Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................1

KATA PENGANTARA ......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................................................3


B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan.................................................................................................5
B. Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.................................................................6
C. Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga..................................................................7
D. Upaya penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.......................................9
E. Perlindungan bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga1................................11
F. Pandangan Alkitab terhadap kekerasan Dalam Rumah Tangga................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................16

KATA PENGANTAR
1
Dengan segenap hati penulis mengucapkan syukur dan terimakasih kepada llah Bapa, Yesus
Kristus dan Roh Kudus sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pribadi ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis membahas mengenai “Kekerasan
Dalam Rumah Tangga”. penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan atau pengetahuan kita dan makalah ini penulis buat berdasarkan referensi yang penulis
temukan dari berbagai sumber-sumber.
Makalah ini penulis buat untuk memenuhi tugas mata pelajaran ETIKA KRISTEN di
SMTK PEKANBARU dengan Guru Pembimbing Ibu Bulan Juita Simanjuntak S.Pd.
Demikian sedikit pengantar dari penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya. Makalah ini pasti memiliki kekurangan oleh karena itu, penulis berharap adanya
kritik, adanya saran, dan adanya usulan demi perbaikan makalah-makalah yang akan penulis buat
di masa yang akan datang.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hak asasi merupakan hal yang sangat sensitif dalam kehidupan manusia. Hampir
diseluruh negara memiliki peraturan tersendiri dalam melindungi HAM. Akan tetapi
sering kali HAM tersebut masih dipandang sebelah mata apalagi menyangkut
perbedaan gender antara pria dan wanita. Wanita seringkali dianggap lebih rendah
dibandingkan pria, sehingga seringkali bermunculan kasus pelanggaran hak asasi manusia,
khususnya wanita dalam pelanggaran kekerasan dalam rumah tangga. Keluarga adalah unit
sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap
perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.

Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia
yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan

2
terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga.
Keluarga disebut diharmonis apabila terjadi sebaliknya. Setiap keluarga memiliki
cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing.
Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota
keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti
perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga
terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila
masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari
akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota
keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik
diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Pengertian Kekerasan
2. Bentuk bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
3. Faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
4. Perlindungan bagi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
5. Pandangan Alkitab terhadap kekerasan dalam rumah tangga

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian Kekerasan
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
3. Untuk mengetahui penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
4. Untuk mengetahui cara menangani kekerasan dalam rumah tangga
5. Untuk mengetahui perlindungan apa yang diberikan terhadap korban
6. Untuk mengetahui apa pandangan Alkitab terhadap kekerasan dalam rumah tangga

BAB II

PEMBAHASAN

3
A.Pengertian Kekerasan

Berikut pengertian kekerasan menurut beberapa sumber, yaitu:

1.1 Menurut KBBI

Menurut KBBI “kekerasan” merupakan perbuatan seseorang atau sekelompok orang


yang menyebabkan cedera atau meninggal dunia, atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang
orang lain1.

1.2 Secara Umum

Secara umum kekerasan dapat diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk
melukai, menganiaya, atau memperlakukan dengan kasar atau keras.

1.3 Menurut KUHP

Menurut KUHP dalam pasal 89 disebutkan bahwa yang disamakan melakukan kekerasan
itu, yaitu membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi 2. Melakukan kekerasan artinya
mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani untuk melukai seseorang. Contohnya memukul
dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menendang/menyepak, dan sebagainya.

1.4 WHO

Definisi kekerasan adalah penggunaan seluruh kekuatan fisik demi mendapatkan


kekuasaan yang biasanya disertai dengan ancaman, sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain, seperti luka memar, kematian, kerugian secara psikologis, dan lain sebaginya3.

1.5 Soerjono Seokanto

Pengertian kekerasan adalah peralukan yang diperguankan oleh individu atau kelompok
untuk memaksakan kehendak kepada pihak lain4.

