Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL SKRIPSI

PENELITIAN KUANTITATIF

PERBEDAAN METODE RME DAN KONVENSIONAL TERHADAP


HASIL BELAJAR

Dipersembahkan oleh:
Weebo

Kunjungi Website Weebo dan Subscribe Weebo di Youtube

dengan Mengeklik Link / Gambar di Bawah ini:

Website: Youtube:
TERM OF SERVICES, READMORE, AND RELATED LINKS

A. Terms of Services
1. Segala hak cipta penulisan skripsi ini adalah milik penulis asli skripsi. Weebo
hanya membagikan skripsi ini dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi orang
lain.
2. Sebagian besar skripsi yang diperoleh Weebo berasal dari internet yang dapat
dicari dengan mesin pencarian, kemudian diupload ulang oleh Weebo.
3. Silahkan subscribe youtube Weebo Corner dengan mengeklik link/gambar
pada halaman cover untuk mendukung program-program dari Weebo.
4. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

B. Readmore and Related Links


1. Tips dan Trik Menulis Skripsi Youtube Playlist
Playlist youtube yang berisi video pedoman penulisan skripsi, tips dan
trik penulisan skripsi, cara membuat judul skripsi penelitian kualitatif,
kuantitatif, dan penelitian tindakan kelas, dan lain sebagainya.
2. Ide Proposal Skripsi
Blog yang berisi artikel panduan cara menulis skripsi, contoh judul
skripsi, download contoh skripsi penelitian kualitatif, kuantitatif, dan penelitian
tindakan kelas, dan lain sebagainya. Contoh artikel:
a. Panduan Cara Menyusun Skripsi dari Awal sampai Akhir
b. Contoh Judul Penelitian Kualitatif Terbaik dan Terlengkap
c. Contoh Judul Penelitian Kuantitatif Terbaik dan Terlengkap
d. Contoh Judul Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Terbaik dan Terlengkap
e. Download Proposal Skripsi dan Skripsi Penelitian Kualitatif
f. Download Proposal Skripsi dan Skripsi Penelitian Kuantitatif
g. Download Proposal Skripsi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
h. Ejaan dan Tanda Baca dalam Penulisan Karya Ilmiah
i. Cara Penulisan Daftar Pustaka dalam Karya Ilmiah
j. Dan lain sebagainya.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan
penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sampai batas
tertentu matematika hendaknya dapat dikuasai oleh segenap warga negara
Indonesia. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa untuk
menerapkan matematika dalam berbagai keperluan. Akan tetapi persepsi negatif
siswa terhadap matematika tidak dapat diacuhkan begitu saja. Umumnya pelajaran
matematika di sekolah menjadi momok bagi siswa. Sifat abstrak dari objek
matematika menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami
konsep-konsep matematika, akibatnya prestasi siswa secara umum belum
menggembirakan. Rendahnya prestasi matematika siswa dapat disebabkan oleh
masalah komprehensif siswa ataupun secara parsial dalam matematika. Selain itu,
belajar matematika bagi siswa belum bermakna, sehingga pemahaman siswa
tentang konsep matematika sangat lemah (Suharta, 2005:1).
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, menyatakan, bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Keberhasilan pencapaian siswa atas materi yang telah dipelajari dalam
matematika dapat dilihat dari hasil belajar matematika siswa. Untuk mencapai
keberhasilan ini dapat melibatkan beberapa peran, diantaranya yaitu : peran guru
sebagai pengajar dan peran siswa sebagai peserta belajar. Guru dan siswa
berinteraksi untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Proses belajar siswa tidak
selalu benar sebagaimana yang diharapkan, kadang banyak mengalami hambatan
dan kesulitan. Dalam hal ini Sujana (dalam Suparta 1989:2006) menyatakan : “
Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi dua faktor utama yaitu dari
dalam siswa berupa kemampuan yang dimiliki siswa dan faktor yang datang dari
luar diri siswa atau faktor lingkungan berupa kualitas pengajaran “. Faktor dari
dalam diri siswa bisa dipengaruhi oleh motivasi, kecerdasan dan intelektual.
Faktor dari luar siswa bisa berupa sistem pendidikan yang berlaku, metode
pembelajaran, pendekatan pembelajaran dan media pembelajaran.
Salah satu faktor dari luar yang turut mempengaruhi hasil belajar
matematika siswa adalah metode pembelajaran yang diterapkan guru di dalam
kelas. Menurut Majid (2007: 135) metode pembelajaran adalah cara yang
ditempuh untuk memberikan kepemahaman atau pengertian kepada peserta didik.
Dalam proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran matematika seorang
guru harus mampu menerapkan metode yang cocok dengan situasi, agar siswa
mendapat pengertian yang lebih luas tentang materi yang diajarkan dan sekaligus
menganalisis soal-soal yang diberikan guru pada saat pembelajaran berlangsung.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa umumnya siswa mengerti dengan
penjelasan serta contoh soal yang diberikan guru, namun ketika kembali ke rumah
dan ingin menyelesaikan soal-soal yang sedikit berbeda dengan contoh
sebelumnya, siswa kembali bingung bahkan lupa dengan penjelasan gurunya. Apa
yang dialami siswa ini menunjukkan bahwa siswa belum mempunyai pengetahuan
konseptual. Guru masih mengandalkan metode pembelajaran konvensional
dengan metode ceramah sebagai metode utama. Oleh karena itu perlu
dikembangkan dan diterapkan suatu pembelajaran matematika yang tidak hanya
mentransfer pengetahuan guru kepada siswa. Pembelajaran ini hendaknya juga
mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi dan konsep
matematika. Metode pembelajaran yang kiranya tepat adalah metode Realistic
Mathematic Education (RME) dimana pendekatan pembelajaran matematika ini
berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari) dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu materi matematika yang diajarkan di SD Kelas V adalah
Operasi Bilangan Pecahan. Konsep Operasi Bilangan Pecahan secara formal
belum pernah diperoleh siswa sehingga dapat kita katakan konsep ini merupakan
konsep yang sama sekali baru bagi siswa walaupun erat kaitannya dengan
bilangan dan operasinya. Materi ini pula sering muncul dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk itu, dengan menerapkan Metode Realistic
Mathematic Education (RME) dalam pembelajaran matematika pada Operasi
Bilangan Pecahan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan
siswa. Sebagaimana diungkapakan De Lang (dalam Rahayu dalam Omdana,
2006:6) RME adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan di Belanda
sejak awal 70-an. Teori ini telah banyak diadopsi dan diadaptasikan oleh banyak
negara seperti Inggris, Brazil, Jepang, dan USA. Selain itu Romberg dan De Lang
(dalam Rahayu dalam Omdana, 2006:6) mengemukakan salah satu hasil yang
dicapai Belanda dan negara-negara tersebut, bahwa prestasi belajar siswa
meningkat secara nasional dan internasional.
Selain penggunaan metode yang digunakan ada faktor lain yang disinyalir
dapat mempengaruhi hasil belajar matematika, yaitu faktor dari dalam diri siswa
salah satunya adalah motivasi belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak yang
dapat dan mempengaruhi arah, aktivitas yang dipilih, dan intensitas keterlibatan
siswa dalam suatu aktivitas proses belajar. Sebagaimana yang dikatakan
Sardiman A.M dalam bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar bahwa :
"Dalam kegiatan belajar, maka motivasi menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai. Motivasi menjadi bagian dari tujuan pengajaran, dimana
siswa diharapkan dapat memiliki motivasi untuk belajar yang terbentuk selama
mereka mengalami proses belajar di sekolah (Gage & Berliner, 1992). Motivasi
berkaitan erat dengan perilaku belajar dan prestasi dan sangat mempengaruhi
unjuk kerja siswa dalam belajar dan dalam kehidupannya di sekolah (Stipek dan
Ryan, 1997). Penelitian tentang motivasi pada anak-anak menghasilkan
predisposisi mengenai evaluasi diri yang tinggi dan harapan keberhasilan, tetapi
kedua hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi dapat berupa faktor fisik dan psikologis. Siswa yang
memiliki motivasi kuat akan mempunyai keinginan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar, sehingga bisa saja siswa yang berintelegensi cukup tinggi
menjadi gagal karena kekurangan motivasi, sebab hasil belajar itu akan
optimal bila terdapat motivaasi yang tepat. Karenanya, bila siswa mengalami
kegagalan dalam belajar tidak semata-mata kesalahan siswa, mungkin saja guru
tidak berhasil dalam membangkitkan motivasi siswa.
Berdasarkan uraian di atas muncul pertanyaan berkenaan dengan cara
terbaik yang dapat dilakukan guru dalam membantu kegiatan belajar siswa,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pelajaran
Matematika. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dan membahasnya
dalam bentuk Proposal Penelitian Kuantitatif yang berjudul: “PERBEDAAN
METODE RME DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP HASIL
BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI
MOTIVASI SISWA KELAS V SD SE-KECAMATAN BUAYAN
KABUPATEN KEBUMEN TAHUN AJARAN 2011/2012”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasi adanya beberapa masalah dalam Perbedaan Hasil Belajar
Matematika yaitu:
1. Metode yang digunakan kurang menarik perhatian sehingga hasil belajar
siswa dalam pelajaran Matematika rendah.
2. Minat dan motivasi belajar siswa terhadap pelajaran Matematika kurang.
3. Guru kurang kreatif dalam memilih strategi belajar mengajar yang tepat dan
cenderung menyampaikan pembelajaran Matematika secara konvensional/
metode ceramah yang terlalu dominan.
4. Mata pelajaran Matematika yang identik dengan rumus-rumus rumit dan
membingungkan siswa dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipelajari.

