Anda di halaman 1dari 21

EVALUASI DAN TINDAK LANJUT PELATIHAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Desain Pelatihan

Dosen Pengampu :
Agus Iqbal Hawabi, M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh:
Kelompok 6B

Aditya Ramadhan (210401110212)


Ahmad Arinal Haq (210401110213)
Nihayatul Masruro (210401110214)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Evaluasi dan Tindak Lanjut
Pelatihan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah
diberikan, Pertama, Bapak Agus Iqbal Hawabi, M.Psi., Psikolog, selaku dosen
matakuliah Desain Pelatihan yang telah berkenan meluangkan waktu dengan sabar
memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
Kedua, rekan-rekan kelompok 6B yang selalu bersemangat, berkerja sama dengan
baik, dan kekompakan kita semua yang akhirnya membuat penulis bersemangat
menyelesaikan tulisan.
Kelompok 6B mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan
mengharapkan saran, kritik dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak, khususnya dunia pendidikan. Amin.

Malang, 05 April 2024

Kelompok 6B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

A. Pengertian Evaluasi Pelatihan .......................................................................3


B. Tujuan Evaluasi Pelatihan .............................................................................4
C. Fungsi Evaluasi Pelatihan .............................................................................5
D. Tingkatan Evaluasi Pelatihan ........................................................................5
E. Tahapan Implementasi Evaluasi Pelatihan....................................................6
F. Model Evaluasi Program Pelatihan ...............................................................7
G. Jenis Desain Evaluasi Program Pelatihan ...................................................12
H. Proses Evaluasi Pelatihan............................................................................13
I. Cost Benefit Analysis (CBA) ......................................................................14

BAB III PENUTUP ..............................................................................................16

A. Kesimpulan .................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi pelatihan merupakan proses penting dalam pengembangan sumber
daya manusia di berbagai organisasi. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai
efektivitas pelatihan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seperti
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta. Metode evaluasi
pelatihan dapat beragam, mulai dari survei peserta, tes pengetahuan, observasi,
hingga analisis hasil kinerja pasca-pelatihan. Melalui evaluasi ini, perusahaan
dapat mengetahui sejauh mana investasi yang dilakukan dalam pelatihan
memberikan nilai tambah bagi organisasi.
Salah satu aspek penting dalam evaluasi pelatihan adalah pengukuran
dampaknya terhadap kinerja individu maupun organisasi secara keseluruhan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kinerja yang relevan
sebelum dan setelah pelatihan dilakukan. Evaluasi yang komprehensif akan
membantu organisasi untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas program
pelatihan serta membuat perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan
hasilnya.

B. Rumusan Masalah
Evaluasi sebagai proses mengevaluasi atau membuat keputusan berdasarkan
berbagai pengamatan serta latar belakang dan pelatihan evaluator. Pengertian evaluasi
pelatihan adalah serangkaian proses yang sistematis dan terukur untuk mengetahui
apakah pelatihan yang telah dilakukan berjalan dengan efektif dan efisien serta
mencapai sasaran/tujuan pelatihan yang diterapkan. Evaluasi program pelatihan
merupakan evaluasi yang bersifat holistic atau menyeluruh serta digunakan untuk
menilai efektifitas dan efisiensi dari suatu pelatihan. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka pokok permasalahan terkait hal-hal yang harus diketahui dalam
melaksanakan Evaluasi dan Tindak Lanjut Pelatihan dijelaskan sebagai berikut:
1) Bagaimana Konsep Pengertian Evaluasi Pelatihan?
2) Bagaimana Tujuan Evaluasi Pelatihan?
3) Apa Fungsi Evaluasi Pelatihan?

1
4) Bagaimana Tingkatan dalam Evaluasi Pelatihan?
5) Bagaimana Tahapan-tahapan Implementasi Evaluasi Pelatihan?
6) Apa Saja Model Evaluasi Program Pelatihan?
7) Apa Saja Jenis Desain Evaluasi Program Pelatihan?
8) Bagaimana Proses Sebuah Evaluasi Pelatihan?
9) Apa itu Cost Benefit Analysis (CBA)?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan terkait hal-
hal yang harus diketahui dalam melaksanakan Evaluasi dan Tindak Lanjut
Pelatihan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pengertian Evaluasi Pelatihan.
2) Untuk mengetahui bagaimana Tujuan Evaluasi Pelatihan.
3) Untuk mengetahui apa Fungsi Evaluasi Pelatihan.
4) Untuk mengetahui bagaimana Tingkatan dalam Evaluasi Pelatihan.
5) Untuk mengetahui bagaimana Tahapan-tahapan Implementasi Evaluasi
Pelatihan.
6) Untuk mengetahui apa Saja Model Evaluasi Program Pelatihan.
7) Untuk mengetahui apa Saja Jenis Desain Evaluasi Program Pelatihan.
8) Untuk mengetahui bagaimana Proses Sebuah Evaluasi Pelatihan.
9) Untuk mengetahui apa itu Cost Benefit Analysis (CBA).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Pelatihan


