Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA


HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN
MAINTENANCE AREA DEPARTMENT
PERTAMINA REFINERY UNIT VI BALONGAN
INDRAMAYU – JAWA BARAT

Disusun Oleh :

GUNTUR DWI CAHYA 125090807111013

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN, JAWA BARAT
(03 AGUSTUS 2015 – 31 AGUSTUS 2015)

SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA


HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN
JAWA BARAT
Disusun oleh:
GUNTUR DWI CAHYA 125090800111012

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Balongan, 28 Agustus 2015

Maintenance Area III Section Head


Pembimbing KKL

(Agus Yogaswara)
(Sumardianto)
Mengetahui dan menyetujui,
Senior Officer BP Refinery

(Rosnamora H)

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 2


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA
HYDROTREATING UNIT PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN JAWA BARAT
(03 AGUSTUS 2015 - 31 AGUSTUS 2015)

Nama : Guntur Dwi Cahya


NIM : 125090800111012
Jurusan : Fisika, Instrumentasi – Universitas Brawijaya
Dosen Pembimbing : Agus Yogaswara

ABSTRAK

PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan minyak dan gas milik negara yang mengolah
minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM).
Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1957, dan mengalami banyak perubahan nama perusahaan,
hingga pada tahun 2003 menjadi PT. Pertamina (Persero). Untuk memasok kebutuhan energi di
dalam negeri, PT. Pertamina (Persero) membangun tujuh unit pengolahan minyak yang tersebar di
Indonesia, salah satunya adalah RU VI Balongan. Unit ini merupakan unit dengan hasil pengolahan
yang paling besar dan sistem kontrol modern dibandingkan unit yang lain.

Dalam proses pengolahan yang tergolong berbahaya ini, Refinery Unit IV Cilacap telah melengkapi
semua plant dengan safeguard system yang tinggi. Safeguard system adalah sekumpulan sistem
instrumentasi yang berfungsi untuk memberikan pengamanan terhadap pekerja, peralatan, dan
proses. Salah satu area yang harus dilengkapi dengan safeguard system yaitu area NTU pada unit
Furnace 31 - F-103. Furnace 31 - F-103berfungsi untuk melakukan pembakaran minyak mentah
sampai suhu tertentu, dan menjadi furnace utama. Safeguard system pada Furnace 31 - F-103
memiliki beberapa parameter yang dapat mentripkan furnace antara lain pilot gas pressure, feed
pass flow, atomizing steam pressure, dan emergency shutdown. Ketika salah satu parameter
tersebut terjadi, maka PLC akan mengkondisikan agar proses pembakaran shutdown, sehingga
berdampak pada Furnace 31 - F-103 berhenti beroperasi.

Kata Kunci: Furnace, instrumentasi, safeguard system

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 3


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang telah diberikan kepada kami, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW Rasul junjungan kita. Sehingga penyusunan laporan praktek kerja lapangan
dengan judul “SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA
HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kegiatan Praktek Kerja Lapang merupakan kegiatan yang positif untuk mengenalkan
mahasiswa pada dunia industri. Penyusunan laporan ini diajukan untuk melengkapi salah satu
persyaratan akademis pada program S1 Instrumentasi jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak kegiatan praktek
kerja lapang tidak akan berjalan dengan baik, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu dan Bapak yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik secara moral dan materi.
2. Bapak Sukir Maryanto, PhD selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas Brawijaya.
3. Bapak Drs. Hari Arief Dharmawan, M.Eng selaku Ketua Program studi Instrumentasi
Universitas Brawijaya sekaligus selaku dosen pembimbing yang mengarahkan dan membantu
kami dalam pembekalan sebelum PKL.
4. Bapak Sumardianto selaku Head Unit Maintenance Area III.
5. Bapak Agus Yogaswara selaku pembimbing lapangan yang telah mengajarkan dan
membimbing kami dilapangan.
6. Bapak Yanto selaku Kepala Training Center Pertamina RU VI Balongan.
7. Om Harto dan Tante Neni yang telah membantu kelancaran KKL ini, mulai dari awal
penyerahan proposal KKL sampai dengan selesai KKL ini.
8. Teman seperjuangan dan se-almamater kampus tercinta Universitas Brawijaya, Fiqi Rizki.
Dimana kita selalu berbagi ilmu, sejak awal kuliah sampai KKL ini terlaksana
9. Teman teman seperjuangan kami dari ITS, Rinanda, Rizky dan Sanif. Dimana kami saling
memberi semangat dalam menghadapi kerja praktek ini serta ilmu – ilmu yang telah di bagikan.
10. Mas Dea, Mas Radhi dan Mas Bowo yang sering membagi ilmunya disela – sela kegiatan
lapangan.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 4
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
11. Teman – teman Instrumentasi 2012 yang selalu mensupport kami dalam menghadapi PKL ini.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan Praktek Kerja Lapang terdapat banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami
harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Indramayu, 28 Agustus 2015


Penulis,

Guntur Dwi Cahya


NIM. 125090800111012

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 5


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. 1
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... 2
ABSTRAK ................................................................................................................................. 3
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 4
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 6
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 8
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 10

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 11
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 12
1.3 Batasan Masalah.............................................................................................................. 13
1.4 Sistematika Laporan ........................................................................................................ 13

BAB II ORIENTASI PERUSAHAAN


2.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) ........................................................................ 15
2.2 Visi dan Misi ................................................................................................................... 16
2.3 Tata Nilai Perusahaan ..................................................................................................... 16
2.4 Logo PT. Pertamina (Persero) ......................................................................................... 17
2.5 Usaha PT. Pertamina (Persero) ....................................................................................... 18
2.6 Sejarah PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ...................................................... 20
2.7 Tata Letak PT. Pertamina (Persero) RU - VI Balongan.................................................. 21
2.8 Ideologi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ..................................................... 21
2.9 Kilang PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ....................................................... 24
2.10 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan ................................... 24

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 6


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Furnace ........................................................................................................................... 26
3.2 Jenis Heater..................................................................................................................... 26
3.3 Komponen – Komponen Pada Furnace .......................................................................... 30
3.4 Naphtha Processing Unit (NPU) .................................................................................... 33
3.5 Distributed Control System (DCS) .................................................................................. 36
3.6 DCS Yokogawa Centum-XI Kilang Up – VI Balongan ................................................. 36
3.7 Man Machine Interface (EOPS)...................................................................................... 37
3.8 EOPS (Enchanced Operator Station) ............................................................................. 38
3.9 Data Communication Facilities ...................................................................................... 38
3.10 Konfigurasi DCS Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI Balongan ............................ 39
3.11 Instrument Signal Transmission...................................................................................... 40
3.12 Transmitter ...................................................................................................................... 43
3.13 Converter ........................................................................................................................ 45
3.14 Control Valve .................................................................................................................. 46
3.15 Safeguard dan Interlock Logic ........................................................................................ 47
3.16 Fault Tree Analysis (FTA) .............................................................................................. 49
3.17 PLC Triconex .................................................................................................................. 51

BAB IV ANALISA DATA


4.1 Sistem Instrumentasi Pada Safeguard System ................................................................. 52
4.2 Analisa Data Dengan Interlock Logic Diagram.............................................................. 67
4.3 Data Real Interlock Logic Diagram dengan Software TriStation 1131. ......................... 80

BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 85
4.2 Saran ................................................................................................................................ 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 87

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 7


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo baru perusahaan ....................................................................................... 18


Gambar 2.2 Logo Kilang Unggulan ..................................................................................... 23
Gambar 2.3 Struktur organisasi PT PERTAMINA RU VI Balongan .................................. 25
Gambar 3.1 Jenis-jenis heater ............................................................................................... 27
Gambar 3.2 Furnace tipe box ................................................................................................ 28
Gambar 3.3 Furnace tipe cabin ............................................................................................. 29
Gambar 3.4 Furnace tipe silinder vertikal ............................................................................ 30
Gambar 3.5 Basic Centum-XL Architecture ......................................................................... 37
Gambar 3.6 Graphic Display Operator Station.................................................................... 38
Gambar 3.7 Blok Diagram Pneumatic Transmitter .............................................................. 43
Gambar 3.8 DP Type Flow Transmitter ............................................................................... 44
Gambar 3.9 Gauge Pressure Transmitter .............................................................................. 44
Gambar 3.10 Level Transmitter .............................................................................................. 45
Gambar 3.11 Temperature Transmitter .................................................................................. 45
Gambar 3.12 Blok Diagram I/P Converter ............................................................................. 46
Gambar 3.13 Blok Diagram P/I Converter ............................................................................. 46
Gambar 3.14 Valve Body Assembly ...................................................................................... 47
Gambar 3.15 Berbagai kondisi operasi ................................................................................... 48
Gambar 3.16 a.Fault Tree Analysis dan b. Reliability blockdiagram .................................... 49
Gambar 3.17 And gate dan table kebenaran and gate ............................................................ 50
Gambar 3.18 OR gate dan table kebenaran OR gate .............................................................. 50
Gambar 3.19 NOT gate ........................................................................................................... 51
Gambar 3.20 Indicator main processor .................................................................................. 51
Gambar 4.1 Differensial Pressure Type Flow Transmitter .................................................. 52
Gambar 4.2 Absolute Pressure Transmiter........................................................................... 53
Gambar 4.3 Fail Close Valve................................................................................................ 54
Gambar 4.4 Pressure Control Valve ..................................................................................... 54
Gambar 4.5 Globe Valve ...................................................................................................... 55
Gambar 4.6 Hand switch ...................................................................................................... 55
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 8
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 4.7 Looping Safeguarding PALL042A~C .............................................................. 56
Gambar 4.8 Looping Safeguarding FALL 028A~C ............................................................. 57
Gambar 4.9 Furnace 31 – F – 103........................................................................................ 58
Gambar 4.10 P&ID Furnace 31 – F – 103 area 31- 021 ....................................................... 59
Gambar 4.11 Block Diagram Proses Naphtha Splitter Reboiler ............................................ 63
Gambar 4.12 Interlock diagram PT-042A~C ......................................................................... 69
Gambar 4.13 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown ..................... 71
Gambar 4.14 PT-039 TRIP SETTING .................................................................................... 74
Gambar 4.15 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown ..................... 75
Gambar 4.16 FT-039 TRIP SETTING .................................................................................... 77
Gambar 4.17 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown ..................... 78
Gambar 4.18 System Overview ............................................................................................... 80
Gambar 4.19 PT-042A Trip Setting........................................................................................ 81
Gambar 4.20 Emergency Shut Down pada 31PT042 .............................................................. 82
Gambar 4.21 Sequence of Events Recorder............................................................................. 83
Gambar 4.22 ESD rack ............................................................................................................ 83
Gambar 4.23 Letak indicator pada PLC .................................................................................. 83

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 9


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kapasitas produksi kilang PT. Pertamina (Persero) .............................................. 19
Tabel 2.2 Hasil Produk Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ........................... 24
Tabel 3.1 Material tube furnace ............................................................................................ 31
Tabel 3.2 Konfigurasi DCS Centum - XL .............................................................................. 39
Tabel 4.1 Cause and Effect Table .......................................................................................... 65

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 10


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1Interlock Logic Diagram ........................................................................................ 88
Lampiran 2Blok Diagram Proses ............................................................................................. 96

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 11


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri minyak dan gas merupakan salah satu sektor industri yang sangat vital di
Indonesia, dimana industri ini merupakan penghasil bahan bakar yang digunakan untuk berbagai
aktivitas masyarakat. PT.Pertamina merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang bertugas
untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat indonesia
PT.Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan merupakan perusahaan kilang minyak
yang mengolah minyak mentah (crude oil) menjadi bentuk-bentuk bahan bakar minyak (BBM),
non BBM dan petrokimia . Bahan baku yang diolah pada RU VI ini adalah minyak mentah yang
berasal dari Duri dan Minas Riau. Dalam industri sistem kendali sangat diperlukan dan memegang
peranan penting untuk pengendalian proses produksi. Perkembangan system kendali saat ini
dipengaruhi oleh beberapa factor sebagai berikut:

 Kebutuhan user (industri) akan teknologi yang lebih maju dan bersifat user friendly
karena bertambahnya ukuran, kapasitas dan kompleksitas proses produksi.
 Perkembangan teknologi elektronika dan komputerisasi yang mengarah pada
penggunaan teknologi digital

Penggunaan safeguard system, selain sebagai pengaman juga digunakan untuk menjaga
agar proses pembakaran berjalan sempurna. Penggunaan sistem pengaman otomatis dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan, jika pada Furnace 31-F-103 terjadi kondisi tidak
normal saat proses operasi, Furnace akan shutdown secara otomatis, sehingga kemungkinan
timbulnya bahaya bagi peralatan dan operator dapat dihindari.

1.2 Tujuan
Pelaksanaan kerja praktek lapangan ini memiliki 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan khusus.
Adapun tujuan umumnya yaitu untuk meningkatkan soft skill dan hard skill mahasiswa. Selain itu
program kerja praktek lapangan ini dapat membuka wawasan peserta agar dapat mengetahui,

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 12


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
memahami dan terampil dalam aplikasi ilmu di dunia industri dan mampu menyerap serta
bersosialisasi dengan dunia kerja secara utuh. Sedangkan untuk tujuan khususnya yaitu untuk
mempelajari lebih lanjut mengenai sistem instrumentasi yang di terapkan di PT. PERTAMINA
(Persero) RU VI Balongan serta mengetahui safeguard system yang ada pada furnace 31 –F – 103
pada unit 31(Naphtha Hydrotreater Process) di Maintenance Area (MA) III.

1.3 Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah pada laporan kerja praktek ini , penulis membatasi permasalahan
hanya pada mengenai, Untuk mempersempit masalah, maka pembahasan sistem pengaman hanya
dilakukan pada safeguard system pada furnace 31 – F – 103 , mencakup penjelasan mengenai
komponen-komponen pengaman dapur reaksi serta interlock logic diagram system tersebut pada
unit 31 (Naphtha Hydrotreater Process) .

1.4 Sistematika Laporan


Pada penyusunan laporan kerja praktek ini dilakukan secara sistematis dan tersusun dalam
lima bab dengan penjelasan sebagai berikut.

 BAB I Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah dan
sistematika laporan.

 BAB II Profil Perusahaan


Pada bab ini dibahas mengenai profil dari perusahaan tempat kerja praktek yaitu di
PT.Pertamina RU VI Balongan

 BAB III Tinjauan Pustaka


Berisi pustaka-pustaka yang berhubungan dengan materi yang dibahas pada laporan kerja
praktek penulis.

 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 13


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Berisi analisa dari data-data yang diperoleh pada saat kerja praktek untuk studi mengenai
safeguard system yang terdapat pada furnace 31 – F – 103 secara umum berdasarkan Interlock
Logic Diagram.

 BAB V Penutup
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan utama dari seluruh rangkaian penelitian yang telah
dilakukan dan berisi saran yang diberikan penulis.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 14


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
BAB II
PROFIL PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN

2.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero)

Minyak bumi masih menjadi komoditas utama di Indonesia sampai saat ini, baik sebagai
sumber energi maupun sebagai bahan dasar produk turunan untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Proses pengolahan minyak bumi menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi
merupakan tujuan utama dari perusahaanperusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi
sampai dengan industri petrokimia hilir. Pengelolaan sumber daya ini diatur oleh negara untuk
kemakmuran rakyat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Hal ini ditujukan untuk
menghindari praktek monopoli dan mis-eksploitasi kekayaan alam yang berujung pada
kesengsaraan rakyat.
Terjadi beberapa perubahan pengelolaan perusahaan minyak di Indonesia pasca
kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1957, atas perintah Mayjen Dr. Ibnu Soetowo,
PT EMTSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT PERMINA). Kemudian dengan
PP No. 198/1961 PT PERMINA dilebur menjadi PN PERMINA. Pada tanggal 20 Agustus 1968
berdasarkan PP No. 27/1968, PN PERMINA dan PN PERTAMINA dijadikan satu perusahaan
yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN PERTAMINA).
Sebagai landasan kerja baru, lahirlah UU No. 8/1971 pada tanggal 15 September 1971. Sejak itu,
nama PN PERTAMINA diubah menjadi PT. PERTAMINA, dan dengan PP No. 31/2003 PT.
PERTAMINA menjadi (Persero), yang merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional yang
berwenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang industri perminyakan di Indonesia. Pada
10 Desember 2005, sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT Pertamina
mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna dasar hijau-biru-
merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan wawasan lingkungan
yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan. Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT Pertamina
mencanangkan program transformasi perusahaan dengan 2 tema besar yakni fundamental dan
bisnis. Untuk lebih memantapkan program transformasi itu, pada 10 Desember 2007 PT Pertamina
mengubah visi perusahaan yaitu, “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Menyikapi
perkembangan global yang berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 15


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
dan gas menuju ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan, berlandaskan hal tersebut di
tahun 2012 Pertamina menetapkan visi baru perusahaannya yaitu, “Menjadi Perusahaan Energi
Nasional Kelas Dunia”.

