Anda di halaman 1dari 16

HEUTAGOGI: SEAMLESS LEARNING, KAJIAN DAN

PERSPEKTIF

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Teknologi Pembelajaran Masa Depan

Oleh

Miftah Hur Rahman Zh (230121800162)

Prilly Lastika Manuputty (230121810883)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

SEPTEMBER 2023
DAFTAR ISI

HEUTAGOGI: SEAMLESS LEARNING, KAJIAN DAN PERSPEKTIF ................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

C. Tujuan Masalah ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Kajian dan Perspektif Hutagogy .............................................................. 3

B. Kajian dan Perspektif Seamless Learning................................................ 8

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12

A. Kesimpulan ............................................................................................... 12

B. Saran.......................................................................................................... 12

DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah pandemi COVID-19 melanda Indonesia pada tahun 2019-2021,
kegiatan pendidikan di sekolah dan kuliah dialihkan ke rumah yang dilakukan
secara online atau daring. Hal ini diatur oleh Surat Edaran Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI nomor 2, 3 dan 4 tahun 2020 serta Surat Keputusan Menteri Agama
RI nomor 4 tahun 2020. Ada banyak hambatan dalam proses belajar-mengajar saat
menggunakan pembelajaran online. Mulai dari anak yang tidak memiliki
handphone, kuota internet yang harus tersedia, duduk di depan laptop berjam-jam,
kurangnya aktivitas gerak, orang tua yang mengeluh dan tidak memperhatikan
anaknya, dan masih banyak kekurangan lainnya. Hal ini terbukti betapa tidak
efektifnya pembelajaran daring atau jarak jauh pada dua tahun terakhir ini (Hasim,
2020). Selain itu juga tenaga pendidikan baik guru maupun dosen harus beradaptasi
dengan teknologi guna mendukung revolusi industri 4.0 (Fitriyah & Wardani,
2022).
Pada era revolusi abad 21 konsep pembelajaran telah berubah. Kini belajar tidak
lagi berpusat pada guru dan dosen, melainkan berpusat pada pelajar dan bersifat
non linear. Konsep ini membutuhkan pengembangan, pengetahuan, keterampilan
dengan harapan peserta didik mampu berpikir kritis, kreatif, dan mampu
memecahkan masalah serta membangun kolaborasi secara bersama.
Perkembangan teknologi di dunia semakin hari semakin berkembang dan
kemajuannya begitu pesat serta memberikan efek pada perkembangan otak manusia
secara cepat dan tidak dapat di hindarkan sehingga banyak merubah pola pikir
seseorang, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Dengan
adanya pandemic covid ini maka pemerintah khususnya kemendikbud berusaha
menemukan cara belajar yang terbaik bagi siswa. Pada revolusi industry 4.0
memicu dampak yang signifikan terhadap proses pembelajaran, yang dapat dilihat
dari proses pembelajaran dan alat atau media pembelajaran. Dunia yang semakin
canggih dengan memanfaatkan teknologi menyebabkan semua menjadi serba
digital, hal ini mengakibatkan perilaku kehidupan manusia juga bergantung pada
digital. Proses pembelajaran mengalami sebuah perubahan besar yang tidak dapat

1
dihindari. Heutagogi merupakan pembelajaran yang sesuai dengan revolusi digital
saat ini karena menggabungkan berbagai pendekatan yang membuat siswa memiliki
kebebasan dalam belajar. Hal ini berarti pelajar diperbolehkan memilih cara dan
gaya belajar mereka, dimana pelajar dapat menentukan kapan dan dimana mereka
akan belajar. Dengan kondisi tersebut, memungkinkan seorang pelajar akan belajar
dengan berbagai skenario, proses pembelajaran bisa terjadi dalam kondisi formal
atau informal, didalam kelas atau diluar kelas, individu atau sosial, digital dan non
digital media, serta lingkungan fisik (physical environment) atau lingkungan maya
(virtual environment).
Chan mendefenisikan kontinuitas dari pembelajaran dengan berbagai skenario
ini dikenal dengan istilah Seamless Learning (Chan et al., 2006). Chan telah
menggunakan istilah Seamless Learning untuk segala aktifitas yang ditandai
dengan kontunuitas pengalaman belajar melalui konteks belajar yang berbeda
dengan menggunakan teknologi mobile dan ubiqitous, dalam hal ini perangkat
bergerak seperti smartphone berperan penting dalam Seamless Learning (Chan et
al., 2006). Oleh sebab itu, interaksi antar pelajar, pelajar dan sumber belajar, pelajar
dan lingkungan belajar dalam kaitan hubungan sinergi pembelajaran di dunia nyata
dan dunia maya, dibutuhkan desain yang tepat terhadap peralihan antar skenario
dan konteks pembelajaran (Ulfa, 2014). Berdasarkan latar belakang diatas tulisan
akan membahas tentang kajian dan perseptif Heutagogi : Seamless Learning.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui bahwa rumusan masalah dari
makalah ini adalah :
1. Bagaimana kajian dan perspektif Heutagogi ?
2. Bagaimana kajian dan perspektif Seamless Learning?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui bahwa rumusan masalah
dari makalah ini adalah :
1. Mendeskripsikan kajian dan perspektif Heutagogi ?
2. Mendeskripsikan kajian dan perspektif Seamless Learning

