Anda di halaman 1dari 29

TUGAS 1

IMPLEMENTASI SUMBER HUKUM MATERIL DAN FORMIL DALAM HUKUM


ADMINISTRASI NEGARA

Nama : Muhammad Aditya Saputra


Nim : E1B021077
Kelas : 5.C
1. Sumber hukum materiil

Secara historis : Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) mengatur berbagai
aspek terkait tanah dan agraria di Indonesia. pasal dan peraturan yang mungkin dihasilkan
oleh UU ini meliputi:

 Pasal 1: Pasal ini menyatakan bahwa tujuan UU No. 5 Tahun 1960 adalah untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata serta menegakkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Pasal 2: Pasal ini memberikan definisi tentang beberapa istilah penting yang
digunakan dalam UU No. 5 Tahun 1960, seperti tanah, agraria, hak atas tanah, dan
sebagainya.
 Pasal 3: Pasal ini mengatur tentang hak atas tanah, yang terdiri dari hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak
memungut hasil hutan.
Secara sosiologis : Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU
Kesehatan) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kesehatan di
Indonesia. UU ini mulai berlaku pada tanggal 13 Oktober 2009 dan mencabut Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

 Pasal 3: Pasal ini mengatur tentang hak dan kewajiban setiap orang dalam bidang
kesehatan. Setiap orang berhak atas kesehatan, berhak memperoleh upaya kesehatan
yang bermutu, dan berkewajiban untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan.
 Pasal 4: Pasal ini mengatur tentang upaya kesehatan, yang meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan upaya kesehatan penunjang.
 Pasal 5: Pasal ini mengatur tentang penyelenggaraan upaya kesehatan, yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Secara filosofis : Pasal 27 UUD 1945*: Pasal ini mengatur tentang hak asasi manusia, yang
merupakan prinsip filosofis yang mendasari hukum, mencakup hak hidup, hak berkeluarga,
hak pendidikan, dan lain sebagainya.
Pasal ini terdiri dari 3 ayat, yaitu:

Ayat (1) "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Ayat ini menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama
di hadapan hukum dan pemerintahan. Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang sama
di hadapan hukum, tanpa memandang ras, agama, suku, gender, atau status sosial.

Ayat (2) ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan."

Ayat ini menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak. Setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya
dan memberikan penghidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya.

Ayat (3) "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."

Ayat ini mewajibkan setiap warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Setiap orang berhak untuk membela negaranya dari ancaman dan gangguan dari pihak luar.

Pasal 27 UUD 1945 merupakan salah satu pasal yang paling penting dalam UUD 1945. Pasal
ini mengatur tentang hak dan kewajiban warga negara, yang merupakan prinsip dasar dari
negara demokrasi.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Hak Asasi Perempuan mengatur tentang
hak dan kewajiban perempuan di Indonesia. Undang-undang ini didasarkan pada nilai-nilai
filosofis, seperti nilai-nilai kesetaraan, nilai-nilai keadilan gender, dan nilai-nilai non-
diskriminasi.

 Pasal 3: Pasal ini mengatur tentang hak asasi perempuan, yang meliputi:

o hak atas hidup dan kehidupan


o hak atas kelangsungan hidup
o hak atas rasa aman dan perlindungan
o hak atas bebas dari segala bentuk kekerasan
o hak atas kesehatan
o hak atas pendidikan
o hak atas pekerjaan
o hak atas partisipatif dalam kehidupan sosial dan politik
o hak atas manfaat dan hasil pembangunan
o hak atas pengakuan dan penghormatan atas harkat dan martabat sebagai
manusia
 Pasal 4: Pasal ini mengatur tentang kewajiban perempuan, yang meliputi:

o kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia


o kewajiban untuk berdisiplin dan bertanggung jawab
o kewajiban untuk menjaga kehormatan diri dan keluarga
o kewajiban untuk berpartisipasi dalam pembangunan
 Pasal 5: Pasal ini mengatur tentang perlindungan hak asasi perempuan, yang meliputi:

o perlindungan dari segala bentuk diskriminasi


o perlindungan dari segala bentuk kekerasan
o perlindungan dari segala bentuk eksploitasi
o perlindungan dari segala bentuk perbudakan
o perlindungan dari segala bentuk penyiksaan
o perlindungan dari segala bentuk perlakuan yang merendahkan martabat

2. Sumber Hukum Formil

Sumber hukum formil undang-undang merupakan sumber hukum yang tertinggi dalam
sistem hukum Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 :

contoh pasal dalam undang-undang di Indonesia:

 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya."
 Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan."
 Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan
hukum."
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) adalah undang-undang
yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diundangkan oleh Presiden Joko
Widodo pada tanggal 30 Desember 2022. UU Cipta Kerja ini mencabut UU Cipta Kerja yang
telah disahkan pada tanggal 2 November 2020.

UU Cipta Kerja ini terdiri dari 18 bab dan 162 pasal. Berikut adalah beberapa pasal penting
dalam UU Cipta Kerja:

 Pasal 1
Pasal 1 UU Cipta Kerja menetapkan bahwa tujuan dari undang-undang ini adalah untuk:

* Meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha;


* Meningkatkan daya saing ekonomi;
* Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
* Meningkatkan lapangan kerja; dan
* Meningkatkan kelestarian lingkungan hidup.

 Pasal 2

Pasal 2 UU Cipta Kerja menetapkan bahwa ruang lingkup dari undang-undang ini meliputi:

* Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;


* Kemudahan berusaha;
* Dukungan riset dan inovasi;
* Pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
* Pengenaan sanksi.

 Pasal 3

Pasal 3 UU Cipta Kerja menetapkan bahwa UU Cipta Kerja ini berlaku untuk seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang ini mengatur


tentang jenis-jenis narkotika, produksi, peredaran, penyalahgunaan, dan rehabilitasi
narkotika. pasal penjelasan dalam UU Narkotika:

 Pasal 1 angka 12 UU Narkotika menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan


"penyalahgunaan narkotika" adalah penggunaan narkotika yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 1 angka 13 UU Narkotika menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "pecandu


narkotika" adalah orang yang menggunakan narkotika secara tidak wajar dan telah
ditetapkan sebagai pecandu oleh unit pelaksana teknis Badan Narkotika Nasional
(BNN).

 Pasal 1 angka 14 UU Narkotika menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "pengedar


narkotika" adalah orang yang melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116,
Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119.

Sumber Hukum Formil Kebiasaan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM),
tepatnya pada Pasal 18, mengatur tentang kewajiban negara dalam memberikan perlindungan,
pemajuan, dan penegakan hak asasi manusia. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) UU HAM menegaskan bahwa negara berkewajiban menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia dan HAM bagi setiap orang
tanpa diskriminasi. Hak asasi manusia dan HAM merupakan hak yang melekat pada setiap
orang sejak lahir dan tidak dapat dicabut oleh siapapun. Negara berkewajiban untuk
menjamin dan melindungi hak asasi manusia dan HAM dari segala bentuk pelanggaran.

Pasal 18 ayat (2) UU HAM menegaskan bahwa negara berkewajiban untuk menjamin rasa
aman dan tenteram bagi setiap orang untuk menegakkan hak asasi manusia. Negara
berkewajiban untuk menciptakan kondisi yang aman dan tenteram bagi setiap orang untuk
dapat menjalankan hak asasi manusia dan HAM-nya.

