Anda di halaman 1dari 7

PENGHAPUSAN MATA PELAJARAN PKN DALAM RUU

SISDIKNAS
Muhammad Aditya Saputra_E1B021077_3C

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas


Mataram,Indonesia,adityasaputra11072003@gmail.com

LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah penentu kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas sumber
daya manusia dimulai dari mencetak guru yang kompeten, berkualitas dan profesional. Kualitas
dan mutu pendidikan merupakan amanat undang-undang. Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan dan pengajaran untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Dengan demikian, guru meningkatkan kualitas dalam mendidik agar pelajar dapat menyerap
dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan amanat konstitusi.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
merupakan undang-undang yang mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat ini.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
(Kemendikbud) mengajukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU
Sisdiknas 2022) yang menuai kritik berbagai elemen masyarakat, terutama kalangan akademisi
dan pemerhati pendidikan. Pasalnya, secara prosedural, draft RUU Sisdiknas disusun tanpa
melalui proses yang transparan dan tidak melibatkan publik secara luas.
Secara substantial draft tersebut mengandung banyak kelemahan, termasuk
inkonsistensi antar bagian. Seperti dalam penetapan jenjang, penyebutan jalur, status nirlaba
hanya untuk perguruan tinggi swasta, ketidakjelasan konsep dan pendekatan. Ketidakjelasan
konsep dan pendekatan yang dimaksud, seperti adanya distorsi pengertian pendidikan,
penyempitan makna non diskriminatif, serta ketidaklengkapan unsur yang diatur.
Dalam hal pengaturan tunjangan guru dan dosen yang masih multitafsir, penerimaan
mahasiswa baru bagi penyandang disabilitas. Serta belum mengantisipasi perkembangan masa
depan, karena belum terdapat pasal dalam RUU yang secara tegas terkait dengan isu masa
depan.
RUU Sisdiknas merupakan usulan dari pemerintah, sejatinya harus
mempertimbangkan dan mengakomodir berbagai masukan banyak pihak seperti Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Taman Siswa serta
lembaga swasta termasuk lembaga non-formal seperti lembaga pendidikan keterampilan (LPK)
dan entitas pendidikan lainnya. Pelibatan berbagai unsur guna memastikan penyusunan RUU
Siskdiknas bisa dibahas dan didiskusikan lebih substantif dan seksama.
RUU Sisdiknas sangat strategis dan vital karena nantinya RUU akan
mengintegrasikan dan mencabut tiga UU sekaligus yaitu UU Sisdiknas (Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003), UU Guru dan Dosen (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005) dan
UU Pendidikan Tinggi ( UU No. 12 Tahun 2012). Bisa dimaknai, RUU Sisdiknas ini setara
dengan Omnibus Law bidang pendidikan nasional. Maka, partisipasi pemangku kepentingan
harus dibuka secara luas guna menghasilkan UU pendidikan nasional yang lebih komprehensif
dan visioner sesuai perkembangan zaman di masa depan.
Sehubungan dengan polemik masuknya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas tahun 2022
yang didalamnya juga menghilangkan mata kuliah/mata pelajaran (makul/mapel) Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) dan hanya disebut pada bagian penjelasan Pasal 81 dan 84 yang tidak
berkekuatan hukum yang menyatakan bahwa “muatan Pendidikan Kewarganegaraan masuk ke
dalam makul/mapel Pendidikan Pancasila” merupakan suatu yang keliru, karena bertentangan
dengan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” juncto Pasal 9 UU No.3/2002 Tentang
Pertahanan Negara, juncto Pasal 6 UU No.23/2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional Untuk Pertahanan Negara yang menyatakan bahwa salah satu bentuk “keikutsertaan
warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikam
Kewarganegaraan”.
RUU Sisdiknas telah mengesampingkan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah
satu bentuk bela negara. Penghapusan Mata kuliah dan Mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dapat mengancam pertahanan negara, melemahkan negara hukum dan tidak
ada dasar akademik yang kuat. International Commision of Jurist pada Konferensi di Bangkok
1965 menyatakan salah satu ciri negara hukum adalah adanya Pendidikan Kewarganegaraan,
maka RUU Sisdiknas telah melemahkan negara hukum Indonesia. Mengapresiasi niat baik
(political will) pemerintah yang ingin menjadikan Pendidikan Pancasila sebagai makul/mapel
wajib, namun amat sangat keliru apabila dilakukan dengan menghilangkan makul/mapel PKn.