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian dan Perspektif Hutagogy
Heutagogi berasal dari Bahasa Yunani yang artinya untuk diri.
Heutagogi (Self-Determined Learning) pertama kali di perkenalkan pada tahun
2000 oleh Stewart dari Southern Cross University. Heutagogi menawarkan
tentang bagaimana orang belajar, menjadi kreatif, memiliki efektivitas diri
tingkat tinggi, dapat menerapkan kompetensi dalam situasi kehidupan, dan
dapat bekerja secara baik dengan orang lain (Hase & Kenyon, 2007).
Selayaknya pendekatan andragogi, dalam heutagogi instruktur juga
memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan bimbingan dan sumber
daya, tetapi sepenuhnya melepaskan kepemilikan jalur dan proses
pembelajaran kepada peserta didik, yang merundingkan pembelajaran dan
menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana hal itu akan dipelajari
(Blaschke, 2012). Dalam penerapannya saat ini, pendekatan Heutagogi
dianggap relevan dengan perkembangan zaman sekarang ini. Heutagogi
merupakan metode Pendidikan mandiri yang ada selama revolusi indurstri 4.0,
yang mengacu pada kemampuan diri sendiri dan didorong dengan
perkembangan TIK. Pada era 4.0, siswa semakin pintar dan mudah mencari
informasi, sehingga harus mahir menggunakan teknologi. Heutagogi adalah
konsep pembelajaran yang menekankan pada kemampuan individu untuk
mengatur, mengelola, dan mengarahkan pembelajarannya sendiri. Heutagogi
Ini berbeda dari andragogy, yang mengacu pada pembelajaran orang dewasa,
karena Heutagogi dapat diterapkan pada semua usia.
Pendekatan heutagogi dalam pembelajaran memberikan pengalaman
dalam meningkatkan kepribadian, kemandirian dan kedewasaan belajar yang
solid. Balschke dalam bukunya menjelaskan bahwa konsep kunci dalam
heutagogi adalah pembelajaran putaran ganda (double-loop learning) dan
refleksi diri (Blaschke, 2012). Dalam double-loop learning, peserta didik
mempertimbangkan masalah, tindakan, dan hasil yang dihasilkan, selain
merefleksikan proses pemecahan masalah dan bagaimana hal itu
mempengaruhi keyakinan dan tindakan peserta didik itu sendiri.

3
Gambar 1. Double-loop learning (Eberle & Childress, 2005, as shown in
Eberle, 2009, p. 183 dikutip dalam Blaschke Lisa Marie, 2012).

Dari bagan diatas dipahami bahwa adanya double-loop learning


menjadikan pendekatan heutagogi tidak hanya berbicara mengenai
keterampilan, namun memberikan pengalaman bagi peserta didik
bagaimana memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga
menghasilkan kemampuan dalam mengambil tindakan yang efektif dalam
merumuskan dan memecahkan masalah. Dalam Narayan & Herrington,
(2014) dijelaskan bahwa pendekatan heutagogy terdiri dari beberapa aspek:
1. Kurikulum terbuka atau fleksibel yang mengakui sifat pembelajaran
yang mengalir secara alami.
2. Peserta didik sebagai penggerak dalam menentukan jalur pembelajaran,
konteks, aktivitas, dan perjalanannya, bukan hanya pendidik.
3. Peserta didik dilibatkan dalam desain penilaian atau memastikan
fleksibilitas bagi peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam
konteksnya.
4. Pembinaan dan kerangka disediakan untuk peserta didik bila
diperlukan.
5. Pertanyaan yang diarahkan oleh peserta didik; ini memberikan
kesempatan untuk kolaborasi sejati antara pendidik dan peserta didik
sehubungan dengan konten dan proses. Pertanyaan juga memberikan
kejelasan tentang panduan, perancah, dan dukungan apa yang
dibutuhkan oleh peserta didik.
6. Pelajar membuat konten yang relevan secara kontekstual sesuai dengan
pengetahuan dan kebutuhan belajarnya.