Pasal 18 ayat (3) UU HAM menegaskan bahwa negara berkewajiban untuk mengembangkan
dan melestarikan budaya bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
Negara berkewajiban untuk mengembangkan dan melestarikan budaya bangsa yang
menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan HAM, seperti nilai-nilai toleransi,
kesetaraan, dan keadilan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) mengatur adat istiadat
pada Pasal 18 dan Pasal 103.

Pasal 18 mengatur tentang hak asal usul dan adat istiadat Desa. Pasal tersebut berbunyi
sebagai berikut:

(1) Desa memiliki hak asal usul dan adat istiadat yang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Desa berhak mengembangkan, memelihara, dan melestarikan hak asal usul dan adat
istiadat Desa.

Pasal tersebut menegaskan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan adat istiadat yang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hak asal usul dan adat istiadat Desa tersebut meliputi sistem
pemerintahan, tatanan masyarakat, nilai-nilai, norma, dan kebiasaan yang hidup di Desa.

Pasal 103 mengatur tentang kewenangan Desa Adat dalam penyelenggaraan pemerintahan
Desa. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

(1) Desa Adat memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sesuai
dengan hak asal usul dan adat istiadat Desa yang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Kewenangan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

penyelenggaraan pemerintahan Desa sesuai dengan hak asal usul dan adat istiadat Desa.
Pasal tersebut menegaskan bahwa Desa Adat memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Desa sesuai dengan hak asal usul dan adat istiadat Desa. Kewenangan tersebut
meliputi penyelenggaraan pemerintahan Desa sesuai dengan hak asal usul dan adat istiadat
Desa.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
memberikan pengakuan khusus terhadap hukum adat dan hukum kebiasaan masyarakat
Papua dalam mengatur sejumlah hal di provinsi Papua. Pengakuan tersebut dilakukan dalam
rangka menghormati dan melindungi hak-hak dasar masyarakat Papua, termasuk hak untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan adat istiadat dan
budaya setempat.

beberapa contoh pengakuan khusus terhadap hukum adat dan hukum kebiasaan masyarakat
Papua dalam UU Otsus Papua:

 Pasal 43 UU Otsus Papua mengatur tentang pengakuan terhadap hak ulayat


masyarakat hukum adat di Papua.
 Pasal 50 UU Otsus Papua mengatur tentang kewenangan masyarakat hukum adat
untuk mengatur dan mengurus tanah adatnya.
 Pasal 51 UU Otsus Papua mengatur tentang kewenangan masyarakat hukum adat
untuk mendirikan dan mengelola lembaga adatnya.

Sumber Hukum Formil Traktat


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1971 tentang Pengesahan Traktat
tentang Non-Proliferasi Senjata Nuklir disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto
pada tanggal 16 Maret 1971. Undang-undang ini mengesahkan Traktat tentang Non-
Proliferasi Senjata Nuklir yang ditandatangani oleh Indonesia pada tanggal 1 Juli 1968.

pasal-pasal yang termuat dalam undang-undang tersebut:

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Traktat adalah Traktat tentang Non-Proliferasi Senjata Nuklir yang ditandatangani di


London, Moskwa, dan Washington pada tanggal 1 Juli 1968.
2. Negara dengan senjata nuklir adalah negara yang pada tanggal 1 Januari 1967
mempunyai senjata nuklir atau yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi
senjata nuklir.
3. Negara tanpa senjata nuklir adalah negara yang bukan negara dengan senjata nuklir.

Pasal 2
(1) Traktat ini telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden
Nomor 31 Tahun 1971. (2) Traktat ini mulai berlaku untuk Republik Indonesia sejak tanggal
ratifikasi.

Pasal 3

(1) Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan


Traktat ini. (2) Pemerintah Republik Indonesia dapat mengadakan perjanjian dengan negara-
negara lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Traktat ini.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan


Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut

Undang-Undang ini disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto pada tanggal 31
Desember 1985. Undang-undang ini mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang ditandatangani oleh Indonesia pada tanggal 10
Desember 1982.

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Traktat adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang


ditandatangani di Montego Bay, Jamaika, pada tanggal 10 Desember 1982.
2. Negara pantai adalah negara yang mempunyai pantai di laut.
3. Negara kepulauan adalah negara yang wilayahnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan.
4. Laut teritorial adalah wilayah laut yang berbatasan dengan pantai suatu negara pantai
dan berada di bawah kedaulatan negara pantai tersebut.
5. Zona ekonomi eksklusif adalah wilayah laut yang terletak di luar laut teritorial suatu
negara pantai dan berada di bawah kedaulatan negara pantai tersebut untuk tujuan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, konservasi dan pengelolaan sumber
daya alam hidup, serta pengaturan kegiatan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan
wilayah tersebut.
6. Landas kontinen adalah wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di
luar laut teritorial suatu negara pantai dan berbatasan dengan landas kontinen suatu
negara lain.

Pasal 2

(1) Traktat ini telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden
Nomor 31 Tahun 1985. (2) Traktat ini mulai berlaku untuk Republik Indonesia sejak tanggal
ratifikasi.
Pasal 3

Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan


Traktat ini.

Pasal 4

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1971. Traktat ini mengatur tentang garis batas laut
teritorial antara Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka.

 Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Traktat adalah Traktat antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang Penetapan
Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka yang ditandatangani di
Kuala Lumpur pada tanggal 17 Maret 1970.
2. Laut teritorial adalah wilayah laut yang berbatasan dengan pantai suatu negara pantai
dan berada di bawah kedaulatan negara pantai tersebut.
3. Garis batas laut teritorial adalah garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari laut
teritorial suatu negara pantai.

 Pasal 2

(1) Traktat ini telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden
Nomor 31 Tahun 1971. (2) Traktat ini mulai berlaku untuk Republik Indonesia sejak tanggal
ratifikasi.

 Pasal 3

Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan


Traktat ini.

Sumber Hukum Formil Yurisprudensi

 Pasal 16 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


o Pasal 16 ayat (1): Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
o Pasal 16 ayat (2): Putusan pengadilan harus didasarkan pada asas keadilan,
kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
 Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
o Pasal 18 ayat (1): Mahkamah Agung wajib menetapkan suatu putusan yang
menjadi pedoman bagi pengadilan dalam memutuskan perkara yang serupa.
o Pasal 18 ayat (2): Putusan yang menjadi pedoman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat diubah oleh Mahkamah Agung sendiri.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 379K/Pdt.Sus-PK/2015 Putusan ini terkait dengan
gugatan pembatalan perjanjian kredit antara penggugat dan tergugat.

Berikut adalah isi pasal-pasal yang terkait dengan putusan ini:

 Pasal 1331 KUHPerdata


Suatu perjanjian tidak sah, jika dibuat oleh orang yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian, atau jika dibuat oleh orang yang telah ditaruh di bawah pengampuan, kecuali jika
pengampuan itu hanya mengenai barang-barang tertentu.

 Pasal 1339 KUHPerdata


Perjanjian yang batal demi hukum tidak mempunyai akibat apa pun.

 Pasal 1340 KUHPerdata


Perjanjian yang batal demi hukum dapat dinyatakan sah oleh hakim, jika para pihak
menghendakinya, dan jika hal itu tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

Sumber Hukum Formil Doktrin

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur prinsip-


prinsip dasar hukum perusahaan, yang juga mencerminkan doktrin-doktrin dalam hukum
perusahaan di Indonesia.

 Pasal 3

Pasal ini mengatur bahwa perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-
undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

 Pasal 4

Pasal ini mengatur bahwa tujuan perseroan adalah untuk memajukan kesejahteraan umum,
yang dicapai melalui kegiatan usaha yang bersifat teratur dan berkesinambungan.

