Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

TERAPI KELUARGA DAN TERAPI LINGKUNGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5

Lena Novianti Tambunan Muhamad Eka

Rima Fatimah Zahra Garnis

Asep Hendar Permana Muhamad Wildan

Redy Egiyanto Ruhiyat Taufik

Rizal Reinaldi

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS TRANSFER

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Terapi Keluarga dan
Terapi Lingkungan" .

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Jiwa. Makalah ini menjelaskan mengenai konsep-konsep terapi keluarga dan terapi
lingkungan dalam mengatasi masalah resiko maupun gangguan jiwa.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar kami menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang.

Cianjur, 19 Mei 2022

Kelompok,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Tujuan ...................................................................................................................... 1

BAB II KONSEP TEORI ........................................................................................ 2

A. Terapi Keluarga....................................................................................................... 2
B. Terapi Lingkungan .................................................................................................. 2

BAB III PENERAPAN TERAPI .............................................................................. 11

BAB IV PENUTUP....................................................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11
B. Saran ...................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tidak bisa dilepaskan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan
manusia. Lingkungan dan situasi rumah sakit yang asing serta pengalaman perawatan
yang tidak menyenangkan akan memberi pengaruh yang besar terhadap kemampuan
adaptasi pasien dengan gangguan fisik dan gangguan mental. Ada kecenderungan
lingkungan rumah sakit menjadi stresor bagi pasien.

Menurut ICN, pada tahun 2020 nanti diseluruh dunia akan terjadi pergeseran
penyakit. Perubahan sosial ekonomi yang sangat cepat dan situasi sosial politik Indonesia
yang tidak menentu menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan,
dan kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan mental
dalam kehidupan manusia, pada saat ini terjadi peningkatan sekitar 20%.

Menurut Bloom, 60% faktor yang menentukan status kesehatan seseorang adalah
kondisi lingkungannya. Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan
multidisipliner. Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai
realitas (reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali tempat, waktu, dan orang-
orang di sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi
pencetus terjadinya ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu
ada aktivitas yang member stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realitas
lingkungan yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan tempat.

Sebuah keluarga adalah sebuah sistem sosial yang alami, dimana seseorang
menyusun aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, cara mendiskusikan
pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dengan lebih
efektif. Dalam penjelasan yang lain dikatakan bahwa keluarga adalah suatu unit yang
berfungsi sesuai atau tidak sesuai menurut tingkat persepsi peran dan interaksi di antara
kinerja peran dari macam-macam anggota keluarga
Masalah gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang seringkali
memberikan dampak tidak hanya kepada keluarga tapi juga bagi masyarakat.
Permasalahan ini disebabkan oleh masalah social ekonomi, ketatnya persaingan hidup
dan masalah psikologis yang berasal dari keluarga. Keluarga merupakan sumber utama
konsep sehat sakit dan perilaku sehat dan berpengaruh besar terhadap kesehatan fisik
maupun mental anggotanya. Selain itu keluarga cenderung terlibat dalam pengambilan
keputusan dan proses terapi pada setiap tahap sehat dan sakit anggota keluarga dari
keadaan sejahtera hingga tahap diagnosis, terapi dan tahap pemulihan (Campbell, 2000).
Ungkapan lain juga dikemukakan oleh Friedmen (2010) bahwa kesehatan keluarga baik
fisik maupun mental saling ketergantungan dan saling mempengaruhi, kesehatan fisik
maupun kesehatan mental anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh kesehatan yang ada
dalam anggota.

Kesehatan fisik dan mental tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi.
Kesehatan mental, keluarga, merupakan sebuah interaksi yang menunjukkan keadaan
dimana terjadi proses internal atau dinamika, seperti hubungan interpersonal keluarga
yang berfokus pada sub sistem keluarga dan hubungan antar keluarga (Friedmen, 1998
dalam Keliat, 2011).

Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang,


memahami perilaku, perkembangan simptom dan cara pemecahannya. Model terapi yang
diterapkan dalam keluarga antara lain Experiential/Humanistic, Bowenian,
Psikodinamika dan Behavioral. Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga
dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga mengusahakan supaya keadaan dapat
menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda.

Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik


(Stuart and Laraia, 2005 ). Terapi keluarga ini dapat memberikan support kepada anggota
keluarga. Keluarga dapat mengekspresikan beban yang dirasakan seperti masalah
keuangan, sosial dan psikologis dalam memberikan perawatan yang lama untuk anggota
keluarganya. Teori-teori keperawatan sangat menjanjikan apabila diterapkan dalam
keluarga. Teori yang dapat mendasari tentang terapi keluarga adalah teori dari Friedman,
Duval, dan Maglaya.
B. Tujuan

1) Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menganalisa konsep dan teori terapi keluarga dan lingkungan.

2) Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menggunakan konsep keluarga dan terapi lingkungan

b. Mahasiswa mampu memahami jenis terapi keluarga dan terapi lingkungan yang
dapat digunakan
c. Mahasiswa menggunakan terapi tersebut melibatkan keluarga dan lingkungan
dalam mengatasi masalah klien dengan resiko dan gangguan jiwa.
BAB II

KONSEP TEORI

A. Terapi Keluarga
1. Pengertian
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
dimana setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi sebagai terapis. Terapi ini
bertujuan agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya dalam merawat klien
dengan gangguan jiwa. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; yaitu keluarga yang tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi
yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang
dirasakan diidentifikasi selanjutnya setiap anggota keluarga mengidentifikasi
penyebab masalah tersebut dan kontribusi setiap anggota keluarga terhadap
munculnya masalah untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan
keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang
seharusnya.
2. Ciri Sistem Keluarga Fungsional
Ciri sistem keluarga yang fungsional antara lain sebagai berikut (Gladding, 2002):
a. Mempertahankan keseimbangan, fleksibilitas, dan adaptif terhadap perubahan
tahap transisi yang terjadi dalam hidup
b. Masing-masing anggota keluarga menyadari bahwa masalah emosi merupakan
bagian dari fungsi setiap individu
c. Setiap anggota keluarga mampu mempertahankan kontak emosi pada setiap
generasi.
d. Menjalin hubungan erat antaranggota keluarga dan menghindari menjauhi
masalah.
e. Menggunakan perbedaan antaranggota keluarga yang ada sebagai motivasi untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kreativitas individu.
f. Antara orang dan anak terbentuk hubungan yang terbuka dan bersahabat
3. Ciri Disfungsi Keluarga
Ciri Disfungsional Keluarga Ciri keluarga yang disfungsional adalah sebagai berikut
(Gladding, 2002).
a. Tidak memiliki satu atau lebih fungsi keluarga di atas.
b. Ketidakseimbangan pola asuh seperti ibu yang terlalu melindungi atau sebaliknya.
c. Orang tua super atau pasif.
d. Pasangan yang tidak harmonis.
4. Proses Terapi Keluarga
Proses terapi keluarga terdiri dari tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2
(kerja), fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan
hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan
bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh
perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi antar anggota keluarga,
meningkatkan kompetensi masing-masing anggota keluarga, dan mengeksplorasi
batasan-batasan dalam keluarga serta peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi
keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga mampu memecahkan masalah
yang dialami dengan mengatasi berbagai isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan
dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan
5. Aplikasi Terapi Keluarga
a. Pengkajian
Dilakukan pengkajian keluarga secara menyeluruh terutama pola
komunikasi dalam keluarga, hubungan interpersonal antaranggota keluarga,
sistem pendukung yang tersedia, mekanisme koping keluarga, dan persepsi
keluarga terhadap masalah.
b. Diagnosis
Diagnosis yang umum dan sering adalah konflik (gangguan hubungan
interpersonal anak dan keluarga) berhubungan dengan koping keluarga tidak
efektif.
c. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah mengacu pada problem
atau masalah yaitu konflik menurun atau dapat diatasi dan hubungan interpersonal
anak dan keluarga dapat ditingkatkan.
d. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek yang ingin dicapai mengacu pada etiologi, yaitu
koping keluarga efektif.
e. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang direncanakan dapat berupa hal sebagai
berikut.
1) Memanipulasi lingkungan.
2) Sistem pendukung.
3) Pendekatan umum untuk semua anggota keluarga.
4) Pendekatan individu, meliputi:
a) teknik aberasi yaitu menurunkan stres dengan ekspresi perasaan,
b) penggunaan penguatan,
c) penggunaan teknik klarifikasi, dan lain-lain
6. Manfaat Terapi Keluarga
a. Pasien
1) Mempercepat proses penyembuhan pasien yang berdampak positif bagi
dinamika keluarga.
2) Memperbaiki hubungan interpersonal.
3) Menurunkan angka kekambuhan.
b. Keluarga
1) Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga.
2) Keluarga mampu meningkatkan pengertian terhadap pasien sehingga lebih
dapat menerima, lebih bertoleransi, dan lebih menghargai pasien sebagai
manusia
3) Keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam membantu pasien dalam
proses rehabilitasi.
7. Family Psycho Education (FPE)
Family Psychoeducation therapy adalah salah satu elemen program perawatan
kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui
komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang
bersifat edukasi dan pragmatik (Stuart & Laraia, 2005). Carson (2000) mengatakan
bahwa, psikoedukasi merupakan alat terapi keluarga yang makin popular sebagai
suatu strategi untuk menurunkan faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
perkembangan gejala-gejala perilaku.
Jadi pada prinsipnya psikoedukasi dapat membantu anggota keluarga dalam
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit melalui pemberian informasi dan
edukasi yang dapat mendukung pengobatan dan rehabilitasi pasien dan meningkatkan
dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri.
Psikoedukasi keluarga merupakan sebuah metode yang berdasarkan pada
penemuan klinik untuk pelatihan keluarga yang bekerjasama dengan tenaga
keperawatan jiwa profesional sebagai bagian dari keseluruhan intervensi klinik untuk
anggota keluarga yang mengalami gangguan.
Terapi ini menunjukkan adanya peningkatan outcomes pada klien dengan
schizofrenia dan gangguan jiwa berat lainnya ( Levine, 2002). Target dari terapi
family psychoeducation adalah mengurangi tanda dan gejala yang dapat mengancam
kesejahteraan keluarga pada keluarga yang gagal menjalankan fungsinya.

