Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.

1 April 2016, 11-20

PENURUNAN TINGKAT STRES KERJA PADA PENERBANG MILITER


MELALUI PENERAPAN TERAPI YOGA TAWA

Anggun Resdasari Prasetyo, Harlina Nurtjahjanti, Nailul Fauziah, Erin Ratna Kustanti

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro


Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang Semarang

anggun.resdasari@gmail.com

Abstract
The laughter yoga therapy is a physical exercise technique that combines yoga breathing techniques, fitness
exercise, laughter, applause rhythmic movements, and meditation. The purpose of this study was to test the
effect of laughter yoga therapy to reduce work stress levels on military pilots of Indonesian army in Semarang,
Central Java. A quasi-experimental pretest-posttest control group design was applied. Subjects comprised 10
military pilots of Indonesian army in Semarang which were compared to 10 military pilots that served as
controls. Data were collected using the Work Stress Scale (26 items; α= .902). The t-test results showed a
significant reduced work-stress level after the laughter yoga therapy was applied (t(16.025)=-8.471; p=.00;
p<.001).

Keywords: laughter yoga therapy; work stress, military pilot; Indonesian army

Abstrak
Terapi yoga tawa adalah teknik latihan fisik yang menggabungkan teknik pernapasan yoga, latihan kebugaran
fisik, tawa, tepuk tangan gerakan ritmis, dan meditasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh
terapi yoga tawa untuk mengurangi tingkat stres kerja pada pilot militer di Semarang, Jawa Tengah. Metode
eksperimen kuasi yang diterapkan adalah pretest-posttest control group design. Subjek terdiri dari 10 pilot
militer tentara Indonesia di Semarang yang dibandingkan dengan 10 pilot militer sebagai kontrol. Data
dikumpulkan dengan menggunakan Skala Stres Kerja (26 item; α = 0,902). Hasil uji t menunjukkan tingkat stres
kerja berkurang signifikan setelah penerapan terapi yoga tawa (t(16,025)=-8,471;p=0,00; p<0,001).

Kata kunci: terapi yoga tawa; stres kerja; pilot milter; tentara Indonesia

PENDAHULUAN merupakan hasil dari respon seseorang


karena ketidakseimbangan antara beban
Pada dasarnya, istilah stres merupakan kerja dengan kemampuannya untuk
istilah yang netral, artinya stres bisa menyelesaikan pekerjaannya tersebut.
berdampak positif atau negatif. Stres
merupakan suatu peluang jika stres itu Stres kerja dapat menjadi bagian dari
menghasilkan suatu perolehan yang kehidupan individu dan organisasi. Stres
potensial (eustress). Namun disisi lain, stres kerja yang menumpuk akan merugikan
dapat membahayakan individu karena tenaga kerja dan juga organisasi yang
diakibatkan oleh suatu pekerjaan yang bersangkutan karena sangat berpengaruh
dapat mengancam keselamatan seseorang terhadap produktivitas kerja atau
maupun orang lain (distress). Stranks performansi pekerja yang dihasilkan
(2005) menjelaskan stres kerja adalah (Stranks, 2005). Menurut Luthans (2006),
keadaan psikologis yang dapat stres diartikan sebagai interaksi individu
menyebabkan seseorang menjadi dengan lingkungan, tetapi kemudian
disfungsional di dalam pekerjaannya dan diperinci lagi menjadi respon adaptif yang