 Pasal 5

Pasal ini mengatur bahwa perseroan dapat melakukan kegiatan usaha di bidang apa saja,
kecuali bidang yang dilarang oleh undang-undang.
 Pasal 6

Pasal ini mengatur bahwa perseroan harus mempunyai nama dan alamat yang jelas.

 Pasal 7

Pasal ini mengatur bahwa perseroan harus mempunyai modal dasar yang telah disetor penuh.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP)

Pasal 106 KUHP mengatur bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas
perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang bertindak mewakilinya. Pasal ini
menyatakan bahwa:

"Korporasi dapat dipidana jika perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dilakukan oleh
orang-orang yang bertindak mewakilinya, dalam hal tindak pidana tersebut dilakukan oleh
orang-orang tersebut dalam menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaannya."

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana (KUHP) mengatur tentang pengertian tindak pidana. Pasal ini menyatakan
bahwa:

Tindak pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana.

Pasal ini memiliki dua unsur, yaitu:

 Unsur perbuatan, yaitu tindakan atau tidak bertindak yang dilakukan oleh seseorang.
 Unsur ancaman pidana, yaitu ancaman hukuman yang diberikan kepada orang yang
melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) berbunyi sebagai berikut:

 Perbuatan yang diancam dengan pidana hanya dapat dipidana jika dilakukan dengan
kesengajaan atau kealpaan.
 Pasal ini mengatur bahwa tindak pidana hanya dapat dipidana jika dilakukan dengan
kesengajaan atau kealpaan. Kesengajaan adalah keadaan batin yang menghendaki
perbuatan dan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Kealpaan adalah keadaan batin
yang lalai atau kurang memperhatikan apa yang seharusnya dilakukan

Pasal 1966 KUHPerdata mengatur tentang ganti rugi yang dapat dituntut oleh pemilik tanah
yang dirusak atau diganggu oleh orang lain. Pasal ini berbunyi sebagai berikut:

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merusakkan atau mengganggu hak milik
orang lain, diwajibkan mengganti kerugian yang diderita oleh pemiliknya.
Pasal ini didasarkan pada doktrin "trespass to land", yang menyatakan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak memasuki atau merusak tanah orang lain dapat dituntut
ganti rugi
TUGAS 2
CONTOH IMPLEMENTASI ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK

MATA KULIAH : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


NAMA : MUHAMMAD ADITYA SAPUTRA
NIM : E1B021077
KELAS : 5.C

1. ASAS KEPASTIAN HUKUM


Salah satu contoh nyata implementasi asas kepastian hukum adalah kasus yang melibatkan
Youtuber Ferdian Paleka. Pada tanggal 7 Mei 2020, Ferdian Paleka membuat video prank
dengan memberikan kardus berisi sampah kepada sejumlah orang tunawisma di Bandung.
Video tersebut viral dan menuai kecaman dari masyarakat.
Pada tanggal 9 Mei 2020, Ferdian Paleka ditangkap oleh pihak kepolisian. Ia kemudian
ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa dengan Pasal 335 KUHP tentang penghinaan dan
Pasal 284 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Pada tanggal 20 Mei 2020, Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman 6 bulan
penjara kepada Ferdian Paleka. Hukuman tersebut telah memenuhi asas kepastian hukum,
karena Ferdian Paleka telah dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan bahwa asas kepastian hukum di Indonesia telah
diterapkan dengan baik. Hal ini terlihat dari kecepatan proses hukum yang dilakukan oleh
pihak kepolisian dan pengadilan.
Berikut adalah pasal-pasal yang mengatur kasus Ferdian Paleka:
Pasal 335 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menghina orang lain di muka umum yang
mengakibatkan orang lain itu direndahkan martabatnya, dihina atau dipermalukan, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Pasal 284 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam
karena pencemaran nama baik dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling banyak Rp 500.000.
2. ASAS TERTIB PENYELENGGARAAN NEGARA
Contoh nyata kasus implementasi asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Salah satu contoh nyata kasus implementasi asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah
kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Malang. Pada tahun 2023, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pengadaan
barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Malang. Indikasi penyimpangan tersebut antara
lain:
 Pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan
 Pengadaan barang dan jasa yang tidak melalui proses lelang
 Pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pihak yang tidak berkompeten
Tindakan penyelesaian dari kasus tersebut adalah sebagai berikut:
 Bupati Malang menonaktifkan pejabat yang diduga terlibat dalam penyimpangan
tersebut
 BPK melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan adanya kerugian negara
 Kejaksaan Negeri Malang melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut

Pasal yang mengatur kasus tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme. Pasal tersebut menyatakan bahwa penyelenggara negara dilarang melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Penjelasan
Dalam kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Malang, terdapat indikasi
penyimpangan dalam hal kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan,
tidak melalui proses lelang, dan dilakukan oleh pihak yang tidak berkompeten.
Atas dasar indikasi penyimpangan tersebut, Bupati Malang menonaktifkan pejabat yang
diduga terlibat dalam penyimpangan tersebut. Hal ini merupakan langkah yang tepat untuk
menjaga ketertiban dan kelancaran penyelenggaraan negara.
BPK juga melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan adanya kerugian negara. Hal
ini penting untuk dilakukan agar kasus tersebut dapat diselesaikan secara tuntas dan
memberikan efek jera bagi para pelaku.
Kejaksaan Negeri Malang juga melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Hal ini
merupakan langkah yang tepat untuk memastikan adanya pelanggaran hukum. Jika terbukti
ada pelanggaran hukum, maka para pelaku dapat diproses secara hukum.
Kesimpulan
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara merupakan salah satu asas yang penting dalam
penyelenggaraan negara. Asas ini menjamin agar penyelenggaraan negara berjalan secara
tertib, teratur, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kasus pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Malang merupakan salah satu
contoh nyata implementasi asas Tertib Penyelenggaraan Negara. Dalam kasus tersebut,
tindakan yang diambil oleh Bupati Malang, BPK, dan Kejaksaan Negeri Malang merupakan
langkah yang tepat untuk menjaga ketertiban dan kelancaran penyelenggaraan negara.
3. ASAS KEPENTINGAN UMUM
Kasus: Pemerintah Kabupaten Bogor mencabut izin pembangunan proyek pertambangan batu
bara di Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, pada tanggal 20 Juli 2023. Izin tersebut
dicabut karena pembangunan proyek tersebut menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,
seperti pencemaran air dan udara, dan kerusakan hutan.
Tindakan penyelesaian: Pemerintah Kabupaten Bogor mencabut izin pembangunan proyek
pertambangan batu bara tersebut berdasarkan Asas kepentingan umum. Asas ini menghendaki
agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya mengutamakan kepentingan umum, termasuk
kepentingan lingkungan.
Pasal yang mengatur kasus tersebut: Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Pasal ini menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban
untuk melindungi lingkungan hidup.
Penjelasan:
Kasus ini merupakan contoh nyata implementasi Asas kepentingan umum oleh pemerintah.
Pemerintah Kabupaten Bogor mencabut izin pembangunan proyek pertambangan batu bara
tersebut karena proyek tersebut menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah mengutamakan kepentingan umum, termasuk kepentingan
lingkungan.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk
melindungi lingkungan hidup. Pemerintah harus memastikan bahwa pembangunan yang
dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Kesimpulan:
Asas kepentingan umum merupakan asas penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Asas
ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya mengutamakan kepentingan
umum, termasuk kepentingan lingkungan. Implementasi Asas kepentingan umum oleh
pemerintah dapat melindungi kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup.
4. ASAS KETERBUKAAN
Kasus UU IKN
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) merupakan salah
satu contoh kasus implementasi Asas Keterbukaan. UU ini telah disahkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 18 Januari 2022. Namun, proses pembentukan UU
ini menuai banyak kritik dari masyarakat, salah satunya karena dianggap tidak transparan.
Kritik tersebut muncul karena DPR RI tidak memberikan akses informasi yang memadai
kepada masyarakat, baik dalam proses penyusunan maupun pembahasan RUU IKN. Hal ini
menyebabkan masyarakat tidak dapat memberikan masukan secara maksimal terhadap RUU
tersebut.
Untuk mengatasi kritik tersebut, DPR RI akhirnya membuka akses informasi kepada
masyarakat terkait UU IKN. Hal ini dilakukan melalui berbagai cara, seperti membuka situs
web khusus untuk UU IKN, mengadakan diskusi publik, dan menggelar rapat dengar
pendapat umum.
Tindakan Penyelesaian
Tindakan penyelesaian kasus ini dilakukan oleh DPR RI dengan membuka akses informasi
kepada masyarakat terkait UU IKN. Tindakan ini merupakan upaya untuk memenuhi asas
keterbukaan dalam penyelenggaraan negara.
Pasal yang Mengatur
Pasal yang mengatur kasus ini adalah Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pasal tersebut menyebutkan
bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik, kecuali informasi yang
dikecualikan berdasarkan Undang-Undang.
Kesimpulan
Kasus UU IKN merupakan salah satu contoh implementasi Asas Keterbukaan dalam
penyelenggaraan negara. Tindakan penyelesaian kasus ini dilakukan oleh DPR RI dengan
membuka akses informasi kepada masyarakat terkait UU IKN. Tindakan ini merupakan
upaya untuk memenuhi asas keterbukaan dalam penyelenggaraan negara.
5. ASAS PROPORSIONALITAS
Kasus: Pada tanggal 20 Juli 2023, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan
Gubernur Nomor 45 Tahun 2023 tentang Pengenaan Pajak Daerah Restoran dan Pajak
Daerah Hiburan. Peraturan ini mengatur pengenaan pajak sebesar 10% dari omzet untuk
restoran dan 20% dari omzet untuk hiburan.
Tindakan Penyelesaian: Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2023 tersebut kemudian
digugat oleh Asosiasi Pengusaha Restoran dan Hiburan DKI Jakarta ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut dikabulkan oleh PTUN Jakarta pada tanggal
2 Agustus 2023.
Pasal yang Mengatur:
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
mengatur bahwa setiap orang berhak atas jaminan kepastian hukum, perlindungan, dan
kepastian hukum.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang mengatur bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang berlawanan dengan tugas,
fungsi, atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Penjelasan:
PTUN Jakarta mengabulkan gugatan tersebut dengan pertimbangan bahwa Peraturan
Gubernur Nomor 45 Tahun 2023 tersebut tidak memenuhi asas proporsionalitas. Asas
proporsionalitas mengharuskan suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah harus seimbang
antara tujuannya dengan dampak yang ditimbulkannya. Dalam hal ini, PTUN Jakarta menilai
bahwa pengenaan pajak sebesar 10% untuk restoran dan 20% untuk hiburan adalah terlalu
tinggi dan akan berdampak negatif bagi perekonomian Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Namun, PTTUN Jakarta menolak permohonan banding
tersebut dan menguatkan putusan PTUN Jakarta.
Dengan demikian, Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2023 tersebut dinyatakan tidak sah
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
6. ASAS PROFESIONALITAS
Salah satu contoh nyata yang pernah terjadi kasus implementasi asas profesionalitas adalah
kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum pegawai negeri sipil (PNS). Kasus ini terjadi
pada tahun 2018, di mana seorang PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, Jawa Barat,
diduga melakukan pungli terhadap orang tua siswa untuk mendapatkan nomor urut
pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Dalam kasus ini, oknum PNS tersebut telah melanggar asas profesionalitas, karena tidak
menjalankan tugasnya secara profesional dan berintegritas. Ia menggunakan wewenangnya
untuk mendapatkan keuntungan pribadi, yaitu uang dari orang tua siswa.
Tindakan penyelesaian dari kasus ini adalah oknum PNS tersebut diberhentikan dari
jabatannya sebagai PNS. Selain itu, ia juga dituntut secara pidana dan dijatuhi hukuman
penjara selama 2 tahun.
Pasal yang mengatur kasus ini adalah Pasal 328 KUHP, yaitu:

Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memaksa orang lain untuk
memberikan barang sesuatu, dengan ancaman kekerasan atau dengan memakai kekerasan,
diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Kasus ini menunjukkan bahwa asas profesionalitas merupakan hal yang penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Aparatur pemerintah harus menjalankan tugasnya secara
profesional dan berintegritas, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
7. ASAS AKUNTABILITAS
Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan mantan Direktur
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Mataram Awan
Dramawan dan mantan Kepala Jurusan (Kajur) Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram
Zainal Fikri sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan korupsi pengadaan alat
laboratorium pada 2016.
Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto mengatakan kedua tersangka diduga menyalahgunakan
wewenang dan jabatan saat pengadaan alat laboratorium penunjang belajar mengajar
(APBM) di Poltekkes Kemenkes Mataram. "Keduanya terbukti melakukan tindak pidana
korupsi pada pengadaan APBM yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) APBN Poltekkes Kemenkes Mataram tahun anggaran 2016 senilai Rp 22,2
miliar.kerugian negara akibat korupsi ini di taksir senilai 3,2 Milliar lebih.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya tindak korupsi dalam
pengadaan alat kesehatan dan jasa konsultan di Poltekkes Mataram. Laporan tersebut
kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri Mataram.
Setelah melakukan penyelidikan, Kejaksaan Negeri Mataram menetapkan Awan Dramawan
dan Zainal Fikri , sebagai tersangka kemudian ditahan oleh Kejaksaan Negeri Mataram.
Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Mataram. Dalam persidangan Awan
Dramawan dan Zainal Fikri , , dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsikedua
tersangka tersebut., kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun dan denda sebesar
Rp500 juta.
Tindakan penyelesaian dari kasus ini menunjukkan bahwa asas akuntabilitas telah diterapkan.
Asas akuntabilitas menuntut setiap pejabat publik untuk bertanggung jawab atas tindakannya.
Dalam kasus ini Awan Dramawan dan Zainal Fikri , telah dijatuhi hukuman sesuai dengan
perbuatannya.
Pasal yang mengatur kasus ini adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 mengatur tentang tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Pasal 3 mengatur tentang tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh orang lain.
Berikut adalah penjelasan terkait implementasi asas akuntabilitas dalam kasus korupsi
Poltekkes Mataram Tahun 2016:
Asas akuntabilitas menuntut setiap pejabat publik untuk bertanggung jawab atas tindakannya.
Dalam kasus ini, Awan Dramawan dan Zainal Fikri, telah dijatuhi hukuman sesuai dengan
perbuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa Awan Dramawan dan Zainal Fikri telah
bertanggung jawab atas tindakannya.
Asas akuntabilitas juga menuntut adanya transparansi dan keterbukaan dalam pengelolaan
keuangan negara. Dalam kasus ini, Kejaksaan Negeri Mataram telah melakukan penyelidikan
dan penyidikan secara transparan dan terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa Kejaksaan Negeri
Mataram telah menerapkan asas akuntabilitas.
Kasus korupsi Poltekkes Mataram Tahun 2016 merupakan salah satu contoh kasus korupsi
yang berhasil diungkap dan diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Kasus ini juga
menunjukkan bahwa asas akuntabilitas telah diterapkan dalam penyelesaian kasus korupsi.
TUGAS 3
CONTOH SENGKETA YANG MASUK KE PTUN

