Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Terapi Keluarga Keperawatan Jiwa

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan yang maha Esa, yang telah memberikan

rahmat, hidayah serta karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan

tugas makalah “Terapi Keluarga Keperawatan Jiwa”. Dalam penyusunan makalah

ini tentu tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari teman-teman serta Dosen Mata

Kuliah. Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.

Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan agar kedepannya kami bisa

memperbaiki penulisan serta penyusunan makalah selanjutnya.

Kairatu, 24 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................................................
A. Pengertian................................................................................................................
B. Teori Terapi Keluarga..............................................................................................
C. Manfaat Terapi Keluarga.........................................................................................
D. Indikasi Terapi Keluarga.........................................................................................
E. Pemeriksaan Praterapi..............................................................................................
F. Tehnik Wawancara Terapi Keluarga.......................................................................
G. Frekuensi dan lama terapi pada keluarga.................................................................
H. Cara melakukan terapi keluarga..............................................................................
I. Peran perawat dalam terapi keluarga.......................................................................
J. Peran keluarga dalam terapinya sendiri...................................................................
K. Terapi psikoedukasi keluarga..................................................................................
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................
A. Pengaruh psikoedukasi keluarga pada pasien gangguan jiwa.................................
BAB IV PENUTUP................................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................

2
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini berarti bahwa untuk


mempertahankan keberadaan harus disokong oleh usaha manusia lain sekitarnya.
Hal ini juga berarti bahwa untuk mempertahankan keberadaannya maka manusia
harus hidup dalam kelompok. kelompok yang terkecil dalam masyarakat disebut
keluarga. Keluarga merupakan faktor yang menentukan nasib dari pada
anggotanya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa juga ikut
ditentukan oleh keluarga. Bila menghadapi masalah, maka lembaga – lembaga
akan berusaha meyelesaikan dengan upaya dan sarana yang teresedia di keluarga
tersebut, tetapi bila kemampuannya tidak memadai maka akan mencari bantuan
dari seorang ahli (Almasitoh,2012)
Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil
yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain
dan saling bergantung, serta diorganisasi dalam satu unit tunggal dalam rangka
mencapai tujuan tertentu (Yusuf, 2015)
Keluarga merupakan fondasi dari perubahan dan kasih sayang, terutama
antara suami dan istri. Jika rasa kasih sayang memuaskan dengan proporsi yang
benar, pengembangan yang lancar yang meningkatkan kepercayaan, perhatian, dan
kesiapan berkorban satu sama lain, maka kehidupan pernikahan akan bahagia dan
mereka akan memiliki keluarga yang hangat. Jika rasa kasih sayang tidak ada
dalam suatu keluarga maka akan terjadinya kekacauan dalam pernikahan mereka

3
yang menyebabkan penderitaan dan frustasi, kemarahan hingga terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga (Boonprakarn,2014)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas bapak, ibu,
anak, dan lain-lain (kakek, nenek, dan sebagainya) yang hidup di bawah satu atap
dan saling berhubungan. Semua orang pasti menginginkan bisa memiliki dan
tinggal bersama keluarga yang bahagia dan juga mampu memberikan kenyamanan
bagi anggota keluarganya. Namun telah disadari atau tidak bahwa selalu ada
permasalahan yang hadir dan memicu ketidaknyamanan dalam masing-masing
anggota keluarga. Apalagi jika ada perasaan saling curiga dan tidak bisa saling
percaya yang melatarbelakangi masing-masing diri tiap anggota keluarga
(Kertamuda, 2009).
Terapi pada keluarga Jenis terapeutik modalitas di mana fokus pengobatan
adalah pada keluarga sebagai satu kesatuan. Ini merupakan bentuk intervensi di
mana anggota keluarga dibantu untuk mengidentifikasi dan mengubah masalah,
maladaptif, self-defeating, pola hubungan berulang (Goldenberg, Goldenberg &
Pelavin, 2011)
Keluarga memiliki hubungan satu sama lain dalam satu sistem keluarga
terikat dan ruwet, jika ada satu orang keluarga yang mengalami masalah kesehatan
baik fisik maupun psikososial maka hal tersebut akan dapat mempengaruhi
kondisis keluarga secara keseluruhan. Dengan memahami prinsip keluarga,
perawat dapat melakukan observasi yang akurat sehingga dapat meningkatkan
pengkajian terhadap kebutuhan dari berbagai sumber dalam keluarga. Perawat juga
dapat menyarankan cara baru untuk meningkatkan fungsi keluarga yang adaptif
dan meningkatkan koping keluarga yang efektif. Dengan demikian, perawat dapat
lebih cepat mengidentifikasi maslah didalam keluarga mencari penyelesaian
masalah yang tepat serta melakukan rujukan jika diperlukan (Yusuf, 2015).
Terapi keluarga merupakan terapi yang dikembangkan untuk menangani
keluarga yang bermasalah. Oleh karena itu, sebagian besar beroreintasi pada
patologis yang menyangkunt keluarga baik fungsional maupun disfungsional, yang

