Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Selama satu atau dua dekade terakhir ini dapatlah


diketahui bahwasannya telah terjadi perkembangan
yang begitu pesat dalam ilmu administrasi. Kemajuan
yang dicapai oleh ilmu administrasi sungguh sangat
menggembirakan seiring pula dengan kemajuan ilmu-
ilmu lain baik eksakta, non-eksakta, maupun humaniora,
dsb.

Namun demikian, disisi lain juga dapat dilihat dan


dirasakan adanya ketimpangan dalam tubuh disiplin
ilmu administrasi tersebut. Di satu sisi banyak para
ilmuan administrasi yang begitu getol dan tertarik
perhatiannya dalam mengembangkan perbagai sub-
disiplin ilmu yang lebih banyak terkonsentrasi pada
aspek teknologi administrasi (administrative technology)
karena memang sedang “laris-manis” di pasar ilmu,
sedangkan pada sisi yang lain yang terkait dengan
aspek ideologi administrasi (administrative ideology)
kurang mendapat sentuhan dan perhatian yang serius
dan memadai. Telah terjadi erosi pemikiran pada diri
ilmu administrasi sehingga ilmu administrasi telah
kehilangan phillosophical bachground-nya yang sangat
penting.

Hal tersebut di atas ditandai dengan adanya fenomena


begitu gemebyarnya pelbagai macam wacana,
penelitian dan kajian-kajian applied administrative
science seperti persoalan-persoalan eComerce,
eGovernment, Human Resources Management,
Accounting System, Balance Score Card, Organization
Learning, Benchmarking, Strategic Planning, dst, yang
semua itu terkait dengan administrative tools yang
dipergunakan sebagai alat/upaya untuk meningkatkan

1
kinerja administrasi secara lebih efektif, efisien dan
ekonomis.

Dalam administrasi, masalah “lokus” administrasi


sebagai disiplin ilmu yang sudah selesai (walaupun
mungkin administrasi publik masih dalam bayang-
bayang ilmu politik, pemerintahan dan hukum, serta
administrasi bisnis masih berada dalam bayang-bayang
ilmu ekonomi dan manajemen), artinya bahwa
administrasi itu telah diakui posisi keilmuwannya secara
kokoh dan eksistensinya telah diterima secara luas,
karena telah memiliki substansi dan metodologi yang
sangat jelas dan kuat serta telah mampu berkiprah
dalam meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera.

Walaupun demikian, karakteristik keilmuan yang


senantiasa skeptis terhadap apa yang telah dicapai oleh
ilmu administrasi telah membuahkan pelbagai
penelitian, pemikiran dan perenungan yang serius dan
aktif yang hasilnya menggugat kembali teori, model,
paradigma administrasi yang ada selama ini. Mucillah
teori-teori, model dan paradigma yang baru yang dinilai
lebih baik dan lebih cocok dengan kebutuhan dan
konteks kekinian. Hal ini adalah lumrah, dan bahkan
memang harus demikian agar administrasi sebagai
“science” dan “art” terus maju dan berkembang
menjalankan misinya mensejahterakan kehidupan
masyarakat. Hal ini pula yang mendorong Thomas Kuhn
menulis karya monumentalnya The Structure of
Scientific Revolution (1962). Yang menegaskan bahwa
kehadiran sebuah ilmu berjalan secara revolusioner,
artinya keberadaan sebuah ilmu terus-menerus digugat
menurut kesempurnaan eksistensinya secara
revolusioner : paradig 1 – normal science – anomaly –
crisis – revolution – paradigm 2.

Persoalan pokok yang dihadapi sekarang, adalah


lahirnya teori-teori administrasi baru yang mencoba

2
mendekonstruksikan atau merekonstruksikan teori yang
telah ada sebelumnya menuju ke eksistensinya yang
lebih kokoh dan lebih baik, tetapi lebih cenderung
mengutamakan teknologi yang mengabaikan ideologi
administrasi. Jadi ini adalah persoalan fokus bukan
persoalan lokus ilmu administrasi.

Dapatlah dipahami bahwasannya pada tataran


administrasi publik telah terjadi pergeseran paradigma
dari Traditional Public Administration menuju ke (New
Public Management) misi yang dibawa oleh “gerakan”
public management ini adalah menggugat eksistensi
dan peran traditional administration yang dinilai gagal
meningkatkan kinerja pemerintahan.

Paling tidak ada 6 (enam) alasan menurut Owen E.


Hughes (1994) mengapa traditional administration harus
diganti, yaitu :
1. administrasi publik tradisional ternyata telah gagal
mencapai tujuannya secara efektif dan efisien,
sehingga perlu diganti menuju ke orientasi
kepencapaian kinerja dan akuntabilitas;
2. peran birokrasi klasik (Weberian) yang kaku, yang
lebih menonjolkan self interest harus diubah menuju
ke kondisi organisasi publik, kepegawaian dan
pekerjaan yang lebih fleksibel;
3. kurang jelas dan tegasnya penetapan tujuan
organisais dan pribadi, serta tiadanya ukuran kinerja,
harus diganti dengan tujuan yang lebih jelas dan
penetapan ukuran keberhasilan kinerja;
4. kurangnya komitmen politik para staf pada elite
politik yang berkuasa dari pada skedar bersikap non-
partisan atau netral;
5. peran-peran apa yang dijalankan pemerintah kurang
didasarkan pada tuntutan dan sinyal pasar;
6. adanya tendensi yang kuat untuk mengurangi peran
pemerintah dengan melakukan kontrak/kerja dengan
pihak lain, atau lewat privatisasi.

3
Untuk itulah maka Cristopher Hood menyarankan hal-
hal sebagai berikut :
1. menyerahkan tugas-tugas sektor publik kepada
manajer profesional;
2. menetapkan secara eksplisit standar dan ukuran
kinerja;
3. menegaskan pentingnya “hasil” dari pada “proses”,
sehingga hasil terus-menerus dikendalikan;
4. meningkatkan efektivitas dan efisiensi dengan
mendesentralisasikan tugas-tugas ke bawah unit lain
di luar;
5. membangun sifat “kompetisi” di lingkungan sektor
publik;
6. meniru gaya praktek manajemen swasta;
7. meningkatkan disiplin dan hemat dalam
menggunakan sumber-sumber “to do more with less”

Gerakan “managerialism”, sebagai sebuah gerakan


“administrative technology” di sektor publik sebenarnya
bukanlah hal yang baru, karena sejak jamannya F.
Taylor dengan gerakan “manajemen ilmiah” tahun 1912,
kemudian L. Gulick & L. Urwick, 1937, dengan gerakan
“prinsip-prinsip manajemen”, sampai dengan
proponennya yang sekarang seperti Hughes, Hood,
Pollit dsb. Dengan gerakan New Public Management
dan yang paling banyak dipelajari sekarang yaitu karya
D. Osborne & T. Gaebler, Reinventing Government,
1992, dan D. Osborne & Plastrik, 1994, Banishing
Bureaucracy, adalah sekedar contoh betapa karya-
karya ilmiah tadi telah mampu mengguncang fokus ilmu
administrasi. Walaupun banyak pula yang sinis
terhadap makna gerakan itu dan menyebutnya tidak
lebih dari sekedar “minuman temu-lawak yang dikemas
dengan botol aqua” (old wine in new bottle).
Penolakan terhadap fokus administrasi publik tradisional
mungkin bisa diterima, akan tetapi tidak semua ilmuan
administrasi publik setuju perubahan fokus administrasi
publik ke managerialsm yang semata-mata lebih
mengutamakan “kinerja” dengan mengabaikan

4
“prosedur” atau tegasnya lebih mengutamakan
teknologi manajemen dari pada idiologi manajemen.
Contohnya adalah sejak lama Herbert Simon (dalam
bukunya Administrative Behaviour, 1946) tidak setuju
bahwa tujuan pemerintahan itu hanya ingin mengejar
efisiensi ekonomis dan mengabaikan efisiensi
administrative. Bahkan H. G. Frederickson dalam
Toward a New Public Administration, 1971,
menegaskan bahwa “administrators are not neuitral.
They should commited to both good management and
social equity as values, things to be achived, or
rationales”, dan pada bagian lain ia menjelaskan pula
bahwa gerakan menuju ke administrasi negara baru
“seeks not only to carry out legislative mandates as
efficienctly and economicallyas possible, but to both
influence and executive policies which more generally
improve the quality of life for all”. Hal ini disebabkan
karena memang setiap administrator (baik publik
maupun bisnis) itu harus mempunyai akuntabilitas
administrative/manajerial, politik, hukum, moral dan
profesional. Mereka tidak bisa keluar dari koridor
akuntabilitas ini.

Padangan-pandangan tersebut di atas telah


membuktikan bahwa pengembnagna fokus ilmu
administrasi perlu dilakukan secara sinergis dengan
memperhatikan dua hal, yaitu : 1) administrative
technology – yaitu semua jenis management
tools/techniques yang diperlukan untuk meningkatkan
kinerja administrasi; dan 2) administrative ideology –
yaitu sejumlah nilai (sosial, politik, budaya, hukum, dsb)
yang menjadi dasar utama bagi proses pencapaian
tujuan/kinerja administrasi.