2.2 Visi dan Misi


Dalam peranannya sebagai elemen penting dalam pemenuhan kebutuhan BBM di
Indonesia, PT. Pertamina (Persero) mempunyai visi dan misi, yaitu :

Visi : Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.


Misi : Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

Untuk mewujudkan Visi Perseroan sebagai perusahaan kelas dunia, maka Perseroan sebagai
perusahan milik Negara turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program Pemerintah di
bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan
usaha energi, yaitu energi baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi baik di dalam maupun di luar
negeri serta kegiatan lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang energi, yaitu energi
baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi tersebut serta pengembangan optimalisasi sumber daya
yang dimiliki Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya
saing kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Misi Perseroan menjalankan usaha inti minyak, gas, bahan
bakar nabati serta kegiatan pengembangan, eksplorasi, produksi dan niaga energi baru dan
terbarukan (new and renewable energy) secara terintegrasi.

2.3 Tata Nilai Perusahaan


Pertamina menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat menjadi pedoman bagi seluruh
karyawan dalam menjalankan perusahaan. Keenam tata nilai perusahaan Pertamina adalah sebagai
berikut :
 Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap,
menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola
korporasi yang baik.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 16


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
 Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan
melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
 Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN,
dan membangun kebanggaan bangsa.
 Customer Focus (Fokus Pada Pelanggan)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan
yang terbaik kepada pelanggan.
 Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
 Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan
teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

2.4 Logo PT. Pertamina (Persero)


Pemikiran perubahan logo sudah dimulai sejak 1976 setelah terjadi krisis Pertamina.
Pemikiran tersebut diperkuat melalui tim restrukturisasi Pertamina tahun 2000 (Tim Citra). Akan
tetapi, program tersebut tidak sempat terlaksana karena adanya perubahan kebijakan atau
pergantian dewan direksi. Wacana perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan terbentuknya
PT. PERTAMINA (PERSERO) pada tahun 2003. Adapun pergantian logo yaitu agar membangun
semangat baru, mendukung coorporate culture bagi semua pekerja, mendapatkan image yang lebih
baik diantara global oil and gas companies serta mendorong daya saing dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi, antara lain :
1. Perubahan peranan dan status hukum perusahaan menjadi perseroan.
2. Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi banyak terbentuknya entitas bisnis baru
di bidang hulu dan hilir.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 17


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 2.1 Logo Baru PT. PERTAMINA (Persero)

Logo Pertamina yang baru memiliki makna sebagai berikut :


1. Elemen logo huruf P yang menyerupai bentuk panah, menunjukkan PERTAMINA sebagai
perusahaan yang bergerak maju dan progresif.
2. Warna-warna yang berani menunjukan Alir besar yang diambil PERTAMINA dan aspirasi
perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis, dimana :
 Biru berarti andal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.
 Hijau berarti sumber energi yang berwawasan lingkungan.
 Merah berarti keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai
macam kesulitan.
2.5 Usaha PT. Pertamina (Persero)
Merupakan Kegiatan PT. Pertamina (Persero) dalam menyelenggarakan usaha di bidang
energi dan petrokimia terbagi menjadi dua sektor yaitu usaha Hulu dan usaha Hilir.
Usaha Hulu
Kegiatan Direktorat Hulu PT. Pertamina (Persero) mencakup bidang-bidang eksplorasi,
produksi, serta transmisi minyak dan gas. Aktivitas lainnya terdiri atas pengusahaan energi Coal
Bed Methane (CBM) dan panas bumi. Di samping itu, untuk mendukung gerak laju seluruh
kegiatan tersebut, PT. Pertamina (Persero) mengembangkan pusat riset dan teknologi sektor hulu
serta menekuni bisnis jasa pengeboran.
Pada umumnya, wilayah kerja migas PT. Pertamina (Persero) berada di Indonesia dan
sebagian di luar negeri. Bisnis PT. Pertamina (Persero) di sektor hulu dilaksanakan melalui operasi
sendiri (own operation) dan lewat pola kemitraan. Saat ini, Direktorat Hulu mengelola 6 anak
perusahaan yang bergerak di usaha hulu industri migas dan panas bumi yaitu:
1. PT. Pertamina EP (PEP)
2. PT. Pertamina Hulu Energi (PHE)
3. PT. Pertamina Gas

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 18


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
4. PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE)
5. PT. Pertamina EP Cepu (PEP Cepu)
6. PT. Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI)
Selain itu, Direktorat Hulu juga mengembangkan fungsi penunjang teknologi bidang hulu
yaitu Exploration & Production Technology Center (EPTC). Untuk menjaga kesinambungan
produksi gas, PT. Pertamina (Persero) menandatangani 4 KKS (Kontrak Kerjasama) di bidang
CBM. KKS tersebut adalah sebagai berikut:
1. PHE Metana Kalimantan A mengelola Blok Sangatta I, Kalimantan Timur.
2. PHE Metana Kalimantan B mengelola Blok Sangatta II, Kalimantan Timur.
3. PHE Metana Sumatera Tanjung Enim mengelola blok Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
4. PHE Metana Sumatera 2 mengelola Blok Muara Enim.
Usaha Hilir
Kegiatan usaha PT. Pertamina (Persero) di sektor hilir meliputi bisnis pengolahan,
pemasaran dan niaga, serta bisnis LNG. Bisnis pemasaran dan niaga mencakup aktivitas
pendistribusian produk-produk hasil minyak dan petrokimia yang diproduksi oleh kilang PT.
Pertamina (Persero) maupun yang diimpor. Bisnis pengolahan PT. Pertamina (Persero) memiliki
dan mengoperasikan 7 (tujuh) unit kilang yaitu:
NO UNIT PENGOLAHAN KAPASITAS (BPSD)
1 UP I Pangkalan Brandan -
2 UP II Dumai dan Sungai Pakning 170.000
3 UP III Plaju dan Sungai Gerong 133.700
4 UP IV Cilacap 348.000
5 UP V Balikpapan 260.000
6 UP VI Balongan 125.000
7 UP I Pangkalan Brandan -
BPSD: Barel Per Stream Day
Tabel 2.1 Kapasitas produksi kilang PT. Pertamina (Persero)

Namun, saat ini kilang unit pengolahan (Refinery unit) I Pangkalan Brandan, Sumatera Utara
dengan kapasitas 5.000 BPSD sudah tidak beroperasi lagi dikarenakan beberapa sumur yang
dijadikan sumber feed sudah tidak beroperasi lagi. Direktorat Pemasaran dan Niaga menangani

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 19


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
pemasaran BBM retail untuk sektor transportasi dan rumah tangga. Pertamina melakukan
pemasaran BBM retail melalui lembaga penyalur retail BBM/BBK yang saat ini tersebar di seluruh
Indonesia seperti SPBU (Stasiun Pengisian BBM untuk Umum), Agen Minyak Tanah (AMT),
Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), serta Premium Solar Packed Dealer (PSPD).
2.6 Sejarah PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan
PT. Pertamina (persero) RU VI Balongan dibangun ada tanggal 1 September 1990 yang
awalnya bernama PT. Pertamina (persero) UP VI Balongan yang dinamakan proyek EXOR (Export
Oriented Refinery) I. Pada perkembangan selanjutnya pengoperasian kilang tersebut sejak
terbentuknya OPI (Operational Performance Improvement) diubah nama menjadi PT. Pertamina
RU VI Balongan. Kapasitas total yang dihasilkan dari kilang ini adalah 125000 BBL per stream
day. Start up kilang minyak PT. Pertamina (persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan
Agustus 1994, tetapi baru diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995
dilaksanakan oleh 2 kontraktor utama yaitu :
 JGC (Japan Gasoline Coorporation)
 Foster Wheeler Indonesia
Peresmian sempat tertunda dari rencana sebelumnya yaitu tanggal 3 januari 1995,
dikarenakan Unit Residue Catalitic Cracker (RCC) di kilang saat itu mengalami kerusakan. Unit
ini merupakan unit terpenting di kilang RU VI karena merupakan unit yang merubah residu
menjadi minyak ringan yang lebih berharga. Kapasitas unit ini merupakan terbesar dunia. Dengan
adanya kilang minyak Balongan, Kapasitas total kilang minyak domestik menjadi 1002500 BPSD
(Barrel Per Stream Day). Kilang RU VI Balongan ini mendapatkan bahan baku minyak mentah
yang bersal dari Duri Riau (60% feed) dan Minas Dumai (40% feed). Selain itu juga menggunakan
Gas Alam (natural gas) sebesar 18 mmscfd untuk proses produksi yang diperoleh dari Daerah
Operasi Hilir (DOH) Jawa bagian barat lapangan Karangampel Mundu Indramayu. Pemilihan
Balongan sebagai lokasi proyek EXOR I didasarkan atas :
1. Relatif dekat dengan konsumen bahan bakar minyak terbesar, yaitu pulau jawa yang
mengkonsumsi bahan bakar 65% dari kebutuhan nasional dan 80% dari kebutuhan Jakarta.
2. Telah tersedianya sarana penunjang yaitu Depot Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam
Negeri (UPPDN) III dan terminal Unit Eksplorasi dan Produksi (UEP) III ditambah adanya
Convention Buoy Mooring dan Single buoy Mooring.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 20


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
3. Dekat dengan sumber gas alam yaitu UEP III
4. Selaras dengan proyek pipanisasi bahan bakar minyak di Jawa
5. Tersedianya lahan yang dibutuhkan, yaitu bekas sawah yang kurang produktif, harga tanah
yang relatif murah dan jauh dari keramaian.
6. Tersedianya sarana infrastruktur.

2.7 Tata Letak PT. Pertamina (Persero) RU - VI Balongan


Pabrik PT. Pertamina (Persero) RU - VI didirikan di Balongan, yang merupakan salah satu
kecamatan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Untuk penyiapan lahan kilang, yang semula
sawah tadah hujan, diperlukan pengurukan dengan pasir laut yang diambil dari pulau Gosong
Tengah, pulau ini berjarak + 70 km arah bujur timur dari pantai Balongan. Kegiatan penimbunan
ini dikerjakan dalam waktu empat bulan. Transfortasi pasir dari tempat penambangan ke area
penimbunan dilakukan dengan kapal yang selanjutnya dipompa ke arah kilang.

2.8 Ideologi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan


Visi, misi, moto, dan logo PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan telah dirumuskan dan
disahkan melalui Surat Keputusan General Manajer No. Kpts-092/E6000/99-SO, tanggal 30
November 1999.
Visi
“Menjadi Kilang Terkemuka di Asia tahun 2025”
Yang Mana, Kilang mengolah bahan baku minyak bumi menjadi produk BBM dan non-
BBM dan Terkemuka, masuk dalam nominasi kelompok kilang terbaik dunia, unggul dalam
segala aspek bisnis misalnya : lebih aman, andal, efisien, professional, maju, berdaya saing tinggi,
bermutu internasional, berwawasan lingkungan, dan mampu menghasilkan laba sebesar-besarnya.
Misi
 Mengolah crude dan naptha untuk memproduksi BBM, BBK, Residu, NBBM, dan petkim
secara tepat jumlah, mutu, waktu, dan berorientasi laba serta berdaya saing tinggi untuk
memenuhi kebutuhan pasar.
 Mengoperasikan kilang yang berteknologi maju dan terpadu secara aman, handal, efisien,
serta berwawasan lingkungan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 21


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
 Mengelola aset PT. Pertamina (persero) RU VI – Balongan secara professional yang
didukung oleh system manajemen yang tangguh berdasarkan semangat kebersamaan,
keterbukaan, dan prinsip saling menguntungkan.
Penjelasan dari misi :
 Minyak Bumi : Crude Oil
 Tepat jumlah : Jumlah yang optimal
 Tepat mutu : Mutu produk yang memenuhi standar
 Tepat waktu : Penyerahan produk pada waktu yang diinginkan
 Berorientasi Laba : di titikberatkan pada pencarian laba disamping misi
sosial
 Berdaya saing tinggi : Mutu dan harga kompetitif
 Pasar : Domestik dan Internasional
 Teknologi Maju : Selalu menyepurnakan teknologi proses dan peralatan
 Terpadu : Terintegrasi penuh antara kilang dan pipa penyalur
BBM
 Aman : Bagi pekerja, peralatan, masyarakat, dan lingkungan
 Andal : Mampu beroperasi secara kontinu dalam waktu tertentu
 Efisien : Produktivitas Tinggi
 Berwawasan Lingkungan : Memenuhi peraturan perundangan yang berlaku
tentang lingkungan hidup
 Aset : Peralatan, pekerja, dana
 Professional : SDM yang berprestasi, proaktif, dan inofatif
 Manajemen Tangguh : Berani mengambil resiko, kompak, dan visioner
 Semangat kebersamaan : Kerjasama yang sinergi
 Keterbukaan : bersih dan transparan
 Saling Menguntungkan : Bagi pekerja dan mitra bisnis

Motto
Meraih keunggulan komparatif dan kompetitif
1. Meraih : Menunjukkan upaya maksimum yang penuh dengan ketekunan dam keyakinan serta
professionalisme untuk PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 22
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
2. Keunggulan komparatif : Keunggulan dasar yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero) RU
– VI Balongan dibandingkan dengan kilang sejenis, yaitu lokasi yang strategis karena dekat
dengan pasar BBM dan non – BBM.
3. Keunggulan kompetitif : Keunggulan daya saing terhadap kilang sejenis dalam hal efisiensi,
mutu, produk, dan harga.

Logo
PT. PERTAMINA RU VI Balongan mempunyai logo perusahaan yang melambangkan
bahwa perusahaan dapat menjadi kilang unggulan yang dapat memenuhi visi dan misi dengan
kerja keras. Logo PT. PERTAMINA RU VI Balongan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Logo Kilang Unggulan Pertamina RU VI Balongan

Penjelasan Logo :
1. Lingkaran : Fokus ke bisnis inti dan sinergi
2. Gambar : Konstruksi generator dan reaktor di unit Residue catalytic Cracking yang
menjadi ciri khas dalam proses pengolahan minyak bumi di Refinery unit VI
3. Warna :
 Hijau : menunjukkan warna asli generator yang berarti selalu menjaga kelestarian
lingkungan hidup
 Putih : menunjukkan warna asli reaktor yang berarti bersih, professional, proaktif,
inovatif, dan dinamis dalam setiap tindakan yang selalu berdasar kebenaran
 Biru : diambil dari warna logo PERTAMINA yang berarti loyal kepada visi PERTAMINA
 Kuning : diambil dari logo PERTAMINA yang berarti keagungan Refinery unit VI

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 23


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
2.9 Kilang PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan
Kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU-VI Balongan berkapasitas 125.000 BPSD dengan
bahan baku yang terdiri dari minyak mentah Duri 80%, minyak mentah Minas 20%, dan gas alam
dari Jatibarang sebagai bahan baku H2 Plant sebanyak 18 MMSCFD. Pengolahan bahan baku
tersebut menghasilkan produk sebagai berikut :

No Jenis Produk Kapasitas Satuan


A BBM :
Motor Gasoline 58,000 BPSD
Kerosene 11,900 BPSD
Automotive Diesel Oil 27,000 BPSD
Industrial Diesel Oil 16,000 BPSD
Decant Oil & Feul Oil 9,300 BPSD
B Non BBM :
LPG 565 Ton
Propylene 545 Ton
Ref. Feul Gas 125 Ton
Sulfur 28,500 Ton
BPSD: Barel Per Stream Day

Tabel 2.2 Hasil Produk Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

2.10 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan


PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan mempunyai struktur organisasi yang
menerangkan hubungan kerja antar bagian yang satu dengan yang lainnya dan juga mengatur hak
dan kewajiban masing-masing bagian. Tujuan dibuatnya struktur organisasi adalah untuk
memperjelas dan mempertegas kedudukan suatu bagian dalam menjalankan tugas sehingga akan
mempermudah untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Maka biasanya struktur
organisasi dibuat sesuai dengan tujuan dari organisasi itu sendiri.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 24


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 25


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Furnace
Dalam industri pengolahan minyak bumi dibutuhkan suatu peralatan untuk memanaskan fluida
yang disebut furnace. Furnace atau heater atau sering disebut fired heater, adalah suatu peralatan
yang digunakan untuk memanaskan cairan di dalam tube, dengan sumber panas yang berasal dari
proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan secara terkendali di dalam
burner.

Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh kondisi operasi (suhu) yang diinginkan pada
proses berikutnya dalam suatu peralatan yang lain. Supaya proses pemanasan berlangsung optimal,
maka tube-tube furnace dipasang atau diatur sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dari
pembakaran dapat dimanfaatkan. Rancang bangun furnace juga harus diperhatikan dengan teliti
supaya panas yang dihasilkan tidak terbuang ke udara. Misalnya panas hilang lewat dinding dan
cerobong (stack).

Hal ini berhubungan dengan struktur refraktori untuk dinding serta suhu gas buang dari
pembakaran dan udara excess. Jika suhu stack, dan udara excess tinggi maka akan semakin banyak
panas yang hilang terbawa oleh flue gas. Furnace akan beroperasi dengan efisien, apabila:
- Sistem penyalaan api burner baik
- Reaksi pembakaran berlangsung sempurna
- Panas pembakaran dari fuel gas dan fuel oil dapat tersalur dengan baik pada cairan yang
dipanaskan
- Permukaan tube furnace bersih
- Dapat memperkecil panas yang hilang baik melalui stack / cerobong maupun dinding furnace.

3.2 Jenis heater


Terdapat berbagai variasi dalam mendesain fired heater. Ditinjau dari bentuk casingnya, pada
umumnya tipe furnace yang digunakan di kilang minyak ada tiga macam, yaitu berbentuk box,
silindris, dan cabin. Tipe desain furnace dapat dilihat di gambar I.1
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 26
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 3.1 Jenis-jenis heater (API 560,2001)
a. Furnace tipe box

Merupakan furnace yang konfigurasi strukturnya berbentuk box. Terdapat berbagai desain
yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain ini meliputi berbagai macam variasi dari konfigurasi
tube coil, yaitu horizontal, vertikal, helikal dan arbor. Gambar 2 memperlihatkan salah satu jenis
furnace tipe box dengan coil horizontal dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 27


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 3.2 Furnace tipe box (API 560, 2001)

Tube dalam seksi radiasi dalam furnace disebut tube radian/ radiant tube. Panas yang
diambil oleh tube-tube ini terutama diperoleh langsung secara radiasi dari nyala api dan dari
pantulan panas refractory. Shield tube/ tube pelindung biasanya ditempatkan pada bagian bawah
seksi konveksi. Karena tube-tube ini menyerap baik panas radian maupun panas konveksi, maka
tube - tube tersebut akan menerima kerapatan panas yang tertinggi.

Daerah dengan heat density (kepadatan panas) yang lebih rendah adalah seksi konveksi.
Tube pada seksi ini disebut tube konveksi/ convection tube. Panas dalam seksi konveksi berasal
dari panas hasil pembakaran yang melalui seksi konveksi. Ukuran dan susunan tube dalam heater
tipe box ditentukan oleh tipe operasi heater - misalnya distilasi crude oil atau cracking, jumlah
panas yang diperlukan, dan jumlah aliran yang melalui tube.

Heater tipe box dapat berbentuk up-draft (arah flue gas ke atas) atau down-draft (arah flue gas ke
bawah), dengan burner gas (fuel gas) atau minyak (fuel oil) yang ditempatkan di sisi dinding, di
lantai, di atap atau kombinasinya.Setelah tube konveksi yang dipasang di seksi konveksi, tube
pelengkap biasanya dipasang untuk memanaskan udara burner atau membangkitkan steam
superheated untuk keperluan proses atau lainnya.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 28


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
b. Furnace tipe cabin

Merupakan furnace yang strukturnya berbentuk seperti kabin. Terdiri dari bagian konveksi
dan radiasi. Burner terletak pada lantai bawah dan nyala api tegak sejajar dengan dinding furnace.
Tube-tube furnace di daerah radiasi, umumnya tersusun horisontal, tetapi ada juga yang vertikal.
Dua barisan pipa terbawah dibagian konveksi merupakan “Shield” (shield section).Dapur cabin
mempunyai effisiensi lebih tinggi dari pada dapur jenis lain. Dapur ini sering dijumpai di industri.
Kapasitas maksimum yang dicapai 120 mm BTU. Gambar 3 memperlihatkan salah satu jenis
furnace tipe cabin dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.

Gambar 3.3 Furnace tipe cabin (P. Trambouze,2000)

c. Furnace tipe silinder vertical

Dapur silinder vertikal (vertical cylindrical furnaces) merupakan dapur yang berbentuk
silinder tegak. Burner terletak pada lantai dapur dengan nyala api tegak sejajar dengan dinding
furnace. Tube-tube furnace di daerah radiasi terpasang tegak melingkar mengelilingi burner. Panas
dipancarkan secara radiasi di bagian silinder. Bagian konveksi berada di atas bagian radiasi.
Diantara bagian radiasi dan konveksi dipasang kerucut untuk menyempurnakan radiasi

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 29


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
(Reradiating Cone). Dapur ini biayanya murah dan harga bahan bakarnya rendah. Pemanasan yang
diperlukan tidak begitu tinggi dengan kapasitas maksimum 70 mm BTU.

Gambar 3.4 Furnace tipe silinder vertikal (P. Trambouze, 2000)


Selain ketiga jenis furnace di atas masih terdapat beberapa tipe furnace berdasarkan susunan dari
tube di bagian radiasi dan konveksi.

3.3 Komponen-komponen pada furnace


Furnace dilengkapi dengan berbagai peralatan diantaranya :
1. Tube bundle (header)
Merupakan rangkaian tube dapur yang berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan fluida
yang dipanaskan. Rangkaian tube biasanya terbuat dari pipa lurus, tanpa sambungan yang disusun
parallel dan antara satu dengan yang lain dihubungkan dengan 180o return bend yang dilas pada
pipa atau sambungan khusus yang disebut plug header. Tube yang dipergunakan harus tahan
terhadap suhu dan tekanan operasi tertentu sehingga tidak terjadi perubahan bentuk dan
mempunyai daya hantar panas yang tinggi. Pemilihan material untuk rangkaian tube didasarkan
pada beberapa kriteria sebagai berikut:
- Resistansi terhadap korosi karena fluida panas
- Resistansi terhadap oksidasi karena udara pembakaran
- Ketahanan mekanis terhadap suhu yang tinggi berkaitan dengan : (1) Tekanan
dalam tube yang disebabkan fluida panas, dan (2) Tegangan mekanis yang

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 30


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
disebabkan berat dari rangkaian tube dan fluida yang ada di dalamnya. Beberapa material utama
sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.2, dengan ketahanan oksidasi karena flue gas pada suhu
kerja yang maksimum.

Tabel 1.1Material tube furnace

2. Tube Support
Tube support berfungsi untuk menyangga tube agar tidak melengkung akibat panas
pembakaran pada saat furnace beroperasi. Material yang digunakan harus tahan terhadap : flue gas,
oksidasi, korosi karena liquid sisa bahan bakar (sulfat) dan memiliki ketahanan panas mekanis yang
baik. Pada beberapa kasus, material yang digunakan berupa logam dengan sedikit atau tanpa
campuran (alloy), tetapi logam ini diproteksi dengan lapisan batu tahan api (refractory lining) untuk
melindungi dari pengaruh flue gas (suhu dan oksidasi). Material ini terutama banyak digunakan
pada bagian konveksi.

3. Dinding Dapur
Dinding dapur terdiri atas 4 lapisan, lapisan paling dalam disebut refraktory yang berfungsi
sebagai penahan dan pemantul panas, lapis kedua berupa susunan batu tahan api yang berfungsi
selain untuk tempat melekatnya refraktory juga sebagai isolator, lapis ke tiga berupa glass wool
berfungsi sebagai isolator, lapis keempat berupa plat baja yang berfungsi sebagai penyekat dapur
dari udara luar dan juga sebagai struktur furnace. Material yang digunakan sebagai pelapis harus

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 31


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
memiliki sifat-sifat yaitu : memiliki Thermal conductivity yang rendah, memiliki ketahanan
mekanis yang tinggi, memiliki ketahanan yang baik terhadap berbagai variasi temperatur serta
mudah dipasang
Jenis-jenis material yang digunakan sebagai pelapis di furnace dapat dibedakan menjadi :

a. Material yang dapat dikontakkan secara langsung dengan flue gas


o Batu refraktori : terbuat dari fire clay (hidrat alumunium silikat) dengan struktur yang berpori
o Castable refractory concrete : tersusun dari campuran semen-kalsium alumina dan aggregat
refraktori yang dituangkan di dalamnya. Diperkuat dengan jangkar yang dilas pada furnace shell
o Ceramic fiber : diproduksi dalam diameter 3 μm dengan cara memblowing batu refraktori silika-
alumina. Beberapa bentuk fiber

b. Material yang digunakan pada lapisan kedua


Untuk memperbaik ketahanan panas, dinding dilengkapi dengan isolasi penahan panas, material
yang digunakan antara lain :
o Serat anorganik : diperoleh dengan cara blowing lelehan batu refraktori sintetik. Isolasi yang
terbuat dari serat ini merupakan isolasi yang bagus dan digunakan di belakang batu tahan api.
o Panel kalsium silikat : isolator yang bagus, digunakan pada lapisan kedua dibelakang batu
refraktori atau dinding beton
4. Air Register
Pelat berlubang yang berfungsi untuk mengatur masuknya udara pembakaran pada tiap tiap burner.
5. Pilot Burner
Burner kecil yang harus selalu menyala selama furnace sedang beroperasi
6. Burner
Burner berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi pembakaran antara bahan bakar dengan udara.
7. Peep Hole
berfungsi untuk mengamati bentuk / warna api (flame patern) dari masing-masing burner.
8. Snuffing Steam
Pipa tempat mengalirkan steam yang berfungsi untuk mengusir (purging) gas-gas sisa dari dalam
ruang pembakaran furnace sebelum dilakukan penyalaan api awal, untuk mematikan api apabila
terjadi kebakaran di dalam dapur dan membantu menciptakan tarikan udara (draft) di dalam dapur.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 32
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
9. Explotion Door
berfungsi sebagai alat safety terhadap ruangan furnace apabila sewaktu-waktu terjadi tekanan lebih
di dalam ruang furnace.
10. Stack Damper
Katup yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan kecepatan aliran gas hasil pembakaran yang
keluar melewati stack, agar tekanan didalam furnace lebih rendah dibanding tekanan diluar furnace
11. Soot Blower
Peralatan yang berfungsi untuk membersihkan endapan jelaga di daerah konveksi agar tidak
menghalangi transfer panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spray steam atau udara yang
ditembakkan ke pipa konveksi Sootblower didesain untuk mengalirkan 4535 kg steam per jam
dengan tekanan minimum 150 psig di bagian inlet. Untuk mencegah terjadinya erosi di bagian
konveksi dimana sootblower berada, maka dilapisi dengan castable refractory dengan densitas
2000 m3. (Kardjono, 2005).

3.4 Naphtha Processing Unit (NPU)


NPU merupakan proyek PT. Pertamina (Persero) RU-VI Balongan yang dikenal dengan
Kilang Langit Biru Balongan (KLBB). Unit ini dibangun untuk mengolah dan meningkatkan nilai
oktan dari naptha. Peningkatan bilangan oktan dilakukan dengan cara menghilangkan impurities
yang dapat menurunkan nilai oktan seperti propan, butan, dan pentan. Sebelumnya dilakukan
penambahan TEL (Tetra Etil Lead) dan MTBE (Methyl Tertier Butyl Eter) untuk meningkatkan
bilangan oktan dari Naphta. Saat ini pemakaian TEL dan MTBE telah dilarang karena dana
menyebabkan pencemaran udara dan sangat berbahaya bagi kesehatan karena timbal dapat masuk
dan mengendap di dalam tubuh sehingga menghambat pembentukan sel darah merah.Unit NPU
terdiri dari tiga unit yaitu: Naphtha Hydrotreatinh Unit (NHDT), Platforming Unit dan Countinous
Catalyst Regeneration (CCR), dan Penthane Extration (Phenex).

• Naphtha Hydrotreatinh Unit (Unit 31)


Produk utana yang dihasilkan dari unit 31 adalah heavy naphtha dan light naphtha (gasoline)

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 33


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
• Platforming dan CCR (Unit 32)
Produk utama unit Platformer dan CCR adalah gasoline dengan oktane number 98.

• Phenex Unit (Unit 33)


Produk utama unit Phenex berupa gasoline dengan oktan number > 82 dari light naphtha.

a. Unit 31: Naphtha Hydrotreating Unit (NTU)


Unit Naphtha Hydrotreating Process (NTU) dengan fasilitas kode 31 didisain untuk
mengolah naphtha dengan kapasitas 52.000 BPSD atau (345 m3/jam) dari Straight Run Naphtha.
Bahan yang digunakan sebagian besar diimpor dari beberapa Kilang PT. PERTAMINA (Persero)
dengan menggunakan kapal serta dari kilang sendiri, yaitu Crude Distillation Unit (unit 11). Unit
NTU merupakan proses pemurnian katalitik dengan memakai katalis dan menggunakan aliran gas
H2 murni untuk merubah kembali sulfur organik, O2, dan N2 yang terdapat dalam fraksi
hidrokarbon. Selain itu berfungsi untuk pemurnian dan penghilangan campuran metal organik dan
campuran olefin jenuh. Oleh karena itu, fungsi utama dari NTU dapat disebut juga sebagai operasi
pembersihan. Dengan demikian, unit ini sangat kritikal untuk operasi kilang unit selanjutnya (down
stream). Produk dari unit ini adalah: Light Naphtha yang akan menjadi umpan untuk unit Penex
(Unit 32) dan Heavy Naphtha yang akan menjadi umpan untuk unit Platforming (Unit 33).

Langkah Proses:
Unit NTU didisain oleh UOP, unit ini terdiri dari 4 seksi yaitu :
 Seksi Oxygen Stripper

Feed naphtha masuk ke unit NTU dari tangki intermediate yaitu 42-T-107 A/B/C atau dari
proses lainnya. Tangki tersebut harus dilengkapi dengan gas blanketing untuk mencegah O2 yang
terlarut dalam nafta, khususnya feed dari tangki. Kandungan O2 atau olefin dalam feed dapat
menyebabkan terjadinya polimerisasi dari olefin dalam tangki bila disimpan terlalu lama.
Polimerisasi dapat juga terjadi apabila kombinasi feed reaktor yang keluar exchanger tidak
dibersihkan sebelumnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fouling yang berakibat pada
hilangnya efisiensi transfer panas. Keberadaan campuran O2 juga dapat merugikan operasi Unit
Platformer. Setiap campuran O2 yang tidak dihilangkan pada unit hydrotreater akan menjadi air
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 34
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
dalam unit Platforming, yang menyebabkan kesetimbangan air-klorida pada katalis Platforming
akan terganggu. Kandungan O2 yang telah terpisahkan dari naphta dibuang keudara dan naphta
dimasukan kedalam heater (31-F-101) untuk proses selanjutnya.

 Seksi Reaktor
Seksi reaktor mencakup : reaktor, separator, recycle gas compressor, sistem pemanas atau sistem
pendingin. Campuran sulfur dan nitrogen akan meracuni katalis di Platforming serta akan
membentuk H2S, NH3 yang akan masuk ke reaktor dan selanjutnya dibuang ke seksi down stream.
Recycle gas mengandung H2 yang mempunyai kemurnian tinggi, disirkulasikan oleh recycle gas
compressor saat reaksi hydrotreating dengan tekanan H2 pada kondisi atmosfer.

 Seksi Naphtha Stripper


Seksi Naphtha Stripper didesain untuk memproduksi Sweet Naphtha yang akan membuang H2S,
air, hidrokarbon ringan serta melepas H2 dari keluaran reaktor. Sebelum masuk unit stripping,
umpan dipanaskan terlebih dahulu dalam heat exchanger (31-E-107) dengan memanfaatkan
bottom product dari naphta stripper. Sedangkan top product didinginkan menggunakan fin fan (31-
E-108) dan kemudian masuk ke dalam vessel (31-V-102). Fraksi di dalam vessel sebagian akan
direfluks. Sedangkan gas yang ada akan dialirkan ke unit amine treatment dan flare. Air yang masih
terkandung kemudian dibuang ke unit SWS. Bottom product sebagian dipanaskan dan sebagian
lagi dikirim ke naphta splitter.