4
bersifat perspektif dan menyarankan srategi penanganan (Keliat, 1996; Yusuf
2015). Sekalipun pada mulanya hanya satu anggota keluarga yang diketahui
mengalami masalah gangguan mental, dan memerlukan bantuan, tetapi lama
kelamaan sambil proses pengobatan berjalan akan diketahui bahwa masih ada
anggota-anggota keluarga lain yang juga mempunyai masalah emosional yang
memerlukan bantuan (Baradero, 2016)

B. Rumusan masalah
Tujuan dalam penulisan makalah ini untuk menjelaskan tentang pengertian,
teori dalam penerapan terapi keluarga, manfaat, indikasinya, pemeriksaan pra
terapi, tehnik wawancara terapi keluarga, Frekuensi dan lama terapi pada keluarga,
Cara melakukan terapi keluarga, peran perawat, peran keluarga danvTerapi
psikoedukasi keluarga.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Pittman (1987) dalam Kushariyadi (2011), Mengatakan terapi keluarga
merupakan salah satu bentuk terapi kelompok yang secara asumsi, baik implisit
maupun eksplisit, bukan klien yang sakit melainkan keluarga tersebut yang
memang sakit. Videbeck (2008) dalam Kushariyadi (2011), Mengatakan terapi
keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan klien dan anggota
keluarganya.
B. Teori Terapi Keluarga
Teori terapi keluarga dikembangkan untuk menangani keluarga-keluarga
yang bermasalah dan arena itu sebagian besar terapi ini berorientasi pada patologi.
Para ahli teori terapi keluarga memfokuskan perubahan pada keluarga yang
malfungsi (Whall, A.L. 1983 dalam Kushariyadi 2011), bahwa masalah-masalah
didalam keluarga sering kali diperburuk oleh malfungsi didalam keluarga yang
tidak diberi terapi.
Teori tersebut bersifat deskriptif menyangkut keluarga-keluarga fungsional,
disfungsional, dan preskriptif (menyarankan strategi-strategi penanganan).
Kebanyakan teori terapi keluarga pada beberapa tingkat berasal dari atau
dipengaruhi oleh teori sistem umum. Pada terapi keluarga, seluruh anggota
keluarga diikutsertakan sebagai unit penanganan. Permasalahan dlam keluarga
terjadi karena adanya perbedaan dan keberadaan. Perawat menentukan apakah
orang tua bertindak sebagai orang tua dan anak bertindak sebagai anak (Peterson
1998 dalam Setyoadi 2011).
C. Manfaat Terapi Keluarga

