Anda di halaman 1dari 11

BAB 4 (Lanjutan)

SISTEM TURBIN UAP

4. 1. Pendahuluan
Ide tentang turbin uap sudah ada sejak turbin Hero pada tahun 62, tetapi pada
waktu itu masih berbentuk mainan atau tidak menghasilkan daya poros efektif. Giovani
Branca juga mengusulkan turbin uap impuls pada tahun 1629, tetapi tidak pernah dibuat.
Turbin yang pertama rupanya baru dibuat pada tahun 1831 oleh William Avery (Amerika
Serikat) untuk menggerakkan mesin gergaji. Dalam awal perkembangan turbin uap,
rupanya teori berkembang mengikut aplikasinya.
Turbin uap pertama yang dianggap memberikan dampak positif terhadap
perkembangan teknologi adalah buatan Charles Parsons (Inggris) pada tahun 1884.
Turbin tersebut adalah turbin reaksi, aliran aksial, bertingkat, dan menghasilkan daya
poros 10 hp pada 18.000 rpm. Kemudian Parsons juga mencoba membuat turbin radial-
aliran ke dalam yang dianggapnya lebih baik, tetapi ternyata hanya dapat bekerja satu jam
saja, karena kerusakan pada sudu-sudu & kotoran yang terperangkap dalam rumah turbin.
Setelah itu ia mencoba membuat turbin radial-aliran ke luar yang dapat
menghasilkan 2000 hp pada 2000 rpm; juga Carl Gustav Patrik dengan Laval pada tahun
1897 membuat turbin impuls dengan putaran 30.000 rpm dan kecepatan keliling 360 m/s.
Sedangkan di Perancis, pada tahun 1900, Auguste Rateau membuat turbin impuls aksial
tekanan bertingkat.
Kemudian pada tahun 1912 Berger Ljungstrom (Swedia) memperkenalkan turbin
radial-aliran ke luar, bertingkat, putaran berlawanan.

Gambar 10.1. Skema sebuah sistem turbin uap sederhanan yang bekerja
berdasarkan siklus Rankine
Namun, dalam perkembangan turbin uap, boleh dikatakan baru setelah tahun
1958 dibuat turbin dengan daya poros efektif lebih dari 500 MW. Suatu hal yang pada
dasarnya terjadi karena kemajuan teknologi material yang pesat.
Skema dari sebuah sistem turbin uap dapat dilihat pada gambar 10.1. Sistem
tersebut terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu : ketel, turbin yang menggerakkan
beban, kondensor, dan pompa air ketel. Jadi, turbin hanyalah merupakan salah satu
komponen dari suatu sistem tenaga. Uap yang berfungsi sebagai fluida kerja turbin
dihasilkan oleh ketel uap, yaitu sebuah alat yang berfungsi mengubah air menjadi uap.
Kondisi uap yang dihasilkan itu pada umumnya berkisar antara 15 kg/cm2 dan 1250C untuk

107
unit daya rendah, sampai 325 kg/cm2 dan 6500C untuk unit modern yang tinggi. Uap yang
dihasilkan oleh ketel masuk ke dalam turbin, di mana energi uap diubah menjadi kerja
mekanis. Daya yang dihasilkan oleh turbin dapat mencapai 1300 MW, bahkan ada
rencana membuat turbin yang menghasilkan 2500 MW perunit; sedangkan kecepatan
putar poros berkisar sampai 3000 sampai 20.000 putaran per menit atau lebih tinggi.
Boleh dikatakan bahwa kemajuan teknologi turbin uap banyak dipengaruhi oleh
kondisi uap yang dapat dihasilkan, aero-termodinamika dan kemajuan dalam bidang
material. Tujuan yang ingin dicapai oleh teknologi turbin adalah mengambil manfaat
sebesar-besarnya dari energi fluida kerja yang tersedia, mengubahnya menjadi kerja
mekanis dengan efisiensi yang maksimal, yaitu menggunakan instalasi yang sangat
terpercaya dengan biaya serendahnya, pengawasan yang minimal, dan waktu start yang
minimal pula. Turbin biasanya dirancang supaya dapat beroperasi selama 30-40 tahun.
Di dalam turbin, tekanan dan temperatur uap turun, setelah itu uap meninggalkan
turbin dan masuk ke dalam konsensor. Kondensor adalah sebuah alat yang berfungsi
mengembunkan uap dengan jalan mendinginkannya. Air pengembunan yang terjadi di
dalam kondensor dinamai air kondensat. Maka dengan pertolongan sebuah pompa air
kondesat dialirkan kembali ke dalam ketel uap. Pompa tersebut diletakkan lebih rendah
atau dibawah kondensor, karena pada umumnya kondensor bekerja dengan tekanan
vakum. Oleh karena ada kemungkinan terdapat kebocoran uap, maka perlu dimasukkan
air tambahan (make up water), sebanyak 3-4% kapasitas produksi uap atau lebih, sesuai
dengan sistem yang dipergunakan.