11
12 Prasetyo, Nurtjahjanti, Fauziah, & Kustanti

dihubungkan oleh perbedaan individu dan kerja, antara lain: (a) kepuasan kerja
atau proses psikologi yang merupakan rendah, (b) kinerja yang menurun, (c)
konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian semangat dan energi hilang, (d) komunikasi
eksternal (lingkungan) yang menempatkan tidak lancar, (e) pengambilan keputusan
tuntutan psikologis dan atau fisik secara jelek, (f) kreativitas dan inovasi berkurang,
berlebihan pada seseorang. (g) melakukan tugas-tugas yang tidak
produktif. Berdasarkan beberapa pengertian
Leung, Janet & Yee (2007) menyebutkan tersebut dapat dikatakan bahwa stres kerja
enam indikator stres kerja. Pertama adalah adalah ketidakmampuan seseorang dalam
perilaku pribadi, yaitu keadaan atau menyelesaikan beban atau tugas kerjanya
aktivitas dari karyawan itu sendiri di dalam sehingga kognitif, emosi dan perilaku akan
organisasi. Kedua adalah dukungan sosial, berespon dengan tidak mampu terhadap
yaitu dukungan dari dalam organisasi tugas tersebut dan mempengaruhi kondisi
maupun dukungan dari luar organisasi. fisiologis.
Ketiga adalah konflik peran, yaitu kondisi
di mana karyawan memikul tugas atau Salah satu jenis pekerjaan yang memiliki
jabatan dan menanggung semua potensi stres kerja yang tinggi adalah
konsekuensinya yang berhubungan dengan penerbang militer (Mustopo, 2011). Para
pekerjaan dalam perusahaan. Keempat penerbang tersebut dituntut untuk dapat
adalah lingkungan buruk, yaitu keadaan di menyesuaikan dirinya dengan tugas
sekitar organisasi terutama di dalam ruang pekerjaannya tersebut dengan segala
kerja. Kelima adalah beban kerja, yaitu konsekuensinya. Konsekuensi yang harus
keadaan pekerjaan yang dibebankan kepada dihadapi oleh penerbang tersebut adalah
karyawan atau jenis pekerjaan yang harus mereka harus bisa mempelajari dan
diselesaikan tepat waktu dan yang terakhir menggunakan sistem pesawat, termasuk
adalah situasi rumah dan pekerjaan, yaitu upaya bertahan hidup bila menghadapi
kondisi antara keadaan di rumah tangga kegagalan sistem. Konsekuensi akan
dengan keadaan yang ada di perusahaan. meningkat menjadi resiko stres bagi
penerbang bila berkaitan dengan tujuan
Gejala stres kerja yang dialami oleh pekerja militer, karena selain mereka harus
dapat dialami dalam berbagai bentuk. menyesuaikan dirinya dengan sistem
Cooper & Straw (2005) membagi gejala penerbangan, penerbang tersebut juga
stres kerja menjadi tiga yaitu: (1) gejala dituntut untuk dapat bertahan hidup
fisik, mencakup: nafas memburu, mulut dan menghadapi berbagi ancaman dan risiko
kerongkongan kering, tangan lembab, sesuai tugas-tugas kemiliteran. Semua ini
merasa panas, otot tegang, pencernaan mempunyai implikasi terhadap kondisi
terganggu, diare, sembelit, letih yang tak emosi dan perilaku penerbang militer. Misi-
beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah; misi operasi penerbangan militer
(2) gejala-gejala dalam wujud perilaku, mempunyai implikasi tuntutan tugas yang
mencakup: (a) perasaan, berupa: bingung, berat dan pengalaman stres yang kuat bagi
cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak penerbang dan awak pesawatnya (Mustopo,
berdaya, tak mampu berbuat apa-apa, 2011). Young (2008) menjelaskan bahwa
gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan permasalahan menjadi serius bila terjadi
semangat; (b) kesulitan dalam: kondisi ketidakseimbangan antara
berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat kemampuan teknis yang kurang mampu
keputusan dan (c) hilangnya: kreativitas, menghadapi situasi operasi dengan
gairah dalam penampilan, minat terhadap kemampuan mengatasi stres, maka stres
orang lain. (3) gejala-gejala di tempat yang dihadapi bisa mengakibatkan human

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


Penurunan tingkat stres kerja pada penerbang militer melalui penerapan terapi yoga tawa 13