6
Manfaat untuk keluarga yaitu memperbaiki fungsi dan struktur keluarga
sehingga peran masing – masing anggota keluarga labih baik menurut Yusuf
(2015) manfaat terapi dalam keluarga adalah:
1. Pasien
a. Mempercepat proses penyembuhan pasien yang berdampak positif bagi
dinamika keluarga
b. Memperbaiki hubungan interpersonal
c. Menurunkan angka kekambuhan
2. Keluarga
a. Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga
b. Keluarga mampu meningkatkan pengertian terhadap pasien sehingga lebih
dapat menerima, lebih bertoleransi, dan lebih menghargai pasien sebagai
manusia
c. Keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam membantu pasien dalam
proses rehabilitasi
D. Indikasi Terapi Keluarga
Indikasi terapi keluarga menurut Kushariyadi (2011) adalah;
1. Berfokus pada keluarga (masalah pernikahan, konflik antargenerasi,
kekhawatiran saudara kandung, serta krisis keluarga seperti kematian,
perceraian, dan stress akut)
2. Klien dengan gangguan makan (anoreksia nerfosa)
3. Gangguan psikiatri pada anak-anak
4. Klien dengan kekerasan domestic
5. Klien dengan gangguan makan (bulimia nerfosa)
6. Klien dengan gangguan bipolar
7. Klien dengan gangguan depresif
8. Klien dengan gangguan menentang (membangkang)
9. Klien dengan gangguan penyalahgunaan zat
10. Klien dengan gangguan tingkah laku

7
11. Klien dengan gangguan penganiayaan lansia
12. Klien dengan gangguan penganiayaan pasangan
13. Klien dengan gangguan skizofrenia.
14.
E. Pemeriksaan Praterapi
Pemeriksaan praterapi terhadap rasa takut yang mendasari keengganan
pendakatan keluarga menurut setyoadi, dkk (2011) antara lain;
1. Orang tua merasa disalahkan terhadap kesulitan yang dialami oleh anak-
anaknya
2. Bahwa keseluruhan keluarga akan dianggap sakit
3. Bahwa pasangan akan menjadi sasaran
4. Bahwa diskusi terbuka tentang salah satu perilaku anak yang menyimpang akan
memiliki pengaruh pada anggota keluarga yang lebih muda.
F. Tehnik Wawancara Terapi Keluarga
Faktor yang mempengaruhi kualitas wawancara dalam menurut setyoadi
(2011), berasal dari:
1. Keluarga ke terapi dengan riwayat dan dinamikanya yang melekat kuat.
2. Anggota keluarga biasanya tinggal bersama-sama dan dengan suatu tingkat,
tergantung satu sama lainnya untuk kesehatan fisik dan emosionalnya.
Satir (1967) dalam setyoadi (2011), dianjurkan untuk memulai sekurang-
kurangnya satu sampai dua tahap terapi keluarga dengan kronolgi kehidupan
keluarga. Tehnik ini mencerminkan banyak aturan terapi keluarga. Berikut alur
utama kronologi aturan terapi keluarga tentang keluarga secara keseluruhan.
Berikut pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ahli terapi menganai
masalah yang dihadapi keluarganya.
1. Kepada pasangan
a. Tanyakan mengenai bagaimana mereka bertemu.
b. Kapan mereka memutuskan untuk menikah.
c. Tanyakan mengenai kehidupan perkawinan awal.

8
d. Komentar mengenai pengaruh masa lalu.
2. Kepada istri dan suami.
a. Tanyakan bagaimana klien memandang orangtua, anggota keluarga
yang lain, dan kehidupan keluarga.
b. Bawalah krinologi ke saat klien bertemu dengan suami atau istri.
c. Tanyakan mengenai harapan tentang hidup.
3. Kepada pasangan sebagai orangtua
a. Tanyakan mengenai harapan mereka menjadi orangtua.
b. Komentar mengenai pengaruh masa lalu.
4. Kepada anak
a. Tanyakan mengenai pandangannya tentang orang tua
b. bagaimana mereka bergembira
c. bagaimana mereka berbeda pendapat.
5. Pada keluarga secara keseluruhan.
a. Yakinkan keluarga bahwa aman mengungkapkan komentar
b. Tekankan kebutuhan komunikasi yang jelas
c. Lakukan terminasi
d. Tentukan kontrak pertemuan yang akan datang
e. Berikan harapan.

Berikut merupakan beberapa alasan yang terdapat pada kronologi kehidupan


keluarga (Kusharyadi, 2011).