C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya perluasan masalah yang diteliti maka
dalam penelitian ini peneliti memberi batasan masalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran Matematika yang dimaksud disini adalah pembelajaran proses
memberi suasana terjadinya perubahan perilaku individu (belajar) yang
terkait tujuan. Dalam penelitian ini pembelsjsrsn Matematika terfokus pada
pokok bahasan Operasi Bilangan Pecahan.
2. Metode pembelajaran adalah cara yang ditempuh oleh guru dalam
membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dan proses belajar yang efektif
dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang
akan dikaji adalah Metode Pembelajaran Konvensional dan Metode
Pembelajaran Realistik atau Realistic Matemathict Education (RME).
3. Motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri seseorang baik
disadari maupun tidak untuk belajar dengan tujuan menguasi kemampuan
yang terkandung dalam tujuan pembelajaran.
4. Hasil belajar matematika didefinisikan sebagai penambahan, peningkatan,
dan penyempuraan perilaku serta kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa kelas V SD setelah menerima pengalaman belajar untuk memperoleh
ilmu tentang pecahan dalam penyelesaian masalah dengan cara berfikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebaga berikut:
1. Adakah perbedaan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Se-Kecamatan
Buayan Tahun Ajaran 2011/2012 ditinjau dari penggunaan metode
pembelajaran?
2. Adakah perbedaan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Se-Kecamatan
Buayan Tahun Ajaran 2011/2012 ditinjau dari pemberian motivasi belajar?
3. Adakah perbedaan yang signifikan pada hasil belajar matematika siswa kelas
V SD Se-Kecamatan Buayan Tahun Ajaran 2011/2012 ditinjau dari
penggunaan metode pembelajaran dan pemberian motivasi belajar?

E. Tujuan Penelitian
Dilihat dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar Matematika siswa
kelas V SD Se-Kecamatan Buayan Tahun Ajaran 2011/2012 dengan
menggunakan Metode Pembelajaran Realistik atau Realistic Matemathict
Education (RME) dan Metode Pembelajaran Konvensional.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar Matematika siswa
kelas V SD Se-Kecamatan Buayan Tahun Ajaran 2011/2012 antara siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi dan siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan Metode Pembelajaran
Realistik atau Realistic Matemathict Education (RME) dan motivasi belajar
secara bersama-sama terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Se-
Kecamatan Buayan Tahun Ajaran 2011/2012.

F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Beberapa manfaat dari penelitian ini secara teoritis yaitu sebagai berikut :
1. Agar penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya
dalam hal pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
2. Agar guru kelas atau guru bidang studi bisa menggunakannya sebagai
alternatif yang lain dalam proses belajar mengajar Matematika
3. Agar kesulitan yang dialami siswa pada pembelajaran Matematika
dapat diatasi untuk perbaikan.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini juga terdapat manfaat praktis, yaitu sebagai berikut :
a. Bagi Universitas Sebelas Maret
Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk penelitian selanjutnya, hasil
penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan
tentang pengaruh penggunaan Metode Pembelajaran Realistik atau
Realistic Matemathict Education (RME )dan motivasi belajar terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar.
b. Bagi Siswa.
1) Siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Matematika.
2) Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan berkesan.
3) Menciptakan suasana kompetisi antar siswa untuk berprestasi.
c. Bagi Guru
1) Terlatih melakukan penelitian.
2) Mendapatkan strategi pembelajaran yang tepat dalam
mengajarkan pembelajaran Matematika.
d. Bagi Sekolah
1) Menumbuhkan budaya meneliti pada siapapun.
2) Meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran
Matematika.
3) Memberikan sumbangan positif khususnya dalam penghilangan
image mata pelajaran Matematika yang dianggap sulit.
4) Mendorong guru lain aktif melaksanakan pembelajaran inovatif.
e. Bagi Peneliti
1) Untuk mengukur seberapa besar hasil belajar Matematika yang
dicapai siswa dengan menggunakan Metode Pembelajaran
Realistik atau Realistic Matemathict Education (RME).
2) Memperoleh bukti bahwa Metode Pembelajaran Realistik lebih
efektif dibanding Metode Pembelajaran Konvensional dalam
pembelajaran Matematika siswa kelas V SD di Kecamatan
Buayan Tahun Ajaran 2011/2012.
f. Bagi Peneliti Lain
Menambah pengetahuan tentang Pendekatan Realistik atau Realistic
Matemathict Education (RME) dalam pembelajaran Matematika siswa
kelas V SD Negeri di Kecamatan Buayan Pokok Bahasan Pecahan
efektif dibanding Pendekatan Konvensional.
g. Bagi Pengambil kebijakan
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan dan
memperoleh kebijakan yang positif berkenaan dengan penelitian
kuantitatif.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka
1. Motivasi Belajar Siswa Kelas V SD
a. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Secara morfologi bahasa, kata siswa merupakan kata benda. Berdasarkan
KBBI Online (2009) definisi siswa adalah anak yang duduk pada tingkat sekolah
dasar dan menengah. Kata siswa memiliki persamaan secara semantik dengan
murid dan pelajar.
Dalam Wikipedia (2009) istilah siswa dikategorikan ke dalam sub istilah
peserta didik. Definisi peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan
baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal, pada jenjang pendidikan
dan jenis pendidikan tertentu. Istilah siswa dimaknai sebagai peserta didik pada
jenjang dasar dan menengah. Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa
siswa adalah peserta didik pada jalur pendidikan formal di tingkat pendidikan
dasar dan menengah.
Menurut Nasution dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002:89) masa usia
Sekolah Dasar sebagai masa kanak – kanak akhir yang berlangsung dari usia
empat tahun sampai kira – kira sebelas atau dua belas tahun. Para guru mengenal
masa ini sebagai masa sekolah, yaitu masa matang untuk belajar maupun masa
matang untuk sekolah. Siswa berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi
perkembangan aktivitas bermain hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan
pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri dan siswa sudah menginginkan
kecakapan – kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah.
Karakteristik siswa kelas V Sekolah Dasar berada pada usia sekitar 7 – 11
tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan
yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk meng
operasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang
bersifat konkret.
Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek
konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran matematika
yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang
dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat
dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat
melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak.
Masa usia sekolah menurut Suryosubroto dalam Syaiful Bahri Djamarah
(2002:90) sebagai masa intelektual bersekolah. Pada masa ini secara relatif anak –
anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan masa sesudahnya. Masa ini
diperinci menjadi dua fase, yaitu masa kelas rendah sekolah dasar (6 – 9 tahun)
dan masa kelas tinggi sekolah dasar (10 – 13 tahun).
Sifat khas anak pada masa kelas tinggi sekolah dasar yaitu:
1. Adanya minat dalam kehidupan praktis sehari – hari yang konkret yang
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan –
pekerjaan praktis.
2. Amat kooperatif, ingin tahu, dan ingin belajar.
3. Menjelang akhir masa, ada minat terhadap hal dan mata pelajaran khusus.
4. Sampai usia 11 siswa membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya.
5. Pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya.

