1
kinerja administrasi secara lebih efektif, efisien dan
ekonomis.
2
mendekonstruksikan atau merekonstruksikan teori yang
telah ada sebelumnya menuju ke eksistensinya yang
lebih kokoh dan lebih baik, tetapi lebih cenderung
mengutamakan teknologi yang mengabaikan ideologi
administrasi. Jadi ini adalah persoalan fokus bukan
persoalan lokus ilmu administrasi.
3
Untuk itulah maka Cristopher Hood menyarankan hal-
hal sebagai berikut :
1. menyerahkan tugas-tugas sektor publik kepada
manajer profesional;
2. menetapkan secara eksplisit standar dan ukuran
kinerja;
3. menegaskan pentingnya “hasil” dari pada “proses”,
sehingga hasil terus-menerus dikendalikan;
4. meningkatkan efektivitas dan efisiensi dengan
mendesentralisasikan tugas-tugas ke bawah unit lain
di luar;
5. membangun sifat “kompetisi” di lingkungan sektor
publik;
6. meniru gaya praktek manajemen swasta;
7. meningkatkan disiplin dan hemat dalam
menggunakan sumber-sumber “to do more with less”
4
“prosedur” atau tegasnya lebih mengutamakan
teknologi manajemen dari pada idiologi manajemen.
Contohnya adalah sejak lama Herbert Simon (dalam
bukunya Administrative Behaviour, 1946) tidak setuju
bahwa tujuan pemerintahan itu hanya ingin mengejar
efisiensi ekonomis dan mengabaikan efisiensi
administrative. Bahkan H. G. Frederickson dalam
Toward a New Public Administration, 1971,
menegaskan bahwa “administrators are not neuitral.
They should commited to both good management and
social equity as values, things to be achived, or
rationales”, dan pada bagian lain ia menjelaskan pula
bahwa gerakan menuju ke administrasi negara baru
“seeks not only to carry out legislative mandates as
efficienctly and economicallyas possible, but to both
influence and executive policies which more generally
improve the quality of life for all”. Hal ini disebabkan
karena memang setiap administrator (baik publik
maupun bisnis) itu harus mempunyai akuntabilitas
administrative/manajerial, politik, hukum, moral dan
profesional. Mereka tidak bisa keluar dari koridor
akuntabilitas ini.
5
salah satu (yang manapun) dari kedua hal itu bisa dinilai
miss leading!.
6
almost endless period of moderate growth, low
unemployment, and minimal inflation”.
7
bisa menjadi bekal yang cukup dalam menjalani
kehidupannya.
8
mikro konstruktivistik. Hal ini tentu saja masih bersifat
“detable”, artinya bisa disetujui ataupun bisa juga tidak.
9
Filsafat Administrasi Kepemimpinan dan Akuntabilitas Publik
Sejarah Pemikiran Administrasi Pemerintahan Wiraswasta
Teori Administrasi Publik Akuntansi dan Auditing Sektor Publik
Adm. Management Manajemen Publik Monitoring dan Evaluasi
Teori Pengambilan Keputusan Geografi Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi Publik Analisis Kebijakan
Teori Organisasi Publik Implementasi Kebijakan
Politik Administrasi Keuangan Negara Evaluasi Kebijakan
Manajemen Sumber Daya Aparatur Studi Kelayakan Sosial
Administrasi Perbekalan Pemerintahan Lokal
Ekologi Administrasi Publik Teori Pembangunan
Domain
Legal Hubungan Antar Lembaga Pemerintah dan Manajemen Program dan Proyek
Administrasi
Masyarakat Perencanaan Pembangunan
Publik
Perumusan dan Penyusunan Kebijakan Administrasi Pembangunan
Publik Isu-isu Kontemporer Pembangunan
Politik dan Administrasi Perpajakan
Sosial Community Organization
Administrasi Pelayanan Publik Monitoring dan Evaluasi Proyek
Anggaran Keuangan Publik Sosiologi Birokrasi
Evaluasi Program dan Pengukuran Kinerja Pemberdayaan Warga dan Komunitas
Etika Birokrasi
Kultural Teori Pilihan Publik
Manajemen Kinerja Administrasi Publik dan Perubahan Sosial
Manajemen Strategi Sektor Publik Reformasi Administrasi
10
A. Pengertian Dan Dua Pola Pemikiran Terhadap Administrasi Publik
1. John M. Pfiffner;
“Public Administration involvesthe implementation of public policy
which has been outline by political body”
(administrasi publik meliputi pelaksanaan kebijakan negara yang telah
ditetapkan oleh badan perwakilan politik).