1. Perawat memasuki suatu tahap terapi dengan sedikit pengetahuan tidak


tahu sama sekali tentang keluarga yang diterapi.
a. Perawat mungkin mengetahui atau tidak tentang siapa kliennya dan apa
gejala yang ditunjukkan. Dengan demikian, perawat harus
mendapatkan petunjuk tentang arti gejala.

9
b. Perawat mungkin mengetahui adanya gangguan didalam hubungan
perkawinan, tetapi perlu mendapatkan petunjuk tentang bagaimana
gangguan tersebut muncul.
c. Perawat harus mengetahui bagaimana pasangan telah mencoba untuk
mengatasi masalahnya.
d. Perawat mungkin mengetahui bahwa kliennya berperilaku dari hasil
mencontoh (apa yang mereka lihat pada orang tua mereka sendiri).
Perawat juga perlu mengetahui bagaimana contoh tersebut telah
mempengaruhi masing-masing harapan pasangan tentang bagaimana
menjadi pasangan dan bagaimana menjadi orang tua.
2. Perawat memasuki suara tahap dengan mengetahui bahwa keluarga pada
kenyataannya memiliki suatu riwayat.
a. Tiap keluarga, sebagai suatu kelompok, telah menjalani atau secara
bersama-sama mengelami banyak kejadian. Kejadian tertentu
(kematian, melahirkan, penyakit, pindah tempat, dan perubahan
pekerjaan) terjadi pada hampir semua keluarga.
b. Kejadian tertentu mempengaruhi anak-anak. Mungkin anak belum
dilahirkan atau terlalu muda untuk mengerti sepenuhnya sifat suatu
kejadian yang mempengaruhi orangtuanya. Mereka mungkin hanya
merasakan kesenjangan hubungan, kebingungan, kecemasan, atau
kejengkelan orangtua.
c. Perawat dapat memperoleh manfaat dari jawaban tiap pertanyaan
yang ditanyakan.
3. Anggota keluarga memasuki terapi dengan rasa takut yang cukup besar.
Perawat membantu untuk menurunkan ketakutan dengan mengatakan,
“Saya siap menghadapi apa yang akan terjadi disini. Saya akan melihat
bahwa tidak ada yang menakutkan yang terjadi disini”.

10
a. Semua anggota secara tidak langsung merasa disalahkan atas
kenyataan bahwa tidak ada yang benar dan yang salah (walaupun
mereka dengan jelas menyalahkan klien tertentu atau pasangannya).
b. Orangtua khususnya, perlu merasa bahwa mereka telah melakukan
yang terbaik sebagai orangtua.
c. Kronologi kehidupan keluarga yang menghadapi kenyataan tersebut
sesuai nama, tanggal, hubungan tertentu dan perpindahan,
tampaknya mendapat perhatian dari keluarga. Perawat mengajukan
pertanyaan yang dapat dijawab oleh anggota keluarga, pertanyaan
yang tidak mengancam. Perawat memperlakukan kehidupan seperti
yang dimengerti keluarga.
4. Anggota keluarga memasuki terapi dengan rasa putus asa yang besar.
Tuntutan perawat membantu menstimulasi harapan.
a. selama anggota keluarga merasa takut, kejadian masa lalu adalah
bagian dari keluarga.
b. Jika keluarga tahu pertanyaan apa yang perlu diajukan, keluarga
tidak perlu berada dalam terapi. Anggota keluarga akan dengan
mudah bercerita kepada perawat karena keluarga telah berulang kali
menceritakan kisah hidupnya selama bertahun-tahun.
5. Perawat juga mengetahui bahwa dalam suatu singkat, keluarga telah
terpusat pada klien tertentu untuk menghilangkan gangguan didalam
perkawinan. Perawat juga mengetahui bahwa dalam suatu singkat,
keluarga akan menentang tiap usaha untuk mengubah pusat tersebut.
Kronologi kehidupan keluarga adalah cara yang efektif dan tidak
mengancam untuk mengubah dari penekanan anggota keluarga yang
sakit atau buruk menjadi penekahanan hubungan perkawinan.
6. Kronologi keluarga memiliki tujuan terapi yang bermanfaat lainnya,
seperti memberikan kerangka kerja dimana proses edukasi kembali
dapat terjadi. Perawat berperan sebagai model dalam memeriksa