 Seksi Naphtha Splitter


Seksi Naphtha Splitter didesain untuk memisahkan Sweet Naphtha yang masuk menjadi 2 aliran,
yaitu Light Naphtha (dikirim langsung ke unit Penex) dan Heavy Naphtha sebagai feed pada unit
Platforming. Pemisahan berdasarkan specific grafity dan boiling point. Heavy naphta sebagian
akan dimasukkan ke dalam reboiler (31-F-103) untuk memanaskan kolom naphta splitter dan
sebagian lagi akan dijadikan sebagai feed untuk unit platforming. Sedangkan light naphta akan
keluar dari atas kolom dan mejadi feed untuk unit Penex. (Anonim,2007)

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 35


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
3.5 Distributed Control System (DCS).
Sejalan dengan ditemukannya komponen elektronik yang berkemampuan tinggi sebagai
perangkat keras (hardware) dan diikuti pula dengan perkemangan perangkat lunak (software) yang
demikian majunya, telah melahirkan konsep-konsep baru didalam dunia instrumentasi dan sistem
kontrol. Sistem baru ini berkembang sangat pesat dan dikenal sebagai teknologi Programmable
Logic Controller (PLC) dan Distributed Control System(DCS).

Pada awal tahun 80-an, perkembangan teknologi microprocessor sangat cepat dan diikuti dengan
perkembangan perangkat lunak serta operating system UNIX yang semakin maju, maka diikuti
juga dengan perkembangan teknologi DCS berbasis operating system UNIX.

Pada awal tahun 90-an setelah diluncurkan operating system berbasis Windows dan
didukung dengan perkembangan teknologi microprocessor dengan kemampuan lebih besar, maka
teknologi DCS memasuki babak baru yang luar biasa dalam dunia instrumentasi dan sistem kontrol
yaitu DCS berbasis Windows. Operator console yang sebelumnya menggunakan special
computer/monitor digantikan dengan Personal Computer (PC).

Selanjutnya pada akhir tahun 90-an, teknologi instrumentasi dan sistem control berbasis DCS
memasuki era baru yaitu Open Network Technology (teknologi dimana sub-system DCS dapat
terhubung secara langsung dengan jaringan DCS tanpa menggunakan Gateway sebagai network
converter) dengan menggunakan Ethernet (TCP/IP) sehinga memudahkan mengimplementasikan
aplikasi seperti ; PIMS (Plant Information Management System), KMS (Knowledge Management
System), Enhanced Regulatory Control (ERC), Advanced Process Control (APC), Plant
Optimization dan lain-lain.(Anonim,2007)

3.6 Dcs Yokogawa Centum-Xl Kilang Up-Vi Balongan


Sistem Konfigurasi Centum-XL
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di dalam system DCS terdapat control station
dan operator station. System Centum-XL terdiri dari beberapa control station yang menangani
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 36
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
berbagai macam fungsi seperti feedback control dan sequence control. Selain itu, system ini
memiliki beberapa operator station yang berfungsi sebagai pusat komputer monitoring. Setiap
control station berdiri sendiri dan terdistribusi di setiap unit proses. Biasanya untuk setiap unit
proses disediakan sebuah control station. Ditempat inilah seluruh mekanisme pengendalian terjadi.
Setiap control station ditempatkan di dalam suatu ruangan yang disebut out station. Setiap control
station menangani masalah pengendalian secara komputerisasi atau secara digital. Input yang
diterima dari lapangan yang berupa sinyal elektrik, baik analog maupun digital. Walaupun
demikian, setiap input analog akan diubah dahulu ke dalam bentuk digital agar dapat diproses oleh
control station. Masing-masing fungsi kontrol dihubungkan oleh data link. Operator station
ditempatkan dan dipusatkan didalam suatu ruangan yang disebut On Central Control Room
(OCCR). Ditempat inilah terdapat antarmuka antara system pengendalian dengan manusia. Seluruh
proses monitoring dan manipulating terjadi disini. Operator dapat memonitor serta memodifikasi
fungsi control yang ada di field langsung pada layar monitor operator station.

Gambar 3.5 Basic Centum-XL Architecture


Secara umum, konfigurasi Centum-XL dapat dikelompokkan kedalam tiga bagian utama, yaitu :
· Man Machine Interface (EOPS)
· Process Control Function (EOPC)
· Data Communication Facilities (HF-Bus)

3.7 Man Machine Interface (EOPS)


Man Machine Interface berfungsi sebagai antarmuka (interface) antara manusia dengan system
Centum-XL, dan dikenal juga sebagai operator station. Konfigurasi dan Man Machine Interface
dapat terdiri dar I :
· EOPS Operator Station
· EOPC Operator Console
· EPRT2 Serial Printer
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 37
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
· ECHU Color Hard Copy Unit
3.8 EOPS (Enhanced Operator Station)
Merupakan operator station yang berfungsi sebagai pusat monitoring pengendalian yang
ditempatkan didalam suatu ruang pusat kendali (On Cental Control Room). EOPS Operator Station
merupakan implementasi dari MMI untuk monitoring fungsi pengendalian proses di lapangan.
EOPS Operation Station adalah suatu komputer yang memiliki tampilan seperti berikut ini.

Gambar 3.6 Graphic Display Operator Station


EOPS berfungsi sebagai layar minitor untuk menampilkan, mengoperasikan, serta me-
record data-data yang diperoleh dari fungsi control di field. Melalui station ini operator dapat
memonitor serta memanipulasi kerja kontroler di field, misalnya:
a. Mengubah set point
b. Mengubah controller mode (auto/ manual/ cascade)
c. Memonitor process variabl, trend dari setiap variabel
d. Melakukan tuning, dan lain-lain

3.9 Data Communication Facilities


Bagian ini berfungsi sebagai fasilitas komunikasi dan pertukaran data antara sesama Process
Control Station, antara MMI dengan Process Control Function, maupun antara Process Control

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 38


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Function dengan station-station yang terhubung dengan SVNet. Fasilitas data link yang tersedia
pada Centum-XL, adalah :

A. HF – Bus
HF-Bus adalah communication bus dengan system komunikasi yaitu token passing process
highway, yang berfungsi sebagai media komunikasi data secara real time ke station-station yang
terhubung pada HF-Bus, terutama antara EFCS Field Control Station, EFCD Duplexed Field
Control Station, dan EFMS Field Monitoring Station dengan EOPS Operator Station.

B. SV -Net
SV –Net adalah sebuah Local Area Network (LAN) atau Commnunication bus berbasis
Manufacturing Automation Protocol (MAP) dan digunakan untuk menghubungkan EOPS
Operator Station ke ECMP Computer Station, Al Workstation atau YEWCOM 9000 Supervisory
Computer.

3.10 Konfigurasi DCS Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI Balongan


Tabel berikut ini memperlihatkan konfigurasi DCS Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI
Balongan dengan lokasi EOPS, EFCD serta unit proses yang dikendalikan. Tabel Konfigurasi DCS
Centum-XL di Kilang Pertamina UP VI Balongan

Table 3.2 Konfigurasi DCS Centum-XL

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 39


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar arsitektur DCS Centum XL di kilang UP-VI Balongan dapat dilihat pada lampiran
· Overall System Configuration Drawing Group 1
· Overall System Configuration Drawing Group 2
· Overall System Configuration Drawing Group 3
· Overall System Configuration Drawing Group 4
· Overall System Configuration Drawing Utilities
· Overall System Configuration Drawing Offsite. (Parura, Samuel LB)

3.11 Instrument Signal Transmission


Transmisi data ialah proses pengiriman besaran yang diukur (data) ke tempat lain yang jauh
(misalnya dari plant ke ruangan control room pada suatu industri) untuk diperagakan (displaying),
direkam (recording) atau mengendalikan (controlling) suatu proses.
a. Media Transmisi
Pengiriman data (data trasmisi) biasa dilakukan dengan cara yaitu :
1. Melalui fluida (tubing).
2. Melalui kawat (cable).
3. Melalui serat optic (fiber optic).

Media Tubing : Prinsip kerja transmisi data menggunakan tubing (pneumatik) adalah berdasarkan
pada tekanan dari fluida atau angin sebagai media pembawa data. Jadi di sini data yang dikirimkan
berupa perubahan dari tekanan fluida. Tekanan pneumatic yang umumnya digunakan pada
transmisi data secara pneumatic adalah antara 3 ~ 15 psig (0.1 ~ 1 kg/cm2).

Media Kabel : Transmisi data melalui kawat (cablel) dapat digolongkan berdasarkan besaran
pembawa data, yaitu ; arus listrik, tegangan, frekuensi yang dimodulasi, pulsa yang dimodulasi.
Transmisi data jenis yang banyak digunakan pada industry proses adalah transmisi dengan arus
listrik (4-20 mA) dan tegangan (1 – 5 V DC).

Media Fiber Optic : Transmisi data yang paling akhir dikembangkan adalah transmisi data melalui
serat optic. Di sini data ditransmisikan dengan cara memodulasi cahaya, dengan perkataan lain di

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 40


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
sini sinyal pembawa datanya adalah cahaya. Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu sedikit sekali
dipengaruhi oleh noise.
b. Jenis Sinyal Instrumen
Beberapa standar sinyal instrumen yang didefenisikan oleh standards associations atau proprietary
standard, meliputi :

a) Analog Signal
· Pneumatic (signal lines / tubes)
o 3 - 15 psig ( 0.2 – 1 kg/cm2)
o 20 - 100 kPa
o 6 - 30 psig
· Voltage
o 1 – 5 V DC
o 0 – 5 V DC
o 0 – 10 V DC
· Current
o 4 – 20 mA
o 8 – 40 mA
o 10 – 50 mA

b) Digital Signal
· HART Protocol
· SMAR Protocol
· Fieldbus
· Modbus
· Profibus
· Industrial Ethernet
· Berbagai komunikasi tanpa cable (wireless communications)

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 41


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
c. Pemilihan Sinyal Instrumen
Pemilihan bentuk sinyal pengukuran (sinyal instrumen) sangat ditentukan oleh jenis controller
yang akan dipakai (Analog ; pneumatik / elektronik atau Digital). Untuk menerjemahkan sinyal
sistem pengukuran dari sensing element menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh controller,
dibutuhkan sebuah unit yang disebut transmitter. Sebagai standarisasi sinyal keluar dari transmitter,
baik analog (pneumatic atau elektric) maupun digital (HART Protocol, SMAR Protocol atau
Fieldbus), dibuat hanya bekerja pada standard skala tertentu seperti diperlihatkan pada point jenis
sinyal instrumen.

Untuk aplikasi di dalam industri proses, sinyal pneumatik yang digunakan secara umum adalah
dengan skala kerja 3 – 15 psig atau 0.2 – 1 kg/cm2, dan untuk sinyal elektrik skala kerja 4 – 20 mA
(sinyal arus) atau 1 – 5 V DC (sinyal tegangan). Pada umumnya sinyal yang keluar dari transmitter
elektronik hampir selalu dalam bentuk 4-20 mA.

Transmisi sinyal elektrik seperti transmisi energi listrik lain, menggunakan kawat tembaga.
Diameter kawat tersebut berkisar antara 1.5 ~ 2.5 mm. Sedangkan transmisi sinyal pneumatik
hampir selalui menggunakan tubing (pipa kecil) berdiameter dalam 0.25 inci. Atau pada pemakaian
tertentu ada yang 0.375 inci. Tubing dapat terbuat dari plastik, tembaga atau stainless steel.
Pemilihan jenis material tubing selalu dikaitkan dengan daerah dimana instrumen beroperasi.
Tubing tembaga misalnya tentu tidak akan dipilih untuk bagian terbuka di ladang minyak lepas
pantai. Udara laut yang sangat korosif tentu akan mempercepat kerusakan tubing tembaga. Dan
tubing platik tentu tidak akan dipakai di daerah dapur (furnace) yang mempunyai temperatu tinggi,
karena akan mudah meleleh. Dalam perkembangannya instrumen sitem pengendalian kemudian
banyak memanfaatkan teknologi digital dan perangkat komputer. Untuk itu diperlukan sarana
komunikasi dalam bahasa komputer. Selain itu juga ada instrumen-instrumen yang menggunakan
sarana komunikasi sinyal radio atau sarana fiber optic. Ketiga jenis sinyal ini sifatnya sangat khusus
dan tidak mempunyai standard umum. Bentuk sinyal itu akan sangat tergantung pada kerja sistim
unit elektroniknya. (Gunterus, Frans).

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 42


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
3.12 Transmitter
Transmitter adalah suatu peralatan instrument yang dapat merubah sinyal yang berasal dari
instrument ukur (sensor atau detector) menjadi bentuk sinyal yang dapat diterima oleh indicator,
recorder dan controller. Terdapat dua type, yaitu ; Pneumatic Transmitter dan Electronic
Transmitter.

a. Electronic Transmitter
Transmitter elektronik juga mempunyai mekanisme umpan balik pada sistem
keseimbangan gaya untuk mendapatkan ketelitian dan stabilitas yang tinggi. Sistem ini menjaga
tetap suatu keseimbangan gaya antara input dan output. Input sinyal atau variable proses dirubah
kedalam suatu gaya melalui input transfer element, output sinyal listrik juga suatu gaya akibat dari
feedback
transfer element. Output akan berubah, yang disebabkan berubahnya beban, akibatnya
keseimbangan dari mekanisme transmitter akan berubah. Jika hal ini terjadi, maka system akan
menjadi seimbang kembali melalui mekanisme umpan balik sebagaimana elemen detektor
mendeteksi terjadinya kesalahan. Setiap transfer element mempunyai karakteristik yang linear dan
oleh karena itu output juga linear dan seimbang dengan sinyal input.

Gambar 3.7. Blok Diagram Pneumatic Transmitter

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 43


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
b. Jenis-jenis Electronic Transmitter
1) Differential Pressure Type Flow Tansmitter

(Yokogawa Model EJA110A)


Gambar 3.8. DP Type Flow Transmitter

2) Pressure Transmitter

Gauge Pressure Transmitter Absolute Pressure Transmitter


(Yokogawa Model EJA310A) (Yokogawa Model EJA430A)

Gambar 3.9. Gauge Pressure Transmitter

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 44


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
3) Liquid Level Tansmitter

Model EJA210A and EJA220A Model EJA118W, EJA118N and EJA118Y


Flange Mounted DP Transmitters Diaphragm Sealed DP Transmitters

Gambar 3.10. Level Transmitter

4) Temperature Transmitter

Rosemount 444 Alphaline


Gambar 3.11. Temperature Transmitter

3.13 Converter
Converter adalah suatu peralatan instrument yang berfungsi merubah besaran sinyal tertentu
menjadi besaran sinyal lain. Converter ini diperlukan bila suatu instrument hanya menerima sinyal
dengan besaran yang sudah tentu. Bila ada sinyal lain yang tidak sesuai dengan input sinyal
instrument tersebut, maka sinyal tadi harus dikondisikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 45


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
a. I/P Transducer (electropneumatic transducer)
I/P Transducer adalah peralatan instrument yang merubah sinyal arus listrik (4 – 20 mA)
menjadi sinyal tekanan pneumatic (3 – 15 psig atau 0.2 – 1 kg/cm2). Terdapat dua tipe yaitu ;
Indoor Mount Type dan explosion-proof type.

Gambar 3.12. Blok Diagram I/P Converter

b. P/I Transducer (Pneumatic to Current Tansducer)


P/I Transducer adalah peralatan instrument yang merubah sinyal tekanan pneumatic (3 – 15
psig atau 0.2 – 1 kg/cm2) menjadi sinyal arus listrik (4 – 20 mA).

Gambar 3.13. Blok Diagram P/I Converter


(Andrew W.G)

3.14 Control Valve


Didalam sistem pengendalian suatu proses industri, salah satu elemen sistem control yang
sangat penting adalah final control element (control valve). Pentingnya menggunakan ukuran

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 46


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
control valve yang benar harus merupakan penekanan didalam desain suatu sistem kontrol agar
tujuan pengendalian suatu proses dapat terpenuhi. Ukuran control valve yang terlalu kecil tidak
akan bisa melaksanakan tugas, dan harus diganti dengan yang lebih besar. Ukuran yang terlampau
besar akan menyedot biaya awal lebih besar serta biaya pemeliharaan yang cukup besar. Dilihat
dari segi operasinya valve yang over size akan memberikan fungsi control yang tidak baik dan
dapat menyebabkan ketidak stabilan system. Suatu controller yang mahal, sensitive dan akurat akan
menjadi tidak berarti jika control valve tidak dapat mengoreksi aliran secara benar untuk menjaga
titik control.

