Guntur Dwi Cahya 2015
Guntur Dwi Cahya 2015
Disusun Oleh :
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN, JAWA BARAT
(03 AGUSTUS 2015 – 31 AGUSTUS 2015)
(Agus Yogaswara)
(Sumardianto)
Mengetahui dan menyetujui,
Senior Officer BP Refinery
(Rosnamora H)
ABSTRAK
PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan minyak dan gas milik negara yang mengolah
minyak mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM).
Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1957, dan mengalami banyak perubahan nama perusahaan,
hingga pada tahun 2003 menjadi PT. Pertamina (Persero). Untuk memasok kebutuhan energi di
dalam negeri, PT. Pertamina (Persero) membangun tujuh unit pengolahan minyak yang tersebar di
Indonesia, salah satunya adalah RU VI Balongan. Unit ini merupakan unit dengan hasil pengolahan
yang paling besar dan sistem kontrol modern dibandingkan unit yang lain.
Dalam proses pengolahan yang tergolong berbahaya ini, Refinery Unit IV Cilacap telah melengkapi
semua plant dengan safeguard system yang tinggi. Safeguard system adalah sekumpulan sistem
instrumentasi yang berfungsi untuk memberikan pengamanan terhadap pekerja, peralatan, dan
proses. Salah satu area yang harus dilengkapi dengan safeguard system yaitu area NTU pada unit
Furnace 31 - F-103. Furnace 31 - F-103berfungsi untuk melakukan pembakaran minyak mentah
sampai suhu tertentu, dan menjadi furnace utama. Safeguard system pada Furnace 31 - F-103
memiliki beberapa parameter yang dapat mentripkan furnace antara lain pilot gas pressure, feed
pass flow, atomizing steam pressure, dan emergency shutdown. Ketika salah satu parameter
tersebut terjadi, maka PLC akan mengkondisikan agar proses pembakaran shutdown, sehingga
berdampak pada Furnace 31 - F-103 berhenti beroperasi.
Dengan mengucapkan syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
yang telah diberikan kepada kami, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW Rasul junjungan kita. Sehingga penyusunan laporan praktek kerja lapangan
dengan judul “SAFEGUARD SYSTEM PADA FURNACE 31 – F – 103 DI UNIT NAPHTHA
HYDROTREATING PROCESS PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT VI
BALONGAN” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kegiatan Praktek Kerja Lapang merupakan kegiatan yang positif untuk mengenalkan
mahasiswa pada dunia industri. Penyusunan laporan ini diajukan untuk melengkapi salah satu
persyaratan akademis pada program S1 Instrumentasi jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak kegiatan praktek
kerja lapang tidak akan berjalan dengan baik, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu dan Bapak yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik secara moral dan materi.
2. Bapak Sukir Maryanto, PhD selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas Brawijaya.
3. Bapak Drs. Hari Arief Dharmawan, M.Eng selaku Ketua Program studi Instrumentasi
Universitas Brawijaya sekaligus selaku dosen pembimbing yang mengarahkan dan membantu
kami dalam pembekalan sebelum PKL.
4. Bapak Sumardianto selaku Head Unit Maintenance Area III.
5. Bapak Agus Yogaswara selaku pembimbing lapangan yang telah mengajarkan dan
membimbing kami dilapangan.
6. Bapak Yanto selaku Kepala Training Center Pertamina RU VI Balongan.
7. Om Harto dan Tante Neni yang telah membantu kelancaran KKL ini, mulai dari awal
penyerahan proposal KKL sampai dengan selesai KKL ini.
8. Teman seperjuangan dan se-almamater kampus tercinta Universitas Brawijaya, Fiqi Rizki.
Dimana kita selalu berbagi ilmu, sejak awal kuliah sampai KKL ini terlaksana
9. Teman teman seperjuangan kami dari ITS, Rinanda, Rizky dan Sanif. Dimana kami saling
memberi semangat dalam menghadapi kerja praktek ini serta ilmu – ilmu yang telah di bagikan.
10. Mas Dea, Mas Radhi dan Mas Bowo yang sering membagi ilmunya disela – sela kegiatan
lapangan.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 4
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
11. Teman – teman Instrumentasi 2012 yang selalu mensupport kami dalam menghadapi PKL ini.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan Praktek Kerja Lapang terdapat banyak kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami
harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. 1
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... 2
ABSTRAK ................................................................................................................................. 3
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 4
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 6
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 8
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 10
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 11
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 12
1.3 Batasan Masalah.............................................................................................................. 13
1.4 Sistematika Laporan ........................................................................................................ 13
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 85
4.2 Saran ................................................................................................................................ 86
Kebutuhan user (industri) akan teknologi yang lebih maju dan bersifat user friendly
karena bertambahnya ukuran, kapasitas dan kompleksitas proses produksi.
Perkembangan teknologi elektronika dan komputerisasi yang mengarah pada
penggunaan teknologi digital
Penggunaan safeguard system, selain sebagai pengaman juga digunakan untuk menjaga
agar proses pembakaran berjalan sempurna. Penggunaan sistem pengaman otomatis dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan, jika pada Furnace 31-F-103 terjadi kondisi tidak
normal saat proses operasi, Furnace akan shutdown secara otomatis, sehingga kemungkinan
timbulnya bahaya bagi peralatan dan operator dapat dihindari.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan kerja praktek lapangan ini memiliki 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan khusus.
Adapun tujuan umumnya yaitu untuk meningkatkan soft skill dan hard skill mahasiswa. Selain itu
program kerja praktek lapangan ini dapat membuka wawasan peserta agar dapat mengetahui,
Adapun Batasan masalah pada laporan kerja praktek ini , penulis membatasi permasalahan
hanya pada mengenai, Untuk mempersempit masalah, maka pembahasan sistem pengaman hanya
dilakukan pada safeguard system pada furnace 31 – F – 103 , mencakup penjelasan mengenai
komponen-komponen pengaman dapur reaksi serta interlock logic diagram system tersebut pada
unit 31 (Naphtha Hydrotreater Process) .
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah dan
sistematika laporan.
BAB V Penutup
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan utama dari seluruh rangkaian penelitian yang telah
dilakukan dan berisi saran yang diberikan penulis.
Minyak bumi masih menjadi komoditas utama di Indonesia sampai saat ini, baik sebagai
sumber energi maupun sebagai bahan dasar produk turunan untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Proses pengolahan minyak bumi menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi
merupakan tujuan utama dari perusahaanperusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi
sampai dengan industri petrokimia hilir. Pengelolaan sumber daya ini diatur oleh negara untuk
kemakmuran rakyat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Hal ini ditujukan untuk
menghindari praktek monopoli dan mis-eksploitasi kekayaan alam yang berujung pada
kesengsaraan rakyat.