Menurut Osmald Kroh dalam Wasty Soemanto (2006: 74) menyatakan


bahwa:
“... (antara umur 6/7 tahun s.d 12/13 tahun). Tahap perkembangan
intelektual anak dimulai ketika anak sudah dapat berpikir atau mencapai
hubungan antar-kesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa
yang dihubung – hubungkan secara logis. Perkembangan intelektual ini
biasanya dimulai pada masa anak siap memasuki sekolah dasar. Dengan
berkembangnya fungsi pikiran anak, maka anak sudah dapat menerima
pendidikan dan pengajaran”.
Menurut Wasty Soemanto (2006: 179) menyatakan bahwa : “...10 – 12
tahun, jiwa dan ingatan anak pada masa ini kuat tumbuh pula pemikiran secara
kritis dan mendalam. Timbulnya kesadaran akan kehidupan batinnya
menyebabkan anak bersikap membatasi diri terhadap orang dewasa. Anak
menunjukkan keinginan untuk mengambil inisiatif dan tanggung jawab”.

b. Motivasi Belajar
1) Definisi Motivasi
Motivasi merupakan salah satu aspek psikis yang memiliki pengaruh
terhadap pencapaian prestasi belajar. Dalam Psikologi, istilah motif sering
dibedakan dengan istilah motivasi. Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud
dengan motif dan motivasi, berikut ini penulis akan memberikan pengertian dari
kedua istilah tersebut. Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Atau seperti dikatakan oleh Sardiman dalam
bukunya Psychology Understanding of Human Behavior yang dikutip M. Ngalim
Purwanto : motif adalah tingkah laku atau perbuatan suatu tujuan atau perangsang.
Sedangkan S. Nasution, motif adalah segala daya yang mendorog seseorang untuk
melakukan sesuatu. Dengan demikian motif adalah dorongan atau kekuatan dari
dalam diri seseorang yang dapat menggerakkan dirinya untuk melakukan sesuatu.
Adapun pengartian motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer, adalah keinginan atau dorongan yang timbul pada diri seseorang
baik secara sadar maupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan
tujuan tertentu.
Pendapat-pendapat para ahli tentang definisi motivasi diantaranya adalah :
M. Alisuf Sabri, motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah
laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.
WS Winkel, motivasi adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif,
motif menjadi aktif pada saat tertentu, bahkan kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan atau dihayati. Selanjutnya, M. Ngalim Purwanto mengemukakan
bahwa motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang agar ia menjadi tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mecapai hasil atau tujuan tertentu.
Menurut MC. Donald, yang dikutip oleh Sardiman A.M, motivasi adalah suatu
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”
dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli bahwa
motivasi adalah suatu perubahan yang terdapat pada diri seseorang untuk
melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. Dapat disimpulkan bahwa motivasi
sebagai suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya perasaan dan didahului dengan adanya tujuan, maka dalam motivasi
terkandung tiga unsur penting, yaitu :
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri
setiap individu manusia, perkembangan motivasi akan membawa beberapa
perubahan energi di dalam system “neurophysiological” yang
2. ada pada organisme manusia.Motivasi ditandai dengan munculnya rasa
“feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan
persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan
tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal
ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi yakni tujuan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar
itu dapat tercapai.

2) Motivasi Belajar Tinggi


Di dalam proses pembelajaran ada siswa yang memiliki motivasi tinggi
dan ada siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Untuk mengetahui
apakah seorang siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi dalam proses
pembelajaran dapat dilihat dari indikator berikut ini:
1) Memiliki gairah yang tinggi.
2) Penuh semangat.
3) Memilliki rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang tinggi.
4) Mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu.
5) Memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
6) Memiliki daya konsentrasi yang lebih tinggi.
7) Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi.
8) Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi. (Asrori, 2009: 184)

3) Motivasi Belajar Rendah


Di dalam proses pembelajaran siswa ada juga yang memiliki motivasi
belajar yang rendah, indikator siswa yang memiliki motivasi rendah antara lain
sebagai berikut:
1) Perhatian terhadap pelajaran kurang.
2) Semangat juangnya rendah.
3) Mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat.
4) Sulit untuk bisa “jalan sendiri” ketika diberikan tugas.
5) Memiliki ketergantungan kepada orang lain.
6) Mereka bisa jalan kalau sudah “dipaksa”.
7) Daya konsentrasi kurang. Secara fisik merreka berada dalam kelas, tetapi
pikirannya mungkin berada di luar kelas.
8) Mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan.
9) Mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan. (Asrori,
2009: 184)

4) Fungsi Motivasi dalam Belajar


Adapun fungsi motivasi ada tiga, yaitu :
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi.
2. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

5) Upaya dalam Menumbuhkan Motivasi Belajar


Membangkitkan motivasi belajar tidaklah mudah, guru harus dapat
menggunakan berbagai macam cara untuk memotivasi belajar siswa. Cara
membangkitkan motivasi belajar diantaranya adalah :
1. Menjelaskan kepada siswa, alasan suatu bidang studi dimasukkan dalam
kurikulum dan kegunaannya untuk kehidupan.
2. Mengkaitkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa di luar lingkungan
sekolah.
3. Menunjukkan antusias dalam mengajar bidang studi yang dipegang.
4. Mendorong siswa untuk memandang belajar di sekolah sebagai suatu tugas
yang tidak harus serba menekan, sehingga siswa mempunyai intensitas untuk
belajar dan menjelaskan tugas dengan sebaik mungkin.
5. Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang sesuai dengan kebutuhan
siswa.
6. Memberikan hasil ulangan dalam waktu sesingkat mungkin.
7. Menggunakan bentuk .bentuk kompetisi (persaingan) antar siswa.
8. Menggunakan intensif seperti pujian, hadiah secara wajar.
Menurut Sardiman A.M, ada beberapa bentuk dan cara untuk
menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberpa bentuk dan
cara motivasi tersebut diantaranya :
1. Memberi angka
2. Hadiah
3. Saingan/kompetisi
4. Memberi ulangan
5. Mengetahui hasil
6. Pujian
7. Hukuman
8. Hasrat untuk belajar
9. Minat
10. Tujuan yang diakui.
Demikian pembahasan tentang upaya dalam menumbuhkan motivasi
belajar siswa dan bentuk-bentuk motivasi yang dapat dipergunakan oleh guru agar
berhasil dalam proses belajar mengajar serta dikembangkan dan diarahkan untuk
dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna bagi kehidupan siswa.

c. Motivasi Belajar Siswa Kelas V SD


Dilihat dari pengertian operasional tentng karakteristik siswa kelas V SD,
dan motivasi belajar yang telah dijabarkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar siswa kelas V SD adalah suatu perubahan yang terdapat pada diri
seseorang untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diperoleh peserta
didik usia sekitar 7 – 11 tahun pada jalur pendidikan formal di tingkat pendidikan
dasar sebagai keluaran dari suatu sistem pemrosesan berbagai masukan yang
berupa informasi setelah melalui kegiatan belajar penelitian pola dari struktur,
perubahan dan ruang dalam dunia.

2. Pembelajaran Matematika
a. Matematika
Kata "matematika" berasal dari kata μάθημα (máthema) dalam bahasa
Yunani diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar" juga
μαθηματικός (mathematikós) yang diartikan "suka belajar" (Whandi, 2008).
Abdul Halim Fathoni (2009) menuliskan matematika dapat digunakan
dalam dunia nyata, sebagai contoh: (1) dalam bidang pengukuran lahan dan
bangunan (geometri), (2) menghitung banyaknya barang dan nilai uang logam
dalam dunia bisnis dan perdagangan (bilangan), (3) menaksir dan mengukur
ketinggian pohon dan bukit (trigonometri), (4) menghitung kecepatan gerak benda
angkasa (kalkulus), (5) mengetahui peluang dalam undian (probabilitas), (6)
program sensus dan data kependudukan (statistika), dan sebagainya.
Masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari tersebut dapat dinotasikan
dalam bahasa matematika yang membutuhkan pemodelan matematika untuk
pemecahannya. Melalui pemodelan matematika, masalah nyata diabstraksikan
menjadi model matematika yang dapat dianalisis dan diidentifikasi cara
pemecahannya. Kemampuan berfikir logis dituntut dalam proses ini, sebagaimana
dikatakan Wittegenstein (dalam Abdul Halim Fathoni, 2009), bahwa matematika
itu sendiri merupakan metode berpikir yang logis.
Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (1995: 44) yang dimaksud dengan
matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian
matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan
dan membentuk pribadi siswa serta berpandu pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa matematika sekolah tidak dapat
dipisahkan sama sekali dari ciri-ciri yang dimiliki matematika dua ciri penting
dari matematika adalah (1) memiliki objek kejadian yang abstrak dan (2) berpola
pikir deduktif dan konsisten.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
Matematika adalah pola dari struktur, perubahan, dan ruang mengenai bilangan
dan angka yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah guna
menumbuhkembangkan kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpandu
pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti, dan kompetitif.

b. Hakikat Pembelajaran Matematika


1. Pengertian Mengajar
Menurut Hamalik (dalam Rastodio, 2009) mengajar diartikan sebagai 1)
menyampaikan pengetahuan kepada siswa, 2) mewariskan kebudayaan kepada
generasi muda, 3) usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan
kondisi belajar bagi siswa, 4) memberikan bimbingan belajar kepada murid, 5)
kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, 6) suatu
proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Tardif (dalam Adrian, 2004) mendefinisikan, mengajar adalah any action
performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning
in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang
dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau
memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan pendapat - pendapat di atas, maka penulis mengambil
kesimpulan tentang pengertian mengajar yaitu suatu kegiatan menyampaikan dan
mewariskan pesan berupa pengetahuan, keterampilan, dan kebudayaan yang
dimiliki guru, sehingga timbul perilaku siswa sesuai dengan pembelajaran yang
diperoleh serta penanaman sikap-sikap tertentu untuk membantu siswa
menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