1.6 James B. Blue

Kekerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara brutal sehingga
menciptakan tindakan yang primitis, karena kekerasan selalu ditebar dengan ancaman 5

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:

1
Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, PN. Balai Pusataka, Jakarta, 2003.Hal.550
2
Pasal 89 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3
Writer, “pengertian Kekerasan Menurut Ahli dan Jenis-Jenisnya. Kumparan, 11 September 2023
4
Writer, “pengertian Kekerasan Menurut Ahli dan Jenis-Jenisnya. Kumparan, 11 September 2023
5
Writer, “pengertian Kekerasan Menurut Ahli dan Jenis-Jenisnya. Kumparan, 11 September 2023

4
1.1 Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu kekerasan yang terjadi secara nyata atau dapat dilihat dan
dirasakan oleh tubuh langsung. Kekerasan fisik ini seringkali meninggalkan bekas luka bagi
penerima kekerasan atau korban tindak kekerasan, sehingga ketika ingin melaporkan tindak
kekerasan ini akan divisum terlebih dahulu. Kekerasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
 Kekerasan fisik berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul,
menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua
perbuatan lain yang dapat mengakibatkan cedera berat, tidak mampu menjalankan
tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit
disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, kehilangan salah satu panca
indera, mendapat cacat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama 4
minggu lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang wanita, dan kematian
korban.
 Kekerasan fisik ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan
lainnya yang mengakibatkan cedera ringan dan rasa sakit dan luka fisik yang tidak
masuk dalam kategori berat. Jika kekerasan fisik ringan dilakukan berulang-ulang
(repetisi), maka dapat dimasukkan ke dalam kekerasan fisik berat.

1.2. Kekerasan Psikis


kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat
seseorang6.

1.3 Kekerasan Seksual


kekerasan seksual diartikan sebagai setiap perbuatan yang merendahkan, menghina,
melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang.Seperti halnya
kekerasan fisik dan psikis, kekerasan seksual juga dibagi menjadi kekerasan seksual berat
dan ringan.
 Kekerasan seksual berat, berupa Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti
meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan
lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina, dan merasa dikendalikan,
Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak
menghendaki, Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan, Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
 Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal, seperti komentar
verbal, gurauan porno, siulan, ejekan, dan julukan dan atau secara non verbal, seperti
ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian
seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina

6
kemdikbud.go.id,
5
korban. Jika kekerasan seksual ringan dilakukan berulang-ulang (repitisi), maka dapat
dimasukkan senagai kekerasan seksual berat.

1.4 Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi atau financial abuse adalah kondisi di mana seseorang dibatasi
kebebasannya, diintimidasi, dan dikendalikan lewat hal-hal yang berhubungan dengan finansial.
Kekerasan ekonomi juga dibagi menjadi dua, yaitu:

 Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian


lewat sarana ekonomi berupa memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran, melarang korban bekerja tetapi menelantar-kannya, dan mengambil tanpa
sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta
benda korban.
 Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan
korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.

C. Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kasus KDRT seing terjadi dikarenakan beberapa faktot sebagai berikut:

1. Perselingkuhan

Perselingkuhan dapat terjadi ketika suami terlibat dalam hubungan dengan perempuan
lain, baik sebagai istri atau pasangan yang sah maupun sebagai suami yang memiliki istri
lain. Perselingkuhan ini dapat mempengaruhi terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual
dalam rumah tangga.

2. Masalahh Ekonomi
Aspek ekonomi juga menjadi penyebab KDRT di Indonesia. Hak nafkah adalah hak yang
dimiliki oleh istri atau anak terhadap ayahnya. Namun, ketika hak ini tidak dihormati atau
diabaikan oleh seorang ayah, dapat timbul kekerasan ekonomi. Kekerasan ekonomi ini
dapat memicu konflik dan ketidakharmonisan dalam keluarga.

3. Budaya patriaki

Budaya patriarki juga merupakan faktor penyebab KDRT di Indonesia. Patriarki secara
harfiah mengacu pada sistem yang memberikan kekuasaan kepada ayah sebagai penguasa

6
dalam keluarga. Dalam konteks domestik, anggapan ini menciptakan ketergantungan
perempuan (istri) pada suami dan menyebabkan perempuan merasa lemah dan tidak
berdaya.

4. campur tangan keluarga

Campur tangan anggota keluarga dari pihak suami sering kali menjadi penyebab KDRT.
Keterlibatan keluarga dalam urusan perkawinan dapat menciptakan ketegangan dan
konflik di antara pasangan suami istri. Anggota keluarga yang terlalu ikut campur dalam
kehidupan rumah tangga pasangan dapat memperburuk situasi dan memicu terjadinya
kekerasan fisik dan psikologis.