PKn (civic/ citizenship education) adalah pendidikan untuk warga negara bersifat
umum, universal, dan internasional untuk membentuk warga negara yang baik (good citizen)
yang kajian akademiknya (body of knowledge) sudah jelas mencakup identitas nasional,
ideologi, nasionalisme, patriotisme, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, negara hukum,
konstitusi, cinta tanah air, wawasan Nusantara, geopolitik, dan geostrategi. Sementara
Pendidikan Pancasila bersifat khusus di Indonesia. Fokus pada transfer ideologi, moral, nilai,
dan karakter Pancasila pada warga negara.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan bagian dari Kajian PKn. Oleh sebab itu,
tidak logis dan tidak mempunyai dasar akademik apabila membungkus muatan PKn yang
bersifat umum ke dalam Pendidikan Pancasila yang bersifat khusus. Seharusnya umum
membungkus yang khusus, bukan khusus membungkus yang umum. Jadi secara keilmuan dan
akademik, Pendidikan Pancasila adalah bagian dari PKn, bukan sebaliknya.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran memiliki peran dalam
menumbuhkan semangat nasionalisme, patriotisme, wawasan kebangsaan dan kesadaran
bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, serta
ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa. Penghapusan mata kuliah dan
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan bukanlah solusi untuk mewujudkan pelajar
Pancasila justru akan mengancam pertahanan negara. Pendidikan Kewarganegaraan tidak bisa
dilepaskan dari Pendidikan Pancasila yang merupakan satu kesatuan dalam membentuk good
citizen sebagai tujuan pendidikan dalam memperkuat pertahanan negara Indonesia.

PEMBAHASAN
RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mendapatkan sorotan dari Asosiasi
Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KnI). Jika disahkan,
mereka khawatir RUU ini justru akan melemahkan Indonesia sebagai negara hukum.
Sekjen AP3KnI, Prof Triyanto mengatakan RUU Sisdiknas menghapus mata pelajaran (mapel)
atau mata kuliah (makul) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Sebagai gantinya, PKn akan
dimasukkan ke dalam Pendidikan Pancasila.
"Memasukkan Pendidikan Kewarganegaraan ke dalam makul atau mapel Pendidikan
Pancasila merupakan suatu yang keliru. Ini mengancam pertahanan negara dan melemahkan
negara hukum kita, karena ciri dari negara hukum adalah Pendidikan Kewarganegaraan," kata
Triyanto.
Triyanto yang juga Guru besar PKn Universitas Sebelas Maret (UNS) itu mengatakan
bahwa perubahan dalam RUU Sisdiknas tersebut menjadi tidak logis karena Pancasila
merupakan bagian dari pendidikan kewarganegaraan. Sebab sebetulnya Pendidikan Pancasila
sudah tercakup di dalam pendidikan kewarganegaraan.Menurutnya, PKn yang juga dikenal
dengan nama civic/citizenship education adalah pendidikan untuk warga negara bersifat
umum, universal, dan internasional. Ilmu ini dianggap sudah jelas kajian akademiknya, yakni
mencakup identitas nasional, ideologi, nasionalisme, patriotisme, demokrasi, hak asasi
manusia, pluralisme, negara hukum, konstitusi, cinta tanah air,wawasan nusantara, geopolitik,
dan geostrategi.
"Sementara Pendidikan Pancasila bersifat khusus di Indonesia, yakni berfokus pada transfer
ideologi, moral, nilai, dan karakter Pancasila pada warga negara. Maka tidak logis dan tidak
mempunyai dasar akademik apabila membungkus muatan PKn yang bersifat umum ke dalam
Pendidikan Pancasila yang bersifat khusus, Namun pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah
yang ingin menguatkan nilai Pancasila. Maka dia menyarankan agar kedua mata
pelajaran/kuliah itu tetap berdiri bersama.