11
informasi atau mengoreksi tehnik komunikasi dan mendapatkan
pertanyaan dan menggali jawaban pada awal proses. Perawat dapat
memperkenalkan suatu konsep penting untuk menginduksi perubahan
dengan cara yang relative tidak mengancam.
7.
G. Frekuensi dan lama terapi pada keluarga
Tahapan dalam terapi keluarga biasanya dilakujkan tidak lebih dari satu kali
dalam seminggu (kecuali jika dalam kegawatdaruratan). Masing-masing tahapan
memerlukan waktu paling lama 2 jam. Lama terpi tergantungndari sifat dan model
teurapetik.
Menurut satir (1967) dalam setyoadi (2011), kriteria untuk mengakhiri terapi
keluarga adalah :
1. Jika anggota keluarga dapat menyelesaikan perjanjian, pemerikasaan dan
pertanyaan
2. Jika anggota keluarga dapat menginterpretasikan permusuhan.
3. Jika anggota keluarga dapat mengetahui bagaimna mereka meliha diri sendiri
4. Jika salah satu anggota keluarga dapat mengatakakan kepada yang lain tentang
bagaimana keluarga memanifestasikan dirinya sendiri.
5. Jika salah satu anggota keluarga dapat mengatakakan kepada yang lain apa
yang diharapkan, ditakutkan dan diinginkan dari keluarga.
6. Jika anggota keluarga mampu mengungkapkan ketidaksetujuan

H. Cara melakukan terapi keluarga

Menurut Almasitoh (2012) terdapat empat langkah dalam proses terapi


keluarga, antara lain :

1. Mengikutsertakan Keluarga, Pertemuan dilakukan di rumah, sehingga terapis


mendapat informasi nyata tentang kehidupan keluarga dan dapat merancang
strategi yang cocok untuk membantu pemecahan problem keluarga.

12
2. Menilai Masalah, Mencakup pemahan tentang kebutuhan, harapan, kekuatan
keluarga dan riwayatnya
3. Strategi-strategi khusus, Berfungsi untuk pemberian bantuan dengan
menetukan macam intervensi yang sesuai dengan tujuan
4. Riwayatnya perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara -
saudaranya, Bila akan dirujuk ke dalam terapi keluargamaka terapist akan
mengekporasi interaksi individu dalam konteks hidup yang berarti. Dalam
wawancara keluarga terapist mengamati hubungan individu dengan anggota
keluarga lainnya, dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga.
5. Follow Up, Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap berhubungan
dengan terapis atau konselor secara periodik untuk melihat perkembangan
keluarga dan memberikan support
I. Peran perawat dalam terapi keluarga
Peran perawat dalam melakukan terapi keluarga untuk melakukan asuhan
keperawatan yang relevan dimana perawat yang sudah memiliki pengalaman dan
sertifikat dalam memberikan terapi pada keluarga sesuai kondisi sedangkan untuk
perawat yang belum memiliki sertifikasi bisa memberikan psikoedukasi:
1. Psychiatric-mental health nurse specialist
Perawat dalam tingkat ini dapat berperan sebagai ahli terapi keluarga dengan
menggunakan terori terapi keluarga untuk memberikan layanan seperti
diagnosis keluarga atau intervensi psikoteurapetik (ANA, 1994)
2. Psychiatric-mental health nurse specialist
Perawat pada tingkat ini berperan aktif secara tipikal menerapkan proses
keperawatan terhadap keluarga, seperti:
a. Pengkajian peran, fungsi, kebutuhan keluarga, dan menerapkan standar
diagnosis keperawatan (Nanda).
b. Mengajarkan pada keluarga tentang penyakit, sumber daya dan pengobatan,
serta bekerja sama dengan anggota keluarga untuk memberikan
penetalaksanaan penyakit yang efektif.