Pertentangan antara anggota keluarga dan pasangan suami istri seringkali mengarah pada
situasi yang tidak sehat dan menimbulkan trauma serta penderitaan bagi korban KDRT

5. kebiasaan judi
Bermain judi adalah kegiatan yang dilarang baik oleh hukum maupun agama. Praktik
perjudian seringkali menyebabkan masalah keuangan yang signifikan bagi pasangan
suami istri. Tekanan finansial akibat utang akibat judi dapat menciptakan lingkungan
yang tidak stabil di dalam rumah tangga, yang pada akhirnya dapat memicu pertengkaran
dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan mengatasi masalah keuangan dapat menjadi faktor pendorong timbulnya
kekerasan antara pasangan suami istri.
6. Alkoholisme

Kebiasaan minum alkohol secara berlebihan atau alkoholisme juga menjadi faktor
penyebab KDRT di Indonesia. Suami yang mengalami masalah alkohol cenderung
memiliki perilaku agresif dan tidak dapat mengontrol emosi mereka dengan baik.
Dampak negatif dari alkoholisme, seperti perubahan kepribadian, kehilangan kendali
diri, dan peningkatan kecenderungan terhadap kekerasan, dapat mempengaruhi
hubungan suami istri.

7. Penggunaan Narkoba
penggunaan narkoba juga menjadi faktor yang signifikan dalam terjadinya KDRT.
Pasangan suami istri yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba cenderung mengalami
konflik yang lebih sering dan kekerasan yang lebih intens. Penggunaan narkoba oleh
suami dapat menyebabkan perubahan perilaku yang drastis, penurunan kontrol diri, dan
peningkatan kecenderungan terhadap kekerasan.

8. Perbedaan prinsip

Perbedaan prinsip antara suami dan istri juga dapat menyebabkan konflik dan penyebab
KDRT di Indonesia. Meskipun pasangan telah bersatu dalam ikatan pernikahan, tetapi

7
perbedaan dalam pandangan hidup, nilai-nilai, dan prinsip dapat menciptakan
kesenjangan yang sulit untuk diatasi. Ketidaksepahaman dan ketidakmampuan untuk
mencapai kesepakatan dalam hal-hal penting dalam kehidupan rumah tangga dapat
memicu pertengkaran yang berpotensi berujung pada kekerasan.

D. Penanggulangan Kekerasan Dalam Runah Tangga


Kekerasan dalam rumah tangga adalah bentuk pelecehan yang dilakukan oleh salah satu
anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya. Kekerasan ini bisa berupa fisik, seksual,
psikologis, atau ekonomi. Kekerasan dalam rumah tangga bisa berdampak negatif bagi
kesehatan, kesejahteraan, dan hak-hak korban dan saksi. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui cara mencegah kekerasan dalam rumah tangga sebelum terlambat .
1. Menjalin Komunikasi dengan Baik

Komunikasi adalah salah satu kunci utama bertahannya setiap hubungan. Dengan
berkomunikasi dengan baik, kita bisa menyampaikan perasaan, kebutuhan, harapan, dan
masalah yang kita hadapi secara jujur dan terbuka. Komunikasi yang baik juga membantu
kita untuk mendengarkan dan memahami sudut pandang pasangan atau anggota keluarga
lainnya. Dengan begitu, kita bisa menyelesaikan konflik secara damai dan menghindari
kesalahpahaman yang bisa memicu kekerasan.

2. Saling Percaya

Kepercayaan harus ada pada setiap pasangan yang menjalin hubungan. Kepercayaan
berarti kita menghormati privasi, kebebasan, dan keputusan pasangan kita tanpa
mencurigai atau mengontrolnya. Kepercayaan juga berarti kita tidak berbohong, menipu,
atau berselingkuh dari pasangan kita. Dengan saling percaya, kita bisa menjaga
hubungan yang sehat dan harmonis.

3. Hindari Prasangka Buruk

Dengan adanya kepercayaan, maka kita bisa menghindari munculnya prasangka buruk
atau suudzan. Prasangka buruk adalah sikap negatif yang didasarkan pada asumsi
atau dugaan tanpa bukti yang jelas. Prasangka buruk bisa menimbulkan rasa curiga, cemburu,
marah, atau benci terhadap pasangan atau anggota keluarga lainnya. Prasangka
buruk juga bisa membuat kita bertindak impulsif atau agresif tanpa memikirkan akibatnya.