"Untuk mengakomodasi kepentingan ideologis dan akademis, maka kami mengusulkan
makul/mapel Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan berdiri sendiri-sendiri,"
kata dia.Ditanya soal kekhawatiran para guru dan dosen PKn yang akan kehilangan pekerjaan,
Triyanto menepisnya. Dia memastikan bahwa Pendidikan Pancasila tetap akan diampu oleh
pengajar PKn."Nantinya para pengajar Pendidikan Pancasila pasti akan diisi oleh pengajar dari
Pendidikan Kewarganegaraan," katanya.Pihaknya pun mendesak agar RUU Sisdiknas ditunda
untuk disahkan. Dia berencana mengirimkan surat kepada DPR RI hingga Presiden Joko
Widodo, bahkan menyiapkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi."Kami mengusulkan RUU
Sisdiknas untuk ditunda. Kami akan mengirimkan surat kepada Komisi X DPR RI yang
membidangi pendidikan, kemudian juga kepada Presiden. Bahkan kami menyiapkan gugatan
ke Mahkamah Konstitusi," pungkasnya.Ketua Umum AP3KnI, Prof Dr Sapriya Med
mengatakan, dalam RUU Sisdiknas, PKn hanya disebutkan pada bagian penjelasan Pasal 81
dan 84 yang menyatakan muatan Pendidikan Kewarganegaraan masuk dalam mata
pelajaran/mata kuliah Pendidikan
Pancasila.“Sehubungan dengan masuknya RUU Sisdiknas yang di dalamnya
menghilangkan mata kuliah atau mata pelajaran (makul/mapel) Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) dan hanya disebut pada bagian penjelasan pasal 81 dan 84 yang menyatakan bahwa
muatan Pendidikan Kewarganegaraan masuk ke dalam makul/mapel Pendidikan Pancasila
merupakan sesuatu yang keliru,” Sapriya menuturkan, penghapusan dan masuknya Pkn sebagai
bagin dari Pendidikan Pancasila bertentangan dengan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945. Undang-
undang yang menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.“RUU Sisdiknas telah mengesampingkan Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai salah satu bentuk bela negara sehingga mengancam pertahanan negara,” jelasnya.
Pihaknya mengapresiasi niat pemerintah yang ingin menjadikan Pendidikan Pancasila
sebagai makul/mapel wajib. Akan tetapi, kata Sapriya, keliru jika dilakukan dengan
menghilangkan makul/mapel PKn.“Namun keliru apabila dilakukan dengan menghilangkan
makul/mapel PKn. PKn adalah pendidikan untuk warga negara secara umum untuk membentuk
warga negara yang baik yang kajian akademiknya sudah jelas mencakup identitas nasional,
ideologi, nasionalisme, patriotisme, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, negara hukum,
konstitusi, cinta tanah air, wawasan nusantara, geopolitik, dan geostrategi,” jelasnya.
Sementara itu, Pendidikan Pancasila bersifat spesifik pada transfer ideologi, nilai,
moral, dan karakter Pancasila pada warga negara. Pancasila sebagai ideologi negara merupakan
bagian dari Kajian PKn.Karenanya, tidak logis dan tidak mempunyai dasar akademik jika
memasukkan muatan PKn yang luas ke dalam Pendidikan Pancasila yang spesifik. Secara
keilmuan dan akademik, Pendidikan Pancasila adalah bagian dari Pendidikan
Kewarganegaraan, bukan sebaliknya.
“Untuk mengakomodasi kepentingan ideologis dan akademis, maka kami mengusulkan
makul/mapel Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan berdiri sendiri-sendiri
(separated subject),” imbuh Sapriya.Selain itu, kata Sapriya, sehubungan dengan banyaknya
penolakan RUU Sisdiknas dari berbagai kalangan, pihaknya juga mengusulkan agar
pembahasan RUU Sisdiknas ditunda.
Prof Dr Triyanto didampingi Sekertaris AP3KnI Jateng Dr Triana dan Dr Erlita dalam
pernyataan sikapnya mengatakan, penghapusan Pendidikan Kewarganegaraan bertentangan
dengan pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ”Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” jo pasal 9 UU no 3/2002 Tentang
Pertahananan Negara jo pasal 6 UU no 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional
untuk pertahanan negara.Yang salah satu bentuk yakni “keikutsertaan warga negara dalam
upaya belanegara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan”.
“Dapat disimpulkan RUU Sisdiknas telah mengesampingkan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu bentuk belanegara sehingga mengancam pertahanan
negara.” Kata Prof Triyanto..Alasan lainnya yakni International Commision of Jurist pada
konferensi Bangkok tahun 1965 menyatakan salah satu ciri negara hukum adalah adanya
Pendidikan Kewarganegaraan. Sehingga disimpulkan keberadaan RUU Sisdiknas telah
melemahkan negara hukum Indonesia.