B. Terapi Lingkungan
1. Pengertian
Lingkungan telah didefinisikan dengan berbagai pandangan, lingkungan
merujuk pada keadaan fisik, psikologis, dan social diluar batas system, atau
masyarakat dimana system itu berada (Murray Z., 1985).
Terapi lingkungan (Milieu Therapy) berasal dari bahasa Perancis yang berarti
perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau
mendukung kesembuhan. Pengertian lainnya adalah tindakan penyembuhan pasien
melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan
berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses
penyembuhan.
Terapi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kita, yang
diciptakan untuk pengobatan termasuk fisik dan sosial. Suatu manipulasi ilmiah pada
lingkungan yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan
untuk mngembangkan keterampilan emosional dan sosial. (Stuart Sundeen, 1991).
Dalam pelaksanaannya harus melibatkan team work yang terdiri dari berbagai
ahli di bidangnya masing-masing dengan tujuan mengoptimalkan proses
penyembuhan pasien. Tim tersebut terdiri dari dokter ahli jiwa, psikolog, perawat
jiwa, ahli sanitasi lingkungan, sosial worker, dan petugas kesehatan lainnya. Dimana
dalam pelaksanaannya berupa planning duduk bersama berdasarkan disiplin ilmunya
masing-masing untuk mencapai tujuan dari terapi lingkungan.

2. Tujuan Terapi Lingkungan


Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai
orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat.
Abrons dalam Stuart sundeen 1995 menyebutkan tujuan terapi lingkungan
meliputi:
a. Tujuan umum
Membekali pasien kemampuan untuk kembali ke masyarakat dan dapat
menjalankan kehidupan fisik dan sosial seoptimal mungkin.
b. Tujuan khusus
Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif. Mengajarkan keterampilan
psikososial dengan cara :
1) Orientasi yaitu pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran terhadap realita
yang lebih baik. Orientasi berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman
pasien terhadap waktu, tempat, tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan
melalui interaksi dan aktifitas pada semua pasien.
2) Asertation yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri dengan tepat.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong pasien dalam
mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang dapat diterima
oleh masyarakat.
3) Accuption yaitu kemampuan pasien untuk dapat percaya diri dan berprestasi
melalui keterampilan membuat kerajinan tangan.
4) Recreation yaitu kemampuan membuat dan menggunakan aktifitas yang
menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi kesempatan pada pasien utnuk
mengikuti bermacam-macam reaksi dan membantu pasien untuk menerapkan
keterampilan yang telah dipelajari, misalnya interaksi sosial.

Menurut Stuart dan Sundeen:


1) Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami
gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan
harga diri.
2) Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain
3) Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain  Mempersiapkan diri kembali
ke masyarakat, dan  Mencapai perubahan yang positif.