Control Valve Body


Berbagai macam bentuk body control valve telah dikembangkan berberapa tahun yang lalu,
namun secara garis besar valve dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok berdasarkan kepada
cara penutupan, yaitu gerak linear dan gerak rotasi. Berikut disampaikan ilustrasi beberapa body
control valve yang popular penggunaannya saat ini.

Gambar 3.14. Valve Body Assembly (Fisher)

3.15 Safeguard dan Interlock logic


Pada dasarnya, safeguard dan interlock logic digunakan untuk mengamankan unit proses,
peralatan dari kerusakan fatal, dan keselamatan operator. Apabila salah satu variabel safeguard
tidak normal, maka sistem akan memberikan indikasi alarm (untuk kondisi yang bisa ditolerir) dan
sistem akan men-shutdown peralatan (untuk kondisi yang tidak bisa ditolerir). Sedangkan interlock
logic berfungsi sebagai permissive untuk menjalankan sebuah peralatan. Interlock logic akan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 47


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
mengunci sistem power apabila salah satu dari kondisi minimum untuk menjalankan suatu
peralatan tidak terpenuhi (tidak normal).

Gambar 3.15 Berbagai kondisi operasi.


Interlock sendiri didefinisikan sebagai perangkat yang digunakan untuk merasakan atau
men-sensing kondisi batas (maksimum atau minimum, batas bawah maupun batas atas) dan
menghubungkan kondisi tersebut dengan peralatan lainnya untuk sautu perintah dan melakukan
shutdown.Ada dua tahapan sistem pengamanan, yaitu :

1. Alarm (peringatan tanda bahaya)


Alarm atau peringatan tanda bahaya dapat berupa lampu, bel, horn dan tanda-tanda lain
yang menyatakan bahwa proses atau alat dalam keadaan bahaya (ada gangguan) dan hal ini bila
tidak diadakan koreksi maka kondisi akan berkembang menjadi situasi yang krisis dan bahkan
pabrik akan berhenti (shut down).
Alarm dibagi menjadi 2 (dua) audible dan visible:
 Audible adalah bunyi-bunyian yang bisa didengarkan, misalnya bila terjadi sesuatu pada
alat atau mesin maka sirine akan berbunyi.
 Visible adalah cahaya (lampu) yang bisa dilihat mata misalkan, bila dalam produksi ada
suatu emergency maka lampu indicator danger atau bahaya akan menyala dan bila emergency telah
usai maka lampu indicator tersebut akan mati / padam.

2. Shut Down atau Trip


Suatu kondisi proses yang sudah mencapai batas bahaya yang tertinggi atau adanya
kerusakan pada peralatan sehingga menyebabkan pabrik mati sebagian atau keseluruhan. Peralatan

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 48


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
yang terkait dalam sistem interlock ini adalah sakelar tekanan (pressure switch), katup solenoida
(solenoid valve), level switch dan relay. (Smith,Carlos)

3.16 Fault Tree Analysis (FTA)


Metode FTA (Fault tree analysis) digunakan untuk mengidentifikasi kegagalan atau trip
pada komponen didalam sebuah sistem. Selain itu metode FTA dapat digunakan untuk
mempresentasikan seberapa handal suatu komponen didalam sebauh sistem. identifikasi dengan
menggunakan FTA digunakan untuk mengetahui kombinasi sebab terjadinya kegagalan dari fungsi
suatu komponen yang mempunyai dampak terhadap keselamatn kerja, produksi industry, dan
lingkungan kerja sekitar. Untuk langkah pembuatan FTA sendiri adalah sebagai berikut :
 Mendefinisikan kejadian puncak (Top Event ) yang tidak diinginkan dalam sistem yang akan
diamati.
 Menggambarkan atau membentuk diagram logic dan detail yang memperlihatkan kombinasi dari
event yang mempengaruhi top event. Sebuah sistem FTA mengilustrasikan keadaan dan
kemampuan komponen sistem (basic evet) dan hubungannya dengan top event. Dalam pembuatan
FTA digunakan symbol grafis yang di sebut gerbang logika(logic gate) . Untuk output dari gerbang
logika ditentukan oleh input-input dari gerbang logika itu sendiri.

Gambar 3.16 a.Fault Tree Analysis dan b. Reliability blockdiagram.


Beberapa logic system yang digunakan pada FTA (Fault Tree Analysis) adalah sebagi berikut :

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 49


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
 Fungsi AND
Fungsi AND akan menghasilkan output (1) atau TRUE hanya jika semua input (1) atau
TRUE. Fungsi AND bisa mempunyai input tidak terbatas, namun hanya mempunyai satu output.
Dalam analisa FTA ini nilai 1 yaitu gagal(komponen atau sistem gagal), dan nilai 0 yaitu baik
(komponen atau sistem dalam kondisi baik). Berikut ini merupakan logic fungsi AND dengan dua
input beserta dengan table kebenarannya.

A B F
0 0 0
A
F=A.B 0 1 0
B 1 0 0
1 1 1

Gambar 3.17 And gate dan table kebenaran and gate

 Fungsi OR
Fungsi OR akan menghasilkan output (1) atau TRUE jika satu atau lebih input adalah (1)
atau TRUE. Sebagaimana fungsi AND, fungsi OR bisa mempunyai input tidak terbatas, namun
hanya mempunyai satu output. Dalam analisa FTA ini nilai 1 yaitu gagal(komponen atau sistem
gagal), dan nilai 0 yaitu baik (komponen atau sistem dalam kondisi baik) Berikut fungsi OR dengan
dua input beserta table kebenarannya.

A B F
0 0 0
A
F=A+B 0 1 1
B 1 0 1
1 1 1

Gambar 3.18 OR gate dan table kebenaran OR gate

 Fungsi NOT
Fungsi NOT akan menghasilkan output (1) ATAU gagal jika inputnya 0 atau baik. Output
dari fungsi NOT selalu kebalikan dari keadaan inputnya, tidak seperti fungsi AND dan fungsi OR,

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 50


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
fungsi NOT hanya mempunyai satu input dan satu output. Berikut fungsi NOT dengan input dan
output beserta table kebenarannya :

A F

A F=A 0 1
1 0

Gambar 3.19 NOT gate

(Suta’at Ir, 1987)

3.17 PLC Triconex


The Triconex Trident Sistem Keselamatan Instrumentasi (SIS) paket SIL3 bersertifikat
scalable, solusi keamanan yang sangat handal untuk digunakan diKilang, petrokimia, Oil & Gas,
dan LNG. Skalabilitas: Fitur utama dari desain sistem adalah skalabilitas - dari yang paling kecil
untuk aplikasi lokal terendah yaitu 32 I / O poin per sistem sampai , aplikasi terdistribusi lebih
dari40.000 I / O poin.

Gambar 3.20 Indicator main processor


PASS Modul telah lulus tes diri diagnostik
FAULT Modul memiliki kesalahan dan harus diganti
Modul ACTIVE mengeksekusi program kontrol yang ditulis pengguna
MAINT1 Pemeliharaan indikator 1
MAINT2 Pemeliharaan indikator 2
COM TX Mengirimkan data melalui COMM bus
COM RX Menerima data dari COMM bus
Data I / O TX Mengirimkan ke I / O bus
I / O RX Menerima data dari I / O bus

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 51


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA

4.1 Sistem Instrumentasi Pada Safeguard System


Safeguard system merupakan suatu sistem intrumentasi yang berfungsi sebagai pengaman
suatu system. Safeguard system secara otomatis akan menghentikan system sebelum keadaan yang
tidak normal tersebut mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan yang tidak di inginkan. Sistem
instrumentasi pada safeguard system ini merupakan suatu system control yang mana parameter
fisis di lingkungannya menjadi parameter yang diukur untuk memberikan feedback kepada
kontroler untuk melakukan suatu proses control apabila terjadi perbedaan antara output aktual
dengan nilai set point yang telah ditentukan untuk safeguard system ini.

4.1.1 Field Instrument


1. Transmitter
Transmitter adalah alat yang digunakan untuk mengubah perubahan sensing element dan
sebuah sensor menjadi sinyal yang mampu diterjemahkan oleh controller. Transmitter yang
digunakan pada unit Naphtha Hydrotreating Process adalah:
a. Differensial Pressure Type Flow Transmitter
Differensial Pressure Type Flow Transmitter Yokogawa Model EJA 110 seperti
ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan salah satu komponen yang terpasang di Pertamina RU VI
yaitu di unit NTU (Naphtha Hydtrotreating Process) atau unit 31.

Gambar 4.1. Differensial Pressure Type Flow Transmitter

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 52


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Diferensial Pressure Transmitter membaca perbedaan tekanan dari aliran fluida yang melewati
orifice. Orifice adalah komponen instrumentasi yang digunakan untuk mengukur aliran fluida yang
berada di dalam pipa. Perbedaan tekanan dari sisi high dan low orifice dibaca oleh elemen sensor
di Diferensial Pressure Transmitter. Transmitter ini terdapat pada 31 – FT – 028 A~C dan 31 – FT
– 027 A~F .

b. Absolute Pressure Transmitter


Pressure Transmitter yang digunakan pada plant merupakan seri EJA Absolute Pressure
and Gauge Pressure Transmitter. Dalam pengukuran tekanan didalam pipa ataupun
tangki, transmitter ini tidak menggunakan perangkat tambahan, hanya menggunakan pipa kecil
yang diambil dari aliran proses. Tekanan tersebut kemudian dikonversi menjadi besaran digital
oleh suatu converter didalam transmitter itu sendiri.

Gambar 4.2 Absolute Pressure Transmiter


Transmitter jenis ini digunakan pada PT042A~C, digunakan untuk mendeteksi nilai tekanan
absolute pada bagian pilot gas.

2. Control Valve
Valve adalah suatu peralatan mekanis yang melaksanakan suatu akasi untuk mengontrol
atau memberikan efek terhadap suatu aliran fluida di dalam suatu sistem perpipaan atau peralatan.
Valve umumnya dihubungkan dengan pipa, fiting , vessel, tangki dan lain-lain, dimana ujung-ujung
dari bodinya mempunyai sambungan berupa fleas, ulir (screwed), las (but socket welding).
Fungsi valve dapat dibedakan menjadi:
 Mengalirkan atau menghentikan aliran (on-off)
 Mengatur variasi kecepatan aliran (regulating)
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 53
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
 Mengatur aliran hanya pada suatu aliran saja (checking)
 Merubsh/memindahkan aliran pada line pipa yang berbeda (switching)
 Melepas aliran dari sistem ke atmosfer (discharging)

Control valve dibedakan menurut prinsip kerjanya yaitu Failure Close (FC) dan Failure
Open (FO). Failure Close (FC) : Control valve jenis ini mengkondisikan pegas harus
menggerakkan stem untuk menutup control valve pada saat sumber energi / sinyal pneumatic
maupun elektronik mati (fail). Failure Open (FO) : Control valve ini mengkondisikan pegas harus
menggerakkan stem untuk membuka control valve pada saat sumber energi / sinyal pneumatic
maupun elektronik mati (fail). Valve yang digunakan pada furnace 31 – F – 103 ini hanyalah FC
(Fail Close) terdapat pada UV023, UV024, UV025 dan UV026.

Gambar 4.3 Fail Close Valve

a. Pressure Control Valve (PCV).


Presure control Valve adalah katup yang mengatur tekanan dalam sirkuit dengan
mengembalikan semua atau sebagian oli ke tangki apabila tekanan pada sirkuit mencapai setting
pressure. Valve ini terdapat pada PCV041 di unit 31.

Gambar 4.4 Pressure Control Valve

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 54


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
b. Globe Valve
Globe valve biasanya digunakan untuk mengatur banyaknya aliran fluida yang mengalir
dalam sebuah line. Globe valve ini di gunakan pada area 042A~C. Bentuk eksternal valve seperti
globe, stem bergerak linier (naik –turun) untuk mengubah posisi plug dan posisi plug yang berubah
menyebabkan luas area antara seat dan plug berubah.

Gambar 4.5 Globe Valve

3. Hand Switch
Hand switch memiliki bentuk menyerupai push button. Hand switch dalam sistem ini
digunakan untuk mematikan sistem yang berjalan dalam furnace apabila terjadi kondisi darurat
(Emergency Shutdown). Alat ini dapat ditempatkan dalam ruang kontrol maupun di lapangan.

Gambar 4.6 Hand switch

4.1.2 Sistem Kontrol


Sistem kontrol merupakan sebuah proses pengaturan terhadap satu ataupun beberapa variable
sehingga berada pada suatu nilai yang diinginkan. Loop sistem kontrol dalam industri terdiri dari
3 komponen utama, yaitu :
a. Elemen masukan (sensor) : berfungsi untuk mendeteksi besarnya besaran fisis yang sedang diukur.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 55


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
b. Elemen control (controller) : merupakan otak dari system pengontrolan itu sendiri. Elemen ini bias
saja terletak di lapangan maupun di ruang control. Saat ini, kontroler menjadi alat pengendali
sepenuhnya yang menggantikan peran manusia dalam mengendalikan suatu proses.
c. Elemen akhir (actuator) : merupakan suatu elemen yang berfungsi sebagai penggerak akhir. Dalam
industri seringkali digunakan control valve yang digunakan sebagai pengatur aliran.

P&ID dibawah ini menunjukkan looping control yang terjadi pada furnace 31 – F – 103.
Parameter fisis yang menjadi masukkan untuk dikontrol adalah tekanan dan aliran, sedangkan
temperature hanya dijadikan indicator tanpa dilakukan aksi pengontrolan. Gambar P&ID dibawah
ini menunjukkan looping control dari sebuah Safeguard Sytem.

Gambar 4.7 Looping Safeguarding PALL042A~C

Gambar p&id diatas adalah looping tekanan yang mencakup Interlock. Pada looping ini
terdapat 3 transmitter tekanan yaitu, 31 – PT – 042 A~C ketiga transmitter tekanan itu terletak di
lapangan, tekanan yang masuk melewati transmitter ini sebelumnya masuk melalui globe valve,
dengan tujuan agar aliran yang masuk dapat diturunkan besarnya tekanan agar tidak merusak
transmitter akibat tekanan yang besar masuk secara langsung. Lalu hasil pembacaan dari
transmitter tekanan di konversikan dari besaran fisis berupa tekanan menjadi besaran elektrik
analog yaitu sebesar 4 – 20 mA. Hasil konversi ke besaran elektrik tersebut akan dijadikan sinyal
digital untuk dibaca atau dijadikan kontrol di control room (UC 005). Hasil pembacaan secara
digital di unit control akan diteruskan ke DCS yang telah di setting programnya. Dengan set point

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 56


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
tertentu dengan harapan jika terjadi kerusakan atau kegagalan dalam system akan memberikan
peringatan. Alarm untuk peringatan kerusakan ringan dan emergency shutdown untuk kerusakan
parah, sehingga mencegah terjadi nya kerusakaan yang lebih parah dan mencegah terjadinya
korban jiwa. Pada DCS tersebut terdapat 3 indicator yaitu, 31 – PI – 042 A~C, yang telah
dilengkapi oleh PAL (Pressure Alarm Low), alarm bekerja jika sinyal pengukuran tekanan di
lapangan oleh transmitter lebih rendah dari pada set point, dalam loop ini adalah tekanannya maka
alarm akan berbunyi atau lampu alarm akan menyala. Bila besar sinyal variable pengukuran dari
transmitter dalam loop ini berupa tekanan, lebih rendah dari dari setting switch low, maka alarm
low – low (PALL) akan bekerja dengan berbunyi atau dengan nyala lampu bahaya. Bersamaan
dengan bunyi tersebut, proses equipment langsung melakukan trip. Tekanan yang masuk kedalam
loop ini di atur oleh control valve PCV 041, yang merupakan valve regulator tekanan kembali.
Kemudian untuk safeguarding aliran digunakan FALL028A~C sebagai pengamannya. Gambar
P&ID dibawah ini menunjukkan looping pengontrolan flow pada saat kondisi low low.