errors yang bisa mencelakakan penerbang ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
maupun awak pesawat. penerapan terapi yoga tawa untuk
menurunkan tingkat stres kerja pada
Beban kerja mental yang terlalu tinggi penerbang militer.
(overload) merupakan stresor utama dalam
penerbangan yang dapat memberikan Adanya berbagai macam tuntutan dan
dampak negatif bagi tingkat kelelahan resiko pekerjaan yang berat yang harus
(fatique). Seperti diketahui bahwa salah dihadapi oleh para penerbang militer
satu penyebab utama kecelakaan pesawat menunjukkan adanya kebutuhan
terbang yang disebabkan oleh manusia penanganan agar para penerbang militer
adalah karena faktor stres dan kelelahan dapat mengatasi tuntutan atau beban kerja
(fatique) yang melanda seorang pilot. Ciri- yang tinggi yang bisa mengakibatkan stres
ciri fatigue dapat berupa perasaan letih kerja tinggi. Dampak merugikan dari stres
(feeling of tiredness) atau menurunnya kerja yang dialami antara lain: rendahnya
kinerja (drop performance) yang apabila produktivitas, minimnya kreativitas,
tidak diperhatikan dapat menjadi sumber berkurangnya motivasi, dan mempengaruhi
terjadinya suatu kecelakaan pesawat dalam pengambilan keputusan (Stranks,
terbang (Mustopo, 2011). 2005). Padahal pengambilan keputusan
yang tepat serta ketenangan diri adalah
Hasil penelitian pada pilot penerbangan salah satu faktor penting yang harus
sipil menunjukkan adanya pengaruh dimiliki oleh penerbang militer (Mustopo,
stressor kerja terhadap gangguan mental 2011).
dengan prevelansi gangguan mental-
emosional 39,4%. Faktor yang dominan Penurunan stres dapat diatasi dengan cara
berkaitan dengan gangguan mental melakukan coping. Lazarus & Folkman
emosional adalah stres kerja. Hasil (Safaria, 2006) mengemukakan bahwa
penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa coping merupakan usaha sadar individu
responden dengan stressor kerja yang tinggi untuk mengelola situasi yang menekan atau
mempunyai resiko 4-6 kali lebih besar intensitas kejadian yang ditanggapi sebagai
mengalami gangguan emosional dari pada situasi yang menekan. Salah satu
responden dengan stressor kerja yang ketrampilan manajemen stres yang bisa
rendah (Widyahening, 2007). Selain itu, diberikan pada penerbang militer adalah
hasil penelitian pada pilot angkatan udara dengan emotion-focused coping. Efektivitas
menunjukkan bahwa stres kerja emotion-focused coping adalah
berhubungan dengan kepuasan kerja secara meminimalkan pengaruh emosi melalui
keseluruhan (Bokti & Talib, 2009). strategi externalizing coping yang
Kepuasan kerja yang tinggi akan mengurangi keluhan somatik atau agresif
mengurangi stres kerja dan membentuk (O’Connor & Campbell, 2012).
lingkungan kerja yang positif (Fairbrother
& Warn dalam Bokti & Talib, 2009), Strategi coping untuk mengatasi stres pada
mendukung psychological well being, penerbang militer memiliki relevansi
mengurangi intensi turnover dan pada dengan performa kerjanya. Idealnya, para
akhirnya mempengaruhi intensi untuk penerbang siap menghadapi situasi yang
keluar dari tempat kerja (Harrington, Bean, akut atau situasi dengan stres yang tinggi
Pintello & Mathews dalam Bokti & Talib, (O’Connor & Campbell, 2012). Salah satu
2009). jenis emotion-focused coping yang bisa
Berdasarkan latar belakang masalah yang diterapkan untuk peningkatan kesehatan
telah diungkapkan di atas maka penelitian mental adalah terapi yoga tawa. Terapi