13
c. Menggunakan teknik komunikasi teurapetik untuk membantu keluarga
memperbaiki komunikasi.
d. Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk meningkatkan
fungsi keluarga dan memperbaiki kesehatan anggotanya yang meliputi
rujukan, manajer kasus, dan keanggotaan tim (Frisch, 1998 dalam
Kusharyadi, 2011).

J. Peran keluarga dalam terapinya sendiri


Peran keluarga dalam membantu untuk melakukuna terapi pada anggota
keluarganya sendiri yang bermasalah (yusuf,2015).
1. Membuat suatu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya
terhadap diri klien dan aktivitasnya.
2. Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka.
3. Membantu anggota bagaimana memandang orang lain.
4. Tempat bertanya serta pemberi informasi yang mudah dipahami klien.
5. Membangun self esteem.
6. Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi.
7. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis.
8. Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab

K. Terapi psikoedukasi keluarga


Psikoedukasi adalah salah satu program perawatan kesehatan jiwa
keluarga dengan pemberian informasi, edukasi melalui komunikasi yang
terapeutik (stuart & sundeen, 2007).
1. Tujuan psikoedukasi
Terapi psikoedukasi keluarga mempunyai beberapa tujuan. Varcarolis
(2006), mengatakan terapi ini bertujuan saling bertukar informasi tentang
perawatan kesehatan mental akibat penyakit yang dialami, membantu anggota
keluarga mengerti tentang penyakit.

14
Menurut Levine (2002), untuk memberikan perasaan sejahtera atau
kesehatan mental pada keluarga. Tujuan umum dari psikoedukasi keluarga
adalah menurunkan intensitas emosi dalam keluarga sampai pada tingkat
yang terendah. Tujuan khusus meningkatkan pengetahuan anggota keluarga
tentang penyakit dan pengobatan. Memberikan dukungan kepada keluarga.

2. Manfaat psikoedukasi
Terapi ini diberikan kepada individu atau keluarga dengan gangguan
psikologis. Vacarolis (2006), mengatakan terapi dilakukan untuk menurunkan
faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan gejala perilaku
kekerasan. Cartwright (2007).
3. Indikasi dalam pelaksanaan psikoedukasi
Stuart&Laraia (2009), mengatakan indikasi dilakukan psikoedukasi
pada keluarga dengan gangguan, kekambuhan, depresi, rawat inap berulang,
memiliki masalah psikososial, gangguan jiwa, keluarga dengan kurang
pengetahuan, sakit mental, keluarga yang ingin mempertahankan kesehatan
mentalnya. Beberapa indikasi diatas, psikoedukasi keluarga sangat sesuai
diterapkan untuk keluarga dengan gangguan perilaku kekerasan.
4. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Psikoedukasi
Pelaksanaan psikoedukasi tidak selamanya lancar, hal ini dipengaruhi
oleh beberapa hambatan. Menurut Dixon (2001), mengatakan rendahnya
tingkat kontak antara staf klinis, anggota keluarga, berbasis masyarakat,
keterbatasan waktu, sumber daya manusia.
Beberapa faktor yang mungkin dapat menghambat pelaksanaan
psikoedukasi diantaranya adalah anggota keluarga yang mempunyai stigma
tidak ingin diidentifikasi terkait masalah kesehatan karena merasa tidak
nyaman untuk mengungkapkan perasaan yang dialaminya karena memiliki

