atau mengurangi subsidi
yang tidak melengkapi tujuan pembangunan berkelanjutan. Klasifikasi kebijakan green budget
reform yang telah dilaksanakan di negara-negara Eropa Barat adalah : (1) Public Expenditure
Instruments (PEIs) cost governments money, alokasi anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi dan
kompensasi lingkungan, (2) Budget Neutral Instruments (BNIs) , ‘Feebate' programs, which
combine charges with a rebate mechanism, (3) Revenue Generating Instruments (RGIs, sumber
pendapatan pemerintah yang berasal dari pemungutan pajak dan restribusi dampak lingkungan.
Konsep green budgeting pada pembangunan di daerah dianalogikan dengan APBD hijau, dimana
strukturnya ada komponen pendapatan dan belanja daerah. Kedua komponen tersebut seyogyanya
mencerminkan konsep penganggaran hijau atau APBD pro lingkungan.
b. Kompensasi non-finansial ada ketika pemerintah mengkompensasi seseorang atau pengembang
yang berkepentingan dengan tanah karena kehilangan satu atau lebih hak kepemilikan atas tanah
tersebut dengan menciptakan hak properti baru yang dapat digunakan atau dijualnya. Ini juga ada
ketika otoritas perencanaan memberi insentif bagi pengembang untuk mewujudkan tujuan
perencanaan tertentu baik di tanah mereka atau di tanah orang lain dengan menciptakan hak
properti yang dapat digunakan atau dijual bila tujuan telah direalisasikan, daripada secara langsung
mensubsidi realisasi. Kompensasi non finansial adalah instrumen perencanaan yang berorientasi
pasar yang berprinsip pada pemberian kompensasi kepada pemilik lahan atas kehilangan sebagian
hak propertinya. Kompensasi non finansial merupakan adaptasi dari pelaksanaan mekanisme
TDRs di Amerika Serikat. Pemerintah tidak secara finansial mengkompensasi pemilik lahan yang
kehilangan haknya, namun memberinya hak yang mewakili nilai finansial. Pemerintah harus
memberi kompensasi kepada orang-orang yang kehilangan satu atau lebih hak atas properti.
Terkadang mereka tidak dapat diberi kompensasi dengan uang (karena kekurangan dana), dan
karenanya harus diberi kompensasi dalam bentuk hak. Hak atas kehilangan properti dilindungi
dalam undang-undang dan dijabarkan dalam Pasal 1 Protokol No. 1 Konvensi Eropa tentang Hak
Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap orang secara alami atau hukum berhak menikmati
kesenangan dari harta miliknya. Tidak seorangpun akan kehilangan harta miliknya kecuali untuk
kepentingan umum dan tunduk pada ketentuan yang diatur oleh undang-undang dan oleh prinsip-
prinsip umum hukum internasional." Negara-negara yang menganut kompensasi non finansial
memiliki kebijakan tersendiri dalam penerapannya. Secara garis besar, ada dua tipe kompensasi
non finansial: a) Kompensasi non finansial single purpose; skema kompensasi non finansial bukan
sebagai alat perencanaan tetapi hanya sebagai kompensasi untuk pemilik lahan atas kehilangan
hak atas propertinya. b) Kompensasi non finansial multi purpose; tidak hanya mengkompensasi
pemilik lahan, namun juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pengembangan
perencanaan spasial tertentu. Dalam pelaksanaannya, kompensasi non finansial bersifat negotiable
development yang berarti bahwa izin yang diberikan oleh otoritas perencanaan (pemerintah)
bergantung pada kesepakatan antara pemerintah kota, pengembang, dan pemangku kepentingan
lainnya.
Pola dalamland use planningada dua yaitu : 1. Infrastructure landdevelopment : yaitu
pembangunan suatu daerah dengan penyediaan prasarananya dahulu baru kemudian terbentuk
permukiman dan lai-lainnya sehingga pembangunan akan mengikuti alur prasarana dan
infrastruktur yang telah tersedia. 2. Infrastructur follow development: Pembangunan suatu daerah
dimana daerah itu sudah terlebih dahulu terbentuk, permukiman telah ada sehingga pembangunan
prasarana dan infrastrukturnya mengikuti pola yang sudah terbentuk.
3. Internalisasi eksternalitas mobil.
Bayangkan sebuah kota di mana biaya tetap sistem transit adalah $ 1.400 per jam. Biaya marjinal
konstan pada $ 1 per pengendara. Kurva permintaan linier, dengan intersep vertikal $ 11 dan
kemiringan - $ 0,01 per pengendara.
a. Hitung harga, penumpang, dan defisit per perjalanan yang efisien secara sosial, ilustrasikan
dengan grafik.
b. Misalkan kota menginternalisasi eksternalitas dari mobil (dari dampak lingkungan, kemacetan,
dan kecelakaan). Kesediaan untuk membayar transit meningkat sebesar $ 4 di setiap tingkat
penumpang. Gunakan grafik Anda untuk menunjukkan efek pada penumpang dan defisit per
perjalanan.