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


14 Prasetyo, Nurtjahjanti, Fauziah, & Kustanti

yoga tawa merupakan terapi yang berakhir pada kondisi fisiologis


menggabungkan teknik yoga, meditasi dan (meningkatnya sistem saraf parasimpatetis
tawa dalam rangka membantu individu dan menurunnya sistem saraf simpatetis).
menyelesaikan masalahnya, baik dalam Beberapa penelitian terhadap terapi yoga
bentuk gangguan fisik maupun gangguan tawa menunjukkan, bahwa terapi yoga tawa
mental. Efektivitas terapi yoga tawa untuk memiliki dampak psikologis dan fisiologis,
meningkatkan kesehatan fisik dan mental terkait stres, efikasi diri, dan tekanan darah
sudah semakin diakui dalam berbagai (Beckman, Regier & Young, 2007; Chaya,
penelitian. Terapi yoga tawa menggunakan Kataria & Nagendra, 2008; Christina,
pendekatan perilaku melalui metode 2006).
conditioning, yaitu dengan melatih
kebiasaan seseorang untuk bisa tertawa dan Berikut ini adalah tahapan dari penerapan
bahagia. Proses tertawa pada terapi yoga kegiatan terapi yoga tawa pada penerbang
tawa merupakan paduan dari peningkatan militer, yang mengacu pada tahapan yang
sistem saraf simpatetik dan juga penurunan diungkap oleh Kataria (2004):
kerja sistem saraf simpatetik (Hasan & 1. Sesi pengenalan, latihan peregangan,
Hasan, 2009). pernapasan, dan pengucapan “ho ho ha
ha ha”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang Pada pertemuan pertama tim fasilitator
diajukan di atas, maka penelitian ini akan terapi yoga tawa mengenalkan diri begitu
dilaksanakan pada penerbang militer yang pula dengan peserta. Pada sesi
mengalami stres kerja. Para penerbang perkenalan ini fasilitator menyampaikan
tersebut selanjutnya akan diberikan teori dan manfaat tentang terapi yoga
intervensi psikologi yaitu dengan terapi tawa. Kemudian dilanjutkan dengan
yoga tawa untuk menurunkan tingkat stres tahap berlatih keterampilan dasar yaitu
kerja yang mereka alami. Terapi yoga tawa teknik pernapasan dalam (diafragma),
adalah salah satu emotion-focused coping teknik peregangan, dan latihan gerakan
yang menggunakan teknik olah fisik. ritmis diafragma dengan mengucapkan
Teknik olah fisik pada terapi yoga tawa ini “ho ho ha ha ha”. Latihan pernapasan ini
mengkombinasikan antara teknik yoga bertujuan agar perasaan subjek lebih
pernapasan, senam olah tubuh, tawa, rileks dan lebih sehat. Selain itu, secara
gerakan tepuk tangan berirama dan meditasi instan dapat mengurangi stres dengan
(Kataria, 2004). Pemilihan teknik yoga dan mengeluarkan nafas yang panjang secara
meditasi yang digabungkan dengan tawa, perlahan (Greenberg, 2008).
karena yoga dan meditasi adalah teknik 2. Sesi tertawa stimulus
olah tubuh dan pernapasan untuk Pelaksanaan terapi yoga tawa
meningkatkan fleksibilitas otot-otot tubuh selanjutnya adalah melibatkan tiga
sehingga bisa meningkatkan imunitas macam teknik tawa stimulus yaitu tawa
tubuh. yoga, tawa bermain, dan tawa
berdasarkan nilai-nilai tertentu,
Terapi yoga tawa diberikan dengan cara dilatihkan secara bergantian hingga
mengajak subjek untuk melakukan aktivitas subjek penelitian dapat melakukannya
tertawa dengan melibatkan perilaku dan sendiri. Teknik tawa yoga dikembangkan
gerakan tubuh yaitu dengan melakukan dari postur yoga untuk meningkatkan
berbagai macam latihan teknik tawa untuk kesehatan tubuh. Teknik tawa bermain
memunculkan perilaku tertawa yang alami. bertujuan agar subjek lebih suka bermain
Individu akan berlatih melakukan gerakan dan dapat mengurangi rasa malu dan
motorik dan suara tertawa, yang akhirnya takut. Sikap bermain-main juga

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


Penurunan tingkat stres kerja pada penerbang militer melalui penerapan terapi yoga tawa 15