4. 2. Siklus Rankine
SIklus ideal dari suatu sistem turbin uap sederhana adalah Rankine. Siklus
Rankine dapat digambarkan pada diagram T vs s, seperti terlihat pada gambar 10.2, atau
pada diagram gambar 10.2, atau pada diagram h vs s seperti terlihat pada gambar 10.3.
Daerah di bawah garis lengkung k – K – k’ pada diagram T – s dan h – s
merupakan daerah campuran fasa cair dan uap. Uap di dalam daerah tersebut biasanya
juga dinamakan basah. Garis k – K dinamai garis cair (jenuh), dimana pada dan disebelah
kiri garis tersebut air ada dalam fasa cair. Sedangkan garis K – k’ dinamai garis uap jenuh,
dimana pada dan di sebelah kanan garis tersebut air ada dalam fasa uap (gas). Uap di
dalam daerah tersebut terakhir biasanya dinamai uap kering. Titik K dinamai titik kritis,
dimana temperatur dan tekanan pada titik tersebut berturut-turut dinamai temperatur kritis
dan tekanan kritis. Pada titik kritis keadaan cair jenuh dan uap jenuh adalah identik.

Gambar 10.2 Diagram temperatur versus Entropi dari siklus Rankine

108
Untuk air, tekanan kritisnya Pc = 218,3 atm (= 3206,2 psia) dan temperatur
kritisnya Tc = 374,20 C (= 705,40C). Pada tekanan lebih tinggi dari Pc tidak dapat diketahui
dengan pasti bilamana dan dimana terjadi perubahan dari fasa cair ke fasa uap. Tetapi
dalam hal tersebut biasanya dikatakan bahwa air ada dalam fasa cair apabila
temperaturnya di bawah Tc dan ada dalam fasa uap apabila temperaturnya lebih tinggi
daripada Tc.

Gambar 10.3 Diagram entalpi versus entropi dari siklus Rankien


Siklus Rankine terdiri dari beberapa proses sebagai berikut :
12 Proses pemompaan isentropik, didalam pompa
2  2’  3, Proses pemasukan kalor atau pemanasan pada tekanan konstan, di
dalam ketel.
34 Proses ekspansi isentropik di dalam turbin atau mesin uap lainnya.
41 Proses pengeluaran kalor atau pengembunan pada tekanan konstan, di
dalam kondensor.
Meskipun demikian, masih banyak variasi dari siklus Rankine tersebut diatas.
Misalkan kemungkinan diadakannya pemanasan lanjut dari 3  3’ sehingga siklusnya
menjadi 1 – 2 – 2’ – 3 – 3’ – 4’ – 1.
Menurut hukum pertama termodinamika, kerja yang dihasilkan oleh suatu proses
siklus adalah sama dengan jumlah perpindahan kalor pada fluide kerja selama proses
siklus tersebut berlangsung. Jadi untuk proses siklus 1 – 2 – 2’ – 3 – 4 – 1,
W =  T ds (10.1a)
= luas 1 – 2 – 2’ – 3 – 4 – 1 pada diagram T – s
= kerja per satuan berat fluida kerja.
Makin besar luas diagram tersebut makin besar pula kerja yang dihasilkan. Hal
tersebut dapat diperoleh misalnya dengan pemanasan lanjut (3  3’), sehingga kerja
yang dihasilkan adalah
w’= luas 1 – 2 – 2’ – 3 – 3’ – 4’ – 1 pada diagram T – s (10.1b)
Sedangkan energi yang dimasukkan ke dalam sistem (proses pemanasan fluida
kerja), tanpa pemanasan lanjut adalah ,
qm = luas a – 2 – 2’ – 3 – b – a pada diagram T - s
dan untuk sistem dengan pemanasan lanjut,
q’m = luas a – 2 – 2’ – 3 – 3’ – c – a