Gambar 4.8 Looping Safeguarding FALL 028A~C

Gambar p&id diatas adalah looping aliran yang mencakup DCS Interlock. Pada looping ini
terdapat 3 transmitter aliran yaitu, 31 – FT – 028A~C ketiga transmitter tekanan itu terletak di
lapangan. Lalu hasil pembacaan dari transmitter aliran di konversikan dari besaran fisis berupa
aliran Ton/H menjadi besaran elektrik analog yaitu sebesar 4 – 20 mA. Hasil konversi ke besaran
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 57
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
elektrik tersebut akan dijadikan sinyal digital untuk dibaca atau dijadikan control di control room
(UC 005). Hasil pembacaan secara digital di unit control akan diteruskan ke DCS yang telah di
setting programnya. Dengan set point tertentu dengan harapan jika terjadi kerusakan atau
kegagalan dalam system akan memberikan peringatan. Alarm untuk peringatan kerusakan ringan
dan emergency shutdown untuk kerusakan parah, sehingga mencegah terjadi nya kerusakaan yang
lebih parah dan mencegah terjadinya korban jiwa. Pada DCS tersebut terdapat 3 indicator yaitu, 31
– FI – 028A~C, yang telah dilengkapi oleh FAL (Pressure Alarm Low), alarm bekerja jika sinyal
pengukuran aliran di lapangan oleh transmitter lebih rendah dari pada set point, dalam loop ini
adalah aliran maka alarm akan berbunyi atau lampu alarm akan menyala. Bila besar sinyal variable
pengukuran dari transmitter dalam loop ini berupa alira yang lebih rendah dari dari setting switch
low, maka alarm low – low (PALL) akan bekerja dengan berbunyi atau dengan nyala lampu
bahaya. Bersamaan dengan bunyi tersebut, proses equipment langsung melakukan trip.

4.1.3 Operasi Furnace 31 – F – 103


Reboiler heater (31-F-103) dibuat untuk memberi kebutuhan panas untuk membuat
penguapan. Uap ini akan terikut ke naptha ringan dari feed ke Naptha Splitter,dimana kemudian
melewati over head menuju ke Naptha Splitter Condenser (31-E-109 )dan masuk ke Naptha
Stripper Receiver (31-V-103) . Dimana selisih tekanan pada receiver dan line over head dikontrol
oleh 31-PDIC-020.
Pada reboiler terdiri dari 6 (enam) pass dan setiap pass dikontrol oleh flow control (31-FIC-027A
F),sementara pemakaian fuel gas dikontrol oleh temperature keluar reboiler (31-TIC-036).

Gambar 4.9 Furnace 31 – F – 103

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 58


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Perbandingan Refluk/Berat feed ratio yaitu : 0.65-0.76 dimana kegunaannya untuk
mengambil naptha ringan dari kolom. Refluk dipompakan dengan pompa over head naptha splitter
(31-P-106 A/B) selanjutnya masuk ke kolom dengan flow control (31-FIC-029). Untuk menaikan
jumlah refluk maka panas dari reboiler harus dinaikan untuk memastikan bertambahnya penguapan
light naptha. Produk Light Naptha dikirim ke Penex unit dengan memakai pompa Naptha Splitter
Over Head (31-P-106 A/B) dengan flow control (31-FIC-030).

Heavy Naptha dari bottom splitter dipompakan dengan pompa Naptha Splitter Bottom (31-
P-105A/B) melalui Naptha Stripper Feed - Splitter Bottom Exchanger (31-E-106) selanjutnya
dikirim ke Unit Platformer. Berikut ini adalah gambaran piping & instrumentation diagram yang
terdapat pada furnace 31 – F – 103, dari tag number tersebut ditunjukkan bahwa furnace ini terdapat
di unit 31 yang merupakan unit Naphtha Hydrotreating Process.

Gambar 4.10 P&ID Furnace 31 – F – 103 area 31- 021

Bagian ini dinamakan Naphtha Splitter Reboiler Heater. Sensing parameter di unit ini
dapat dilihat dari transmitter yang digunakan. Pada unit ini parameter yang disensing antara lain
adalah aliran, tekanan dan suhu. Aliran diukur oleh flow transmitter, di unit ini flow transmitter

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 59


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
yang digunakan terdapat pada 31 – FT – 027 A ~F, dan 31 – FT – 028 A ~ C. Kemudian untuk
pressure transmitter digunakan pada 31 – PT – 038 , 31 – PT – 039, 31 – PT – 042 A~C. Sedangkan
untuk temperature hanya terdapat sensornya saja, sehingga tidak dapat diketahui besaran nilainya
dilapangan. Nilai temperaturnya dapat diketahui di ruang DCS, nilai yang di tunjukkan berupa
angka hasil pengukuran dilapangan yang dilakukan oleh sensor thermocouple.

4.1.4 Normal Shutdown


Prosedur mematikan berikut adalah prosedur yang telah direncanakan pada unit Naphtha
Hydrotreating Process seperti untuk mengganti katalis dan atau pembersihan berkala dan
pemeriksaan vessel. Variasi dari prosedur ini mungkin diperlukan karena kondisi operasi khusus
yang mungkin muncul.
Prosedur Shutdown Secara Normal
a) Memberitahu mandor operasi dan unit operasi lainnya yang bersangkutan untuk memulai
aktivitas penutupan pada waktu yang tepat. Perubahan komposisi bahan bakar gas, permintan
steam, dll dapat mempengaruhi unit lainnya. Sumur minyak, tangki, dan lainnya yang mungkin
terlibat harus di beritahu.
b) Mengurangi suhu inlet reaktor hydrotreater sampai 316 ºC dan biaya konsumsi sekitar 50% dari
desain. Platformer harus diberi umpan sweet naphtha saat ini atau harus shutdown juga.
c) Memotong umpan cairan naphtha yang keluar dari unit reactor dan melanjutkan mensweep unit
dengan gas untuk memindahkan hidrokarbon.
d) Oksigen stipper, naphtha stripper, dan naphtha splitter harus didinginkan dengan menghentikan
masukan panas ke reboiler, dan harus berada di bawah positif fuel gas pressure. Jika diperlukan
masuk ke dalam kolom, pada suatu minimum, mereka harus be drained, steamed out, blinded
off dari peralatan lainnya , dan air purged supaya masuk aman. Ini juga dianjurkan thet towers
dan receivers dicuci secara menyeluruh dengan air sebelum memuat udara untuk mencegah
pengapian/pembakaran dari sulfida scale diatas dinding itu.
e) Setelah kira-kira satu jam untuk sweeping gas pada suatu temperatur reaktor minimum kurang
260 °C, mulai penurunan temperatur reaktor per 30- 40°C per jam ke 65° C ( atau 38° C jika
katalisator (diharapkan) untuk dibuang tidak diperbaharui.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 60


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
f) Jika katalyst adalah untuk diperbaharui, reaktor dapat ditinggalkan pada 260° C ketika gas flow
shut down. Prosedur yang lebih Spesifik disampaikan dalam Regeneration Section dari bagian-
6.
g) Block pada product separator level control valve ketika menghentikan penumpukan liquid.
Drain the separator dan semua bagian reaktor low points untuk memindahkan semua
hidrokarbon.
h) Shut down the recycle gas atau once-through gas flow ketika reaktor dingin.
i) Unit mungkin di depressured ke sekitar 1 kg/cm2G pemeliharaan menunggu keputusan.

4.1.5 Parameter Safeguard System


Pada dasarnya, safeguard dan interlock logic digunakan untuk mengamankan unit proses,
peralatan dari kerusakan fatal, dan keselamatan operator. Apabila salah satu variabel safeguard
tidak normal, maka sistem akan memberikan indikasi alarm (untuk kondisi yang bisa ditolerir) dan
sistem akan men-shutdown peralatan (untuk kondisi yang tidak bisa ditolerir). Sedangkan variable
interlock sistem akan memberikan sinyal apabila salah satu kondisinya adalah tidak normal, maka
mesin tidak akan bisa dijalankan. Maka dapat dikatakan variable safeguard sama dengan variable
interlock sistem.

Pada peralatan yang digerakan oleh motor, untuk aliran proses dipasang TSO (Tigh Shut
Off) valve untuk mengamankan unit proses dengan cara menutup penuh atau membuka penuh
secara otomatis ang bukaan dan tutupan valve tersebut diatur dengan program yang ada di control
room dan juga out station (OS). Pada peralatan tertentu ada juga control valve yang dipasang
sebagai safeguard, tetapi masih dibatasi dengan bukaan minimum (minimum stop) jenis / model
safeguard seperti ini dapat dipasang di dapur, agar apabila terjadi low flow media yang dipanasi,
dapur masih menyala dengan kondisi nyala minimum. Safeguard system biasanya dilengkapi
dengan fasilitas by pass (override) yang berfungsi untuk menonaktifkan safeguard pada saat
dilakukan pengecekan atau perbaikan peralatan dan pada waktu start up unit, sehingga tidak
menyebabkan plant shut down. Jika hanya di by pass berarti system tidak mengalami kerusakan
parah, hanya terjadi ketidaknormalan saja, namun jika sudah terjadi kondisi yang tidak dapat
ditolerir lagi maka system akan melakukan shut down.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 61


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Pada furnace atau boiler terdapat beberapa safe guarding system antara lain, yaitu :
 Pre ignition (pre – purge , purging cycle)
 Manual trip (emergency trip)
 Lower fuel pressure
 High fuel pressure
 Low pilot gas pressure
 Low flow oil temperature
 Low / high stack temperature
 Loss off flame

Secara umum yang mengakibatkan system trip, paling banyak menyebabkan fired heater
pada furnace adalah :

 Low flow fluida di tube


Hal tersebut biasa terjadi akibat dari tube yang pecah, sehingga fluida bocor dan
mengakibatkan terjadi nya pemanasan yang berlebihan sedangkan tidak ada atau hanya sedikit
fluida yang terdapat pada tube tersebut, jika dibiarkan akan merusak peralatan dan hal terburuk
yang di dapat adalah kerugian materiil produksi.

 Low pilot gas pressure


Hal ini terjadi akibat tekanan gas pada bagian pilot gas untuk pembakaran di burner rendah
sehingga proses pembakaran tidak dapat dilakukan. Tekanan fuel gas yang rendah dapat
mengakibatkan pembakaran tidak maksimal dari total gas yang keluar dari pipa sehingga sehingga
menyebabkan akumulasi gas dalam firebox yang berpotensi mengakibatkan ledakan.

 High (positive) draft


Draft adalah tekanan negative yang di akibatkan oleh pengambangan gas yang mengalami
pemanasan di dalam furnace. Tekanan di dalam furnace menjadi negatif karena gas yang panas
memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan udara di luar. Gas-gas yang panas,
beratnya lebih rendah dibandingkan dengan udara yang suhunya lebih dingin sehingga

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 62


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
mengambang di dalam furnace. Pengambangan ini menyebabkan gas naik ke atas dan keluar
melalui stack dan menghasilkan kondisi vacuum di dalam furnace. Kondisi vacuum ini udara yang
ada di luar mengalir ke dalam melalui register udara. Tekanan udara atmosfer sebesar 14,7 psi.
Tekanan negatif adalah semua tekanan di bawah 14,7 psi.

Hambatan aliran ini dapat menyebabkan tekanan di bagian konveksi menuju shift berubah
dari sedikit negatif menjadi sedikit positip. Jika tekanan shift positip maka terjadi loss draft.
Kehilangan draft menyebabkan panas terbentuk dan terkumpul hanya di bawah furnace arch yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur furnace. Loss draft juga berarti tidak ada udara yang tertarik
ke dalam furnace sehingga burner padam.

 Low flow combustion air


Hal ini diakibatkan oleh aliran udara (O2) rendah sehingga pembakaran tidak dapat
dilakukan, karena furnace 103 adalah furnace yang utama, maka jika terjadi hal ini maka seluruh
sistem harus trip atau S/D (ShutDown).
Untuk mengetahui safeguard system, maka sebaiknya mengetahui blok diagram dari system
tersebut serta interlock logic diagramnya. Pada gambar di bawah ini merupakan blok diagram
proses dan diagram interlock dari Naphtha Splitter Reboiler.

Gambar 4.11 Block Diagram Proses Naphtha Splitter Reboiler

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 63


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Apabila hanya dilihat dari sisi sistem pengaman pada furnace ini, maka terdapat 3 safeguard
sistem, yaitu PALL042, PALL039 dan FALL028. Pada safeguard system ini terdapat nilai – nilai
set point tertentu yang digunakan untuk acuan agar ketika batas nilai tersebut dilewati , maka di
lakukan tindakan preventive agar tidak terjadi kerusakan dan kerugian yang parah.

4.1.6 Cause And Effect Safeguard System pada Furnace 31 – F – 103.


Instrument memberikan tanda bahaya atau tanda gangguan apabila terjadi trouble atau
kondisi tidak normal yang diakibatkan tidak berfungsinya suatu peralatan pada proses, serta
berfungsi untuk mentripkan suatu proses apabila gangguan tersebut tidak teratasi dalam jangka
waktu tertentu. Pengamanan pada fuel oil dan fuel gas bertujuan untuk mencegah agar tekanan fuel
oil dan fuel gas tidak boleh low karena apabila tekanan bahan bakar low maka tidak akan terjadi
pembakaran karena pilot burner hanya bisa membakar bahan bakar pada tekanan tertentu. Tekanan
pada fuel oil dan fuel gas yang memiliki sistem pengaman ini terdapat pada PSLL042 dan
PSLL039. Hal ini tentu saja merugikan karena feed tidak dipanaskan secara sempurna sesuai
specification.
Disain control valve pada feed, fuel oil, dan fuel gas adalah ATO ( air to open ) atau FC
(failure close) karena feed naphtha mengandung bahan yang dapat merusak katalis platformer bila
tidak dipanaskan sehingga apabila terjadi kegagalan atau trip pada bahan bakar fuel oil dan fuel
gas dikarenakan tekanannya low maka control valve untuk laju aliran feed naphtha akan menutup
(close), demikian juga apabila laju aliran feed naphtha terjadi trip karena low flow maka control
valve untuk tekanan fuel gas dan fuel oil akan menutup (close). Control valve ini terletak di UV023,
UV024, UV025 dan UV026. Untuk pengaturan bukaan pada bagian pilot gas diatur oleh UV025
dan UV026, sedangkan untuk pengaturan bukaan pada bagian fuel gas diatur oleh UV023 dan
UV024.
Desain control valve untuk aliran udara yang dipompakan oleh pompa Naphtha Splitter
Bottom (31 – P – 105 A/B) adalah FO atau ATC ( air to close ) karena tidak berpengaruh apabila
terjadi kegagalan atau trip, sehingga fungsi control valve ini hanyalah untuk mengatur seberapa
besar atau banyak aliran udara yang akan digunakan dan bukan untuk tujuan safe guarding. Tujuan
dari safe guarding secara umum adalah untuk pengaman terhadap keselamatan peralatan dari

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 64


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
kerusakan jika terjadi penyimpangan variable proses ataupun kegagalan energi baik listrik maupun
energi angin. Pengaman/safe guarding pada tekanan bahan bakar fuel oil dan fuel gas.
Ada beberapa parameter fungsi yang harus dijaga atau dimonitor pada operasi Furnace 31 – F –
103. Parameter – parameter tersebut dimonitor dan jika keluar dari range-nya dapat
membahayakan proses operasi furnace itu sendiri. Untuk itu agar tidak terjadi kondisi berbahaya
dalam pengoperasian Furnace, Furnace dilengkapi dengan sistem safeguarding. Mengacu pada
Tabel 1 cause and effect, beberapa parameter operasi yang menyebabkan sistem safeguarding
bekerja untuk mengamankan proses operasi furnace. Beberapa parameter yang dapat mentripkan
Furnace 011F-101A antara lain :
Cause and Effect Table

Instrument Tag no 31 - PSLL - 042A~C 31 - PSLL - 039 31 - FSLL - 028A~C


Pilot pressure splitter Fuel gas splitter Naphtha splitter
Service reboiler reboiler bottom
Setting 0.5 Kg/Cm²g 0.07 Kg/Cm²g 39.00 Ton/H
Range 0.00 - 1.80 Kg/Cm²g 0.00 - 0.2 Kg/Cm²g 0.00 - 130.00 Ton/H
UV015 &
Fuel gas S/D UV016 - - Closed
UV019 &
Fuel gas S/D UV020 - - Closed
UV023 &
Fuel gas S/D UV024 Closed Closed Closed
UV025 &
Pilot gas S/D UV026 Closed - -
Reactor reboiler
heater S/D UC002 - - Trip
Stripper reboiler
heater S/D UC003 - - Trip
Note 2 of 3 2 of 3
Tabel 4.1 Sumber : Boilers and Furnace Optimation, PT.Pertamina Direktorat Pengolahan, 2010

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 65


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
1. Pilot Pressure Splitter Reboiler 31PSLL042A,B,C
PSLL singkatan dari Pressure Switch Low Low, yang hanya akan bekerja apabila nilai
tekanan low low dari limit setting nya. Input pada bagian ini didapat dari pilot gas. Tekanan pilot
splitter reboiler ini di deteksi oleh transmitter PT042A~C. Sinyal yang terdeteksi atau terukur dari
transmitter ini diteruskan ke PSLL042A~C untuk diteruskan ke PLC. Pressure 042A,B,C memiliki
range nilai yang besarnya 0,00 – 1,80 Kg/Cm²g dan nilai setting / set point nya 0,5 Kg/Cm²g. Jika
pressure 042A,B,C turun atau Pressure Low Low menjauhi nilai set point / setting yang telah
ditentukan , maka akan menyebabkan sistem trip, namun jika hanya 1 saja yang melewati nilai
limit setting maka tidak akan terjadi trip. Hal ini dikarenakan jika hanya 1 saja yang melewati limit
set point, maka proses masih dapat terus berjalan. Tindakan yang dilakukan saat terjadi trip adalah
menutupnya valve UV023 & UV024 pada bagian fuel gas dan menutupnya valve UV025 & UV026
pada bagian pilot gas.