membantu tawa stimulus menjadi tawa diri atau hal khusus yang terjadi selama
spontan. Beberapa contoh tawa bermain- proses terapi berlangsung.
main seperti tawa bantahan, tawa ponsel,
tawa milkshake. Teknik tawa METODE
berdasarkan nilai yaitu teknik tawa yang
dirancang sehingga melekatkan nilai- Penelitian ini merupakan penelitian kuasi
nilai tertentu yang dibuat ketika sedang eksperimen dengan menggunakan metode
tertawa. Hal ini untuk membantu untreated control group design with
mengembangkan nilai positif sehari-hari pretest-posttest design (Shadish, Cook &
(Nelson, 2008). Dalam pelaksanannya, Campbell, 2002). Variabel bebas dalam
terapi yoga tawa ini menggunakan penelitian ini adalah terapi yoga tawa,
pendekatan kelompok. Hal ini dilakukan sedangkan variabel tergantung adalah stres
atas dasar aspek komunikasi yang kerja.
terkandung pada saat tertawa. Menurut
Ryff & Singer (2000) tertawa memiliki Populasi pada penelitian ini adalah
makna interaksi positif yang dapat penerbang militer Angkatan Darat
merekatkan antar individu. Di dalam (LANUMAD) di Semarang, Jawa Tengah,
kelompok, dapat terjadi kontak mata yaitu sejumlah 95 orang. Pengambilan
sehingga cara ini untuk menambah sampel dilakukan dengan teknik purposive
efektivitas dan menghasilkan tawa secara sampling, dengan kriteria subjek penelitian
alamiah. yaitu penerbang Militer Angkatan Darat
3. Yoga Meditation. Semarang, Jawa Tengah, yang memiliki
Teknik yoga meditation terdapat pada skor stres kerja yang berada dalam kategori
teknik penutupan akhir sesi tawa yaitu sedang, tinggi dan tinggi sekali, memiliki
meneriakkan dua slogan dan meditasi masa kerja minimal 1 tahun dan telah
atau yang disebut sebagai “saat teduh” memiliki penglaman menerbangkan
dengan mengangkat kedua tangan ke pesawat militer minimal 5 kali terbang.
atas dan memejamkan mata dalam Berdasarkan hasil screening dengan
beberapa menit (Kataria, 2004). Gerakan menggunakan skala stres kerja, diperoleh
pada teknik penutupan ini mendasarkan 20 penerbang militer yang sesuai dengan
kepada prinsip dasar Hasya Yoga di kriteria yang telah ditetapkan.
mana mental relaxation ini dilakukan
untuk menyelaraskan antara tubuh, Subjek penelitian kemudian dibagi dalam
pikiran dan jiwa sehingga dapat dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan
menekan kecemasan atau stres yang kelompok eksperimen. Kelompok
terjadi (Kataria, 2004). eksperimen akan diberikan intervensi
4. Berbagi perasaan dan pengalaman berupa terapi yoga tawa dan dibandingkan
Kegiatan berbagi perasaan dan dengan kelompok kontrol yang tidak
pengalaman dilakukan setelah diberikan intervensi. Untuk melihat
melakukan latihan terapi yoga tawa, pengaruh penerapan terapi yoga tawa
kegiatan ini berdurasi 15 menit. Kegiatan tersebut maka kelompok eksperimen diberi
ini dipimpin oleh fasilitator, dengan cara skala stres kerja sebelum (pretest) dan
menanyakan kepada peserta mengenai sesudah (postest) pelaksanaan terapi yoga
perasaannya selama melakukan latihan tawa, kemudian dibandingkan dengan hasil
hari itu. Fasilitator mengajak subjek pretest dan postest dari kelompok kontrol.
penelitian mendiskusikan hal-hal yang Desain eksperimen dalam penelitian ini
ditulis peserta pada lembar pengamatan tersaji dalam Gambar 1.

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


16 Prasetyo, Nurtjahjanti, Fauziah, & Kustanti

Tabel 1.
KE O1 (X) O2
Tahapan Yoga Tawa (Kataria, 2004)
KK O1 (-) O2 MODEL SESI PRINSIP
TAHAP TAWA 15 PSIKOLOGI
Keterangan: LANGKAH (PATEL, 1996)
KE adalah kelompok eksperimen
KK adalah kelompok kontrol Langkah 1
(X) adalah adanya perlakuan Breathing (Pernapasan)
(-) adalah tidak adanya perlakuan PERSIAPAN Langkah 2
O1 adalah pre test, O2 adalah post tes
Langkah 3 Physical Relaxation

Gambar 1. Langkah 4
Desain eksperimen untreated Control group
design with pretest-postest design Langkah 5

Langkah 6
Intervensi yang diberikan dalam penelitian
Langkah 7
ini adalah dengan menerapkan terapi yoga
tawa, yang diberikan pada para penerbang Tawa Milk Shake
militer Lanumad Ahmad Yani Semarang  Physical
Langkah 8
selama 5 kali dengan durasi per terapi Relaxation

adalah 60 menit. Intervensi terapi yoga Langkah 9


 Mengembangkan
INTI
tawa yang diterapkan dalam penelitian ini, Langkah 10
Kemampuan
Komunikasi
digambarkan dalam Tabel 1.
Langkah 11  Mencari Social
Support
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian Langkah 12
ini adalah skala stres kerja yang disusun
Langkah 13A
oleh peneliti berdasarkan dari teori Cooper
dan Straw (2005). Jumlah item pada skala Langkah 13B
stres kerja adalah 26 item dengan α= 0,902. Langkah 14
Skala ini mengukur seberapa tinggi respon
stres kerja yang dialami dengan gejala Langkah 15