Di Indonesia, sebagai pelaksanaan kebijakan negara adalah badan
eksekutif, sedangkan badan perwakilan politik (MPR dan DPR) yang
menetapkan kebijakan negara.
2. Leonard D. White;
Administrasi Publik adalah semua kegiatan atau usaha untuk
mencapai tujuan dengan mendasarkan kepada kebijakan negara.
3. E.H. Litcfiled;
Administrasi Negara adalah suatu studi mengenai bagaimana
bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, dilengkapi tenaga,
tenaganya dibiayai, digerakkan dan dipimpin.
11
4. Gerald E. Caiden;
Administrasi Publik adalah fungsi dan pembuatan keputusan,
perencanaan, perumusan tujuan dan sasaran penggolongan
kerjasama dengan DPR dan organisasi-organisasi kemasyarakatan
untuk memperoleh dukungan rakyat dan dana bagi program
pemerintah pemantapan dan jika perlu perubahan organisasi,
pengerahan dan pengawasan pegawai, kepemimpinan, komunikasi,
pengendalian dan lain-lain fungsi yang dijalankan oleh lembaga
eksekutif dan lembaga pemerintahan lainnya.
5. Felix A. Nigro
Public Administration :
a. Suatu usaha kelompok yang bersifat kooperative dalam
lingkungan pemerintah;
b. Meliputi seluruh ketiga cabang pemerintah, eksekutif, yudikatif dan
legislatif serta pertalian diantara ketiganya;
c. Mempunyai peranan penting dalam formulasi kebijaksanaan
publik dan merupakan bagian proses politik;
d. Amat berbeda dengan administrasi privat;
e. Berhubungan erat dengan berbagai macam kelompok. Kelompok
privat dan individual dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat;
12
itu bermuara pada fungsi untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat (public service).
Ilmu administrasi publik disamping bidang studi yang amat penting juga
merupakan bidang kajian yang khas yang mempunyai ciri khusus
diungkapkan oleh caiden (1971, 1982) bahwa administrasi publik
mempunyai 7 (tujuh) kekhususan yang meliputi :
1. Kehadirannya tidak bisa dihindari;
2. Mengharapkan kepatuhan;
3. Mempunyai prioritas;
4. Mempunyai kekecualian;
5. Manajemen puncaknya adalah politik;
6. Kinerjanya sulit diukur;
7. Lebih banyak harapan diletakkan di atas pundak administrasi publik.
Selama suatu negara itu eksis, keberadaan administrasi publik tidak bisa
dihindari. Bahkan ketika negara-negara dianak Benua Asia dan Afrika
terlepas dari kungkungan penjajah, keberadaan Administrasi Publik tidak
ikut terpengaruh. Apapun yang terjadi administrasi publik harus tetap
ada, karena keberadaan administrasi publik melekat dengan keberadaan
negara dan masyarakat.
13
Ciri khas lain yang dimiliki oleh administrasi publik adalah kekecualian,
keganjilan atau kenylenehan. Walaupun tujuan setiap organisasi,
termasuk administrasi publik adalah efktivitas dan efisiensi, namun
efektivitas dan efisiensi dalam administrasi publik bersifat khas. Ia tidak
hanya mendasarkan pada ukuran yang sifatnya rasional murni, tetapi
memakai pola ukuran irasional dan bahkan kontra rasional. Meminjam
istilah Simon, maka rasionalitas di bidang administrasi publik adalah
bounded rationality. Sebagai contoh adalah proyek padat karya, suatu
proyek yang apabila dilihat dari sudut ekonomis rasional murni
merupakan proyek yang tidak efisien, namun dari sudut administrasi
publik dipandang efisien. Hal ini bisa terjadi karena tiada lain sudut
pandang administrasi publik adalah bersifat komprehensif. Ia
memandang sesuatu tidak hanya dari sudut ekonomis melulu melainkan
dari sudut manajemen, psikologi, sosiologi dan utamanya sudut
pandangan politik. Oleh karenanya maka tiada suatu lembaga yang lebih
peka terhadap politik selain administrasi publik. Ini ciri lain administrasi
publik yaitu manajemen puncaknya adalah politik.