15
sumber informasi tentang psikoedukasi keluarga sehingga tidak tahu
keuntungan dari program tersebut.
5. Pedoman Dan Pelaksanaan Terapi Psikoedukasi Keluarga
Melihat beberapa penelitian yang telah menggunakan terapi
psikoedukasi keluarga pada masalah psikososial. Adapun sesi-sesinya adalah
sebagai berikut (Nurbani, 2009) :
a. Sesi satu pengkajian masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan gangguan perilaku kekerasan.
b. Sesi dua merawat dan memberikan dukungan psikososial kepada Anggota
keluarga dengan gangguan perilaku kekerasan.
c. Sesi tiga manajemen beban subyektif keluarga (stress, depresi dan
ansietas).
d. Sesi empat manajemen beban obyektif keluarga. Peserta psikoedukasi
keluarga mengenal tanda-tanda beban yang dialami akibat adanya anggota
keluarga yang menderita penyakit perilaku kekerasan dan peserta
mengetahui cara mengatasi beban yang dialami.
e. Sesi lima hambatan dan pemberdayaan komunitas. Peserta psikoedukasi
keluarga dapat melakukan komunikasi yang baik dengan petugas kesehatan
terdekat dalam komunitas (Puskesmas).

16
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengaruh psikoedukasi keluarga pada pasien gangguan jiwa
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan,atau adopsi, mereka saling
berinteraksin satu sama lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan
serta mempertahankan suatu budaya (Friedman,2010). oleh sebab itu keluarga
mempunyai pengaruh utama dalam kesehatan fisik dan mental setiap anggota
keluarga Doherty, (1998) dalam Newton, (2006).
Psikoedukasi merupakan bagian dari pendidikan kesehatan. Menurut
Cartwright (2007) carson (2000) psikoedukasi adalah sebuah treatment, yang
mengintegrasikan dan mensinergikan antara psikoterapi dan edukasi. terapi
keluarga yang merupakan strategi untuk menurunkan faktor resiko yang
berhubungan dengan perkembangan gejala prilaku.
Menurut Hawari (2003) salah satu kendala dalam upaya penyembuhan
pasien gangguan jiwa adalah pengetahuan masyarakat dan keluarga. Keluarga dan
masyarakat menganggap gangguan jiwa penyakit yang memalukan dan membawa
aib bagi keluarga. Penilaian masyarakat dalam menilai gangguan jiwa sebagai
akibat dilarangnya larangan, guna-guna, santet kutukan dan sejenisnya
berdasarkan kepercayaan supranatural. Kondisi ini diperberat dengan sikap

17
keluarga yang cenderung memperlakukan pasien dengan disembunyikan, diisolasi,
dikucilkan bahkan ada sampai yang dipasung.
Berdasarkan penelitian yang ditemukan bahwa angka kekambuhan pada
klien tanpa terapi keluarga sebesar 20-50%, sedangkan angka kekambuhan pada
klien yang diberikan terapi keluarga sebesar 5-10% (Keliat, 2006).
Bedasarkan evidence based practice psikoedukasi keluarga adalah terapi
yang digunakan untuk memberikan informasi pada keluarga untuk meningkatkan
keterampilan mereka dalam merawat anggota keluarga mereka yang mengalami
gangguan jiwa, sehingga diharapkan keluarga akan mempunyai koping yang
positif terhadap stress dan beban yang dialaminya (Goldenberg & Goldengerg,
2004).
Menurut Nurbaini (2009) juga mnyampaikan bahwa psikoedukasi yang
diberikan pada keluarga (caregiver) dapat menurunkan ansietas secara bermakna
dimana psikoedukasi kelaurag dapat digunakan sebagai terapi yang dilakukna
untuk mengatasi masalah psikososial dirumah sakit umumnya dalam menurunkan
ansietas dan beban. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian
obat dan rehabilitasi medis, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat
guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan. psikoterapi diberikan apabila
penderita telah diberikan terapi psikofarmaka.
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor
maupun yang dirawat dirumah dalam lingkungan kelurahan Baranangsiang
Bogor 2012 dengan menggunakan Kelompok Pre dan post kontrol tentang
pengaruh terapi FPE terhadap peningkatan keluarga dengan gangguan jiwa
didapatkan peningkatan kemampuan keluarga secara kognitif maupun psikomotor
dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa baik pada kelompok
intervensi amupun kelompok kontrol, hanya saja pada kelompok intervensi
peningkatannya lebih signifikan dibandingkan pada kelompok kontrol. Hal ini
dikarenakan pelaksanaan terapi FPE pada keluarga dilakukan dengan cara
mengajarkan keluarga untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi ketika