Terjadi beberapa perubahan pengelolaan perusahaan minyak di Indonesia pasca
kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1957, atas perintah Mayjen Dr. Ibnu Soetowo,
PT EMTSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT PERMINA). Kemudian dengan
PP No. 198/1961 PT PERMINA dilebur menjadi PN PERMINA. Pada tanggal 20 Agustus 1968
berdasarkan PP No. 27/1968, PN PERMINA dan PN PERTAMINA dijadikan satu perusahaan
yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN PERTAMINA).
Sebagai landasan kerja baru, lahirlah UU No. 8/1971 pada tanggal 15 September 1971. Sejak itu,
nama PN PERTAMINA diubah menjadi PT. PERTAMINA, dan dengan PP No. 31/2003 PT.
PERTAMINA menjadi (Persero), yang merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional yang
berwenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang industri perminyakan di Indonesia. Pada
10 Desember 2005, sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT Pertamina
mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna dasar hijau-biru-
merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan wawasan lingkungan
yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan. Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT Pertamina
mencanangkan program transformasi perusahaan dengan 2 tema besar yakni fundamental dan
bisnis. Untuk lebih memantapkan program transformasi itu, pada 10 Desember 2007 PT Pertamina
mengubah visi perusahaan yaitu, “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Menyikapi
perkembangan global yang berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak
Untuk mewujudkan Visi Perseroan sebagai perusahaan kelas dunia, maka Perseroan sebagai
perusahan milik Negara turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program Pemerintah di
bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan
usaha energi, yaitu energi baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi baik di dalam maupun di luar
negeri serta kegiatan lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang energi, yaitu energi
baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi tersebut serta pengembangan optimalisasi sumber daya
yang dimiliki Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya
saing kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan
prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Misi Perseroan menjalankan usaha inti minyak, gas, bahan
bakar nabati serta kegiatan pengembangan, eksplorasi, produksi dan niaga energi baru dan
terbarukan (new and renewable energy) secara terintegrasi.
Namun, saat ini kilang unit pengolahan (Refinery unit) I Pangkalan Brandan, Sumatera Utara
dengan kapasitas 5.000 BPSD sudah tidak beroperasi lagi dikarenakan beberapa sumur yang
dijadikan sumber feed sudah tidak beroperasi lagi. Direktorat Pemasaran dan Niaga menangani
Motto
Meraih keunggulan komparatif dan kompetitif
1. Meraih : Menunjukkan upaya maksimum yang penuh dengan ketekunan dam keyakinan serta
professionalisme untuk PT. Pertamina (Persero) RU – VI Balongan.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 22
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
2. Keunggulan komparatif : Keunggulan dasar yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero) RU
– VI Balongan dibandingkan dengan kilang sejenis, yaitu lokasi yang strategis karena dekat
dengan pasar BBM dan non – BBM.
3. Keunggulan kompetitif : Keunggulan daya saing terhadap kilang sejenis dalam hal efisiensi,
mutu, produk, dan harga.
Logo
PT. PERTAMINA RU VI Balongan mempunyai logo perusahaan yang melambangkan
bahwa perusahaan dapat menjadi kilang unggulan yang dapat memenuhi visi dan misi dengan
kerja keras. Logo PT. PERTAMINA RU VI Balongan adalah sebagai berikut :
Penjelasan Logo :
1. Lingkaran : Fokus ke bisnis inti dan sinergi
2. Gambar : Konstruksi generator dan reaktor di unit Residue catalytic Cracking yang
menjadi ciri khas dalam proses pengolahan minyak bumi di Refinery unit VI
3. Warna :
Hijau : menunjukkan warna asli generator yang berarti selalu menjaga kelestarian
lingkungan hidup
Putih : menunjukkan warna asli reaktor yang berarti bersih, professional, proaktif,
inovatif, dan dinamis dalam setiap tindakan yang selalu berdasar kebenaran
Biru : diambil dari warna logo PERTAMINA yang berarti loyal kepada visi PERTAMINA
Kuning : diambil dari logo PERTAMINA yang berarti keagungan Refinery unit VI
3.1 Furnace
Dalam industri pengolahan minyak bumi dibutuhkan suatu peralatan untuk memanaskan fluida
yang disebut furnace. Furnace atau heater atau sering disebut fired heater, adalah suatu peralatan
yang digunakan untuk memanaskan cairan di dalam tube, dengan sumber panas yang berasal dari
proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar gas atau cairan secara terkendali di dalam
burner.
Tujuan pemanasan ini adalah agar diperoleh kondisi operasi (suhu) yang diinginkan pada
proses berikutnya dalam suatu peralatan yang lain. Supaya proses pemanasan berlangsung optimal,
maka tube-tube furnace dipasang atau diatur sedemikian rupa sehingga panas yang dihasilkan dari
pembakaran dapat dimanfaatkan. Rancang bangun furnace juga harus diperhatikan dengan teliti
supaya panas yang dihasilkan tidak terbuang ke udara. Misalnya panas hilang lewat dinding dan
cerobong (stack).
Hal ini berhubungan dengan struktur refraktori untuk dinding serta suhu gas buang dari
pembakaran dan udara excess. Jika suhu stack, dan udara excess tinggi maka akan semakin banyak
panas yang hilang terbawa oleh flue gas. Furnace akan beroperasi dengan efisien, apabila:
- Sistem penyalaan api burner baik
- Reaksi pembakaran berlangsung sempurna
- Panas pembakaran dari fuel gas dan fuel oil dapat tersalur dengan baik pada cairan yang
dipanaskan
- Permukaan tube furnace bersih
- Dapat memperkecil panas yang hilang baik melalui stack / cerobong maupun dinding furnace.
Merupakan furnace yang konfigurasi strukturnya berbentuk box. Terdapat berbagai desain
yang berbeda untuk furnace tipe box. Desain ini meliputi berbagai macam variasi dari konfigurasi
tube coil, yaitu horizontal, vertikal, helikal dan arbor. Gambar 2 memperlihatkan salah satu jenis
furnace tipe box dengan coil horizontal dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.
Tube dalam seksi radiasi dalam furnace disebut tube radian/ radiant tube. Panas yang
diambil oleh tube-tube ini terutama diperoleh langsung secara radiasi dari nyala api dan dari
pantulan panas refractory. Shield tube/ tube pelindung biasanya ditempatkan pada bagian bawah
seksi konveksi. Karena tube-tube ini menyerap baik panas radian maupun panas konveksi, maka
tube - tube tersebut akan menerima kerapatan panas yang tertinggi.