4
7. Mendorong praktik reflektif untuk pembelajaran yang mendalam
melalui: jurnal pembelajaran; pembelajaran berdasarkan pengalaman
atau penelitian tindakan dalam konteks dunia nyata; dan penilaian
formatif dan sumatif dengan pandangan 'penilaian untuk pembelajaran'
dengan tujuan untuk memancing pemikiran dan refleksi.
Heutagogy menekankan bahwa orang harus menjadi aktor aktif dalam
proses pembelajaran mereka sendiri dan mengambil tanggung jawab penuh
atas apa yang mereka pelajari. Adapun prinsip-prinsip utama dari
heutagogy menurut Hase & Kenyon (2007) meliputi :
1. Self-determined learning (pembelajaran yang ditentukan sendiri):
Pebelajar memiliki kendali total atas pendidikan mereka, dan mereka
bertanggung jawab untuk menentukan apa yang mereka pelajari dan
bagaimana mereka belajar.
2. Self-assessment (penilaian diri): Pebelajar mampu mengevaluasi
kemajuan mereka sendiri dan memahami di mana mereka berada dalam
proses pembelajaran.
3. Self-direction (pengarahan diri): Pebelajar memiliki kemampuan
untuk merencanakan, mengatur, dan mengelola pembelajaran mereka
sendiri.
Sedangkan menurut Blaschke (2012) cakupan dari prinsip heutagogy
adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran berpusat pada diri sendiri: Individu memiliki kendali
penuh atas proses pembelajaran mereka.
2. Pembelajaran sepanjang hayat: Pembelajaran tidak terbatas pada
periode tertentu dalam hidup seseorang, melainkan berlanjut
sepanjang hidup.
3. Keterlibatan aktif: Individu harus aktif dalam mencari pengetahuan
dan pengalaman baru.
Pendekatan heutagogi merupakan perkembangan dari pedagogik ke
andragogi dan andragogi ke heutagogy (Hotimah &Ulyawati, 2020). Peserta
didik dalam menjalankan pendekatan heutagogi ini akan lebih mandiri. Hal
ini tentunya berbeda dengan pedagogi dan andragogy yang dimana peserta

5
didik akan membutuhkan bimbingan dari pendidik ketika siswa memiliki
pemahaman yang kurang. Piramida berikut dapat digunakan untuk
mengintegrasikan perkembangan kognitif siswa.

Gambar 2. Perkembangan dari pedagogik, andragogi, ke heutagogy


(Canning & Callan, 2010)
Berdasarkan gambar diatas dipahami bahwa pendekatan heutagogi
terletak pada bagian teratas dari piramida tersebut (level 3). Gambar
piramida menunjukkan bahwa heutagogi menekankan pada realisasi karena
menekankan bahwa peserta didik terlibat secara aktif dan memiliki kendali
penuh atas pembelajaran mereka sendiri. Berikut adalah gambar yang dapat
menggambarkan ciri-ciri yang dapat merepresentasikan heutagogy
merupakan terusan dari andragogy :