109
Apabila efisiensi termal (t) didefinisikan sebagai kerja yang dihasilkan dibagi
dengan energi yang dimasukkan, maka untuk sistem tanpa pemanasan lanjut,
w luas 1  2  2'3  4  1
t =  (10.2)
q m luas a  2  2'3  b  a
dan untuk sistem dengan pemanasan lanjut,
w' luas 1  2  2'3  3'4'1
t =  (10.3)
q' m luas a  2  2'3  3'c  a
Kerja yang dihasilkan oleh sistem dapat pula ditunjukkan dengan menggunakan
diagram h – s seperti terlukis pada gambar 10.3. Diagram h – s untuk uap air biasanya
dinamai diagram Mollier, seperti terlihat pada gambar 10.4, kerja yang dihasilkan oleh
sistem turbin uap adalah
w = w T - wP (10.4)
dimana,
wT = kerja yang dihasilkan oleh turbin per satu berat fluida kerja
wP = kerja yang diperlukan untuk menggerakkan pompa, per satuan berat fluida kerja
Dari persamaan energi yang umum untuk proses aliran lunak (steady), apabila
prosesnya isentropik dan perubahan energi potensial dari fluida kerjanya dapat diabaikan,
maka untuk sistem turbin uap tanpa pemanasan lanjut (lihat gambar 10.3),
WT = ht3 – ht4 (10.5)
dan
WP = ht2 – ht1 (10.6)
Sedangkan energi yang dimasukkan adalah
qm = ht3 – ht2 (10.7)
sehingga efisiensi termal dari sistem turbin uap tersebut adalah
( h  h t 4 )  ( h t 2  h t1 )
ηt  t3 (10.8)
h t3  h t 2
dimana,
ht = entalpi total (stagnasi) fluida kerja per satuan berat
Untuk sistem turbin uap dengan pemanasan lanjut
w’T = ht3’ – ht4’
w’P = ht'2 – ht1
q’m = ht3’ – ht2
sehingga efisiensi termalnya adalah :
( h  h t 4 ' )  ( h t 2  h t1 )
η T  t 3' (10.9)
h t 3'  h t 2
Harga entalpi tersebut di atas dapat dicari pada tabel uap atau diagram Mollier
(gambar 2.4), yaitu apabila tekanan dan temperatur uap diketahui. Sebagai contoh, pada P
= 30 kg/cm2 dan T = 3750C, h = 757 kcal/kg.
Dari persamaan (10.8) dan (10.9) dapat dilihat bahwa efisiensi siklus Rankine
dapat dinaikkan dengan jalan menaikkan (P3, T3) atau (P3’, T3’) dan menurunkan (P4, T4)
atau (P4’, T4’). Oleh karena itu sistem turbin uap biasanya bekerja dengan kondensor
bertekanan vakum. Sedangkan temperatur dan tekanan kerja yang maksimal sangat
tergantung pada jenis dan kekuatan material. Hal tersebut terakhir menjadi faktor
pertimbangan penting dalam perancangan sistem turbin uap superkritis, dimana uap

110
masuk ke dalam turbin pada tekanan dan temperatur di atas tekanan dan temperatur kritis.
Diagram siklus Rankine yang bekerja dengan tekanan superkritis dapat dilihat pada
gambar 10.5.

Gambar 10.4 Diagram Mollier uap air (H2O). Diambil dari Joseph H. Kenan dan
Joseph Keyes; Sifat-sifat termodnamika uap air, John Wiley dan Son, Ins., New York,
1963
Di samping material tahan temperatur tinggi, kemurnian air ketel merupakan
persyaratan penting yang lain, sebab penggunaan air ketel yang mengandung kotoran
dapat merusak ketel dan turbin. Jadi, sangat mahal biaya investasinya, meskipun instalasi
ini sangat efisien. Tetapi dengan membuatnya lebih kompak besar kemunginan biaya
tersebut dapat ditekan.

