Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KORBAN KDRT DAN NARAPIDANA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis  panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena berkat limpahan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah korban KDRT, korban
Trafficking dan Narapidana” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun
sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan dari para pembaca
Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Wassalalam,

Kairatu, 04 Januari 2022

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN...............................................................................................................3

2.1 KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)...................3

2.2 NARAPIDANA..................................................................................................12

BAB III...........................................................................................................................17

PENUTUP.......................................................................................................................17

3.1 Simpulan.............................................................................................................17

3.2 Saran...................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling
banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh
keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya
sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
(manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yang diberikan di
rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan
perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku
kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien
mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK
pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi
pendekatan proses keperawatan.
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia saaat ini
mengakibatkan persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, sehingga
berdampak pada banyaknya pengangguran. Berdasarkan data dari badan pusat
statistik (2013), tingkat pengangguran setiap bulan adalah sekita 5,92% dari
jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang.
Banyaknya pengangguran tersebut menyebabkan beberapa dari mereka
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan dasar yang dipenuhi
dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu kebutuhan untuk makan.
Seseorang dengan tingkat ekonomi menengah kebawah akan mengalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari. Tingkat
ekonomi menengah kebawah tersebut merupakan suatu hal yang mendasari
perbuatan seseorang untukmemenuhi dorongan social yang memerlukan

1
dukungan finansial sehingga berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari
( Afrinanda, 2009 ).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Korban KDRT?
2. Bagaimana Narapidana?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Korban KDRT.
2. Mengetahui Narapidana

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


A. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam
Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1
ayat 1).
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan
fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan
atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan
verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan
pada seorang perempuan, apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang
menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan atau perampasan
kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan (Citra Dewi
Saputra, 2009).
Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di
bawah ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga yaitu:

3
1. Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa
tindakan atau perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
2. Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini
terlihat pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku
menganggap wajar melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3. Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan,
dll.
4. Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis
perempuan.
5. Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah
tangga (Gunawan Wibisono, 2009).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh
penyerangan dan pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik, seksual, dan
psikologis, demikian pula pemaksaan secara ekonomi yang digunakan oleh
orang dewasa atau remaja terhadap pasangan intim mereka dengan tujuan
untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas diri mereka (Ichamor, 2009).

B. Ruang Lingkup dan Macam-macam Kekerasan Dalam


Rumah Tangga
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi
(Pasal 2 ayat 1):
1) Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua,
menantu, ipar dan besan); dan/atau
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan istri dalam
rumah tangga dibedakan kedalam empat (4) macam yaitu kekerasan fisik,
kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan emosional
(Kompas.com ,2007).

4
Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) juga tercantum dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.
1. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Menurut Magetan,
2010 kekerasan Fisik adalah kekerasan yang pelakunya melakukan
penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku agresif yang dapat
menyebabkan terjadinya memar hingga terjadinya pembunuhan. Tindakan
ini seringkali bermula dari kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat
dimaafkan yang kemudian meningkat menjadi tindakan penyerangan yang
lebih sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku seperti
mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-benda
berharga, meninggalkan pasangan di tempat yang berbahaya, menolak
untuk memberikan bantuan saat pasangan sakit atau terluka, menyerang
dengan senjata, dan sebagainya.
Berikut ini ada beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu sendiri:
1) Kekerasan Fisik Berat.
Kekerasan ini berupa penganiayaan berat seperti menendang,
memukul, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan
semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
a) Cedera berat
b) Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c) Pingsan
d) Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan
atau yang menimbulkan bahaya mati
e) Kehilangan salah satu panca indera.
f) Mendapat cacat.
g) Menderita sakit lumpuh.
h) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j) Kematian korban.
2) Kekerasan Fisik Ringan.

5
Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan
lainnya yang mengakibatkan:
a) Cedera ringan
b) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
2. Kekerasan psikologis atau emosional (Psikis)
Menurut pasal 7 kekerasan psikis adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan
psikis berat pada seseorang.
Kekerasan psikologis atau emosional meliputi semua tindakan
yang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan pasangan,
seperti: menghina, kritik yang terus menerus, pelecehan, menyalahkan
korban atas segala sesuatunya, terlalu cemburu atau posesif,
mengucilkan dari keluarga dan teman-teman, intimidasi dan
penghinaan.
a) Kekerasan Psikis Berat
Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan,
pemaksaan dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik, seksual dan
ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan
penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal
berikut:
Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat
atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan
atau menahun.
a) Gangguan stress pasca trauma.
b) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau
buta tanpa indikasi medis)
c) Depresi berat atau destruksi diri
d) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas
seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya

6
e) Bunuh diri

2) Kekerasan Psikis Ringan.


Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam
bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi social, tindakan dan
atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan
fisik yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan
psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:

a) Ketakutan dan perasaan terteror


b) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak
c) Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
d) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
e) Fobia atau depresi temporer

3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara
fisik oleh pelaku seringkali diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan seksual
dimana korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan pelaku
atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan seksual yang tidak diinginkannya,
termasuk hubungan seks tanpa pelindung.
a. Kekerasan Seksual Berat, berupa:
a) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan
lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
b) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada
saat korban tidak menghendaki.

7
c) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
d) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b. Kekerasan Seksual Ringan
Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau
secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi:
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.

c. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9 yang meliputi berbagai
tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kendali
atas keuangan, seperti: melarang pasangan mereka untuk mendapatkan
atau tetap mempertahankan pekerjaan, membuat pasangan mereka harus
meminta uang untuk setiap pengeluaran, membatasi akses pasangan
mereka terhadap keuangan dan informasi akan keadaan keuangan
keluarga, dan mengendalikan keuangan pasangan.
a. Kekerasan Ekonomi Berat yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:

8
a) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
b) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
b. Kekerasan Ekonomi Ringan
Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau
tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk
sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat.
Bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala
yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi
merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap
istrinya.
b. Ketergantungan ekonomi
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa
istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa
menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap
enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi
kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini
dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada
istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam
rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya

9
keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri
dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini
didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas
membuktikan bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam
menyelesaikan problem rumah tangganya.
d. Persaingan
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal
pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak
masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana
mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat
menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu
sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau
terbelakang dan dikekang.
e. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena
merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi
tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan-pasangan seperti
dibawah ini:
1. Belum siap kawin.
2. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
3. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang
tua atau mertua.
4. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.

D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan
suami.
1. Dampak pada istri :

10
a. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
b. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah
makan dan susah tidur
c. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
d. Gangguan kesehatan seksual
e. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan
kekerasan
f. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya
gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon
secara normal ajakan berhubungan seks
2. Dampak pada anak :
a. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
b. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan 3. Kekerasan
menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
3. Dampak pada suami :
a. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
b. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
Selain itu menurut Surya Sukma, efek psikologis penganiyaan bagi
banyak perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut,
cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan
tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga
mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang pada
akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering
mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti
penganiyaan mereka.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak
hamil mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia,
hipomenohagia atau metrohagia bahkan wanita dapat mengalami
menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido,
ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

11
2.2 NARAPIDANA
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau
saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum. Menurut Pasal 1
Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Permasyarakatan.
Karena terkucilkan dari masyarakat umum, berbagai masalah
kejiwaan narapidana kemungkinan akan muncul, diantaranya :
1) Harga diri rendah dan Konsep diri yang negative
2) Risiko bunuh diri
Dalam makalah ini kelompok penulis berfokus membahas masalah
harga diri rendah yang terjadi terhadap narapidana.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri
( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung di
ekspresikan.
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia
meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak
disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri
negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan
kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa

12
disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau
menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).

Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :


a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa
lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan,
dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri
sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
c. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi,
dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.
Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak
mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar

13
dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga
(Stuart & Sundeen, 1998.

1. Penyebab Gejala
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan
balik yang negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif
adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau
lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik,
psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu
tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan
peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu
:
a. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehillangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menurun.
Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah :
- Mengejek dan mengkritik diri

14
- Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri
sendiri
- Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi
- Menunda keputusan
- Sulit bergaul
- Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
- Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga,
halusinasi
- Merusak diri : harga diri rendah menyokong pasien untuk
mengakhiri hidupnya
- Merusak/melukai orang lain
- Perasaan tidak mampu
- Pandangan hidup yang pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penurunan produktivitas
- Penolakan terhadap kemampuan diri
- Kurang memerhatikan perawatan diri
- Berpakaian tidak rapih
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada suara lemah

2. Penatalaksanaan Terapi
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
b. Keperawatan

15
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari
empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman
atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005)

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau
saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk penulisan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/363820786/ASKEP-KDRT-docx
https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/harga-diri-rendah-situasional-nanda-
nic.html
https://www.perawatkitasatu.com/2017/09/ansietas-nanda-nic-noc.html
https://www.scribd.com/doc/314264739/Asuhan-Keperawatan-Kekerasan-Dalam-
Rumah-Tangga

18

Anda mungkin juga menyukai