MATA KULIAH : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


NAMA : MUHAMMAD ADITYA SAPUTRA
NIM : E1B021077
KELAS : 5.C

1. SENGKETA PERTANAHAN
Salah satu kasus sengketa pertanahan di PTUN adalah Putusan PTUN Jakarta Nomor
469/G/2022/PTUN.JKT. Kasus ini bermula dari gugatan yang dilayangkan oleh Indrawati
Surjadi, Tjandrawati Surjadi, Dianawati Surjadi, Dr. Herman Mulijadi, Purnawati Suryadi,
Samuel Yesyurun, Susanto Suryadi, dan Suginto selaku Penggugat terhadap Kepala Kantor
Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat selaku Tergugat.
Dalam gugatannya, Penggugat menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan tindakan
sewenang-wenang dalam menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 14433/Kelurahan
Menteng, Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta Pusat atas nama Deepak Rupo
Chugani. Penggugat mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan milik mereka, berdasarkan
Surat Keterangan Hak Milik (SKHMT) Nomor 6/Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng,
Kota Administrasi Jakarta Pusat yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Jakarta Pusat pada
tahun 1975.
Tergugat dalam jawabannya menyatakan bahwa SHM Nomor 14433/Kelurahan Menteng,
Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta Pusat diterbitkan secara sah dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tergugat juga menyatakan bahwa
SKHMT Nomor 6/Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta
Pusat telah dicabut oleh Pemerintah Kota Jakarta Pusat pada tahun 1981.
Pada tanggal 20 Juli 2022, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan untuk mengabulkan
sebagian gugatan Penggugat. Majelis Hakim menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan
tindakan sewenang-wenang dalam menerbitkan SHM Nomor 14433/Kelurahan Menteng,
Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta Pusat. Majelis Hakim memerintahkan
Tergugat untuk mencabut SHM Nomor 14433/Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng,
Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Tergugat kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Pada tanggal 12 Oktober 2022, PTTUN Jakarta
memutuskan untuk menguatkan putusan PTUN Jakarta. PTTUN Jakarta menyatakan bahwa
Tergugat telah terbukti melakukan tindakan sewenang-wenang dalam menerbitkan SHM
Nomor 14433/Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta Pusat.
PTTUN Jakarta memerintahkan Tergugat untuk melaksanakan putusan PTUN Jakarta.
Tergugat kemudian mengajukan kasasi atas putusan PTTUN Jakarta ke Mahkamah Agung
(MA). Pada tanggal 19 Januari 2023, MA menolak permohonan kasasi Tergugat. MA
menyatakan bahwa putusan PTTUN Jakarta telah tepat dan sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan putusan PTUN Jakarta, PTTUN Jakarta, dan MA, maka SHM Nomor
14433/Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta Pusat dinyatakan
batal demi hukum. Tanah tersebut kembali menjadi milik Penggugat.
Berikut adalah ringkasan proses dan hasil dari kasus sengketa pertanahan di PTUN Jakarta
tersebut:
Proses:
 Penggugat menggugat Tergugat ke PTUN Jakarta pada tanggal 20 Mei 2022.
 Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan
Penggugat pada tanggal 20 Juli 2022.
 Tergugat mengajukan banding atas putusan tersebut ke PTTUN Jakarta pada tanggal 2
Agustus 2022.
 PTTUN Jakarta menguatkan putusan PTUN Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2022.
 Tergugat mengajukan kasasi atas putusan PTTUN Jakarta ke MA pada tanggal 20
Oktober 2022.
 MA menolak permohonan kasasi Tergugat pada tanggal 19 Januari 2023.
Hasil:
 SHM Nomor 14433/Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Kota Administrasi
Jakarta Pusat dinyatakan batal demi hukum.
 Tanah tersebut kembali menjadi milik Penggugat.
 Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng untuk
membayar biaya perkara sejumlah Rp. 2.655.000,00 (dua juta enam ratus lima puluh
lima ribu rupiah);
Kasus ini merupakan salah satu contoh kasus sengketa pertanahan yang melibatkan SHM.
Dalam kasus ini, Penggugat berhasil memenangkan gugatan mereka karena Tergugat terbukti
telah melakukan tindakan sewenang-wenang dalam menerbitkan SHM.

2. SENGKETA PERIZINAN
Salah satu kasus sengketa perizinan di PTUN yang paling terkenal adalah kasus sengketa
reklamasi Pulau G di Jakarta. Kasus ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh sejumlah
aktivis lingkungan dan masyarakat sekitar Pulau G terhadap Gubernur DKI Jakarta atas Surat
Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan
Reklamasi Pulau G kepada PT. Muara Wisesa Samudra.
Dalam gugatannya, para penggugat mendalilkan bahwa Surat Keputusan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2030.
Pada tanggal 5 November 2015, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan
para penggugat. Dalam putusannya, PTUN menyatakan bahwa Surat Keputusan Gubernur
Nomor 2238 Tahun 2014 batal dan tidak sah. Putusan ini kemudian diperkuat oleh
Mahkamah Agung pada tanggal 14 Februari 2017.
Kasus sengketa reklamasi Pulau G ini menjadi salah satu kasus sengketa perizinan yang
paling kontroversial di Indonesia. Kasus ini juga menjadi preseden penting dalam penegakan
hukum lingkungan di Indonesia.
Berikut adalah proses dan hasil dari kasus sengketa reklamasi Pulau G di PTUN:
Proses
 19 Agustus 2015: Gugatan diajukan oleh sejumlah aktivis lingkungan dan masyarakat
sekitar Pulau G terhadap Gubernur DKI Jakarta atas Surat Keputusan Gubernur
Nomor 2238 Tahun 2014.
 24 Oktober 2015: PTUN Jakarta menggelar sidang perdana.
 5 November 2015: PTUN Jakarta mengabulkan gugatan para penggugat.
 20 November 2015: Gubernur DKI Jakarta mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta.
 22 Desember 2015: PTTUN Jakarta menolak permohonan banding Gubernur DKI
Jakarta.
 14 Februari 2017: Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Gubernur
DKI Jakarta.
Hasil
 Surat Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 dinyatakan batal dan tidak sah.
 PT. Muara Wisesa Samudra tidak memiliki izin untuk melakukan reklamasi Pulau G.
Kasus sengketa reklamasi Pulau G ini menjadi salah satu kasus sengketa perizinan yang
paling kontroversial di Indonesia. Kasus ini juga menjadi preseden penting dalam penegakan
hukum lingkungan di Indonesia.