Implikasi dari adanya “the janus face” dari fokus ilmu


administrasi tersebut di atas maka proses pembelajaran
ilmu administrasi harus memberikan kedua dimensi
fokus tersebut secara utuh/ menyeluruh. Mengabaikan

5
salah satu (yang manapun) dari kedua hal itu bisa dinilai
miss leading!.

Hal tersebut senada juga terjadi pada tataran


administrasi bisnis, walaupun ada sedikit
perebedaannya.

Fokus administrasi bisnis juga mengalami goncangan,


terutama begitu banyaknya dimensi-dimensi
administrative technology yang diproduk oleh bukan
saja pakar administrasi bisnis, tetapi juga pakar
ekonomi telah begitu banyak menginterfensi secara
dominan “core business-nya” administrasi bisnis.
Sehingga fokus administrasi bisnis benar-benar sarat
dengan administrative technology dari pada warna
administrative ideology.

Bahkan Nicholas D. Evans dalam bukunya business


innovation and disruptive technology, 2003, menulis
sebagai berikut : “….. ini todays seconomy and
competitive climate, and in light of recent world events
which have required increased focus on resiliency and
security, it becomes mandatory for mainstream
business to rethink its strategy around the exploitation of
these emerging and distruptive technologies”. Jadi tidak
mungkin bisa menghindar dari keniscayaan bisnis untuk
mengadopsi kemajuan teknologi untuk meningkatkan
kemampuan atau keunggulan kompetitifnya guna
memenangkan persaingan lebih-lebih di era information
economy atau knowledge economy maka pemanfaatan
kemajuan teknologi informasi untuk memenangkan
persaingan menjadi mutlak adanya. Dan ditegaskan
pula oleh M.J. Mazarr dalam bukunya Global Trend
2005, bahwa “new economy devotees claim that
productivity-enhancing technologies, efficiency-
enchanching corporate restructuring, innovation
spurring deregulation, and cost-lowering globalization
area working synergistically to open the possibility of an

6
almost endless period of moderate growth, low
unemployment, and minimal inflation”.

Persepsi tersebut di atas mempertegas posisi fokus


administrasi bisnis yang memang dari “sononya” harus
sarat dengan atau memfasilitasi dirinya dengan
administrative technology. Dominasi administrative
technology pada fokus administrasi bisnis tidak boleh
menyurutkan kekuatan untuk memberi warna
administrative ideology padanya. Seperti misalnya
administrative technology yang bernama strategic
planning, balance-score card, organization learning,
bechmarking, performance budgeting dsb. Yang
notabene semuanya diperlukan untuk meningkatkan
kinerja bisnis tidak akan bisa keluar dari nuansa
administrative ideology. Dinyatakan dengan tegas sekali
oleh J. M. Kelly & W.C. Rivenbark dalam buku mereka,
performance budgeting for state and local government,
2003 bahwa “performance budgeting cannot take the
politics out of budgeting. Without politics, there would be
no budget, in fact, some budged scholars see the
budged as a political manifestoan expression of the
government’s priorities. The decision about what
services to provide may be the product or law or
custom, but the decision about how to fund them and at
what level is the result of elected officials responding to
community values…… the only way for the citizen
priorities to be reflected in the budged is throught the
political process”.

Adalah menjadi tanggung jawab curriculum developer


untuk bagaimana menyusun sebuah kurikulum program
pendidikan administrasi publik dan bisnis yang di
dalamnya terkandung muatan (content) dua agenda
sekaligus yaitu administrative technology dan
administrative ideology secara sinergis dan utuh. Hal ini
dimaksudkan agar mahasiswa yang mempelajarinya
benar-benar memperoleh ilmu yang utuh pula sehingga

7
bisa menjadi bekal yang cukup dalam menjalani
kehidupannya.

Membangun state of art ilmu administrasi tidaklah cukup


hanya dengna mengkritisi fokus/substansi ilmunya,
tetapi juga harus masuk ke dalam sistem
episternologinya.

Sedangkan untuk sub-disiplin administrasi bisnis seperti


quality control, financial investment, product
development, dst., atau sub-disiplin administrasi publik
seperti public policy analysis, public accountancy,
service chains, dst. Mungkin bisa digunakan paradigma
penelitian yang positivistik, sedangkan untuk sub-
disiplin seperti consumer behaviour, market networking,
bussiness etict, service quality, customer care, voting
behavior, public institution dst, lebih pas barangkali
kalau dipergunakan paradigma penelitian naturalistik.
Dan dapat ditambahkan lagi bahwa pada sub-disiplin
bisnis internasional, menurut M. Kotabe dan P.S.
Aulakh (2002) dalam bukunya emerging issues in
international business research telah terjadi pergeseran
paradigma penelitiannya, tekanan gelombang
globalisasi, kata mereka, ternyata “have pushed
corporations to aggressively internationalize, but at the
same time they have to come to terms with individuals
contry environments. Yang tentu saja ini “unique to
international business research inquiry” oleh karena
itulah maka mereka kemudian menyakinkan diri akan
adanya shift (pergeseran) dalam riset bisnis
internasional, dengan menegaskan bahwa :
international business research has to move away from
the international dimension of fuctional areas focus to
that of issue-oriented learning that transcend national
boudaries. As we progress onto the new millenium, the
challenge to the international business discipline is to
make this transition” tentunya yang dimaksudkan oleh
kedua penulis itu adalah terjadinya pergeseran
paradigma penelitian dari yang makro deterministik ke

8
mikro konstruktivistik. Hal ini tentu saja masih bersifat
“detable”, artinya bisa disetujui ataupun bisa juga tidak.

Dijelaskan oleh J.D. White dan G.B. Adams, editor buku


yang berjudul : research in public administration :
reflection on theory and pactice, 1994, mereka
mengatakan : “three general types of research are
available in the social science. Explanatory (positive)
research seeks to control social event through
prediction that relies on explanation. Interpretive
research seeks and understanding or social event and
artifacts in an effort to expand the meaning of our lives.
Critical research questions the efficacy of our beliefs
and actions in an attemp to enable our self-
development”. Untuk disiplin ilmu administrasi, kata
mereka berdua, sayangnya masih didominasi oleh tipe
penelitian eksplanatoris, sedangkan dua sisanya, yaitu
tipe penelitian interpretif dan kritis masih terpinggirkan.
Dengan demikian adalah kewajiban kita semua sebagai
pemangku ilmu administrasi untuk mengembangkan
dua tipe penelitian tersebut.

Jangan lupa pula bahwa 2 (dua) agenda yang tersisa :


administrative technology dan administrative idiology
yang sangat penting dalam memperkuat the state of the
art ilmu administrasi mempunyai kaitan langsung
dengan masalah pengembangan ketiga jenis penelitian
administrasi : eksplanatif, interpretif, dan kritis.

Dari uraian tersebut di atas, maka dapatlah di


gambarkan sebagai berikut :

9
Filsafat Administrasi Kepemimpinan dan Akuntabilitas Publik
Sejarah Pemikiran Administrasi Pemerintahan Wiraswasta
Teori Administrasi Publik Akuntansi dan Auditing Sektor Publik
Adm. Management Manajemen Publik Monitoring dan Evaluasi
Teori Pengambilan Keputusan Geografi Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi Publik Analisis Kebijakan
Teori Organisasi Publik Implementasi Kebijakan
Politik Administrasi Keuangan Negara Evaluasi Kebijakan
Manajemen Sumber Daya Aparatur Studi Kelayakan Sosial
Administrasi Perbekalan Pemerintahan Lokal
Ekologi Administrasi Publik Teori Pembangunan
Domain
Legal Hubungan Antar Lembaga Pemerintah dan Manajemen Program dan Proyek
Administrasi
Masyarakat Perencanaan Pembangunan
Publik
Perumusan dan Penyusunan Kebijakan Administrasi Pembangunan
Publik Isu-isu Kontemporer Pembangunan
Politik dan Administrasi Perpajakan
Sosial Community Organization
Administrasi Pelayanan Publik Monitoring dan Evaluasi Proyek
Anggaran Keuangan Publik Sosiologi Birokrasi
Evaluasi Program dan Pengukuran Kinerja Pemberdayaan Warga dan Komunitas
Etika Birokrasi
Kultural Teori Pilihan Publik
Manajemen Kinerja Administrasi Publik dan Perubahan Sosial
Manajemen Strategi Sektor Publik Reformasi Administrasi

10
A. Pengertian Dan Dua Pola Pemikiran Terhadap Administrasi Publik

Administrasi merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan yang telah


ditetapkan melalui usaha kelompok. Administrasi merupakan unsur
mutlak yang harus ada dalam setiap usaha kelompok. Sekalipun
administrasi itu berbeda bentuknya, sesuai dengan sifat usahanya (privat
atau publik), namun secara substansial ia adalah sama. Unsur-unsur
administrasi pasti ada baik dalam masyarakat primitiF sampai
masyarakat modern sekarang ini, ia bertambah canggih bersamaan
dengan bertambah maju dan kompleksnya masyarakat. Kegiatan dan
dimanika kerjasama manusia merupakan gejala yang sifatnya universal.
Dengan mudah gejala administarasi dapat dikemukakan dalam bidang
politik, sosial, ekonomi, budaya maupun pemerintahan.

Ilmu yang mempelajari proses atau kegiatan dan dinamika kerjasama


kelompok manusia disebut ilmu administrasi. Ilmu administrasi publik
adalah merupakan cabang dari ilmu administrasi, yang memusatkan
perhatiannya pada bidang bersifat publik.