Daerah dengan heat density (kepadatan panas) yang lebih rendah adalah seksi konveksi.
Tube pada seksi ini disebut tube konveksi/ convection tube. Panas dalam seksi konveksi berasal
dari panas hasil pembakaran yang melalui seksi konveksi. Ukuran dan susunan tube dalam heater
tipe box ditentukan oleh tipe operasi heater - misalnya distilasi crude oil atau cracking, jumlah
panas yang diperlukan, dan jumlah aliran yang melalui tube.
Heater tipe box dapat berbentuk up-draft (arah flue gas ke atas) atau down-draft (arah flue gas ke
bawah), dengan burner gas (fuel gas) atau minyak (fuel oil) yang ditempatkan di sisi dinding, di
lantai, di atap atau kombinasinya.Setelah tube konveksi yang dipasang di seksi konveksi, tube
pelengkap biasanya dipasang untuk memanaskan udara burner atau membangkitkan steam
superheated untuk keperluan proses atau lainnya.
Merupakan furnace yang strukturnya berbentuk seperti kabin. Terdiri dari bagian konveksi
dan radiasi. Burner terletak pada lantai bawah dan nyala api tegak sejajar dengan dinding furnace.
Tube-tube furnace di daerah radiasi, umumnya tersusun horisontal, tetapi ada juga yang vertikal.
Dua barisan pipa terbawah dibagian konveksi merupakan “Shield” (shield section).Dapur cabin
mempunyai effisiensi lebih tinggi dari pada dapur jenis lain. Dapur ini sering dijumpai di industri.
Kapasitas maksimum yang dicapai 120 mm BTU. Gambar 3 memperlihatkan salah satu jenis
furnace tipe cabin dan diperlihatkan beberapa komponen utamanya.
Dapur silinder vertikal (vertical cylindrical furnaces) merupakan dapur yang berbentuk
silinder tegak. Burner terletak pada lantai dapur dengan nyala api tegak sejajar dengan dinding
furnace. Tube-tube furnace di daerah radiasi terpasang tegak melingkar mengelilingi burner. Panas
dipancarkan secara radiasi di bagian silinder. Bagian konveksi berada di atas bagian radiasi.
Diantara bagian radiasi dan konveksi dipasang kerucut untuk menyempurnakan radiasi
2. Tube Support
Tube support berfungsi untuk menyangga tube agar tidak melengkung akibat panas
pembakaran pada saat furnace beroperasi. Material yang digunakan harus tahan terhadap : flue gas,
oksidasi, korosi karena liquid sisa bahan bakar (sulfat) dan memiliki ketahanan panas mekanis yang
baik. Pada beberapa kasus, material yang digunakan berupa logam dengan sedikit atau tanpa
campuran (alloy), tetapi logam ini diproteksi dengan lapisan batu tahan api (refractory lining) untuk
melindungi dari pengaruh flue gas (suhu dan oksidasi). Material ini terutama banyak digunakan
pada bagian konveksi.
3. Dinding Dapur
Dinding dapur terdiri atas 4 lapisan, lapisan paling dalam disebut refraktory yang berfungsi
sebagai penahan dan pemantul panas, lapis kedua berupa susunan batu tahan api yang berfungsi
selain untuk tempat melekatnya refraktory juga sebagai isolator, lapis ke tiga berupa glass wool
berfungsi sebagai isolator, lapis keempat berupa plat baja yang berfungsi sebagai penyekat dapur
dari udara luar dan juga sebagai struktur furnace. Material yang digunakan sebagai pelapis harus
Langkah Proses:
Unit NTU didisain oleh UOP, unit ini terdiri dari 4 seksi yaitu :
Seksi Oxygen Stripper
Feed naphtha masuk ke unit NTU dari tangki intermediate yaitu 42-T-107 A/B/C atau dari
proses lainnya. Tangki tersebut harus dilengkapi dengan gas blanketing untuk mencegah O2 yang
terlarut dalam nafta, khususnya feed dari tangki. Kandungan O2 atau olefin dalam feed dapat
menyebabkan terjadinya polimerisasi dari olefin dalam tangki bila disimpan terlalu lama.
Polimerisasi dapat juga terjadi apabila kombinasi feed reaktor yang keluar exchanger tidak
dibersihkan sebelumnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya fouling yang berakibat pada
hilangnya efisiensi transfer panas. Keberadaan campuran O2 juga dapat merugikan operasi Unit
Platformer. Setiap campuran O2 yang tidak dihilangkan pada unit hydrotreater akan menjadi air
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 34
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
dalam unit Platforming, yang menyebabkan kesetimbangan air-klorida pada katalis Platforming
akan terganggu. Kandungan O2 yang telah terpisahkan dari naphta dibuang keudara dan naphta
dimasukan kedalam heater (31-F-101) untuk proses selanjutnya.
Seksi Reaktor
Seksi reaktor mencakup : reaktor, separator, recycle gas compressor, sistem pemanas atau sistem
pendingin. Campuran sulfur dan nitrogen akan meracuni katalis di Platforming serta akan
membentuk H2S, NH3 yang akan masuk ke reaktor dan selanjutnya dibuang ke seksi down stream.
Recycle gas mengandung H2 yang mempunyai kemurnian tinggi, disirkulasikan oleh recycle gas
compressor saat reaksi hydrotreating dengan tekanan H2 pada kondisi atmosfer.
Pada awal tahun 80-an, perkembangan teknologi microprocessor sangat cepat dan diikuti dengan
perkembangan perangkat lunak serta operating system UNIX yang semakin maju, maka diikuti
juga dengan perkembangan teknologi DCS berbasis operating system UNIX.
Pada awal tahun 90-an setelah diluncurkan operating system berbasis Windows dan
didukung dengan perkembangan teknologi microprocessor dengan kemampuan lebih besar, maka
teknologi DCS memasuki babak baru yang luar biasa dalam dunia instrumentasi dan sistem kontrol
yaitu DCS berbasis Windows. Operator console yang sebelumnya menggunakan special
computer/monitor digantikan dengan Personal Computer (PC).
Selanjutnya pada akhir tahun 90-an, teknologi instrumentasi dan sistem control berbasis DCS
memasuki era baru yaitu Open Network Technology (teknologi dimana sub-system DCS dapat
terhubung secara langsung dengan jaringan DCS tanpa menggunakan Gateway sebagai network
converter) dengan menggunakan Ethernet (TCP/IP) sehinga memudahkan mengimplementasikan
aplikasi seperti ; PIMS (Plant Information Management System), KMS (Knowledge Management
System), Enhanced Regulatory Control (ERC), Advanced Process Control (APC), Plant
Optimization dan lain-lain.(Anonim,2007)
A. HF – Bus
HF-Bus adalah communication bus dengan system komunikasi yaitu token passing process
highway, yang berfungsi sebagai media komunikasi data secara real time ke station-station yang
terhubung pada HF-Bus, terutama antara EFCS Field Control Station, EFCD Duplexed Field
Control Station, dan EFMS Field Monitoring Station dengan EOPS Operator Station.