4. Saling Berlapang Dada

Saling berlapang dada berarti kita bisa menerima dan menghargai perbedaan yang ada
antara kita dan pasangan atau anggota keluarga lainnya. Perbedaan bisa berupa latar
belakang, pendapat, minat, hobi, atau gaya hidup. Saling berlapang dada juga berarti
kita tidak memaksakan kehendak atau pandangan kita kepada orang lain. Dengan
saling berlapang dada, kita bisa menjalin hubungan yang toleran dan harmonis.

8
5. Jauhi Perselingkuhan

Perselingkuhan adalah tindakan yang melanggar janji kesetiaan yang telah dibuat oleh
pasangan yang menjalin hubungan. Perselingkuhan bisa berupa fisik atau emosional.
Perselingkuhan bisa menyebabkan kerusakan besar pada hubungan, seperti hilangnya
kepercayaan, rasa sakit hati, pengkhianatan, atau perceraian. Perselingkuhan juga bisa
menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga, baik dari pihak yang berselingkuh maupun
dari pihak yang diselingkuhi.

6. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
tentang hak-hak dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Pendidikan juga bisa
membantu kita untuk mengenali tanda-tanda dan dampak dari kekerasan dalam rumah
tangga. Dengan pendidikan, kita bisa belajar untuk menghargai diri sendiri dan orang lain
serta menghindari perilaku yang merugikan atau menyakiti orang lain.

7. Pendidikan Emosi Anak

Anak adalah salah satu kelompok yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Anak bisa menjadi korban langsung atau saksi dari kekerasan yang terjadi antara orang
tua atau anggota keluarga lainnya. Kekerasan dalam rumah tangga bisa berpengaruh
buruk bagi perkembangan fisik, mental, sosial, dan emosional anak. Oleh karena itu,
penting untuk memberikan pendidikan emosi kepada anak sejak dini. Pendidikan emosi
adalah proses untuk mengajarkan anak cara mengenali, mengungkapkan, dan mengelola
emosi mereka secara positif. Pendidikan emosi juga bisa membantu anak untuk
mengembangkan keterampilan sosial, seperti empati, kerjasama, dan penyelesaian
masalah.

8. Melakukan Peran Antar Masing-Masing Anggota Keluarga dengan Baik

Setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda. Misalnya, orang
tua sebagai pemimpin, pendidik, dan pelindung; anak sebagai penerus, pembelajar, dan
penghibur; dan seterusnya. Dengan melakukan peran masing-masing dengan baik, kita
bisa menciptakan suasana keluarga yang harmonis dan sejahtera. Sebaliknya, jika kita
tidak melakukan peran kita dengan baik, kita bisa menimbulkan ketidakpuasan,
ketegangan, atau konflik dalam keluarga.

9. Membangun Jaringan Sosial yang Positif

Jaringan sosial yang positif adalah kumpulan orang-orang yang memberikan dukungan,
bantuan, saran, atau motivasi kepada kita. Jaringan sosial yang positif bisa berupa

9
keluarga besar, teman, tetangga, rekan kerja, komunitas, atau organisasi. Dengan
memiliki jaringan sosial yang positif, kita bisa merasa tidak sendirian dalam menghadapi
masalah atau tantangan dalam hidup. Jaringan sosial yang positif juga bisa menjadi
sumber informasi, inspirasi, atau solusi bagi kita.

10. Mencari Bantuan Profesional

Jika kita mengalami atau menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga, jangan ragu untuk
mencari bantuan profesional. Bantuan profesional bisa berupa konseling psikologis,
mediasi keluarga, bantuan hukum, perlindungan saksi, atau layanan kesehatan. Bantuan
profesional bisa membantu kita untuk mengatasi trauma, stres, depresi, atau cedera akibat
kekerasan dalam rumah tangga. Bantuan profesional juga bisa membantu kita untuk
mendapatkan hak-hak dan perlindungan yang layak sebagai korban atau saksi kekerasan
dalam rumah tangga.

E. Perlindungan Bagi Korban Kekerasan

Terkait KDRT sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau UU PKDRT. Dalam Pasal 1 Ayat 3 UU
PKDRT dijelaskan bahwa Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman
kekerasan dalam lingkup rumah tangga.

Bentuk KDRT sendiri diatur menjadi 4 macam dalam UU PKDRT, yaitu kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga. Apa aja sih cakupannya?