Salah satu akibat sudut pandang yang tidak ekonomi rasional murni
adalah adanya warna politik administrasi publik yang akibat lanjutannya
adalah kesulitan di dalam mengukur kinerja administrasi publik. Ukuran
kinerja administrasi publik sangat bersifat subyektif, walaupun tidak
pernah meninggalkan ukuran yang objektif. Apakah tidak sebaiknya
membangun perpustakaan umum dari pada membangun taman dan
monumen, apakah tidak sebaiknya SDSB versi baru dari pada
menghentikan ijin operasinya, apakah perlu TAPORNAS atau tidak,
adalah serangkaian pertanyaan yang sulit dijawab dengan ukuran
objektif rasional murni.
14
administrasi publik merupakan ilmu baru. Ada faktor-faktor yang
mendorong kelahirannya. Faktor-faktor dimaksud lekat dengan
kebutuhan tuntutan masyarakat seringkali didunia keilmuan, kehadiran
administrasi publik dipandang dengan rasa takjub, karena
sumbangannya yang begitu besar dalam proses kemajuan dan
peradaban manusia. Malahan ada orang yang secara angkuh
menyatakan bahwa ada atau tiadanya peradaban tergantung pada ada
atau tiadanya administrasi. Dunia terus berkembang, masyarakat terus
tumbuh dan maju diiringi dengan berkembangnya persoalan masyarakat
yang memerlukan penyelesaian secara tuntas dan memuaskan, semua
ini merupakan wilayah kerja administrasi publik. Untuk dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat tersebut, diperlukan
suatu bidang studi yang disebut Ilmu Administrasi Publik yang membantu
kita tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan administrasi
aparatur negara, memberikan ketrampilan dalam bidang teknik, sistem
dan prosedur administrasi serta memberikan cara mengolah dan
mengorganisasikan berbagai macam energi sosial dan melakukan
evaluasi kegiatan-kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
Dalam kehidupan nyata ditengah-tengah masyarakat, peran administrasi
publik sangat dominan bagi kehidupan masyarakat, sehingga studi
administrasi publik sangat penting dan tidak perlu diragukan lagi. Itu
sebabnya Charles A. Beard menyatakan bahwa tidak ada subyek yang
lebih penting dari pada administrasi publik. Masa depan dari masyarakat
beradap, bahkan kelangsungan hidup dari peradaban itu sendiri akan
sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina dan
mengembangkan administrasi publik yang mampu memecahkan
masalah masyarakat, bahkan dalam masyarakat modern, administrasi
melaksanakan fungsi publiknya mulai dari penyediaan angkutan umum
sampai dengan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup. Kesemuanya
itu dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sejak lama dipertanyakan apakah administrasi negara itu ilmu atau seni,
maka sekarang telah terjawab, karena dewasa ini telah diakui
administrasi publik ialah seni dan juga ilmu. Dwight Waldo menyatakan :
15
Public Administration sebagai ilmu jika diingat akan fungsinya yang
nampak sebagai suatu studi yang sistematis dan sebagai seni jika diingat
akan fungsi praktisnya. Selanjutnya ia dapat berarti (1) lapangan
penyelidikan ilmu, suatu disiplin ilmu atau studi; (2) suatu proses atau
kegiatan mengenai urusan-urusan publik. Presthus dengan terang-
terangan mengakui pandangan bahwa administrasi publik adalah
sebagai ilmu dan seni dalam merancang dan melaksanakan
kebijaksanaan publik.
Jadi administrasi publik yang dipandang sebagai ilmu juga sebagai seni
sebab ia memenuhi persyaratan yang ditunjukkan baik untuk ilmu
maupun untuk seni. Nampak cukup banyak yang memahami pandangan
tersebut, dengan mengikuti definisi Dwight Waldo antara lain :
1. Administrasi publik adalah organisasi manajemen dari manusia dan
benda guna mencapai tujuan pemerintah;
2. Administrasi publik adalah suatu seni dan ilmu tentang manajemen
yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan negara.