3. Karakteristik Terapi Lingkungan


Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka lingkungan harus bersifat
terapeutik yaitu mendorong terjadi proses penyembuhan, lingkungan tersebut harus
memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.


b. Pasien merasa senang /nyaman.dan tidak merawsa takut dengan lingkungannya.
c. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi
d. Lingkungan rumah sakit/bangsal yang bersih
e. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls
pasien.
f. Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu
yang memiliki hak, kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien
sebagai respon adanya stress.
g. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau larangan dan
memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan
membentuk perilaku yang baru.

Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memilki karakteristik:


a. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan kelompok
selama 24 jam
b. Adanya proses pertukaran informasi.
c. Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
d. Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak meraswa takut baik dari ancaman
psikologis maupun ancaman fisik.
e. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus komunikasi
terapeutik.
f. Personal dari lingkungan manghargai klien sebagai individu yang memiliki hak,
kebutuhan, dan tanggung jawab.
g. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.

4. Bentuk Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
1) Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang
merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting-nya meliputi :
a) Bentuk dan struktur bangunan.
b) Pola interaksi antara masyarakat dengan rumah sakit.
2) Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik terapeutik:
a) Lingkungan fisik yang tetap.
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun
internal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi
dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah
satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di tengah-tengah pemukiman
penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar tinggi. Hal
ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan
terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada
keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan
terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan
rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi
tertutup, WC, dan ruang makan. Masingmasing ruangan tersebut diberi
nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya
yang mengalami gangguan mental, merangsang memori dan mencegah
disorientasi ruangan.
Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal
terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan
khusus misalnya rapat ruangan.
b) Lingkungan fisik semi tetap.
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi,
meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan
diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas
berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.
c) Lingkungan fisik tidak tetap.
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta
sangat dipengaruhi oleh sosial budaya.
b. Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan
pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta
toleransi terhadap tekanan eksternal. Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas
kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien:
1) Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan,
mengubah tingkah laku pasien.
2) Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah
laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan
belajar.
3) Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai
anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
4) Kegiatan sehari-hari mendorong interaksi antara pasien.
5) Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian
dan adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.

5. Peran Perawat Dalam Terapi Lingkungan


a. Distribusi kekuatan
Petugas kesehatan mendistribusikan pengetahuan, pengalaman kepada
seluruh staf ssesuai dengan wewenang masing-masing agar kebutuhan yang
dibuat bertujuan sama dan yang terbaik untuk pasien.
b. Komunikasi terbuka
Komunikasi dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi guna
menetapkan keputusan.
c. Memperhatikan struktur interaksi
Struktur interaksi meliputi :
1) Sikap bersahabat
2) Penuh prihatin
3) Lembut dan tegas
d. Aktifitas kerja
Diperlukan dorongan yang kuat dari lingkungan dengan jalan mengijinkan
pasien untuk memilih terapi. Akan lebih berarti bila dapat diterapkan pada
pekerjaan yang nyata.

e. Peran serta keluarga dan masyarakat


Selama di rumah sakit diusahakan pasien sering berhubungan dengan
keluarga, agar keluarga dapat mengikuti perkembangan kesembuhan pasien
sehingga berminat untuk mengkoordinir kepulangannya bila sudah baik.
f. Penyesuaian lingkungan dengan kebutuhan dan perkembangan pasien.
g. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
1) Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab,
menyenangkan, saling menghargai di antara sesame perawat, petugas
kesehatan, dan pasien.
2) Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau
keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap
pasien atau perawat.
3) Menciptakan suasana yang nyaman
4) Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri dan
orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya. Misalnya membereskan
kamar.
h. Penyelenggaraan proses sosialisasi:
1) Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang
lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
2) Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan
perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan
tertentu.
3) Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan
yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya
pada waktu yang luang.
i. Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien,
memberikan obatobatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-
perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah
yang timbul dalam terapi tersebut.

j. Sebagai leader atau pengelola.


Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik
yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik
maupun secara psikologis kepada pasien.
6. Jenis-jenis Kegiatan Terapi Lingkungan
a. Terapi rekreasi
Yaitu terapi yang menggunakan kegiatan pada waktu luang, dengan tujuan
pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta
mengembangkan kemampuan hubungan sosial.
b. Terapi kreasi seni
Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama denagn
orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan
minat.
c. Dance therapy/menari : untuk mengkomunikasikan tentang perasaan dan
kebutuhan pasien.
d. Terapi musik : untuk mengekspresikan perasaan marah, sedih, kesepian, dan
gembira.
e. Terapi dengan menggambar/melukis : dengan menggambar akan menurunkan
ketegangan dan memusatkan pikiran yang ada.
f. Literatur/biblio therapy : Terapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah,
buku-buku dan kemudian mendiskusikannya.Tujuannya adalah untuk
mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran
dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
g. Pettherapy
Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu
mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa
kesepian, menyendiri.
h. Planttherapy
Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala
sesuatu/mahluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi
kepada pribadi lainnya.
7. Kondisi Pasien Pada Terapi Lingkungan
Pasien rendah diri (low self esteem) , depresi (depression) bunuh diri (suicide).
a. Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1) Ruangan aman dan nyaman.
2) Terhindar dari ala-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri
atau orang lain.
3) Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam keadaan
terkunci.
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan ruangan mudah
dipantau oleh petugas kesehatan.
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan
meningkatkan gairah hidup pasien.
6) Warna dinding cerah.
7) Adanya bacaan ringan, lucu, dan memotivasi hidup.
8) Hadirkan musik ceria, tv, dan film komedi.
9) Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi pasien.
b. Lingkungan sosial:
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasien sesering
mungkin.
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau
kegiatan medis lainnya.
3) Menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta merendahkan.
4) Meningkatkan harga diri pasien.
5) Membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap.
6) Membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya.
7) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan
pasien sendiri terlalu lama di ruangannya.
c. Lingkungan fisik:
1) Ruangan aman, nyaman, dan mendapat pencahayaan yang cukup.
2) Pasien satu kamar, satu orang, bila sekamar lebih dari satu jangan dicampur
antara yang kuat dengan yang lemah.
3) Ada jendela berjeruji dengan pintu dari besi terkunci.
4) Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol pengikatan dan
pengasingan secara aman, serta protocol pelepasan pengikatan.
d. Lingkungan Psikososial:
1) Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.
2) Observasi pasien tiap 15 menit.
3) Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang
4) Penuhi kebutuhan fisik pasien
5) Libatkan keluarga.
e. Komponen Fungsional Terapi Lingkungan
1) Containment
a) Fungsi : mendukung kesehatan fisik dan merubah perilaku berkuasa.
b) Tujuan : memberi keamanan pasien serta lingkungan serta menumbuhkan
percaya.
c) Bentuk terapi : isolasi dan pengikatan.
d) Aktifitas : memberikan perlindungan fisik dan mencegah cidera pada diri
sendiri dan orang lain.
2) Support
a) Fungsi : membantu pasien merasa aman dan nyaman serta mengurangi
kecemasan.
b) Tujuan : meningkatkan harga diri dan percaya diri pasien.
c) Bentuk terapi : penggunaan komunikasi terapeutik, pemberian perhatian
dengan sikap empati edukasi.
d) Aktifitas : meningaktkan hubungan dan interaksi.
3) Struktur
a) Fungsi : membantu mendorong perilaku yang maladaptif menjadi adaptif.
b) Tujuan : meningkatkan tanggyng jawab terhadap perilaku dan
konsekuensinya, serta meningkatkan keterlibatan pasien terhadap aktifitas
yang terstruktur.
c) Bentuk terapi : terapi aktifitas, terapi aktifitas sosian, terapi occupation.
d) Aktifitas : menentukan jenis kegiatan sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pasien.
4) Involvement
a) Fungsi : mendorong pasien untuk dapat bekerjasama, melakukan
kompromi dan konfrontasi untuk meningkatkan keterlibatan sosial.
b) Tujuan : menstimulasi pasien tuntuk berperan serta aktif dalam lingkungan
sosial dan interaksi serta mengembangkan keterampilan.
c) Bentuk terapi : terapi kelompok.
d) Aktifitas : melakukan aktifitas kelompok.
5) Validation
a) Fungsi : membantu pasien mengambangakan kapasitas kedekatan yang
lebih besar dan menyatu identitasnya
b) Tujuan : membantu pasien memahami dan menerima keunikan dirinya
serta mendorong integrasi antara perasaan senang dan tidak senang.
c) Bentuk terapi : Psikodrama, stimulasi persepsi dan validasi.
d) Aktifitas : bermain drama, menerima pikiran perasaan pasien dan memberi
reinforcemen.
8. Komponen Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Lingkungan
a. Fisik
Terkait dengan desain dan renovasi.
b. Intelektual
Aspek intelektual dari lingkungan meliputi; warna, sinar, suara, suhu, bau, dan
rasa.
c. Sosial
Komponen sosial; peran pasien pola komunikasi dan perbandingan staf dengan
pasien.
d. Emosional
6) Faktor fisik, intelektual dan sosial menciptakan suasana emosional, misalnya:
a) Merasa sangat senang berada di ruangan/lingkungan.
b) Merasa sangat santai.
c) Setiap orang bekerjasama dengan baik.
d) Segala sesuatu terawat baik.
7) Peran terapis
a) Tidak devensif
b) Empati
c) Dapat menciptakan keamanan
d) Tidak menakutkan
8) Menurut Moons peran terapis dalam terapi lingkungan adalah mendukung
spontanitas pasien dan merangsang pasien agar merasa bebas dan terbuka.
- Spiritual : Sarana tempat ibadah, buku-buku suci, dll. Harus terpisah, sepi
dan tertutup agar memusatkan perhatian untuk pengobatan dan
menemukan harapan baru bagi masa depan pasien.
BAB III

