Anda di halaman 1dari 2

Penggunaan teknologi yang semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari telah mendorong

perubahan yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan. Bagaimana tidak? Pekerjaan yang
biasanya dilakukan berhari-hari menjadi lebih singkat, ringan, dan efisien bila dalam pengerjaannya
telah berbantuan teknologi. Teknologi dapat diartikan sebagai sebuah alat yang digunakan oleh
seseorang atau suatu kelompok untuk memperoleh manfaat yang lebih atas alat tersebut. Hal
tersebut semakna dengan definisi teknologi yang dikutip dalam situs Wikipedia, dimana teknologi
diartikan sebagaikeseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.Misalnya, bagi seorang pengusaha keberadaan
teknologi sangat berperan dalam upaya untuk memproduksi, mengemas, memasarkan produk yang
ditawarkan, sampai dengan proses transaksi jual beli. Bagi seorang pengajar, teknologi tentunya
berperan sebagai media untuk menyampaikan materi yang hendak disampaikan secara lebih
mudahd dan efektif.

Proses belajar mengajar harus terbangun dengan suasana yang menyenangkan, bermakna, dan
ekfektif sehingga berdampak pada tingginya keterlibatan peserta didik dalam aktifitas
belajar.Menghidupkan suasana belajar yang demikian, tentu bukanlah hal yang mudah. Namun,
butuh metode, strategi, pendekatan, dan media pengajaran yang tepat. Semakin tinggi keterlibatan
peserta didik dalam proses pembelajaran maka akan semakin baik pengaruhnya terhadap
peningkatan aktifitas berpikir.Hasil penelitian Meltzer tahun 2002 yang berjudul The Relationship
between Matematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden
Variable” in Diagnostic Pre Test Scoremenyebutkan bahwa salah satu penyebab kegagalan dalam
pembelajaran fisika adalah lemahnya kemampuan berpikir peserta didik dalam memahami
persoalan, untuk kemudian diterjemahkan dalam bentuk solusi matematik ataupun grafik.

Melihat kondisi tersebut, perlu disadari secara bersama-sama bahwa kemampuan berpikir setiap
peserta didik dalam menyelesaikan suatu persoalan, tentu tidaklah sama. Beberapa peserta didik,
mampu memahami dan memecahkan persoalan yang diberikan hanya dengan mendengarkan narasi
atau dengan membaca teks yang disajikan. Namun, ada pula peserta didik yang harus membaca
persolan berulangkali setelah itu baru dapat memahami pesan yang dimaksud. Memahami tentang
perbedaan cara belajar otak, Edgar Dale sebagai salah seorang tokoh pendidikan Amerika telah
membuat sebuah core of experience atau “kerucut pengalaman” tentang bagaimana otak bekerja
atas pengalaman yang diberikan. Dalam teorinya menyebutkan bahwa, bila otak hanya menangkap
informasi melalui kegiatan membaca maka hanya sekitar 10% yang dapat diingat, bila pembelajaran
didominasi dengan kegiatan mendengarkan (ceramah), maka hanya sekitar 20%yang diingat oleh
peserta didik dalam pembelajaran. Namun, bila dalam penyampaian informasi dibantu dengan
media visual, maka otak akan merekam sekitar 90% atas pengalaman yang diberikan.