sebagai berikut: (1) Gejala fisik, yaitu “Ayo Ngguyu”


gejala stres yang dialami oleh pekerja yang
PENUTUP Mental
berdampak pada fisik berupa otot tegang, Meneriakkan 2
Relaxation,
Slogan
nafas menjadi lebih cepat, merasa panas, meditation
nafsu makan dan pencernaan terganggu,
letih yang tak beralasan, sakit kepala,
Teknik statistik yang digunakan dalam
gelisah. (2) Gejala perilaku, yaitu gejala
penelitian ini adalah Independent sample t-
stres dalam wujud perilaku yang mencakup
test, dengan membandingkan (1) nilai
perasaan negatif, kesulitan dalam
pretest dan posttest pada kelompok
berkonsentrasi, sulit berfikir jernih, sukar
eksperimen dan kontrol, dan (2) nilai
membuat keputusan, berkurangnya
posttest antara kelompok kontrol dan
kreativitas, berkurangnya gairah dalam
eksperimen.
penampilan, kepuasan kerja minat terhadap
orang lain., kepuasan kerja rendah, kinerja
yang menurun, semangat dan energi hilang, HASIL DAN PEMBAHASAN
dan komunikasi tidak lancar.
Subjek penelitian sebanyak 20 penerbang
militer yang telah sesuai dengan kriteria
subjek yang telah ditetapkan, kemudian

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


Penurunan tingkat stres kerja pada penerbang militer melalui penerapan terapi yoga tawa 17

ditetapkan 10 orang sebagai kelompok agar kondisi pikiran dan psikologis bisa
eksperimen dan 10 orang sebagai kelompok tetap terjaga.
kontrol. Subjek yang terpilih adalah
penerbang militer yang memiliki skor stres Terdapat dua pendekatan yang bisa
kerja yang berada dalam kategori sedang, diterapkan untuk mengelola stres kerja
tinggi dan tinggi sekali yang berdasarkan yaitu pendekatan individu dan pendekatan
hasil screening skala stres kerja, memiliki organisasi (Stranks, 2005). Pada pendekatan
masa kerja minimal 1 tahun dan telah individual, individu dapat berusaha sendiri
memiliki penglaman menerbangkan untuk mcngurangi level stresnya. Strategi
pesawat militer minimal 5 kali terbang. yang bersifat individual yang cukup efektif
yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik,
Subjek pada kelompok eksperimen dan latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
kontrol diberikan skala stres kerja sebelum Dengan pengelolaan waktu yang baik maka
(pretest) dan sesudah pemberian intervensi individu dapat menyelesaikan tugas dengan
(postest). Hasil perhitungan t-test pada data baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang
posttest antara kelompok eksperimen dan tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat
kelompok control menunjukkan adanya meningkatkan kondisi tubuh agar lebih
perbedaan yang signifikan (t=-8,471; prima sehingga mampu menghadapi
df=16,025; p=0,00; p<0,01). Kelompok tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk
eksperimen memiliki tingkat stres kerja mengurangi stres yang dihadapi pekerja
lebih rendah (M=35,8; SD=6,60) perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai.
dibandingkan kelompok kontrol (M=57,3; Dan sebagai strategi terakhir untuk
SD=4,57). Hal ini menjelaskan bahwa mengurangi stres adalah dengan
hipotesa penelitian (Ha) diterima, yaitu mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga
penerapan terapi yoga tawa dapat yang akan dapat memberikan dukungan dan
digunakan untuk menurunkan tingkat stres saran-saran bagi dirinya.
kerja pada penerbang Lanumad Ahmad
Yani Semarang. Pada pendekatan organisasional, beberapa
penyebab stres adalah tuntutan dari tugas
Berdasarkan hasil pengukuran skala stres dan peran serta struktur organisasi yang
kerja dan hasil diskusi selama proses semuanya dikendalikan oleh manajemen,
pemberian terapi yoga tawa pada penerbang sehingga faktor-faktor itu dapat diubah.
lanumad tersebut memang menunjukkan Oleh karena itu strategi-strategi yang
bahwa para penerbang tersebut perlu mungkin digunakan oleh manajemen untuk
dibekali pendekatan yang tepat dalam mengurangi stres karyawannya adalah
mengelola stres. Peran sebagai pilot militer melalui seleksi dan penempatan, penetapan
tidaklah mudah karena pilot merupakan tujuan, desain ulang pekerjaan, pengam-
penanggung jawab utama selama misi bilan keputusan partisipatif, komunikasi
penerbangan berlangsung (Rosadi & organisasional, dan program kesejahteraan.
Mawardi, 2008). Para pilot militer tersebut Melalui strategi tersebut akan menyebabkan
dalam sesi diskusi selama proses pemberian pekerja memperoleh pekerjaan yang sesuai
terapi yoga tawa menyebutkan bahwa dengan kemampuannya dan mereka bekerja
mereka memiliki tuntutan kerja dan resiko untuk tujuan yang mereka inginkan serta
keselamatan yang bisa mengancam diri adanya hubungan interpersonal yang sehat
mereka ketika menerbangkan pesawat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan
militer. Mereka menjelaskan bahwa mereka mental.
butuh penanganan segera atau kontinyu