B. SV -Net
SV –Net adalah sebuah Local Area Network (LAN) atau Commnunication bus berbasis
Manufacturing Automation Protocol (MAP) dan digunakan untuk menghubungkan EOPS
Operator Station ke ECMP Computer Station, Al Workstation atau YEWCOM 9000 Supervisory
Computer.
Media Tubing : Prinsip kerja transmisi data menggunakan tubing (pneumatik) adalah berdasarkan
pada tekanan dari fluida atau angin sebagai media pembawa data. Jadi di sini data yang dikirimkan
berupa perubahan dari tekanan fluida. Tekanan pneumatic yang umumnya digunakan pada
transmisi data secara pneumatic adalah antara 3 ~ 15 psig (0.1 ~ 1 kg/cm2).
Media Kabel : Transmisi data melalui kawat (cablel) dapat digolongkan berdasarkan besaran
pembawa data, yaitu ; arus listrik, tegangan, frekuensi yang dimodulasi, pulsa yang dimodulasi.
Transmisi data jenis yang banyak digunakan pada industry proses adalah transmisi dengan arus
listrik (4-20 mA) dan tegangan (1 – 5 V DC).
Media Fiber Optic : Transmisi data yang paling akhir dikembangkan adalah transmisi data melalui
serat optic. Di sini data ditransmisikan dengan cara memodulasi cahaya, dengan perkataan lain di
a) Analog Signal
· Pneumatic (signal lines / tubes)
o 3 - 15 psig ( 0.2 – 1 kg/cm2)
o 20 - 100 kPa
o 6 - 30 psig
· Voltage
o 1 – 5 V DC
o 0 – 5 V DC
o 0 – 10 V DC
· Current
o 4 – 20 mA
o 8 – 40 mA
o 10 – 50 mA
b) Digital Signal
· HART Protocol
· SMAR Protocol
· Fieldbus
· Modbus
· Profibus
· Industrial Ethernet
· Berbagai komunikasi tanpa cable (wireless communications)
Untuk aplikasi di dalam industri proses, sinyal pneumatik yang digunakan secara umum adalah
dengan skala kerja 3 – 15 psig atau 0.2 – 1 kg/cm2, dan untuk sinyal elektrik skala kerja 4 – 20 mA
(sinyal arus) atau 1 – 5 V DC (sinyal tegangan). Pada umumnya sinyal yang keluar dari transmitter
elektronik hampir selalu dalam bentuk 4-20 mA.
Transmisi sinyal elektrik seperti transmisi energi listrik lain, menggunakan kawat tembaga.
Diameter kawat tersebut berkisar antara 1.5 ~ 2.5 mm. Sedangkan transmisi sinyal pneumatik
hampir selalui menggunakan tubing (pipa kecil) berdiameter dalam 0.25 inci. Atau pada pemakaian
tertentu ada yang 0.375 inci. Tubing dapat terbuat dari plastik, tembaga atau stainless steel.
Pemilihan jenis material tubing selalu dikaitkan dengan daerah dimana instrumen beroperasi.
Tubing tembaga misalnya tentu tidak akan dipilih untuk bagian terbuka di ladang minyak lepas
pantai. Udara laut yang sangat korosif tentu akan mempercepat kerusakan tubing tembaga. Dan
tubing platik tentu tidak akan dipakai di daerah dapur (furnace) yang mempunyai temperatu tinggi,
karena akan mudah meleleh. Dalam perkembangannya instrumen sitem pengendalian kemudian
banyak memanfaatkan teknologi digital dan perangkat komputer. Untuk itu diperlukan sarana
komunikasi dalam bahasa komputer. Selain itu juga ada instrumen-instrumen yang menggunakan
sarana komunikasi sinyal radio atau sarana fiber optic. Ketiga jenis sinyal ini sifatnya sangat khusus
dan tidak mempunyai standard umum. Bentuk sinyal itu akan sangat tergantung pada kerja sistim
unit elektroniknya. (Gunterus, Frans).
a. Electronic Transmitter
Transmitter elektronik juga mempunyai mekanisme umpan balik pada sistem
keseimbangan gaya untuk mendapatkan ketelitian dan stabilitas yang tinggi. Sistem ini menjaga
tetap suatu keseimbangan gaya antara input dan output. Input sinyal atau variable proses dirubah
kedalam suatu gaya melalui input transfer element, output sinyal listrik juga suatu gaya akibat dari
feedback
transfer element. Output akan berubah, yang disebabkan berubahnya beban, akibatnya
keseimbangan dari mekanisme transmitter akan berubah. Jika hal ini terjadi, maka system akan
menjadi seimbang kembali melalui mekanisme umpan balik sebagaimana elemen detektor
mendeteksi terjadinya kesalahan. Setiap transfer element mempunyai karakteristik yang linear dan
oleh karena itu output juga linear dan seimbang dengan sinyal input.
2) Pressure Transmitter
4) Temperature Transmitter
3.13 Converter
Converter adalah suatu peralatan instrument yang berfungsi merubah besaran sinyal tertentu
menjadi besaran sinyal lain. Converter ini diperlukan bila suatu instrument hanya menerima sinyal
dengan besaran yang sudah tentu. Bila ada sinyal lain yang tidak sesuai dengan input sinyal
instrument tersebut, maka sinyal tadi harus dikondisikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.
A B F
0 0 0
A
F=A.B 0 1 0
B 1 0 0
1 1 1
Fungsi OR
Fungsi OR akan menghasilkan output (1) atau TRUE jika satu atau lebih input adalah (1)
atau TRUE. Sebagaimana fungsi AND, fungsi OR bisa mempunyai input tidak terbatas, namun
hanya mempunyai satu output. Dalam analisa FTA ini nilai 1 yaitu gagal(komponen atau sistem
gagal), dan nilai 0 yaitu baik (komponen atau sistem dalam kondisi baik) Berikut fungsi OR dengan
dua input beserta table kebenarannya.