Pengajaran fisika bukan hanya sekedar menerapkan rumus dalam soal-soal yang bersifat
matematis, namun harus dilakukan melalui proses penemuan (inquiry) dan menghasilkan sebuah
produk. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Ramsey (1993) dalam tulisannya yang berjudul
Reform Movement Implication Social Responsibilitybahwa,pembelajaran fisika didasarkan pada teori
konstruktivis yang berpandangan bahwa belajar merupakan kegiatan membangun pengetahuan
yang dilakukan sendiri berdasarkan pengalaman yang dimiliki melalui proses
penemuan.Pembelajaran yang hanya menekankan pada pencapaian kemampuan merapkan rumus
atau persamaan untuk menemukan jawaban atas persoalan yang diberikan dapat berdampak pada
rendahnya literasi sains dan memungkinkan terjadinya miskonsepsi. Sebagaimana dijelaskan
Suparno (2013) dalam tulisannya yang berjudul “Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam
Pendidikan Fisika” bahwa miskonsepsi dapat disebabkan karena proses konstruksi pengetahuan
yang tidak tepat.
Seorang guru yang profesional dapat menggunakan media teknologi berupa video simulasi,
animasi, atau laboratorium virtual untuk menyampaikan materi pelajaran. Penggunaan teknologi
dalam kegiatan belajar mengajar diyakini dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
membangun konsep secara utuh melalui proses pengamatan dan percobaan virtual.Melalui
pemanfaatan tekonologi, juga akan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik
untuk mengenal, mengidentifikasi, dan menganalisis fenomena alam dan menghubungkannya
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Matlin (1994) dalam bukunya yang berjudul “Cognition”
telah menjabarkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah
salah satunya yaitu kemampuan mengidentifikasi masalah dan keluasan wawasan terhadap masalah
yang dijumpai.

Melihat pentingnya keterlibatan dan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka
dalam paradigma pendidikan abad 21 seorang guru dianjurkan untuk menggunakan teknologi
sebagai bagian dalam proses pembelajaran. Anjuran tersebut kemudiandirumuskan secara tegas
dalam Kurikulum 2013 yang menuntutagar para pengajar wajib menggunakan media pembelajaran
baik yang berbasis alat pragaan ataupun berbasis teknologi .Media berbasis information technology
(IT)yang dimaksud dapat berupa video pembelajaran, video fenomena alam, gambar visual, simulasi,
atau multimedia lain yang memuat materi pelajaran untuk membantu proses pembelajaran. Dalam
pembelajaran fisika sekolah terdapat beberapa aplikasi yang dapat digunakan untuk membantu
proses pembelajaran seperti, Physics Education Technology (PhET), Looger Pro, Video Tracking, dan
ada masih ada lagi jenis yang lainnya.

Beberapa hasil penelitian yangmengintegrasikan teknologi sebagai bagian dalam proses


pengajaran ilmu fisika menjelaskan bahwa penggunaan tekonologi dapat memberikan pengaruh
positif terhadap peningkatan hasil belajar. Sebagaimana disampaikan Jauhari, dkk. (2016) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Media
PhET Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMAN 1 Gunungsari Tahun Pelajaran 2015/2016”
telah memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar fisika. Peningkatan tersebut
tentu merupkan dampak atas kondisi pembelajaran yang aktif dan bermutu. Dimana Arends (2013)
dalam bukunya Learning to Teach menjelaskan bahwa dengan mengatur lingkungan belajar yang
kondusif dan menyenangkan dapat memberikan dampak terhadap kemampuan berpikir peserta
didik. Hal tersebut juga semakin menguatkan hasil penelitian sebelumnya oleh Syaifullah dan
Jatmiko (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran guided discovery dengan bantuan PhET
dapat meningkatkan keaktifan peserta didik. Bahkan, hasil penelitian yang cukup baru oleh Husein,
dkk. (2017) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Terhadap Penguasaan Konsep
dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Suhu dan Kalor, menjelaskan bahwa
pemanfaatan teknologi sebagai bagian dalam pembelajaran juga dapat memberikan dampak positif
terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis (critcal thinking).

Melihat hasil riset tersebut, tentu dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan teknologi sebagai media
pembelajaran dapat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar peserta didik. Penggunaan
teknologi sebagai bagian dalam proses pembelajaran dapat merubah paradigma guru yang
cenderung berpusat pada guru (teacher center) ke arah pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik (student center). Bila kondisi pembelajaran dapat berlangsung dengan asyik dan
menyenangkan, maka lambat laun dapat merubah pandangan siswa yang sebelumnya menilai
pelajaran fisika sebagai mata pelajaran paling menakutkan menjadi mata pelajaran yang paling
diminati.

Anda mungkin juga menyukai