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


18 Prasetyo, Nurtjahjanti, Fauziah, & Kustanti

Berdasarkan hasil diskusi dan monitoring 2.) Adanya fase meditasi tawa, di mana
selama proses pemberian terapi yoga tawa, subjek tidak harus berusaha untuk tertawa,
maka dapat disimpulkan bahwa terapi yoga namun menghasilkan tawa dalam kondisi
tawa memang dapat diterapkan pada tenang dan berasal dari jiwa. Meditasi tawa
lingkungan militer karena para penerbang ini dapat dilakukan di luar ruangan, namun
diajak segera untuk melepaskan kete- membutuhkan keheningan dan kosentrasi.
gangan-ketegangan emosi dengan latihan Oleh karena itu, meditasi tawa bisa
atau gerakan yang menyenangkan sehingga dilakukan di dalam ruangan atau ditempat
kondisi fisiknya akan mengalami kondisi alam, sambil duduk tenang dan berbaring
yang sehat dan prima sehingga bisa telentang dengan mata tertutup.
menujang selama proses menjalankan
tugasnya sebagai pilot militer.
KESIMPULAN
Penerapan terapi yoga tawa termasuk
penanganan stres kerja secara individual Berdasarkan hasil analisis data penelitian,
(personal wellness programs), yang dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
bersumber pada teknik emotion-focused stres kerja penerbang militer sebelum dan
coping. Emotion-focused coping adalah sesudah mengikuti terapi yoga tawa, yakni
strategi yang bertujuan untuk rerata stres kerja setelah mengikuti terapi
mengendalikan respons emosi terhadap lebih rendah (t=-8,471; df=16,025; p=0,00;
situasi menekan melalui perilaku dan p<0,01). Dengan demikian terapi yoga tawa
mengubah kognisi. Individu cenderung efektif untuk menurunkan tingkat stres pada
menggunakan strategi ini pada saat individu penerbang militer. Efektivitas ini dapat diuji
tersebut meyakini bahwa tidak ada yang lebih jauh dengan menerapkan terapi yoga
dapat diperbuat untuk mengubah situasi tawa sebagai program yang diberikan
(Chamberlain & Lyons, 2006). Emotion- secara berkelanjutan dalam bentuk klub
focused coping dilakukan dengan atau kelompok tawa dan dilakukan
mengendalikan berbagai reaksi baik pengukuran ulang setelah berjalan 6-12
jasmaniah, emosional, maupun bentuk- bulan. Berdasarkan penelitian yang telah
bentuk mekanisme pertahanan diri. dilakukan, maka saran yang diajukan dari
penelitian ini adalah terapi yoga tawa dapat
Berdasarkan hasil evaluasi dengan para diberikan untuk menangani masalah
penerbang militer setelah penerapan terapi psikologis yang dialami oleh para
yoga tawa bisa memberikan dampak yang penerbang militer, sehingga dapat dijadikan
positif karena: 1.) Variasi gerakan terapi sebagai contoh program untuk dilakukan
yoga tawa yang menyenangkan yaitu secara berkala sebagai upaya preventif dan
adanya berbagai gerakan pada masing- promotif dalam meningkatkan
masing tahapan yoga tawa, di mana kesejahteraan psikologis para penerbang
sekelompok orang melakukan kegiatan militer. Selain itu, terapi yoga tawa ini
tertawa sebagai olahraga berdasarkan diharapkan dapat menjadi sarana penerbang
gerakan yoga, disusul dengan sikap militer untuk mengungkapkan segala
bermain-main yang membantu para peserta perasaan (express feeling), bisa tertawa dan
untuk tertawa secara spontan. Jenis latihan bahagia, meningkatkan motivasi dan
tawa seperti ini bisa dilakukan di luar, semangat, serta kemampuan berkomunikasi
seperti di taman umum atau pantai, atau di dan bersosialisasi.
dalam ruangan. Latihan ini dilakukan
sambil berdiri dan di dalam sesi terdapat
banyak gerakan, interaksi dan kontak mata.