Begitu luasnya bidang yang dicakup oleh administrasi publik bukan


hanya aktivitas lembaga eksekutif saja, tetapi meliputi aktivitas yang
berkenaan dengan hal-hal yang bersifat publik yang diselenggarakan
baik oleh lembaga eksekutif maupun yudikatif, oleh karenanya
administrasi publik (public admininistrastion) mempunyai berbagai
macam pengertian antara lain :

1. John M. Pfiffner;
“Public Administration involvesthe implementation of public policy
which has been outline by political body”
(administrasi publik meliputi pelaksanaan kebijakan negara yang telah
ditetapkan oleh badan perwakilan politik).
Di Indonesia, sebagai pelaksanaan kebijakan negara adalah badan
eksekutif, sedangkan badan perwakilan politik (MPR dan DPR) yang
menetapkan kebijakan negara.

2. Leonard D. White;
Administrasi Publik adalah semua kegiatan atau usaha untuk
mencapai tujuan dengan mendasarkan kepada kebijakan negara.

3. E.H. Litcfiled;
Administrasi Negara adalah suatu studi mengenai bagaimana
bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, dilengkapi tenaga,
tenaganya dibiayai, digerakkan dan dipimpin.

11
4. Gerald E. Caiden;
Administrasi Publik adalah fungsi dan pembuatan keputusan,
perencanaan, perumusan tujuan dan sasaran penggolongan
kerjasama dengan DPR dan organisasi-organisasi kemasyarakatan
untuk memperoleh dukungan rakyat dan dana bagi program
pemerintah pemantapan dan jika perlu perubahan organisasi,
pengerahan dan pengawasan pegawai, kepemimpinan, komunikasi,
pengendalian dan lain-lain fungsi yang dijalankan oleh lembaga
eksekutif dan lembaga pemerintahan lainnya.

5. Felix A. Nigro
Public Administration :
a. Suatu usaha kelompok yang bersifat kooperative dalam
lingkungan pemerintah;
b. Meliputi seluruh ketiga cabang pemerintah, eksekutif, yudikatif dan
legislatif serta pertalian diantara ketiganya;
c. Mempunyai peranan penting dalam formulasi kebijaksanaan
publik dan merupakan bagian proses politik;
d. Amat berbeda dengan administrasi privat;
e. Berhubungan erat dengan berbagai macam kelompok. Kelompok
privat dan individual dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat;

Dari beberapa definisi tersebut di atas apabila ditelaah lebih mendalam,


ada 2 (dua) pola pemikiran berbeda;
1. Pola pertama memandang administrasi publik sebagai satu kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah yakni lembaga eksekutif. Sebagai
contoh Dimock mengutip pernyataan dari W.F. Wiloughby (fungsi
administrasi ialah fungsi pelaksanaan nyata bagian yang bersifat
pengendalian dari pemerintahan).
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa administrasi publik itu
hanya berkaitan dengan fungsi untuk melaksanakan hukum yang
telah ditetapkan oleh lembaga Perwakilan Rakyat dan telah
ditafsirkan oleh Lembaga Pengadilan, pendapat Sarjana lain dengan
pola pikir yang sama menyatakan administrasi publik sebagai satu
bidang studi yang berkaitan dengan sarana untuk melaksanakan nilai-
nilai atau keputusan politik.
2. Pola kedua, memandang administrasi publik lebih luas dari sekedar
pembahasan mengenai aktivitas-aktivitas lembaga eksekutif belaka.
Administrasi publik mencakup seluruh aktivitas dari ketiga cabang
pemerintahan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif juga kesemuanya

12
itu bermuara pada fungsi untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat (public service).

B. Karakteristik / Ciri-Ciri Administrasi Publik

Ilmu administrasi publik disamping bidang studi yang amat penting juga
merupakan bidang kajian yang khas yang mempunyai ciri khusus
diungkapkan oleh caiden (1971, 1982) bahwa administrasi publik
mempunyai 7 (tujuh) kekhususan yang meliputi :
1. Kehadirannya tidak bisa dihindari;
2. Mengharapkan kepatuhan;
3. Mempunyai prioritas;
4. Mempunyai kekecualian;
5. Manajemen puncaknya adalah politik;
6. Kinerjanya sulit diukur;
7. Lebih banyak harapan diletakkan di atas pundak administrasi publik.

Selama suatu negara itu eksis, keberadaan administrasi publik tidak bisa
dihindari. Bahkan ketika negara-negara dianak Benua Asia dan Afrika
terlepas dari kungkungan penjajah, keberadaan Administrasi Publik tidak
ikut terpengaruh. Apapun yang terjadi administrasi publik harus tetap
ada, karena keberadaan administrasi publik melekat dengan keberadaan
negara dan masyarakat.

Sebagai konsekuensi dari tugas administrasi publik sebagai pelayanan


masyarakat, maka ia menghendak kepatuhan. Bayangkan, seandainya
tidak ada kepatuhan, niscaya kondisi jalan-jalan akan macet, karena
setiap orang akan berjalan sekehendak hatinya. Administrasi publik, jika
dibandingkan dengan organisasi lain, lebih mempunyai hak pemaksa,
karena pada hakikatnya ia “pemonopoli” kekuasaan. Bahkan organisasi
lain, harus melalui administrasi publik apabila menginginkan
kehendaknya dipaksakan secara absah. Sebagai contoh, apabila
seseorang pengendara sepeda motor menabrak seorang pejalan kaki,
maka sang pejalan kaki tidak dapat secara langsung menghukumnya. Ia
harus melalui Administrasi Publik.

Persoalan yang harus ditangani oleh administrasi publik semakin hari


kian rumit dan beragam, baik kualitas maupun kuantitasnya. Di lain pihak
sumber daya dan sumber dana yang dimiliki publik sangat terbatas. Oleh
karenanya maka di dalam operasinya administrasi publik tidak bisa
mengerjakan pekerjaannya secara serentak dengan tingkat yang sama
tinggi. Ia harus mempunyai prioritas yang terencana.

13
Ciri khas lain yang dimiliki oleh administrasi publik adalah kekecualian,
keganjilan atau kenylenehan. Walaupun tujuan setiap organisasi,
termasuk administrasi publik adalah efktivitas dan efisiensi, namun
efektivitas dan efisiensi dalam administrasi publik bersifat khas. Ia tidak
hanya mendasarkan pada ukuran yang sifatnya rasional murni, tetapi
memakai pola ukuran irasional dan bahkan kontra rasional. Meminjam
istilah Simon, maka rasionalitas di bidang administrasi publik adalah
bounded rationality. Sebagai contoh adalah proyek padat karya, suatu
proyek yang apabila dilihat dari sudut ekonomis rasional murni
merupakan proyek yang tidak efisien, namun dari sudut administrasi
publik dipandang efisien. Hal ini bisa terjadi karena tiada lain sudut
pandang administrasi publik adalah bersifat komprehensif. Ia
memandang sesuatu tidak hanya dari sudut ekonomis melulu melainkan
dari sudut manajemen, psikologi, sosiologi dan utamanya sudut
pandangan politik. Oleh karenanya maka tiada suatu lembaga yang lebih
peka terhadap politik selain administrasi publik. Ini ciri lain administrasi
publik yaitu manajemen puncaknya adalah politik.

Salah satu akibat sudut pandang yang tidak ekonomi rasional murni
adalah adanya warna politik administrasi publik yang akibat lanjutannya
adalah kesulitan di dalam mengukur kinerja administrasi publik. Ukuran
kinerja administrasi publik sangat bersifat subyektif, walaupun tidak
pernah meninggalkan ukuran yang objektif. Apakah tidak sebaiknya
membangun perpustakaan umum dari pada membangun taman dan
monumen, apakah tidak sebaiknya SDSB versi baru dari pada
menghentikan ijin operasinya, apakah perlu TAPORNAS atau tidak,
adalah serangkaian pertanyaan yang sulit dijawab dengan ukuran
objektif rasional murni.

Walaupun administrasi publik tidak mempunyai ukuran objektif dan tidak


mampu memenuhi semua tuntutan yang dibebankan kepadanya serta
tidak mampu memuaskan semua pihak namun masyarakat tetap
mengharapkannnya. Ironis kelihatannya tumuan harapan dari
masyarakat paparan di atas sebenarnya merupakan judistifikasi (alasan
pembenar) tentang perlu dan pentingya ilmu administrasi publik.

C. Pentingnya Studi Administrasi Publik

Sekalipun administrasi publik telah dikenal sejak jaman Mesir purba,


namun wajah modernnya baru tampil pada akhir abad kesembilan belas
atau awal abad kedua puluh. Dibandingkan dengan cabang-cabang ilmu
sosial lainnya seperti sosiologi dan ilmu politik, tidak boleh dikatakan

14
administrasi publik merupakan ilmu baru. Ada faktor-faktor yang
mendorong kelahirannya. Faktor-faktor dimaksud lekat dengan
kebutuhan tuntutan masyarakat seringkali didunia keilmuan, kehadiran
administrasi publik dipandang dengan rasa takjub, karena
sumbangannya yang begitu besar dalam proses kemajuan dan
peradaban manusia. Malahan ada orang yang secara angkuh
menyatakan bahwa ada atau tiadanya peradaban tergantung pada ada
atau tiadanya administrasi. Dunia terus berkembang, masyarakat terus
tumbuh dan maju diiringi dengan berkembangnya persoalan masyarakat
yang memerlukan penyelesaian secara tuntas dan memuaskan, semua
ini merupakan wilayah kerja administrasi publik. Untuk dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat tersebut, diperlukan
suatu bidang studi yang disebut Ilmu Administrasi Publik yang membantu
kita tentang bagaimana cara meningkatkan kemampuan administrasi
aparatur negara, memberikan ketrampilan dalam bidang teknik, sistem
dan prosedur administrasi serta memberikan cara mengolah dan
mengorganisasikan berbagai macam energi sosial dan melakukan
evaluasi kegiatan-kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan.
Dalam kehidupan nyata ditengah-tengah masyarakat, peran administrasi
publik sangat dominan bagi kehidupan masyarakat, sehingga studi
administrasi publik sangat penting dan tidak perlu diragukan lagi. Itu
sebabnya Charles A. Beard menyatakan bahwa tidak ada subyek yang
lebih penting dari pada administrasi publik. Masa depan dari masyarakat
beradap, bahkan kelangsungan hidup dari peradaban itu sendiri akan
sangat tergantung atas kemampuan kita untuk membina dan
mengembangkan administrasi publik yang mampu memecahkan
masalah masyarakat, bahkan dalam masyarakat modern, administrasi
melaksanakan fungsi publiknya mulai dari penyediaan angkutan umum
sampai dengan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup. Kesemuanya
itu dilakukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dari berbagai pendapat yang ada, Ali Mufid mengatakan bahwa


sebenarnya peran studi administrasi publik melekat dengan pentingnya
administrasi publik yang dijabarkan menjadi:
1. Peranan administrasi publik sebagai stabilisator masyarakat;
2. Peranan administrasi publik dalam perubahan sosial;
3. Peranan administrasi publik sebagai kunci masyarakat modern.

D. Administrasi Negara Sebagai Ilmu Atau Seni

Sejak lama dipertanyakan apakah administrasi negara itu ilmu atau seni,
maka sekarang telah terjawab, karena dewasa ini telah diakui
administrasi publik ialah seni dan juga ilmu. Dwight Waldo menyatakan :

15
Public Administration sebagai ilmu jika diingat akan fungsinya yang
nampak sebagai suatu studi yang sistematis dan sebagai seni jika diingat
akan fungsi praktisnya. Selanjutnya ia dapat berarti (1) lapangan
penyelidikan ilmu, suatu disiplin ilmu atau studi; (2) suatu proses atau
kegiatan mengenai urusan-urusan publik. Presthus dengan terang-
terangan mengakui pandangan bahwa administrasi publik adalah
sebagai ilmu dan seni dalam merancang dan melaksanakan
kebijaksanaan publik.

Administrasi publik dipandang sebagai ilmu sebab ia mempunyai


sesosok subject matter yang tersusun rapi dan terorganisir dengan baik
dan kita cerna sebagai satu bidang studi untuk lapangan penyelidikan
ilmuah. Administrasi publik dipandang sebagai seni sebab ia
menggunakan skill atau kecakapan di dalam mengetrapkan pengetahuan
administrasi dalam prakteknya.

Jadi administrasi publik yang dipandang sebagai ilmu juga sebagai seni
sebab ia memenuhi persyaratan yang ditunjukkan baik untuk ilmu
maupun untuk seni. Nampak cukup banyak yang memahami pandangan
tersebut, dengan mengikuti definisi Dwight Waldo antara lain :
1. Administrasi publik adalah organisasi manajemen dari manusia dan
benda guna mencapai tujuan pemerintah;
2. Administrasi publik adalah suatu seni dan ilmu tentang manajemen
yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan negara.

E. Perbedaan Dan Persamaan Administrasi Publik Dengan


Administrasi Privat

Nigro dan Nigro menyatakan bahwa administrasi publik sangat berbeda


dengan administrsi privat, walaupun keduanya merupakan satu genus
yaitu administrasi, namun karena beroperasinya pada bidang yang
berbeda di samping mempunyai kesamaan, keduanya mempunyai
banyak perbedaan, Stahl membedakan administrasi publik dan
administrasi privat sebagai berikut :
1. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik lebih bersifat urgen
atau mendesak dari pada yang dilaksanakan oleh swasta;
2. Pelayanan yang ditangani oleh administrasi publik pada umumnya
bersifat monopoli atau semi monopoli;
3. Kegiatan administrasi publik terikat olhe hubungan hukum formal;
4. Perbuatan administrasi publik berada di bawah pengamatan
masyarakat;
5. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi publik tidak terikat pada
harga pasar.

16
Selanjutnya Stahl menambahkan sikap administrasi publik, yaitu :
1. Ia harus melayani semua orang secara sama;
2. Ia harus tidak memihak dalam pertentangan masyarakat;
Dengan merumuskan rumusan yang agak lain namun mempunyai
jiwa yang sama Dimock and Dimock membedakan antara
administrasi publik dan bisnis dari 6 (enam) aspek :
a. Outonomy;
b. Motivation;
c. Personnel methods;
d. Force and control;
e. Nature;

Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh administrasi publik Prof.


Bintoro menyebutkan ada 3 (tiga) tugas pokok administarasi publik :
1. Formulasi/Perumusan kebijaksanaan;
2. Pengaturan/Pengendalian unsur-unsur administrasi yang meliputi :
struktur organisasi, keuangan, kepegawaian dan sarana salin dan;
3. Penggunaan dinamika administrasi, meliputi pimpinan, koordinasi,
pengawasan dan komunikasi;

Rumusan ini oleh Mustopadidjaja disederhanakan menjadi perumusan


pelaksanaan, pengendalian dan penilaian kebijakan. Tentunya kebijakan
yang bersifat dinamis, yang mampu menanggulangi berbagai macam
problem yang ada dalam masyarakat. Sifat dinamis tersebut nampak dari
sifat kebijaksanaan yang dirumuskan oleh administrasi publik yang setiap
saat harus dinilai dan dievaluasi. Apa yang ingin diungkapkan bahwa
ruang lingkup tugas yang harus dikerjakan oleh administrasi publik itu
selalu selalu bertambah baik kualitas maupun kuantitasnya.

F. Krisis Identitas Dari Administrasi Publik

Di dalam uraian yang terdahulu anda telah dinyakinkan bahwa


administrasi publik adalah ilmu apakah itu betul ? Apakah pernyataan
bahwa administrasi publik adalah ilmu hanyalah satu sodokan untuk
menolak pandangan bahwa administrasi publik adalah seni. Seseorang
yang elah lama memandang administrasi publik bukan ilmu kemudian
datang menentang “Kalau administrasi publik memang ilmu tunjukkan
mana buktinya ?” Maka justru bukti ini yang selama perkembangan
administrasi publik tidak pernah terselesaikan secara tuntas. Bukti yang
dimaksud adalah adanya teori inti atau paradigma dalam pengertian
Thomas S. Kuhn. Sehingga banyak orang sampai hari ini tetap

17
meragukan identitas administrasi publik. Krisis identitas yang dihadapi
administrasi publik sekarang ini merupakan sambungan dari krisis
historis dalam administrasi publik. Langkah pertama yang disarankan
oleh Vincent Ostrom untuk memecahkan hal tersebut adalah dengan
melakukan dianogsis terhadap krisis identitas tersebut sebagai masalah
ulangan sejarah pembebasan ilmu. Thomas S. Khun dalam suatu
studinya mengenai “The Structure of Scientific Revolution” telah
memberikan suatu analisis yang berdayaguna sebagai seorang sejarah
ilmu. Khun membedakan praktek dari ilmu dan revolusi ilmuah.
Karakteristik esensial dari ilmu adalah persetujuan umum mengenai
dasar paradigma teoritis atau kerangka dalam mana masyarakat ilmuah
memberikan andil asumsi-asumsi teoritis definisi dan hubungan-
hubungannya. Dengan terminologi Khun secara jujur harus diakui bahwa
administrasi publik memang tidak mempunyai paradigma teoritis. Caiden
mencatat bahwa banyak teori dalam administrasi publik tetapi sangat
sedikit teori dari administrasi publik karena itu seringkali administrasi
publik dipandang sebagai suatu studi interdisipliner dengan berbagai
macam fokus atau pusat perhatian. Tidak ada disiplin lain yang begitu
rajin meminjam konsep-konsep atau teori-teori dari ilmu lainnya kecuali
administrasi publik. Beranekaragamnya perhatian administrasi publik
dengan nyata diperlihatkan dalam setiap tahap perkembangannya. Felix
Negro mengemukakan pusat perhatian administrasi publik dalam 3 (tiga)
tahapan yang terdiri dari :
1. Tahap awal (the early period);
2. Tahap sesudah perang dunia II (the period since world war II);
3. Tahap administrasi negara baru (the new public administration).

Sementara itu beberapa ahli mendesak agar administrasi publik


memusatkan diri pada bagaimana secara sistematik menerapkan hukum
berdasarkan kejujuran, kebajikan, ekonomis dan efisiensi. Didalam
anjuran ini secara implisit terkandung pemisahan pembuatan
kebijaksanaan (politik) dan pelaksanaan kebijaksanaan atau
administrasi. Sedang ahli lain mementingkan kaitan administrasi publik
dengan proses melalui mana administrasi publik berpartisipasi dalam
pembentukan, penterjemah dan pelaksanaan hukum. Sementara ahli lain
tetap bertengkar mengenai apakah administrasi publik itu ilmu atau
sekedar seni. Administrasi publik nampaknya lebih tepat untuk dikatakan
sebagai multi disipliner dan bersifat eklektis, yang meminjam ide-ide
metode teknik dan pendekatan-pendekatna dari disiplin lain serta
menerapkannya dalam bidang studi administrasi publik. Krisi identitas
yang dihadapi administrasi publik bertumpu pada tiadanya kesepakatan
tentang administrasi publik sebagai ilmu atau bukan. Sebagi suatu

18
pengetahuan dapat dipandang sebagai ilmu apabila memenuhi dua
ukuran berikut :

Mempunyai paradigma teoritis dan mempunyai teori inti. Akan tetapi


sebagai suatu bidang akademik sebenarnya administrasi publik telah
mengenal 5 (lima) paradigma dan juka diteliti kelima pardigma tersebut
sebagaimana telah dilakukan oleh Robert Golambawesky berkisar pada
persoalan lokus dan fokus. Menurut Nicholas Henry adanya lima
paradigma administrasi publik yang tumpang tindik di smaping itu
administrasi publik dapat dipandang sebagai studi multidisipliner yang
bersifat elektif karena banyak konsep yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain.
Dalam salah satu karya klasiknya public administration and public affairs
Henry (1988) mengungkapkan adanya dan timbul tenggelamnya
paradigma ilmu administrasi publik dalam kurun waktu 1900-an sampai
1970-an.

Paradigma 1. Dikotomi Politik dan Administrasi Publik


Lahirnya paradigma ini sebenarnya merupakan reaksi ketidakpuasan
terhadap trikonomi kekuasaan ala Trias Politica. Ketidakpuasan tersebut
akhirnya mengejawantah ke dalam karya Goodnow “Politics and
Administration” yang menyerang habis-habisan trias politica dan
menggantinya dengan dua fungsi yaitu politik dan administrasi.
Kemajuan masyarakat menuntut adanya syarat administrasi mampu
melaksanakan keputusan politik (Henry, 1992:33). Kalau yang menjadi
perhatian ilmu politik adalah pada persoalah Who should make law and
What the law should be maka yang menjadi pusat perhatian ilmu
administrasi publik adalah how law should be administered with
englightment, with equity, with spread and without friction (Wilson,
1887:197-222).

Wilson sangat percaya bahwa melaksanakan konstitusi lebih sulit dari


pada merumuskannya. Atas dasar itulah maka Wilson menyarankan agar
sumber-sumber intelektual dimanfaatkan secara optimal untuk mengelola
negara. Fungsi politik adalah fungsi penetapan kebijaksanaan,
sedangkan fungsi administrasi publik adalah fungsi pelaksanaan
kebijaksanaan. Badan legislatif dengan bantuan interpretasi badan
yudikatif mengeskpresikan kehendak negara dan merumuskan
kebijaksanaan, sedangkan badan eksekutif melaksanakan kebijakan
tersebut. atau dengan rumusan goodnow bahwa politics has to do with
policies or expressions of the state will… while administration has to do
with the execution of these policies (Henry, 1992:21-22). Lahirnya
paradigma ini mempunyai dampak positif dan negatif terhadap
perkembangan administrasi publik. Dampak positif yang segera tampak

19
adalah lahirnya dorongan yang sangat kuat untuk menjadikan
administrasi publik sebagai ilmu. Namun di lain pihak dampak negatif
yang segera dirasakan adalah tak adanya unsur inofatif dari administrasi
publik. Administrasi publik hanya sebagai unsur pelaksana dan terbatas
pada masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran
dalam birokrasi. Munculnya buku Introduction To The Study Of Public
Administration pada tahun 1936 buah karya tulis White, dianggap
sebagai tonggak bersejarah, dengan lahirnya buku ini administrasi publik
mulai memperoleh legitimasi akademiknya. Buku ini merupakan buku
teks yang pertama yang membahas administrasi publik. Lahirnya buku
White tersebut menambah keyakinan para Sarjana Administrasi publik
bahwa bidang ini dapat dijadikan disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Maka
keyakinan tersebut mengkristal menjadi suatu paradigma baru dalam
ilmu administrasi publik yaitu paradigma prinsip-prinsip administrasi
publik.

Paradigma 2. Prinsip-Prinsip Administrasi Publik


Karena keyakinan yang kuat akan dapatnya administrasi publik dijadikan
disiplin ilmu yang berdiri sendiri, maka para sarjana melakukan ihtiar
intelektual agar impian untuk menjadikan administrasi publik sebagai ilmu
benar-benar menjadi kenyataan. Ikhtiar intelektual tersebut akhirnya
membuahkan hasil, yaitu ditemukannya salah satu syarat ilmu yaitu
prinsip-prinsip dasar yang bersifat universal. Prinsip itulah yang akhirnya
dikenal sebagai The Principles of (Public) Administration. Walaupun
sesungguhnya prinsip tersebut sudah ada dan dikenal sejak tahun 1812,
namun banyak pihak mengaitkan lahirnya suatu buku yang berjudul
Prinsiples of (Public) Administrasi buah karya tulis Willoughby, sebagai
tonggak lahirnya paradigma prinsip administrasi publik. Willoughby
sangat percaya bahwa certain prinsiples of administration eziated, they
could be discovered; and that administrators would be expert in their
work if they learn how if they learn how to apply these principles (Henry,
1992:23). Prinsip-prinsip administrasi itu ada, dapat ditemukan dan
banhwa administrator akan menjadi ahli dalam tugasnya jikalau mereka
belajar tentang bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tersebut.
disamping itu pada era ini lahir pula prinsip administrasi POSDCORB
yang dicetuskan oleh Gullick dan Urwick. Prinsip ini dapat diterakpan
secara sukses dimanapun dan dalam organisasi apapun. They worked in
any administrative setting, regardless of culture, function, environment,
mission, or institutional framework and without exception it there fore
followed that could be applied succesfully any where (Urwick dan Gullick,
1988). Lebih lanjut Urwick dan Gullick menaytakan bahwa ada prinsip-
prinsip yang bisa ditemukan secara induktif dari kejadian organisasi
manusia yang menentukan susuna nsemua jenis asosiasi manusia.

20
Prinsip-prinsip tersebut dapat dipelajari sebagai masalah teknis, tanpa
memandang utjuan orang yang ada di dalamnya maupun Undang-
Undang apapaun, teori sosial atau politik yang mendasari terciptanya
asosiasi tersebut (Henry, 1992). Dikatakan pula White (Henry, 1992)
bahwa pedoman kegiatan administrasi publik bagi Rusia sama seperti
untuk Inggris, Pedoman Administrasi Irak sama seperti untuk Amerika
dan seterusnya.

Tokoh-tokoh yang termasuk dalam paradigma ini antara lain Fayol,


Follet, Mooney dan lain-lain dan tenunya Willoughby, Gullick dan Urwick.
Mereka yang termasuk dalam paradigma ini sering diberi predikat
madzab manajemen administratif, karena pusat perhatiannya adalah
administrator tingkat tinggi. Setelah dilakukan pengkajian yang
mendalam terhdap parditma ini ternyata ada beberapa kelemahan yang
ada di dalamnya. Simon (Henry, 1992) menemukan kelemahan yang ada
dalam paradigma ini dengan menyatakan bahwa prinsip-prinsip
administrasi secara logis tidak konsisten. Untuk setiap prinsip ternyata
dapat diajukan prinsip tandingan yang sama validnya. Misalnya prinsip
hirarki kewenangan dan prinsip efektifitas komunikasi. menurut prinsip
lingkup pengawasan, seorang atasan sebaiknya mengawasi bawahan
yang tidak terlalu banyak. Semakin banyak bawahan yang diawasi akan
semakin kacau organisasi itu. Dengan menerapkan prinsip lingkup
pengawasan ini suatu organisasi yang sudah berkembang besar akan
mempunyai struktur organisasi yang tinggi atau kurus. Tentu saja bagan
organisasi tersebut sangat bertentangan dengan prinsip efektifitas
komunikasi. menurut prinsip komunikasi tidak terlalu panjang. Asumsi
yang mendasari adalah bahwa semakin dekat antara orang yang
menyampaikan pesan dan yang menerima pesan, semakin besar
kemungkinan pesan itu sampai ke penerima dengan utuh dan tidak
rusak. Sebagai konsekuen logisnya maka organisasi ini akan mempunyai
bagan struktur organisasi datar atau gemuk. Dengan mengambil dua
“prinsip” tersebut jelas bahwa per definisi “prinsip” tersebut itdak dapat
disebut sebagai prinsip, karena di dalamnya mengandung pertentangan.
Inilah kritik kedua dari Simon. Kritik ketiga berkaitan dengan prinsip
pilihan rasional. Prinsip ini tak terbatasnya alternatif yang mungkin, serta
keterbatasan memori dan rasionalitas. Dari sinilah muncul istilah
bounded rationality. Atas dasar itulah maka simon menyarankan agar
sosok administrasi publik menjadi lebih baik, diperlukan dua macam
keahlian yang serasi dan saling memberi dorongan. Dua macam
keahlian tersebut adalah (1) yang memusatkan perahtiannya pada
perkembangan ilmu murni dan (2) yang memusatkan perhatiannya pada
pembuatan kebijaksanaan. Khususnya pada butir kedua inilah terdapat
stick and corrot antara administrasi publik dan politik. Administrasi publik

21
tidak hanya tetap berada dalam ilmu politik, akan tetapi harus
mempunyai kaitan konsepsual. Kaitan konsepsual antara administrasi
publik dan politik adalah proses pembuatan keputusan. Administrasi
publik lebih menekankan pada proses internal pembuatan keputusan,
yaitu pembuatan kebijaksanaan dalam tubuh birokrasi serta
penyampaiannya kepada masyarakat. Sedangkan politik lebih
menekankan pada proses eksternal. Dalam kaitan itulah pada tahun
1952 Martin (Henry, 1992) menyarankan diteruskannya dominasi ilmu
politik dalam administrasi publik walaupun diakui bahwa Simon adalah
pengkritik yang sangat menonjol, namun sebenarnya jauh sebelum
Simon mengemukakan kritik terhadap prinsip administrasi publik, sudah
banyak pakar yang mengkritiknya, seperti yang datang dari Barnard,
Dahl, Marx dan Waldo. Marx (1946) misalnya beranggapan bahwa
prinsip birokrasi yang optimal tidaklah dapat ditemukan dalam realitas,
sehingga konsep value free administration sebenarnya adalah value
laden politics. Bahkan Waldo secara tegas dan kritis membantah adanya
prinsip administrasi yang tak dapat diganggu gugat dan melihat
terjadinya inkonsistensi serta interpretasi yang sempit terhadap konsep
ekonomi dan efisiensi (Henry, 1992:26).

Paradigma 3. Administrasi Publik sebagai Ilmu Politik


Ketidakpuasan terhadap pemisahan antara politik dan administrasi serta
keyakinan yang kuat bahwa politik dan administrasi adalah satu, telah
melahirkan suatu paradigma baru yaitu paradigma publik sebagai ilmu
politik. Sebagai akibat perkembangan administrasi publik agak terhambat
dan melompat ke belakang, karena merupakan bagian dari ilmu politik.
Administrasi publik terus merosot dan dianggap sebagai warga negara
kelas dua. Kemerosotan itu mulai berkurang sekitar tahun 1960-an,
ketika beberapa jurnal ilmu politik mulai mengurangi artikel yang berbau
administrasi publik. Menurut catatan Henry antara tahun 1960 dan 1970
hanya 4% dari semua artikel yang diterbitkan dalam 5 jurnal ilmu politik
yang terkenal membahas administrasi publik. Gelagat baik itu berlanjut
dengan munculnya dua perkembangan baru, yaitu : (1) meningkatkan
penggunaan studi kasus sebagai instrumen epistemologi dan (2) lahirnya
studi perbandingan dan administrasi pembangunan sebagai sub bidang
kajian administrasi publik. Beberapa gelagat, khususnya munculnya
sturdi perbandingan administrasi pulik, sebenarnya merupakan
pengejawantahan dari keinginan yang kuat dari administrasi publik untuk
memeisahkan diri dari ilmu politik dan merupakan jawaban terhadap
keinginan Simon untuk mewujudkan ilmu administrasi publik murni.
Dengan studi perbandingan administrasi publik, dimaksudkan pula untuk
meniadakan prinsip administrasi publik yang bersifat universal, namun
tetap menjadikan administrasi publik sebagai disiplin yang berdiri sendiri,

22
terpisah dari ilmu politik. Sementara keinginan untuk meniadakan prinsip
administrasi sebagai disiplin ilmu tersendiri, sejajar dengan disiplin ilmu
yang lain, tidak kalah pula gemanya. Usaha untuk menjadikan
administrasi sebagai ilmu normatif kembali muncul ke permukaan,
walaupun kadar normatifnya sudah jauh berkurang, maka lahirlah
paradigma administrasi publik sebagai ilmu administrasi.

Paradigma 4. Administrasi Publik Sebagai Ilmu Administrasi Publik


Asumsi yang mendasari lahirnya paradigma ini ialah tidak terjadinya atau
tidak adanya perbedaan fokus antara administrasi publik dan
administrasi bisnis. Lahirnya paradigma ini dtandai dengan terbitnya
suatu jurnal yang bergengsi pada tahun 1956, yaitu Administrative
Science Quarterly. Fokus perhatian administrasi adalah teori organisasi
dan manajemen. Teori organisasi lebih memfokuskan kepada hal-hal
yang berkaitan dengan pekerjaan para ahli ilmu jiwa sosial, sosiologi dan
administrasi bisnis, yang kesemuanya itu untuk lebih memahami dan
mendalami perilaku organisasi. Sedangkan manajemen lebih berkenaan
dengan analisis sistem, komputer dan lain-lain, untuk mengukur
efektifitas dan efisiensi program kerja. Karena itulah maka tidak
mengherankan kalau bukut-buku yang berpengaruh pada saat itu adalah
buku-buku yang berkenaan dengan organisasi seperti :
1. March A. Simon – Organization;
2. James D. Thompson – Organization in Action;
3. March – Handbook of Organization dan lain-lain.
Hal ini diperkuat lagi dengan pernyataan Handerson yang menyatakan
bahwa teori organisasi seharusnya menjadi pusat perhatian administrasi
publik (Henry, 1988). Dan salah satu bidang kajian teori organisasi yang
banyak mendapat perhatian adalah pengembangan organisasi (OD).

Suatu sikap dan pandangan yang tidak membedakan fokus perhatian


administrasi publik dan administrasi bisnis di satu sisi mengandung
beberapa kelemahan. Paradigma ini adalah paradigma yang berorientasi
pada efisiensi. Ini menunjukkan betapa dominannya pengaruh
administrasi bisnis terhadap administrasi publik. Kata publik yang
melekat pada administrasi akan mempunyai makna yang banci atau
ambivalen. Sebab di situ pihak mementingkan kepentingan umum dan di
lain pihak mementingkan keuntungan. Makna publik, kata Henry harus
diartikan sebagai makna filosofi, normatif dan etis. Makna publikasi
tradisional yang lebih berkonotasi negara haruslah ditinggalkan dan
diganti dengan makna yang lebih dinamis dan normatif. Dimensi ini
menyangkut dimensi kepentingan umum dan pelayanan umum. Oleh
karena itu maka kesamaan fokus dan perbedaan fokus mengharuskan 2
bidang ini dipisah, agar masing-masing dapat berkembang sesuai

23
dengan hakekatnya masing-masing. Pemisahan ini bukan berarti
diantara keduanya tak terkait satu sama lain.

Kondisi-kondisi itulah yang mendorong para sarjana administrasi untuk


melakukan pembaharuan-pembaharuan agar administrasi publik menjadi
otonomi, terlepas dari ilmu administrasi maupun ilmu politik. Ikhtiar
intelektual itu salah satunya ialah yang dilakukan oleh Waldo yang pada
tahun 1968 menyeponsori suatu konferensi para ahli administrasi pulik.
Publik muda guna mendirikan gerakan baru yang akhirnya disebut Neo
Public Administration. Hasil konferensi tersebut akhirnya dibukukan yang
dieditori oleh Marini dengan judul Toward a New Public Administration :
The Minnow Brook Perspective. Selain itu muncul buku Fredereckson
dengan judul New Public Administration, Waldo dengan judul Public
Administration in Time of Turbulance dan Frederickson dengan judul
Neighbourhood Control in the 1970. Bellone, Organization Theory and
New Public Administration.

Fokus utama dari Neo Public Administration tidak lagi pada masalah-
masalah administrasi publik tradisional seperti efisiensi, efektivitas dan
teknik-teknik administrasi yang lain. Administrasi publik baru lebih
menekankan pada teori-teori normatif, filosofi dan aktivisme. Hal yan
banyak dibahas adalah yang berkenaan dengan nilai, etika, keadilan
sosial, hubumgan antara birokrasi dengan pihak yan dilayani serta
masalah-masalah yang luas seperti urbanisasi, teknologi dan kekerasan.
Hal yang baru menjadi penekanan dari gerakan ini ialah segi moral dan
karenanya administrasi tidaklah netral. Adanya kritik pedas yang
dilontarkan, telah menghentakkan para sarjana administrasi publik
tradisional untuk mempertimbangkan kembali, gema ini melahirkan
paradigma baru yaitu paradigma administrasi publik sebagai administrasi
publik.

Paradigma 5. Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik


Ketidakpuasan terhadap paradigma lama memaksa para sarjana untuk
membangun suatu paradigma baru, yaitu paradigma administrasi publik
sebagai administrasi publik. Paradigma baru ini menganggap bahwa
administrasi publik adalah administrasi publik, bukan merupakan bagian
dan berbeda dengan ilmu administrasi maupun ilmu politik, walaupun
diakui beberapa konsep dan konstruksi banyak diambil dari dua disiplin
ini dan karenaya keterkaitannya sangat erat.

Dianut paradigma ke-5 ini dapat ditunjukkan dengan semakin banyaknya


Sekolah Tinggi maupun Fakultas yang membina ilmu administrasi

24
dengan jumlah yang cukup menggembirakan. Menurut catatan Henry
(1992) yang mengutip hasil studi orang lain dapat diungkapkan hal-hal
sebagai berikut. Antara tahun 1973-1978 jumlah sekolah profesional
yang secara khusus mempelajari public administration dan public affairs
meningkat sebesar 21%. Sebagian besar mahasiswa yang mempelajari
administrasi publik berada pada program studi di sekolah profesional
yang secara khusus mempelajarkan ilmu administrasi publik dalam
merekrut mahasiswa minoritas dan wanita. Pada tahun 1978, 11% dari
mahasiswa tingkat PMA adalah orang kulit hitam dan hampir 22% adalah
wanita. Walaupun belum ada data yang akurat, di Indonesia minat
terhadap public administration dapat diduga melonjak terus. Dan sampai
saat ini belum ada jurusan Administrasi Publik (di PTN) yang tutup.

Sebagaimana Nicholas Henry, G. Frederickson juga mengungkapkan


adanya 5 (lima) paradigma dalam bidang ilmu pengetahuan administrasi
negara yang telah berkembang selama ini, namun kemudian
menambahkan 1 paradigma lain yang ia sendiri turut menganjurkannya
yaitu “Administrasi Negara Baru”, di mana berbagai dimensi dan
implikasi “nilai” yang ingin diwujudkan merupakan fokus pokok yang
mewarnai paradigma ini. Keenam paradigma tersebut adalah : (1)
Birokrasi Klasik, (2) Birokasi Neo-Klasik, (3) Kelembagaan, (4) Hubungan
Kemanusiaan, (5) Pilihan Publik, dan (6) Administrasi Negara Baru (H.
George Frederickson, 1976 : 149-74).

Birokrasi Klasik. Fokus pengamatan paradigma ini adalah struktur


(desain) organisasi dan fungsi atau prinsip-prinsip manajemen,
sedangkan yang merupakan lokusnya adalah berbagai jenis organisasi
baik pemerintahan maupun bisnis. Nilai pokok yang ingin diwujudkan
adalah efisiensi, efektivitas, ekonomi, dan rasionalitas. Tokoh utama
paradigma ini antara lain adalah Weber (Bureaucracy, 1922) Wilson (the
Study of Public Administration, 1887), Taylor (Scientific Management,
1912), serta Gulick dan Urwick (Papers on the Science of Administration,
1937).

Birokrasi Neo-Klasik. Nilai yang dianut dan ingin dicapai paradigma ini
adalah serupa dengan paradigma pertama; tetapi yang merupakan lokus
dan fokusnya berbeda. Lokus dari paradigma 2 ini adalah “keputusan”
yang dihasilkan oleh birokrasi pemerintahan, sedangkan fokusnya adalah
proses pengambilan keputusan dengan perhatian khusus kepada
penerapan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisa sistem, dan penelitian
operasi. Tokoh teoritisi pendukung paradigma ini antara lain adalah
Simon (Administrative Behavior, 1948), dan Cyert dan March (A
Behavioral Theory of the Firm, 1963).

25
Kelembagaan. Fokus perhatian paradigma ini terletak pada pemahaman
mengenai perilaku birokrasi yang dipandang juga sebagai suatu
organisasi yang kompleks. Masalah-masalah efisiensi, efektivitas, dan
produktivitas organisasi kurang mendapatkan perhatian. ‘The scholars
are generally “positivist” in their perspective, searching for order in
complex organization or for discernible patterns of bureaucratic behavior”
(Fredericson, 1976 : 160). Salah satu perilaku birokrasi yang
diungkapkan oleh paradigma ini adalah perilaku pengambilan keputusan
yang bersifat gradual dan incremental, yang oleh Linblom dipandang
sebagai satu-satunya cara untuk memadukan kemampuan dan keahlian
birokrasi dengan preferensi kebijaksanaan dan berbagai kemungkinan
bias dari bejabat-pejabat politis (Charles Lindblom, 1965). Tokoh-tokoh
lain dari paradigma ini adalah Thompson (organization in Action : The
Social Science Bases of Administrative theory, 1967, Mosher
(Democracy and the Public Service, 1968), dan Etzioni (A Comparative
Analysis of Complex Organizations, 1961).

Hubungan Kemanusiaan. Nilai yang mendasari paradigma ini adalah


keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, minimasi perbedaan dalam
status dan hubungan antar pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri, dan
optimasi tingkat kepuasan. Fokus dari paradigma ini adalah dimens-
dimensi kemanusiaan dan aspek sosial-psikologi dalam tiap jenis
organisasi ataupun birokrasi. Di antara para teoritisi yang cukup
berpengaruh dalam paradigma ini adalah Rennis Likert (The Human
Organization: Its management and value, 1967), dan Daniel Katz dan
Robert Kahn (The Social Psychology of organizations, 1966).
Pengembangannya meliputi sensitivity training, group dynamics, dan
organization development.

Pilihan Publik. Fokus dari administrasi negara menurut paradigma ini


tak lepas dari politik, sedangkan lokusnya adalah pilihan-pilihan untuk
melayani kepentingan publik akan barang dan jasa yang harus diberikan
oleh sejumlah organisasi yang kompleks. Menurut Frederickson, “The
modern version of political economics is now customarily referred to as
either ‘nonmarket economics” or the “public choice” approach
(Frederickson, 1967 : 164). Perkembangan ini mendorong Ostrom,
menarik kesimpulan bahwa “A variety of different organizational
arrengements can be used to provide different public goods and
services” (Ostrom, 1973: 111). Selain Ostrom, tokoh lain dari paradigma
ini adalah Buchanan dan Tullock (1962, 1968).

26
Administrasi Negara Baru. Fokus dari administrasi negara baru meliputi
usaha untuk mengorganisasikan, menggambarkan, mendesain, ataupun
membuat organisasi dapat berjalan ke arah dan dengan mewujudkan
nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan dengan
pengembangan sistem desentralisasi dan organisasi-organisasi
demokratis yang responsif dan mengundang partisipasi, serta dapat
memberikan secara merata jasa-jasa yang diperlukan masyarakat.
Karakteristik administrasi negara baru, menurut Fredericson menolak
bahwa para administrator dan teori-teori administrasi bersifat netral atau
bebas nilai dan nilai-nilai sebagaimana dianut dalam berbagai paradigma
tersebut di atas adalah relevan sekalipun terkadang bertentangan satu
sama lain. Masalahnya kemudian, penyesuaian politik dan administrasi
bagaimana yang harus dilakukan untuk mendorong tercapainya nilai-nilai
tersebut. “If bureaucratic responsiveness, worker and citizen participation
in decision making, social equity, citizen choice and administrative
responsibility for program effectiveness are the constellation of values to
be maximised in modern public administration, what are the structural
and managerial means by which these values can be achieved
(Frederickson, 1967 : 1167-69).

Tokoh lainnya, Bryant dan White, mengemukakan adanya beberapa


pendekatan yang dapat dipergunakan untuk lebih memahami organisasi
dan fungsi-fungsi manajemen khususnya dalam hubungan
pembangunan negara-negara Dunia Ketiga, yang dibaginya ke dalam 2
kelompok sebagai berikut :
1. Teori Organisasi, meliputi a) organisasi sebagai sistem pembuat
keputusan dan pencapaian tujuan yang sangat dipengaruhi oleh
rasionalitas ekonomi, termasuk dalam kelompok ini adalah aliran
manajemen ilmiah ala Frederick Taylor (1947), teori pengambilan
keputusan ala Simon dan March, model hubungan kemanusiaan ala
Mayo, model tehnik sosial ala Emery dan Trist (1960), dan model
pertentangan (“conflict modal”) ala Ralf Dahdendorf (1959), dan (b)
Organisasi sebagai bagian dari lingkungan sosiologi yang lebih luas
dan mempengaruhi berfungsinya organisasi, termasuk dalam
kelompok ini antara lain adalah model “sistem terbuka” ala Kast dan
Kahn (1978) serta Thompson (1967), model ini menekankan pada 2
aspek yaitu organisasi dan berbagai kelompok lingkungannya, seperti
“model kontingensial” ala Lorsch (1967).

2. Teori Perilaku. Sejajar dengan kedua pendekatan pada teori


organisasi di atas, Bryant dan White mengemukakan adanya 3 pokok
pendekatan untuk memahami perilaku; yaitu a) Model Rasional,
memusatkan perhatian pada individu anggota organisasi yang

27
diasumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan,
kebutuhan, motif dan tujuan, di antara pendukungnya terdapat antara
lain Downs (1967), dan Simon (1973), b) Model Sosiologik (Sosio-
psikologik), berlandaskan bidang pengetahuan antropologi, sosiologi,
dan psikologi perilaku melihat pengaruh timbal balik antara sikap dan
perilaku individu dan hubungan dengan lingkungannya yang
kompleks, di antara pendukung teori ini terdapat Bem (1970); dan c)
Model Pengembangan Hubungan manusia, memusatkan perhatian
pada tujuan yang ingin dicapai dan pengembangan berbagai sistem
motivasi menurut jenis motivasi dan disain organisasi yang cocok
yang dipandang akan dapat memaksimumkan kegairahan kerja dan
produktivitas. Di antara pendukung teori ini terdapat Maslow (1954),
Mc Gregor (1961) dan Bennis (1969). Dalam rangka kemungkinan
penerapan ketiga teori tersebut Bryant dan White berpendapat “the
most fruitful way to combine them is to use the rational model to
explore the extent to which people are able to make choices and
pursue goals, the social psycholocal model to sensitize us to ways in
which peoples’ choice are formed, and the humanist model to
condider the possibilities of value change and development within the
context of organizations” (Coralie Bryant dan Louise G.White, 1982 :
101).
Akhirnya ada baiknya kiranya kita secara singkat melihat pandangan dari
Kast dan Rosenzweig, yang membagi perkembangan pemikiran
“paradigmatis” dalam bidang pengetahuan organisasi dan manajemen
sebagai berikut: (1) Konsep organisasi dan manajemen Tradisional,
berisikan teori-teori Weber, Taylor, dan Fayol dan lainnya sebagaimana
terdapat pada paradigma 1 dan 2 dari Nicholas henry ataupun paradigma
1 dari Frederickson; (2) Konsep perilaku dan Ilmu Manajemen, berisikan
teori-teori psikologi, sosial psikologi, budaya, dan rasionalitas
pengambilan keputusan, serta lain-lainnya sebagaimana terdapat pada
paradigma 4 dari Nicholas Henry, dan Paradigma 2 dari Frederickson;
dan (3) Konsep organisasi dan manajemen Modern, berisikan
pendekatan sistem dan kontingensi, yang menganjurkan adanya
keterpaduan dalam pendekatan perilaku yaitu antara yang bersifat
psikologi dan sosial-kultural psikologi dengan yang berkembang dalam
kubu ilmu menejemen. Selanjutnya, Kast dan Resenzweig (1981 : 108-
114) mengemukakan bahwa struktur internal setiap “sistem organisasi”
terdiri atas beberapa sub-sistem: goals dan values (yang bersumber dari
lingkungan sosial budaya yang luas), technical (termasuk ilmu
pengetahuan dan tehnologi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas),
psychosocial (terdiri dari individu dan kelompok individu dengan berbagai
sikap, aspirasi, motivasi, status, interaksi, dan sebagainya), structural
(berisikan pembagian pekerjaan dan koordinasi, dengan pola

28
kewenangan dan sistem komunikasi tertentu), dan managerial
(berperanan untuk melakukan kepemimpinan dalam organisasi serta
dalam interaksinya dengan lingkungannya). Di samping yang
menganjurkan untuk memandang organisasi dalam perspektif
interaksinya dengan lingkungannya paradigma ini membuka
kemungkinan gabungan sejumlah teori dan metodologi yang terdapat
dalam berbagai paradigma, misalnya dalam paradigma Klasik sampai
dengan Paradigma Administrasi Negara Baru dari Frederickson, dan dari
paradigma 2 sampai dengan 5 dari Nicholas Henry. Kemungkinan
dikemukakan bahwa dalam pendekatan kontingensi terdapat anggapan
bahwa organisasi dengan lingkungan dan berbagai sub sistem di
dalamnya bersifat “sebangun”. Fungsi manajemen yang pokok adalah
memaksimumkan “kesebangunan” tersebut. Keserasian antara
organisasi antara organisasi dengan lingkungannya disertai disain yang
serasi antar dan dalam berbagai sub-sistemnya akan menghasilkan nilai
yang lebih tinggi dalam tingkat efisiensi, evektifitas, dan kepuasan para
anggota. Pendekatan kontingensi melihat adanya pola hubungan tertentu
untuk organisasi yang berbeda dengan pemahaman yang lebih baik
mengenai pola interaksi antar berbagai variabel relevan di dalam
berbagai kemungkinan pengembangan sistem administrasi yang lebih
efektif.

Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa perbedaan yang ada di


antara paradigma-paradigma yang dikemukakan Nicholas Henry dengan
yang dikemukakan oleh Frederickson, ataupun paradigma-paradigma
yang dikemukakan Kast dan Rosenzweig tersebut di atas, terutama
terletak dalam nama yang diberikan (“terminologi”) atas sejumlah teori
yang dikelompokkan menurut “nilai dan fokus” tertentu; dan tampaknya
adalah sulit untuk membuatnya lebih bersifat “mually exclusive”. Misalnya
“fokus” Paradigma prinsip-prinsip Administrasi dari Nicholas Henry
adalah sama dengan “fokus” paradigma Birokrasi Klasik Frederickson,
dan sama juga dengan Paradigma Organisasi Tradisional dari Kast dan
Rosenzweigh; sedangkan “fokus” dari konsep Sistem dan organisasi
kontingensial dari Kast dan Rosenzweig adalah sama dengan Paradigma
Kelembagaan dan Kebijaksanaan Publik dari Frederickson, dan
seterusnya. Sedangkan pandangan bahwa fokus administrasi negara
sebagai terpisah dari politik sebagaimana terdapat pada paradigma 1
dan 2, dari Nicholas Henry agaknya hanyalah merupakan kenyataan
historis masa lalu. Dewasa ini dikotomi antara politik dan administrasi
negara dianggap sebagai tidak realisitis bahkan umumnya menempatkan
administrasi negara sebagai bagian dan merupakan institusi terpenting
dalam sistem politik. Di samping itu, paradigma dan sistem administrasi

29
negara bersifat “value laden”, berdiri di atas suatu sistem nilai, dan
bertujuan mewujudkan nilai-nilai tertentu.

Berangkat dari paradigma-paradigma yang merupakan pengembangan


ilmu administrasi negara di negara-negara maju, dalam kaitannya
dengan proses perkembangan negara-negara berkembang administrasi
negara tersebut di atas berubah wujudnya dan bertindak serta beralih
label menjadi administrasi pembangunan yaitu administrasi negara
dalam proses pembangunan.

G. Pokok-Pokok Pikiran Ke Arah Public Management

1) Konfigurasi tempat administrasi negara melakukan fungsinya pada


saat ini dan masa-masa mendatang, sangatlah berbeda dengan
konfigurasi pada saat administrasi negara era Woudroow Wilson,
Waldo del. Perubahan struktur ekonomi dan kelembagaan telah
mengakibatkan resource-base administrasi negara mengalami
perluasan dan peningkatan besarannya. Dalam konfigurasi semacam
itu maka penekanan fungsi administrasi negara pada fungsi
instrumental, tidaklah cukup. Fungsi administrasi negara yang lebih
menekankan pada fungsi catalyst public interest dan fungsi
enterpreneurial haruslah menjiwai setiap gerak langkah administrasi
negara;

2) Karakteristik jiwa catalyst public interest dan enterpreneurial


administrasi negara terwujud dalam perilaku administrasi negara
digambarkan oleh para ahli seperti :
a) Selalu mencari perubahan, merespons pada perubahan dan
mengeksploitasinya sebagai peluang (Drucker; 1985:28);
b) Kejadian untuk melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan
(Kirzner, 1993:35);
c) Kemampuan untuk mengalihkan sumber daya dari kegiatan
berproduktivitas rendah ke kegiatan yang berproduktivitas tinggi
(Say, 1985:23);
d) Kemampuan untuk mendefinisikan resiko dan berusaha
meminimalkannya (Osborne and Gaebler, 1992).
Dengan demikian, berbeda dengan State-Centered yang dalam
melaksanakan fungsinya seringkali bersifat instruktif, maka
administrasi negara dewasa ini haruslah melaksanakan fungsinya
melalui leveraging change through the market (Osborne ad
Gaebler,1992). Dibahasakan secara lain, administrasi negara
haruslah lebih market driven dari pada rule driven.

30
3) Perubahan konfigurasi tersebut tidak hanya berdampak pada
tantangan praksis, namun berdampak pula pada tatanan teoritis
administrasi negara.
Pada tataran teoritis dampak tersebut mengejawantah ke dalam :
a) Perubahan Terminologi;
Istilah publik tidak lagi diterjemahkan ke dalam “negara” tetapi
diterjemahkan ke dalam “publik”. Demikian pula istilah administrasi
yang dulunya dianggap lebih luas dari pada manajemen, sekarang
kondisinya telah terbalik. Istilah administrasi dianggap lebih sempit
dan terbatas fungsinya jika dibandingkan dengan manajemen,
oleh karenanya maka istilah (old) Public Administration
“disarankan perlu” diganti dengan (new) Public Management.
b) Konsekuensi dari butir 3a tersebut adalah perubahan ruang
lingkup studi administrasi negara.
Administrasi publik yang secara singkat dapat dikatakan sebagai
studi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan sektor publik,
berdasarkan paradigma baru disebut juga dengan New Public
Management (Hood,1991), Market Based Public Administration
(Rosenbloom, 1993) atau Enterpreneurial Government (Osborne
ad Gaebler, 1992).
Paradigma ini menekankan pada :
 Perhatian yang lebih besar pada hasil prestasi merupakan
tanggung jawab (accountable) dari setiap pegawai (aparatur);
 Membangun suasana organisasi yang fleksibel, seluruh
sumber daya (organisasi, personil dan tata laksana)
digerakkan secara fleksibel;
 Tujuan organisasional dan personal ditetapkan secara jelas
dan berdasarkan kriteria yang jelas;
 Pejabat senior harus tahu politik dan bukannya buta apalagi
membutakan terhadap persoalan politik;
 Fungsi administrasi negara adalah menghadapi dinamika
pasar, yang salah satunya adalah melakukan contracting out.

31

Anda mungkin juga menyukai