1. Kekerasan Fisik (Pasal 6), yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat, dengan pidana:
 Pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00;
 Dalam hal mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp
30.000.000,00;
 Dalam hal mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00
 Dalam hal dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00
2. Kekerasan Psikis (Pasal 7), yaitu arti perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan ini diancaman dengan
pidana:
 Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00

10
 Dalam hal dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00

3. Kekerasan Seksual (Pasal 8), yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut serta pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang
lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan ini diancam dengan
pidana paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00

4. Penelantaran Rumah Tangga, yaitu yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
tersebut serta yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada di bawah kendali orang tersebut. Kekerasan ini diancam dengan pidana penjara
paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit
Rp 12.000.000,00 atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00

Selain ketentuan pemidanaan seperti yang telah disebutkan, Majelis Hakim juga dapat
menjatuhkan pidana tambahan berupa pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk
menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku dan penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.

Dalam hal akan ditindaknya kasus kekerasan fisik serta kekerasan seksual dalam lingkup KDRT,
ditentukan bahwa dalam hal ini merupakan delik aduan. Maka selama tidak adanya aduan dari
pihak yang berwenang atau mempunyai kapabilitas untuk melaporkan, maka kasus ini tidak
dapat ditindak.

Korban memiliki beberapa hak yang bisa ia dapatkan, yaitu:

 Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga


sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan
 Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
 Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
 Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Pelayanan bimbingan rohani

11
Selain itu, ada pula penyedia layanan bagi korban perempuan, 3 diantaranya ialah Lembaga
Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMEN PPPA) dan Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

F. Pandangan Alkitab Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga sangat bertentangan dengan rencana Allah bagi keluarga.
Kitab Kejadian pasal 1 dan 2 menggambarkan pernikahan sebagai satu daging, sebagai satu
hubungan yang saling membantu. Surat Efesus pasal 5:21 meminta pasangan suami istri untuk
“rendahkan diri seorang kepada yang lain.” Surat Efesus 5:22-24 mengajarkan istri supaya
tunduk kepada suaminya, sementara ayat 25-33 berbicara tentang kasih yang rela berkorban dari
seorang suami bagi istrinya.

Surat 1 Petrus 3:1-7 memberikan perintah serupa. 1 Korintus 7:4 juga mengatakan, “Isteri
tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas
tubuhnya sendiri, tetapi istrinya.” Keduanya saling memiliki dan dipanggil untuk saling
mengasihi satu sama lainnya, sebagaimana Kristus telah mengasihi kita. Pernikahan adalah
gambaran Kristus dan Gereja. Kekerasan dalam rumah tangga sungguh jauh berbeda dengan
karakter Yesus.
Kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan anak-anak juga dikutuk oleh Allah. Mazmur
127:3 mengatakan, “anak-anak adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan
adalah suatu upah.” Allah mempercayakan anak-anak kepada para orangtua. Mereka harus
dengan penuh kasih merawat dan mendidik anak-anak.

Surat Efesus 6:4 menyatakan, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam
hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (lihat juga Kol
3:21). Anak-anak harus menaati orangtua mereka (Efe 6:1-3). Kedisiplinan merupakan hal yang
penting. Tetapi, disiplin jelas berbeda dengan kekerasan dan siksa.
Mengikut Tuhan berarti melayani orang lain, bukan memanipulasi dan mengendalikan mereka.
Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak
orang” (Mat 20:26-28).

Perintah-Nya kepada kita ialah “saling mengasihi” (Yoh 13:34). Surat Efesus 5:1-2
menyatakan, “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan
hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus telah mengasihi kamu dan telah
menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.”

12
Orang Kristen dipanggil untuk berkorban dengan mengasihi orang lain, terutama bagi keluarga
mereka sendiri.

Mereka yang saat ini sedang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga harus
mencoba melakukan segala upaya supaya bisa keluar dari situasi ini dengan aman. Seringkali,
waktu yang paling berbahaya bagi si korban ialah ketika dia pergi meninggalkan si pelaku.
Saudara bisa menghubungi polisi atau aparat penegak hukum yang dapat membantu.). Ketika
kekerasan dalam rumah tangga terjadi, keamanan menjadi prioritas pertama.
Di Indonesia, korban kekerasan dalam rumah tangga bisa segera menghubungi Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Meskipun si korban sudah merasa aman secara fisik dan luka di tubuh sudah sembuh,
biasanya luka emosional dan psikologisnya justru bertambah dalam. Kekerasan dalam rumah
tangga juga berdampak parah terhadap aspek spiritualnya. Si korban menjadi tidak percaya
kepada Tuhan lagi. Mengapa Dia membiarkan hal seperti ini terjadi? Apakah Dia bisa dipercaya?
Apakah Dia benar-benar mengasihi saya? Di mana Dia ketika saya sedang disiksa?