A B F
0 0 0
A
F=A+B 0 1 1
B 1 0 1
1 1 1
Fungsi NOT
Fungsi NOT akan menghasilkan output (1) ATAU gagal jika inputnya 0 atau baik. Output
dari fungsi NOT selalu kebalikan dari keadaan inputnya, tidak seperti fungsi AND dan fungsi OR,
A F
A F=A 0 1
1 0
2. Control Valve
Valve adalah suatu peralatan mekanis yang melaksanakan suatu akasi untuk mengontrol
atau memberikan efek terhadap suatu aliran fluida di dalam suatu sistem perpipaan atau peralatan.
Valve umumnya dihubungkan dengan pipa, fiting , vessel, tangki dan lain-lain, dimana ujung-ujung
dari bodinya mempunyai sambungan berupa fleas, ulir (screwed), las (but socket welding).
Fungsi valve dapat dibedakan menjadi:
Mengalirkan atau menghentikan aliran (on-off)
Mengatur variasi kecepatan aliran (regulating)
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 53
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Mengatur aliran hanya pada suatu aliran saja (checking)
Merubsh/memindahkan aliran pada line pipa yang berbeda (switching)
Melepas aliran dari sistem ke atmosfer (discharging)
Control valve dibedakan menurut prinsip kerjanya yaitu Failure Close (FC) dan Failure
Open (FO). Failure Close (FC) : Control valve jenis ini mengkondisikan pegas harus
menggerakkan stem untuk menutup control valve pada saat sumber energi / sinyal pneumatic
maupun elektronik mati (fail). Failure Open (FO) : Control valve ini mengkondisikan pegas harus
menggerakkan stem untuk membuka control valve pada saat sumber energi / sinyal pneumatic
maupun elektronik mati (fail). Valve yang digunakan pada furnace 31 – F – 103 ini hanyalah FC
(Fail Close) terdapat pada UV023, UV024, UV025 dan UV026.
3. Hand Switch
Hand switch memiliki bentuk menyerupai push button. Hand switch dalam sistem ini
digunakan untuk mematikan sistem yang berjalan dalam furnace apabila terjadi kondisi darurat
(Emergency Shutdown). Alat ini dapat ditempatkan dalam ruang kontrol maupun di lapangan.
P&ID dibawah ini menunjukkan looping control yang terjadi pada furnace 31 – F – 103.
Parameter fisis yang menjadi masukkan untuk dikontrol adalah tekanan dan aliran, sedangkan
temperature hanya dijadikan indicator tanpa dilakukan aksi pengontrolan. Gambar P&ID dibawah
ini menunjukkan looping control dari sebuah Safeguard Sytem.
Gambar p&id diatas adalah looping tekanan yang mencakup Interlock. Pada looping ini
terdapat 3 transmitter tekanan yaitu, 31 – PT – 042 A~C ketiga transmitter tekanan itu terletak di
lapangan, tekanan yang masuk melewati transmitter ini sebelumnya masuk melalui globe valve,
dengan tujuan agar aliran yang masuk dapat diturunkan besarnya tekanan agar tidak merusak
transmitter akibat tekanan yang besar masuk secara langsung. Lalu hasil pembacaan dari
transmitter tekanan di konversikan dari besaran fisis berupa tekanan menjadi besaran elektrik
analog yaitu sebesar 4 – 20 mA. Hasil konversi ke besaran elektrik tersebut akan dijadikan sinyal
digital untuk dibaca atau dijadikan kontrol di control room (UC 005). Hasil pembacaan secara
digital di unit control akan diteruskan ke DCS yang telah di setting programnya. Dengan set point
Gambar p&id diatas adalah looping aliran yang mencakup DCS Interlock. Pada looping ini
terdapat 3 transmitter aliran yaitu, 31 – FT – 028A~C ketiga transmitter tekanan itu terletak di
lapangan. Lalu hasil pembacaan dari transmitter aliran di konversikan dari besaran fisis berupa
aliran Ton/H menjadi besaran elektrik analog yaitu sebesar 4 – 20 mA. Hasil konversi ke besaran
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 57
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
elektrik tersebut akan dijadikan sinyal digital untuk dibaca atau dijadikan control di control room
(UC 005). Hasil pembacaan secara digital di unit control akan diteruskan ke DCS yang telah di
setting programnya. Dengan set point tertentu dengan harapan jika terjadi kerusakan atau
kegagalan dalam system akan memberikan peringatan. Alarm untuk peringatan kerusakan ringan
dan emergency shutdown untuk kerusakan parah, sehingga mencegah terjadi nya kerusakaan yang
lebih parah dan mencegah terjadinya korban jiwa. Pada DCS tersebut terdapat 3 indicator yaitu, 31
– FI – 028A~C, yang telah dilengkapi oleh FAL (Pressure Alarm Low), alarm bekerja jika sinyal
pengukuran aliran di lapangan oleh transmitter lebih rendah dari pada set point, dalam loop ini
adalah aliran maka alarm akan berbunyi atau lampu alarm akan menyala. Bila besar sinyal variable
pengukuran dari transmitter dalam loop ini berupa alira yang lebih rendah dari dari setting switch
low, maka alarm low – low (PALL) akan bekerja dengan berbunyi atau dengan nyala lampu
bahaya. Bersamaan dengan bunyi tersebut, proses equipment langsung melakukan trip.
Heavy Naptha dari bottom splitter dipompakan dengan pompa Naptha Splitter Bottom (31-
P-105A/B) melalui Naptha Stripper Feed - Splitter Bottom Exchanger (31-E-106) selanjutnya
dikirim ke Unit Platformer. Berikut ini adalah gambaran piping & instrumentation diagram yang
terdapat pada furnace 31 – F – 103, dari tag number tersebut ditunjukkan bahwa furnace ini terdapat
di unit 31 yang merupakan unit Naphtha Hydrotreating Process.
Bagian ini dinamakan Naphtha Splitter Reboiler Heater. Sensing parameter di unit ini
dapat dilihat dari transmitter yang digunakan. Pada unit ini parameter yang disensing antara lain
adalah aliran, tekanan dan suhu. Aliran diukur oleh flow transmitter, di unit ini flow transmitter
Pada peralatan yang digerakan oleh motor, untuk aliran proses dipasang TSO (Tigh Shut
Off) valve untuk mengamankan unit proses dengan cara menutup penuh atau membuka penuh
secara otomatis ang bukaan dan tutupan valve tersebut diatur dengan program yang ada di control
room dan juga out station (OS). Pada peralatan tertentu ada juga control valve yang dipasang
sebagai safeguard, tetapi masih dibatasi dengan bukaan minimum (minimum stop) jenis / model
safeguard seperti ini dapat dipasang di dapur, agar apabila terjadi low flow media yang dipanasi,
dapur masih menyala dengan kondisi nyala minimum. Safeguard system biasanya dilengkapi
dengan fasilitas by pass (override) yang berfungsi untuk menonaktifkan safeguard pada saat
dilakukan pengecekan atau perbaikan peralatan dan pada waktu start up unit, sehingga tidak
menyebabkan plant shut down. Jika hanya di by pass berarti system tidak mengalami kerusakan
parah, hanya terjadi ketidaknormalan saja, namun jika sudah terjadi kondisi yang tidak dapat
ditolerir lagi maka system akan melakukan shut down.