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20


Penurunan tingkat stres kerja pada penerbang militer melalui penerapan terapi yoga tawa 19

DAFTAR PUSTAKA Leung, M., Janet, S. & Yee, S.C. (2007).


Adjusting stressors – job-demand
Beckman, H., Regier, N., & Young, J. stress in preventing rustout/ burnout
(2007). Effect of workplace laughter in estimators. Journal Surveying
groups on personal efficacy beliefs. and Built Environment. 18 (1), 17-
The Journal of Primary Prevention, 26.
28, 167-182.
Luthans, F. (2006). Organizational
Chaya, M. S., Kataria, M., & Nagendra, behavior 9th ed. New York:
H.R. (2008). The effect of hearty McGraw Hill.
extended unconditional (heu)
laughter using laughter yoga Bokti, N. L. M., & Talib, M. (2009). A
techniques on physiological, preliminary study on occupational
psychological, and immunological stress and job satisfaction among
parameters in the workplace: A male navy personnel at a naval base
randomized control trial. in lumut malaysia. The Journal of
Proceeding of the 23rd Scientific International Social Research, 2 (9),
Meeting of the American Society of 176-189.
Hypertension. New Orlean, USA
Mustopo, W. I. (2011). Keselamatan
Christina, S. (2006). Pengaruh terapi tawa penerbangan dan aspek psikologis
terhadap stress pada usia lanjut. “fatigue”, Jurnal Psikobuana, 3(2),
Skripsi. (Tidak dipublikasikan). 126-134.
Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya. Nelson, J. K. (2008). Laugh and the world
laughs with you: An attachment
Chamberlain, K., & Lyons, A. (2006). perspective on the meaning of
Health Psychology: Cambridge: laughter in psychotherapy. Clinical
Cambridge University Press. Social Work Journal, 36, 41-49.
Cooper, C., & Straw, A. (2005). Stres O’Connor, P., & Campbell, J. (2012). An
manajemen sukses dalam sepekan. evaluation of the effectiveness of the
Jakarta: Kesaint Blanc. crew resource management
programme in naval aviation. Int. J.
Greenberg, J. S. (2008). Comprehensive
Human Factors and Ergonomics,
stress management 10th ed. New
1(1), 21-40.
York: McGraw-hill.
Hasan, H., & Hasan, T.F. (2009). Laugh Rosadi, H. & Mawardi, D. (2008). Fasten
yourself into healthier person: a your seat belt. Jakarta: Elex Media
cross cultural analysis of the effect Komputindo.
of varying level of laughter on
Ryff, C. D., & Singer, B. (2000).
health. International Journal of
Biopsychosocial challenges of the
Medical Sciences, 6(4), 200-211.
new millennium. Psychotherapy
Kataria, M. (2004). Laugh for no reason and Psychosomatics, 69, 170-177.
(terapi tawa). Jakarta: PT Gramedia doi:10.1159/ 000012390.
Pustaka Utama.
Stranks, J. (2005). Stress at work,
management and prevention.
Burlington : Elsevier.
Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20
20 Prasetyo, Nurtjahjanti, Fauziah, & Kustanti

Safaria, T. (2006). Stres ditinjau dari active mental-emotinal disturbances among


coping, avoidance coping dan airline pilots. Media Journal of
negative coping. Jurnal Humanitas, Indonesia, 16 (2), 117-121.
3(2), 87-93.
Young, J. A. (2008). The effects of life-
Shadish, C., & Campbell. (2002). stress on pilot performance. California:
Experimental and quasi experimental Ames Research Center, Moffett Field.
design for general causal inference.
USA: Houghton Mifflin Company.
Widyahening, I. S. (2007). High level of
work stressors increase the risk of

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 11-20

Anda mungkin juga menyukai