16
Selanjutnya Stahl menambahkan sikap administrasi publik, yaitu :
1. Ia harus melayani semua orang secara sama;
2. Ia harus tidak memihak dalam pertentangan masyarakat;
Dengan merumuskan rumusan yang agak lain namun mempunyai
jiwa yang sama Dimock and Dimock membedakan antara
administrasi publik dan bisnis dari 6 (enam) aspek :
a. Outonomy;
b. Motivation;
c. Personnel methods;
d. Force and control;
e. Nature;
17
meragukan identitas administrasi publik. Krisis identitas yang dihadapi
administrasi publik sekarang ini merupakan sambungan dari krisis
historis dalam administrasi publik. Langkah pertama yang disarankan
oleh Vincent Ostrom untuk memecahkan hal tersebut adalah dengan
melakukan dianogsis terhadap krisis identitas tersebut sebagai masalah
ulangan sejarah pembebasan ilmu. Thomas S. Khun dalam suatu
studinya mengenai “The Structure of Scientific Revolution” telah
memberikan suatu analisis yang berdayaguna sebagai seorang sejarah
ilmu. Khun membedakan praktek dari ilmu dan revolusi ilmuah.
Karakteristik esensial dari ilmu adalah persetujuan umum mengenai
dasar paradigma teoritis atau kerangka dalam mana masyarakat ilmuah
memberikan andil asumsi-asumsi teoritis definisi dan hubungan-
hubungannya. Dengan terminologi Khun secara jujur harus diakui bahwa
administrasi publik memang tidak mempunyai paradigma teoritis. Caiden
mencatat bahwa banyak teori dalam administrasi publik tetapi sangat
sedikit teori dari administrasi publik karena itu seringkali administrasi
publik dipandang sebagai suatu studi interdisipliner dengan berbagai
macam fokus atau pusat perhatian. Tidak ada disiplin lain yang begitu
rajin meminjam konsep-konsep atau teori-teori dari ilmu lainnya kecuali
administrasi publik. Beranekaragamnya perhatian administrasi publik
dengan nyata diperlihatkan dalam setiap tahap perkembangannya. Felix
Negro mengemukakan pusat perhatian administrasi publik dalam 3 (tiga)
tahapan yang terdiri dari :
1. Tahap awal (the early period);
2. Tahap sesudah perang dunia II (the period since world war II);
3. Tahap administrasi negara baru (the new public administration).
18
pengetahuan dapat dipandang sebagai ilmu apabila memenuhi dua
ukuran berikut :
19
adalah lahirnya dorongan yang sangat kuat untuk menjadikan
administrasi publik sebagai ilmu. Namun di lain pihak dampak negatif
yang segera dirasakan adalah tak adanya unsur inofatif dari administrasi
publik. Administrasi publik hanya sebagai unsur pelaksana dan terbatas
pada masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran
dalam birokrasi. Munculnya buku Introduction To The Study Of Public
Administration pada tahun 1936 buah karya tulis White, dianggap
sebagai tonggak bersejarah, dengan lahirnya buku ini administrasi publik
mulai memperoleh legitimasi akademiknya. Buku ini merupakan buku
teks yang pertama yang membahas administrasi publik. Lahirnya buku
White tersebut menambah keyakinan para Sarjana Administrasi publik
bahwa bidang ini dapat dijadikan disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Maka
keyakinan tersebut mengkristal menjadi suatu paradigma baru dalam
ilmu administrasi publik yaitu paradigma prinsip-prinsip administrasi
publik.
20
Prinsip-prinsip tersebut dapat dipelajari sebagai masalah teknis, tanpa
memandang utjuan orang yang ada di dalamnya maupun Undang-
Undang apapaun, teori sosial atau politik yang mendasari terciptanya
asosiasi tersebut (Henry, 1992). Dikatakan pula White (Henry, 1992)
bahwa pedoman kegiatan administrasi publik bagi Rusia sama seperti
untuk Inggris, Pedoman Administrasi Irak sama seperti untuk Amerika
dan seterusnya.
21
tidak hanya tetap berada dalam ilmu politik, akan tetapi harus
mempunyai kaitan konsepsual. Kaitan konsepsual antara administrasi
publik dan politik adalah proses pembuatan keputusan. Administrasi
publik lebih menekankan pada proses internal pembuatan keputusan,
yaitu pembuatan kebijaksanaan dalam tubuh birokrasi serta
penyampaiannya kepada masyarakat. Sedangkan politik lebih
menekankan pada proses eksternal. Dalam kaitan itulah pada tahun
1952 Martin (Henry, 1992) menyarankan diteruskannya dominasi ilmu
politik dalam administrasi publik walaupun diakui bahwa Simon adalah
pengkritik yang sangat menonjol, namun sebenarnya jauh sebelum
Simon mengemukakan kritik terhadap prinsip administrasi publik, sudah
banyak pakar yang mengkritiknya, seperti yang datang dari Barnard,
Dahl, Marx dan Waldo. Marx (1946) misalnya beranggapan bahwa
prinsip birokrasi yang optimal tidaklah dapat ditemukan dalam realitas,
sehingga konsep value free administration sebenarnya adalah value
laden politics. Bahkan Waldo secara tegas dan kritis membantah adanya
prinsip administrasi yang tak dapat diganggu gugat dan melihat
terjadinya inkonsistensi serta interpretasi yang sempit terhadap konsep
ekonomi dan efisiensi (Henry, 1992:26).
22
terpisah dari ilmu politik. Sementara keinginan untuk meniadakan prinsip
administrasi sebagai disiplin ilmu tersendiri, sejajar dengan disiplin ilmu
yang lain, tidak kalah pula gemanya. Usaha untuk menjadikan
administrasi sebagai ilmu normatif kembali muncul ke permukaan,
walaupun kadar normatifnya sudah jauh berkurang, maka lahirlah
paradigma administrasi publik sebagai ilmu administrasi.
23
dengan hakekatnya masing-masing. Pemisahan ini bukan berarti
diantara keduanya tak terkait satu sama lain.
Fokus utama dari Neo Public Administration tidak lagi pada masalah-
masalah administrasi publik tradisional seperti efisiensi, efektivitas dan
teknik-teknik administrasi yang lain. Administrasi publik baru lebih
menekankan pada teori-teori normatif, filosofi dan aktivisme. Hal yan
banyak dibahas adalah yang berkenaan dengan nilai, etika, keadilan
sosial, hubumgan antara birokrasi dengan pihak yan dilayani serta
masalah-masalah yang luas seperti urbanisasi, teknologi dan kekerasan.
Hal yang baru menjadi penekanan dari gerakan ini ialah segi moral dan
karenanya administrasi tidaklah netral. Adanya kritik pedas yang
dilontarkan, telah menghentakkan para sarjana administrasi publik
tradisional untuk mempertimbangkan kembali, gema ini melahirkan
paradigma baru yaitu paradigma administrasi publik sebagai administrasi
publik.
24
dengan jumlah yang cukup menggembirakan. Menurut catatan Henry
(1992) yang mengutip hasil studi orang lain dapat diungkapkan hal-hal
sebagai berikut. Antara tahun 1973-1978 jumlah sekolah profesional
yang secara khusus mempelajari public administration dan public affairs
meningkat sebesar 21%. Sebagian besar mahasiswa yang mempelajari
administrasi publik berada pada program studi di sekolah profesional
yang secara khusus mempelajarkan ilmu administrasi publik dalam
merekrut mahasiswa minoritas dan wanita. Pada tahun 1978, 11% dari
mahasiswa tingkat PMA adalah orang kulit hitam dan hampir 22% adalah
wanita. Walaupun belum ada data yang akurat, di Indonesia minat
terhadap public administration dapat diduga melonjak terus. Dan sampai
saat ini belum ada jurusan Administrasi Publik (di PTN) yang tutup.
Birokrasi Neo-Klasik. Nilai yang dianut dan ingin dicapai paradigma ini
adalah serupa dengan paradigma pertama; tetapi yang merupakan lokus
dan fokusnya berbeda. Lokus dari paradigma 2 ini adalah “keputusan”
yang dihasilkan oleh birokrasi pemerintahan, sedangkan fokusnya adalah
proses pengambilan keputusan dengan perhatian khusus kepada
penerapan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisa sistem, dan penelitian
operasi. Tokoh teoritisi pendukung paradigma ini antara lain adalah
Simon (Administrative Behavior, 1948), dan Cyert dan March (A
Behavioral Theory of the Firm, 1963).
25
Kelembagaan. Fokus perhatian paradigma ini terletak pada pemahaman
mengenai perilaku birokrasi yang dipandang juga sebagai suatu
organisasi yang kompleks. Masalah-masalah efisiensi, efektivitas, dan
produktivitas organisasi kurang mendapatkan perhatian. ‘The scholars
are generally “positivist” in their perspective, searching for order in
complex organization or for discernible patterns of bureaucratic behavior”
(Fredericson, 1976 : 160). Salah satu perilaku birokrasi yang
diungkapkan oleh paradigma ini adalah perilaku pengambilan keputusan
yang bersifat gradual dan incremental, yang oleh Linblom dipandang
sebagai satu-satunya cara untuk memadukan kemampuan dan keahlian
birokrasi dengan preferensi kebijaksanaan dan berbagai kemungkinan
bias dari bejabat-pejabat politis (Charles Lindblom, 1965). Tokoh-tokoh
lain dari paradigma ini adalah Thompson (organization in Action : The
Social Science Bases of Administrative theory, 1967, Mosher
(Democracy and the Public Service, 1968), dan Etzioni (A Comparative
Analysis of Complex Organizations, 1961).
26
Administrasi Negara Baru. Fokus dari administrasi negara baru meliputi
usaha untuk mengorganisasikan, menggambarkan, mendesain, ataupun
membuat organisasi dapat berjalan ke arah dan dengan mewujudkan
nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan dengan
pengembangan sistem desentralisasi dan organisasi-organisasi
demokratis yang responsif dan mengundang partisipasi, serta dapat
memberikan secara merata jasa-jasa yang diperlukan masyarakat.
Karakteristik administrasi negara baru, menurut Fredericson menolak
bahwa para administrator dan teori-teori administrasi bersifat netral atau
bebas nilai dan nilai-nilai sebagaimana dianut dalam berbagai paradigma
tersebut di atas adalah relevan sekalipun terkadang bertentangan satu
sama lain. Masalahnya kemudian, penyesuaian politik dan administrasi
bagaimana yang harus dilakukan untuk mendorong tercapainya nilai-nilai
tersebut. “If bureaucratic responsiveness, worker and citizen participation
in decision making, social equity, citizen choice and administrative
responsibility for program effectiveness are the constellation of values to
be maximised in modern public administration, what are the structural
and managerial means by which these values can be achieved
(Frederickson, 1967 : 1167-69).
27
diasumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan,
kebutuhan, motif dan tujuan, di antara pendukungnya terdapat antara
lain Downs (1967), dan Simon (1973), b) Model Sosiologik (Sosio-
psikologik), berlandaskan bidang pengetahuan antropologi, sosiologi,
dan psikologi perilaku melihat pengaruh timbal balik antara sikap dan
perilaku individu dan hubungan dengan lingkungannya yang
kompleks, di antara pendukung teori ini terdapat Bem (1970); dan c)
Model Pengembangan Hubungan manusia, memusatkan perhatian
pada tujuan yang ingin dicapai dan pengembangan berbagai sistem
motivasi menurut jenis motivasi dan disain organisasi yang cocok
yang dipandang akan dapat memaksimumkan kegairahan kerja dan
produktivitas. Di antara pendukung teori ini terdapat Maslow (1954),
Mc Gregor (1961) dan Bennis (1969). Dalam rangka kemungkinan
penerapan ketiga teori tersebut Bryant dan White berpendapat “the
most fruitful way to combine them is to use the rational model to
explore the extent to which people are able to make choices and
pursue goals, the social psycholocal model to sensitize us to ways in
which peoples’ choice are formed, and the humanist model to
condider the possibilities of value change and development within the
context of organizations” (Coralie Bryant dan Louise G.White, 1982 :
101).
Akhirnya ada baiknya kiranya kita secara singkat melihat pandangan dari
Kast dan Rosenzweig, yang membagi perkembangan pemikiran
“paradigmatis” dalam bidang pengetahuan organisasi dan manajemen
sebagai berikut: (1) Konsep organisasi dan manajemen Tradisional,
berisikan teori-teori Weber, Taylor, dan Fayol dan lainnya sebagaimana
terdapat pada paradigma 1 dan 2 dari Nicholas henry ataupun paradigma
1 dari Frederickson; (2) Konsep perilaku dan Ilmu Manajemen, berisikan
teori-teori psikologi, sosial psikologi, budaya, dan rasionalitas
pengambilan keputusan, serta lain-lainnya sebagaimana terdapat pada
paradigma 4 dari Nicholas Henry, dan Paradigma 2 dari Frederickson;
dan (3) Konsep organisasi dan manajemen Modern, berisikan
pendekatan sistem dan kontingensi, yang menganjurkan adanya
keterpaduan dalam pendekatan perilaku yaitu antara yang bersifat
psikologi dan sosial-kultural psikologi dengan yang berkembang dalam
kubu ilmu menejemen. Selanjutnya, Kast dan Resenzweig (1981 : 108-
114) mengemukakan bahwa struktur internal setiap “sistem organisasi”
terdiri atas beberapa sub-sistem: goals dan values (yang bersumber dari
lingkungan sosial budaya yang luas), technical (termasuk ilmu
pengetahuan dan tehnologi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas),
psychosocial (terdiri dari individu dan kelompok individu dengan berbagai
sikap, aspirasi, motivasi, status, interaksi, dan sebagainya), structural
(berisikan pembagian pekerjaan dan koordinasi, dengan pola
28
kewenangan dan sistem komunikasi tertentu), dan managerial
(berperanan untuk melakukan kepemimpinan dalam organisasi serta
dalam interaksinya dengan lingkungannya). Di samping yang
menganjurkan untuk memandang organisasi dalam perspektif
interaksinya dengan lingkungannya paradigma ini membuka
kemungkinan gabungan sejumlah teori dan metodologi yang terdapat
dalam berbagai paradigma, misalnya dalam paradigma Klasik sampai
dengan Paradigma Administrasi Negara Baru dari Frederickson, dan dari
paradigma 2 sampai dengan 5 dari Nicholas Henry. Kemungkinan
dikemukakan bahwa dalam pendekatan kontingensi terdapat anggapan
bahwa organisasi dengan lingkungan dan berbagai sub sistem di
dalamnya bersifat “sebangun”. Fungsi manajemen yang pokok adalah
memaksimumkan “kesebangunan” tersebut. Keserasian antara
organisasi antara organisasi dengan lingkungannya disertai disain yang
serasi antar dan dalam berbagai sub-sistemnya akan menghasilkan nilai
yang lebih tinggi dalam tingkat efisiensi, evektifitas, dan kepuasan para
anggota. Pendekatan kontingensi melihat adanya pola hubungan tertentu
untuk organisasi yang berbeda dengan pemahaman yang lebih baik
mengenai pola interaksi antar berbagai variabel relevan di dalam
berbagai kemungkinan pengembangan sistem administrasi yang lebih
efektif.
29
negara bersifat “value laden”, berdiri di atas suatu sistem nilai, dan
bertujuan mewujudkan nilai-nilai tertentu.
30
3) Perubahan konfigurasi tersebut tidak hanya berdampak pada
tantangan praksis, namun berdampak pula pada tatanan teoritis
administrasi negara.
Pada tataran teoritis dampak tersebut mengejawantah ke dalam :
a) Perubahan Terminologi;
Istilah publik tidak lagi diterjemahkan ke dalam “negara” tetapi
diterjemahkan ke dalam “publik”. Demikian pula istilah administrasi
yang dulunya dianggap lebih luas dari pada manajemen, sekarang
kondisinya telah terbalik. Istilah administrasi dianggap lebih sempit
dan terbatas fungsinya jika dibandingkan dengan manajemen,
oleh karenanya maka istilah (old) Public Administration
“disarankan perlu” diganti dengan (new) Public Management.
b) Konsekuensi dari butir 3a tersebut adalah perubahan ruang
lingkup studi administrasi negara.
Administrasi publik yang secara singkat dapat dikatakan sebagai
studi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan sektor publik,
berdasarkan paradigma baru disebut juga dengan New Public
Management (Hood,1991), Market Based Public Administration
(Rosenbloom, 1993) atau Enterpreneurial Government (Osborne
ad Gaebler, 1992).
Paradigma ini menekankan pada :
Perhatian yang lebih besar pada hasil prestasi merupakan
tanggung jawab (accountable) dari setiap pegawai (aparatur);
Membangun suasana organisasi yang fleksibel, seluruh
sumber daya (organisasi, personil dan tata laksana)
digerakkan secara fleksibel;
Tujuan organisasional dan personal ditetapkan secara jelas
dan berdasarkan kriteria yang jelas;
Pejabat senior harus tahu politik dan bukannya buta apalagi
membutakan terhadap persoalan politik;
Fungsi administrasi negara adalah menghadapi dinamika
pasar, yang salah satunya adalah melakukan contracting out.
31