Secara umum yang mengakibatkan system trip, paling banyak menyebabkan fired heater
pada furnace adalah :
Hambatan aliran ini dapat menyebabkan tekanan di bagian konveksi menuju shift berubah
dari sedikit negatif menjadi sedikit positip. Jika tekanan shift positip maka terjadi loss draft.
Kehilangan draft menyebabkan panas terbentuk dan terkumpul hanya di bawah furnace arch yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur furnace. Loss draft juga berarti tidak ada udara yang tertarik
ke dalam furnace sehingga burner padam.
Penjelasan diatas merupakan bagian – bagian dari program interlock nya saja, sedangkan
untuk bagian secara hardware terdiri dari bagian sensing element lengkap dengan pengondisi
sinyalnya dan indicator dilapangan hasil pengukurannya, bentuknya berupa transmitter. Kemudian
bagian pengolah sinyal dilakukan oleh PLC atau DCS yang memberikan perintah control, dengan
mengeset nilai set point sebagai acuan atau nilai yang seharusnya dicapai, jika tidak dicapai maka
baru proses control dilakukan hingga mendekati nilai set point, namun jika nilai tersebut telah
dicapai, maka proses control tidak dilakukan sehingga system cenderung konstan. Nilai yang di
atur pada pengondisi sinyal berupa data atau angka digital. Kemudian angka yang di olah itu di
konversi kembali menjadi nilai analog, yang digunakan untuk mengatur actuator di lapangan. Pada
safeguard system ini, mayoritas actuator yang digunakan adalah berupa control valve.
Pada bagian PT042A~C trip setting ini mensensing atau mendeteksi nilai pressure dari
bagian pilot gas yang menuju ke furnace 31 – F 103. Nilai hasil sensing pressure transmitter dari
lapangan tersebut lalu dikirimkan ke PLC yang ada di OS (Out Station 17), nilai tersebut masuk
terlebih dahulu ke bagian M/R Rack untuk dilakukan pengolahan data untuk kemudian dikirimkan
ke bagian ESD Rack sebelum masuk ke control room dalam bentuk soft output.
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 69
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan oleh hasil pengukuran PT042A~C ini
akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari
transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00
– 1,80 Kg/Cm2g. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range
minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point 0,5
Kg/Cm2g pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low dari
nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori
M31PSLL042A. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang keluar
disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter.
Kemudian ada juga nilai yang hanya dialamatkan untuk proses membaca atau dengan
tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam
bilangan integer yang sebelumnya adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA hasil pengukuran
transmitter dilapangan. Nilai tersebut dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang dialamatkan ke
dalam M31PI042A, ini menunjukkan bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi indicating.
Kemudian nilai yang akan diproses lebih lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS (Process
Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke DCS. Lalu
Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang memberikan
nilai logika tinggi atau rendah ataupun true atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan ke
D31PSLL042A_OR yang kemudian dilakukan aksi berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter
Reboiler Heater ShutDown.
Nilai dari U31BPSLL042B ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan
dengan nilai dari M31PSLL042B yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada
gerbang logika OR004, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai
outputnya pun akan bernilai 1.
Nilai dari U31BPSLL042C ini menjadi nilai input di sistem ini yang kemudian di OR kan
dengan nilai dari M31PSLL042C yang merupakan nilai yang terdapat di bagian TRIP. Pada
gerbang logika OR005, jika salah satu masukan bernilai 1 atau true (logika tinggi), maka nilai
outputnya pun akan bernilai 1.
Setelah di OR kan, nilai tersebut masuk ke dalam block function V2oo3,nilai IN1 diperoleh
dari OR003, nilai IN2 diperoleh dari OR004 dan nilai IN3 diperoleh dari OR005. Block function
ini digunakan untuk kondisi jika 2 dari 3 nilai input mengandung nilai yang berlogika sama, maka
nilai outputnya adalah sama dengan nilai kedua input tersebut ataupun jika nilai ketiga output
tersebut bernilai logika yang sama, maka nilai output nya adalah sama dengan ketiga nilai logika
input tersebut. Misalkan saja nilai IN1 dan IN2 bernilai 1, sedangkan nilai IN3 bernilai 0, maka
nilai outputnya adalah 1.
Nilai keluaran dari block function V2oo3 ini masuk kedalam nilai input block function
TOF. Block function TOF berfungsi ketika input bernilai false atau logika rendah, yang bertujuan
agar memberikan time delay sampai nilai output pulsa nya juga bernilai false. Besar nya nilai PT
(Pulse Time) berfungsi untuk memberikan seberapa lama kah delay waktu yang diperlukan dan
nilai nya berupa waktu dalam second. Pada block function ini, nilai delay yang diberikan sebesar
T#3S, yang berarti nilai pulse time nya sebesar 3 second. Nilai keluarannya akan keluar melalui
Q (Output Pulse) dalam bentuk logika tinggi atau rendah. Kemudian ET(Elapsed Time) digunakan
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 72
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
sebagai penentu waktu yang diperlukan saat nilai IN berlogika rendah dan Q berlogika tinggi. Nilai
output Q ada yang langsung digunakan sebagai soft output yang kirimkan ke D31PALL042 dan
juga dijadikan hard output sebagai pengontrol final element yang berfungsi sebagai actuator
dilapangan. Sedangkan nilai output dari Q yang masuk ke block function OR, di OR kan dengan
nilai input dari U31BUC005 yang merupakan Unit Control dan terdapat pada PLC yang ada di OS.
Nilai keluaran dari OR kemudian di AND kan dengan nilai keluaran AND001, untuk kemudian
nilai keluaran AND009 menjadi nilai input untuk nilai R1(reset).
Pada block RS ini nilai S(Set) didapatkan dari nilai keluaran U31HS101 atau handswitch
yang ada dilapangan maupun control room. Yang mana block function RS berfungsi untuk
mengatur nilai set dan reset nya. Nilai keluaran Q1 akan bernilai logika tinggi / true apabila nilai S
= true dan R1 = false, berarti nilai di set atau dikeluarkan dengan nilai logika tinggi / true. Namun
jika nilai S dan R1 selain itu, maka kondisi adalah melakukan reset atau dikeluarkan nilai logika
rendah / false. Nilai keluaran dari Q1 ada yang langsung di alamatkan ke alamat
PL_31UC5_7_31UC5_8. Nilai keluaran Q1 di OR011 kan dengan nilai dari U31BUY025 yang
digunakan untuk mengatur control solenoid valve dan akan menutup ketika terjadi trip agar saluran
pilot gas ditutup.