111
Gambar 10.5 Diagram temperature versus entropi dari siklus rankien dengan
tekanan superkritis
4. 3. Penyimpanan dari Siklus Ideal
Dalam kenyataannya sikus sistem turbin uap menyimpang dari siklus ideal
(Rankine) antara lain karena adanya beberapa faktor tersebut dibawah ini :
1. Kerugian dalam pipa/saluran fluide kerja, misalnya kerugian gesekan dan kerugian
kalor ke atmosfer sekitarnya. Dengan demikian tekanan dan temperatur uap masuk
turbin menjadi lebih rendah daripada keadaan yang ideal, yaitu pada titik 5, gambar
10.6 (b).
2. Di dalam ketel uap juga terjadi tekanan. Dengan demikian air masuk ke dalam ketel
harus bertekanan lebih tinggi daripada tekanan uap yang harus dihasilkan, sehingga
diperlukan kerja pompa yang lebih besar pula.
3. Kerugian energi di dalam turbin terutama terjadi karena adanya gesekan antara fluida
kerja dan bagian dari turbin. Sedangkan kerugian kalor ke atmosfer sekitar tidak begitu
besar jika dibandingkan dengan kerugian gesekan.
Jadi, kondisi uap keluar dari turbin tidaklah pada titik 6s, tetapi pada titik 6 seperti
terlihat pada gambar 2.6c. Maka efisiensi turbin didefinisikan sebagai
w h  h t6
T = T  t 5 (10.10)
w TS h t 5  h t 6S
dimana wTS = J(hTS – hT6S) = kerja yang dihasilkan turbin apabila proses isentropik.
4. Kerugian yang serupa juga dialami oleh pompa. Maka efisiensi pompa didefinisikan
sebagai
w h  h t1
T = PS  t 25 (10.11)
wP h t 2  h t1
dimana wPS = J(ht2S – ht1) = kerja yang diperlukan untuk menggerakkan pompa
apabila prosesnya isentropik.
5. Kerugian di dalam kondensor relatif kecil. Salah satu diantaranya adalah proses
pendinginan di bawah temperatur jenuh dari air kondensor yang keluar dari kondensor.
Hal ini mengakibatkan perlunya perpindahan kalor (pendinginan) lebih banyak dari
pada keadaan yang ideal. Pengaruh dari kerugian energi tersebut di atas dilukiskan
pada gambar 10.6.

112
Gambar 10.6. Diagram Temperatur versus Entropi dan entalpi versus entropi dari
suatu turbin uap

113
Gambar 10.7 Siklus Rankine dengan Pemanasan Ulang
a. Turbin uap dengan konensasi

114
b. Turbin Uap Tanpa Kondensasi

Gambar 10.8 Beberapa variasi Turbin Uap dan Aliran Uap


Keterangan:
(1) dengan kondensor (a) s.d. (k), banya dengan tekanan keluar kurang dari tekanan
atmosfer, (2) tanpa kondensasi (l) s.d (o), biasanya tekanan keluar lebih tinggi dari tekanan
atmosfer.

115
c. Paduan Tanden Biasanya dengan Poros Tunggal

d. Paduan Silang, biasanya dengan Dua Poros atau Lebih

116
Gambar 2.9 Paduan beberapa turbin uap
Pada diagram T-s tersebut pada gambar 10.6(b) terloihat bahwa kondisi uap
keluar dari turbin (titik 6) ada di dalam daerah campuran cair-uap (uap basah). Namun
demikian hendaknya diusahakan agar kadar airnya tidak terlampau tinggi. Hal tersebut
terakhir perlu diperhatikan karena apabila kadar air dalam uap pada tingkat terakhir perlu
diperhatikan karena apabila kadar air dalam uap pada tingkat tekanan rendah dari turbin
malampaui ± 12 persen, selain efesiensi turbin akan berkurang hal tersebut juga akan
memperbesar kemingkinan terjadinya erosi pada sudu. Pertimbangan di atas perlu
diperhatikan dalam usaha menaikkan efesiensi turbin.
Salah satu usaha untuk menaikkan efesiensi turbin adalah menaikkan tekanan
uap dan pemanasan ulang, seperti terlihat pada gambar 10.7a. dengan pemanasan ulang
bukan saja dapat diperoleh efesiensi yang lebih baik, tetpi juga menghindari terjadinya uap
keluar turbin dengan kadar air yang terlampau tinggi. Dengan pemanasan ulang turbin
dibagi menjadi dua bagian, yaitu turbin tekanan tinggi (I) dan turbin tekanan rendah (II).
Uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi dipanaskan kembali di dalam ketel kemidian
masuk ke dalam turbin tekanan rendah.

SOAL LATIHAN
1 Menjelaskan sistem turbi uap sederhana.
2 Menjelaskan siklus Rankine dengan diagram h-s an T-s.
3 Menjelaskan penyimpangan siklus ideal.
4 Menjelaskan siklus Rankine dengan sistem pemans ulang.

117

Anda mungkin juga menyukai