Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN JIWA III


TERAPI KELUARGA

Fasilitator :
Khoridatul Bahiyah, S.Kep.,Ns., M. Kep., Sp. Kep, J.

Oleh :
Kelompok 2
A1/2015
1. Desy Anwar Kusuma W. 131411131010
2. Ervina Hanif Anugra A. 131411133021
3. Nuril Laily Pratiwi 131511133010
4. Faza Hisba Afifa 131511133014
5. Gali Wulan Sari 131511133025
6. Ferly Anas Priambodo 131511133027
7. Rian Priambodo 131511133119
8. Lili Putri Roesanti 131511133122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Adapun makalah Terapi Keluarga ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas yang diberikan pembimbing kepada penulis. Dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada :
1. Khoridatul Bahiyah, S.Kep.,Ns., M. Kep., Sp. Kep, J. selaku dosen dari mata
kuliah Keperawatan Jiwa III yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
membimbing dan mengarahkan penulis.
2. Teman-teman, selaku pendorong motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari
Allah SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah
ini jauh dari kata sempurna. Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis.
Akhir kata semoga ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan
secara efektif. Terimakasih

Surabaya, 15 September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
2.1 Konsep Keluarga ................................................................................................ 3
2.1.1 Pengertian Keluarga........................................................................................ 3
2.1.2 Tahap Pembangunan Keluarga ....................................................................... 4
2.1.3 Jenis Keluarga dalam Terapi .......................................................................... 5
2.2 Terapi Keluarga .................................................................................................. 7
2.2.1 Pengertian ...................................................................................................... 7
2.2.2 Indikasi Terapi Keluarga ................................................................................ 8
2.3 Teori dalam Terapi Keluarga.............................................................................. 8
2.4 Intervensi Terapi Keluarga ............................................................................... 12
2.4.1 Intervensi Keluarga Terhadap Remaja ......................................................... 12
2.4.2 Psikoterapi Keluarga ..................................................................................... 13
2.4.3 Intervensi Keluarga menurut CMHN ........................................................... 15
2.5 Peran Perawat Terhadap Terapi Keluarga ........................................................ 18
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil
yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat satu sama
lain dan saling bergantung, serta diorganisasi dalam satu unit tunggal dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Keluarga memiliki hubungan satu sama lain
dalam suatu sistem keluarga terikat begitu ruwet sehingga suatu perubahan
yang terjadi pada satu bagian pasti menyebabkan perubahan dalam seluruh
sistem keluarga. Setiap anggota keluarga dan subsistem akan dipengaruhi
oleh stresor transisional dan situasional, tetapi efek tersebut berbeda intensitas
ataupun kualitas. Oleh karena itu, jika ada seorang anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan baik fisik maupun psikososial maka hal
tersebut akan dapat memengaruhi kondisi keluarga secara keseluruhan.
Dengan memahami prinsip keluarga, perawat dapat melakukan observasi
yang akurat sehingga dapat meningkatkan pengkajian terhadap kebutuhan dan
berbagai sumber dalam keluarga. Perawat juga dapat menyarankan cara baru
untuk meningkatkan fungsi keluarga yang adaptif dan meningkatkan koping
keluarga yang efektif. Dengan demikian, perawat dapat lebih cepat
mengidentifikasi masalah di dalam keluarga dan bersama keluarga mencari
penyelesaian masalah yang tepat serta melakukan rujukan jika diperlukan.
Terapi keluarga merupakan terapi yang dikembangkan untuk menangani
keluarga bermasalah. Oleh karena itu, sebagian besar berorientasi pada
patologis yang menyangkut keluarga baik fungsional maupun disfungsional,
dan bersifat preskriptif, menyarankan strategi penanganan (Friedman, 1992
dalam Keliat, 1996).
Terapi keluarga biasanya terdiri dari program utama untuk memberikan
edukasi kepada keluarga tentang schizophrenia, dan program yang lebih luas
dengan keluarga dibentuk untuk mengurangi manifestasi konflik yang jelas
dan untuk merubah pola komunikasi keluarga dan penyelesaian masalah.
Respon terhadap terapi ini sangat dramatis. Ho, Black, dan Andreasen (2003

1
dalam Townsend, 2009) melaporkan pada beberapa penelitian bahwa hasil
positif pada penanganan klien dengan schizophrenia ini dapat tercapai dengan
mengikutsertakan keluarga dalam pelayanan.
Berdasarkan permasalah diatas menjadi daya tarik penulis untuk
membahas konsep teori mengenai terapi keluarga serta peran perawat dalam
terapi keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep teori terapi keluarga?
2. Bagaimana peran perawat dalam terapi keluarga?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk memahami konsep teori terapi keluarga.
2. Untuk memahami peran perawat dalam terapi keluarga.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep keluarga


2.1.1 Pengertian keluarga
Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah
kelompok kecil yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai
hubungan erat satu sama lain dan saling bergantung, serta diorganisasi
dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Keluarga memiliki hubungan satu sama lain dalam suatu sistem
keluarga terikat begitu ruwet sehingga suatu perubahan yang terjadi
pada satu bagian pasti menyebabkan perubahan dalam seluruh sistem
keluarga. Setiap anggota keluarga dan subsistem akan dipengaruhi oleh
stresor transisional dan situasional, tetapi efek tersebut berbeda
intensitas ataupun kualitas. Oleh karena itu, jika ada seorang anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan baik fisik maupun
psikososial maka hal tersebut akan dapat memengaruhi kondisi
keluarga secara keseluruhan. Dengan memahami prinsip keluarga,
perawat dapat melakukan observasi yang akurat sehingga dapat
meningkatkan pengkajian terhadap kebutuhan dan berbagai sumber
dalam keluarga. Perawat juga dapat menyarankan cara baru untuk
meningkatkan fungsi keluarga yang adaptif dan meningkatkan koping
keluarga yang efektif. Dengan demikian, perawat dapat lebih cepat
mengidentifikasi masalah di dalam keluarga dan bersama keluarga
mencari penyelesaian masalah yang tepat serta melakukan rujukan jika
diperlukan.
Unit keluarga adalah blok bangunan masyarakat kita, berfungsi
tidak hanya untuk prokreasi, tetapi juga untuk mentransmisikan nilai,
perlindungan, dan pemeliharaan yang dibutuhkan untuk kelangsungan
hidup kita. Sebagian besar individu juga menjaga ikatan mereka dengan
keluarga asal sampai dewasa; keluarga besar terus memberikan
dukungan pada saat krisis. Selama masa sakit atau cedera, keluarga

3
pada umumnya mendukung perawatan dan dukungan yang dibutuhkan
untuk anggota baik secara finansial maupun emosional (Kim dan
Salyers, 2008). Jadi, ketika seorang anggota keluarga mengalami
penyakit jiwa, keluarga tersebut kemungkinan menjadi sumber utama
bantuan bagi anggota yang sakit mental. Keluarga dipengaruhi oleh
penyakit mental keluarga mereka yang berurutan dalam beberapa cara.
Mereka adalah orang pertama yang mengamati perubahan perilaku yang
menyertai penyakit ini, bingung dan khawatir dengan tindakan anggota
mereka, dan telah berusaha keras untuk mendapatkan perawatan bagi
anggota keluarga mereka yang sakit. Perawat yang merawat orang-
orang yang sakit mental perlu memahami fungsi keluarga agar dapat
bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mempromosikan
penyesuaian keluarga terhadap penyakit yang menyertainya, dan
dengan demikian memperbaiki kemungkinan terjadinya penyakit
linguasi atau manajemen penyakit jangka panjang yang efektif.
Memahami dan menilai keluarga sebagai dasar interaksi terapeutik,
konferensi keluarga, pendidikan, dukungan, dan rujukan daripada terapi
keluarga.

2.1.2 Tahap pembangunan keluarga


Duvall dan Miller (1985) mendefinisikan tahap-tahap
pembangunan keluarga berdasarkan pada orang-orang dan tugas-tugas
pembangunan yang terlibat dalam keluarga pada periode kehidupan
yang berbeda. Awalnya, individu tunggal menikah dan menjadi bagian
dari "keluarga awal" (pasangan). Jika seorang anak memasuki keluarga,
tahap tersebut akan berubah menjadi "keluarga kecil yang melahirkan
anak" ketika anak yang tertua adalah anak balita atau anak prasekolah
dan keluarga tersebut berkonsentrasi untuk memasukkan anak tersebut
ke dalam keluarga, mengenalkannya ke dunia luar namun
mengendalikan kontak dengan lainnya.
Saat anak tertua memasuki sekolah dasar "keluarga dengan anak-
anak sekolah" orang tua harus menerima peningkatan kontak anak-anak

4
mereka dengan dunia luar dan fokus pada pendidikan, sosialisasi, dan
pemantauan kontak dengan dunia luar. "Keluarga dengan remaja"
memiliki anak tertua mereka menghadapi kemandirian yang meningkat
dan merencanakan masa depan saat anak tersebut menegosiasikan
sekolah menengah atas dan pekerjaan atau perguruan tinggi. Setelah
anak tertua mencapai akhir tahun-tahun remaja, rencana dibuat untuk
anak tersebut memulai kehidupan di "pusat keluarga peluncur" nya
sendiri. Ini diikuti oleh "keluarga di usia setengah baya," di mana
pasangan menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa anak-anak (sarang
kosong). Pada tahap akhir, "keluarga yang pensiun," pasangan tersebut
menangani masalah penyesuaian pensiun, menjadi kakek-nenek, dan
menghadapi kematian pasangan dan teman akhirnya (McGoldrick dan
Carter, 2003). Salah satu kritik terhadap model ini adalah kegagalannya
untuk mempertimbangkan variasi struktur keluarga modern.

2.1.3 Jenis keluarga dalam terapi


a. Keluarga Sebagai Konteks
Dalam keluarga sebagai pendekatan konteks, individu adalah
fokus perawatan, dan keluarga adalah bagian dari lingkungan,
berfungsi sebagai basis dukungan atau tekanan bagi klien.
Pendekatan keperawatan keluarga ini berakar pada perawatan
pediatrik dan maternal (Hanson & Boyd, 1996). Dampak dan
konsekuensi penyakit dan perlakuan dianggap mengingat anggota
keluarga perlu menyesuaikan atau menyesuaikan diri terhadap
perubahan. Misalnya, perubahan dalam diet seseorang akan
mempengaruhi perilaku memasak dan makan dalam keluarga.
Selanjutnya, dari perspektif ini, perubahan struktur keluarga (yang
jelas merupakan kelahiran bayi) jelas berdampak pada kehidupan
keluarga. Perawat akan menilai makna dan pentingnya setiap
peristiwa, penyakit, stresor, atau perubahan pada keluarga secara
keseluruhan dan membantu dengan cara yang memungkinkan untuk

5
membantu keluarga melakukan penyesuaian positif yang mendorong
kesehatan bagi setiap anggota.

b. Keluarga Sebagai Klien


Dalam keluarga sebagai pendekatan klien, keluarga itu sendiri
dianggap sebagai fokus perawatan. Di sini "keluarga dianggap
sebagai jumlah anggota masing-masing, dan fokusnya ada pada
setiap anggota individu" (Hanson & Boyd, 1996, hal 25). Pendekatan
terhadap keluarga ini sering digunakan dalam pengaturan perawatan
prima, di mana setiap orang dalam keluarga dinilai untuk kebutuhan
kesehatan dan setiap klien diketahui dan dipahami dalam kaitannya
dengan kelompok keluarga. Praktisi perawat keluarga dan dokter
praktik keluarga biasanya menggunakan pendekatan ini, membuat
perbedaan yang jelas antara perawatan yang diberikan di kantor
perawatan primer dan perawatan yang diberikan oleh dokter spesialis
yang hanya melihat individu tanpa mengetahui atau menilai unit
keluarga.
c. Keluarga Sebagai Sistem
Dalam keluarga sebagai pendekatan sistem, keluarga
dipandang lebih dari jumlah bagian masing-masing. Jika peristiwa
yang signifikan mempengaruhi satu anggota keluarga, ada dampak
pada orang lain. Perawat menilai baik anggota individu maupun
kelompok keluarga secara bersamaan. Teori sistem menunjukkan
bahwa individu dalam keluarga terhubung secara emosional
sedemikian rupa sehingga setiap peristiwa penting yang
mempengaruhi satu anggota keluarga juga akan berpengaruh pada
orang lain. Menurut teori sistem, ketika orang terhubung satu sama
lain dengan cara yang berarti, kejadian akan memerlukan biaya atau
penyesuaian di semua bagian sistem lainnya. Sangat membantu
untuk memikirkan keluarga sebagai keseimbangan. Sebuah keluarga
bekerja untuk mencapai keadaan ekuilibrium. Kemudian, jika terjadi
sesuatu pada satu anggota, kesetimbangannya terganggu dan

6
hubungan, dukungan, dan tugas kehidupan sehari-hari perlu
disesuaikan kembali (Frisch & Kelley, 1996). Pendekatan sistem
keluarga ini digunakan dalam perawatan kesehatan mental, dan
perawat berfokus pada kejadian penting, dampaknya pada individu,
dan pengaruhnya terhadap unit keluarga. Pendekatan sistem keluarga
ini juga sering digunakan dalam terapi keluarga.
d. Keluarga Sebagai Komponen Masyarakat
Pandangan keluarga yang berkembang dalam keperawatan
adalah memahami keluarga sebagai komponen masyarakat (Hanson
& Boyd, 1996). Keluarga adalah salah satu dari banyak institusi
masyarakat, yang dipahami oleh beberapa orang sebagai unit dasar
atau utama. Keluarga berinteraksi dengan instusi sosial lainnya
(sekolah, gereja, badan hukum, instusi ekonomi) dan menerima atau
menyediakan komunikasi atau layanan. Ilmuwan sosial telah
mengembangkan interpretasi keluarga ini, dan pendekatan ini
digunakan oleh perawat di masyarakat (Hanson & Boyd, 1996).

2.2 Terapi Keluarga


2.2.1 Pengertian Terapi Keluarga
Family Psychoeducation therapy adalah salah satu elemen
program perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian
informasi dan edukasi melalui komunikasi yang terapeutik. Program
psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan
pragmatik (Stuart, 2009).
Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi
yang timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan
anggota keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga diberi
kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam menyelesaikan
masalah (Keliat, 1996; Gladding, 2002).
Terapi keluarga sendiri adalah suatu psikoterapi modalitas dengan
fokus pada penanganan keluarga sebagai unit sehingga dalam
pelaksanaannya terapis membantukeluarga dalam mengidentifidan

7
memperbaiki keadaan yang maladaptif, kontrol diri pada anggota
keluarga yang kurang, serta pola hubungan berulang yang tidak
konstruktif. Pada saat ini yang menjadi terapis dalam terapi keluarga
hanya psikolog, tetapi juga terdapat tenaga perawat yang tersertifikasi
untuk melakukan tindakan tersebut. Adapun tujuan dari terapi tersebut
lebih kan pada keluarga yang menjalankan terapi yaitu mengembalikan
fungsi dasar keluarga serta membantu proses penyesuaian kembali
setelah selesai dari program perawatan agar dapat berfungsi kembali
khususnya dalam keluarga dan umunya dimasyarakat. Model terapi
keluarga adalah model terapi Bowenian, model struktural (Minuchin),
model strategis, dan sekarang ini terdapat model baru yaitu model terapi
transformational (Virginia Satir).

2.2.2 Indikasi terapi keluarga


1. Konflik perkawinan, konflik antarsaudara, konflik beberapa
generasi.
2. Konflik antara orangtua dan anak.
3. Konflik pada masa transisi dalam keluarga seperti pasangan yang
baru menikah, kelahiran anak pertama, dan masalah remaja.
4. Terapi individu yang memerlukan melibatkan anggota keluarga lain.
5. Proses terapi individu yang tidak kunjung mengalami kemajuan.

2.3 Teori Dalam Terapi Keluarga


a. Teori Keluarga Bowen
Teori bowen memandang setiap keluarga berada dalam konteks
multigenerasi dan menunjukkan bahwa pola interaksi keluarga cenderung
berulang dari generasi ke generasi. delapan konsep terjalin menangkap
pola interaksi keluarga dan emosional: diferensiasi, triangulasi, proses
proyeksi keluarga, proses transmisi multigenerasi, sistem emosional
keluarga inti, posisi saudara kandung, potongan emosional, dan regresi
masyarakat (Bowen, 1978). Karena sentralitas konsep diferensiasi, elemen
kunci yang terkait dengan diferensiasi dijelaskan. Penjelasan singkat

8
tentang konsep lainnya berikut. Penjelasan ini menyajikan teori bowen
seperti yang digunakan oleh perawat.
Proses proyeksi keluarga menggambarkan situasi di mana anggota
keluarga dewasa menghadapi kecemasan mereka sendiri dalam hubungan
dengan memproyeksikan kecemasan pada anak. Ketika proses proyeksi
keluarga berjalan melalui generasi berturut-turut, ini disebut proses
transmisi multigenerasi. Bila proses proyeksi keluarga menargetkan satu
anak, anak tersebut diyakini memiliki peluang terbatas untuk mencapai
tingkat diferensiasi yang tinggi. Karena itu, anak ini kemungkinan akan
memilih pasangan atau pasangan dengan tingkat diferensiasi yang sama
rendahnya, dan pola keluarga akan terus berlanjut dari generasi ke
generasi.
Sistem emosional keluarga inti menggambarkan bagaimana keluarga
mengelola kecemasan. Selain memproyeksikan kecemasan pada anak,
keluarga dapat mengatasi kecemasan tersebut melalui konflik perkawinan
atau jarak atau melalui disfungsi pasangan. Posisi saudara, atau urutan
kelahiran anak-anak, berperan dalam analisis karakteristik perilaku yang
diharapkan berdasarkan urutan lahir. Ketika seorang anak tidak
menunjukkan perilaku yang diprediksi, Bowen akan memeriksa apakah
kecemasan orang tua terfokus pada anak ini. Dia mencatat kecenderungan
saudara kandung di posisi tertentu untuk mengambil peran dan perilaku
tertentu, seperti anak yang lebih tua yang bertanggung jawab dan
mengambil peran sebagai penjaga anak-anak lain, dan terkadang juga
berperan sebagai anggota keluarga dewasa.
Pemotongan emosional adalah istilah Bowen untuk usaha anggota
keluarga untuk menjauhkan diri dari keluarga untuk mengurangi
kecemasan. Bagi beberapa keluarga proses anak menjauhkan diri dari
orang tua mereka agar bisa menjadi hasil mandiri dalam perpisahan
emosional. Secara khusus, anak-anak yang tertangkap dalam keluarga
dengan tingkat diferensiasi rendah sampai sedang perlu memotong diri
mereka sendiri untuk mencapai otonomi apapun. Akhirnya, konsep regresi
masyarakat Bowen digunakan untuk menggambarkan proses bagaimana

9
kecemasan intens mengarah pada keputusan berbasis emosi. Menanggapi
kecemasan yang meningkat atau kronis, keputusan keluarga menjadi
emosional dan bukan intelektual. Situasi kegelisahan yang ekstrem, seperti
saat perang atau krisis ekonomi yang parah, menghasilkan respons
emosional seperti itu di hampir semua keluarga.

b. Teori Struktural Keluarga


Teori structural keluarga, yang dikembangkan oleh Minuchin (1974),
berpendapat bahwa sebuah keluarga beroperasi sebagai sistem sehingga
keluarga dengan disfungsi memiliki beberapa struktur dasar yang
berfungsi untuk menjaga keseimbangan secara tidak sehat atau
disfungsional. Minuchin (1974) mengemukakan bahwa struktur keluarga
menciptakan sebuah organisasi atau yayasan untuk cara keluarga
berinteraksi. Terapi dalam kerangka kerja ini bertujuan untuk mengubah
struktur dan organisasi keluarga yang mendasarinya, sehingga membawa
perubahan pada setiap posisi anggota keluarga di dalam kelompok.
Dari perspektif ini, seseorang dilihat sebagai makhluk sosial, dan
pengalaman masing-masing orang didasarkan pada hubungannya dengan
orang lain di lingkungannya. Struktur keluarga mencakup dua sistem
hambatan: sistem generik, yang melibatkan peraturan yang mengatur
organisasi keluarga, posisi, dan kekuasaan, dan sistem yang istimewa,
yang melibatkan harapan bersama anggota keluarga (Minuchin, 1974).
Kekuasaan berkaitan dengan pengaruh yang dimiliki setiap keluarga
terhadap proses dan fungsi keluarga. Beberapa distribusi kekuatan sangat
penting untuk menjaga ketertiban. Diasumsikan bahwa ada hirarki
kekuasaan sehingga orang tua memiliki tingkat kewenangan yang berbeda
daripada anak-anak. Secara optis, orang tua memiliki rasa memiliki
kekuatan bersama, dan anak diberi kekuasaan berdasarkan tingkat
kedewasaan dan tanggung jawab mereka. Dalam sebuah keluarga, masing-
masing anggota termasuk dalam sejumlah subsistem. Subsistem ini dapat
dibentuk oleh generasi (orang tua dan anak-anak dan cucu), oleh jenis
kelamin (anggota keluarga laki-laki dan perempuan), dengan minat

10
(mereka yang bermain musik bersama), atau dengan fungsi (mereka yang
memiliki pekerjaan di luar rumah dan mereka yang melakukan tidak).
Subsistem ini terkait satu sama lain sesuai aturan dan pola. Seringkali,
peraturan ini berkembang dalam keluarga dari waktu ke waktu dan tidak
pernah diartikulasikan ke anggota keluarga. Aturan ini bisa dianggap biasa
dan mungkin tidak berbahaya. Seringkali, hanya ketika seseorang di luar
lingkup keluarga menunjukkan bahwa peraturan tersebut ada dan mendikte
perilaku anggota keluarga mulai melihat organisasinya sendiri dan
mengetahui bahwa keluarga lain mungkin tidak berperilaku dengan cara
yang sama. Bagian dari peran perawat adalah membantu keluarga
memahami strukturnya sendiri dan bagaimana peraturannya dapat
mempengaruhi fungsi mereka secara positif atau negatif.
c. Teori Komunikasi
Ahli teori komunikasi telah mempresentasikan pandangan bahwa
komunikasi verbal dan nonverbal mempengaruhi perilaku semua anggota
keluarga. Terapis keluarga yang dikenal secara internasional Virginia Satir
dengan sengaja memfokuskan karyanya pada komunikasi. Tujuan terapi
keluarga Satir adalah memperbaiki komunikasi sampai pada titik membuat
semua komunikasi keluarga menjadi jelas, akurat, dan bermakna (Satir,
1967).
Satir (1967) menekankan pola komunikasi nonverbal. Dia
mengidentifikasi peran yang diambil anggota keluarga, misalnya, placater
(orang yang memperbaiki setiap masalah), si pencuri (orang yang
menuduh orang lain), dan komputer (orang yang tidak bermoral). Dia
menggunakan peran ini untuk membantu orang melihat diri mereka dalam
hubungan dengan orang lain di keluarga mereka. Dia mengidentifikasi
tujuan penting bagi terapis keluarga untuk membantu anggota keluarga
melihat satu sama lain, tidak seburuk atau jahat, namun karena orang-
orang yang komunikasinya tidak selalu jelas.
Perawat yang terlibat dengan keluarga dapat menggunakan semua
keterampilan teori komunikasi untuk membantu anggota keluarga belajar
bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka secara efektif. teknik ini

11
dapat digunakan oleh perawat dalam sesi dengan semua anggota keluarga
hadir untuk mengklarifikasi komunikasi, untuk menegaskan bahwa pesan
sedang didengar dan dipahami, dan untuk menjadi panutan bagi
pendengaran dan partisipasi yang efektif dalam proses komunikasi.
Perawat menggunakan teknik ini dalam sesi terapi formal di kantor dan
juga dalam situasi yang kurang formal seperti saat kunjungan rumah.
Dalam masing-masing kasus ini, perawat dapat melihat unit keluarga
sebagai klien.
d. Teori Spiritualitas Keluarga
Daerah yang sering dihilangkan dalam menilai dan melakukan
intervensi dengan keluarga, terutama dalam perawatan keluarga, adalah
spiritualitas keluarga. Ketika spiritualitas ditangani, biasanya didekati dari
sudut pandang masing-masing anggota keluarga, bukan sebagai
keterputusan keluarga, atau kesehatan spiritual keluarga. Pendekatan untuk
penilaian spiritual dan intervensi untuk keluarga telah diajukan oleh Tanyi
(2006). Tanyi menggunakan diferensiasi umum agama dari spiritualitas,
menggambarkan spiritualitas sebagai "pencarian makna dan tujuan dalam
hidup, hubungan yang bermakna, spiritualitas anggota keluarga, nilai
keluarga, kepercayaan, dan praktik, yang mungkin atau mungkin tidak
didasarkan pada agama, dan kemampuan untuk menjadi transenden".

2.4 Intervensi Terapi Keluarga


2.4.1 Intervensi keluarga terhadap remaja
Banyak penelitian intervensi keluarga berfokus pada kaum muda.
Lapangan telah bergerak melampaui sistem keluarga dan memandang
keluarga sebagai blok bangunan bagi kaum muda (Josephson, 2008).
Basis bukti menunjukkan intervensi keluarga efektif saat bekerja
dengan anak-anak dan remaja, risiko keluarga dan faktor pelindung
mempengaruhi awitan dan kelainan masa muda, intervensi keluarga
harus dikoordinasikan dengan intervensi lain, termasuk pelatihan
manajemen orang tua dan pengembangan kekuatan keluarga.

12
Tiga pendekatan yang berpusat pada keluarga dengan bukti klinis
dan penelitian untuk mendukung kemanjurannya dengan
penyalahgunaan zat-zat untuk kaum muda diidentifikasi: bangunan
keterampilan keluarga dan orang tua, dukungan keluarga di rumah, dan
psikoterapi keluarga. Ketiga program tersebut menargetkan keluarga
dengan beberapa faktor risiko atau tingkat paparan yang tinggi terhadap
satu faktor risiko, seperti perceraian, penyalahgunaan zat orang tua, atau
keterlibatan hukum anak-anak.
Program pencegahan berbasis keluarga untuk pemuda
penyalahguna obat harus meningkatkan ikatan keluarga dan hubungan,
termasuk mengasuh anak, berlatih dalam mengembangkan,
mendiskusikan, dan menerapkan kebijakan keluarga tentang
penyalahgunaan zat, dan pendidikan dan informasi penyalahgunaan
narkoba. Ikatan keluarga adalah inti hubungan orang tua dan anak dan
dapat diperkuat melalui pelatihan orang tua dalam mendukung dan
memuji perilaku yang sesuai, melindungi anak-anak mereka,
meningkatkan komunikasi orang tua, dan meningkatkan keterlibatan
orang tua. Pemantauan, supervisi, disiplin, dan pengaturan orang tua
juga sangat penting untuk pencegahan penyalahgunaan narkoba.
Pendidikan penyalahgunaan narkoba untuk orang tua atau
pengasuh memperkuat apa yang dipelajari anak-anak tentang efek
berbahaya dari obat-obatan dan membuka kesempatan bagi diskusi
keluarga tentang penyalahgunaan zat legal dan ilegal. Intervensi singkat
yang berfokus pada keluarga, seperti pendidikan tentang obat-obatan
tertentu, dapat mengubah perilaku mengasuh anak secara positif,
sehingga mengurangi risiko penyalahguna obat.

2.4.2 Psikoterapi keluarga


Psikoterapi keluarga memiliki dua prinsip penting yang
membedakannya dari terapi individu atau kelompok dan dari jenis
intervensi keluarga lainnya, seperti pengembangan keterampilan.

13
1. Keluarga dikonseptualisasikan sebagai sistem perilaku dengan sifat
unik dan bukan sebagai jumlah karakteristik anggota individunya.
2. Diasumsikan bahwa ada hubungan yang erat antara cara keluarga
berfungsi sebagai kelompok dan adaptasi emosional masing-masing
anggota.
Tujuan psikoterapi keluarga adalah untuk meningkatkan
kemampuan interpersonal, komunikasi, perilaku, dan fungsi. Situasi di
mana psikoterapi keluarga dapat digunakan meliputi:
Masalah penyajian muncul dalam sistem, seperti konflik pernikahan,
konflik saudara yang buruk, atau konflik lintas generasi (orang tua
versus keturunan, orang tua versus kakek-nenek).
Keluarga tersebut mengalami tahap transisi dari siklus hidup
keluarga, seperti memulai sebuah keluarga, pernikahan, kelahiran
anak pertama, masuknya anak-anak ke masa remaja, anak pertama
yang meninggalkan rumah, pensiun, atau kematian pasangan atau
anggota keluarga lainnya.
Psikoterapi sering dikombinasikan dengan terapi perkawinan dan
keluarga. Baik psychoeducation maupun psikoterapi fokus pada
pemecahan masalah dan terapi komunikasi. Hasil dari intervensi ini
telah menunjukkan penurunan perasaan penolakan oleh anggota
keluarga, penurunan kambuh pasien dan rehospitalisasi, peningkatan
komunikasi keluarga dan fungsi pasien, pemulihan, dan kepatuhan
pengobatan.
Intervensi psychoeducation yang dikenal dengan baik
dikembangkan oleh National Alliance on Mental Illness (NAMI).
Dalam program Family-to-Family, keluarga mengajari keluarga lain
tentang penyakit yang dialami anggota keluarga dewasa, metode untuk
mengatasi, dan sumber daya pendukung. Peserta telah menggarisbawahi
pentingnya informasi yang berasal dari keluarga lain di bagian
pendidikan dan dukungan program (Dixon et a1, 2011).
Pendidikan psikoanalisis untuk keluarga yang mencakup orang-
orang dengan gangguan parah, seperti skizofrenia, depresi berat, dan

14
gangguan bipolar, biasanya dikombinasikan dengan farmakoterapi.
Telah ditunjukkan untuk memperbaiki fungsi global dan simtomatik
dan penolakan dan beban keluarga. Perawat sering dilibatkan dalam
psychoedukasi.

2.4.3 Intervensi Keluarga menurut CMHN


1. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Dengan
Harga Diri Rendah
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah
SP IIk
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien dengan harga
diri rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
2. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Dengan
Isolasi Sosial
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial
SP IIk

15
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien isoalsi sosial
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien isolasi sosial
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
3. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Dengan
Halusinasi
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda, gejala halusinasi, dan jens
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP IIk
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien halusinasi
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
4. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Waham
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham, dan jenis
waham yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien waham
SP IIk
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien waham

16
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien waham
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
5. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien dengan
Perilaku Kekerasan
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya PK
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien PK
SP IIk
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien PK
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien PK
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
6. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Dengan
Risiko Bunuh Diri
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan
jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri
SP IIk

17
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien risiko bunuh
diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien risiko bunuh diri
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien
7. Penilaian Kemampuan Perawat Dalam Merawat Pasien Defisit
Perawatan Diri
SP Ik
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri
dan jenis perawatan diri yang dialami pasien beserta poses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP IIk
1. Melatih keluaga mempraktikan cara merawat pasien defisit
peawatan diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien defisit perawatan diri
SP IIIk
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien

2.5 Peran Perawat Terhadap Terapi Keluarga


Perawat memiliki banyak kesempatan untuk mendorong hubungan
keluarga yang sehat melalui psiskoedukasi, penguatan kekuatan. konseling
yang mendukung, dan rujukan untuk terapi dan dukungan. Perawat siap untuk

18
meningkatkan fungsi keluarga dalam pengaturan klinis tradisional dan
pengaturan nontradisional.
Setelah diskusi tentang keperawatan keluarga menunjukkan bahwa
perawat dalam satu setting atau keahlian khusus menggunakan salah satu dari
empat pendekatan keperawatan keluarga, dalam praktik kesehatan mental,
perawat kejiwaan menggunakan semua perspektif ini. Misalnya, saat
memberikan perawatan lanjutan kepada klien dengan Bipolar Disorder yang
baru saja dipulangkan ke rumah, perawat menilai dampaknya pada keluarga
sebagai keseluruhan penyakit klien, rawat inap, dan perlu diberi obat pada
lithium. Keluarga dipandang sebagai konteks dimana perlakuan dan
pengelolaan kondisi berlangsung terus berlanjut. Dalam situasi atau situasi
lain, terapis perawat psikiatri akan melihat keluarga dalam terapi sebagai
kelompok, melihat keluarga sebagai sistem interaksi. Dalam kasus seperti itu,
perawat dapat fokus pada interaksi keluarga dan bagaimana anggota keluarga
dapat saling mendukung untuk membantu setiap anggota memenuhi
kebutuhan orang lain. Ketika menangani masalah sosial utama, seperti yang
diamati dengan kecanduan dan kekerasan terhadap kaum muda, perawat
psikiatri harus memahami keluarga sebagai komponen masyarakat yang lebih
luas. Terakhir, keluarga dapat dipahami sebagai klien oleh perawat kesehatan
mental masyarakat yang memberikan perawatan kepada satu anggota,
memahami bahwa perawatan untuk setiap anggota keluarga harus diberikan
untuk setiap anggota masing-masing untuk menjaga kesehatan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil
yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat satu sama
lain dan saling bergantung, serta diorganisasi dalam satu unit tunggal dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
Jenis keluarga dalam keluarga, yaitu kelurga sebagai konteks, keluarga
sebagai klien, keluarga sebagai sistem dan keluarga sebagai komponen
masyarakat. Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi
yang timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan anggota
keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga diberi kesempatan yang sama
untuk berperan serta dalam menyelesaikan masalah (Keliat, 1996; Gladding,
2002). Adapun teori dalam terapi keluarga adalah teori keluarga bowen, teori
struktural keluarga, teori komunikasi, dan teori spiritualitas keluarga.
Perawat memiliki banyak kesempatan untuk mendorong hubungan
keluarga yang sehat melalui psiskoedukasi, penguatan kekuatan. konseling
yang mendukung, dan rujukan untuk terapi dan dukungan.

3.2 Saran
Dengan bantuan perawat, keluarga diharapkan mempunyai kemampuan
mengatasi masalah dan memeihara stabilitas dari status kesehatan
semaksimal mungkin.
Proses perawatan yang melibatkan klien dan keluarga akan membantu
proses intervensi dan menjaga klien agar tidak kambuh kembali setelah
pulang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul N dan Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika
Keliat, B. A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :
CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC.
Noreen dan Lawrence. 2009. Psychiatric Mental Health Nursing. New
York: Delmar Cengange Learning
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta:Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2009. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St.
Louis, Missouri : Mosby Elsevier

21

Anda mungkin juga menyukai