Proses penyembuhan membutuhkan waktu. Reaksi emosional terhadap situasi seperti ini
pasti terjadi. Sangat wajar bagi seseorang untuk menunjukkan kemarahan terhadap penyiksaan.
Jika kita tidak menyadari parahnya situasi ini, kemarahan, kebingungan, rasa sakit, rasa malu, dll
– kita tidak bisa sembuh dari situasi tersebut. Seringkali, si korban terlalu terburu-buru
memaafkan. Memaafkan memang membebaskan si korban, tapi pengampunan tidak bisa
bertahan lama jika luka penyiksaan tidak diakui dan diatasi terlebih dulu. Korban kekerasan
dalam rumah tangga membutuhkan dukungan konselor Kristen yang terlatih untuk melalui
proses penyembuhan.

Kita tidak boleh berasumsi bahwa si pelaku tidak memiliki kebutuhan lain selain
menyiksa. Mungkin ada masalah yang belum terselesaikan yang membuat mereka kasar. Jika si
pelaku mau mengakui rasa bersalah dan ingin ditolong, maka masih ada harapan. Sekali lagi,
konseling Kristen sangat penting.
Tiap kisah kekerasan dalam rumah tangga berbeda-beda. Situasi dan orangnya sangat beragam
sehingga tidak ada satupun artikel yang memadai untuk mengatasi isu ini. Secara umum,
walaupun konseling pernikahan bukan solusi yang memadai – setidaknya sampai semua
kekerasan berhenti, kedua pihak sebaiknya mengikuti konseling pribadi dan berdamai. Begitu
juga dengan terapi keluarga. Anak-anak seharusnya tidak hidup di tengah-tengah kekerasan,
sementara si penyiksa sedang belajar menjadi orangtua yang saleh.

Kekerasan rumah tangga mendukakan hati Allah. Dia bukannya tidak peduli terhadap
sang korban, apalagi meninggalkannya. Rencana-Nya bagi hubungan manusia, khususnya bagi

13
keluarga, adalah gambaran indah akan Allah.
Keluarga dimaksudkan mencerminkan kasih Allah. Kekerasan dalam rumah tangga akan
membuat-Nya sedih, karena keluarga justru menjadi tempat merasakan sakit. Allah
menginginkan mereka yang terlibat kekerasan dalam rumah tangga, baik si korban maupun
pelaku, menjadi sembuh dan pulih kembali.

BAB III

PENUTUP

14
G. Kesimpulan

Akibat yang ditimbulkan dari tindak kekerasan dalam kasus KDRT adalah dari segi fisik
perempuan korban KDRT akan mengalami kondisi tubuh yang memar akibat pukulan dan
penyiksaan. Dari segi psikis perempuan korban KDRT akan mengalami depresi yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
dan rasa tidak berdaya, meningkatkan rasa ketergantungan pada suami meskipun sering disiksa
dan memicu rasa dendam. Dalam Konseling Feminis konselor menggunakan distorsi kognitif
tanpa memahami konteks sosial budaya di mana masalah itu muncul. Untuk mmelakukan
intervensi konseling kepada perempuan yang mengalami depresi diperlukan tiga prinsip dasar
yaitu kesetaraan, kebijakan personal dan female perspective. Strategi melakukan intervensi
konseling kepada perempuan korban KDRT diperlukan tiga prinsip dasar yaitu kesetaraan,
kebijakan personal dan female perspective. Pendekatannya yang berorientasi feminis
mendeskripsikan bahwa untuk membantu mengurangi depresi pada perempuan diupayakan
membangun kesadaran peran gender dimulai dari perbedaan secara biologis yang akhirnya
berimplikasi pada peran sosial gender. Membangun kesadaran akan berpengaruh kuat dengan
stereotype gender dalam masyarakat sehingga untuk mengefektifkan konseling ditempuh dengan
strategi yang humanis dan berperspektif perempuan.

15

Anda mungkin juga menyukai