2. Hakikat Belajar
Belajar artinya berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapatkan
suatu panduan (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Sedangkan dalam Wittaker
(1970:215) yang dikutip Westy Soemanto (dalam Fatah 2007:12) menyebutkan
bahwa : belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (learning may be
defined as the proscess by which behavior originates or as altered through training
or experience).
Menurut Fontana (dalam Tim MKPMB, 2001:8), pengertian belajar adalah
proses perubahan tingkah laku individual yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman. Selanjutnya Arifin dalam (Hartini dalam Fatah, 2007:12)
memberikan definisi sebagai berikut : Belajar adalah suatu kegiatan peserta didik
dalam menerima, menenggapi, serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang
disajikan oleh para guru yang berakhir pada kemampuan anak, menguasai bahan
pelajaran yang disajikan itu. Dengan kata lain, belajar adalah suatu rangkaian
proses kegiatan respons yang terjadi dalam suatu rangkaian belajar mengajar yang
berakhir pada terjadinya perubahan tingkah laku, baik jasmaniah maupun
rohaniah akibat pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
secara keseluruhan baik dalam hal pengetahuan (kognitif), nilai sikap (afektif),
maupun keterampilan (psikomotor) yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman
dalam interaksi aktif dengan lingkungan

3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Matematika


Fungsi Matematika sekolah adalah sebagai salah satu unsur masukan
instrumental, yang memiliki obyek dasar abstrak dan melandaskan kebenaran,
konsistensi, dalam setiap proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kebenaran konsistensi adalah kebenaran yang dahulu telah diterima.
Tujuan pembelajaran Matematika yang dituntut dalam kurikulum 2006 adalah :
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelildikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan
kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melkibatkan imajinasi, institusi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan kemampuann menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicartaan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan.
Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (1995: 44) tujuan matematika, yaitu:
1) Sejalan dengan fungsi matematika sekolah, maka tujuan umum diberikannya
matematika di jenjang pendidikan dasar adalah sebagai berikut:
a) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
dan efektif.
b) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan.
Dengan demikian tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang
pendidikan dasar tersebut memberi tekanan pada penataan nalar dan pembentukan
sikap siswa serta juga memberi tekanan pada keterampilan dalam penerapan
matematika.
2) Tujuan khusus pengajaran matematika di SD adalah sebagai berikut:
a) Menumbuhkembangkan keterampilan berhitung (menggunakan bilangan)
sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari;
b) Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika;
c) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP);
d) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.

c. Ruang Lingkup Matematika


Ruang lingkup materi/bahan kajian matematika di Sekolah Dasar
mencakup aritmatika (berhitung), pengantar aljabar, geometri, pengukuran, dan
kajian data (pengantar statistik). Penekanan diberikan pada penguasaan bilangan
(number sense) termasuk berhitung (dalam Kurikulum Pendidikan Dasar: 45).

d. Matematika Operasi Bilangan Pecahan


Obyek ilmu ukurnya adalah benda-benda. Setiap benda memiliki harga
yang berbeda. Apabila beberapa benda dibahas sekaligus, maka perlu diperhatikan
harga dan banyak masing – masing benda.
Dalam pembelajaran matematika biasa, persoalan yang diberikan guru
menjelaskan cara menyelesaikan sedangkan dalam pembelajaran Matematika
berdasarkan pendekatan realistik siswa dengan pengalaman yang dimilikinya
mencoba menyelesaikan dengan strategi mereka sendiri, sehingga diharapkan
akan muncul beragam strategi jawaban. Sebagai contoh, persoalan konstektual
tentang gambar-gambar yang mirip dengan bentuk suatu benda yang sesuai
dengan benda dalam soal. Aspek lain yang ada pada pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan realistik adalah adanya aktivitas siswa berupa
komunikasi dalam kelas, sehingga pembelajaran matematika lebih efisien.

e. Pembelajaran Matematika
Berdasarkan definisi operasional matematika, hakikat pembelajaran
matematika, ruang lingkup matematika, dan matematika operasi bilangan
pecahan maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu
kegiatan menyampaikan dan mewariskan pesan matematika mengenai benda
sebagian dari sesuatu yang utuh berupa pengetahuan, keterampilan, dan
kebudayaan yang dimiliki guru, sehingga timbul perilaku siswa sesuai dengan
pembelajaran yang diperoleh serta penanaman sikap-sikap tertentu untuk
membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari khususnya dalam
memecahkan masalah yang berhubungan dengan benda sebagian dari sesuatu
yang utuh.

3. Hasil Belajar
Joh M. Keller (dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 38) memandang hasil
belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemrosesan berbagai masukan yang
berupa informasi. Sedangkan Mulyono Abdurrahman (2003: 37) berpendapat
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar.
Dari dua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan yang diperoleh anak sebagai keluaran dari suatu sistem pemrosesan
berbagai masukan yang berupa informasi setelah melalui kegiatan belajar.
M. Alisuf Sabri dan Muhibbinsyah, mengenai belajar ada berbagai faktor
yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah, secara garis
besarnya dapat dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu :
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), meliputi keadaan kondisi
jasmani (fisiologis), dan kondisi rohani (psikologis)
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), terdiri dari faktor lingkungan,
baik sosial dan non sosial dan faktor instrumental.
Adapun yang tergolong faktor internal adalah :
1. Faktor Fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan
memberikan hasil belajar yang baik..
2. Faktor Psikologis
Yang termasuk dalam faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian, minat,
motivasi dan bakat yang ada dalam diri siswa.
Adapun yang termasuk golongan faktor eksternal adalah :
1. Faktor Sosial, yang terdiri dari :
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat
2. Faktor Non Sosial
Gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya,
alat - alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
Sedangkan menurut Muhibbinsyah, faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisijasmani
atau rohani siswa
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar
siswa.
3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah
sifatnya relativ, artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena hasil
belajar siswa berhubungan dengan faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor
tersebut saling berkaitan. Dengan demikian, tinggi rendahnya hasil belajar yang
dicapai siswa di sekolah didukung oleh faktor internal dan eksternal.
Dalam hal penelitian kuantitatif ini, hasil belajar matematika diwujudkan
dalam bentuk nilai tes matematika siswa dan diperoleh dari hasil menjawab soal –
soal yang diujikan oleh peneliti.

4. Perbedaan Metode Realistik dan Metode Konvensional


a. Metode Realistik
1. Pengertian Metode Realistik
Menurut Hadi (2003:1) Realistic Mathematic Education (RME) yang
dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat
matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan
dengan realitas. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di
Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal (Suharta, 2005:2). Teori ini
telah diadaptasi dan digunakan di banyak negara di dunia, seperti Inggris, Jerman,
Denmark, Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil, Amerika Serikat, Jepang dan
Malaysia (De Lange dalam Sriyanto, 2006:2).
Realistic mathematics education (rme) dikembangkan oleh freud di
belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan
melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta,
konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan
persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reorganisasi matematika melalui
proses dalam dunia rasio dan pengembangan metakognisi ).
Pembelajaran Matematika Realistik adalah suatu teori dalam pendidikan
Matematika yang berdasarkan pada ide bahwa Matematika adalah aktivitas
manusia dan Matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks
kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai
area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Dalam
Realistic Mathematics Education, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah
kontekstual. Dengan kata lain, siswa mengidentifikasi bahwa soal kontekstual
harus ditransfer ke dalam soal bentuk Matematika untuk lebih dipahami lebih
lanjut, melalui penskemaan, perumusan dan pemvisualisasian. Hal tersebut
merupakan proses matematisasi horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal,
siswa menyelesaikan bentuk Matematika dari soal kontekstual dengan
menggunakan konsep, operasi dan prosedur Matematika yang berlaku dan
dipahami siswa (Dian Armanto, 2001).
Matematisasi horizontal berangkat dari dunia nyata masuk ke dunia simbol
sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses dalam dunia simbol
Pada pendekatan ini peran guru sebagai fasilitator, moderator, evaluator,
sementara siswa berpikir, berkomunikasi, responding, dan melatih nuansa
demokratis.

2. Karakteristik Pembelajaran Matematika dengan Metode Realistik


Menurut Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen dalam Suharta (2005:2),
karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model,
produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment) dan
dijelaskan sebagai berikut :
1) Menggunakan konteks “dunia nyata”
Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (inti) dari
konsep yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange
sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa
akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat
mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia
nyata (applied mathematization).
2) Menggunakan model-model (matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke
situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.
Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa.
Generalisasi dan formalisasi model-model tersebut akan berubah menjadi
model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan
bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi
model matematika formal.
3) Menggunakan produksi dan konstruksi
Dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan
refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah
kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan
pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika formal.
4) Menggunakan interaktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal mendasar dalam RME.
Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
5) Menggunakan keterkaitan (intertwinment)
Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan
yang lebih kompleks, tidak hanya aritmetika, aljabar, geometri tetapi juga
bidang lain agar mudah dalam pemecahan masalah.
3. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Realistik (RME)
Adapun langkah-langkah pembelajaran pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME) (Suharta, 2005:5) adalah sebagai berikut :

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

 Guru memberikan siswa masalah  Siswa secara mandiri atau


kontekstual. kelompok kecil mengerjakan
masalah dengan strategi-strategi
informal.
 Guru merespon secara positif  Siswa memikirkan strategi yang
jawaban siswa. Siswa diberi paling efektif.
kesempatan untuk memikirkan
strategi siswa yang paling efektif.
 Guru mengarahkan siswa pada  Siswa secara sendiri-sendiri atau
beberapa masalah kontekstual berkelompok menyelesaikan
dan selanjutnya mengerjakan masalah tersebut.
masalah dengan menggunakan
pengalaman mereka.
 Guru mendekati siswa sambil
memberikan bantuan seperlunya.  Beberapa siswa mengerjakan di
papan tulis, melalui diskusi kelas,
 Guru mengenalkan istilah jawaban siswa dikonfrontasikan.
konsep.  Siswa merumuskan bentuk
matematika formal.
 Guru memberikan tugas di  Siswa mengerjakan tugas rumah
rumah, yaitu mengerjakan soal dan menyerahkannya kepada guru.
atau membuat masalah cerita
serta jawabannya sesuai dengan
matematika formal.

4. Kelebihan pembelajaran matematika realistik antara lain:


a) Karena membangun sendiri pengetahuannya, maka siswa tidak pernah lupa.
b) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
c) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena sikap belajar siswa ada
nilainya.
d) Memupuk kerjasama dalam kelompok.
e) Melatih keberanian siswa karena siswa harus menjelaskan jawabannya.
f) Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat.
g) Mendidik budi pekerti.

5. Kelemahan pembelajaran matematika realistik antara lain :


a) Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menentukan sendiri jawabannya
b) Membutuhkan waktu yang lama.
c) Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabannya terhadap teman
yang belum selesai
d) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu
e) Belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesal dalam
evaluasi/memberi nilai.
(www. google. RME. co. id)

b. Metode Konvensional
1. Pengertian Metode Konvensional
Freire (1999) memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai
suatu penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” (banking concept of
education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas
pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan
dihafal. Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya hubungan yang
bersifat antagonisme di antara guru dan siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan
siswa sebagai objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita
dunia yang diajarkan kepada mereka.
Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran
konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan
pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut
untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui
kuis atau tes terstandar.
Berdasarkan definisi tersebut, pembelajaran konvensional merupakan
sebuah praktik yang berupa pemberian informasi. Dalam model ini, peran guru
adalah menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa.
Sedangkan peran para siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan
aktivitas-aktivitas lain yang sesuai dengan informasi yang diberikan.

2. Karakteristik Pembelajaran Metode Konvensional


Pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu:
(1) pembelajaran berpusat pada guru,
(2) terjadi passive learning,
(3) interaksi di antara siswa kurang,
(4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan
(5)penilaian bersifat sporadis.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran,
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus
telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan)
dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan
unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering
menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti
urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan
program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi
yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku
teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi,
pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan
proses (hands-on activities).
Sumber belajar dalam pendekatan pembelajaran konvensional lebih
banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku dan penjelasan guru
atau ahli. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa.
Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun secara sistematis
mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil ke keseluruhan (Herman,
et al., 1992; Oliver & Hannafin, 2001) dan biasanya bersifat deduktif. Oleh sebab
itu, pembelajaran diartikulasikan menjadi tujuan-tujuan berupa prilaku yang
diskrit. Apa yang terjadi selama proses belajar dan pembelajaran jauh dari upaya-
upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa dituntut untuk menunjukkan
kemampuan menghafal dan menguasai potongan-potongan informasi sebagai
prasyarat untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks.
Artinya bahwa siswa yang telah mempelajari pengetahuan dasar tertentu, maka
siswa diharapakan akan dapat menggabungkan sub-sub pengethauan tersebut
untuk menampilkan prilaku (hasil) belajar yang lebih kompleks. Berdasarkan
pandangan ini, pembelajaran konvensional merupakan aktivitas belajar yang
bersifat linier (O’Malley & Pierce, 1996) dan deterministik (Burton, et al., 1996).
Pembelajaran yang bersifat linier didesain dengan kerangka kerja berupa
serangkaian aktivitas belajar dalam suatu tata urutan yang sistematis dan hasil
belajar (berupa prilaku) yang dapat ditentukan secara pasti serta teramati.

3. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Konvensional


Berdasarkan prinsip desain pembelajaran tersebut di atas, maka prosedur
pembelajaran konvensional yang diimplementasikan dalam penelitian ini disusun
mengikuti urutan-urutan sebagai berikut:
(1)Mengidentifikasi indikator keberhasilan, yang selanjutnya dituangkan
menjadi tujuan pembelajaran,
(2) Merancang dan menyusun isi bahan ajar konvensional (teks ajar dan LKS),
(3) Merancang dan menyusun instrumen tes untuk mengukur hasil belajar
(4) Merancang dan menyusun skenario pembelajaran,
(5) Mengimplementasikan program pembelajaran, dan
(6) Melaksanakan evaluasi.
Implementasi program pembelajaran terdiri dari langkah-langkah, yaitu
(a) apersepsi,
(b) penjelasan konsep, dengan metode ceramah dan/atau demonstrasi,
(c) latihan terbimbing,
(d) memberikan balikan (feed back).
c. Perbedaan Metode Realistik dan Metode Konvensional
Pembelajaran Metode RME
• Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan belajar melalui kerja kelompok
dan diskusi dengan siswa lain.
• Pembelajaran diawali dari masalah sederhana dari kehidupan nyata atau
masalah yang disimulasikan.
• Konsep dikembangkan atas dasar pemahaman yang telah dipunyai siswa.
• Pemerolehan konsep oleh masing-masing siswa sering berbeda, bergantung
pemahaman siswa.
• Ketrampilan yang dikembangkan atas dasar pemahaman.
• Penilaian autentik, hasil belajar diukur dengan berbagai cara, tidak hanya tes
tulis pada akhir kegiatan.

Pembelajaran Metode Konvensional


• Siswa adalah penerima informasi secara pasif dan belajar secara individu.
• Pembelajaran diawali dari definisi, konsep yang abstrak.
• Konsep ada di luar diri siswa yang harus diterima dan dihafalkan oleh siswa.
• Pemerolehan konsep oleh masing-masing siswa harus seragam dengan yang
diterangkan guru.
• Ketrampilan yang dikembangkan atas dasar driill
• Hasil belajar diukur dengan satu cara yaitu tes tulis pada akhir kegiatan.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Iwan
Firmansyah (2008) dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan
menggunakan Pendekatan Realistik untuk Meningkatkan Minat Belajar dan
hasil Belajar Siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cisalak”. Iwan Firmansyah
menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan positif antara pembelajaran
Matematika dengan menggunakan pendekatan Realistik terhadap minat dan
hasil belajar Matematika siswa.
2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Kamiluddin (2007:48), berkesimpulan
bahwa hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 8 Baruga Kendari pada pokok
bahasan penjumlahan dan pengurangan pecahan dapat ditingkatkan melalui
pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).
Kedua penelitian tersebut pada dasarnya memiliki relevansi dalam
pemilihan Pendekatan yang tepat sebagai upaya peningkatan minat belajar dan
hasil belajar siswa, yaitu Metode Realistic Mathematic Education (RME).

C. Kerangka Berpikir
Secara umum hasil belajar matematika siswa dan penguasaan siswa
terhadap konsep-konsep matematika masih berada dalam tataran rendah. Untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan siswa terhadap
konsep dasar matematika guru diharapkan mampu berkreasi dengan menerapkan
model ataupun pendekatan dalam pembelajaran matematika yang cocok.
Salah satu pendekatan yang membawa alam pikiran siswa ke dalam
pembelajaran dan melibatkan siswa secara aktif adalah metode Realistic
Mathematic Education (RME). Metode Realistic Mathematic Education (RME)
adalah suatu pendekatan yang menempatkan realitas dan pengalaman siswa
sebagai titik awal pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui masalah-
masalah realitas yang ada. Dengan metode ini siswa tidak hanya mudah
menguasai konsep dan materi pelajaran namun juga tidak cepat lupa dengan apa
yang telah diperolehnya tersebut. Metode ini pula tepat diterapkan dalam
mengajarkan konsep-konsep dasar dan diharapkan mampu meningkatkan hasil
belajar siswa. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa maka metode ini dapat
dikatakan efektif. Dengan kata lain proses belajar matematika dengan
menggunakan Metode Realistic Mathematic Education (RME) lebih efektif dari
pada pembelajaran dengan menggunakan Metode Konvensional.
D. Hipotesis
Berpedoman pada kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
”pembelajaran matematika dengan menggunakan Metode Realistic Mathematic
Education (RME) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika
tanpa menggunakan Metode Realistic Mathematic Education (RME) pada pokok
bahasan Operasi Bilangan Pecahan di Kelas V SD se-Kecamatan Buayan”.

Dalam pengujian statistik, hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut :

H0 : m1 = m2 lawan H1 : m1 > m2

dengan : H0 = tidak ada perbedaan antara rata-rata hasil belajar kelas

yang diajar dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic


Education (RME) dengan rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa
menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

H1 = rata-rata hasil belajar kelas yang diajar dengan menggunakan

Metode Realistic Mathematic Education (RME) lebih besar daripada


rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan Metode
Realistic Mathematic Education (RME).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD wilayah Kecamatan Buayan, Kabupaten
Kebumen, Propinsi Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Tahap persiapan hingga pelaporan hasil pengembangan akan dilakukan
selama 6 bulan, yakni mulai bulan November 2011 sampai dengan Mei 2012.
Tahap perencanaan dilaksanakan pada bulan November 2011, tahap pelaksanaan
dimulai bulan Januari 2012 dengan pengaturan jadwal penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Jadwal Penelitian

Noveber Desember Januari februari Maret April Mei


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan
Proposal dan
Revisi

Perijinan

Penyusunan
Instrumen
Uji Coba
Instrumen
Pengambilan
Data
Pengolahan
Data
Penulisan
Laporan
B. Populasi, Sampel dan Sampling
1. Populasi
Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah45 SD.
Dalam rangka menjaga kesamaan karakteristik dari responden penelitian maka
peneliti menentukan kriteria karakteristik responden sebagai berikut:
(1) Siswa tersebut terdaftar sebagai siswa SD di Kecamatan Buayan,
(2) Masih aktif duduk di kelas 5.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2006: 131). Sampel dalam penelitian ini adalah 4 SD. Hal ini
didasarkan pada pendapat Suharsimi Arikunto (2006: 134) yang menyatakan
bahwa jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10 % - 15 %. Maka
peneliti mengambil sampel penelitian sebesar 10 % dari populasi, 10 % dari 45
SD yaitu 4,5 SD dibulatkan menjadi 4 SD dan untuk memudahkan penelitian dan
pengolahan data penelitian.
3. Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah multi stages
random sampling dengan mempertimbangkan keterwakilan dari daerah-daerah
geografis yang ada. Tulus Winarsunu (2007: 15) melaporkan bahwa teknik
sampling ini disebut juga dengan teknik sampel area. Teknik sampel area disebut
juga dengan teknik wilayah atau daerah. Prosedur yang dilakukan adalah dengan
jalan membagi daerah-daerah besar menjadi beberapa daerah kecil dan mungkin
daerah-daerah kecil itu akan dibagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil lagi.
Besar sampel ditentukan secara intensional hanya mengambil beberapa
daerah atau kelompok kunci dengan alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana
sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.
Selanjutnya berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari UPT Dinas
Dikpora Kecamatan Buayan, di Kecamatan Buayan terdapat 45 Sekolah Dasar.
Dengan demikian tahap pengambilan sampelnya adalah (1). Diambil 2 SD untuk
mewakili SD di dataran rendah; (2). Diambil 2 SD untuk mewakili SD di
pegunungan; dan (3). Dari kempat SD tersebut diambil siswa secara acak
(random)sebanyak 100 untuk dijadikan sampel.

C. Rancangan Penelitian
Desain penelitian adalah sebuah rencana, sebuah garis besar tentang
“bagaimana peneliti akan memahami” bentuk hubungan antara variabel yang ia
teliti (M. Toha Anggoro, 2007: 3.17).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
semu (quasi experiment) karena peneliti tidak mungkin melakukan kontrol atau
manipulasi semua variabel yang relevan, kecuali variabel yang diteliti. Menurut
Budiyono (2003:82) tujuan penelitian eksperimen semu adalah untuk memperoleh
informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan
eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan.
Menurut Moh. Nazir (2005: 63) penelitian eksperimental adalah penelitian
yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta
adanya kontrol. Penelitian eksperimen yang sederhana mengandung 3 ciri pokok,
yaitu (1) adanya variabel bebas yang dimanipulasi, (2) adanya pengendalian/
pengontrolan semua variabel lain kecuali variabel bebas, (3) adanya pengamatan/
pengukuran terhadap variabel terikat sebagai efek variabel bebas (Nana Sudjana
dan Ibrahim, 2001: 19).
Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan model Posttest only
control group design dengan satu macam perlakuan. Penggunaan desain model ini
berdasarkan alasan bahwa sampel yang digunakan dalam kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol diambil secara acak yang diasumsikan benar-benar
sebanding. Kelompok eksperimen diberi sentuhan yaitu pembelajaran dengan
menggunakan Metode Realistik (RME)sedangkan kelompok kontrol tidak diberi
sentuhan dengan kata lain menggunakan Metode Konvensional.
Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah Perbedaan penggunaan
Metode Konvensional dan Metode Realistik atau Realistic Matemathict Education
(RME) sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika.
Menurut Fred N. Kerlinger (2006: 533) desain penelitian tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
E X Y

R
C -X Y

Keterangan:
R : menandakan bahwa subjek-subjek yang dimasukkan dalam kedua
kelompok tersebut dilakukan dengan cara acak (random)
E : simbol kelompok kontrol/pembanding
C : simbol kelompok kontrol
X : treatment/dikenai perlakuan pembelajaran dengan Pendekatan
Realistik atau Realistic Matemathict Education (RME)
-X : tidak dikenai perlakuan pembelajaran dengan Pendekatan Realistik
atau Realistic Matemathict Education (RME)/ dikenai pembelajaran
dengan Pendekatan Konvensional
Y : post-test

Tabel rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut:

Tingkat Motivasi Belajar (Bj)

Metode (Ai) Tinggi (b1) Sedang (b2) Rendah (b3)


Metode RME (a1) ab11 ab12 ab13
Metode Konvensional (a2) ab21 ab22 ab23

X
1
Y

X
2
Gambar 1. Rancangan Penelitian

Keterangan:

X1 : metode pemberian tugas (resitasi)

X2 : motivasi belajar

Y : hasil belajar matematika

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Tes

Tes adalah cara untuk memperoleh informasi tentang kemampuan aspek


tertentu yang berbentuk serangkaian pertanyaan atau tugas yang harus dikerjakan
oleh subjek (testee) sehingga menghasilkan suatu informasi tentang keadaan
(kemampuan) subjek yang dapat dibandingkan dengan suatu ukuran tertentu atau
kelompok yang ditentukaan (Padmono, 2002: 26). Pada penelitian ini teknik tes
digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa kelas V SD se-
kecamatan Buayan. Metode tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar
siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tes ini digunakan sebagai tes
akhir (post-test) tipe tes soal cerita. Tes akhir ini akan diadakan secara terpisah
terhadap masing-masing kelompok dalam bentuk tes yang sama. Data dari hasil
tes ini akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.
a. Tes Hasil Belajar Matematika
Langkah-langkah penyusunan tes hasil belajar matematika yaitu:
a). Menyusun Definisi Konseptual
Hasil belajar merupakan tolok ukur keberhasilan pembelajaran.Dari hasil
belajar dapat diketahui kemampuan siswa alam mengikuti dan memahami
materi pelajaran yang disampaikan.
b). Membuat tabel spesifikasi penyusunan tes hasil belajar Matematika.
Tabel Kisi-kisi Penyusunan Tes hasil Belajar Matematika BAB Pecahan
SK: 5. menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah

Mata Pelajaran Taraf Kompetensi Total


Matematika indokator TPK No. Soal
Melalui diskusi kelompok
tentang penjumlahan pecahan,
Menghitung siswa dapat memecahkan 1, 2, 3
KD 5.2: penjumlahan masalah penjumlahan terhadap
menjumlahkan dan masalah sehari-hari.
dan pengurangan
mengurangkan pecahan Melalui diskusi kelompok
berbagai bentuk terhadap tentang pengurangan pecahan,
4,5,6,7,8,
pecahan masalah siswa dapat memecahkan
9,10.
sehari - hari masalah pengurangan terhadap
masalah sehari- hari

Jumlah 10 soal

a) Kalibrasi instrumen kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Proses


pengembangan instrumen keterampilan memecahkan masalah dalam baba pecahan
dimulai dengan menyusun butir instrumen sebanyak 10 butir soal cerita
Penyusunan instrumen tersebut mengacu pada indikator-indikator seperti pada kisi-
kisi yang tampak pada tabel
b) Melaksanakan uji coba instrumen hasil belajar Matematika.
Uji coba instrumen dilakukan dengan mengambil sampel uji coba sebanyak
4 SD di Kecamatan Buayan.
2. TeknikAngket
Angket atau kuesioner seperti yang dijelaskan oleh Moh. Nazir (2005:
203) adalah alat untuk engumpulkan data berupa daftar pertanaan tentang fakta-
fakta yang diangap dikuasai oleh responden.Adapun prosedur penyusunan angket
dijelaskan sebagai berikut:
Prosedur penyusunan angket pemberian motivasi sebagai berikut:
1) Menyusun Definisi Konseptual
Pemberian motivasi adalah suatu tugas guru sebagai pengajar yang dituntut
untuk menarik siswa dalam belajar, Dengan pemberian motivasi, guru dapat
mendorong siswa agar lebih semangat dalam belajar.