2. Fuel Gas Splitter Reboiler 31PSLL039


PSLL singkatan dari Pressure Switch Low Low, yang hanya akan bekerja apabila nilai
tekanan low low dari limit setting nya. Input pada bagian ini didapat dari fuel gas. Tekanan untuk
fuel gas pada splitter reboiler ini disensing atau dideteksi oleh PT039. Sinyal yang terdeteksi atau
terukur dari transmitter ini diteruskan ke PSLL039 untuk diteruskan ke PLC. Pressure 039 memiliki
range nilai yang besarnya 0,00 – 0,20 Kg/Cm²g dan nilai setting / set point nya 0,07 Kg/Cm²g. Jika
pressure 039 turun atau pressure low low dari limit setting nya maka akan langsung terjadi trip
tanpa ada toleransi lagi, karena pada bagian inilah merupakan bagian dari fuel gas dan merupakan
bagian main dari furnace untuk proses pembakaran. . Tindakan yang dilakukan saat terjadi trip
adalah menutupnya valve UV023 & UV024 pada bagian fuel gas.

3. Naphtha Splitter Bottom 31FSLL028A,B,C


FSLL singkatan dari Flow Switch Low Low, yang hanya akan bekerja apabila nilai aliran
low low dari limit settingnya. Aliran pada bagian ini dihubungkan dengan reactor reboiler heater
shutdown (UC002) yang diatur oleh PLC. Untuk nilai hasil pengukuran flow yang terdapat pada
FI028A~C serta nilainya dapat dilihat di DCS. Aliran pada naphtha splitter bottom ini di sensing
oleh flow transmitter FT028A~C untuk kemudian memberikan sinyal kepada FSLL028, apakah
nilai pengukuran tersebut masih dalam batas aman dari nilai setting. Flow 028 memiliki range nilai
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 66
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
aliran sebesar 0,00 – 130,00 Ton/H dan untuk nilai settingnya 39,00 Ton/H. Jika flow rate nya tidak
sampai atau di bawah dari nilai setting, maka akan berjalannya sistem safeguarding. Pada
FSLL028, jika hanya 1 saja yang mengalami gangguan maka sistem tidak akan terjadi trip, namun
jika 2 dari ketiga FSLL028 tersebut mengalami gangguan baru akan terjadi trip system. Tindakan
yang dilakukan jika trip system berlaku pada bagian ini adalah valve UV015 & UV016 untuk fuel
gas ditutup, valve UV019 & UV020 untuk fuel gas ditutup, valve UV023 & UV024 untuk fuel gas
ditutup, kemudian reactor reboiler heater shutdown UC002 di trip kan dan aksi yag terakhir adalah
stripper reboiler heater UC003 di trip juga.

4.2 Analisa Data Dengan Interlock Logic Diagram.


Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, bahwa safeguard dan interlock logic
digunakan untuk mengamankan unit proses, peralatan dari kerusakan fatal, dan keselamatan
operator. Apabila salah satu variabel safeguard tidak normal, maka sistem akan memberikan
indikasi alarm (untuk kondisi yang bisa ditolerir) dan sistem akan men-shutdown peralatan (untuk
kondisi yang tidak bisa ditolerir). Pada system pengaman variable interlock sistem akan
memberikan sinyal apabila salah satu kondisinya adalah tidak normal, maka mesin tidak akan bisa
dijalankan. Untuk interlock logic diagram yang akan dibahas, hanyalah proses trip yang terjadi
untuk PALL042 (Pressure Alarm Low Low), yang mana pada system alarm tersebut dipengaruhi
oleh hasil pembacaan yang dilakukan oleh pressure transmitter yang terdiri dari PT042 A~C,
kemudian hasil pembacaan di ruangan control atau DCS ditunjukkan oleh bacaan dari Pressure
Indicator yaitu, PI042A ~C. Pada Interlock Logic Diagram terdapat 5 bagian, yaitu :
a. INPUT
Input merupakan masukkan yang hasil pembacaan di lapangan yang digunakan untuk
proses control pada safeguard system ini. Nilai yang menjadi masukkan masih dalam bentuk nilai
analog, misalkan di lapangan yang diukur adalah tekanan, maka nilai yang di ukur masih dalam
bentuk kg/cm2 atau psig untuk kemudian di lakukan konversi ke dalam angka digital sehingga nilai
hasil pengukuran tersebut dapat diolah oleh block function.
b. SOFT INPUT
Soft input adalah nilai masukkan yang berasal dari software dalam hal ini berasal dari PLC
dengan nilai berupa angka digital, yang merupakan bilangan integer yang nilai nya berkisar antara

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 67


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
819 – 4095. Yang kemudian nilainya di olah oleh block function yang terdiri dari logic gate, antara
lain OR, AND, NOT, RS Flip – Flop, NOT dll.
c. PROCESS
Pada bagian process ini dilakukan penghitungan, pengolahan ataupun pengendalian secara
logic dengan menggunakan block function yang mana angka yang di olah adalah angka digital.
Block function terdiri dari logic gate, antara lain OR, AND, NOT, RS Flip – Flop, NOT dll. Pada
bagian ini juga terdapat pengalamatan yang ditandai dengan kode huruf M, yang berarti memori.
Memori menandakan bahwa hasil pengolahan data tidak di eksekusi, melainkan hanya di
alamatkan ke alamat PLC lainnya, untuk dilakukan proses berikutnya sebelum dikeluarkan menjadi
soft output ataupun output.
d. SOFT OUTPUT
Soft output berisi angka yang hanya berupa indicator yang terbaca di DCS. Kode huruf D
menandakan bahwa ini merupakan soft output yang besar nilai nya adalah angka digital. s
e. OUTPUT
Output merupakan hasil dari pembacaan serta control yang nilainya berupa parameter fisis
yang analog, dan biasanya nilai keluaran nya berupa sinyal listrik analog 4 – 20 mA yang digunakan
untuk mengontrol final element di lapangan, biasanya untuk menutup atau membuka valve.

Penjelasan diatas merupakan bagian – bagian dari program interlock nya saja, sedangkan
untuk bagian secara hardware terdiri dari bagian sensing element lengkap dengan pengondisi
sinyalnya dan indicator dilapangan hasil pengukurannya, bentuknya berupa transmitter. Kemudian
bagian pengolah sinyal dilakukan oleh PLC atau DCS yang memberikan perintah control, dengan
mengeset nilai set point sebagai acuan atau nilai yang seharusnya dicapai, jika tidak dicapai maka
baru proses control dilakukan hingga mendekati nilai set point, namun jika nilai tersebut telah
dicapai, maka proses control tidak dilakukan sehingga system cenderung konstan. Nilai yang di
atur pada pengondisi sinyal berupa data atau angka digital. Kemudian angka yang di olah itu di
konversi kembali menjadi nilai analog, yang digunakan untuk mengatur actuator di lapangan. Pada
safeguard system ini, mayoritas actuator yang digunakan adalah berupa control valve.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 68


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
1. Pilot Pressure Splitter Reboiler 31 - PSLL - 042A~C

a. PT-042A~C Trip Setting

Gambar 4.12 Interlock diagram PT-042A~C

Pada bagian PT042A~C trip setting ini mensensing atau mendeteksi nilai pressure dari
bagian pilot gas yang menuju ke furnace 31 – F 103. Nilai hasil sensing pressure transmitter dari
lapangan tersebut lalu dikirimkan ke PLC yang ada di OS (Out Station 17), nilai tersebut masuk
terlebih dahulu ke bagian M/R Rack untuk dilakukan pengolahan data untuk kemudian dikirimkan
ke bagian ESD Rack sebelum masuk ke control room dalam bentuk soft output.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 69
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan oleh hasil pengukuran PT042A~C ini
akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari
transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00
– 1,80 Kg/Cm2g. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range
minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point 0,5
Kg/Cm2g pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low dari
nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori
M31PSLL042A. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang keluar
disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter.

Kemudian ada juga nilai yang hanya dialamatkan untuk proses membaca atau dengan
tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam
bilangan integer yang sebelumnya adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA hasil pengukuran
transmitter dilapangan. Nilai tersebut dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang dialamatkan ke
dalam M31PI042A, ini menunjukkan bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi indicating.
Kemudian nilai yang akan diproses lebih lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS (Process
Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke DCS. Lalu
Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang memberikan
nilai logika tinggi atau rendah ataupun true atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan ke
D31PSLL042A_OR yang kemudian dilakukan aksi berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter
Reboiler Heater ShutDown.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 70


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
b. Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Gambar 4.13 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Hand Switch 021A,B untuk Emergency Shut Down.


Nilai input ini didapatkan U31HS021A dan U31HS021B yang merupakan Hand Switch
yang ada dilapangan dan di control room yang berguna sebagai Emergency Shut Down (ESD).
Kedua nya di AND kan. Nilai output dari AND001 menjadi nilai input untuk block function TON
(Timer ON). Block function ini berfungsi untuk memberikan waktu delay saat kondisi IN bernilai
true, maka nilai Q tidak langsung bernilai true juga, namun terdapat delay time yang lama delay
nya ditentukan oleh PT(Pulse Time). Hal ini dilakukan untuk memastikan (make sure) bahwa pada
sistim memang terjadi gangguan sehingga harus dilakukan Shutdown. Pada interlock diagram ini,
nilai delay yang diberikan adalah T#3S, yang berarti delay selama 3 detik. Nilai keluaran Q dari
block function ini langsung dijadikan soft output dan output. Pada soft output nilai keluaran
dikirimkan ke D31HA021 yang ada pada DCS dan nilai outputnya diteruskan ke U31HA021A
yang berfungsi untuk mendrive sistem melakukan Emergency Shut Down.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 71


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Input U31BPSLL042A~C untuk Mengatur Pilot Gas
Nilai dari U31BPSLL042A ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan
dengan nilai dari M31PSLL042A yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada
gerbang logika OR003, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai
outputnya pun akan bernilai 1.

Nilai dari U31BPSLL042B ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan
dengan nilai dari M31PSLL042B yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada
gerbang logika OR004, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai
outputnya pun akan bernilai 1.

Nilai dari U31BPSLL042C ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan
dengan nilai dari M31PSLL042C yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada
gerbang logika OR005, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai
outputnya pun akan bernilai 1.

Setelah di OR kan, nilai tersebut masuk ke dalam block function V2oo3,nilai IN1 diperoleh
dari OR003, nilai IN2 diperoleh dari OR004 dan nilai IN3 diperoleh dari OR005. Block function
ini digunakan untuk kondisi jika 2 dari 3 nilai input mengandung nilai yang berlogika sama, maka
nilai outputnya adalah sama dengan nilai kedua input tersebut ataupun jika nilai ketiga output
tersebut bernilai logika yang sama, maka nilai output nya adalah sama dengan ketiga nilai logika
input tersebut. Misalkan saja nilai IN1 dan IN2 bernilai 1, sedangkan nilai IN3 bernilai 0, maka
nilai outputnya adalah 1.

Nilai keluaran dari block function V2oo3 ini masuk kedalam nilai input block function
TOF. Block function TOF berfungsi ketika input bernilai false atau logika rendah, yang bertujuan
agar memberikan time delay sampai nilai output pulsa nya juga bernilai false. Besar nya nilai PT
(Pulse Time) berfungsi untuk memberikan seberapa lama kah delay waktu yang diperlukan dan
nilai nya berupa waktu dalam second. Pada block function ini, nilai delay yang diberikan sebesar
T#3S, yang berarti nilai pulse time nya sebesar 3 second. Nilai keluarannya akan keluar melalui
Q (Output Pulse) dalam bentuk logika tinggi atau rendah. Kemudian ET(Elapsed Time) digunakan
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 72
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
sebagai penentu waktu yang diperlukan saat nilai IN berlogika rendah dan Q berlogika tinggi. Nilai
output Q ada yang langsung digunakan sebagai soft output yang kirimkan ke D31PALL042 dan
juga dijadikan hard output sebagai pengontrol final element yang berfungsi sebagai actuator
dilapangan. Sedangkan nilai output dari Q yang masuk ke block function OR, di OR kan dengan
nilai input dari U31BUC005 yang merupakan Unit Control dan terdapat pada PLC yang ada di OS.
Nilai keluaran dari OR kemudian di AND kan dengan nilai keluaran AND001, untuk kemudian
nilai keluaran AND009 menjadi nilai input untuk nilai R1(reset).

Pada block RS ini nilai S(Set) didapatkan dari nilai keluaran U31HS101 atau handswitch
yang ada dilapangan maupun control room. Yang mana block function RS berfungsi untuk
mengatur nilai set dan reset nya. Nilai keluaran Q1 akan bernilai logika tinggi / true apabila nilai S
= true dan R1 = false, berarti nilai di set atau dikeluarkan dengan nilai logika tinggi / true. Namun
jika nilai S dan R1 selain itu, maka kondisi adalah melakukan reset atau dikeluarkan nilai logika
rendah / false. Nilai keluaran dari Q1 ada yang langsung di alamatkan ke alamat
PL_31UC5_7_31UC5_8. Nilai keluaran Q1 di OR011 kan dengan nilai dari U31BUY025 yang
digunakan untuk mengatur control solenoid valve dan akan menutup ketika terjadi trip agar saluran
pilot gas ditutup.

Nilai output dari OR akan di AND012 kan dengan nilai dari M31UY025_OL dan
M31TRIP_SYSTEM. Nilai input ketiga nya harus sama jika diinginkan kondisi yang sama.
Misalkan diinginkan logika tinggi atau true maka ketiga nilai inputnya juga harus true. Nilai
keluaran nya digunakan sebagai soft output D31UY025 dan hard output yaitu U31UY025A, dan
U31UY025B yang merupakan final element yang berupa solenoid valve. Aksi yang dilakukan saat
terjadi trip adalah menutupnya solenoid valve, karena tipe valve yang digunakan adalah FC (Failure
Close). Bagian yang ditutup adalah tekanan pilot gas ke 31 – F – 103. Nilai keluaran Q1 dari block
function RS di OR013 kan dengan U31BUY026.

Nilai keluaran OR013 di AND014 kan dengan nilai dari M31UY026_OL dan nilai keluaran
dari M31TRIP_SYSTEM. Nilai keluarannya berupa soft output dan output. Nilai soft output masuk
ke D31UY026 dan output nya digunakan untuk mengontrol U31UY026A dan U31UY026B yang
berupa solenoid valve. Aksi yang dilakukan saat terjadi trip adalah menutupnya solenoid valve,
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 73
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
karena tipe valve yang digunakan adalah FC (Failure Close). Bagian yang ditutup adalah tekanan
pilot gas ke 31 – F – 103.

2. Fuel Gas Splitter Reboiler 31PSLL039


PT-039 Trip Setting

Gambar 4.14 PT-039 TRIP SETTING

Pada bagian PT039 trip setting ini mensensing atau mendeteksi nilai pressure dari bagian
fuel gas yang menuju ke furnace 31 – F 103. Nilai hasil sensing pressure transmitter dari lapangan
tersebut lalu dikirimkan ke PLC yang ada di OS (Out Station 17), nilai tersebut masuk terlebih
dahulu ke bagian M/R Rack untuk dilakukan pengolahan data untuk kemudian dikirimkan ke
bagian ESD Rack sebelum masuk ke control room dalam bentuk soft output.

Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan dari hasil pengukuran PT039 ini
akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari
transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00
– 0,20Kg/Cm2g. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range
minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point
0,07Kg/Cm2g pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low
dari nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori
M31PSLL039. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang keluar
disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter. Kemudian ada juga nilai yang hanya
dialamatkan untuk proses membaca atau dengan tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 74


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam bilangan integer bernilai 819 – 4095 yang sebelumnya
adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA hasil pengukuran transmitter dilapangan. Nilai tersebut
dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang dialamatkan ke dalam M31PI039, ini menunjukkan
bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi indicating. Kemudian nilai yang akan diproses lebih
lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS (Process Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah
dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke DCS. Lalu Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan
nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang memberikan nilai logika tinggi atau rendah ataupun true
atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan ke D31PSLL039_OR yang kemudian dilakukan aksi
berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter Reboiler Heater Shut Down.

Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Gambar 4.15 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Input M31PSLL039 untuk Shut Down System


Nilai input dari M31PSLL039 masuk MOVE001 untuk dipindahkan menjadi nilai soft
output dan output. Nilai soft output dimasukan ke D31PALL039 dan output dimasukkan ke
U31PALL039A.
Nilai input yang digunakan berasal dari M31PSLL039 dan U31BPSLL039. Kedua nilai ini
kemudian di OR002 kan. Nilai output dari OR002 menjadi nilai masukan untuk OR003. Nilai input
tersebut di OR kan dengan nilai U31BUC005. Nilai keluaran OR003 tersebut menjadi nilai

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 75


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
masukan untuk AND009. Nilai ini di AND kan dengan nilai dari PL_31UC5_7_31UC5_8 dan
PL_31UC5_8_31UC3_5. Nilai keluran dari AND009 ini menjadi nilai input R1(reset) pada block
function RS010. Untuk nilai input S(set) di dapatkan dari U31HS101 yang merupakan hand switch.
Hand switch ini juga terdapat pada sheet 31, 33, 34, 37, 38, 42, 43, 46 yang digunakan untuk unit
31 reset PB. Nilai keluaran ini digunakan menjadi soft output D31UA005 dan output U31UA005A.
Nilai keluaran ini akan digunakan untuk men shut down naphtha splitter reboiler heater.

Trip saat Low Pilot Fuel Gas Pressure


Nilai output block function RS sebagian di gunakan lagi menjadi nilai inputan, yang di
OR011 kan dengan U31BUY023 (MOS 31- UY- 023) . Kemudian nilai tersebut di AND012 kan
dengan nilai dari M31UY023_OL yang merupakan online test pada solenoid valve 31 – UY – 023.
Dan nilai input dari M31TRIP_SYSTEM. Nilai keluarannya akan berlogika tinggi atau true jika
ketiga nilai tersebut berlogika tinggi. Nilai keluarannya digunakan sebagai soft output pada
D31UY023 dan output pada U31UY023A untuk mengatur solenoid valve 23A dan U31UY023B
untuk mengatur solenoid valve 23B. Aksi atau tindakan saat terjadi trip pada sistem adalah, ditutup
nya valve 31UY023A dan 31UY023B yang sehingga fuel gas tidak sampai ke furnace 31- F -103
.

3. Naphtha Splitter Bottom 31FSLL028A,B,C


FT-028 Trip Setting

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 76


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 4.16 FT-039 TRIP SETTING

Pada bagian 31FSLL028A~C terdapat 3 transmitter yang mendeteksi parameter fisis


sebagai masukkan pada safeguarding system. Ketiga transmitter itu antara lain FT – 028A , FT –
028B, dan FT – 028C. Nilai hasil pengukuran dari ketiga transmitter tersebut digunakan sebagai
nilai masukan yang sebelumnya telah di konversi menjadi nilai bilangan integer antara 819 – 4095
yang sebelumnya sinyal transmisi dalam bentuk parameter analog yaitu 4 – 20 mA. Nilai input ini
didapat dari U31FSLL028A~C.

Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan dari hasil pengukuran FT028A~C
ini akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari
transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00
– 130,0 Ton / H. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range
minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point
39,0 Ton/H pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low dari
nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 77


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
M31FSLL028A~C. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang
keluar disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter.

Kemudian ada juga nilai yang hanya dialamatkan untuk proses membaca atau dengan
tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam
bilangan integer bernilai 819 – 4095 yang sebelumnya adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA
hasil pengukuran transmitter dilapangan. Nilai tersebut dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang
dialamatkan ke dalam M31FI028A, ini menunjukkan bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi
indicating. Kemudian nilai yang akan diproses lebih lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS
(Process Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke
DCS. Lalu Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang
memberikan nilai logika tinggi atau rendah ataupun true atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan
ke D31FSLL039_OR yang kemudian dilakukan aksi berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter
Reboiler Heater Shut Down.

Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Gambar 4.17 Interlock diagram Naphtha Splitter Reboiler Heater ShutDown

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 78


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Input Flow Transmitter saat Feed Pass Flow
Nilai input IN1 didapatkan dari nilai pada U31BFSLL028A dan M31FSLL028A yang di
OR kan.Nilai input IN2 didapatkan dari nilai pada U31BFSLL028B dan M31FSLL028B yang di
OR kan. Nilai input IN3 didapatkan dari nilai pada U31BFSLL028C dan M31FSLL028C yang di
OR kan.

Ketiga nilai input ini IN1 ,IN2 ,IN3 yang di OR kan masing – masing tadi, menjadi nilai
input pada block function V2oo3. Jika nilai input ada 2 atau lebih yang nilai nya sama, mka nilai
tersebut akan menjadi nilai keluarannya. Jika IN1 dan IN2 bernilai true, maka nilai output nya akan
bernilai true. Begitu pula jika nilai ketiga input bernilai true , maka keluarannya bernilai true.

Nilai keluaran dari block function V2oo3 di OR kan. Nilai keluaran dari block function OR
sebagian di alamatkan dan sebagian lagi di jadikan masukkan untuk block function AND. Bagian
yang dialamatkan pada PL_31UC5_8_31UC2_3 dan PL_31UC5_8_31UC3_5.

Nilai keluaran dari OR008 menjadi nilai masukan dan di AND kan dengan nilai dari
PL_31UC5_7_31UC5_8 dan nilai keluaran dari OR003. Nilai output ini, akan digunakan sebagai
nilai R1(reset) pada block function RS010.

Nilai masukkan untuk set (S) di dapat dari U31HS101 yang merupakan unit 31reset PB.
Sedangkan nilai masukkan reset (R1). Block function ini berfungsi sebagai pengesetan nilai set
dan reset. Nilai keluaran block function ini melalui Q1. Nilai Q1 masuk ke block function dan
sebagian lagi langsung menjadi soft output dan output. Soft output yaitu D31UA005 dan output
yaitu U31UA005A yang menjadi final element dan berguna sebagai naphtha splitter reboiler
heater Shut Down.

Nilai masukan pada block function ini didapatkan dari nilai keluaran block function RS010
dan U31BUY023 yang merupakan MOS 31-UY-023.

Nilai keluaran OR011, M31UY023_OL yang digunakan untuk online test, dan nilai
M31TRIP_SYSTEM akan digunakan sebagai nilai masukan pada block diagram AND012. Nilai
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 79
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
keluaran dari block function ini menjadi soft output dan output. Nilai soft output pada D31UY023
dan nilai output dikirimkan ke U31UY023A dan U31UY023B yang fungsinya untuk menutup
solenoid valve pada aliran fuel gas.

Nilai keluaran RS010 dan nilai U31BUY024 digunakan sebagai nilai masukkan yang
kemudian di OR kan. Dan setelah di OR kan, nilai keluarannya dijadikan nilai masukkan block
function AND014. Nilai keluaran OR013 , M31UY024_OL yang digunakan sebagai online test
dan M31TRIP_SYSTEM digunakan sebagai nilai masukkan pada block function ini. Nilai keluaran
dari block function ini digunakan sebagai soft output D31UY024 dan output U31UY024A dan
U31UY024B yang merupakan solenoid valve yang menutup aliran fuel gas saat terjadi trip.

4.3 Data Real Interlock Logic Diagram dengan Software TriStation 1131.
PLC yang terdapat di OS 17 secara keseluruhan terdapat di dalam 9 chassis, yang salah satu
fungsinya adalah untuk mengatur safeguarding system yang diletakkan pada rack tertentu. Terlihat
pada gambar bahwa kondisi operasi sedang berjalan normal, tidak ada alarm yang aktif.

Gambar 4.18 System Overview


Pada bagian ini menunjukkan bagian dari PLC Triconex yang membaca sistem yang sedang
berjalan baik yang normal maupun saat terjadi trip.Pada gambar di bawah ini adalah kondisi
dimana sistim sedang beroperasi dengan normal. Keadaan normal tersebut dapat diketahui dari

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 80


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
warna indicator pada jalur Tx_TRBL dan TRIP yang berwarna hijau. Warna hijau ini menandakan
bila tidak aktif, namun sebaliknya jika jalur berwarna merah, maka terjadi kegagalan pada sistem.
Nilai yang terukur pada pressure transmitter adalah bilangan integer yang bernilai 2834. Yang
mana nilai tersebut adalah hasil konversi dari nilai arus 4 – 20 mA. Nilai integer itu kemudian
kembali di konversi menjadi nilai satuan tekanan dalam Kg/Cm2g.

Gambar 4.19 PT-042A Trip Setting

Nilai integer tadi jika dikonversi menjadi arus listrik adalah sebesar :

Nilai Arus = ( x (20 - 4) ) + 4 = 13,84112 mA

Arus yang dikirim kan transmitter adalah sebesar 13,84112 mA. Kemudian untuk mengetahui nilai
tersebut dalam range nilai tekanan, maka perlu dilakukan konversi nilai arus atau nilai integer itu
kedalam satuan tekanan yaitu dalam Kg/Cm2g. Nilai hasil konversi nya adalah,

Tekanan = � , = , ��/��

Gambar dibawah ini adalah interlock logic diagram untuk ESD Naphtha Splitter Reboiler Heater.
Jalur berwarna hijau menandakan bahwa jalur tersebut aktif atau berlogika tinggi (true). Sedangkan
jalur yang berwarna merah menandakan hal yang sebaliknya. Pada block function OR terlihat jika

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 81


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
salah satu atau kedua nilai masukkan berlogika tinggi , maka keluaran akan bernilai logika tinggi
juga. Kemudian nilai TON dan TOF akan bekerja atau aktif jika nilai masukkan nya berlogika
tinggi (true).

Gambar 4.20 Emergency Shut Down pada 31PT042

Nilai output dari AND001 menjadi nilai input untuk block function TON (Timer ON).
Block function ini berfungsi untuk memberikan waktu delay saat kondisi IN bernilai true, maka
nilai Q tidak langsung bernilai true juga, namun terdapat delay time yang lama delay nya ditentukan
oleh PT(Pulse Time). Hal ini dilakukan untuk memastikan (make sure) bahwa pada sistim memang
terjadi gangguan sehingga harus dilakukan Shutdown. Pada interlock diagram ini, nilai delay yang
diberikan adalah T#3S, yang berarti delay selama 3 detik. Nilai keluaran Q dari block function ini
langsung dijadikan soft output dan output. Pada soft output nilai keluaran dikirimkan ke D31HA021
yang ada pada DCS dan nilai outputnya diteruskan ke U31HA021A yang berfungsi untuk
mendrive sistem melakukan Emergency Shut Down.

Gambar di bawah ini adalah data aktual dari lapangan yang terbaca di OS 17, sempat terjadi
gangguan pada sistem dengan di aktifkannya alarm. Gangguan terjadi pada unit 32 yaitu pada
bagian M32FSLL019A, dan U32TC344. Sedangkan pada bagian S32JY344 sempat dilakukan
heater off karena terjadi gangguan.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 82


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Gambar 4.21 Sequence of Events Recorder
Terlihat bahwa setiap kejadian actual yang terjadi, baik normal maupun tidak normal,
kondisi tersebut selalu ter record oleh Sequence of Events Recorder yang merecording tiap waktu.
Fasilitas ini memang sudah tersedia dari PLC triconex ini. Pada sisi hardwarenya, PLC tersebut
diletakkan di sebuah rack lemari yang berisi banyak slot PLC. Gambar dibawah ini menunjukan
letak indicator instrument yang aktif dilapangan, pada slot yang berbeda sesuai dengan fungsinya
masing – masing.

Gambar 4.22 ESD rack Gambar 4.23 Letak Indikator pada PLC

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 83


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Dari gambar 4.22, terlihat PLC Triconex secara hardware. Pada rack tersebut, PLC di bagi menjadi
bagian – bagian pengelompokan untuk memudahkan saat ingin melihat indikatornya, yaitu chasis,
slot dan point. Kemudian letak indicator tersebut di berikan keterangan letak oleh gambar 4.23.
untuk bagian yang dibahas adalah U31PSLL042A,B,C, U31FSLL028A,B,C dan U31PSLL039.
Letak indicator U31PSLL042A digunakan untuk mendeteksi apabila tekanan low dari limit setting
nya, yang ada pada pilot gas. Letak indikatornya ada pada chassis 1, slot dan point 10.
U31PSLL042A ini berfungsi sebagai input, jadi bentuk actual di lapangan adalah sebuah pressure
transmitter. Ketika LED indicator berwarna merah berarti sistem sedang aktif, atau dengan katain
sistem sedang beroperasi.

Letak indicator U31FSLL028A digunakan untuk mendeteksi apabila feed pass flow nya
low dari limit settingnya. Letak indikatornya ada pada chassis 1, slot 3 dan point 11.
U31FSLL028A ini berfungsi sebagai input, jadi bentuk actual di lapangan adalah sebuah flow
transmitter. Ketika LED indicator berwarna merah berarti sistem sedang aktif, atau dengan katain
sistem sedang beroperasi.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 84


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari Kuliah Kerja Lapang ini didapatkan hasil analisa dan data yang dapat disimpulkan
seperti dibawah ini, yaitu:
1. Safeguard system sangat diperlukan pada unit-unit peralatan vital, khususnya pada
Furnace 31- F- 103. Hal ini bertujuan agar operasi proses dapat berjalan sesuai
prosedur yang dikehendaki dan dapat berjalan dengan aman.
2. Pemasangan safeguard system pada Furnace 31- F- 103 bertujuan untuk
melindungi peralatan furnace antara lain:
 Mencegah terjadinya pembengkokan pada pipa-pipa dalam furnace.
 Menghindari timbulnya ledakan pada furnace akibat kegagalan proses pembakaran.
 Menghindari terjadinya pembakaran tidak sempurna dan efisiensi furnace yang
rendah.
3. Salah satu dari pengaman pada bagian PSLL039 aktif yaitu antara UV023 atau
UV024 fuel gas,maka seluruh sistem akan mengalami Shut Down.
4. Sistem Safe Guarding di Furnace F-202-01 telah menggunakan PLC yang memiliki
keunggulan :
 Logika yang tidak terlalu rumit
 SOE (Sequence Of Event) yang memonitoring proses ketika sistem safe guarding
bekerja.
5. Parameter yang dimonitor pada sistem safe guarding adalah:
 31 – F – 103 Feed Pass Flow
 Low Pilot Fuel Gas Pressure
 31 – F – 103 Low Fuel Pressure
 31 – F – 103 Manual S/D Local

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 85


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
5.2 Saran
Untuk proses keamanan yang lebih baik, diperlukan penambahan transmitter untuk masing-masing
furnace yang digunakan untuk mendeteksi aliran feed dalam pipa, karena apabila feed dalam
Furnace 011F-101A menurun dan berakibat trip pada furnace, maka hal ini akan berdampak
Furnace 011F-101B juga trip.

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 86


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
DAFTAR PUSTAKA

Andrew W.G & Willams H.B,”Applied Instrumentation In The Process Industries”, Volume II
Practical Guideines, 2nd Edition, Gulfpublishing Company

Anonim. “Dasar Inst & Proses Kontrol_BPST XVII”. Pertamina RU VI Balongan. 2007

Fisher, “Control Valve Handbook”, Emerson Process Management.

Gunterus, Frans. Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses. ElexMedia Komputindo.

Kardjono, S.A., Furnace dan Boiler, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III, Akamigas,
Cepu, 2005

Ogata, Katsuhiko. “Modern Control Engineering”, 3rd Edition, Prentice Hall International
Inc.1997.

Parura, Samuel LB, “Modul DCS Yokogawa Centum-XL”, Proyek Enjiniring. Pertamina UP VI
Balongan

Smith, Carlos A & Carripio, Armando B. “Principles And Practice Of Automatic Process
Control”, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc.

Suta’at Ir, Safeguard System, BPST XI angkatan tahun 1987/1988, Pertamina UP IV Cilacap, 1987

Trambouze, Pierre, Petroleum Refining 4, Materials and Equipment, IFP, 2000

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 87


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
LAMPIRAN
Interlock Logic Diagram

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 88


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 89
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 90
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 91
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 92
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 93
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 94
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 95
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Blok Diagram Proses

Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 96


Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012

Anda mungkin juga menyukai