Gambar 3. Heutagogy merupakan lanjutan dari andaragogy

6
Dari perbandingan ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
heutagogi adalah pendekatan yang didasarkan pada andragogi dan dapat
dianggap sebagai perluasan dari ide yang ada. Richardson et al., (2018)
menjelaskan perbedaan pedagogy, andragogy, dan heutagogy :
1. Pedagogi (pembelajaran dipimpin oleh pendidik) Pembelajaran
bergantung, dipercayakan, atau diubah oleh pendidik. Tugas pendidik
adalah merencanakan pelajaran dan menemukan materi dan sumber
belajar.
2. Andragogi (pembelajaran yang mandiri) Peserta didik memiliki otonom
dalam proses pembelajaran mereka sendiri. Peserta didik berusaha
menerima lebih banyak tanggung jawab dalam belajar, sehingga peserta
didik mencari bimbingan dalam belajar. Adapun fokus pembelajarannya
yaitu berfokus pada ketercapaian tujuan belajar.
3. Heutagogi (pembelajaran yang ditentukan sendiri) Peserta didik adalah
pencari masalah dan menyambut tantangan, sehingga belajar tidak linier
dan tidak berurutan. Peserta didik yang bertanggung jawab penuh atas
kegiatan belajar mereka, sehingga fokus pembelajaran didasarkan pada
inkuiri, dan proses belajar dipandang untuk jangka panjang. Adapun
motivasi peserta didik mengalir dan tahu bagaimana cara mereka
belajar. Selain itu peserta didik mencari situasi yang tidak biasa sebagai
sumber belajar untuk memperoleh kompetensi yang adaptif. Sedangkan
fungsi atau peran pendidik adalah membina upaya untuk menyatukan
peluang, konteks, relevansi, dan kompleksitas untuk mendorong
kolaborasi dan keingintahuan.

7
Perbedaan- perbedaan diatas dapat diilustrasikan dalam bentuk
gambar sebagai berikut :

Gambar 4. Ilustrasi perbedaan pedagogy, andragogy dan heutagogy.

B. Kajian dan Perspektif Seamless Learning


Secara harfiah Seamless berarti kontinuitas yang berlangsung secara
halus. Awal mula Seamless Learning tidak dikaitkan dengan penggunaan
teknologi dalam pembelajaran, seperti yang dikemukakan Kuh tahun 1996:
“Kata “mulus” menunjukkan bahwa diyakini bagian yang terpisah dan juga
berbeda (misalnya di dalam kelas serta di luar kelas, akademik serta non
akademik, kurikuler serta kokulikuler, ataupun didalam kampus atau diluar
kampus) sekarang menjadi satu bagian. Dalam lingkungan belajar yang mulus,
pelajar didorong untuk memanfaatkan sumber belajar baik di dalam maupun
diluar kelas. Seamless Learning mengacu pada konteks serta sekenario belajar.
Kemudian, menurut Wong et al. (2015) memberikan analisis tentang
sejarah Seamless Learning berbantuan seluler. Wong menjelaskan bahwa
munculnya Seamless Learning pada awal 1990-an secara khusus, pada diskusi
yang menyoroti kesenjangan antara kegiatan belajar mengajar yang terjadi di
dalam dan di luar kelas. Kegiatan dalam dua konteks ini difokuskan pada
pemahaman bagaimana kontinuitas antara pembelajaran di sekolah dan
pembelajaran yang terjadi di luar. Wong mencatat ide - ide ini pada awal abad
ke-21 oleh peneliti di bidang pembelajaran seluler. Pada tahun 2006 Chan, dkk
menciptakan istilah ‘pembelajaran tanpa batas’ untuk menandai aktivitas

8
pembelajaran dengan kontinuitas pengalaman diberbagai konteks
pembelajaran dan diaktifkan oleh fitur interaktif baru yang disediakan oleh
teknologi seluler dan di mana-mana. skenario pembelajaran yang mulus dapat
mencakup pengalaman belajar individu maupun kelompok secara online,
dengan kemungkinan keterlibatan guru, kerabat, ahli dan sebagainya.
Pembelajaran dapat berlangsung secara tatap muka atau jarak jauh
menggunakan berbagai mode interaksi dan ditempatkan di tempat-tempat yang
beragam seperti ruang kelas, rumah atau pengaturan informal lainnya dan
lingkungan luar ruangan, taman, dan museum. Defenisi para ahli mengenai
Seamless Learning memang beragam, namun secara umum konsep ini
mengacu pada transisi antara konteks dan skenario belajar yang terjadi semulus
atau selancar mungkin. Jadi, Seamless Learning adalah konsep di mana
pembelajaran terjadi secara kontinu dan terintegrasi dalam berbagai konteks
dan lingkungan. Ini menghilangkan pembatasan tradisional antara
pembelajaran formal, non-formal, dan informal.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam bidang pendidikan
dan teknologi pendidikan, istilah Seamless Learning mengacu pada
penggabungan pengalaman pembelajaran di berbagai konteks atau lingkungan
tanpa adanya batasan yang jelas antara mereka. Ide utamanya adalah
memungkinkan pembelajaran yang berkelanjutan dan terhubung di berbagai
situasi, baik di dalam maupun di luar kelas.
Seamless Learning mengacu pada pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan pengalaman belajar secara mulus di berbagai konteks,
termasuk di dalam dan di luar kelas, serta melibatkan berbagai jenis sumber
daya dan teknologi. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman belajar yang
terhubung dan kohesif yang memungkinkan siswa untuk belajar secara efektif
di berbagai lingkungan. Beberapa prinsip utama dari Seamless Learning
adalah:
1. Integrasi Kurikulum: Mengintegrasikan konten pembelajaran di berbagai
konteks pembelajaran, seperti kelas, rumah, dan lingkungan sekitar,
sehingga siswa dapat melihat hubungan antara konsep-konsep yang mereka
pelajari dalam berbagai situasi.