3. SENGKETA KEPEGAWAIAN
Dalam perkara PTUN Surabaya Nomor 139/G/2022/PTUN.SBY, penggugat, Mawardi, SH,
adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Probolinggo. Penggugat menggugat Bupati Probolinggo selaku tergugat, atas diterbitkannya
Surat Keputusan Bupati Probolinggo Nomor 821.4/28/452/2022 tanggal 10 Mei 2022 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Dalam surat keputusan tersebut, tergugat memberhentikan penggugat dari jabatannya sebagai
Kepala Seksi Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten Probolinggo. Penggugat menilai bahwa pemberhentian tersebut tidak sah dan
melanggar hukum.
Proses persidangan perkara ini dimulai pada tanggal 22 September 2022. Pada persidangan
pertama, penggugat menyampaikan dalil-dalilnya, antara lain bahwa pemberhentiannya tidak
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penggugat juga menyampaikan bahwa ia tidak pernah
melakukan pelanggaran disiplin yang dapat menjadi dasar pemberhentiannya.
Tergugat, dalam persidangan, menyampaikan bahwa pemberhentian penggugat didasarkan
pada hasil pemeriksaan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(BKPSDM) Kabupaten Probolinggo. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, penggugat
telah melakukan pelanggaran disiplin berupa penyalahgunaan wewenang.
Pada tanggal 7 Maret 2023, Majelis Hakim PTUN Surabaya memutuskan untuk menolak
gugatan penggugat. Majelis hakim menilai bahwa pemberhentian penggugat telah sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Majelis hakim juga menilai bahwa penggugat telah terbukti
melakukan pelanggaran disiplin berupa penyalahgunaan wewenang.
Berikut adalah pertimbangan majelis hakim dalam menolak gugatan penggugat:
 Pemberhentian penggugat didasarkan pada hasil pemeriksaan BKPSDM Kabupaten
Probolinggo. Hasil pemeriksaan tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 15 ayat (1)
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
 Penggugat telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin berupa penyalahgunaan
wewenang. Hal ini terbukti dari adanya bukti surat perintah tugas yang dikeluarkan
oleh penggugat kepada bawahannya untuk melakukan pekerjaan yang bukan
merupakan tugasnya.
Dengan demikian, gugatan penggugat ditolak oleh Majelis Hakim PTUN Surabaya.
Penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp550.000,-.

4. SENGKETA KEPUTUSAN BUMN


Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1277 PK/Pdt/2022, PT Perkebunan Nusantara II
(Persero) Tanjung Morawa Medan (PLN II) mengajukan gugatan kepada Suprapto dan
Pemerintah Republik Indonesia c.q. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dkk atas pembatalan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 tentang
Pengangkatan Suprapto sebagai Direktur Utama PLN II.
Pada tanggal 13 Juli 2022, PLN II mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) Medan. Gugatan tersebut dikabulkan oleh PTUN Medan pada tanggal 20 September
2022. Putusan PTUN Medan menyatakan Keputusan Menteri BUMN Nomor
SK-135/MBU/2022 batal demi hukum.
Pemerintah selaku tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTTUN) Medan. PTTUN Medan mengabulkan banding Pemerintah pada tanggal 21
Oktober 2022. Putusan PTTUN Medan menyatakan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-
135/MBU/2022 tidak batal demi hukum.
PLN II selaku penggugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung
mengabulkan kasasi PLN II pada tanggal 30 Desember 2022. Mahkamah Agung menyatakan
Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 batal demi hukum.
Berikut adalah penjelasan mengenai kasus tersebut beserta proses dan hasil gugatan:
Kasus
Suprapto adalah seorang karyawan PLN II. Pada tanggal 13 Juli 2022, Suprapto diangkat
sebagai Direktur Utama PLN II oleh Menteri BUMN. PLN II merasa bahwa pengangkatan
Suprapto sebagai Direktur Utama tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu
Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/2015 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian, dan Pengalihan Tugas Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.
Berdasarkan peraturan tersebut, calon Direktur Utama PLN II harus memiliki pengalaman
kerja minimal 10 tahun di bidang perkebunan kelapa sawit. Suprapto hanya memiliki
pengalaman kerja 5 tahun di bidang perkebunan kelapa sawit.
Proses
PLN II mengajukan gugatan ke PTUN Medan pada tanggal 13 Juli 2022. Dalam gugatannya,
PLN II meminta agar Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 dibatalkan.
PTUN Medan mengabulkan gugatan PLN II pada tanggal 20 September 2022. Putusan
PTUN Medan menyatakan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 batal
demi hukum.
Pemerintah selaku tergugat mengajukan banding ke PTTUN Medan. PTTUN Medan
mengabulkan banding Pemerintah pada tanggal 21 Oktober 2022. Putusan PTTUN Medan
menyatakan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 tidak batal demi hukum.
PLN II selaku penggugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung
mengabulkan kasasi PLN II pada tanggal 30 Desember 2022. Mahkamah Agung menyatakan
Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 batal demi hukum.
Hasil Gugatan
Pada akhirnya, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan PLN II dan menyatakan Keputusan
Menteri BUMN Nomor SK-135/MBU/2022 batal demi hukum. Dengan demikian, Suprapto
tidak lagi menjabat sebagai Direktur Utama PLN II.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa Keputusan Menteri BUMN Nomor
SK-135/MBU/2022 bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor
PER-09/MBU/2015. Suprapto tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai Direktur Utama
PLN II karena tidak memiliki pengalaman kerja minimal 10 tahun di bidang perkebunan
kelapa sawit.
Putusan Mahkamah Agung ini merupakan preseden penting dalam kasus sengketa BUMN di
PTUN. Putusan ini menegaskan bahwa pemerintah harus mematuhi ketentuan yang berlaku
dalam mengangkat anggota direksi BUMN.
5.SENGKETA KEPUTUSAN BUMD
Kasus PTUN Penyelewengan Kekuasaan Dirut PDAM Surat Keputusan No.
91/G/2022/PTUN.MKS Terkait BUMD adalah kasus gugatan yang diajukan oleh Muhammad
Saputra Al-Aqsa S.H., seorang karyawan Perumda Air Minum Kota Makassar, terhadap Dirut
Perumda Air Minum Kota Makassar, Dr. Hamzah Ahmad, S.E., MSA.Ak., CA.
Dalam gugatannya, Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. mendalilkan bahwa Dirut PDAM Kota
Makassar telah melakukan penyelewengan kekuasaan dengan menonaktifkannya sebagai
karyawan Perumda Air Minum Kota Makassar. Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. menilai
bahwa penonaktifannya tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Proses persidangan kasus ini dimulai pada tanggal 20 Juli 2022 dan berakhir pada tanggal 20
Agustus 2022. Dalam persidangan, Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. menghadirkan
beberapa saksi, termasuk mantan Dirut PDAM Kota Makassar.
Pada tanggal 20 Agustus 2022, Majelis Hakim PTUN Makassar memutuskan bahwa Surat
Keputusan Direksi Perumda Air Minum Kota Makassar Nomor 303/DIR/2022 tentang
Pemberhentian Sementara Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. dinyatakan batal demi hukum.
Majelis Hakim juga memerintahkan Dirut Perumda Air Minum Kota Makassar untuk
mencabut Surat Keputusan tersebut.
Putusan Majelis Hakim PTUN Makassar tersebut disambut baik oleh Muhammad Saputra Al-
Aqsa S.H. dan kuasa hukumnya. Mereka menilai bahwa putusan tersebut merupakan
kemenangan bagi Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. dan juga bagi masyarakat Kota
Makassar yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMD.
Berikut adalah kronologi kasus PTUN Penyelewengan Kekuasaan Dirut PDAM Surat
Keputusan No. 91/G/2022/PTUN.MKS Terkait BUMD:
 20 Juli 2022: Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. mendaftarkan gugatan ke PTUN
Makassar.
 27 Juli 2022: PTUN Makassar menetapkan Majelis Hakim yang akan menangani
perkara tersebut.
 2 Agustus 2022: Majelis Hakim PTUN Makassar menjadwalkan sidang perdana.
 20 Agustus 2022: Majelis Hakim PTUN Makassar membacakan putusan.
Berikut adalah pertimbangan Majelis Hakim PTUN Makassar dalam memutuskan perkara
tersebut:
 Surat Keputusan Direksi Perumda Air Minum Kota Makassar Nomor 303/DIR/2022
tentang Pemberhentian Sementara Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. diterbitkan
tanpa melalui prosedur yang berlaku.
 Surat Keputusan tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan
Daerah Kota Makassar Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perusahaan Daerah Air Minum
Kota Makassar.
 Surat Keputusan tersebut menimbulkan kerugian bagi Muhammad Saputra Al-Aqsa
S.H.
Hasil perkara :
 Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk Seluruhnya;
 Menyatakan Batal Surat Keputusan Penjabat Direksi Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Kota Makassar Nomor: 152/B.3a/Iv/2022 Tentang Pemberhentian Tenaga
Kontrak Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Makassar Tahun 2022, Penjabat
Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Makassar Tanggal 27
April 2022;
 Mewajibkan Tergugat Untuk Mencabut Surat Keputusan Penjabat Direksi Perusahaan
Umum Daerah Air Minum Kota Makassar Nomor: 152/B.3a/Iv/2022 Tentang
Pemberhentian Tenaga Kontrak Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota
Makassar Tahun 2022, Tanggal 27 April 2022 Penjabat Direktur Utama Perusahaan
Umum Daerah Air Minum Kota Makassar Tanggal 27 April 2022;
 Mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi Penggugat kembali kepada posisinya
semula sebagai Calon Pegawai Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Makassar
dengan diberikan haknya sebesar 80% seperti isi surat Keputusan Direksi Perusahaan
Umum Daerah Air Minum Kota Makassar, Nomor : 235/B.3a/Xi/2021 Tentang
Pengangkatan Honorer Menjadi Calon Pegawai (80%) Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Kota Makassar tanggal 08 November 2021 dan lampirannya;
 Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang muncul dalam perkara Nomor:
90/G/2022/PTUN.MKS. sebesar Rp. 259.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Sembilan
Ribu Rupiah);
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim PTUN Makassar memutuskan bahwa
Surat Keputusan Direksi Perumda Air Minum Kota Makassar Nomor 303/DIR/2022 tentang
Pemberhentian Sementara Muhammad Saputra Al-Aqsa S.H. dinyatakan batal demi hukum.