Jawab:
a. Biaya operasi kendaraan adalah total biaya yang dikeluarkan oleh pemakai jalan dengan
menggunakan moda tertentu dari zona asal ke zona tujuan. Biaya operasi kendaraan terdiri dari
dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang
tidak berubah (tetap walaupun terjadi perubahan pada volume produksi jasa sampai ke tingkat
tertentu) sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang berubah apabila terjadi
perubahan pada volume produksi jasa. Penghitungan biaya operasi kendaraan mobil penumpang
menggunakan Metode PCI 1988 sebagaimana dikutip pada Lembaga Afiliasi Penelitian dan
Industri (LAPI) ITB (1996) untuk jenis jalan perkotaan (non toll road). Komponen biaya dan
persamaan penghitungan BOK adalah sebagai berikut: 1) Pemakaian bahan bakar Biaya
pemakaian bahan bakar ditentukan dengan menghitung bahan bakar yang digunakan
(liter/1.000km) dikalikan dengan harga tiap liternya. Pemakaian bahan bakar untuk jenis
kendaraan mobil penumpang sesuai dengan persamaan berikut ini: Mobil penumpang : Y =
0,05693 S2 – 6,42593 S + 269,18567 ...... (1.1) Keterangan : Y = konsumsi BBM (liter/1.000km)
S = kecepatan (km/jam).
Biaya perawatan kendaraan Biaya perawatan kendaraan terdiri dari biaya suku cadang dan montir,
sesuai dengan persamaan berikut ini: a. Suku cadang Mobil penumpang : Y = 0,0000064 S +
0,0005567 ..................... (1.4) Keterangan : Y = pemeliharaan suku cadang setiap 1.000 km S
= kecepatan (km/jam) b. Montir Mobil penumpang : Y = 0,00362 S + 0,36267 .............................
(1.5) Keterangan : Y = jasa untuk setiap 1.000 km (jam/1.000km) S = kecepatan
(km/jam) 5) Biaya penyusutan kendaraan Biaya penyusutan untuk jenis kendaraan mobil
penumpang sesuai dengan persamaan berikut ini: Mobil penumpang : Y = 1 / (2,50 S + 125 )
..................................... (1.6) Keterangan : Y = biaya penyusutan kendaraan setiap 1.000 km
(sama dengan ½ nilai penyusutan kendaraan/1.000 km) S = kecepatan (km/jam).
Biaya ekonomi mencoba mengukur biaya sumber daya terhadap ekonomi dan menambahkan
modifikasi dari biaya finansial sebagai berikut: a. Pajak tidak termasuk sedangkan subsidi
dimasukkan sejak transfer pembayaran berdasarkan nilai ekonomi. b. Batas harga dasar
internasional digunakan untuk menghitung harga ekonomi bahan bakar kendaraan. c.
Penyesuaian ”shadow price” sering dipakai untuk item-item seperti tenaga kerja tidak terdidik
(unskilled labour).
b. teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dipasarkan (non-market valuation) dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang
mengandalkan harga implisit dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang
dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan
membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini
adalah travel cost, hedonic pricing, dan random utility model. Kelompok kedua adalah teknik
valuasi yang didasarkan survey di mana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari
responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. CVM adalah sebuah
metode penilaian ekonomi lingkungan untuk berbagai barang dan jasa yang tidak mempunyai
pasar, atau pasarnya tidak berkembang secara baik, atau dimana tidak terdapat pasar alternatif
sehingga tidak memungkinkan untuk menilai dampak lingkungan dari sebuah proyek dengan
menggunakan berbagai teknik pasar (Hanemann,1994). CVM juga merupakan sebuah
terminologi yang diberikan untuk sebuah riset pasar, dimana produknya adalah sebuah
perubahan di dalam lingkungan (OECD,1995). Namun berbeda dengan riset pasar yang
konvensional, CVM berkaitan dengan sebuah peristiwa hipotesis (hypothetical event) tentang
peningkatan ataupun penurunan kualitas lingkungan. Pada dasarnya, metode CV menggunakan
konsep WTP dan WTA dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan. Dalam hal ini
mengestimasi WTP (juga WTA), metode CV dikenal merupakan metode langsung dalam
memvaluasi dampak lingkungan.

4. Efek harga voucher dan kesejahteraan penerima.


Dengan menggunakan angka 14-4 sebagai titik awal (v adalah titik voucher dan j adalah titik
perumahan umum), pertimbangkan implikasi harga yang lebih tinggi di bawah program kupon.
Misalkan program voucher menaikkan harga perumahan sebesar 50 persen menjadi $ 1,50 per
unit perumahan.
a. Tarik garis anggaran voucher dengan harga rumah $ 1,50. misalnya, 300 unit layanan
perumahan menelan biaya $ 450, meninggalkan penerima berapa banyak yang dibelanjakan
untuk barang lain?
b. Tunjukkan bahwa penerima lebih suka perumahan umum (poin j) daripada voucher $ 300.
Jawab:
a. missal, kasus yang terjadi di kota Surabaya,
Pengadaan sertifikat sewa rumah (rent certificate) dan kupon rumah (housing voucher) Jumlah
penduduk di Surabaya selalu mengalami peningkatan yang berdampak terhadap permintaan akan
perumahan juga meningkat. Dapat diketahui bahwa ekonomi masyarakat Surabaya mengalami
peningkatan atau dapat dikatakan bahwa daya beli masyarakat Surabaya terhadap perumahan juga
ikut meningkat. Namun hal tersebut hanya terjadi pada beberapa masyarakat Surabaya, masih
banyak masyarakat berekonomi rendah yang juga memiliki hak untuk memiliki tempat tinggal
tidak dapat membeli rumah tinggal akibat harga perumahan di Surabaya meningkat. Dalam
mengatasi permasalahan tersebut maka diberlakukan kebijakan berupa sertifikat sewa rumah dan
kupon rumah. Sertifikat rumah diberikan kepada penduduk miskin untuk menyewa rumah selama
periode tertentu dengan nilai yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan kupon rumah
diberikan pada masyarakat miskin untuk menyewa rumah pada rumah yang spesifikasinya
ditetapkan oleh pemerintah. Dalam pemberlakuan kebijakan tersebut dapat diiringi dengan
kebijakan mengenai pemilihan penyewa rumah (tenant selection) dimana penyewa dengan
pendapatan rendah dapat memperoleh prioritas dalam menyewa, sehingga keluarga miskin masih
dapat memenuhi kebutuhannya terhadap jasa perumahan. 2) Kebijakan terhadap developer dalam
penyediaan perumahan komersil harus diimbangi dengan pembangunan rumah yang dapat
dijangkau masyarakat kelas menengah kebawah Dalam mengatasi permasalahan perumahan di
Surabaya, maka dapat diberlakukan kebijakan pada developer terkait penyediaan perumahan.
Apabila developer akan membangun perumahan komersil yang ditujukan untuk masyarakat
ekonomi menengah atas, maka harus diimbangi dengan pembangunan perumahan yang harga
belinya dapat dijangkau oleh masyarakat dengan ekonomi kelas menengah bawah. Karena faktor
utama dalam permintaan perumahan adalah harga rumah tersebut.
b. factor-faktor yang dapat mempegaruhi permintaan
Berdasarkan tabel di atas dalam konteks harga rumah, sangat berhubungan dengan peningkatan
pendapatan masyarakat dan inflasi. karena saat terjadi peningkatan pendapatan masyarakat secara
signifikan, maka menyebabkan harga dan jumlah rumah yang diminta akan naik. Bila terjadi
kenaikan inflasi yang cukup tinggi sehingga daya beli masyarakat turun maka harga dan jumlah
produk perumahan yang diminta akan turun. Faktor berpengaruh yang selanjutnya yaitu jumlah
penduduk. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Surabaya setiap tahun.
Dimana, saat jumlah penduduk meningkat, akan menyebabkan kebutuhan perumahan menjadi
semakin besar karena jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang potensial yang potensial
dalam memasarkan suatu produk perumahan. Selain itu, pertambahan penduduk diikuti dengan
perkembangan dalam kesempatan kerja sehingga banyak orang yang menerima pendapatan dan
daya beli akan perumahan mengalami peningkatan. Faktor dengan urutan ketiga yaitu daya beli
masyarakat dimana adanya peningkatan pendapatan disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang
pesat di kota Surabaya mengakibatkan daya beli masyarakat akan produk perumahan akan semakin
meningkat. Adanya hal ini juga menyebabkan munculnya pembelian rumah yang pada dasarnya
untuk pemenuhan kebutuhan primer manusia bergeser menjadi rumah untuk investasi. Faktor
terakhir yang kurang mempengaruhi permintaan akan perumahan adalah Tingkat bunga. Kenaikan
tingkat suku bunga kredit baik konsumsi maupun investasi akan mengurangi permintaan agregat
untuk setiap pendapatan, karena disamping menaikkan jumlah cicilan kredit yang harus dibayar,
tingkat suku bunga yang lebih tinggi juga akan mengurangi keinginan untuk konsumsi maupun
investasi pada bidang perumahan. Namun, faktanya saat ini dengan tingginya pertumbuhan
ekonomi di Kota Surabaya akan berpengaruh pada kenaikan pendapatan masyarakat kota
Surabaya. Sehingga, saat ini masyarakat mempu membeli rumah secara langsung (cash) dan tidak
terpengaruh oleh tinggi dan rendahnya suku bunga di perumahan. Jadi harga voucher300$ tidak
begitu mempengaruhi konsumen dalam permintaan rumah.

Anda mungkin juga menyukai