PENERAPAN TERAPI

A. KONSEP HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
Menurut NAnda (2005),harga diri rendah adalah berkembangnya persepsi diri
yang negatif dalam berespon terhadap situasi yang sedang terjadi. Sedangkam
menurut CMHN (2006), harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Harga diri rendah adalah suatu kondisi dimana individu
menilai dirinya atau kemampuan dirinya negatif atau suatu perasaan menganggap
dirinya sebagai seseorang yang tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab
atas kehidupannya sendiri.
Herdman (2012), mengatakan bahwa, harga diri rendah kronik merupakan
evaluasi diri negatif yang berkepanjangan/ perasaan tentang diri atau kemampuan diri
Harga diri rendah yang berkepanjangan termasuk kondisi tidak sehat mental karena
dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain, terutama kesehatan jiwa.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa: harga diri rendah
dikarenakan penilaian internal maupun penilaian eksternal yang negatif. Penilaian
internal merupakan penilaian dari individu itu sendiri, sedangkan penilaian eksternal
merupakan penilaian dari luar diri individu (seperti orang tua, teman saudara dan
lingkungan) yang sangat mempengaruhi penilaian individu terhadap dirinya.
2. Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya harga diri rendah dijelaskan oleh Stuarat dan Laraia (2008)
dalam konsep stress adapatasi yang teridiri dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
1) Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau
trauma kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab gangguan
jiwa
2) Psikologis Masalah
psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah adalah
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari lingkungan
dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang,
kurang mempunyai tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan
yang tinggi pada orang lain merupakan faktor lain yang menyebabkan
gangguan jiwa. Selain itu pasiendengan harga diri rendah memiliki penilaian
yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran
yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
3) Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah adalah
adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi
rendah, pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan lingkungan
pada tahap tumbuh kembang anak.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah antara lain:
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman
psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari perilaku
kekerasan.
2) Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi sehat
kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangansebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
B. PROSES KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH
1. Pengkajian Harga Diri Rendah
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasiendan
keluarga(pelaku rawat). Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui
wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana penilaian Anda tentang diri sendiri?
b. Coba ceritakan apakah penilaian Anda terhadap diri sendiri mempengaruhi
hubungan Anda dengan orang lain?
c. Apa yang menjadi harapan Anda?
d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?
2. Tanda dan Gejala
Ungkapan negatif tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala
harga diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan dari data
subyektif dan obyektif, seperti tertera dibawah ini
Data Subjektif:Pasienmengungkapkan tentang:
a. Hal negatif diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri
e. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi

Data Objektif:
a. Penurunan produktivitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada suara lemah
e. Bimbang, perilaku yang non asertif
f. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna

Menurut CMHN (2006), tanda dan gejala harga diri yang rendah adalah:
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktifitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
f. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, selera makan
kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara
lambat dengan nada suara lemah.

3. Rentang Respon Konsep Diri

Gambar 5.1 Rentang Respon Konsep Diri

4. Diagnosa Keperawatan Harga Diri Rendah


Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala harga diri
rendah yang ditemukan.

