Anda di halaman 1dari 17

BAB 8

ZAMAN KAMAKURA (鎌倉時代)


1185~1333 M
Ciri Peradaban
• Jepang masuk era militerisme samurai/bushi.
• Minamoto no Yoritomo membentuk pemerintahan militer
bernama Bakufu di Kamakura.
• Minamoto no Yoritomo mengangkat dirinya sebagai panglima
besar “Sei i tai Shogun”
• Ada dualisme kekuasaan: kekaisaran di Heian (Kyoto) dan
pemerintahan militer (bakufu) di Kamakura (dekat Tokyo).
• Menurunnya wibawa kekaisaran.
• Mendapat dua kali serangan dari Mongol 1274, 1281
(kamikaze)
• Mulai berkembangnya kultur militer.
• Berkembang aliran Buddha: Dogen, Nichiren, Shinran.
• Di akhir Kamakura terjadi perebutan politik dan pengaruh
antara kekaisaran dan bakufu dengan saling memanfaatkan
kaum bushi. (Ada 2 faksi: Jumyoin dan Daikakuji).

Kondisi Politik Kamakura

P eriode awal Kamakura (1185-1250 M) di Jepang ditandai


dengan pergeseran drastis struktur politik, ditandai dengan
bangkitnya pemerintahan militer yang kuat, yang dikenal
sebagai bakufu, yang hidup berdampingan dengan istana kekaisaran
tradisional di Kyoto. Dualisme kekuasaan, keseimbangan antara
kekuatan militer dan otoritas kekaisaran, membentuk realitas politik
Jepang selama berabad-abad yang akan datang.

Inti dari perubahan politik ini diawali dari kemunculan Minamoto no


Yoritomo, seorang pemimpin samurai yang cerdik dan ambisius yang
muncul sebagai pemenang dalam Perang Genpei (1180-1185 M).
Yoritomo, menyadari perlu adanya otoritas militer terpusat untuk
menjaga ketertiban dan stabilitas, sehingga ia mendirikan bakufu di
Kamakura, sebuah lokasi strategis di dekat Tokyo saat ini.

Sejarah Jepang | 127


Meskipun Yoritomo awalnya berusaha menjaga hubungan hormat
dengan istana kekaisaran di Kyoto, tetapi ia memaksa kekaisaran yang
secara militer politik lemah menyerahkan kekuasaan politisnya.
Tujuan utamanya adalah mengkonsolidasikan kekuasaan di bawah
otoritasnya. Ia mengangkat dirinya sendiri sebagai Sei-i-tai Shogun,
panglima tertinggi pemerintahan militer, dan membangun jaringan
birokrasi yang terdiri dari samurai setia yang dikenal sebagai shugo
(gubernur militer) dan jito (pengawas tanah) di wilayah provinsi yang
jauh. Para birokrat ini, yang bertanggung jawab menjaga ketertiban
dan memungut pajak atas nama bakufu, memainkan peran penting
dalam konsolidasi kekuasaan Yoritomo.

128 | MG. Amanullah


Untuk lebih memantapkan otoritasnya, Yoritomo mewajibkan tuan
tanah samurai untuk bersumpah setia, membangun sistem feodal di
mana samurai menerima tanah sebagai imbalan atas kesetiaan dan
dinas militer mereka. Hubungan tuan-bawahan ini menjadi landasan
struktur kekuasaan bakufu.

Meskipun pengaruh bakufu semakin besar, istana kekaisaran di Kyoto


tetap mempertahankan otoritas simbolisnya sebagai badan penguasa
yang sah. Kaisar terus mengeluarkan dekrit dan menunjuk gubernur
sipil (kokushi) di wilayah tertentu, sambil mempertahankan kendali
atas perpajakan dan administrasi.

Namun, kekuatan militer bakufu kerap kali membayangi otoritas


kaisar, sehingga menciptakan semacam rivalitas kekuasaan yang rumit.
Bakufu mengandalkan kekuatan militernya untuk menegakkan
keputusannya, sementara istana kekaisaran mempertahankan
legitimasi dan prestise simbolisnya sebagai pemersatu Jepang.
Dualisme kekuasaan ini, dalam banyak kesempatan selalu tegang
dikarenakan kekaisaran tidak pernah rela kekuasaan politiknya direbut
oleh kaum samurai dalam hal ini Minamoto no Yoritomo. Kekaisaran
selalu menunggu timing yang tepat untuk merebutnya meski selalu
gagal.

Minamoto no Yoritomo menciptakan sistem hukum dan peraturan


yang dikenal sebagai Goseibai Shikimoku, yang menstandardisasi
perilaku samurai dan meningkatkan ketertiban dalam sistem feodal. Ia
juga mendorong pengembangan Buddha Zen, sebuah filosofi yang
menekankan disiplin, refleksi diri, dan kecakapan bela diri, yang
sejalan dengan etos samurai.

Sementara penerus Yoritomo berjuang untuk mempertahankan tingkat


otoritas dan karismanya, bakufu yang ia dirikan tetap bertahan, secara
bertahap berkembang menjadi pemerintahan samurai terpusat. Otoritas
terpusat yang didirikan oleh Minamoto no Yoritomo ini sangat
bergantung pada Samurai dokoro, sebuah kantor administratif yang
memainkan peran penting dalam menjaga ketertiban, mengumpulkan
pajak, dan menegakkan keputusan bakufu.

Sejarah Jepang | 129


Samurai dokoro, yang secara leksikal diterjemahkan sebagai "kantor
samurai", berfungsi sebagai badan administratif pusat bakufu. Institusi
ini bertanggung jawab untuk mengelola jaringan deputi samurai yang
luas di Bakufu, yang dikenal sebagai shugo dan jito, yang ditempatkan
di wilayah provinsi yang jauh. Para deputi ini memegang kekuasaan
yang besar, mengawasi urusan militer, memungut pajak, dan
menjalankan keadilan di wilayah masing-masing.

Untuk menjamin kesetiaan dan kepatuhan para deputi provinsi


tersebut, Samurai dokoro menerapkan sistem kontrol yang ketat.
Shugo dan jito diharuskan bersumpah setia kepada bakufu, dan
berjanji memberikan dukungan yang teguh kepada pemerintahan
militer terpusat. Sebagai imbalannya, bakufu memberi mereka tanah
dan hak milik, memperkuat status mereka sebagai penguasa feodal
yang kuat.

Samurai dokoro juga memainkan peran penting dalam mengelola


jaringan rumit kepemilikan tanah dan wilayah kekuasaan yang
menjadi ciri sistem feodal Kamakura. Mereka menyimpan catatan
rinci tentang kepemilikan tanah, memastikan bahwa para bangsawan
samurai menerima hak mereka atas tanah yang mereka kuasai.
Pencatatan yang cermat ini membantu menjaga ketertiban dan
mencegah perselisihan dalam hierarki feodal.

Sistem pemungutan pajak Bakufu adalah wilayah lain di mana


Samurai dokoro mempunyai kendali yang besar. Bekerja sama dengan
shugo dan jito, Samurai dokoro mengawasi penilaian dan
pengumpulan pajak dari petani dan petani lain di wilayah bakufu.
Pajak-pajak ini, yang merupakan sumber pendapatan penting bagi
pemerintahan militer, digunakan untuk mempertahankan angkatan
bersenjata bakufu, membiayai pengeluaran administrasi, dan
mendukung kelas samurai.

Peran Samurai dokoro dalam menegakkan keputusan bakufu juga


sama pentingnya. Ia bertanggung jawab untuk menyebarkan undang-
undang dan peraturan bakufu ke seluruh penjuru Jepang, memastikan
bahwa para penguasa samurai dan para pengikutnya mematuhi
kerangka hukum yang telah ditetapkan. Penegakan hukum dan

130 | MG. Amanullah


ketertiban ini membantu menjaga stabilitas dan mencegah kerusuhan
sosial yang meluas.

Samurai dokoro berdiri sebagai pilar kekuasaan administratif pada


periode Kamakura. Pencatatan yang cermat, pengumpulan pajak yang
efektif, dan penegakan hukum yang cermat merupakan komponen
penting dari kemampuan bakufu untuk mempertahankan kendali atas
wilayahnya yang luas dan menegakkan otoritasnya atas kelas samurai.
Warisan Samurai dokoro melampaui fungsi administratifnya, karena
ia juga memainkan peran penting dalam membentuk struktur sosial
dan politik Kamakura Jepang.

Invasi Mongol Ke Jepang Pada Tahun 1274 Dan 1281


Invasi Mongol ke Jepang pada tahun 1274 dan 1281 merupakan
peristiwa penting dalam sejarah Jepang pada abad ke-13. Invasi ini,
yang dilakukan oleh Kekaisaran Mongol di bawah kepemimpinan
Khubilai Khan, berupaya memperluas kekuasaan mereka dan
membawa Jepang ke bawah kendali Mongol. Bakufu, yang diwakili
oleh Keshogunan Kamakura, dan rakyat Jepang menghadapi tugas
berat untuk memukul mundur invasi ini. Kisah invasi ini selain
sebagai aktivitas politik, juga melahirkan mitos akan adanya campur
tangan dewa, yang pada akhirnya memberikan ketahanan bagi Jepang
dalam menghadapi kesulitan.

Bangsa Mongol, yang terkenal karena penaklukan militernya dan


ekspansi yang pantang menyerah, merupakan ancaman besar terhadap
kedaulatan Jepang pada era ini. Jangkauan mereka meluas ke penjuru
Asia, dan pada tahun 1268, Khubilai Khan telah mengirim surat
kepada perwakilan Bakufu di Kyushu. Isi surat ini meminta kerjasama
dan pertukaran duta besar, namun Kamakura Bakufu menafsirkannya
sebagai tuntutan agar Jepang tunduk pada kekuasaan Mongol.

Kamakura Bakufu, berdasarkan keputusan shikken (wakil shogun)


baru Hojo Tokimune, menolak tegas permintaan Mongol. Konfrontasi
antara Bakufu Kamakura Jepang dan Kekaisaran Mongol sulit
terhindarkan. Penolakan ini telah memancing kemarahan Mongol,
sehingga pihak bakufu harus menyiapkan diri sewaktu-waktu diinvasi.

Sejarah Jepang | 131


Selain ancaman eksternal yang ditimbulkan oleh bangsa Mongol,
Kamakura Bakufu sebenarnya juga menghadapi kekacauan politik
internal setelah kematian Hojo Tokiyori. Desas-desus akan terjadinya
serangan Mongol yang menyebar di kalangan masyarakat umum,
semakin memperburuk suasana ketidakpastian dan kegelisahan.

Pada bulan Oktober 1274, armada Mongol (Yuan) pertama berlayar


menyerang Jepang, dan menargetkan Teluk Hakata di Kyushu. Namun
sebelum mencapai Teluk Hakata, mereka mendarat di pulau Tsushima
dan Iki. Pasukan Jepang telah bersiap dan melawan pasukan Mongol
setibanya mereka di Teluk Hakata. Meski kalah jumlah, pasukan
Bakufu berhasil memukul mundur pasukan Mongol, menimbulkan
korban jiwa dan memaksa mereka menarik pasukannya ke Korea
karena takut akan bala bantuan Jepang lebih lanjut.

Bangsa Mongol berkumpul kembali dan melancarkan invasi kedua


pada tahun 1281, kali ini dengan kekuatan besar yang terdiri dari
140.000 tentara dan 4.000 kapal. Pasukan Mongol dibagi menjadi dua
kontingen dari Korea dan Tiongkok selatan. Konflik dimulai pada
bulan Juni dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Pasukan
Bakufu berhasil menangkis pasukan Mongol yang memasuki Kyushu.

Pada tanggal 12 Agustus, saat serangan malam di Teluk Hakata,


armada Mongol sekali lagi dilanda badai, menyebabkan kapal karam
dan kerugian besar. Keesokan harinya, pasukan Mongol ditangkap
banyak tentara Bakufu, beberapa di antaranya terbunuh, sementara
yang lain dijadikan budak.

132 | MG. Amanullah


Kedua perang dengan bangsa Mongol, yang dikenal sebagai "genkou"
atau "Invasi Mongol ke Jepang", merupakan bukti ketahanan dan
kemampuan Jepang dalam mengusir penjajah asing. Intervensi dewa
berupa badai yang mengganggu armada Mongol menjadi mitos yang
terus dilanggengkan dalam cerita rakyat Jepang.

Invasi Mongol ke Jepang pada tahun 1274 dan 1281 merupakan


momen penting dalam sejarah Jepang. Samurai Jepang, yang kalah
jumlah dan persenjataan, namun mampu mengusir penjajah yang
notabenen adalah negara besar paa masa itu, yang mana pada kedua
kesempatan tersebut, sebagian berkat dua topan dahsyat yang melanda
armada Mongol. Badai ini dianggap sebagai bukti campur tangan
langit atau dewa, dan orang Jepang kemudian menyebutnya "kami
kaze", atau "angin dewa".

Invasi Mongol berdampak besar pada masyarakat Jepang. Kelas


samurai, yang telah mengalami kemunduran selama beberapa dekade,
bangkit kembali karena mereka memainkan peran penting dalam
memukul mundur penjajah. Invasi tersebut juga membawa kembali
rasa persatuan dan identitas nasional di kalangan masyarakat Jepang.

Namun, kemenangan atas bangsa Mongol harus dibayar mahal.


Bakufu, pemerintahan militer yang berkuasa di Jepang, harus
menanggung hutang yang sangat besar untuk membiayai upaya perang.
Hal ini menyebabkan kesulitan ekonomi bagi banyak orang, termasuk
para samurai sendiri. Selain itu, kegagalan bakufu dalam memberikan
penghargaan yang memadai kepada para pengikut samurai atas jasa
mereka menyebabkan ketidakpuasan yang meluas di kalangan
birokrasi samurai bawah.