9
2. Penggunaan Teknologi: Memanfaatkan teknologi untuk mendukung
pengalaman belajar yang mulus, termasuk pemanfaatan perangkat mobile,
platform online, dan alat digital lainnya untuk memfasilitasi akses ke
informasi dan sumber daya.
3. Pembelajaran Kolaboratif: Mendorong kolaborasi antara siswa dan guru,
serta antara sesama siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, untuk
mempromosikan pembelajaran yang mendalam.
4. Personalisasi: Mengakui perbedaan individu dalam cara belajar dan
menyediakan pilihan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
5. Pembelajaran Seumur Hidup: Memandang pembelajaran sebagai proses
seumur hidup dan mendorong siswa untuk terus belajar di luar lingkungan
formal pendidikan.
Seaw et al (2008) mendefenisikan enam komponen dari sebuah
Seamless Learning, yaitu:
1. Space : Seamless Learning mendukung pebelajar agar dapat bergerak
secara lancar dan kontinyu antar ruang yang berbeda secara fisik dan
virtual.
2. Time : waktu memegang peranan penting dalam mengembangkan sebuah
pengamatan. Boleh jadi pengambilan data secara fisik dilakukan pada
waktu bersamaan dalam konteks yang sama pula, misalnya dengan
mengambil data di museum atau kebun binatang
3. Context: Desain konteks sangat berpengaruh pada proses pembelajaran.
Misalnya, pengambilan data dapat dilakukan dalam konteks formal di
sekolah, dan kontinuitas dari pembelajaran ini dilakukan secara informal di
luar sekolah.
4. Community: komunitas dalam lingkup Seamless Learning terdiri atas
pelajar, pendidik dan domain expert.
5. Cognitive Tools: Alat yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, seperti smartphone. Fitur smartphone yang digunakan umumnya
untuk merekam data, mengambil gambar, mengunggah data ke online
portal, dan lain sebagainya.

10
6. Artifacts : objek berupa hasil kerja siswa yang dihasilkan dalam proses
pembelajaran.
Nah dari pemabahasan diatas dapat kita simpulkan bahwasanya
heutagogy dan seamlees learning mempunyai hubungan dan keterkaitan yang
erat, antara lain :
1. Heutagogy dapat menjadi salah satu pendekatan yang mendukung
Seamless Learning. Karena heutagogy menekankan kemandirian dan
kemampuan pembelajaran sepanjang hidup, pembelajar yang menerapkan
prinsip-prinsip heutagogi lebih mungkin untuk mengintegrasikan
pembelajaran ke dalam berbagai konteks dan teknologi dengan lancar.
2. Pembelajar yang memiliki kemampuan heutagogi yang baik mungkin lebih
siap untuk berpindah antara lingkungan pembelajaran yang berbeda
(misalnya, dari kelas fisik ke pembelajaran online) tanpa mengalami
hambatan besar.
3. Seamless Learning juga dapat mendukung heutagogy dengan memastikan
bahwa akses ke berbagai sumber daya pembelajaran dan pengalaman
tersedia secara terus-menerus dan mudah diakses oleh pembelajar yang
ingin mengambil kendali atas pembelajarannya sendiri.
Secara keseluruhan, heutagogy dan Seamless Learning merupakan
konsep-konsep yang dapat saling memperkuat dalam mendukung
pendekatan pendidikan yang lebih adaptif, mandiri, dan terhubung.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Heutagogi merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada
kemampuan individu untuk mengatur, mengelola, dan mengarahkan
pembelajarannya sendiri.
2. Konsep kunci dalam heutagogi adalah pembelajaran putaran ganda (double-
loop learning) dan refleksi diri.
3. Heutagogy merupakan perkembangan dari pedagogik ke andragogi dan
andragogi ke heutagogy.
4. Seamless Learning amerupakan konsep di mana pembelajaran terjadi secara
kontinu dan terintegrasi dalam berbagai konteks dan lingkungan. Ini
menghilangkan pembatasan tradisional antara pembelajaran formal, non-
formal, dan informal.
5. Heutagogy dapat menjadi salah satu pendekatan yang mendukung Seamless
Learning. Karena heutagogy menekankan kemandirian dan kemampuan
pembelajaran sepanjang hidup, pembelajar yang menerapkan prinsip-prinsip
heutagogi lebih mungkin untuk mengintegrasikan pembelajaran ke dalam
berbagai konteks dan teknologi dengan lancar.