18
merawat klien serta masalah pribadi keluarga/care giver sendiri ketika merawat,
baik stress maupun beban yang timbul pada keluarga saat merawat klien.
Pada penelitian ini, kemampuan yang dinilai adalah kemampuan keluarga
secara kognitif dan psikomotor dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan
jiwa Seperti yang dikemukakan oleh Bloom dalam As’ari Djohar (2003) dimana
ada tiga kategori dalam domain perilaku individu yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Domain kognitif berkenaan dengan perkembangan kecakapan dan
keterampilan intelektual. Domain afektif berkenaan dengan perubahan minat,
sikap, nilai-nilai, perkembangan apresiasi dan kemampuan menyesuaikan diri.
Domain psikomotor berkenaan dengan keterampilan-keterampilan gerak.
Dalam penelitiah penerapan terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga
pada klien harga diri rendah di ruang yudistira rumah sakit dr. h. marzoeki
mahdi bogor tahun 2013 kemempuan keluarga setelah diberikan tindakan
keperawatan secara generalis dan psikoedukasi keluarga menunjukkan
peningkatan yaitu sebanyak 100% keluarga mampu mengenal masalah, mampu
memutuskan masalah, mampu merawat klien, mampu memamfaatkan pelayanan
kesehatan, mampu manajemen stress, mampu manajemen beban, dan sebanyak
90% kelaurga mampu memodifikasi suasan lingkungan yang positif. Psikoedukasi
keluarga sangat dibutuhkan dalam perawatan klien gangguan jiwa karena dapat
mengurangi kekambuhan klien gangguan jiwa, meningkatkan fungsi klien dan
keluarga sehingga mempermudah klien kembali ke lingkungan keluarga dan
masyarakat dengan memberikan penghargaan terhadap fungsi sosial dan okupasi
klien gangguan jiwa (Levine, 2002 dalam Stuart, 2009).
Pemberdayaan komunitas melalui kader kesehatan jiwa merupakan sumber
daya masyarakat yang potensial dan diharapkan mampu berpartisipasi dalam
perawatan klien gangguan jiwa di masyarakat (Keliat,2010).

19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi keluarga salah satu terapi modalitas yang melihat masalah individu
dalam konteks lingkungan khususnya keluarga. Untuk dapat menajalankan terapi
keluarga dengan baik diperlukan pendidikan dan latihan dengan dilandasi
berbagai teoeri yaitu psikoterapi kelompok, konsep keluarga struktur dan
fingsikeluarga,dinamika keluarga, terapi perilaku dan teori komunikasi. Manfaat
peran keluarga dalam proses terapi pasien dapat di perbesar melalui terapi
keluarga.Dengan terapi keluarga diharapkan selain bermanfaat untuk terapi dan
rehabilitasi pasien juga dapatmemperbaiki kesehatan mental dari keluarga,
termasuk tiap - tiap anggota keluarga dalam arti memperbaiki peran dan fungsi
atau hubungan interpersonal.
Terapi keluarga adalah suatu bentuk terapi kelompok ketika klien beserta
anggota keluarganya ikut dalam pertemuan kelompok. Termasuk dalam tujuan
terapi keluarga antara lain:
1. Melihat dan memahami bagaimana dinamika kelaurag menjadi suatu faktor
timbulnya gangguan mental pada anggota kelauraga.
2. Menggerakkkan kemampuan dan kekuatan untuk melakukan pemecahan
masalah
3. Membantu keluarga memperbaiki pola tingkah laku yang mal-adaptif.
4. Memperkuat kemampuan keluarga untuk melakukan pemecahan masalah.

B. Saran
1. Libatkan secara penuh fungsi keluarga dalam melakukan terapi
2. Dapat memberikan komunikasi teraupetik dalam melakukan terapi pada klien

20
21
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/92209049/Terapi-Keluarga-Keperawatan-Jiwa

22

Anda mungkin juga menyukai