Anda di halaman 1dari 4

Jika menemukan pertanyaan hal-hal yang tidak termasuk dalam jurus makin cakap

digital, maka jawaban yang paling tepat adalah manajemen digital. Mengapa demikian?
Karena manajemen digital atau Digital Business Management adalah serangkaian proses
bisnis yang menggunakan bantuan teknologi. Teknologi digunakan dalam bisnis untuk
menciptakan value atau nilai lebih dalam model bisnis.
Teknologi yang digunakan dalam bisnis juga bertujuan untuk memberikan pengalaman
berbeda kepada pelanggan. Selain itu juga berguna untuk mendukung kemampuan
internal dalam mendukung proses intinya.

Hal tersebut tidak hanya berlaku pada perusahaan yang bergerak di bidang industri
digital saja, tetapi juga industri konvensional yang ingin meningkatkan value
bisnisnya dengan bantuan teknologi.
Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa manajemen digital tidak termasuk ke dalam
jurus makin cakap digital. Bagi yang belum tahu apa itu cakap digital, berikut
adalah penjelasan singkatnya.
Dikutip dari buku Modul Indonesia Cakap Digital karya Arya Fendha Ibnu Shina dkk.,
(2022) dijelaskan bahwa cakap digital artinya adalah pengetahuan seseorang yang
tidak hanya mampu mengoperasikan teknologi saja. Tapi juga dapat bermedia digital
dengan baik.

Cakap digital sendiri memiliki empat pilar utama, yaitu etis bermedia digital, aman
bermedia digital, cakap bermedia digital dan budaya bermedia digital. Empat pilar
tersebut menjadi pondasi yang harus diterapkan agar menjadi orang yang cakap secara
digital.

Dalam etika digital, kita harus lakukan ini, kecuali partisipasi. Jawaban (A).
Dilansir dari buku Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi (2022) oleh
Maniah dan Irfan Sophan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam etika
digital atau digital ethics, yakni: Kesadaran atau melakukan sesuatu dengan sadar
atau memiliki tujuan. Media digital yang cenderung instan seringkali membuat
penggunanya melakukan sesuatu dengan tanpa sadar sepenuhnya. Contohnya seperti
tindakan otomatis begitu memegang gawai/gadget ketika bangun tidur di pagi hari.
Misalnya, begitu mendapatkan pesan, langsung berbagi tanpa saring. Integritas atau
kejujuran. Media digital yang sangat berpotensi manipulatif, mudah, dan menyediakan
konten yang sangat besar menggoda penggunanya bertindak tidak jujur. Pelanggaran
hak cipta misalnya, plagiasi, manipulasi, dan lainnya. Kebijakan Ini menyangkut
hal-hal yang bernilai kebermanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan. Tanggung jawab
berkaitan dengan dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan.
Bertanggung jawab artinya adalah kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jawaban dari Soal "Dalam Etika
Digital Kita Harus Lakukan"", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/skola/read/2023/12/20/170000969/jawaban-dari-soal-dalam-
etika-digital-kita-harus-lakukan-#:~:text=Jawab%3A,Jawaban%20(A)..

Dalam era digital seperti saat ini, budaya digital menjadi semakin penting dalam
kehidupan sehari-hari. Budaya digital mencakup berbagai aspek kehidupan manusia
yang telah diubah oleh perkembangan teknologi digital. Berikut ini adalah beberapa
elemen yang termasuk dalam jurus budaya digital, namun ada satu elemen yang tidak
termasuk dalam kategori tersebut. Apa sajakah itu? Simak penjelasannya di bawah
ini.

Elemen-elemen yang Termasuk dalam Jurus Budaya Digital


Media Sosial
Media sosial merupakan salah satu wadah utama di mana budaya digital berkembang.
Platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok memungkinkan pengguna
untuk berinteraksi, berbagi konten, dan membentuk komunitas secara online.

E-commerce
E-commerce atau perdagangan online menjadi bagian integral dari budaya digital.
Berbelanja secara online sudah menjadi kebiasaan yang umum di kalangan masyarakat,
terutama di tengah pandemi COVID-19.

Konten Digital
Konten digital seperti video, podcast, dan artikel online turut memengaruhi budaya
digital. Konsumsi konten digital semakin meningkat dan membentuk tren-tren baru
dalam dunia digital.

Telekonferensi dan Telecommuting


Dengan adanya teknologi telekonferensi, seperti Zoom dan Google Meet, serta praktik
telecommuting yang semakin populer, cara kerja dan interaksi antar individu dalam
dunia kerja pun mengalami perubahan.

Streaming
Layanan streaming film, musik, dan video game seperti Netflix, Spotify, dan Twitch
turut membentuk budaya digital modern. Kemudahan akses dan konsumsi konten hiburan
melalui internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Elemen yang Tidak Termasuk dalam Jurus Budaya Digital


Jika melihat ke lima elemen di atas, dapat dikatakan bahwa semua termasuk dalam
kategori budaya digital kecuali Televisi Konvensional. Meskipun televisi juga
memengaruhi budaya populer, namun televisi konvensional cenderung kurang interaktif
dan kurang terintegrasi dengan ekosistem digital seperti media sosial dan internet.

yaitu digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety.

“Digital skill berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan
menggunakan perangkat keras, perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam
kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Selanjutnya ada digital culture merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang


digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan
kebhinekaan.

“Dasarnya adalah banyak masyarakat yang merasa ruang digital tidak ada aturannya,
berbeda ketika di ruang fisik yang memiliki tata krama. Kita ingin tumbuhkan
kembali bahwa ruang digital dan fisik tidak berbeda,” tambahnya.

Sementara itu, digital ethics adalah kemampuan menyadari mempertimbangkan dan


mengembangkan tata kelola etika digital [netiquette] dalam kehidupan sehari-hari.

Mengenai digital safety, Semuel menyebutnya sebagai kemampuan masyarakat untuk


mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan
keamanan digital.

“Empat hal ini tertuang dalam Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang sedang
disusun oleh Kementerian Kominfo,” ungkap Semuel.

Kerangka Literasi Digital.


Saat ini, Kementerian Kominfo melalui Ditjen Aptika sedang melakukan kerjasama
dengan 108 stakeholders untuk memberikan literasi digital di 514 Kabupaten/Kota.

Literasi digital memiliki beberapa program yang bisa diikuti seluruh masyarakat
Indonesia, seperti Siberkreasi Cakap Digital dan Siberkreasi Berdaya Kelas Inklusif
untuk masyarakat di daerah tertinggal, terdepan dan terluar [3T], difabel, dan
lansia. Kemudian, kegiatan literasi digital juga tetap mengadakan kelas-kelas yang
bisa diikuti dan disaksikan secara daring di kanal Youtube dan sosial media
Siberkerasi.
Lihat Juga: Melalui Siberkreasi, Kominfo Targetkan 50 Juta Masyarakat Terliterasi

Rancangan Penyusunan Program Literasi Digital 2021-2024.


“Literasi digital ini adalah suatu gerakan yang tidak bisa dikerjakan oleh satu
institusi, semuanya harus terlibat. Karena dalam transformasi digital semua orang
harus dibekali dan mampu bertransformasi sehingga tidak ada yang tertinggal” tutup
Semuel.

Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud, Sri Wahyuningsih juga mengatakan
literasi digital harus terus menerus digaungkan, termasuk kepada anak usia sekolah,
guru, hingga orang tua.

Ia mengungkapkan, teknologi saat ini sangat membantu proses belajar di situasi


pandemi. “Kami mengimbau kepada para orang tua agar dapat mendampingi pemilihan
konten dan memberikan pemahaman etika yang baik dalam mengakses pembelajaran secara
lebih intensif,” katanya.

Sri mengatakan anak-anak lebih adaptif dan dampak teknologi tidak sederhana,
sehingga guru dan orang tua harus bisa menjelaskan cara mengakses ruang digital
yang baik. “Hal ini dipersiapkan agar anak-anak kita bisa menjadi SDM yang unggul
nantinya,” tutupnya

Budaya Digital
Entrepreneurship-Business Creation
Era digital lahir dari evolusi dalam digitalisasi. Keberadaannya memberi dampak
perubahan yang signifikan pada dalam dunia bisnis dan organisasi. Hampir semua
dimensi kehidupan sosial masyarakat modern pun terimbas evolusi digital. Era
digital telah membentuk tatanan baru dimana manusia dan teknologi hidup
berdampingan dan senantiasa berkolaborasi. Realitas ini turut menebalkan kesadaran
kita bahwa manusia sungguh sangat bergantung pada teknologi yang merupakan produk
ciptaannya sendiri. Revolusi besar itu sedang melanda kehidupan manusia hingga
mencapai puncaknya dalam Revolusi Industri 4.0. Setidaknya, pada titik 4.0 ini kita
telah terhubung dengan spesies yang sama di jagat virtual cukup dengan sebuah
gadget mobile phone.

Jagat virtual menjadi tempat perjumpaan baru dan menghadirkan kolaborasi meski
tanpa kehadiran fisik. Kehadiran mobile phone seperti ponsel cerdas telah mengubah
kehidupan kita hanya sebatas genggaman. Kedigdayaan jaringan internet telah
melenyapkan batasan-batasan geografis ataupun fisik. Revolusi Industri 4.0
menjadikan aksesibilitas semakin cepat dan murah berkat komputasi awan (cloud
computing) dan dengan internet untuk segala (interent of things) pada akhirnya
memicu terjadinya transformasi yang masif terutama dalam dunia bisnis maupun
dalam kehidupan sosial masyarakat modern umumnya. Situasi itulah yang dilukiskan
oleh Chris Skinner (2018), ia menegaskan bahwa digitalisasi planet ini sedang
menghasilkan sebuah transformasi besar. Semua orang di bumi akan terlibat di dalam
jaringan dan semua orang di bumi akan mendapatkan kesempatan berbicara, berdagang
atau berbisnis serta bertransaksi dengan semua orang lainnya dalam waktu nyata.

Kolaborasi

Konvergensi teknologi informasi dan kehadiran teknologi yang memicu lahirnya


revolusi industri 4.0 telah mengubah struktur perilaku organisasi dan bisnis.
Pelaku bisnis harus menata ulang organ vital bisnisnya yang kini tak lagi relevan,
usang dan mubazir. Banyak perusahaan yang terdisrupsi oleh pendatang baru yang
mengusung inovasi baru dalam hal business model dan business process. Memori kita
tertuju pada bisnis transportasi online, ketika Gojek dan Grab tiba-tiba muncul
mengusik pemain lama yang mungkin tak pernah membayangkan situasi seperti ini.
Dalam kurun waktu yang relatif singkat, telah banyak pelaku bisnis yang tumbang
akibat ketidaksiapan menerima perubahan di era revolusi digital. Ada sekian banyak
perusahaan besar dan kecil yang mengalami keruntuhan akibat arus transformasi dalam
bisnis. Maka demi terhindar dari situasi tersebut, tuntutan akan pentingnya
kolaborasi menjadi semakin kritikal.

Kolaborasi memungkinkan transformasi dapat bekerja secara optimal sekaligus


memperkuat bisnis berbasis economic sharing. Prinsip kolaborasi adalah berbagi,
setidaknya itulah yang bisa kita jumpai di Coworking Space yang kini banyak
dijumpai di banyak kota besar di Indonesia. Ruang Coworking Space ini banyak
digemari oleh professional bisnis dan entrepreneur. Ruang ini semakin favorit
karena dilengkapi dengan fasilitas yang sangat memadai dan nyaman baik untuk
interaksi, diskusi, networking maupun untuk berselancar di di dunia maya. Ekosistem
digitalnya terasa kental memicu kreativitas ide melalui kegiatan pitching ataupun
crowd sourcing. Tidaklah heran ruangan Coworking Space ini banyak melahirkan ide-
ide bisnis dan bahkan menjadi rumah bagi para penghuni kota yang sedang merintis
bisnis digital. Singkatnya, keberadaan Coworking Space pada akhirnya mengubah
paradigma kita perihal ruang bekerja dan belakar sebab ia kini telah menjadi kantor
pribadi anda sekaligus laboratorium belajar pembentukan karakter yang kreatif dan
dinamis.

Manusia di Balik Budaya Digital

Ada tiga pokok penting dari uraian di atas. Pertama, dunia digital sulit untuk
dipisahkan dari kehidupan manusia. Hampir semua sendi kehidupan manusia dan bisnis
memanfaatkan keunggulan digital. Kedua, transformasi digital adalah pintu masuk
terjadinya perubahan. Ketiga, Manusia sebagai agen perubahan dalam budaya digital.
Keunggulan digital telah menjadi kekuatan baru yang memungkinkan terjadinya
kolaborasi, fleksibilitas dan profit sharing. Konsekuensinya adalah dengan
melakukan perubahan yang bahkan secara radikal terkait proses bisnis, model bisnis
dan bahkan melakukan investasi teknologi baru.

Ketiga point tersebut tentu saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Namun
demikian, saya menempatkan manusia sebagai faktor yang paling fundamental.
Argumentasinya adalah bahwa manusia adalah agen perubahan. Ia harus
mengaktualisasikan dirinya dengan membangun harmonisasi dalam bisnis dan
organisasi. Ia harus memperkuat kapabilitas digital dan membentuk ekosistem digital
yang memadai sehingga budaya digitalpun dapat bertransformasi dalam bisnis dan
organisasi. Membangun budaya digital tentu bukanlah hal yang mudah. Namun yang
pasti bahwa transformasi digital menuntut komitment kuat seorang pemimpin dalam
membangun budaya digital. Teknologi senantiasa berdiri di belakang perubahan
radikal dan perubahan yang paling konstan dalam organisasi adalah change the
culture.

Anda mungkin juga menyukai