B. Saran
Heutagogy dan seamless learning bukanlah solusi tunggal untuk mengatasi
semua masalah pendidikan. Namun, kedua hal ini menawarkan landasan yang
kuat untuk pembelajaran yang relevan dan berkelanjutan di dunia yang selalu
berubah. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mempersiapkan generasi
mendatang untuk masa depan yang menantang, penting bagi kita untuk terus
mempelajari, mengembangkan, dan menerapkan hal ini.

12
DAFTAR RUJUKAN

Blaschke, L. M. (2012). Heutagogy and lifelong learning: A review of


heutagogical practice and self-determined learning. International Review of
Research in Open and Distance Learning, 13(1), 56–71.
https://doi.org/10.19173/irrodl.v13i1.1076
Canning, N., & Callan, S. (2010). Heutagogy: Spirals of reflection to empower
learners in higher education. Reflective Practice, 11(1), 71–82.
https://doi.org/10.1080/14623940903500069
Chan, T. W., Roschelle, J., Hsi, S., Kinshuk, Sharples, M., Brown, T., Patton, C.,
Cherniavsky, J., Pea, R., Norris, C., Soloway, E., Balacheff, N., Scardamalia,
M., Dillenbourg, P., Looi, C., Milrad, M., & Hopee, U. (2006). One-to-one
technology_enhanced learning: An opportunity for global research
collaboration.
Fitriyah, C. Z., & Wardani, R. P. (2022). Paradigma Kurikulum Merdeka Bagi
Guru Sekolah Dasar. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 12(3),
236–243. https://doi.org/10.24246/j.js.2022.v12.i3.p236-243
Hase, S., & Kenyon, C. (2007). Heutagogy: A Child of Complexity Theory.
Complicity: An International Journal of Complexity and Education, 4(1).
https://doi.org/10.29173/cmplct8766
Hasim, E. (2020). PENERAPAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
PERGURUAN TINGGI DI MASA PANDEMI COVID-19. Prosiding
Webinar Magister Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri
Gorontalo.
Hotimah, Ulyawati, S. R. (2020). Pendekatan Heutagogi dalam Pembelajaran di
Era Society. Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(2), 152–159. https://jurnal-
lp2m.umnaw.ac.id/index.php/JIP/article/view/602
Narayan, V., & Herrington, J. (2014). Towards a theoretical mobile heutagogy
framework. Proceedings of ASCILITE 2014 - Annual Conference of the
Australian Society for Computers in Tertiary Education, 150–160.
Richardson, L. P., McGowan, C. G., & Styger, L. E. J. (2018). A quality approach
to masters education using an australian case study--A reflection. Universal

13
Journal of Educational Research, 6(8), 1837–1847.
https://doi.org/10.13189/ujer.2018.060829
Seow, P., Zhang, B., So, H., Looi, C., & Chen, W. (2008). 3Rs – A Primary
Environment Education Project. International Society of the Learning
Sciences, Proceeding(January), 327–334.
Ulfa, S. (2014). "Mobile Seamless Learning” Sebagai Model Pembelajaran Masa
Depan. Jurnal Inovasi Dan Teknologi Pembelajaran, 1(1).
Wong, L. H., Milrad, M., & Specht, M. (2015). Seamless Learning in the age of
mobile connectivity. In Seamless Learning in the Age of Mobile Connectivity
(Issue January). https://doi.org/10.1007/978-981-287-113-8

14

Anda mungkin juga menyukai