5. Pohon masalah
Berdasarkan hasil pengkajian dapat dibuat pohon masalah sebagai berikut:

Gambar 5.2
6. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan gambar 5.2 diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: gangguan
Konsep Diri: Harga diri rendahmerupakan core problem (masalah utama). Apabila
harga diri rendah pasien tidak diintervensi akan mengakibatkan isolasi sosial.
Penyebab harga diri rendah pasien dikarenakan pasien memiliki mekanisme koping
yang inefektif dan dapat pula dikarenakan mekanisme koping keluarga yang inefektif.

7. Tindakan Keperawatan Harga Diri Rendah


Tindakan keperawatan harga diri rendah dilakukan terhadap pasiendan keluarga/
pelaku yang merawat klien. Saat melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa,
Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu
sebelum menemui klien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang
dialami pasien dan keluarga.
Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih
cara untuk mengatasi harga diri rendah yang dialami klien. Setelah perawat selesai
melatih pasienmaka perawat kembali menemui dan melatih keluarga untuk merawat
klien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasiendan
tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasienmelatih kegiatan
yang telah diajarkan oleh perawat untuk mengatasi harga diri rendah.
Tindakan keperawatan untuk pasiendan keluarga dilakukan pada setiap
pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasiendan keluarga
mampu mengatasi harga diri rendah.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya

Tindakan Keperawatan:

1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:


a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
b) Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasienyang
disukai.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini.
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
f) Tunjukkan sikap empati terhadap klien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan.

2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.


Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
a) dentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien(buat
daftar kegiatan)
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang
negatif setiap kali bertemu dengan klien.
3) Membantu pasiendapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Bantu pasienmenilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
b) Bantu pasienmenyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan klien.
4) Membantu pasiendapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar
kegiatan yang dapat dilakukan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah:
a) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
b) Bantu pasienmemberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
c) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.
e) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan klien.

5) Membantu pasiendapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan


menyusun rencana kegiatan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah :
a) Berikesempatan pada pasienuntuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan.
b) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasiensetiap hari.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
aktivitas.
d) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasiendan keluarga.
e) Beri kesempatan pasienuntuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
f) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan
klien.

b. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan PasienHarga Diri Rendah


Keluarga diharapkan dapat merawat pasienharga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.
1) Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah harga diri rendah
b) Mengambil keputusan untuk merawat harga diri rendah
c) Merawat harga diri rendah
d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien
e) Menilai perkembangan perubahan kemampuan klien
f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

2) Tindakan Keperawatan:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri
rendah dan mengambil keputusan merawat klien
c) Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah
d) Membimbing keluarga merawat harga diri rendah
e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung meningkatkan harga diri klien
f) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
g) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

8. Evaluasi Kemampuan Pasiendan Keluarga dalam Merawat PasienHarga Diri Rendah


a. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila pasiendapat:
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4) Membuat jadwal kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri
rendah
b. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila keluarga dapat:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien(pengertian, tanda dan gejala,
dan proses terjadinya harga diri rendah)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasienuntuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasiendalam mengatasi harga diri rendah
6) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan
rujukan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan mampu memberikan
perawatan atau terapi spesialis sebagi seorang perawat spesialis jiwa pada klien yang
mangalami ansietas ataupun pada keluarga yang mengalami ansietas karena kondisi atau
masalah fisik pada anggota keluarganya. Pemberian terapi spesialis pada klien ataupun
anggota keluarga memberikan dampak yang sangat besar bagi kesembuhan klien
terhadap penyakit fisiknya. Terapi yang diberikan adalah Psikoedukasi keluarga salah
satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian
informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik.
Terapi lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di lingkungan kita, yang
diciptakan untuk pengobatan termasuk fisik dan sosial. Suatu manipulasi ilmiah pada
lingkungan yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan
untuk mengembangkan keterampilan emosional dan sosial. Komponen yang harus
diperhatikan dalam terapi lingkungan adalah fisik, intelektual, sosial, emosional dan
spiritual.

B. Saran
Sebagai seorang perawat harus dapat menilai diri tentang kesadaran diri, kekuatan dan
kemampuan dalam hal pengetahuan dan kebudayaan. Karena itu sangat penting membantu untuk
bertoleransi terhadap perilaku-perilaku yang ditujukan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Nihati, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai