1. Jepang pada masa politik isolasi a. Latar belakang politik isolasi Selama lebih dari dua ratus tahun pada masa Edo, Jepang secara berturut- turut berada di bawah kepimimpinan keluarga Tokugawa. Pada periode ini juga Jepang menjalankan Politik sakoku atau isolasi. Politik sakoku adalah suatu kebijakan politik yang menutup diri dari intervensi asing dalam segala bidang. Zaman Edo sendiri berlangsung dari 1603-1866, dan politik isolasi mulai diberlakukan pada tahun 1633 yaitu pada masa kepemimpinan Tokugawa Iemetsu (Shogun ke-3). Dalam ketetapannya Jepang dilarang untuk berhubungan dengan dunia luar kecuali untuk pedagang Cina dan Belanda melalui pelabuhannya di Nagasaki dan Dezima. Pada saat menjalani masa politik isolasi ini masalah-masalah hubungan luar negeri tidak diperhatikan oleh Jepang, namun sebelumnya kontak- kontak penting antara Jepang dengan dunia luar terjadi untuk pertama kalinya pada abad ke 7 dan 9 antara tahun 607-838, yaitu ketika pemerintahan Jepang melakukan upaya-upaya ambisius untuk mempelajari dan menerapkan berbagai bidang ilmu dari Negara Cina yang pada saat itu merupakan salah satu Negara yang telah mengalami kemajuan dalam bidang kebudayaan dan pengetahuan terlebih dulu. Kegiatan hubungan luar negeri ini kemudian terputus berabad-abad sampai terjadinya dua serangan yang gagal yang terjadi pada zaman Kamakura (yaitu zaman feudal awal yang terletak di daerah Kamakura pada tahun 1192-1333), yang menyerang wilayah Kyushu pada tahun 1274 dan tahun 1281, oleh orang-orang Mongol yang saat itu menguasai Cina oleh Kubilai Khan yang mengorganisir pasukannya untuk menyerang kepulauan Jepang, Rusia dan sebagian Timur Tengah. Serbuan tersebut gagal dikarenakan kondisi cuaca, yaitu terjadinya angin topan yang akhirnya dipercaya oleh orang Jepang sebagai Dewa Angin. Berdasarkan kepercayaan orang Jepang itulah akhirnya angin topan yang berhasil menggagalkan serangan dari Kubilai Khan tersebut disebut dengan Kamikaze atau angin suci. Pada zaman sesudahnya yang disebut dengan zaman Muromachi , Jepang berhasil menguasai semua propinsi yang berada di Jepang Tengah. Yaitu pada masa kepemimpinan Ashikaga Yoshimitsu yang berhasil mengadakan hubungan dagang dengan kekuasaan dinasti Ming di Cina. Produksi dalam negeri menjadi meningkat dan terjadi perbaikan di sektor pertanian. Kemudian pada tahun 1542 datanglah untuk pertama kalinya para pedagang Portugis dan biarawan Jesuit di Kyushu. Mereka memperkenalkan dua hal baru kepada masyarakat Jepang yaitu senjata dan agama Kristen. Tokoh terkenal yang menjadi pelindung agama Kristen ini adalah Oda Nobunaga yang merupakan pemimpin (Udaijin) pada zaman yang dikenal dengan nama Azuchi Momoyama. Perlindungan yang diberikan oleh oda nobunaga ini tidak lain adalah karena Nobunaga ingin melancarkan hubungan perdagangan luar negerinya yang pada waktu itu didominasi oleh bangsa Eropa. Setelah wafatnya Oda Nobunaga, kepemimpinan digantikan oleh pengikut Oda yaitu Toyotomi Hideyoshi. Pada masa kepemimpinan Hideyoshi inilah penyebaran agama Kristen yang dibawa oleh bangsa Eropa dilarang. Menurut Toyotomi kebijakannya tersebut diambil karena agama Kristen di Jepang dianggapnya telah mengganggu orientasi penyatuan negeri, dan adanya kecurigaan Hideyoshi terhadap dominasi orang-orang Eropa pada waktu itu. Setelah Hideyoshi berhasil menyatukan Jepang, kemudian muncullah penguasa baru dari keluarga Tokugawa, yaitu Tokugawa Ieasu yang muncul sebagai penguasa baru setelah kemenangannya dalam perang Sekigahara mengalahkan keluarga Mitsunari yang merupakan pendukung dari keluarga penguasa terdahulunya Toyotomi Hideyoshi pada tahun 1600. Dalam menjalankan kebijakan pemerintahannya Ieasu memiliki pandangan yang sama dengan pendahulunya Hideyoshi mengenai pelarangan masuknya agama Kristen, yang kemudian pada masa Tokugawa ini ditetapkan menjadi peraturan nasional pada tahun 1612. Larangan agama ini kemudian disusul dengan adanya pelarangan orang Jepang ke luar negeri pada tahun 1635. Kebijaksanaan lainnya yaitu mengetatkan pengawasan dagang dengan Negara lain pada tahun 1639. Bangsa Eropa yang diizinkan berdagang ke Jepang hanyalah orang Belanda melalui kantor dagangnya di Dezima dan Nagasaki. Kebijaksanaan isolasi inilah yang kemudian dikenal dengan nama Sakoku (Politik Isolasi). b. Kebijakan pemerintahan Jepang selama politik isolasi Politik isolasi (sakoku) menurut Holsti (1992:86) “adalah sebuah cara yang dilakukan suatu negara untuk menutup diri dan berusaha untuk tidak menarik perhatian luar demi melindungi kepentingan negaranya.” Politik luar negeri dengan cara isolasi merupakan cara bertahan yang dilakukan Jepang untuk membentuk masyarakat Jepang agar memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap pemerintahan Jepang terutama Kaisar Jepang dan sebagai upaya pemerintah Jepang dalam menjauhi pengaruh masyarakat Jepang dari dunia luar, sehingga membentuk Jepang menjadi negara feodalisme yang kuat. Berikut adalah kebijakan-kebijakan yang berlaku pada masa politik isolasi tersebut berlangsung; 1) Para Daimyou (Pemimpin Daerah) Secara spesifik kebijakan-kebijakan yang berlaku pada zaman Edo hampir sama seperti kebijakan-kebijakan yang berlaku pada masa pendahulunya yaitu institusi yang didirikan oleh Oda dan diteruskan oleh Hideyoshi, tetapi kemudian Ieasu menyusun kebijakan-kebijakan tersebut secara lebih sistematis dan menetapkan beberapa kebijakannya sebagai falsafah nasional. Bagi Ieasu Kelangsungan hidup dari para daimyou ini merupakan hal yang penting untuk menjadi perhatian utama, karena berdasarkan sejarah setiap pemberontakan dan pertempuran yang terjadi pada masa-masa sebelumnya selalu melibatkan kekuatan dari para daimyou. Dengan begitu Ieasu meminta para daimyou untuk memberikan pengabdian penuh dan kesetiaan kepadanya. Ieasu melarang para daimyou untuk membentuk aliansi antar sesamanya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penghianatan ataupun penyerangan dari kelompokkelompok yang ingin menyerangnya. Lebih jauh lagi Ieasu memberikan kontrol penuh terhadap setiap pernikahan para daimyou yang harus berada dibawah persetujuannya. Dari kebijakannya ini Ieasu mencoba belajar dari kegagalan-kegagalan yang telah dilalui oleh kedua pelopor sebelumnya. Kemudian pada masa generasi Tokugawa ke-3, Tokugawa Iemitsu membentuk badan pengawas untuk mengawasi seluruh daimyou di seluruh negeri yang disebut Mitsuke. Selain itu Iemitsu juga mendirikan badan pengawas untuk mengawasi kuil-kuil Buddha di seluruh negeri yang disebut Jishabugyou dan Kanjobugyou untuk mengawasi urusan tanah dan keuangan militer. Pada zaman Edo sistem pemerintahan yang berlaku disebut dengan sistem bakuhan. Bakuhan adalah singakatan dari bakufu dan han, han yaitu sama dengan kedaimyou-an atau para pemimpin daerah yang bertugas untuk mengawasi daerah atau disebut juga dengan sistem pemerintahan semi otonomi yang bertugas mengawasi daerah administratif atau propinsi. Pemerintahan bakufu (militer) bertindak sebagai pemerintah pusat. Pada zaman Edo, jumlah para daimyou berkisar antara 260-270 orang, para daimyou ini dibagi atas tiga golongan oleh Tokugawa yaitu; Sinpan daimyou, yaitu para daimyou yang merupakan keturunan langsung dari keluarga Tokugawa; Fudai daimyou, yang merupakan pengikut Ieasu yaitu Tokugawa pertama; dan Tozama daimyou, yaitu daimyou yang diangkat oleh Ieasu pada waktu meletusnya perang Sekigahara. Untuk menghindari perebutan kekuasaan dan memperkuat pertahanan Tokugawa menempatkan para daimyou yang paling setia di sekitar wilayah Edo, dan para daimyou yang diragukan kesetiaanya ditempatkan di wilayah-wilayah yang letaknya agak jauh dari Edo seperti di Kyushu dan Hokkaido. Peraturan lain yang ditetapkan untuk mengawasi gerak-gerik dari para pemimpin daerah ini adalah, ditetapkannya peraturan Sankin kotai, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa para daimyou beserta anak dan istrinya harus menetap di Edo dan di daerah administratifnya secara bergiliran dalam waktu satu tahun. Sementara daimyou pergi ke daerah administratifnya anak dan istrinya harus menetap di Edo. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat mengontrol para daimyounya, dengan jalan ini maka tidak ada kesempatan bagi para daimyou untuk menghimpun kekuatan ataupun melakukan berbagai upaya untuk menggulingkan pemerintah karena istri-istri dan anak-anak dari para daimyou tersebut berada dalam kendali pemerintah pusat di Edo. Berikut adalah beberapa point peraturan yang diberlakukan pada masa politik isolasi berlangsung; 1. Tidak ada seorang pun yang diijinkan untuk berpindah tempat tinggal 2. Semua kasus kriminal harus diadili dan dihukum. 3. Semua pernikahan yang melibatkan daimyou harus seijin Tokugawa. 4. Tidak diperbolehkan sama sekali membangun kastil baru, dan bahkan untuk memperbaiki kastil yang sudah ada harus seizin Tokugawa. 5. Apabila menemukan sebuah upaya konspirasi dari lapisan masyarakat manapun harus segera dilaporkan. 6. Para daimyou harus mengikuti urutan kepangkatan yang telah ditentukan. 7. Para daimyou harus mengikuti atruran seragam yang telah ditentukan. Selain peraturan-peraturan yang dibuat khusus untuk mengawasi para pemimpin daerah tersebut, untuk menghindari pemberontakan dan memperketat pergerakan masyarakatnya Tokugawa juga membuat beberapa peraturan yang berlaku untuk mengawasi seluruh populasi masyarakatnya. Berikut adalah beberapa peraturan tersebut; 1. Memeriksa setiap perjalanan, dengan badan administrative khusus dimana setiap penduduk wajib untuk memperlihatkan kartu izin perjalanan kepada pihak setempat. 2. Melarang masyarakat untuk pergi keluar pada larut malam tanpa tujuan yang jelas, khususnya di tempat yang bukan wilayah tempat tinggalnya. 3. Membentuk polisi rahasia untuk melaporkan atas pergerakan manapun yang mencurigakan. 2) Kekaisaran Menurut sejarah, Jepang telah disatukan oleh kerajaan Yamato yang pemimpinnya dipercaya memiliki kekuatan magis sebagai keturunan dari dewi matahari. Berdasarkan hal itulah kemudian Jepang mengawali masa pemerintahannya sebagai Negara monarki yang berturut-turut di pimpin oleh seorang kaisar dari tahun 250 sampai 1185. Namun pada kenyataannya peran dan fungsi kaisar sebagai penguasa pada zaman monarki ini mengalami pasang surut dan berbagai kendala, baik dari pihak bangsawan maupun para pendeta Buddha yang pada waktu itu sedang gencar-gencarnya mempelajari berbagai ilmu dari Cina dan berusaha menerapkannya dalam berbagai bidang. Dan ketika memasuki zaman feudal peran dari kaisar pun semakin terabaikan, sehingga berbagai cara dan upaya dilakukan dari pihak istana untuk terus berusaha mengembalikan wewenang dan kekuasaan ke tangan kaisar. Pada zaman Edo ini untuk menghindari berbagai upaya pemberontakan yang mungkin dapat dilakukan baik dari pihak istana maupun dari kalangan pendukung kaisar, maka pihak pemerintah mengeluarkan peraturan lain tentang pengaturan istana Kyoto. Peraturan yang dikeluarkan oleh Tokugawa ke-2, Hidetada ini dikenal dengan nama Kinchu Narabaini Kuge Shohatto. Isi dari peraturan ini diantaranya adalah ketidakbolehan kaisar untuk melibatkan diri dalam kehidupan politik dan tugasnya adalah memperdalam ilmu dan kebudayaan Jepang; dan kenaikan pangkat para bangsawan istana harus atas ijin bakufu; para pemimpin daerah dilarang memasuki atau menghadap langsung kaisar di istana Kyoto, agar kaisar tidak berkomplot dengan para pemimpin daerah. 3) Sistem Pelapisan Sosial Seperti kebijakan yang berlaku pada masa pendahulunya yaitu Oda dan Toyotomi, sistem pelapisan yang telah dicanangkan oleh kedua pendahulunya tersebut pada zaman Edo diketatkan kembali. Masyarakat dibagi menjadi empat kelas sosial, yang disebut dengan Shinokosho yang merupakan singkatan dari shi artinya bushi atau militer, noo artinya noomin atau petani, Koo artinya koosakunin atau tukang, dan sho artinya shonin atau pedagang. Dan dibawah kelas ini disebut dengan eta dan hinin yang dianggap sebagai kelas terendah yang mungkin dapat disamakan dengan kaum budak. Kelas militer juga dibagi menjadi tiga kelas; shogun yang merupakan kelas militer teratas; lapisan berikutnya gokenin; kemudian kelas dibawahnya disebut Asigaru. Kemudian untuk kelas petani dibagi menjadi dua lapisan yaitu; tuan tanah yang memiliki tanah luas sendiri dan kelas petani penyakap, termasuk petani miskin atau buruh tani. Seperangkat peraturan juga dikeluarkan untuk kelas petani. Yaitu para petani dilarang berpindah tempat tinggal; dilarang menjual ladang atau sawahnya, dilarang pindah pekerjaan, dilarang menanami ladang dan sawahnya dengan tanamantanaman lain kecuali yang sudah ditentukan oleh pemerintah, wajib menyetor pajak kepada pemerintah sesuai jumlah yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Tujuan utama ditetapkannya sistem pelapisan sosial yang ketat ini ialah untuk melaksanakan pengawasan feudal militer secara ketat. Seseorang tidak diperbolehkan menukar status kelasnya, sehingga sistem pelapisan sosial ini berlaku secara turun temurun. Seseorang juga dilarang melakukan perkawinan campuran, sehingga diskriminasi sosial sangat tajam di masyarakat Tokugawa ini. Michael Yoshino (1971), yang telah dikutip kembali oleh Iwan Setiawan S (2004; 99) di dalam pernyataannya menjelaskan bahwa; “Tokugawa feudalism was known as central feudalism in that the regime ruled the nation through nearly three hundred regional lords who in turn, commanded their own retainers and commoners. The Tokugawa regime firmly controlled these feudal fiefdoms through a skill full doling out of awards and punishments and a clever application of rigid, detailed and elaborate devices for control. Of all the ingenious devices employed by the Shogunate perhaps none was more important than its attempt to freeze the society into a legally immutable class structure by classifying the entire populace into the rigid heredity hierarchy of statuses. Below the imperial household and court nobles, four classes were established in the following status order; warriors, farmers, artisan, merchants.” 4) Ideologi masyarakat Tokugawa Pada masa Tokugawa Bentuk feodalisme yang berhasil diterapkan pemerintah Jepang ini dibuktikan dengan dibuatnya “falsafah nasional” bangsa Jepang yang digunakan sebagai pegangan hidup yang dalam bahasa Jepangnya disebut “kokutai no honggi” (prinsip dasar negara), dimana prinsip tersebut menempatkan Kaisar sebagai penguasa negara yang merupakan keturunan langsung dari Amaterasu (Dewa). Selain dari pada itu pada era Tokugawa ini, pemikiran-pemikiran konfusianisme disusun secara sistematis dan kemudian diadopsi menjadi ajaran dasar dalam menyelesaikan permasalahan politik dan juga sosial yang dihadapi bangsa Jepang. Murayama (1982: 108), mengatakan bahwa pada masa Tokugawa pemerintah Jepang memberlakukan doktrin keseimbangan yang bersumber dari ajaran konfusianisme, doktrin ini memberlakukan hal-hal yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara yang isinya antara lain: 1. Kepentingan pemerintah harus ditempatkan di atas kepentingan pribadi, sehingga rakyat harus bersedia untuk berkorban demi kepentingan nasional; 2. Pemerintah selalu berada pada posisi yang lebih tinggi dari pada kedudukan individu. Sehingga jika rakyat ingin maju harus patuh dan mengikuti peraturan pemerintah; 3. Pemerintah adalah abdi masyarakat. Apabila rakyat menghadapi kesulitan dan memerlukan bantuan pemerintah, agar disampaikan secara langsung, jelas dan santun; 4. Kebijakan pemerintah dibuat untuk menciptakan iklim pemerintahan yang harmonis. Untuk itu setiap individu masyarakat harus menyesuaikan dirinya dengan kebijakan pemerintah; 5. Doktrin kesetiaan tidak hanya dipatuhi dan berlaku bagi para samurai, pejabat dan pegawai pemerintah, tetapi juga bagi rakyat secara keseluruhan. Ajaran konfusianisme tersebut yang kemudian melandasi kesetiaan masyarakat Jepang terhadap pemerintah Jepang, dan doktrin ini dianggap telah berperan dalam membentuk karakter masyarakat Jepang dalam membangun pertahanan diri yang kuat dan juga sangat efektif untuk menjaga kelangsungan kekuasaan pemerintah Jepang. Doktrin tersebut juga dilengkapi dengan etika samurai (Bushido) yang didalamnya terkandung nilai; kesetiaan, rela berkorban, disiplin, jujur dan pantang menyerah. Menurut Yamaga Soko (Kenneth G Henshall: 2004:61) seorang penulis dari karya Hagakure (in the shadow of leaves) pada tahun 1716, dan Gorin no Sho (the five rings) pada tahun 1643. yang dalam setiap tulisannya menekankan pentingnya pilosopy dari Bushido yang merupakan aspek terpenting yang harus dimiliki oleh seorang samurai (prajurit) mengatakan; ”Confucianists were very much concerned with knowing one’s place, honouring relationship, respecting order, and doing one’s duty. Because of this values, Confucianism was revived and promoted by the Tokugawa shogunate.” Dengan demikian nilai-nilai Bushido yang dipegang oleh kaum samurai dipengaruhi oleh ajaran Budha dan konfusianisme yang dikembangkan ke seluruh lapisan masyarakat pada masa Shogun Tokugawa. Konfusianisme di Jepang itu dikembangkan untuk memperkuat posisi Shogun dalam masyarakat militer, maka ciri khas konfusianisme Jepang adalah sifat nasionalisnya. Pada masa isolasi (sakoku) konfusianisme merupakan ajaran pokok yang mempertebal etos ”Nasionalisme Jepang”. Kelas samurai secara sangat sadar dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas. Tokugawa Mitsukuni, seorang pangeran ketiga dari Mito, menulis perintah untuk para pengikutnya yang isinya adalah sebagai berikut, ”what, then, the use of the (shi), or (samurai) class? Its only business is to preserve, or maintain giri, the people of the other classes deal with visible things, while the samurai deal with invisible, colorless, unsubstantial things...., if there were no samurai, right (giri) would disappear from human society, the sense of shame will be lost, and wrong and injustice would prevail.” Dan menurut Kawakamu Tasuke ”Bushido” yang pada awalnya berkembang dari kebutuhankebutuhan praktis para prajurit, selanjutnya dipopulerkan oleh ide-ide moral konfusius tidak hanya sebagai moralitas kelas prajurit tetapi juga sebagai landasan moral nasional. Bushido juga merupakan rangkuman nilai-nilai dasar orang Jepang dan juga karena baik pada masa Tokugawa maupun zaman modern etika Bushido paling tidak sebagian besar darinya telah menjadi etika nasional. Berikut adalah pernyataan Kawakamu Tasuke, mengenai Bushido sebagai etika moral; ”Bushido which had originally developed from the practical necesities warriors, come to be popularizedby confucian moral ideas, not only as the morality of the warrior class but as the cornerstone of national morals.” Kemudian Micheal Y. Yoshino dalam Japan’s Managerial System (1971), yang telah di kutip kembali oleh Iwan Setiawan S. Juga Menyatakan bahwa; ”in traditional Japanese society, Bushido was tremendously important, not only because it served as the offocial code of ethics for the samurai class, but also because it became the ethic of the entire Tokugawa society.” Dengan diberlakukannya etika Bushido sebagai moral bangsa bagi seluruh lapisan masyarakat, maka pemerintahan keluarga Tokugawa pada masa Edo ini berharap bahwa hal tersebut dapat membentuk karakter bangsa Jepang dengan sistem feodal yang kuat sehingga kelangsungan kekuasaannya dapat bertahan lama. Nilai-nilai Bushido tersebut antara lain mencakup, Keberanian. Keberanian ini dapat dilihat dari sikap orang Jepang dalam mempertahankan kelompoknya (pengaruh “sistem ie”). Berdasarkan sistem tersebut orang Jepang bahkan bersedia mati untuk membela kelompoknya. Selain itu di dalam etika prajurit (Bushido) juga mengandung nilai-nilai seperti; Ketabahan hati, Setia pada tugas dan sumpah, Memegang teguh janji kehormatan,Tidak mengenal takut dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, Rela menjalani hukuman mati secara mulia (seppuku atau harakiri). Sikap ini sangat terkait dengan nilai-nilai Bushido lainnya. Apabila pada suatu ketika dimana orang Jepang merasa tugas yang dijalankannya gagal, ia merasa bertanggung jawab dan sangat malu. Sebagai konsekuensinya, ia rela menjalani hukuman mati dengan melakukan seppuku atau harakiri demi menjaga nama baik dirinya dan lembaga tempatnya mengabdi. Ia lebih memilih mati, karena masyarakat Jepang menganggap mati lebih terhormat daripada hidup menanggung malu. Selain daripada ideologi konfusianisme, dan etika Bushido, ajaran Shintoisme juga merupakan ajaran tradisional Jepang yang didalamnya banyak mengajarkan mengenai nilai-nilai kesetiaan pada kaisar atau pemimpin dan hormat pada arwah leluhur. Mengenai rasa kesetiaan yang berkaitan erat dengan ketaatan kepada orang tua dan kaisarnya dapat dilihat dalam pernyataan dari Mitsukunisama berikut ini: ”Setiap orang menyadari bahwa orang yang tidak tahu membalas budi kepada orang tuanya juga akan abai terhadap kepentingan pangerannya (kaisar), bahkan terhadap kemanusiaan, dan jelas ia bukan samurai yang terhormat.” Ajaran yang terkandung dalam ”jalan samurai” yaitu selaras dengan pengabdian tanpa pamrih, yang diketahui merupakan kewajiban tertinggi. Yang didalamnya menekankan kesetiaan dan ketaatan kepada leluhur dan orang tua, serta pengabdian tanpa pamrih kepada atasan. Pada masa isolasi ini, ideologi Bushido sudah menjadi ajaran moral bagi seluruh anggota masyarakatnya, sehingga tentunya dengan diberlakukannya hal tersebut sangat memudahkan Shogun Tokugawa dalam menjalankan pemerintahannya agar sesuai dengan harapannya. Berikut adalah sebagaian kutipan dari hagakure (in the shadow of leaves), yaitu suatu lambang patriotisme Bushido; ”dimana pun kita berada, jauh di curuk gunung atau terkubur dalam di bawah tanah, kapan saja atau di mana saja, kewajiban kita adalah menjaga kepentingan pangeran kita. Ini adalah kewajiban setiap laki-laki. Ini adalah tulang punggung kepercayaan kita, tak akan pernah berubah dan selamanya benar. Tidak pernah dalam hidupku aku menempatkan pikiranku sendiri di atas pikiran pangeran dan junjunganku. Dan aku tidak akan pernah melakukannya di sepanjang hari dalam hidupku. Bahkan kalau aku mati aku akan kembali hidup tujuh kali untuk menjaga rumah tinggal pangeranku” ”kita telah bersumpah untuk melakkan 4 hal, yaitu; 1. kita tidak akan pernah kalah dengan siapapun dalam pelaksanaan kewajiban kita. 2. kita akan membuat diri kita berguna bagi pangeran kita. 3. kita akan patuh kepada orang tua kita. 4. kita akan mencapai kejayaan dalam derma.” Didalam ajaran konfusianisme yang didalamnya terkandung pola hubungan yang bersifat hirarki, dan tata cara hidup seorang samurai terdapat ajaran yang dikenal bagi seluruh masyarakat Jepang yaitu ”ON” yang artinya bisa diartikan sebagai hutang, beban yang dipikul, atau kewajiban. Bagi orang Jepang kehidupan-kehidupan yang mereka terima baik besar ataupun kecil, sangat mustahil dapat mereka terima tanpa menyadari bahwa keuntungankeuntungan yang telah mereka terima ini merupakan hutang yang diperolehnya secara pasif. Dalam sejarah Jepang orang yang paling utama di antara sesamanya ini, kepada siapa seseorang berutang, adalah kepada atasan tertinggi dalam lingkup kehidupannya. Ketika pada zaman Edo berlangsung ruang ini ditempati oleh penguasa tertinggi Jepang yaitu Shogun. Yang kemudian pada masa Perang Dunia berlangsung diduduki oleh kaisar. Ruth Benedict dalam, Pedang Samurai dan Bunga Seruni (1982:125) memaparkan skema kewajiban-kewajiban bangsa Jepang dan pemenuhannya sebagai berikut; 1) On: kewajiban-kewajiban yang timbul secara pasif. Artinya on adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh si penerima yang pasif. Contohnya; a) ko on: on yang diterima dari kaisar. b) oya on : on yang diterima dari orang tua. c) nushi no on : on yang diterima dari majikan atau tuan. d) shi no on : on yang diterima dari guru e) dan on yang diterima dalam semua hubungan dengan orang lain selama hidup si penerima. 2) pemenuhan on. Yaitu membayar kembali utangutang ini; atau memenuhi kewajiban-kewajiban ini terhadap orang yang memberinya ”on”. Ada dua jenis pembayaran on. a) Gimu : yaitu pembayaran kembali yang maksimalpun dari kewajiban ini dianggap belum cukup, dan tidak ada batas waktu pembayarannya. Contohnya yaitu; - Chu: kewajiban kepada kaisar, hukum, dan negara. - Ko: kewajiban terhadap orang tua dan nenek moyang - Nimmu: kewajiban terhadap pekerjaan seseorang. b) Giri : utang-utang ini wajib di bayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima, dan ada batas waktu pembayarannya. Contohnya yaitu; i) giri terhadap dunia yang meliputi; (1) kewajiban terhadap tuan pelindung (2) kewajiban terhadap sanak keluarga (3) kewajiban terhadap yang bukan keluarga. ii) giri terhadap nama seseorang, yaitu kewajiban seseorang untuk ”membersihkan” namanya dari penghinaan atau tuduhan atas kegagalan. (1) Kewajiban seseorang untuk tidak menunjukan kegagalan atau ketidaktahuannya dalam melaksanakan tugas. (2) Kewajiban seseorang untuk mengindahkan sopan santun Jepang. Kewajiban-kewajiban tersebut telah melekat bagi seluruh lapisan masyarakat Jepang pada zaman Edo Tokugawa berlangsung. Pemahaman masyarakat Jepang dalam pemenuhan kewajibankewajibannya tersebutlah yang telah berhasil mewujudkan kepentingan shogun Tokugawa dalam memelihara kekuasaannya. Hal ini mempermudah pemerintah dalam upaya mewujudkan masyarakat feodal Jepang yang tak terganggu selama 250 tahun lebih. Adapun beberapa dampak yang diakibatkan dengan diberlakukannya masa isolasi pada era Tokugawa ini adalah; 1. munculnya masa genroku, yaitu kegemilangan dalam karya sastra dan budaya Jepang. 2. angka produksi meningkat melebihi angka populasi. 3. kebutuhan akan beras yang meningkat menimbulkan munculnya tempat peminjaman uang yang akhirnya mengakibatkan perekonomian yang tidak stabil. 4. stabilitas nasional berada dalam keadaan yang damai dan aman, karena faktor struktur politik yang dikendalikan penuh melalui politik isolasi. 5. pembagian kelas sosial yang dibentuk telah membantu mempertahankan kelangsungan kekuasaan dari para samurai dan pemerintah c. Akhir Kebijakan Jepang telah mengalami keterasingan dari segala informasi dunia. Namun disisi lain negara asing terutama bangsa Barat sedang terkontaminasi dengan ideologi Kapitalisme yang sedang menjamur. Hal itu membuat bangsa barat mulai mengibarkan sayapnya dengan mau tidak mau harus mencari daerah pemasok modal, maka dari itu bangsa barat mulai mencoba datang ke Jepang dan merentangkan tangannya ke sana untuk melakukan hubungan kerjasama. Bangsa barat yang mulai mencoba pertama kali menjejaki Jepang adalah Rusia pada tahun 1792 sebelum itu Rusia sudah meluaskan wilayahnya hingga ke Siberia. Orang yang pertama diutus untuk ke Nemuro di Hokkaido adalah Adam Laxmann ia diutus untuk memulangkan awak kapal Jepang yang kandas di Perairan Rusia, selain itu juga Rusia membuat dan mengajukan nota resmi yang memohon dibukanya hubungan antara Rusia dan Jepang. Dengan pembuatan nota perjanjian resmi tersebut Bakufu memberitahu utusan tentang kebijakan tentang isolasi diri, ia akan membahas tentang apa yang dilakukan oleh Rusia dengan melakukan rapat mengenai itu di Nagasaki, dan meminta Rusia agar kembali ke negaranya terlebih dahulu. Setelah Rusia kembali ke negaranya, ia menyuruh utusannya untuk pergi ke Nagasaki untuk memenuhi permintaan Jepang, namun lagi-lagi perwakilannya itu diusir oleh Jepang. Hal tersebut membuat Rusia marah dan melakukan kekerasan dengan kekuatan militernya untuk menyerang Jepang bagian utara. Bakufu pun bergerak dengan melakukan pengawasan langsung Hokkaido dan membuat pertahanan disana. Setelah Rusia gagal dalam melakukan perjanjian kemudian datang Amerika (Commodore Biddle) dengan tujuan membuka hubungan perdagangan dengan Jepang pada 1846, hasilnya juga gagal. Karena hal tersebut Amerika tidak berhenti untuk tetap menaklukan Jepang pada 8 juli 1853, (Commodore Perry) seorang Squadron Hindia Timur dari Amerika kembali mencoba melakukan perjanjian dengan Jepang dengan membawa kapal perang di Teluk Edo. Perry membawakan surat dari presiden Amerika Millard Fillmore, suratnya tersebut berisikan pernyataan bahwa Amerika ingin membuka hubungan baik dengan Jepang dan meminta perlakuan yang baik bagi awak kapal yang karam di laut Jepang, diberikan dan dibebaskan dalam pengisian batu bara dan perbekalan di pelabuhan-pelabuhan Jepang kemudian intinya adalah izin untuk bisa melakukan hubungan perdagangan dengan Jepang. Tidak berhenti di sepucuk perjanjian dari presiden Amerika, Perry secara khusus memberikan surat juga kepada Jepang yang isinya apabila Jepang tidak menyetujui permintaan Amerika, maka pada musim semi berikutnya Amerika akan datang dan akan membawa kekuatan yang lebih besar dan kuat. Akhirnya surat tersebut diterima oleh Bakufu dan ia meminta untuk diberikan pertimbangan untuk menanggapi balasan surat tersebut kepada daimyo. Namun hasil dari tanggapan para daimyo malah membuat perselisihan paham antar mereka, ada yang mengizinkan Amerika untuk berhubungan dengan Jepang, dan ada yang menuntut supaya diusir dari Jepang atau menolaknya. Sebenarnya ada alasan khusus mengapa Amerika menginginkan Jepang untuk bisa berhubungan dengannya, karena pada saat Amerika meluaskan wilayahnya yang mencangkup California dan Meksiko. Saat berhasil mendapatkan California Amerika mendapatkan pantai yang luas wilayahnya hingga perairan Pasifik. Lalu pada saat itu Shanghai menjadi tempat terpenting dalam perluasan perdagangan Amerika dan Amerika berencana untuk membuka jalur pelayaran baru dari San Francisco di California ke Shanghai. Ada laporan juga yang masuk dari Belanda bahwa Jepang memiliki pulau-pulau kecil yang ada endapan batu bara yang menurut Amerika itu sangat menguntungkan baginya dan membuat Amerika bersikeras memaksa Jepang. Tidak lama berselang Rusia kembali ke Jepang dengan membawa 4 pasukan Angkatan laut yang dipimpin oleh Laksamana Putyatin yang singgah di Nagasaki, mereka memiliki tujuan yang sama dengan Amerika tentang hubungan perdagangan. Rusia memaksa Jepang agar membuka pelabuhannya sebagai tempat persinggahan dan perdagangan. Namun tetap saja Bakufu tidak memberikan jawaban mengenai permintaan Rusia. Pasukan Amerika kembali datang ke Jepang pada Februari 1854, dengan dipimpin Perry dan delapan kapal beserta pasukannya ia menaggih jawaban dari Jepang. Sebelum itu setengah tahun setelah Perry datang untuk pertama kalinya para kaum Edo khususnya bagi penentu kebijakan telah berdiskusi dengan para kamu Feodal di Jepang. Akhirnya dalam keadaan yang tidak jelas itu membuat Abe Masahiro, salah satu anggota dewan senior Tokugawa (rôjû), memutuskan untuk menerima sebagian besar apa yang diinginkan oleh Amerika, apabila upaya yang lain tidak bisa dilakukan. Karena Amerika akan mempersiapkan kekuatan yang akan menghancurkan Jepang. Kebijakan yang sangat tidak populis, namun tidak bisa dihindari. Semuanya menganggap bahwa ini adalah sebuah keputusan yang besar dan sangat bersejarah bagi 2,5 abad dalam kepemimpinan Bakufu Tokugawa. Peristiwa ini juga membuka pintu diskusi dan kritik terhadap seluruh kebijakan bakufu walaupun berdampak pula dengan turunnya prestise dan wewenang Tokugawa. Namun tetap saja pendapat Abe mendapatkan penolakan dari daimyo karena terlalu ambigu dan mereka tidak mau Jepang dimasukin negara Asing lagi setelah Portugis. Namun para penguasa feodal setuju dengan Abe dimana Jepang harus mulai membuka hubungan perdagangan dengan bangsa Asing lalu keuntungannya digunakan untuk memperkuat pertahanannya. Sementara ada yang menolak bahwa tidak boleh membuat kesepakatan apapun da menolak bangsa Amerika. Kondisi yang lebih tersebut akhirnya membuat Abe turun tangan dan membuat perjanjian dengan Amerika dan membuat Perundingan di Yokohama, dibawah meriam kapal Amerika, namun Perry menunjukan sikap yang tidak bisa menerima pendapatan dari Jepang. Kondisi yang tidak jelas itu akhirnya memaksa Abe untuk menerima sebagian besar usul Perry. Kemudian pada 31 Maret 1854, bertemu perjanjian dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang dinamakan dengan perjanjian Persahabatan Jepang-Amerika Serikat (Nichibei Washin Jôyaku). Berikut alasan mengapa perjanjian tersebut dibuat : 1. Pemerintahan Bakufu tetap mempertahankan politik isolasi, karena takut dengan dibukanya jalur perdagangan itu akan memunculkan imperialisme oleh bangsa asing. 2. Pada tahun 1842, Tiongkok telah dibuka untuk bangsa asing oleh Inggris, (Perang Candu) membuat Tiongkok habis terbagi menjadi daerah-daerah kecil, kecuali Jepang yang belum disinggung-singgungkan. 3. Amerika membutuhkan tempat beristirahat dalam perjalanan dari pantai barat Amerika dan Tiongkok. Kebetulan Jepang tempat yang paling dekat untuk bersinggah dan memiliki potensi perdagangan (teh dan sutera) yang menguntungkan. 4. Kepulauan Jepang adalah tempat loncatan ke Tiongkok yang baik. Adapun isi perjanjian persahabatan antara Jepang-Amerika Serikat yaitu : 1. Terciptanya perdamaian yang nyata dan menyeluruh, serta perjanjian yang benar terjadi antara sahabat yaitu Amerika dengan kekaisaran Jepang. 2. Pelabuhan Shimoda dan Hokadate dijamin oleh Jepang sebagai tempat yang bisa dimasuki oleh kapal-kapal Amerika. 3. Apabila ada awak kapal atau kapal dari Amerika ada yang karam atau kecelakaan maka awal kapal ke Shimoda dan Hokadate akan menolong Amerika. 4. Konsul Jendral dibuka di Shimoda. Setelah dibuat perjanjian tersebut, negara Barat lainnya seperti Inggris, Rusia dan Belanda membuat perjanjian perdagangan yang sama dengan Amerika. Hal tersebut membuat Jepang terbuka untuk bangsa asing, dan pada akhirnya politik isolasinya Jepang sudah gugur yang telah berlangsung dua abad. Dalam suatu perjanjian itu Jepang merasa bahwa ada dua pelabuhan yang dianggap tidak penting namun terisolasi, akhirnya dibuka yaitu Shimoda yang terletak di ujung Semenanjung Izu yang bergunung-gunung dan pelabuhan Hokodate yang ada di Hokkaido. Mereka juga menyepakati penempatan konsulat Amerika di Shimoda dan berjanji memperlakukan awak kapalnya karam dengan baik. Tidak ada perjanjian menyangkut hak dan pasal perdagangan. Dengan bergerak cepat Amerika menempatkan Jendralnya yang bernama Townsend Harris, seorang mantan pengusaha, ia tiba di Shimoda pada 1856. Harris memiliki suatu peran yang sangat penting untuk menekan bakufu agar membuka perdagangan dengan Amerika. Dalam suatu krisis untuk pertama kalinya shogun meminta pertimbangan seorang kaisar untuk kembali merundingkan permintaan Amerika. Namun, Ii Naosuke, Abe Masahiro, dan Tokugawa Yoshinobu (Keiki), yang merupakan para pembela bakufu agar menyetujui permintaan Amerika dan terbentuklah perjanjian perdagangan antara Jepang dan Amerika yang dikenal dengan (Nichibei Shûkô Tsûshô Jôyaku), yang isinya: 1. Pajak akan dibayar kepada pemerintahan Jepang dari barang yang di ekspor oleh Jepang sesuai dengan tarif yang telah disepakati bersama. 2. Jika tawaran diterima oleh pemilik, maka harga penjualan dimiliki oleh Jepang tanpa potongan. 3. Barang untuk kebutuhan kapal Amerika boleh dibongkar dan ditumpuk dalam gudang dan tidak wajib membayar pajak. 4. Akan tetapi jika barang dijual kepada Jepang maka penjual harus membayar pajak kepada Jepang. 5. Pemasukan candu dilarang, kapal Amerika hendak berdagang candu lebih dari 3 kali beratnya, maka kelebihannya menjadi hak milik Jepang atau dimusnahkan. Selain itu, perjanjian ini juga berisi: 1. Orang Amerika jika bersalah maka harus diadili di pengadilan konsulat Amerika, dan mendapatkan hukuman sesuai hukum Amerika. 2. Orang Jepang Bersalah maka harus diadili oleh penjabat Jepang dan dihukum dengan hukum Jepang. 3. Pengadilan Amerika terbuka untuk orang Jepang yang mempunyai hutang dan memungkinkan dapat ganti terhadap tuntutan mereka. 4. Pengadilan Jepang terbuka untuk orang Amerika yang mempunyai hutang dan memungkinkan dapat ganti terhadap tuntutan orang Jepang. 5. Amerika dan Jepang tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk pembayaran yang dilakukan oleh warganya masing-masing. Setelah perjanjian tersebut dirundingkan dan ditandatangani 29 Juli 1858, Jepang harus membuka 4 pelabuhan lain selain Hakodate untuk jalur perdagangan yaitu Kanagawa, Nagasaki, Niigata dan Hyogo. Nampaknya perjanjian yang dibuat dengan Amerika membuat negara barat yang lain ingin mengikuti jejaknya dalam berhubungan dengan Jepang. Duta Besar khusus Inggris mempelajari perjanjian yang dibuat oleh Amerika kepada Jepang lalu mencontohnya, dia adalah Lord Elgin. Ia membuat perjanjian yang hampir sama dengan Amerika dengan menambahkan pasal yang menyangkut perlakuan sama antar negara yang berdagang di sana. Elgine menyelesaikan perjanjian itu pada tanggal 26 Agustus 1858, tidak lama lagi perjanjian semacam itu dibuat oleh negara lainnya seperti perancis, Rusia dan Belanda. Sayangnya hal ini membuat Jepang termakan dengan kekacauan internasional, dan itu semua lebih banyak disebabkan oleh negara Asing. Hal ini terjadi karena bangsa Barat menganggap dirinya yang paling berkuasa dan paling hebat daripada negara-negara di Timur, tak terkecuali Jepang. Lama kelamaan hal ini membuat bangsa Barat mendominasi dan membuat ketidakadilan dengan perjanjian yang telah disepakatinya. Bangsa Barat sudah tidak lagi peduli dengan biaya pajak ataupun hukum yang berlaku, bahkan mereka bisa dengan mudahnya menikmati hak ekstrateritorial yang bukan milik mereka. d. Dampak Pembukaan Politik Sakoku oleh Jepang Perjanjian Shimoda (1854) Sebuah perjanjian yang dibuat oleh Amerika dan Jepang sebagai bentuk perjanjian persahabatan untuk pembukaan pelabuhan Jepang sebagai persinggahan Amerika dari pantai barat menuju Tiongkok. Perjanjian ini juga menjadi simbolik untuk perjanjian perdagangan bebas yang pada akhirnya membuka politik isolasi di Jepang dan membuat bangsa Asing banyak yang ikut untuk membuat perjanjian denagn Jepang agar bisa berhubungan. Inti isi dari perjanjian ini adalah dibukanya pelabuhan Shimoda dan Hokodate yang bebas dilalui oleh bangsa-bangsa yang sudah memiliki perjanjian dengan Jepang. Karena Jepang menganggap bahwa dua pelabuhan ini tidak penting dan tidak berpengaruh juga terhadap negara Jepang. Pada tahun 1858 Jepang kembali membuka pelabuhan-pelabuhan lainnya untuk memperluas wilayahnya agar bisa dilewati sebagai jalur perdagangan bebas. Pelabuhannya diantaranya adalah Yokohama, Nagasaki, Kobe, Tokyo, dan Osaka, dan Nigata. Dampak dari Pembukaan Jepang bagi Bangsa Asing diantaranya: 1. Meluapnya Perasaan Anti Shogun Hal ini terjadi karena para masyarakat kecewa terhadap keputusan para shogun yang dianggap terlalu mudah takluk dengan ancaman yang diberikan oleh bangsa Asing. Dan semua menganggap bahwa mereka telah menjual tanah airnya sendiri kepada bangsa Asing dengan menandatangani perjanjian antara Jepang dengan bangsa Eropa yang lainnya. 2. Gerakan Pro-kaisar (Tenno)semakin kuat Para masyarakat mendukung penuh Komei Tenno sebagai orang yang kuat untuk menolak dan tidak menandatangani perjanjian dengan bangsa Asing yang pada akhirnya membuka politik Isolasi yang sudah dua abad lebih dialkukan. Sehingga semua memaksa shogun untuk turun dan menyerahkan kekuasaan negara kepada Kaisar. Intinya masyarakat sudah tidak lagi percaya dengan para shogun yang dianggap sangat lemah. 3. Terjadinya Restorasi Meiji (pengembalian kekuasaan Tenno kepada Meiji Tenno). Pada 8 November 1867 M, para shogun menyerahkan kekuasaan kepada para kaisar karena aspirasi dari rakyatnya dan itu juga merupakan usaha keras dari kaisar Koumei. Tetapi kaisar Koumei telah meninggal dunia delapan bulan sebelum Shogun terakhir meletakkan jabatannya pada 3 Februari 1867 M. Akhirnya jabatan kaisar digantikan kepada Kaisar Mutsuhito yang saat itu masih berusia 14 tahun, masa pemerintahannya dikenal sebagai nama Kaisar Meiji (Meiji Tenno). Pada 25 Januari 1868-30 Juli 1912 kaisar Meiji sudah resmi diberikan kekuasaan sepenuhnya untuk memegang pemerintahan di Jepang saat itu. Pengalihan kekuasaan kepada kaisar Meiji inilah yang pada akhirnya menimbulkan perubahan yang sangat signifikan bagi Jepang yang dikenal dengan Restorasi Meiji yang disebut sebagai masa pemulihan Jepang untuk kembali dalam kebangkitan. Bangsa Jepang juga pada akhirnya memikirkan cara untuk modernisasi dengan cara mencari bagaimana mengejar ketertinggalan yang sangat jauh dari arus yang sudah berkembang saat itu. Berbagai cara yang dilakukan : 1. Bidang Pemerintahan Jepang mencoba memperbarui tatanan pemerintahannya karena ingin benar-benar berubah. Jepang membuat pemerintahan diatur secara barat dengan menggunakan sistem Monarki Parlementer, dimana seluruh kekuasaan berada ditangan pemimpin atau kaisar. 11 Februari 1890 Jepang mengesahkan UUD yang dilakukan oleh kaisar. Ada pemerintahan yang dihapuskan yaitu daimyo. 2. Angkatan Perang Jepang menjadikan angkatan perang menjadi dua bagian yang dipegang oleh keluarga Chosu dan keluarga Satsuma yang akan meniru angkatan perang milik barat caranya. Keluarga Chosu memegang angkatan perang dengan meniru sistem yang ada di Jerman. Sedangkan keluarga Satsuma dan meniru sistem angkatan laut milik Inggris. Para mentri juga akan bertanggung jawab langsung kepada kaisar yang pada akhirnya akan tercipta Gunbatsu (Pemerintahan diktator militer). 3. Bidang Industri Jepang ingin mensetarakan industrinya sama dengan Eropa agar bisa mengejar ketertinggalan yang sudah sangat lama sekali, oleh karena itu semua tenaga yang memiliki keahlian dan potensial akan dikirim untuk belajar teknologi industri di Eropa. Disisi lain juga Jepang berhasil mendatangkan mesin-mesin dari negara inggris dengan menjual hasil alamnya yaitu teh dan kain sutera yang memiliki nilai jual sangat tinggi. 4. Bidang Pendidikan Jepang sangat mengutamakan tentang pengetahuan agar bisa sejajar dengan bangsa barat sehingga ia memberikan wajib belajar bagi anak-anak yang ada di Jepang dengan sekolah wajib selama 6 tahun dengan tanpa perbedaan. Selain itu Jepang memiliki terobosan untuk mengirim pelajar yang sangat berpotensi untuk sekolah dan menyerap ilmu diluar negeri khususnya di Eropa untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan tekhonologi, agar bisa diterapkan di negaranya sendiri. B. Restorasi Meiji 1. Penyebab Restorasi Meiji Jepang merupakan negara dengan bentuk pemerintahan kekaisaran, sehingga secara teoretis pemegang kekuasaan tertinggi adalah kaisar. Namun dalam praktiknya, sejak abad ke-12, yang memiliki peran dan kekuatan besar dalam menjalankan pemerintahan adalah panglima militer atau shogun. Sementara kaisar memiliki peran terbatas dalam aktivitas sosial politik, bahkan hanya menjadi semacam simbol. Selama shogun berkuasa, tidak jarang terjadi peperangan dan pemberontakan yang berupaya memulihkan peran kaisar. Konflik semakin memanas saat Keshogunan Tokugawa mulai berkuasa pada 1633. Pasalnya, dinasti ini menjalankan kebijakan baru yang dikenal dengan nama "sakuku", di mana orang Jepang tidak boleh pergi ke luar negeri, begitu pula sebaliknya. Upaya menutup diri juga dilakukan dengan melarang peredaran buku-buku berbahasa asing. Alasan utama penerapan kebijakan sakuku adalah, Tokugawa khawatir Jepang akan mendapatkan pengaruh buruk dan dikuasai oleh pihak asing. Kebijakan ini terbukti mematikan ekonomi Jepang. Memasuki abad ke-18, timbul kemerosotan ekonomi akibat bencana alam dan korupsi. Untuk menyiasati kondisi itu, pemerintahan Tokugawa lantas menaikkan pajak kepada petani, yang kemudian menyulut penolakan serta kerusuhan di berbagai daerah. Dari pihak asing, muncul tekanan agar Jepang kembali membuka diri dan menormalkan hubungan perdagangan dengan negara-negara Barat. Jepang baru bersedia membuka hubungan ketika armada militer Amerika Serikat yang dipimpin oleh Komodor Matthew Perry berlabuh di negaranya pada 1853. Namun, masuknya kembali bangsa-bangsa asing ke Jepang membuat Tokugawa kehilangan wibawanya dan dianggap mengingkari janji oleh rakyatnya. Dikombinasikan dengan faktor-faktor internal, yakni krisis ekonomi dan pemerintahan Tokugawa yang goyah, tuntutan agar kekuasaan pemerintahan dikembalikan ke tangan kaisar terus bergaung. Alhasil, kelompok anti-shogun pun bermunculan di Jepang, utamanya di Satsuma dan Choshu. 2. Perang Boshin Dalam perkembangannya, kelompok anti-shogun di Satsuma dan Choshu mulai menjalin kontak dengan Inggris dan Amerika agar mau membantu memodernisasi pasukan mereka. Upaya modernisasi militer yang dilakukan kelompok anti-shogun mulai membuahkan hasil pada 1866. Keberuntungan kembali berpihak kepada mereka saat Kaisar Komei meninggal dan digantikan oleh putranya, Matsuhito, yang nantinya dikenal sebagai Kaisar Meiji. Menyadari kekuatannya semakin rapuh dan tekanan terus berdatangan, Tokugawa akhirnya setuju untuk mundur dari posisinya sebagai shogun pada November 1867. Kendati demikian, mereka masih memiliki pengaruh kuat dalam aktivitas pemerintahan Jepang. Hal inilah yang berakibat pada pecahnya Perang Boshin antara pasukan Tokugawa melawan pasukan pro-kekaisaran. Perang Boshin menjadi titik awal dari gerakan Restorasi Meiji dan kemajuan Jepang. Pada 1868, pasukan kekaisaran berhasil menguasai tiga dari empat pulau utama di Jepang, yakni Kyushu, Shikoku, dan Honshu. Dalam perang ini, perlawanan pasukan dan pendukung Tokugawa akhirnya dapat dihentikan pada Mei 1869. 3. Tokoh Restorasi Meiji Restorasi Meiji diprakarsai oleh Kaisar Jepang Matsuhito atau Kaisar Meiji dan berlangsung antara tahun 1866-1869. Pada periode ini, Jepang memasuki era baru, yang dimulai dengan penghapusan politik isolasi oleh Kaisar Meiji. Kaisar Meiji mereformasi Jepang secara mendasar dan menekankan pada pembaharuan kehidupan manusia melalui pembangunan industri serta teknologi. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan Jepang dari negara-negara Barat sekaligus menaikkan posisinya di mata internasional. Salah satu kebijakan Restorasi Meiji adalah mengirimkan para pemuda untuk belajar ke luar negeri. Mereka dikirim ke Amerika dan Eropa untuk mempelajari bidang teknologi yang dapat diterapkan di negaranya. Di saat yang sama, Jepang juga mengundang para pakar dan ahli dari luar negeri untuk mengajar di negaranya. Hasilnya, dalam waktu relatif singkat, Jepang tumbuh menjadi sebuah negara industri yang maju. Selain Kaisar Meiji, berikut ini beberapa tokoh penting selama Restorasi Meiji. a. Saigo Takamori (pemimpin Satsuma) b. Kido Takayoshi (pemimpin Choshu) c. Sakamoto Ryoma (pencetus aliansi Satsuma dan Choshu) d. Fukuzawa Yukichi (modernisasi pendidikan) 4. Dampak Restorasi Meiji Restorasi bukan hanya mengenai pengembalian kekuasaan kepada Kaisar, tapi sebagai titik tolak perkembangan Negara Jepang menuju Negara yang maju dan modern dalam berbagai bidang, antara lain: a. Dalam Bidang pemerintahan. Setelah terjadinya Restorasi Meiji, sistem pemerintahan Negara Jepang bergeser dari Negara Feodal menjadi Negara Monarki. Pimpinan Negara pun telah dikembalikan kepada Kaisar. Jepang pun berusaha untuk menyusun UUD dan sistem ketatanegaraan. Sejak tahun 1882, beberapa orang Jepang memulai survey UUD Negara Barat dan akhirnya memilih konstitusi Negara German sebagai contoh UUD Jepang yang baru. Pada tanggal 25 Februari 1889 diumumkan dan diberlakukan pada tahun 1890. UUD Jepang yang baru bersifat Monarkis dan Kaisar memegang kekuasaan tertinggi (Kaisar dianggap sebagai dewa tertinggi). Meskipun belum sempurna, namun UUD 1889 adalah UUD modern kedua di Asia setelah UUD Ottoman Empire (Turki) pada tahun 1876. Jepang akhirnya berkembang menjadi Negara yang maju dan diperhitungkan hingga akhirnya ikut terseret dalam Perang Dunia II dan akhirnya mengalami kekalahan. Kekalahan ini membawa dampak luka yang sangat besar bagi rakyat. Ada yang menganggap ikutnya Jepang dalam perang ini karena Konstitusi Jepang yang kurang baik yang tidak bisa membatasi kekuasaan eksekutif hingga akhirnya terjadi perubahan UUD dan konstitusi di Negara Jepang. Pada tanggal 3 November 1946 diumumkan konstitusi baru dan berlaku pada tanggal 3 Mei 1947. UUD ini dikenal dengan UUD 1947. UUD ini sangat berbeda dengan UUD 1889. Dalam UUD 1947 diberlakukan pembatasan kekuasaan Kaisar, Kaisar sebagai symbol rakyat, membatalkan kekuatan militer dan penolakan perang serta kedaulatan rakyat. Jika UUD 1889 mengikuti konstitusi German maka UUD 1947 lebih banyak mencontoh Negara Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat menguasai Jepang setelah Perang Dunia II sebagai pemenang pihak yang menang pada Perang Dunia II. Namun,ada pihak yang menganggap bahwa UUD 1947 yang berlaku hingga saat ini bukan milik warga Jepang, tapi paksaan dari luar (Amerika Serikat). Namun dikarenakan UUD Jepang termasuk UUD Rigid, maka prosedur perubahan UUD jauh lebih susah daripada UUD biasa. Sampai saat ini, perubahan UUD adalah salah satu isu krusial yang membagi kanan dan kiri aliran politik. b. Pendidikan Selama pemerintahan Tokugawa pendidikan di sekolah hanya melanjutkan pendidikan dan keterampilan yang didapatkan seorang anak didalam keluarganya. Sekolah hanya sebagai pelengkap. Setelah Restorasi Meiji, bidang pendidikan merupakan yang mendapatkan perhatian khusus. Pendidikan mulai melakukan modernisasi dan banyak meniru sistem Barat. Jepang banyak mengirimkan pelajar-pelajar untuk melakukan pendidikan di Negara-negara Eropa salah satunya adalah Fukuza Yukichi yang akhirnya menjadi bapak pendidikan Jepang. Pada tahun 1886 pemerintahkan wajib beajar di sekolah dasar selama tiga atau empat tahun. Kemudian perauran itu diubah pada tahun 1900 pendidikan wajib diberika cuma-cuma dan pada tahun 1908 menjadi enam tahun. Setelah Perang Dunia II masa wajib belajar menjadi Sembilan tahun hingga kini, mencakup sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama. c. Militer. Selama masa feodal dan Tokugawa, militer dipegang dan dikendalikan oleh Golongan Samurai secara turun temurun. Namun setelah masa Restorsi Meiji, Jepang membangun militer dengan bantuan Negaranegara Barat. Jepang bekerjasama dengan Negara Inggris dalam mengembangkan Angkatan Laut. Pemerintah juga segera mangambil alih fasilitas pembuatan senjata dan penggunaannya untuk industri perang. Pada tahun 1873 pemerintah memberlakukan wajib militer untuk menggantikan pola lama yang didasarkan pada kelas bagi dinas militer. Wajib militer ini diberlakukan untuk semua laki-laki berumur 20 tahun keatas. Disamping itu Jepang juga mengirimkan seorang utusan bernama Yamagata Aritomo ke Perancis dan Prusia (Jerman) untuk mempelajari organisasi militer modern model Barat. Sekembalinya ke Jepang Yamagata Aritomo membentuk tentara yang terdiri atas para Samurai dan rakyat umum. Pada tahun 1878 Yamagata mengorganisasikan Staf Angkatan perang Jepang menurut model Perusia (Jerman) dan pada tahun 1883 sebuah akademi Militer dibangun, sehingga para perwira muda Jepang tidak perlu dikirim untuk belajar ke luar negeri. Rencana pembangunan Angkatan Laut dimulai dengan pembuatan badan-badan kapal oleh Jepang sendiri. Pembinaan pertahanan nasional Jepang didasarkan atas dua unsur, angkatan Pertahanan diri dan system keamanan kolektif dengan Amerika Serikat. d. Ekonomi Sebagian besar masyarakat selama masa feodal Jepang hidup dengan mengandalkan usaha keluarga yang dijalankan secara turun temurun. Karena itu kehidupan ekonomi tidak berkembang dengan baik. Namun setelah Restorasi Meiji, ekonomi Jepang mengalami perkembangan yang pesat. Seiring dengan kedatangan bangsa Barat dan perkembangan ilmu pengetahuan Jepang menjadi salah satu negara yang maju. Sebelum Restorasi Meiji, Jepang adalah negara dengan masyarakat agrikultur dan hanya meneruskan usaha keluarga secara turun temurun. Namun pasca Restorasi Meiji, Jepang menjadi sangat unggul dalam bidang manufaktur. Sarana untuk memajukan kehidupan ekonomi pun mulai dikembangkan. Jepang membangun jalan raya dan jalur kereta api. Jepang juga mendirikan bank-bank untuk mempermudah transaksi ekonomi. Pemerintah juga membangun berbagai industri, setelah industri tersebut dapat berjalan dengan baik kemudian secara bertahap akan dijual kepada pihak swasta dengan harga yang murah. Meskipun kesulitan karena kurangnya modal dan kurangnya pengalaman, Jepang hanya melakukan peminzaman modal kepada Inggris. Jepang tidak ingin modal asing menguasai perekonomian di Negara mereka. e. Budaya Walaupun zaman Meiji merupakan titik balik dalam perkembangan politik, ekonomi dan pendidikan Jepang, namun dalam bidang kebudayaan hampir tidak memperlihatkan perubahan-perubahan besar. Pakaian Kimono, upacara minum teh, seni merangkai bunga dan pembuatan taman pemandangan alam, yang berpangkal pada kebiasaan dan adat istiadat Jepang yang telah berlaku sejak ratusan tahun yang lalu merupakan sendi-sendi kebudayaan Jepang. Orang Jepang amat memperhatikan perkembangan seni, baik sebagai penonton maupun pelaku. Sejak perang telah terjalin pertukaran seni internasioal dengan giat. Banyak lukisan Jepang dan karya-karya seni lain nya dipamerkan diluar negeri. Beberapa kebudayaan Jepang yang tetap dilestarikan hingga saat ini: 1. Festival Hinamatsuri Hinamatsiru adalah festival yang dirayakan oleh para gadis dan anak perempuan. Mereka akan menggunakan kimono terbaik yang mereka miliki dan bersilaturahmi ke rumah teman dan tetangga. Pada festival ini biasanya dipajang sejumlah boneka atau Hina Ningyo di setiap rumah, sehingga festival ini juga disebut Festival Boneka. Pada awalnya, Hinamatsuri dirayakan setiap hari ke-3 bulan 3 menurut Kalender Lunisolar/Kalender Suryacandra (kalender yang menggunakan fase bulan sebagai acuan utama, namun juga menambahkan pergantian musim dalam perhitungan tahunnya), setelah terjadinya Restorasi Meiji, dan Jepang mulai menggunakan Kalender Masehi, perayaan Hinamatsuri berubah menjadi tanggal 3 maret. 2. Teater Tiga bentuk penting drama klasik Jepang adalah Noh, Bunraku (drama Jepang) dan Kabuki. Namun diantaka ketiga drama ini yang paling popular adalah Kabuki. Kabuki adalah bentuk drama Jepang yang berasal dari Noh (lebih banyak menggunakan nyanyian dan tarian) dan Bunraku serta mencakup seni- seni teater lainnya. Drama ini berkembang pada penghujung abad ke-17. Awalnya kabuki dipertunjukkan oleh rombongan wanita. Namun setelah Restorasi Kabuki ini hanya dimainkan oleh para pria saja dengan menggunakan riasan yang mencolok, cerita kabuki yang awalnya bersifat Feodal pun mulai ditinggalkan dan berubah menjadi cerita yang lebih moderen. Seni drama ini juga memperoleh reputasi Internasional dan sejak tahun 1955 telah diadakan sebelas perjalanan pertunjukan ke luar negeri. (Jepang Dewasa Ini, Tanpa angka tahun: 142) 3. Pakaian Pakaian Barat mulai menyebar setelah Restorasi Meiji. Pakaian Barat mulai dipakai oleh para pegawai pemerintahan dan pada acara-acara resmi, namun baru beberapa lama kemudian pakaian tersebut menjadi popular di kalangan rakyat biasa. Selama masa-masa sulit, masa perang antara tahun 1930 dan 1945, pakaian Barat yang lebih sederhana menggantikan kimono yang dinilai tidak praktis. Pada masa pendudukan Amerika Serikat pasca perang, periode dimana terjadi Westernisasi besar-besaran, banyak orang beralih dari pakaian masa perang ke pakaian Barat. Mulai sekitar tahun 1960, pakaian Barat menjadi pilihan yang lebih disukai oleh mayoritas masyarakat Jepang, kimono umumnya hanya disimpan untuk acara-acara special dan telah dimodifikasi dalam bentuk yang lebih sederhana. 4. Agama Kebebasan agama dijamin bagi setipa orang berdasarkan konstitusi 1946. Pada permulaan abad ke 19 suatu gerakan Shinto patriotic mulai menanamkan pengaruhnya. Setelah Restorasi Meiji dalam tahun 1868 dan khususnya selama perang dunia ke II, Shinto dianggap sebagai agama Negara dan amat ditunjang oleh para penguasa. Namun berdasarkan konstitusi, agama Shinto tidak lagi menerima bantuan resmi atau hak-hak istimewa, walaupun masih memainkan peranan penting seremonial dan simbolis dalam banyak aspek kehidupan Jepang. C. Pendudukan Jepang di Indonesia 1. Latar Belakang Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang. Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor. Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia- Belanda adalah untuk menguasai sumbersumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama. 2. Pendaratan Jepang di Indonesia Pasukan Jepang sejak awal berusaha menguasai Indonesia sejak pecah perang Pasifik. Alasannya, Angkatan Perang Jepang (Dai Nippon) membutuhkan minyak bumi dan bahan mentah lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan angkatan perangnya. Pada 10 Januari 1942, tentara Jepang telah mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur kemudian disusul dengan penguasaan daerah Balikpapan, Pontianak dan Banjarmasin. Daerah-daerah pertambangan minyak di Kalimantan dengan mudah dikuasai Jepang. Tentara Jepang bergerak ke Suamtera, menduduki Palembang pada 14 Februari 1942. Sehingga makin mudah merebut Pulau Jawa. Tentara Jepang menjalankan siasat perang kilat (Blitz Krieg) untuk mewujudkan Imperium Asia Timur Raya. Dalam menghadapi ekspansi Jepang, Sekutu membentuk ABDACOM (American, British, Dutch, Australian Command) dengan markas di Lembang, Bandung. Sementara itu Letjend Hein Ter Poorten diangkat sebagai Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL). Namun dalam waktu relatif singkat tentara Jepang dapat menguasai hampir seluruh kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. 3. Pendudukan Jepang di Indonesia Markas besar Kemaharajaan Jepang membentuk tentara umum selatan, yang meliputi: Tentara ke-14 dipimpin Letjend Honma Masaharu dengan wilayah operasi di Philipina. Tentara ke-15 dipimpin Letjend Iida Shojiro dengan wilayah operasi di Thailand dan Burma. Tentara ke-16 dipimpin Letjend Imamura Hitoshi dengan wilayah operasi di Indonesia (Hindia Belanda). Tentara ke-25 dipimpin Letjend Yamashita Tomoyuki dengan wilayah operasi di Malaya (Malaysia). Selain itu, terdapat beberapa divisi dalam struktur pasukan tersebut. Pada 1 Maret 1942, tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang yang dipimpin Letjend Hitoshi Imamura telah mendarat di Pulau Jawa di tiga tempat, yaitu: Di teluk Banten, Jawa Barat Di Eretan Wetan, Jawa Barat Di Kragan, Rembang, Jawa Barat Tentara Jepang dengan mudah merebut kota-kota penting di Jawa seperti Batavia, Bandung dan lain-lain. Pada 8 Maret 1942, Letjend Hein Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia menyerah tanpa syarat kepada pasukan Jepang. Perundingan penyerahan tersebut berlangsung di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Dalam Perundingan Kalijati, dari Jepang diwakili Gubernur Jenderal Imamura,
sedangkan dari pihak Belanda diwakili Gubernur Jenderal Tjarda dan Jenderal Ter Poorten. Pada 8 Maret 1942 dimulai zaman pendudukan Jepang di Indonesia.