Nilai output dari OR akan di AND012 kan dengan nilai dari M31UY025_OL dan
M31TRIP_SYSTEM. Nilai input ketiga nya harus sama jika diinginkan kondisi yang sama.
Misalkan diinginkan logika tinggi atau true maka ketiga nilai inputnya juga harus true. Nilai
keluaran nya digunakan sebagai soft output D31UY025 dan hard output yaitu U31UY025A, dan
U31UY025B yang merupakan final element yang berupa solenoid valve. Aksi yang dilakukan saat
terjadi trip adalah menutupnya solenoid valve, karena tipe valve yang digunakan adalah FC (Failure
Close). Bagian yang ditutup adalah tekanan pilot gas ke 31 – F – 103. Nilai keluaran Q1 dari block
function RS di OR013 kan dengan U31BUY026.
Nilai keluaran OR013 di AND014 kan dengan nilai dari M31UY026_OL dan nilai keluaran
dari M31TRIP_SYSTEM. Nilai keluarannya berupa soft output dan output. Nilai soft output masuk
ke D31UY026 dan output nya digunakan untuk mengontrol U31UY026A dan U31UY026B yang
berupa solenoid valve. Aksi yang dilakukan saat terjadi trip adalah menutupnya solenoid valve,
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 73
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
karena tipe valve yang digunakan adalah FC (Failure Close). Bagian yang ditutup adalah tekanan
pilot gas ke 31 – F – 103.
Pada bagian PT039 trip setting ini mensensing atau mendeteksi nilai pressure dari bagian
fuel gas yang menuju ke furnace 31 – F 103. Nilai hasil sensing pressure transmitter dari lapangan
tersebut lalu dikirimkan ke PLC yang ada di OS (Out Station 17), nilai tersebut masuk terlebih
dahulu ke bagian M/R Rack untuk dilakukan pengolahan data untuk kemudian dikirimkan ke
bagian ESD Rack sebelum masuk ke control room dalam bentuk soft output.
Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan dari hasil pengukuran PT039 ini
akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari
transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00
– 0,20Kg/Cm2g. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range
minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point
0,07Kg/Cm2g pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low
dari nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori
M31PSLL039. Dengan kata lain nilai tersebut di alamatkan ke suatu memori , nilai yang keluar
disini merupakan nilai digital hasil pengukuran transmitter. Kemudian ada juga nilai yang hanya
dialamatkan untuk proses membaca atau dengan tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa
Pada diagram interlock nilai masukkan yang didapat kan dari hasil pengukuran FT028A~C
ini akan masuk ke block function Tx_LL yang berfungsi sebagai pengirim data low low. Data dari
transmitter tadi masuk ke input, untuk kemudian diproses apakah nilai ini masih dalam range 0,00
– 130,0 Ton / H. Nilai range maximum pada block func ini masuk ke EU_MAX, untuk nilai range
minimum masuk ke EU_MIN. Dan kemudian di bandingkan dengan nilai setting atau set point
39,0 Ton/H pada block function ditunjukkan oleh TRIP_SP. Apabila nilai pengukuran low low dari
nilai limit setting nya, maka nilai dari TRIP berlogika 1 dan kemudian masuk ke memori
Kemudian ada juga nilai yang hanya dialamatkan untuk proses membaca atau dengan
tujuan sebagai indicator yang nilai nya berupa nilai analog ayang telah dikonversi ke dalam
bilangan integer bernilai 819 – 4095 yang sebelumnya adalah nilai parameter listrik 4 – 20 mA
hasil pengukuran transmitter dilapangan. Nilai tersebut dikeluarkan oleh PV (Process Value) yang
dialamatkan ke dalam M31FI028A, ini menunjukkan bahwa hanya dialamatkan untuk menjadi
indicating. Kemudian nilai yang akan diproses lebih lanjut secara digital keluar melalui PV_DCS
(Process Value to DCS), jadi nilai ukur yang telah dikonversi ke nilai digital ini dikirimkan ke
DCS. Lalu Tx_LL(Transmitter Low Low) mengirimkan nilai yang berbentuk Boolean, yaitu yang
memberikan nilai logika tinggi atau rendah ataupun true atau false. Nilai dari Tx_LL ini dikirimkan
ke D31FSLL039_OR yang kemudian dilakukan aksi berikutnya kedalam proses Naphtha Splitter
Reboiler Heater Shut Down.
Ketiga nilai input ini IN1 ,IN2 ,IN3 yang di OR kan masing – masing tadi, menjadi nilai
input pada block function V2oo3. Jika nilai input ada 2 atau lebih yang nilai nya sama, mka nilai
tersebut akan menjadi nilai keluarannya. Jika IN1 dan IN2 bernilai true, maka nilai output nya akan
bernilai true. Begitu pula jika nilai ketiga input bernilai true , maka keluarannya bernilai true.
Nilai keluaran dari block function V2oo3 di OR kan. Nilai keluaran dari block function OR
sebagian di alamatkan dan sebagian lagi di jadikan masukkan untuk block function AND. Bagian
yang dialamatkan pada PL_31UC5_8_31UC2_3 dan PL_31UC5_8_31UC3_5.
Nilai keluaran dari OR008 menjadi nilai masukan dan di AND kan dengan nilai dari
PL_31UC5_7_31UC5_8 dan nilai keluaran dari OR003. Nilai output ini, akan digunakan sebagai
nilai R1(reset) pada block function RS010.
Nilai masukkan untuk set (S) di dapat dari U31HS101 yang merupakan unit 31reset PB.
Sedangkan nilai masukkan reset (R1). Block function ini berfungsi sebagai pengesetan nilai set
dan reset. Nilai keluaran block function ini melalui Q1. Nilai Q1 masuk ke block function dan
sebagian lagi langsung menjadi soft output dan output. Soft output yaitu D31UA005 dan output
yaitu U31UA005A yang menjadi final element dan berguna sebagai naphtha splitter reboiler
heater Shut Down.
Nilai masukan pada block function ini didapatkan dari nilai keluaran block function RS010
dan U31BUY023 yang merupakan MOS 31-UY-023.
Nilai keluaran OR011, M31UY023_OL yang digunakan untuk online test, dan nilai
M31TRIP_SYSTEM akan digunakan sebagai nilai masukan pada block diagram AND012. Nilai
Laporan Kuliah Kerja Lapang PT. PERTAMINA RU VI Balongan |Fisika |Universitas 79
Brawijaya|Guntur Dwi Cahya | 125090800111012
keluaran dari block function ini menjadi soft output dan output. Nilai soft output pada D31UY023
dan nilai output dikirimkan ke U31UY023A dan U31UY023B yang fungsinya untuk menutup
solenoid valve pada aliran fuel gas.
Nilai keluaran RS010 dan nilai U31BUY024 digunakan sebagai nilai masukkan yang
kemudian di OR kan. Dan setelah di OR kan, nilai keluarannya dijadikan nilai masukkan block
function AND014. Nilai keluaran OR013 , M31UY024_OL yang digunakan sebagai online test
dan M31TRIP_SYSTEM digunakan sebagai nilai masukkan pada block function ini. Nilai keluaran
dari block function ini digunakan sebagai soft output D31UY024 dan output U31UY024A dan
U31UY024B yang merupakan solenoid valve yang menutup aliran fuel gas saat terjadi trip.
4.3 Data Real Interlock Logic Diagram dengan Software TriStation 1131.
PLC yang terdapat di OS 17 secara keseluruhan terdapat di dalam 9 chassis, yang salah satu
fungsinya adalah untuk mengatur safeguarding system yang diletakkan pada rack tertentu. Terlihat
pada gambar bahwa kondisi operasi sedang berjalan normal, tidak ada alarm yang aktif.
Nilai integer tadi jika dikonversi menjadi arus listrik adalah sebesar :
−
Nilai Arus = ( x (20 - 4) ) + 4 = 13,84112 mA
−
Arus yang dikirim kan transmitter adalah sebesar 13,84112 mA. Kemudian untuk mengetahui nilai
tersebut dalam range nilai tekanan, maka perlu dilakukan konversi nilai arus atau nilai integer itu
kedalam satuan tekanan yaitu dalam Kg/Cm2g. Nilai hasil konversi nya adalah,
−
Tekanan = � , = , ��/��
−
Gambar dibawah ini adalah interlock logic diagram untuk ESD Naphtha Splitter Reboiler Heater.
Jalur berwarna hijau menandakan bahwa jalur tersebut aktif atau berlogika tinggi (true). Sedangkan
jalur yang berwarna merah menandakan hal yang sebaliknya. Pada block function OR terlihat jika
Nilai output dari AND001 menjadi nilai input untuk block function TON (Timer ON).
Block function ini berfungsi untuk memberikan waktu delay saat kondisi IN bernilai true, maka
nilai Q tidak langsung bernilai true juga, namun terdapat delay time yang lama delay nya ditentukan
oleh PT(Pulse Time). Hal ini dilakukan untuk memastikan (make sure) bahwa pada sistim memang
terjadi gangguan sehingga harus dilakukan Shutdown. Pada interlock diagram ini, nilai delay yang
diberikan adalah T#3S, yang berarti delay selama 3 detik. Nilai keluaran Q dari block function ini
langsung dijadikan soft output dan output. Pada soft output nilai keluaran dikirimkan ke D31HA021
yang ada pada DCS dan nilai outputnya diteruskan ke U31HA021A yang berfungsi untuk
mendrive sistem melakukan Emergency Shut Down.
Gambar di bawah ini adalah data aktual dari lapangan yang terbaca di OS 17, sempat terjadi
gangguan pada sistem dengan di aktifkannya alarm. Gangguan terjadi pada unit 32 yaitu pada
bagian M32FSLL019A, dan U32TC344. Sedangkan pada bagian S32JY344 sempat dilakukan
heater off karena terjadi gangguan.
Gambar 4.22 ESD rack Gambar 4.23 Letak Indikator pada PLC
Letak indicator U31FSLL028A digunakan untuk mendeteksi apabila feed pass flow nya
low dari limit settingnya. Letak indikatornya ada pada chassis 1, slot 3 dan point 11.
U31FSLL028A ini berfungsi sebagai input, jadi bentuk actual di lapangan adalah sebuah flow
transmitter. Ketika LED indicator berwarna merah berarti sistem sedang aktif, atau dengan katain
sistem sedang beroperasi.
5.1 Kesimpulan
Dari Kuliah Kerja Lapang ini didapatkan hasil analisa dan data yang dapat disimpulkan
seperti dibawah ini, yaitu:
1. Safeguard system sangat diperlukan pada unit-unit peralatan vital, khususnya pada
Furnace 31- F- 103. Hal ini bertujuan agar operasi proses dapat berjalan sesuai
prosedur yang dikehendaki dan dapat berjalan dengan aman.
2. Pemasangan safeguard system pada Furnace 31- F- 103 bertujuan untuk
melindungi peralatan furnace antara lain:
Mencegah terjadinya pembengkokan pada pipa-pipa dalam furnace.
Menghindari timbulnya ledakan pada furnace akibat kegagalan proses pembakaran.
Menghindari terjadinya pembakaran tidak sempurna dan efisiensi furnace yang
rendah.
3. Salah satu dari pengaman pada bagian PSLL039 aktif yaitu antara UV023 atau
UV024 fuel gas,maka seluruh sistem akan mengalami Shut Down.
4. Sistem Safe Guarding di Furnace F-202-01 telah menggunakan PLC yang memiliki
keunggulan :
Logika yang tidak terlalu rumit
SOE (Sequence Of Event) yang memonitoring proses ketika sistem safe guarding
bekerja.
5. Parameter yang dimonitor pada sistem safe guarding adalah:
31 – F – 103 Feed Pass Flow
Low Pilot Fuel Gas Pressure
31 – F – 103 Low Fuel Pressure
31 – F – 103 Manual S/D Local
Andrew W.G & Willams H.B,”Applied Instrumentation In The Process Industries”, Volume II
Practical Guideines, 2nd Edition, Gulfpublishing Company
Anonim. “Dasar Inst & Proses Kontrol_BPST XVII”. Pertamina RU VI Balongan. 2007
Kardjono, S.A., Furnace dan Boiler, Diktat Akamigas Prodi Refinery Diploma III, Akamigas,
Cepu, 2005
Ogata, Katsuhiko. “Modern Control Engineering”, 3rd Edition, Prentice Hall International
Inc.1997.
Parura, Samuel LB, “Modul DCS Yokogawa Centum-XL”, Proyek Enjiniring. Pertamina UP VI
Balongan
Smith, Carlos A & Carripio, Armando B. “Principles And Practice Of Automatic Process
Control”, 2nd Edition, John Wiley & Sons, Inc.
Suta’at Ir, Safeguard System, BPST XI angkatan tahun 1987/1988, Pertamina UP IV Cilacap, 1987