Pada jadwal kalender pendidikan yang telah dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan,
sebagian besar sekolah akan memulai tahun ajaran baru pada tanggal 18 Juli 2021. Nantinya
semua siswa akan dihadapkan kembali dengan mata pelajaran yang baru. Mengingat mereka
telah naik kelas atau masuk ke jenjang pendidikan yang tingkatannya lebih tinggi. Pada tahun
ajaran baru ini Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi akan menerapkan
kurikulum baru, yaitu kurikulum Merdeka Belajar.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang
beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk
mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dengan kurikulum ini, dapat membantu guru
untuk memilih berbagai perangkat ajar untuk menyesuaikan kebutuhan belajar dan minat
peserta didik.Pada Kurikulum Merdeka Belajar ini, Kemendikbudristek menyatakan sudah
tidak lagi memasukkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPkn)
didalamnya. Mata pelajaran ini sudah resmi dihapus pada tahun 2022. Namun pemerintah telah
menyiapkan mata pelajaran baru yang serupa, yaitu Pendidikan Pancasila.
Nama dari mata pelajaran tersebut sebenarnya sudah tidak asing bagi mereka generasi
80'an. Karena dahulu ada yang namanya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Pada saat itu buku paketnya merupakan pinjaman dari perpustakaan sekolah dengan sampul
bergambar burung Garuda (Pancasila). Lantas seiring perkembangan jaman diganti namanya
menjadi PPKn ,Pada kurikulum Merdeka Belajar ini tambahan mata pelajaran Pendidikan
Pancasila ini nantinya akan diajarkan ke semua jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan
tinggi (mulai PAUD hingga Universitas). Mata pelajaran tersebut adalah Pelajaran Pancasila.
Dengan demikian semua anak didik akan mendapatkan mata pelajaran Pancasila secara merata,
namun tetap akan disesuaikan porsinya menurut tingkat pendidikannya.Target yang ingin
dicapai oleh pemerintah dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila ini adalah bahwa peserta
didik serta mahasiswa mampu memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan seharihari. Dimana nantinya penerapannya akan dilakukan dengan cara
belajat yang menyenangkan. karena itulah ciri dari kurikulum Merdeka Belajar yang
sesungguhnya.
Dalam penerapan mata pelajaran baru tersebut, terdapat komitmen pemerintah untuk
mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 nengenai Standar Nasional
Pendidikan. Pendidikan Pancasila ini nantinya akan diterapkan pada Kurikulum Merdeka
Belajar mulai tahun ajaran 2022-2023 dan akan diterapkan pada 140.000 lebih satuan
Pendidikan di Indoensia.Mata Pelajaran Pancasila sendiri nantinya akan membahas seputar
pengembangan kepribadian yang menjelaskan mengenai landasan dan tujuan, sejarah paham
kebangsaan indonesia, pancasila sebagai sistem filsafat, pancasila sebagai ideologi nasional
bangsa dan negara indonesia, Pancasila dalam konteks kenegaraan RI, pancasila sebagai etika
politik dan pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
KESIMPULAN
penghapusan Pendidikan Kewarganegaraan bertentangan dengan pasal 27 ayat (3)
UUD 1945 yang menyatakan bahwa ”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara” jo pasal 9 UU no 3/2002 Tentang Pertahananan Negara jo pasal 6
UU no 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk pertahanan negara.Yang
salah satu bentuk yakni “keikutsertaan warga negara dalam upaya belanegara diselenggarakan
melalui pendidikan kewarganegaraan”.
“Dapat disimpulkan RUU Sisdiknas telah mengesampingkan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu bentuk belanegara sehingga mengancam pertahanan
negara.” Kata Prof Triyanto.Alasan lainnya yakni International Commision of Jurist pada
konferensi Bangkok tahun 1965 menyatakan salah satu ciri negara hukum adalah adanya
Pendidikan Kewarganegaraan. Sehingga disimpulkan keberadaan RUU Sisdiknas telah
melemahkan negara hukum Indonesia.
Namun pemerintah telah menyiapkan mata pelajaran baru yang serupa, yaitu
Pendidikan Pancasila. mata pelajaran Pendidikan Pancasila ini nantinya akan diajarkan ke
semua jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (mulai PAUD hingga Universitas).
Mata pelajaran tersebut adalah Pelajaran Pancasila. Dengan demikian semua anak didik akan
mendapatkan mata pelajaran Pancasila secara merata, namun tetap akan disesuaikan porsinya
menurut tingkat pendidikannya.Target yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan mata
pelajaran Pendidikan Pancasila ini adalah bahwa peserta didik serta mahasiswa mampu
memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai