Anda di halaman 1dari 33

Kekuasaan & KORUPSI

birokrasi sangat erat hubungannya dengan


kekuasaan dan korupsi.
Susilo Zauhar (2004) mengemukakan
bahwa hampir dapat dipastikan apabila
orang berbicara tentang birokrasi, kesan
umum yang diperoleh bahwa birokrasi itu
adalah sesuatu yang jelek, negatif dan
korup.
Kekuasaan & KORUPSI
• Birokrasi dan birokratisasi merupakan gejala
universal, yang dapat ditemui dalam setiap
sistem pemerintahan, baik liberal maupun
komunis.
• Menurut Susilo; ini menunjukkan bahwa
birokrasi tak selamanya menampakkan bentuk
idealnya seperti yang digagas oleh
pencetusnya Weber.
Bendix (dalam Susilo Zauhar; 2004) berkesimpulan
bahwa birokrasi rasional lebih cocok dan dapat hidup di
negara barat daripada di negeri timur
• Ada beberapa alasan mengapa bentuk ideal birkrasi
rasional jarang (tidak) nampak dalam praktek sehari-
hari menurut Perrow :
Pertama; manusia maujud tidak hanya untuk
organisasi;
Kedua; birokrasi tidak kebal terhadap perubahan;
Ketiga; birokrasi dirancang memang untuk orang
”rasional”, sehingga dalam realitas mereka tidak
dapat saling dipertukarkan untuk fungsi keseharian
organisasi
korupsi
• Terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme di negara
berkembang seperti di Indonesia, tidak terlepas
dari buruknya birokrasi yang tidak dapat
menerapkan atau tipisnya hubungan impersonal
dalam organisasi publik
• Korupsi dan kekuasaan ibarat dua sisi mata uang.
Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan,
dan sebaliknya kekuasaan merupakan pintu
masuk bagi tindakan korupsi (Agus Suradika;
2004)
Lord Acton (dalam Miriam Budiarjo; 1995),
dengan adigiumnya yang terkenal : Power tends
to corrupt, and absolute power corrupt
absolutely (Kekuasaan itu cenderung korup, dan
kekuasan yang absolut cenderung korup secara
absolut).
• korupsi mengikuti watak kekuasaan. Jika
kekuasan berwatak sentralistis, korupsipun
mengikutinya berwatak sentralistis. Semakin
terpusatnya kekuasaan, semakin hebat pula
korupsi di pusat kekuasan itu. Hal ini seperti
terjadi di era Orde Baru.
korupsi
• jika terjadi otonomi seperti otonomi daerah,
maka korupsipun mengikuti sejajar dengan
otonomi tersebut. Karena kekuasaan yang
otonom, korupsi mengikuti berpindah dari
satu pusat kekuasaan berpindah ke banyak
pusat kekuasaan. Hal ini seperti terjadi
sekarang era pasca Orde Baru.
korupsi
• Political and Economic Risk Consultancy
(Oktober 2001) : Akan ada faktor yang paling
membahayakan pembangunan bangsa
Indonesia yang melebihi gerakan militer atau
transisi politik yang kacau. Faktor itu adalah
KORUPSI.
Apa itu korupsi?
• Nye J.S. dalam Agus Suradika (2004) : korupsi
sebagai perilaku yang menyimpang dari aturan
etis formal yang menyangkut tindakan
seseorang dalam posisi otoritas publik yang
disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi,
seperti kekayaan, kekuasaan dan status
APA ITU KORUPSI?
• Korupsi sering juga diberi pengertian sebagai
penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk
keuntungan pribadi. Atau dapat juga dikatakan
sebagai perilaku yang tidak mematuhi prinsip
’mempertahankan jarak”
• Artinya menurut Agus Suradika (2004)
pengambilan kebijakan di bidang ekonomi apakah
itu dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau
oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau
keluarga tidak memainkan peranan.
Ragam korupsi menurut Yves Meny

• Pertama; Korupsi jalan pintas. Banyak dipraktekkan dalam kasus


penggelapan uang negara, perantara ekonomi dan politik, sektor
ekonomi membayar untuk keuntungan politik.
• Kedua; Korupsi-upeti. Bentuk korupsi yang dimungkinkan karena
jabatan strategis. Berkat jabatan tersebut seseorang
mendapatkan persentase dari berbagai kegiatan, baik dalam
bidang ekonomi, politik, budaya, bahkan upeti dari bawahan,
kegiatan lain atau jasa dalam suatu perkara, termasuk di
dalamnya adalah upaya mark up. Jenis korupsi yang pertama
dibedakan dari yang kedua karena sifat institusional politiknya
yang menonjol. Money politics masuk dalam kategori yang
pertama meski pertukarannya bukan langsung dari sektor
ekonomi.
RAGAM KORUPSI
• Ketiga; korupsi-kontrak. Korupsi ini tidak bisa dilepaskan
dari upaya untuk mendapatkan proyek atau pasar;
masuk dalam kategori ini adalah usaha untuk
mendapatkan fasilitas pemerintah.
• Keempat; Korupsi-Pemerasan. Korupsi ini sangaty
terkait dengan jaminan keamanan dan urusan gejolak
intern maupun dari luar; perekrutan sumber daya
manusia dari unsur TNI-POLRI dalam Departemen-
Departemen atau BUMN. Termasuk dalam kategori ini
juga adalah pembukaan kesempatan pemilikan saham
kepada ’orang kuat’ tertentu.
Amin Rais (1993) membagi jenis korupsi
di Indonesia dalam empat tipe
• Pertama; korupsi ekstortif (extortive corruption).
Korupsi ini merujuk pada situasi di mana
seseorang terpaksa menyogok agar dapat
memperoleh sesuatu atau mendapatkan proteksi
atas hak dan kebutuhannya. Misalnya pengusaha
terpaksa memberikan sogokan (bribery) pada
pejabat tertentu agar bias mendapat ijin usaha,
perlindungan terhadap usaha sang penyogok,
yang bias bergerak dari ribuan sampai milyaran
rupiah.
• Kedua; korupsi manipulatif (manipulative corruption).
Jenis korupsi ini merujuk pada usaha kotor seseorang
untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan atau
keputusan pemerintah dalam rangka memperoleh
keuntungan setinggi-tingginya. Misalnya; seorang atau
sekelompok konglomerat memberi uang pada bupati,
gubernur, menteri dan sebagainya agar peraturan yang
dibuat dapat menguntungkan mereka. Bahwa
kemudian peraturan-peraturan yang keluar akan
merugikan rakyat banyak, tentu bukan urusan para
koruptor tersebut.
• Ketiga; korupsi nepotistik (nepotistic corruption). Korupsi
jenis ini merujuk pada perlakuan istimew yang diberikan
pada anak-anak, keponakan atau saudara dekat para
pejabat dalam setiap eselon. Dengan preferential
treatmen itu para anak, menantu, keponakan dan istri
sang pejabat dapat menangguk untung yang sebanyak-
banyaknya. Korupsi nepotistik pada umumnya berjalan
dengan melanggar aturan main yang sudah ada. Namun
pelanggaran-pelanggaran itu tidak dapat dihentikan
karena di belankang korupsi nepotistik itu berdiri
seorang pejabat yang biasanya merasa kebal hukum.
• Keempat; korupsi subversif. Korupsi ini berbentuk
pencurian kekayaan negara yang dilakukan oleh
para pejabat negara. Dengan menyalahgunakan
wewenang dan kekuasaannya, mereka dapat
membobol kekayaan negara yang seharusnya
diselamatkan. Korupsi ini bersifat subversif atau
destrktif terhadap negara karena negara telah
dirugikan secara besar-besaran dan dalam jangka
panjang dapat membahayakan eksistensi negara.
KORUPSI di Indonesia menurut Indonesian
Corruption Watch
• korupsi di Indonesia terjadi dalam
empat aspek yaitu: korupsi di
lingkungan pejabat, korupsi di
lingkungan departemen, korupsi
di lingkungan BUMN, dan korupsi
bantuan luar negeri
Pemberantasan Korupsi
• Pada tahun 1999, posisi Indonesia sebagai negara
terkorup ketiga di dunia. Dan pada tahun 2001
agak lebih baik menjadi peringkat keempat.
Negara China dan Vietnam yang bersaing dengan
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dalam
soal korupsi, kini jauh meninggalkan Indonesia
menuju ke arah yang lebih baik setelah
mengkampanyekan gerakan antikorupsi dengan
menghukum mati para pejabat teras mereka yang
terlibat korupsi.
Gaya Normatif Pemberantasan Korupsi

• Perkembangan upaya pemberantasan korupsi


gaya normatif dari kurun waktu ke waktu (Agus
Suradika; 2004) sebagai berikut :
Orde Lama : Pada era ini telah dua kali dibentuk
Badan Pemberantas Korupsi. Pertama : berpayung
pada Undang-Undang Keadaan Bahaya dibentuk
Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang
dipimpin oleh A.Haris Nasution dibantu
Mohammad Yamin dan Roeslan Abdulgani
Orde lama
• Kedua pada tahun 1963 melalui
Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun
1963, pemberantasan korupsi digalakkan
lagi. Nasution ditunjuk kembali sebagai
ketua dibantu oleh Wiryono
Prodjodikosumo dengan tugas
meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja
pengadilan
Orde Baru
• Pada awal pemerintahan orde baru, pada
tahun 1967 dibentuk Tim Pemberantas
Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.
Tahun 1970, karena ketidakseriusan TPK
dalam memberantas korupsi seperti
komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar
melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan
TPK.
Orde baru
• Operasi Tertib (Opstib) yang dikomdani oleh Sudomo
dengan tugas antara lain memberantas korupsi.
Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme masyarakat.
Terjadi perbedaan pendapat antara Sudomo dengan
Nasution yang menyangkut metode atau cara
pemberantasan korupsi. Nasution menganggap bahwa
apabila ingin berhasil dalam memberantas korupsi,
maka harus dimulai dari atas. Nasution juga
menyarankan Sudomo agar memulai dari dirinya.
Seiring jalannya waktu, Opstib hilang tanpa ada
bekasnya
Era Pasca Orde Baru
• Tahun 1999 Presiden Habibi mengeluarkan UU Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas dari KKN, yang selanjutnya dibentuk beberapa
komosi dan lembaga yaitu KPKPN, KPPU atau Lembga
Ombudsman.
• Masa pemerintahan Gus Dur, dibentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Dibentuk
dengan Keppres dan diketuai oleh Hakim Agung Andi
Andojo. Ditengah menggebunya semangat memberantas
korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review
Mahkamah Agung, TGPTPK) dibubarkan dan terjadi
kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi.
Era Pasca Orde Baru
• pemerintahan Megawati, belum juga menunjukkan
adanya keseriusan pemerintah dalam memberantas
korupsi. Di masa pemerintahan ini, dengan kasat mata
kita bisa melihat wibawa hukum merosot, di mana yang
menonjol adalah otoritas kekuasaan. Banyak onglomerat
yang telah mengelapkan uang negara dan bermasalah
bisa mengecoh hukum dengan alasan berobat keluar
negeri tetapi kabur dan buron. Dalam arti pemerintah
masih memberikan perlindungan kepada para
konglomerat yang telah ikut andil dalam
membangkrutkan perekonomian nasional.
Era Pasca Orde Baru
• Masa Pemerintahan SBY-JK, pemberantasan korupsi
digalakkan dengan terbentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Gebrakan komisi ini
cukup efektif dalam memberantas korupsi. Namun
karena masih menggunakan metode tebang pilih dan
yang dipilih birokrat-birokrat kecil di daerah atau
pada lembaga-lembaga yang dana penyelenggaraan
kegiatannya kecil seperti pemerintah daerah. Kiprah
KPK belum menyentuk koruptor-koruptor kakap yang
masih berkeliaran bebas. Namun demikian, hal ini
perlu diacungi jempol. Ada komitmen pemerintah
dalam memberantas korupsi.
Pemberantasan Korupsi Model Shlelfer
dan Vishny
• Model ini menawarkan pemberantasan
korupsi melalui ”transaksi korup”. Model
ini mengasumsikan birokrat pemerintah
menyajikan penawaran terbatas pada
suatu rentang hak yang berguna.
Shlelfer dan Vishny membedakan tiga
kasus yaitu :
• Pertama, ketika pemerintah terpusat dan satu
agen (single agency) tunggal menjadi
penyedia seluruh hak yang relevan. Birokrat
pemerintah memaksimalkan pendapatannya
dari suap dengan membatasi penawaran
bersama berbagai hak sampai tingkat
keuntungan maksimal.
Shlelfer dan Vishny
• Kedua, ketika beberapa agen pemerintah bersaing
dalam pemberian hak yang saling melengkapi.
Karena itu satu agen dapat memberikan hak impor
atas bahan baku. Yang lainnya memberikan hak
untuk membangun pabrik danyang ketiga
menyajikan akses ke kredit. Jika agen-agen yang
berbeda tidak terpusat dan bebas mencoba untuk
memaksimalkan keuntungan untuk mereka,
masing-masing akan menghadapi dilema
narapidana (prisoner’s dilemma).
Shlelfer dan Vishny
• Ketiga, ketika ada beberapa agen, tetapi mereka
masing-masing dapat melayani seluruh hak yang
relevan. Ini mirip dengan beberapa negara kecil dalam
suatu negara, yang bersaing untuk membagikan usaha.
Hasilnya secara radikal berbeda. Masing-masing negara
kecil ini berusaha melayani suatu paket tawaran ke
pembeli dengan hak pelengkap yang diperlukan untuk
membangun usaha. Kompetisi di antara negara-negara
kecil sekarang memiliki hasil teoritik yang diharapkan,
dengan menekan harga paket sewa ke nol, dan karena
itu total sewa yang dikumpulkan nol.
Shlelfer dan Vishny
• Kesimpulan bahwa Shlelfer dan Vishny
sederhana, penyelesaian korupsi paling baik
dengan meningkatkan kompetisi di antara
birokrat dan memungkinkan lebih banyak
agen menyediakan hak sejenis. Tujuannya
adalah mencapai kolon ketiga. Yaitu di mana
pengumpulan suap keseluruhan dan tingkat
masing-masing supa mencapai titik terrendah
Penerapan Kekuasaan Amanah
• Adigium ’keuasaan itu cenderung korup’, sebenarnya bisa ditepis ketika
hadir kekuasaan yang amanah, adil dan demokratis serta memiliki visi
dan komitmen yang jelas tentang clean government dan good
governance. Kepemimpinan yang amanah adalah kepemimpinan yang
mengedepankan keteladanan, transparansi dan akuntabilitas dalam
memegang kekuasaan. Kepemimpinan yang adil adalah kepemimpinan
yang mengedepankan supremasi hukum dan memberlakukan hukum
bagi semua pihak atas dasar rasa keadilan masyarakat tanpa sikap
diskriminatif. Kepemimpinan yang demokratis adalah kepemimpinan
yang partisipatif dan dalam konstelasi checks and balances antara unit-
unit suprastruktur politik dan infrastruktur politik. Kepemimpinan yang
memenuhi kriteria ini akan mengurangi ketidakberdayaan hukum,
terlebih lagi bila ada komitmen dari elit pemerintahan untuk
memangkas korupsi
dua fungsi pokok Pemilu dalam perspektif
demokrasi :
• Pertama, sebagai sarana memperbaharui dan
memperkokoh legitimasi politik penguasa yang
sedang berjalan. Jika pemerintah dan partai yang
berkuasa aspiratif bagi kepentingan rakyat,
melaksanakan agenda reformasi, menegakkan
keadilan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat,
maka fungsi pemilu adalah memperbaharui legitimasi
politik. Pemerintah dan partai politik ini layak
mendapat kepercayaan kembali untuk mengelola
negara dan mewakili kepentingan rakyat banyak
• Kedua, sebagai sarana medelegitimasi pemerintahan
lama dan membentuk pemerintahan baru. Jika
pemerintah dan partai politik yang berkuasa tidak
aspiratif, mengabaikan amanah reformasi, dikendalikan
oleh politisi busuk dan tidak kapabel menjalankan roda
pemerintahan, maka pemilu menjadi momentum
untuk melakukan suksesi kepemimpinan nasional, baik
pada level eksekutif maupun legislatif, dari pusat
hingga ke daerah-daerah.
• Pemerintah diharapkan untuk tetap berkomitmen
dalam pemberantasan KKN, dan bila perlu membuat
perangkat hukum yang dapat memberikan hukuman
yang lebih berat bagi para koruptor/
Ungkapan filsuf Yunani Sokrates perlu kita simak :

• Tuan-tuan, kekuasaan tuan-tuan dapat mebuat


hukum semau-maunya. Tetapi kekuasaan tuan-
tuan pada akhirnya akan dapat dikalahkan
perasaan keadilan dari rakyat yang tidak dapat
dimatikan atau ditindas. Lama setelah saya mati
nanti, tuan-tuan sebagai hakim akan dikenal
sebagai contoh-contoh, di mana hukum tidak sama
dengan keadilan. Hukum datang dari otak manusia,
sedangkan keadilan datang dari hati sanubari
rakyat”.

Anda mungkin juga menyukai