Ketidakpuasan di kalangan samurai diperburuk oleh meningkatnya


korupsi dan nepotisme di pemerintahan bakufu. Klan Hojo, yang telah
memerintah Jepang sebagai shikken (wakil shogun) turun-temurun
selama lebih dari satu abad, semakin kehilangan kontak dengan
kebutuhan para samurai dan masyarakat.
Kombinasi kesulitan ekonomi, korupsi politik, dan ketidakpuasan para
samurai menciptakan lahan subur bagi pemberontakan. Pada tahun
1333, klan Hojo digulingkan oleh koalisi samurai dan pasukan
kekaisaran, menandai berakhirnya periode Kamakura.

Sejarah Jepang | 133


Perselisihan Awal Zaman Kamakura:
Periode awal Kamakura ditandai dengan bentroknya antara keturunan
Minamoto dan klan Hojo. Kenaikan Minamoto Yoriie sebagai shogun
ketiga mendapatkan banyak tantangan. Masa muda Yoriie dan sifat
keras kepala membuatnya menjadi sosok yang kontroversial,
menumbuhkan ketidakpuasan di antara konstituen Bakufu.
Kebijakannya kerap kali bertentangan dengan keluarga berpengaruh
Hojo.

Hojo yang merupakan klan yang turut berjasa dalam perang Taira dan
mendirikan Kamakura, juga merasa punya andil dalam mengendalikan
pemerintahan Kamakura Bakufu. Sehingga mereka tidak begitu saja
mau terima bilamana dipinggirkan oleh keturunan Minamoto no
Yoritomo. Pada tahun 1203, Yoriie jatuh sakit parah, yang akhirnya
menyebabkan dia diasingkan dan mangkat. Kematian pada tahun 1204
diprediksi diatur oleh Hojo Tokimasa kakeknya dan ibunya
kandungnya sendiri, Hojo Masako.

Setelah kematian Yoriie, Minamoto no Sanetomo, kakak laki-laki


Yoriie, diangkat menjadi shogun keempat. Namun, mirip dengan
Yoriie, Sanetomo tidak memiliki kualitas luar biasa seperti ayahnya,
Minamoto Yoritomo. Dia menghadapi nasib yang sama seperti Yoriie,
menemui ajalnya di tangan keluarga Hojo. Situasi ini menandai
hancurnya dinasti Minamoto.

Melemahnya Dinasti Minamoto membuka jalan bagi naiknya klan


Hojo. Keluarga Hojo semakin kuat, akhirnya menggantikan Dinasti
Minamoto. Melalui manuver politik yang cekatan, mereka secara
efektif mengendalikan Kamakura, mengkonsolidasikan otoritas
mereka tanpa menunjuk seorang shogun dari klan mereka. Melalui
kekuatan militernya mereka mengendalikan kekuasaan bakufu dari
balik layar.

Melemahnya dinasti Minamoto tidak luput terdengar oleh Kaisar Go-


Toba, yang berupaya merebut kembali otoritas politik yang dipegang
oleh Minamoto Yoritomo. Namun, klan Hojo menggagalkan rencana
ini, mengorganisir aliansi samurai untuk mengepung Kyoto. Mereka
berhasil mengalahkan pasukan kaisar, dengan tegas menetapkan
kendali Hojo atas Kekaisaran Kyoto.

134 | MG. Amanullah


Yoshitoki, mewakili klan Hojo, mengambil kendali Kekaisaran. Klan
Hojo menyita tanah milik wali dan bangsawan tenno dan menerapkan
hukum seperti Goseibai Shikimoku, yang mengatur hak-hak kelas
samurai. Mereka melanggengkan pengaruhnya melalui "shikken seiji"
(politik bayangan), yang mempunyai kekuatan politik sebenarnya,
mirip dengan politik "insei" sebelumnya di era Heian.

Bakufu menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik dengan


Kekaisaran mengenai pemilihan kaisar, yang mengakibatkan
berkurangnya legitimasi. Klan Hojo menghadapi dua serangan
Mongol, yang semakin memperkeruh pemerintahan mereka. Pada saat
yang sama, para samurai lokal yang tidak puas merasa diabaikan
meskipun mereka sudah siap menghadapi serangan ini, sehingga
menimbulkan kebencian di antara mereka.

Memanfaatkan kondisi yang tidak stabil, kalangan kekaisaran


bersekongkol dengan kelompok samurai kuat untuk merebut
kekuasaan politik dari Bakufu.

Tabel daftar nama Kaisar di Kyoto yang bertahta masa


Zaman Kamakura
Go-Toba 1183–1198
Tsuchimikado 1198–1210
Juntoku 1210–1221
Chukyo 1221
Go-Horikawa 1221–1232
Shijo 1232–1242
Go-Saga 1242–1246
Go-Fukakusa 1246–1259
Kameyama 1259–1274
Go-Uda 1274–1287
Fushimi 1287–1298
Go-Fushimi 1298–1301
Go-Nijo 1301–1308
Hanazono 1308–1318

Sejarah Jepang | 135


Tabel Daftar Shogun Zaman Kamakura dan Periode Berkuasa
Nama shogun dari sampai
Minamoto no 1192/7/12 1199/1/13
Yoritomo
Minamoto no Yoriie 1202/7/23 1203/9/7
Minamoto no 1203/9/7 1219/1/27
Sanetomo
Kujo Yoritsune 1226/1/27 1244/4/28
Kujo Yoritsugu 1244/4/28 1252/4/1
Pangeran Munetaka 1252/4/1 1266/7/4
Pangeran Koreyasu 1266/7/24 1289/10/9
Pangeran Hisaaki 1289/10/9 1308/8/4
Pangeran Morikuni 1308/8/10 1333/5/21

Pemegang Otoritas Politik (Shikken) Kamakura


HojoTokimasa (1199–1205)
Hojo Yoshitoki (1205–1224)
Hojo Yasutoki (1224–1242)
Hojo Tsunetoki (1242–1246)
Hojo Tokiyori (1246–1256)
Hojo Nagatoki (1256–1264)
Hojo Masamura (1264–1268)
Hojo Tokimune (1268–1284)
Hojo Sadatoki (1284–1301)
Hojo Morotoki (1301–1311)
Hojo Munenobu (1311–1312)
Hojo Hirotoki (1312–1315)
Hojo Mototoki (1315–1316)
Hojo Takatoki (1316–1326)
Hojo Sadaaki (1326)
Hojo Moritoki (1326–1333)

Perselisihan Akhir Zaman Kamakura: Kisah Perebutan


Kekuasaan Dan Pergolakan Politik
Invasi Mongol pada tahun 1274 dan 1281 bagaimanapun juga
memberikan tekanan berat pada bakufu Kamakura. Kegagalan bakufu
dalam memberikan penghargaan yang memadai kepada para pengikut
samurai atas jasa mereka menyebabkan ketidakpuasan yang meluas.

136 | MG. Amanullah


Selain itu, kewibawaan bakufu digerogoti dengan munculnya geng
kriminal yang disebut ‘akutou’. Geng-geng ini terdiri dari mantan
samurai yang menjadi miskin akibat upaya perang. Mereka terlibat
dalam aksi bandit dan kegiatan kriminal lainnya, yang selanjutnya
memicu ketidakstabilan.

Istana kekaisaran di Kyoto, di sisi lain juga dilanda perselisihan


internal. Perselisihan dipicu lagi-lagi atas persoalan suksesi tenno
antara Gofukakusa tenno dan Kameyama tenno sehingga membagi
istana kekaisaran menjadi dua faksi. Bakufu berusaha menengahi
perselisihan tersebut dengan mengusulkan sistem tenno bergantian,
namun solusi ini terbukti hanya solusi sementara.

Pada tahun 1332, Kaisar Godaigo berusaha menggulingkan bakufu


Kamakura. Pemberontakan ini, yang dikenal sebagai Genkou no Hen,
pada akhirnya tidak berhasil, dan Godaigo diasingkan ke Pulau Oki.
Namun, pemberontakan tersebut menginspirasi samurai lain untuk
memberontak melawan bakufu.

Pada tahun 1333, Ashikaga Takauji, seorang samurai kuat dari utara
Jepang, berhasil memimpin pemberontakan melawan bakufu. Dia
menggulingkan pemerintahan bakufu dan mengembalikan Godaigo
tenno ke tahta. Peristiwa yang dikenal dengan Restorasi Kenmu ini
menandai dimulainya era baru dalam sejarah Jepang.

Setelah kemenangan Godaigo, gelombang ketidakpuasan melonjak.


Ketidakpuasan dan ketidakadilan muncul di kalangan samurai yang
mendukung Godaigo dalam melawan pasukan Bakufu, karena
beberapa menerima imbalan yang tidak memadai atau tidak sama
sekali seperti yang dijanjikan. Khususnya, Ashikaga Takauji merasa
tidak puas, karena hanya menerima tanah di daerah yang jauh dan
kurang berharga—Musashi, Shimousa, dan Hitara—daripada posisi
prestisius Sei i tai shogun seperti Minamoto no Yoritomo. Sebaliknya,
Godaigo lebih menyukai samurai pendukung yang lain yaitu yang
bernama Nitta Yoshisada sehingga diberi imbalan yang lebih tinggi.
Hal ini tentu saja membuat Ashikaga Takauji cemburu berat.

Godaigo menerapkan kebijakan terpusat absolut yang mencerminkan


leluhurnya di era Heian, yaitu Kaisar Daigo. Meskipun usia anak-

Sejarah Jepang | 137


anaknya masih muda, ia menunjuk mereka sebagai penguasa daerah,
memanfaatkan Bushi sebagai pendukung mereka. Anaknya dijadikan
alat untuk melegitimasi pemerintahan regional samurai/bushi, di
bawah berbagai wali—Ashikaga Tadayoshi, Kitabatake Asaie, dan
Nitta Yoshitada.

Persaingan muncul di antara para samurai yang pendukung Godaigo


tenno, khususnya antara Nitta Yoshisada dan Ashikaga Takauji, yang
bersaing untuk mendapatkan pengaruh atas kekaisaran Godaigo. Intrik
dan perebutan kekuasaanpun terjadi. Hal ini dipicu karena adanya
laporan yang menyatakan bahwa salah satu Pangeran bernama
Morinaga (anak Godaigo) bermaksud merebut posisi kaisar.
Sayangnya Godaigo mempercayai desas desus ini dan menangkap
putranya sendiri.

Ashikaga Takauji
https://alchetron.com/Ashikaga-Takauji

Di sisi lain, pada tahun 1335, pasukan Hojo yang tersisa, dipimpin
oleh Hojo Tokiyuki dan Suwa Yorishige, bermaksud menghidupkan
kembali kekuasaan Kamakura. Hal ini terdengar Godaigo tenno, dan
memerintahkan Ashikaga Takauji untuk menumpasnya. Takauji yang
masih kesal dan dongkol karena tidak dapat imbalan sepantasnya dari
Godaigo saat menggulingkan bakufu, menerima dengan terpaksa
perintah Godaigo. Untuk kedua kalinnya, Takauji dapat menumpas
Tokiyuki, tetapi pasca perang Takauji tidak segera kembali ke Kyoto,

138 | MG. Amanullah


melainkan mendirikan markasnya sendiri di Kamakura. Hal ini
membuat Godaigo tenno marah besar.

Ketegangan pun meningkat, Godaigo tenno merasa tidak terima dan


memerintahkan samurai pendukungnya yang lain, Nitta Yoshitada
menghadapi Ashikaga Takauji. Meskipun awalnya diusir, Takauji
mendapatkan restu putra kaisar Pangeran Kogon untuk mencari
dukungan di selatan melawan kubu Godaigo Tenno.

Konflik penting pun terjadi antara Takauji dan kubu kaisar Godaigo
(yang didukung oleh samurai kuat Nitta, Kusunoki, dan Kitabatake
Chikafusa) di Minatogawa Kobe pada Mei 1336. Meski Kusunoki
kalah dan pasukan kaisar kalah, Nitta tidak terbunuh melainkan
ditundukkan oleh Takauji. Setelah menguasai kekaisaran Kyoto,
Takauji mengangkat Kaisar Kogon sebagai wali dan Pangeran
Toyohito sebagai Kaisar bergelar Komyo Tenno. Dengan restu Kaisar
Komyo Tenno, Takauji mendirikan pemerintahan baru, bakufu
Muromachi, dekat Kyoto, mengantarkan lahirnya era baru era
Muromachi di Jepang. Godaigo tenno ditangkap dan diasingkan oleh
Ashikaga Takauji.

Perkembangan Agama Buddha Pada Periode Kamakura Jepang


Periode Kamakura (1185-1333) merupakan masa perubahan dan
pergolakan besar di Jepang. Kelas samurai naik ke tampuk kekuasaan,
dan negara dilanda perang saudara. Di tengah gejolak tersebut,
muncullah sejumlah aliran Buddha baru yang kemudian dikenal
dengan nama Buddha Kamakura.

Tiga tokoh paling menonjol dalam Buddha Kamakura adalah Shinran,


Dogen, dan Nichiren. Shinran (1173-1263) adalah pendiri Jodo
Shinshu, atau Buddha Tanah Suci. Jodo Shinshu didasarkan pada
keyakinan bahwa keselamatan dapat dicapai melalui keyakinan
kepada Amida Buddha. Shinran berpendapat bahwa setiap orang,
terlepas dari status sosial atau dosa masa lalunya, dapat diselamatkan
hanya dengan menyebut nama Amida Buddha.

Jodo Shinshu dengan cepat menjadi populer di kalangan masyarakat


umum, karena menawarkan jalan keselamatan yang sederhana dan
mudah diakses. Ajaran Shinran juga menekankan pentingnya kasih

Sejarah Jepang | 139


sayang dan kesetaraan, yang menarik bagi banyak orang di saat terjadi
pergolakan sosial dan politik.
Dogen (1200-1253) adalah pendiri Buddha Soto Zen di Jepang.
Buddha Zen adalah suatu bentuk agama Buddha yang menekankan
meditasi dan penanaman kebijaksanaan. Dogen mempelajari Buddha
Zen di Tiongkok selama beberapa tahun sebelum kembali ke Jepang.

Ajaran Dogen menekankan pentingnya meditasi duduk (zazen)


sebagai cara mencapai pencerahan. Beliau juga mengajarkan bahwa
pencerahan bukanlah sesuatu yang dicapai melalui pemahaman
intelektual, melainkan melalui pengalaman langsung.

Buddha Soto Zen dengan cepat menjadi populer di kalangan kelas


samurai, karena menawarkan cara untuk menumbuhkan disiplin dan
fokus. Ajaran Dogen juga menarik banyak intelektual, karena
menawarkan cara baru untuk memahami hakikat realitas.

Nichiren (1222-1282) adalah pendiri agama Buddha Nichiren. Buddha


Nichiren didasarkan pada keyakinan bahwa Sutra Teratai adalah
ajaran tertinggi Buddha. Nichiren mengajarkan bahwa keselamatan
dapat dicapai dengan melantunkan Sutra Teratai dan menyebarkan
ajarannya kepada orang lain.

Nichiren adalah sosok yang kontroversial dan kerap dianiaya oleh


pemerintah. Namun ajarannya juga menarik banyak pengikut,
terutama di kalangan masyarakat bawah. Agama Buddha Nichiren
masih menjadi salah satu bentuk agama Buddha paling populer di
Jepang saat ini.

Perkembangan agama Buddha Kamakura memberikan dampak yang


besar terhadap masyarakat Jepang. Agama Buddha Kamakura
menawarkan jalan keselamatan baru dan mudah diakses, yang menarik
bagi semua kelas sosial. Hal ini juga menekankan pentingnya kasih
sayang, kesetaraan, disiplin, dan fokus. Ajaran Buddha Kamakura
memainkan peran penting dalam membentuk budaya dan masyarakat
Jepang selama periode Kamakura dan seterusnya.

Selain ketiga tokoh tersebut di atas, tokoh penting lain dalam agama
Buddha Kamakura antara lain:

140 | MG. Amanullah


• Eisai (1141-1215): Eisai berjasa memperkenalkan Buddha
Zen Rinzai ke Jepang.
• Hounen (1133-1212): Hounen adalah pendiri Buddha Joudo
Shinshuu.
• Myoue (1173-1232): Myoue adalah seorang biksu Tendai
yang mereformasi aliran Buddha Kegon.
• Ippen (1239-1281): Ippen adalah pendiri sekte Ji dalam agama
Buddha.
Tokoh-tokoh ini dan ajaran mereka membantu membentuk
perkembangan agama Buddha dan budaya Jepang selama periode
Kamakura.

Budaya Periode Kamakura


Periode Kamakura (1185-1333) adalah masa perubahan dan inovasi
budaya besar-besaran di Jepang. Kelas samurai naik ke tampuk
kekuasaan, dan negara tersebut mengalami periode yang relatif damai
dan sejahtera. Hal ini menyebabkan berkembangnya seni dan ilmu
pengetahuan, serta berkembangnya budaya Jepang yang baru dan unik.

Salah satu aspek budaya periode Kamakura yang paling menonjol


adalah perkembangan bentuk seni dan sastra baru. Patung kayu
Kongorikishizou di Todaiji merupakan mahakarya patung Buddha dari
periode ini. Ini adalah representasi dua dewa penjaga yang kuat dan
dinamis, dan dianggap sebagai salah satu karya seni Jepang terbesar.

Perkembangan penting lainnya dalam seni periode Kamakura adalah


munculnya emaki, atau gambar gulung. Emaki adalah gulungan kertas
lukis panjang yang menceritakan kisah atau menggambarkan peristiwa
sejarah. Beberapa emaki paling terkenal dari periode Kamakura
termasuk Genji Monogatari Emaki dan Heike Monogatari Emaki.

Puisi Waka juga mengalami kebangkitan popularitas selama periode


Kamakura. Shinkokin Wakashuu, kumpulan puisi waka yang disusun
pada tahun 1205, dianggap sebagai salah satu antologi puisi Jepang
terbaik.

Periode Kamakura juga merupakan masa perubahan besar bagi kelas


samurai. Samurai secara tradisional merupakan kelompok prajurit elit,
namun selama periode Kamakura mereka mulai mengembangkan rasa

Sejarah Jepang | 141


budaya dan identitas baru. Salah satu aspek terpenting dari budaya
samurai pada zaman Kamakura adalah bugei no kunren, atau pelatihan
seni bela diri. Samurai terampil dalam berbagai seni bela diri,
termasuk ilmu pedang, memanah, dan menunggang kuda.

Budaya samurai juga menjunjung tinggi kesetiaan, kehormatan, dan


disiplin. Kode etik samurai, yang dikenal sebagai bushido,
dikembangkan pada periode Kamakura. Bushido menekankan
pentingnya tugas, pengorbanan diri, dan keberanian.

Periode Kamakura juga merupakan masa perubahan ekonomi dan


sosial. Tiga kota besar Kyoto, Nara, dan Kamakura merupakan pusat
ekonomi penting. Barang diperdagangkan antar kota-kota ini melalui
jalur darat dan laut.

Barang yang paling umum diperdagangkan di pasar pada zaman


Kamakura adalah beras, ikan, sake, dan kebutuhan sehari-hari. Produk
kerajinan tangan seperti kain, kertas, dan keramik Cina juga dijual.

Uang yang digunakan pada zaman Kamakura adalah uang logam


impor dari Tiongkok yang disebut sousen. Sousen terbuat dari
perunggu atau tembaga dan memiliki lubang di tengahnya. Mereka
dirangkai dengan tali dan digunakan untuk membeli barang dan jasa.

Shinkokin Wakashuu: Mahakarya Puisi Jepang


Shinkokin Wakashuu (新古今和歌集), atau Antologi Puisi Lama dan
Baru, adalah salah satu dari tiga kumpulan puisi Jepang yang paling
berpengaruh, bersama dengan Manyoushuu dan Kokinshuu. Itu
disusun pada tahun 1205 oleh istana kekaisaran Kyoto, dipimpin oleh
Fujiwara Yoshitsune.

Shinkokin Wakashuu berisi lebih dari 2.000 puisi karya lebih dari 400
penyair berbeda, termasuk suara-suara yang sudah mapan dan baru.
Puisi-puisi tersebut mencakup berbagai tema, termasuk alam, cinta,
Budha, dan Shinto.

Shinkokin Wakashuu terkenal karena bahasanya yang indah dan


penggunaan perumpamaannya yang ahli. Puisi-puisinya kerapkali

142 | MG. Amanullah


sangat pribadi dan reflektif, dan menawarkan gambaran unik tentang
hati dan pikiran orang-orang yang tinggal di Jepang selama periode
Kamakura.

Beberapa puisi paling terkenal di Shinkokin Wakashuu antara lain:

"Rumput musim panas / Semua yang tersisa dari impian prajurit"


karya Fujiwara Teika
"Suara lonceng kuil / Memudar ke dalam kabut malam"
Izumi Shikibu
"Bagaimana saya bisa lupa / Hujan turun di desa pegunungan?"
Saigyou
"Dunia adalah mimpi / Dan segala isinya sama"
Jakuren

Shinkokin Wakashuu mempunyai pengaruh yang besar terhadap


budaya dan sastra Jepang. Karya ini dibaca secara luas dan dikagumi
oleh orang-orang dari semua kelas sosial, dan membantu membentuk
perkembangan puisi Jepang selama berabad-abad mendatang.

Shinkokin Wakashuu penting karena sejumlah alasan. Pertama, ini


adalah salah satu antologi puisi Jepang terlengkap dan disusun dengan
baik yang pernah disusun. Puisi-puisi dalam koleksi ini memiliki
kualitas terbaik, dan mewakili puisi Jepang terbaik dari periode Heian
dan Kamakura.

Kedua, Shinkokin Wakashuu mempunyai pengaruh yang besar


terhadap perkembangan puisi Jepang. Ini membantu menetapkan
bentuk waka sebagai bentuk standar puisi Jepang, dan mengatur nada
untuk sebagian besar puisi berikutnya.

Ketiga, Shinkokin Wakashuu merupakan sumber informasi berharga


tentang budaya dan masyarakat Jepang pada periode Kamakura. Puisi-
puisi dalam kumpulan ini mencerminkan nilai-nilai dan keprihatinan
masyarakat yang tinggal di Jepang selama ini.

Sejarah Jepang | 143

Anda mungkin juga menyukai