6. SENGKETA PEMBERHENTIAN KEPALA DESA


Dalam Putusan PTUN Pekanbaru Nomor 51/G/2012/PTUN-Pbr, Trisno Lamin mengajukan
gugatan kepada Bupati Kampar atas pemberhentiannya sebagai Kepala Desa Pantai Raja
Kecamatan Perhentian Raja.
Pada tanggal 21 September 2012, Bupati Kampar menerbitkan Surat Keputusan Nomor
141/PEMDES/267 tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan
Pejabat Kepala Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja. Surat Keputusan tersebut
memberhentikan Trisno Lamin sebagai Kepala Desa Pantai Raja dan mengangkat Dedi
Wahyudi sebagai Pejabat Kepala Desa Pantai Raja.
Trisno Lamin merasa bahwa pemberhentiannya tersebut tidak sah karena melanggar
ketentuan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa jo.
Pasal 29 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Kampar Nomor 4 Tahun 2007. Menurut Trisno
Lamin, pemberhentiannya tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme yang benar, yaitu
melalui rapat BPD dan musyawarah desa.
Pada tanggal 19 Desember 2012, Trisno Lamin mengajukan gugatan ke PTUN Pekanbaru.
Dalam gugatannya, Trisno Lamin meminta agar Surat Keputusan Nomor 141/PEMDES/267
tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa
Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja dibatalkan.
PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Trisno Lamin pada tanggal 16 April 2013. Putusan
PTUN Pekanbaru menyatakan bahwa Surat Keputusan Nomor 141/PEMDES/267 tentang
Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa Pantai Raja
Kecamatan Perhentian Raja batal demi hukum.
Berikut adalah penjelasan mengenai kasus tersebut beserta proses dan hasil gugatan:
Kasus
Trisno Lamin adalah Kepala Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja. Pada tanggal 21
September 2012, Bupati Kampar menerbitkan Surat Keputusan Nomor 141/PEMDES/267
tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa
Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja. Surat Keputusan tersebut memberhentikan Trisno
Lamin sebagai Kepala Desa Pantai Raja dan mengangkat Dedi Wahyudi sebagai Pejabat
Kepala Desa Pantai Raja.
Trisno Lamin merasa bahwa pemberhentiannya tersebut tidak sah karena melanggar
ketentuan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa jo.
Pasal 29 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Kampar Nomor 4 Tahun 2007. Menurut Trisno
Lamin, pemberhentiannya tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme yang benar, yaitu
melalui rapat BPD dan musyawarah desa.
Proses
Trisno Lamin mengajukan gugatan ke PTUN Pekanbaru pada tanggal 19 Desember 2012.
Dalam gugatannya, Trisno Lamin meminta agar Surat Keputusan Nomor 141/PEMDES/267
tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa
Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja dibatalkan.
PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Trisno Lamin pada tanggal 16 April 2013. Putusan
PTUN Pekanbaru menyatakan bahwa Surat Keputusan Nomor 141/PEMDES/267 tentang
Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa Pantai Raja
Kecamatan Perhentian Raja batal demi hukum.
Hasil Gugatan
Pada akhirnya, PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Trisno Lamin dan menyatakan Surat
Keputusan Nomor 141/PEMDES/267 tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan
Pengangkatan Pejabat Kepala Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja batal demi
hukum. Dengan demikian, Trisno Lamin kembali menjabat sebagai Kepala Desa Pantai Raja.
Majelis Hakim PTUN Pekanbaru berpendapat bahwa Surat Keputusan Nomor
141/PEMDES/267 tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan
Pejabat Kepala Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja bertentangan dengan ketentuan
Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa jo. Pasal 29 ayat
(2) Peraturan Daerah Kabupaten Kampar Nomor 4 Tahun 2007.
Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa jo. Pasal 29 ayat
(2) Peraturan Daerah Kabupaten Kampar Nomor 4 Tahun 2007 mengatur bahwa
pemberhentian Kepala Desa harus dilakukan melalui rapat BPD dan musyawarah desa.
Dalam kasus ini, Bupati Kampar menerbitkan Surat Keputusan Nomor 141/PEMDES/267
tentang Pengesahan Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa
Pantai Raja kecamatan Perhentian Raja .Menghukum Tergugat untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 183.000,- (seratus delapan puluh tiga ribu rupiah)

7. SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP


Kasus lingkungan hidup di PTUN Bandung Nomor 112/G/LH/2022/PTUN.BDG adalah
gugatan yang diajukan oleh tujuh orang warga Bekasi terhadap Kepala Badan Penanaman
Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Bekasi. Gugatan tersebut terkait dengan
pemberian Surat Izin Lingkungan (SIL) kepada PT. Teguh Bina Karya untuk pembangunan
pabrik pengolahan limbah B3 di Kelurahan Bintara Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota
Bekasi.
Para penggugat menilai bahwa pemberian SIL tersebut tidak sah karena bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut para penggugat, lokasi
pembangunan pabrik tersebut berada di kawasan resapan air dan dekat dengan pemukiman
warga. Hal ini berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan mengganggu kesehatan
masyarakat.
Proses persidangan dimulai pada tanggal 4 Oktober 2022 dan diputuskan oleh Majelis Hakim
PTUN Bandung pada tanggal 1 Maret 2023. Dalam putusannya, Majelis Hakim mengabulkan
gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Majelis Hakim menyatakan bahwa SIL yang
diterbitkan oleh Tergugat batal demi hukum. Majelis Hakim juga memerintahkan Tergugat
untuk mencabut SIL tersebut.
Hasil putusan ini merupakan kemenangan bagi para penggugat dan masyarakat Bekasi.
Putusan ini menegaskan bahwa pemerintah harus lebih berhati-hati dalam memberikan izin
usaha yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan.
Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai kasus tersebut:
Kasus
Pada tanggal 21 September 2019, PT. Teguh Bina Karya mengajukan permohonan SIL
kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Bekasi.
Permohonan tersebut dikabulkan oleh Tergugat dengan menerbitkan SIL Nomor:
503/116/DPMPTSP.PPBANG tertanggal 10 Oktober 2019.
Para penggugat mengetahui adanya pemberian SIL tersebut pada tanggal 10 Januari 2022.
Para penggugat kemudian mengajukan gugatan ke PTUN Bandung pada tanggal 4 Oktober
2022. Gugatan tersebut diajukan oleh tujuh orang warga Bekasi, yaitu:
 B. Endah Secundarti
 Dodi S Sarwono
 Edy Saputro
 CB Agung Tertiatmo
 Sisca Elizabeth
 Kiki Zulkifli
 Hana Endah Purwanti
Proses
Proses persidangan dimulai pada tanggal 4 Oktober 2022 dan diputuskan oleh Majelis Hakim
PTUN Bandung pada tanggal 1 Maret 2023. Dalam persidangan, para penggugat
menyampaikan bahwa pemberian SIL kepada PT. Teguh Bina Karya tersebut tidak sah karena
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut para penggugat, lokasi pembangunan pabrik tersebut berada di kawasan resapan air
dan dekat dengan pemukiman warga. Hal ini berpotensi menimbulkan pencemaran
lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat.
Tergugat mengajukan eksepsi terhadap gugatan para penggugat. Tergugat menilai bahwa
gugatan para penggugat tidak memenuhi syarat formil karena tidak mencantumkan nama dan
alamat Tergugat dalam gugatan.
Majelis Hakim PTUN Bandung menolak eksepsi Tergugat. Majelis Hakim menilai bahwa
gugatan para penggugat telah memenuhi syarat formil.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Bandung mengabulkan gugatan para penggugat
untuk seluruhnya. Majelis Hakim menyatakan bahwa SIL yang diterbitkan oleh Tergugat
batal demi hukum. Majelis Hakim juga memerintahkan Tergugat untuk mencabut SIL
tersebut.
Hasil perkara :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Izin Lingkungan atas nama PT. Teguh Bina Karya Nomor:
503/116/DPMPTSP.PPBANG tertanggal 10 Oktober 2019;
3. Mewajibkan TERGUGAT untuk mencabut Surat Izin Lingkungan atas nama PT.
Teguh Bina Karya Nomor: 503/116/DPMPTSP.PPBANG tertanggal 10 Oktober 2019;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar
Rp. 1.607.000,- (satu juta enam ratus tujuh ribu rupiah);
Putusan ini juga menjadi preseden penting bagi kasus-kasus lingkungan hidup lainnya di
Indonesia. Putusan ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat menggugat pemerintah jika
pemerintah memberikan izin usaha yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.

8. SENGKETA PROSES PEMILIHAN UMUM


Putusan PTUN Semarang Nomor 16/G/SPPU/2019/PTUN-Smg. adalah putusan gugatan
yang diajukan oleh Nur Achmad, S.H. dan Basuki, S.Pd. terhadap Ketua Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kabupaten Boyolali. Gugatan tersebut diajukan pada tanggal 27 Februari
2019, dan diputus oleh Majelis Hakim PTUN Semarang pada tanggal 10 April 2019.
Kasus
Dalam gugatannya, Nur Achmad dan Basuki mendalilkan bahwa Keputusan KPU Kabupaten
Boyolali Nomor 152/Kpts/KPU-Kab/2019 tentang Penetapan Calon Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Boyolali Tahun 2019 cacat hukum. Hal ini
disebabkan karena KPU Kabupaten Boyolali telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pasal 39 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan bahwa partai politik peserta pemilu berhak
mengajukan calon anggota DPRD kabupaten/kota sebanyak 10% dari jumlah kursi DPRD
kabupaten/kota yang tersedia. Sementara itu, Pasal 39 ayat (2) UU Pemilu menyebutkan
bahwa partai politik peserta pemilu yang memenuhi syarat ambang batas perolehan suara
nasional dan perolehan suara di kabupaten/kota, berhak mengajukan calon anggota DPRD
kabupaten/kota secara proporsional.
Nur Achmad dan Basuki adalah calon anggota DPRD Kabupaten Boyolali dari Partai
Demokrat. Partai Demokrat telah memenuhi syarat ambang batas perolehan suara nasional
dan perolehan suara di Kabupaten Boyolali. Namun, KPU Kabupaten Boyolali hanya
menetapkan 8 calon anggota DPRD Kabupaten Boyolali dari Partai Demokrat. Hal ini berarti
KPU Kabupaten Boyolali telah melanggar hak Partai Demokrat untuk mengajukan calon
anggota DPRD Kabupaten Boyolali sebanyak 10% dari jumlah kursi DPRD kabupaten/kota
yang tersedia.
Proses
Pada tanggal 27 Februari 2019, Nur Achmad dan Basuki mengajukan gugatan ke PTUN
Semarang. Gugatan tersebut didaftarkan dengan nomor register 16/G/SPPU/2019/PTUN-
Smg.
Pada tanggal 6 Maret 2019, Majelis Hakim PTUN Semarang mengeluarkan penetapan
penunjukan juru sita untuk memanggil dan menghadapkan tergugat.
Pada tanggal 12 Maret 2019, tergugat menghadiri persidangan pertama.
Pada tanggal 19 Maret 2019, penggugat dan tergugat mengajukan replik dan duplik.
Pada tanggal 26 Maret 2019, Majelis Hakim PTUN Semarang menggelar persidangan
terakhir.
Pada tanggal 10 April 2019, Majelis Hakim PTUN Semarang mengeluarkan putusan.
Hasil gugatan :
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Semarang mengabulkan gugatan Nur Achmad dan
Basuki. Majelis Hakim menyatakan bahwa Keputusan KPU Kabupaten Boyolali Nomor
152/Kpts/KPU-Kab/2019 tentang Penetapan Calon Anggota DPRD Kabupaten Boyolali
Tahun 2019 batal demi hukum.
Majelis Hakim juga memerintahkan KPU Kabupaten Boyolali untuk menetapkan Nur
Achmad dan Basuki sebagai calon anggota DPRD Kabupaten Boyolali.
Putusan PTUN Semarang Nomor 16/G/SPPU/2019/PTUN-Smg. merupakan salah satu
putusan PTUN yang berkaitan dengan proses pemilihan umum. Putusan ini menunjukkan
bahwa PTUN berperan penting dalam menjaga agar proses pemilihan umum berjalan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Putusan ini juga menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilu agar lebih berhati-hati dalam
mengambil keputusan. Penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa keputusan yang
diambilnya tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai