OLEH:
FAKULTAS PSIKOLOGI
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut ahli keluarga yaitu Friedman(1998) menjelaskan bahwa keluarga dalam memenuhi
kebutuhan kehidupannya memiliki fungsi-fungsi dasar keluarga. Fungsi dasar keluarga tersebut
terbagi menjadi 5 fungsi yang yang salah satunya adalah fungsi affektif, yaitu fungsi keluarga
untuk pembentukan dan pemeliharaan kepribadian anak-anak, pemantapan kepribadian orang
dewasa serta pemenuhan kebutuhan psikologis para anggotanya. Apabila fungsi affektif ini tidak
berjalan dengan semestinya, maka akan terjadi gangguan psikologis yang berdampak pada
kejiwaan dari keseluruhan unit keluarga tersebut.
Kejadian atau permasalahan yang sering terjadi di dalam sebuah keluarga antara lain seperti
perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, kultural, ekonomi, dan lain sebagainya. Kejadian
kejadianatau permasalahan dalam keluarga tersebut tidak semata-mata muncul begitu saja,
melainkan terdapat sesuatu yang menjadi pemicu terjadinya permasalahaan tersebut, sehingga
timbullah permasalahan permasalahan di dalam suatu keluarga.
Dalam konsep keluarga yang menjadi pemicunya permasalahan di dalam suatu keluarga
antara lain struktur nilai, struktur peran, pola komunikasi, pola interaksi, dan iklim keluarga yang
mendukung untuk mencetuskan kejadian-kejadian yang memicu terjadinya gangguan kejiwaan
pada keluarga tersebut. Maka dari itu, diperlukan terapi keluarga dalam menormalisasikan
individu dalam kehidupannya baik untuk dirinya sendiri, seluruh unit keluarga maupun masyrakat
sekitarnya khususnya yang berkaitan dalam hubungan sosial.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian family terapi ?
2. Apakah tujuan family terapi ?
3. Apa pengertian dari strategic family terapi?
4. Apa saja proses dan tahapan strategic family therapy?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Family (keluarga) adalah satu kelompok individu yang terkait oleh ikatan
perkawinan atau darah, secara khusus mencakup seorang ayah, ibu dan anak. Sedangkan
Therapy (terapi) adalah suatu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada
penyembuhan satu kondisi patologi.
Menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam kamus Psikologi, family therapy
(terapi keluarga) adalah suatu bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya adalah
hubungan antara pasien dengan anggota-anggota keluarganya. Oleh sebab itu seluruh
anggota keluarga dilibatkan dalam usaha penyembuhannya. Terapi ini secara khusus
memfokuskan pada masalahmasalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan
penyelenggaraanya melibatkan anggota keluarga.
Tujuan family therapy oleh para ahli dirumuskan secara berbeda. Bowen menegaskan
bahwa tujuan family therapy adalah membantu klien (anggota keluarga) untuk mencapai
individualitas, membuat dirinya menjadi hal yang berbeda dari sistem keluarga.
5
Berikut ini dikemukakan tujuan family therapy secara umum:
2. Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota
keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi, dan interaksi
anggota-anggota lain.
3. Agar tercapai keseimbangan yang membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota.
Dalam posesnya, Strategic Family Therapy terdiri dari beberapa tahap. Diantaranya:
1. Tahap Social Stage
Terapis terlebih dulu melakukan assesmen terpisah pada tiap anggota keluarga.
Selanjutnya terapis menghadirkan atau mengumpulkan kembali seluruh anggota
keluarga dimana nantinya setiap anggota keluarga diminta untuk memberikan
pendapat yang dihadapi. Terapis sebisa mungkin untuk menciptakan suasana yang
nyaman dimana tidak ada aksi balas dendam dan mengintimidasi.
2. The Problem Stage
6
Yaitu tahap dimana menjelaskan kepada anggota keluarga kenapa mereka harus hadir
serta memberikan kesempatan kepada masing-masing keluarga dimulai dari anggota
keluarga yang netral yaitu suami.
3. The Interaction Stage
Tahap ini dimulai dengan meminta setiap anggota keluarga yang hadir untuk
berkomentar kemudian keluarga membicarakan masalah bersama-sama.
4. Defining Desired Changes
Setelah anggota keluarga diberikan waktu untuk berkomentar,terapis akan
menyampaikan permasalahannya apa serta perilaku apa yang menyebabkan masalah
dalam keluarga, setelah semua anggota keluarga mengetahui masalahnya kemudian
terapis kembali menanyakan perubahan seperti apa yang diharapkan oleh keluarga
tersebut.
5. Ending The Interview
Setelah dicapai kesepakatan bersama mengenai masalah kemudian melanjutkan pada
sesi selanjutnya yaitu pemberian tugas. Tugas yang dimaksud adalah perubahan yang
diharapkan oleh masing-masing individu.
6. Directive
Yaitu mencipkan suatu prilaku yang berbeda dimana prilaku ini tidak pernah
dilakukan sebelumnya sehingga akan memperoleh pengalaman yang berbeda.
7. Reframing
Lalu dilanjutkan Reframing, bahwa apa yang dilakukan anggota dalam keluarga
dengan intepretasi negatif dan direform dengan interpretasi yang positif. Sesi terakhir
adalah evaluasi.
7
Dikarenakan perilaku mereka terjadi berulang-ulang selama sepanjang hidup, anggota
keluarga akan merasa terbiasa dengan prilaku tersebut. Perilaku ini pula secara
sinergis mengatur sistem keluarga.
2. Struktur atau Pola Interaksi
Pola yang senantiasa berulang dalam interaksi disebut sebagai struktur keluarga.
Struktur keluarga yang maladaptif dapat dicirikan sebagai interaksi keluarga yang
berulang namun memperlihatkan tanggapan atau respon yang tidak memuaskan dari
anggota keluarga lainnya.
3. Strategi
Strategi adalah intervensi yang praktis fokus kepada masalah. Intervensi yang prakitis
dipilih sesuai dengan kebutuhan keluarga untuk membawa keluarga pada perubahan
yang diinginkan. Salah satu target intervensi adalah hubungan keluarga yang
bermasalah untuk mencapai tujuan yaitu mengurangi dan menghilangkan
permasalahan yang ada dalam keluarga.
g. Contoh Kasus
Sebuah keluarga sepasang suami istri yang mempunyai empat orang anak.
Diantara keempat anaknya, anak yang ketiga sangat berbeda dengan saudara-saudaranya
yang lain. Saudaranya pintar dan patuh pada orang tua, sedangkan anak ini sering kali
tidak naik kelas sehingga ketika umurnya sudah mencapai 16 tahun ia baru lulus SD.
Anak seperti ini disebut dengan anak Slow Learner, yakni anak yang daya tangkap dan
pola fikirnya lambat. Yang menjadi masalah lagi adalah orang tuanya kurang memahami
keadaan yang dialami anaknya. Sehingga mereka membiarkan anaknya putus sekolah
hanya sampai SD saja. Mereka juga sering memarahinya, memukul dan terkadang
membiarkan anaknya pulang larut malam. Orang tua merasa anaknya terlalu nakal dan
bodoh sehingga tidak tahu harus bagaimana cara mendidik anaknya lagi. Maka dampak
yang timbul dari permasalahan ini adalah anak menjadi semakin nakal dan tidak
terkontrol oleh orang tua.
8
BAB III
PEMBAHASAN
1. PEMBAHASAN
Berdasarkan contoh kasus diatas bahwa permasalahan yang terjadi yaitu
Sebuah keluarga, sepasang suami istri yang mempunyai empat orang anak. Diantara
keempat anaknya, anak yang ketiga sangat berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain.
Saudaranya pintar dan patuh pada orang tua, sedangkan anak ini sering kali tidak naik
kelas sehingga ketika umurnya sudah mencapai 16 tahun ia baru lulus SD. Anak seperti
ini disebut dengan anak Slow Learner, yakni anak yang daya tangkap dan pola fikirnya
lambat. Strategic family therapy yang diberikan bertujuan untuk memperbaiki
komunikasi antar anggota keluarga yaitu antara anak dan orangtua, sehingga
permasalahan orangtua yang sering memarahi anak, memukul dan terkadang
membiarkan anak pulang larut malam dan Orang tua yang merasa bahwasannya anaknya
yang ketiga ini terlalu nakal dan bodoh sehingga tidak tahu harus bagaimana cara
mendidik anaknya lagi dapat teratasi dengan baik. Sehingga dampak permasalahan ini
anak menjadi semakin nakal dan tidak terkontrol oleh orang tua ini dapat terselesaikan.
Strategic family therapy dilakukan dengan strategi yang sudah dirancang dan
dilaksanakan sesuai prosedur. Untuk penanganan masalah ini dengan alasan adanya suatu
paradigma bahwa semua masalah yang terjadi didalam keluarga merupakan hasil
interaksi sosial dalam suatu sistem. Artinya, bila seorang anggota keluarga mempunyai
suatu masalah, maka kondisi ini merupakan reaksi terhadap perilaku anggota keluarga
lain, atau sebaliknya. Sehingga adanya penanganan konseling bukan hanya terhadap
anak sebagai seorang yang mempunyai keterbatasan atau kekurangan yang ada pada
dirinya. Melainkan juga kedua orang tua yang seharunya dapat memahami tindakan apa
yang harus dilakukan. Melalui Family Therapy anggota keluarga dibantu untuk membuka
alur komunikasi dengan membuat keinginan-keinginan mereka diketahui oleh satu sama
lain secara konkrit (didalam term yang konkrit). Dengan demikan, pendekatan tersebut
dalam meningkatkan perilaku komunikasi dan interaksi anggota-anggota keluarga
sebagai suatu sistem. Sampai akhirnya memberikan penyadaran kepada orang tua bahwa
mendidik anak yang baik tidak perlu mengunakan kekerasan atau memerahinya secara
9
berlebihan, karena seorang anak akan lebih menurut ketika ia dibimbing dengan kasih
sayang secara tulus dari sejak kecil.
Dapat dilihat bahwasannya permasalahan dalam kasus ini berangkat dari
kesalahan pola asuh . Untuk menangani contoh kasus ini sangat tepat menggunkan teknik
Family therapy (terapi keluarga) Dengan harapan semua anggota keluarga seperti ayah,
ibu, kakak, ataupun seorang adik, sadar dan mengerti bahwa si anak ini tidak seharusnya
dibiarkan saja. Harus ada bimbingan kusus dan dukungan keluarga. Indikator
keberhasilan dalam penelitian ini adalah ketika sudah terjadi komunikasi yang cukup baik
antara orang tua dan anak maupun anggota keluarga yang lainnya seperti kakak atau adik
agar saling mengerti keinginan masing-masing Orang tua dapat mengerti dan memahami
tindakkan apa yang seharunya dilakukan. Orang tua dapat memperlakukan anaknya
secara baik tanpa melakukan kekerasan. Orang tua dapat melihat dan memahami kondisi
anak secara lebih bijak bukan hanya dari satu sudut pandang saja. Dan orang tua juga
harus dapat menjadi motivator yang baik bagi sang anak.
Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan pada anak ketiga dan orangtua ini dapat
menghasilkan beberapa hal, yaitu adanya keterbukaan antara masing-masing anggota
keluarga dimana setiap anggota keluarga dapat mengemukakan apa yang selama ini tidak
disukainya terhadap anggota keluarga yang lain dan juga mengatakan keinginannya.
Anak ketiga juga dapat mengkomunikasikan perasaan kecewanya kepada orangtuanya
10
yang tidak mengerti tentang kekurangan yang ada pada dirinya yang selalu menganggap
dirinya bodoh, yang padahal anak ketiga ini mengalami slow learner atau anak lambat
belajar. Dan orangtua meminta maaf kepada anak karena selama ini telah memperlakukan
sianak ketiga ini dengan kurang baik, karena orangtua tidak mengetahui bahwa sianak
mengalami slow learner atau keterlambatan belajar).
11
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Terapi keluarga ini secara khusus memfokuskan pada masalah masalah yang
berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraanya melibatkan anggota
keluarga. Bowen menegaskan bahwa tujuan family therapy adalah membantu klien
(anggota keluarga) untuk mencapai individualitas, membuat dirinya menjadi hal yang
berbeda dari sistem keluarga. Membantu anggota-anggota keluarga belajar dan
menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait-mengkait di antara
anggota keluarga. Menurut Haley & Madanes, keluarga bermasalah akibat dinamika dan
struktur keluarga yang disfungsional, perilaku yang bermasalah merupakan usaha
individu untuk mencapai kekuasaaan dan rasa aman (Olson, 2007).
Strategic Family Therapy terdiri dari beberapa tahap. Diantaranya: Tahap Social
Stage, The Interaction Stage, The Problem Stage, The Interaction Stage, Defining Desired
Changes, Reframing, Directive, Ending The Interview.
B. SARAN
Demikian makalah yag kami buat, semoga dapat bermafaat bagi pembaca, apabila
ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila
ada beberapa kesalahan mohon dapat dimaafkan dan memaklumi, karena kami adalah
hamba ALLAH yang tak luput dari salah khilaf.
12
DAFTAR PUSTAKA
13