2) Menyusun Definisi Operasional


Motivasi adalah keseluruhan daya penggerak yang menimbulkan kegiatan
belajar, sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat tercapai. Hasil belajar
adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar.
Umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka)
dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai
materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan
dengan angka, huruf atau kalimat yang dihimpun dalam buku raport dengan
ketentuan nilai :
Kriteria Nilai
Siswa
No Nilai Kriteria
1. 10 Istimewa
2. 9 Amat baik
3. 8 Baik
4. 7 Lebih dari cukup
5. 6 Cukup
Pemberian motivasi diukur dengan teknik angket menggunakan data rating scale dengan
skor :

1= jika tidak pernah dilakukan

2 = jika jarang dilakukan

3 = jika sering dilakukan

4 = jika selalu dilakukan

3) Menyusun Kisi-Kisi Penyusunan Angket Pemberian Motivasi dari Guru Terhadap


Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Tabel Kisi-kisi Penyusunan Angket Pemberian Motivasi dari Guru

Jumlah No. Item


Indikator
butir soal Instrumen
1. Waktu pemberian Motivasi

1
- Melaksanakan Motivasi pada awal pembelajaran 1,2,3
1
4,5,6
-Melaksanakan motivasi pada kegiatan
1
7.8.9
inti pembelajaran
- Melaksanakan motivasi pada akhir pembelajaran

2. Pengelolaan kelas
- Menggunakan motivasi positif 3 10,11,12
- Menggunakan motivasi negatif 3 13,14,15
3. Teknik pemberian motivasi
- Melaksanakan motivasi verbal 3 16,17
- Melaksanakan motivasi non verbal 3 18,19,20
4. Manfaat Pemberian motivasi 2
1) Meningkatkan perhatian dalam belajar 3
2) Membangkitkan perilaku siswa 1
3) Memelihara perilaku siswa 2
4) Menumbuhkan rasa percaya diri siswa 1
5) Memelihara iklim belajar yang Kondusif 1 21,22
6) Keinginan belajar 1 23,24
7) Senang mengikuti pelajaran 1 25,26
8) Selalu menyelesaikan tugas 27,28
1
9) Ingin mendapat perhatian
1
10) Ingin mendapat pujian
29,30
11) Ingin mendapat penghargaan / hadiah dari guru
atau sekolah 1
12) Mengembangkan bakat 1
13) Meningkatkan pengetahuan 1

4) Kalibrasi instrumen pemberian motivasi


Proses pengembangan instrumen pemberian motivasi dimulai dengan
penyusunan butir instrumen sebanyak 30 butir pertanyaan dengan data rating
scale.Penyusunan instrumen tersebut mengacu pada indikator-indikator
seperti pada kisi-kisi yang tampak pada tabel di atas.
5). Melaksanakan uji coba instrument angket pemberian motivasi
Uji coba instrumen dilakukan dengan mengambil sampel uji coba terhadap
guru kelas V SD di Kecamatan Buayan.
2. Observasi
Menurut Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2009: 203) observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses
biologis dan psikologis, dua diantara yang terpenting adalah proses pengamatan
dan ingatan.metode observasi ini digunakan untuk memperoleh data tentang
pelaksanaan metode pembelajaran dengan metode pemberian tugas.jenis observasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terstruktur, yaitu observasi
yang telah dirancang dengan sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan,
dan dimana tempatnya. Untuk mendapatkan data dengan teknik observasi peneliti
menggunakan alat angket.
3. Angket/Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab (Sugiyono, 2009: 199). Responden adalah orang yang mampu dan
bersedia memberikan informasi sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya
sebagai data yang objektif. Pertanyaan dalam angket bersifat tertutup dan dengan
kalimat positif (favorabel). Format respon yang digunakan dalam pengisian
angket ini terdiri dari empat pilihan jawaban dari pertanyaan yang ada. Setiap
pernyataan menyediakan empat kategori respon yaitu SS (Sangat Sesuai), Sesuai
(S), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Setiap kategori diiberi bobot
sebagai berikut, nilai 4 untuk jawaban SS, nilai 3 untuk jawaban S, nilai 2 untuk
jawaban TS, dan nilai untuk jawaban STS.

E. Analisis Instrumen
1. AnalisisInstrumenTes
a. ValiditasButirSoal (Test Validity)

Validitas tes adalah tingkat suatu tes mampu mengukur apa yang hendak
diukur (Suharsimi Arikunto, 2007: 170). Pengujian validitas butir digunakan teknik
korelasi Product Moment dari Pearson yaitu sebagai berikut.

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
rxy = koefisien korelaasi Product Moment
∑y = jumlah nilai variabel Y
∑x = jumlah nilai variabel X
n = jumlah mapel
∑y2 = jumlah nilai kuadrat variabel Y
∑x2 = jumlah nilai kuadrat variabel X
∑xy = jumlah perkalian antara variabel X dengan nilai variabel Y

b. ReliabilitasTes (Reliability)
Reliabilitas tes merupakan uji coba instrumen tes untuk mengetahui bahwa
instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan
menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2008: 173).
Adapun rumus yang dapat digunakan untuk mencari koefisien
reliabilitas di antaranya adalah rumus yang dikemukakan oleh Kuder dan
Richardson, yaitu K-R.20 dan K-R.21

Rumus K-R.20: Rumus K-R.21:

n M (n – M) n S2 - pq
r11 = ( --- ) ( ------------- ) r11 = ( ----- ) ( ------------ )
2
n–1 S n–1 nSt2

Keterangan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab butir soal dengan benar

q= proporsi subjek yang menjawab butir soal dengan salah (q = 1 – p)

pq= jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya butir soal

S = standar deviasi tes (standar deviasi = akar varians)

M = mean atau rerata skor total


c. Taraf Kesukaran (Difficulty Index)
Taraf kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring
banyaknya subyek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan betul (Suharsimi
Arikunto, 2009: 176).
Selanjutnya dinyatakan bahwa secara teoretik p sebenarnya merupakan
probabilitas empirik untuk lulus butir soal tertentu bagi kelompok siswa
tertentu. Rumus indeks kesukaran butir soal adalah:

p = ni/N atau p = B/JS

Keterangan:

ni atau B = banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar

N atau JS = banyaknya siswa yang menjawab butir soal

Indeks kesukaran butir soal atau p dinyatakan dengan angka yang berada
antara 0,00 sampai dengan 1,00. Klasifikasi indeks/tingkat kesukaran butir
soal menurut Depdikbud (1987) adalah: p = 0,21 – 0,40 , kategori butir soal
sukar; p = 0,41 – 0,70 , kategori butir soal sedang; dan p = 0,71 – 0,90 ,
kategori butir soal mudah.

d. Daya Pembeda (Discriminating Power)


Daya beda butir soal adalah kemampuan butir soal dalam membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi (kelompok tinggi) dan siswa yang
mempunyai kemampuan rendah (kelompok rendah) (Saifuddin Azwar, 1998).
Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya beda yang tinggi harus
dijawab dengan benar oleh semua atau sebagian besar subjek kelompok tinggi dan
tidak dapat dijawab dengan benar oleh semua atau sebagian besar subjek
kelompok rendah.
Adapun rumus daya beda butir soal adalah:

d = (Ba – Bb) : 0,5T atau d = niT/NT – niR/NR


Keterangan:
Ba atauniT = banyak penjawab butir soal benar dari kelompok tinggi/atas

NT = banyak penjawab dari kelompok tinggi/atas

Bb atau niR = banyak penjawab butir soal benar dari kelompok rendah/bawah

NR = banyaknya penjawab dari kelompok rendah/bawah

T = jumlah peserta tes (jika gasal)

Menurut Suharsimi Arikunto, indeks daya beda dikategorikan sebagai berikut:

0,00 – 0,20 = jelek

0,21 – 0,40 = cukup

0,41 – 0,70 = baik

0,71 – 1,00 = baik sekali

Untuk mengetahui kriteria daya beda soal, dapat dengan cara


mengintepretasikan pada indek daya beda soal. Padmono (2002: 212) menjelaskan
bahwa indeks daya beda bergerak dari 0,0 sampai dengan 1,0. Hasil perhitungan
D (daya beda) diintepretasikan pada tiga titik daya beda, yaitu sebagai berikut:

- 1, 00 0,00 1,00
Daya pembeda Daya pembeda Daya pembeda
negatif rendah tinggi

3. Analisis Instrumen Angket


Selanjutnya setelah angket minat tersusun dan diuji cobakan, langkah
berikutnya menghitung validitas dan reliabilitas instrumen angket, yaitu dengan
cara sebagai berikut :
a. ValiditasAngket
Berdasarkan penjelasan tentang teknik angket dengan instrumen skala
minat maka data yang diperoleh adalah data interval, penghitungan validitas
menggunakan Rumus Korelasi Product Momen yaitu sebagai berikut :
n XY   X  Y 
Rxy 
n X 2

  X  n Y 2   Y 
2 2

Keterangan:
X :Skoritem
Y :Skortotal
Rxy :Koefisienkorelasiantara variabelXdanY
ΣX :JumlahSkor-skorX ΣY:JumlahSkor-skorY
ΣXY : Jumlah dari hasil kali skor-skor X dan Y yang dipasangkan

ΣX2 :Jumlahdariskor-skorX yangdikuadratkan

ΣY2 :Jumlahdariskor-skorY yangdikuadratkan


N :Jumlahsubyek
Perhitungan yang didapat dibandingkan dengan angka kritik tabel
korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5%, dengan kriteria pengujian valid
apabila rhitung>rtabel atau tidak valid/droup apabilarhitung<rtabel .

b. ReliabilitasAngket
Menurut Suhartono (2003) Rumus untuk menghitung koefisien
reliabilitas instrumen angket adalah sebagai berikut:

∑σ b
2
k
r =[ ] [ 1- ]
(k - 1) σt
2

Keterangan:
r = koefisien reliabilitas instrumen (cronbach alpha)
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σ b
2
= total varians butir

σt
2
= total varians
F. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian dalam penelitian ini diuji dengan
analisis varian. Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim (2001: 151) analisis varian
digunakan untuk menguji hipotesis yang berkenaan dengan perbedaan dua mean
atau lebih. Indeks perbedaan menggunakan variansi melalui –F rasio. Hipotesis
yang diuji melalui F rasio dirumuskan sebagai berikut:
Ho : A = B
H1 : A ≠ B
Tolak Ho dan terima H 1 apabila nilai Frasio ≥ dari F tabel pada taraf nyata
dan derajat bebas tertentu.
a. Uji Normalitas Data
Untuk mengetahui distribusi data penelitian ini normal atau tidak digunakan
teknik Chi kuadrat, berikut rumus dan tahapan analisisnya:
1) merangkum semua data seluruh variabel,
2) menentukan jumlah kelas interval,
3) menentukan panjang kelas interval,
4) menyusun data ke tabel penolong untuk menghitung harga Chi kuadrat,

5) menghitung frekuensi yang diharapkan ( f H


) dengan cara mengalikan

presentase luas tiap bidang kurve normal degan jumlah anggota sampel,

6) memasukan harga-harga f H
ke kolom tabel f H
sekaligus menghitung

 dan  f o  f H  lalu menjumlahkanya,


2

harga-harga f  f
o H
f H

harga
 f o  f H  adalah merupakan harga Chi kuadrat (
2
2
) hitung,
f XH
H

7) membandingkan harga Chi Kuadrat Hitung dengan Chi Kuadrat Tabel, bila
harga Chi Kuadrat hitung lebih kecil atau sama dengan harga Chi Kuadrat
tabel maka distribusi data dinyatakan normal, dan bila lebih besar ( > )
dinyatakan tidak normal Sugiyono (2008: 242-243).

b. Uji Homogenitas
Tulus Winarsunu (2007: 99) menyatakan bahwa “dalam setiap penghitungan
statistik yang menggunakan anava harus disertai landasan bahwa harga-harga
varian dalam kelompok bersifat homogen atau relatif sejenis.”
Rumus yang digunakan untuk menguji homogenitas varian adalah:

X
2

 X  2

Var .Tertinggi 2 N
F MAX = Var.Terendah Varian ( SD ) =
N  1
c. Uji Hipotesis

Hipotesis penelitian diuji dengan teknik analisis variansi dua jalan 2 x 3 (anava
faktorial 2 jalur), perhitungan yang digunakan yaitu:

a. Menghitung jumlah kuadrat (sum of squares) total (J ), antar A (Jk a) antar B (Jk
b) interaksi A x B (Jk ab) dan dalam kelompok (Jk d)
b. Menghitung derajat kebebasan total (db t), antar A (dbA ) antar B (dbB ) interaksi A x
B (dbAB )
1) db t = N – 1
2) dbA = K – 1
3) dbB = K – 1
4) dbAB = dbA x dbB
5) dbd = db t - (dbA + dbB + dbAB)
Dimana N = Jumlah Subjek, K = Jumlah Kelompok
c. Menghitung rata-rata kuadrat antar A (RkA) antar B (RkB), interaksi A x B (RkAB)
dan Dalam Kelompok (RkD)
1) RkA = Jk A : dbA
2) RkB = Jk B : dbB
3) RkAB = Jk AB : dbAB
4) RkD = Jk D : dbD
d. Menghitung Rasio FA, FB dan FAB
1) FA = Rk A : Rkd
2) FB = Rk B : RkB
3) FAB = Rk AB : Rkd
e. Melakukan interpretasi dan uji signifikansi pada semua rasio F yang di peroleh (F
hitung) dengan F teoritik yang terdapat dalam tabel nilai-nilai F (F tabel). Jika F
hitung lebih besar dari pada F tabel maka dapat diinterpretasikan bahwa terdapat
perbedaan signifikan pada hasil belajar matematika siswa setelalah dilakukan
pengajaran dengan metode berbeda.

G. Hipotesis Statistik
Dari rumusan masalah yang telah diterapkan, maka dapat dibuat hipotesis
statistik sebagai berikut:
1.a. H o  1   2

H1  1   2
b. H o  1   2

H 1  1   2

2.a. H o  1   2

H1  1   2
b. H o  1   2

H 1  1   2

3.a. H o  1   2   3   4   5   6

Salah satu tanda tidak salah


b. H o  1   2   3   4  5   6
DAFTAR PUSTAKA

Anneahira. Pengertian Motivasi. http://www.anneahira.com/motivasi/pengertian-


motivasi.htm diakses tanggal 09 November 2011
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi).
Jakarta: Bumi Aksara
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Suharsimi Arikunt. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Budiarto, Mega T, Tatag Y. E, Siswono. Makalah : Implementasi Pendekatan
Realistik dalam Pembelajaran Matematika. Surabaya : Unesa
Depdikbud. 1995. Kurikulum Pendidikan Dasar (SD). Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kebumen:
Depdiknas.
Djamarah,Syiful Bahri dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin:
Rineka Cipta.
Evendy, Irwan. 2006. Efektivitas Penerapan Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelas VII SMP Negeri 2 Lainea. Skripsi. Unhalu. Kendari.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.


Hadi, Surtanto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
Banjarmasin : Tulip.
Harminingsih. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Diakses
dari http://harminingsih.blogspot.com/2008/08/ faktor -faktor-yang-
mempengaruhi-hasil.html.pada tanggal 15 November 2011.
Indra. 2009. Hasil belajar (Pengertian dan Definisi). Diakses dari Mulyani
Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
CV Maulana.
Kamiluddin. 2007. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan
Pecahan Melalui Pendekatan RME (Realistic Mathematic Education)
pada Siswa Kelas IV SD Negeri 8 Baruga Kendari. Skripsi. Unhalu.
Kendari.

KBBI Online. 2009. Kamus Bersama Bahasa Indonesia.


Http://kbbi.web.id/index.php ?search=siswa. [11 November 2011]
Negara, Adi. 2007. Realistic Mathematics Education: Sebuah Paradigma Baru
Pembelajaran Matematika. (online, http://adi negara26me.wordpress.com,
diakses 15 November 2011)
Nugraha, Fitri. 2006. Efektivitas Pendekatan Kontekstual terhadap Prestasi
Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Segi Empat Siswa Kelas VII
SMP Negeri 14 Kendari. Skripsi. Unhalu. Kendari.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cet 3. Bandung :


Alpabeta, 2007
Suharta. 2005. Matematika Realistik Apa dan Bagaima na. (Online).
http://www.depdiknas.go.id (diakses pada tanggal 15 November 2011).

Sumantri,Mulyani dkk. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.


Sumantri, Mulyani dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka
Soekamto, Toeti. 1996. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta:
Universtas terbuka.
Tim PKP3B. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Wangmuba. 2009. Filsafat Ilmu dan Teori Perkembangan Kognitif Piaget.


http://wangmuba.com/2009/04/14/filsafat-ilmu-dan-teori-perkembangan-
kognitif-piaget [5 November 2011]
Whandi. 2008. Matematika. http://www.whandi.net [29 November 2011]
Wikipedia. 2009. Peserta Didik. Http://id.wikipedia.org/wiki/siswa#siswa [10
November 2011]
Winaputra, Udin. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta.

Y. Padmono. 2002. Evaluasi Pengajaran. Surakarta: FKIP UNS

Anda mungkin juga menyukai