Gilbert Sax mendefinisikan evaluasi sebagai proses mengevaluasi atau
membuat keputusan berdasarkan berbagai pengamatan serta latar belakang dan
pelatihan evaluator. Pengertian evaluasi pelatihan adalah serangkaian proses
yang sistematis dan terukur untuk mengetahui apakah pelatihan yang telah
dilakukan berjalan dengan efektif dan efisien serta mencapai sasaran/tujuan
pelatihan yang diterapkan. Evaluasi program pelatihan merupakan evaluasi yang
bersifat holistic atau menyeluruh serta digunakan untuk menilai efektifitas dan
efisiensi dari suatu pelatihan.
Evaluasi berfokus pada proses pengumpulan hasil yang dibutuhkan untuk
menetukan efektif tidaknya pelatihan. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan
merupakan suatu teknik pengukuran yang dapat mengetahui seberapa baik
rencana pelatihan mencapai tujuan yang diharapkan dari pelatihan tersebut.
Kegiatan evaluasi program pelatihan sebaiknya tidak hanya dilakukan
pada akhir kegiatan program namun harus dilakukan dari awal, dimulai dengan
persiapan program pelatihan, pelaksanaannya, dan hasil pelatihan. Saat
mengevaluasi program pelatihan terdapat beragam model evaluasi program yang
dapat dipilih. Evaluasi yang dilakukan dalam pelatihan meliputi:
1. Evaluasi penyelenggaraan pelatihan (proses pelatihan itu dilakukan).
2. Isi program pelatihan (terkait materi dalam pelatihan tersebut).
3. Dampak pelatihan terhadap peserta dan perusahaan (ketercapaian tujuan
pelatihan)(Hamid Cholili, 2024).
Evaluasi program pelatihan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Evaluasi formatif, sarana pengumpulan data dan informasi akan digunakan
sebagai dasar dalam memperbaiki kualitas pelatihan. (kritik dan saran saat
proses pelatihan dilakukan).
2. Evaluasi sumatif, sarana pengumpulan data dan informasi akan digunakan
sebagai dasar dalam pembuatan keputusan tentang keberlanjutan program
pelatihan. (dampak dari pelatihan tersebut bagi perusahaan/peserta).

3
B. Tujuan Evaluasi Pelatihan
Menurut Noe (2009) tujuan pelatihan adalah meningkatkan pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) maupun perilaku (attitude) agar para karyawan
dapat menjalankan fungsi dan tugas jabatannya secara optimal.
Namun, suatu pelatihan yang efektif tidak hanya dalam pelaksanaannya
tetapi juga dalam kemampuannya untuk mencapai tujuannya, yaitu
meningkatkan prestasi kerja peserta, yang dikatakan berhasil. Oleh karena itu,
pelaksana pelatihan berkewajiban untuk mengevaluasi setiap pelatihan tidak
hanya dalam hal bagaimana pelaksanaannya tetapi juga bagaimana pengaruhnya
terhadap kinerja. Tujuan evaluasi program pelatihan menurut Kirkpatrik (2006)
yaitu:
1. Untuk menetukan apakah program pelatihan dapat mencapai tujuan
pelatihan atau tidak.
2. Untuk mengetahui seberapa sukses (efektif dan efisien) suatu program
pelatihan.
3. Untuk mempelajari bagaimana meningkatkan program pelatihan berikutnya.
4. Untuk menetukan apakah program pelatihan dapat diperpanjang atau tidak
serta dapat menetukan kelebihan dan kekurangan program pelatihan
tersebut.
5. Menilai sejauh mana program pelatihan dapat berkontribusi pada tujuan
organisasi.
Selain itu secara umum tujuan evaluasi pelatihan adalah untuk:
1. Menganalisa informasi mengenai ketercapaian tujuan dalam jangka pendek
dan jangka panjang.
2. Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan pengaruhnya terhadap kinerja.
3. Mengetahui kemungkinan perbaikan dan sinkronisasi program pelatihan
sesuai dengan perkembangan situasi dalam organisasi.
4. Mengetahui reaksi peserta terhadap program pelatihan.
5. Mengetahui hasil pembelajaran peserta.
6. Mengantisipasi tindakan tertentu ketika diperlukan guna langkah-langkah
perbaikan.
7. Mengetahui oponi pemimpin dan bawahan peserta mengenai hasil pelatihan.

4
8. Mengetahui dampak hasil pelatihan bagi organisasi di tempat peserta
bekerja.

C. Fungsi Evaluasi Pelatihan


1. Fungsi Selektif, yaitu fungsi yang memiliki kemampuan untuk menyeleksi
kompetensi individu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Misalnya,
memutuskan seseorang dipekerjakan, diberhentikan, atau dipromosikan
untuk naik jabatan.
2. Fungsi Diagnostik, bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan seseorang dalam kompetensi tertentu. Misalnya untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan seorang karyawan dalam skill atau keahlian
tertentu yang telah ia pelajari.
3. Fungsi Penempatan, yaitu untuk menentukan posisi terbaik seseorang dalam
bidang tertentu. misalnya untuk menentukan posisi terbaik perusahaan bagi
seorang karyawan berdasarkan bidangnya.
4. Fungsi Pengukuran Keberhasilan. Dalam hal ini, evaluasi digunakan untuk
menilai tingkat keberhasilan suatu program, serta metode, sarana, dan
sasarannya (Hamid Cholili, 2024).

D. Tingkatan Evaluasi Pelatihan


Evaluasi pelatihan menurut Kirkpatrick yang merupakan seorang pakar
evaluasi pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (dalam Widyastuti
& Purwana, 2015) haruslah melewati empat tingkatan yakni:
1. Tingkatan reaksi, di mana evaluator mengukur reaksi atau respons peserta
pelatihan. Pengukuran dilakukan dengan melihat minat dan antusiasme serta
keaktivan peserta selama pelatihan berlangsung.
2. Tingkatan evaluasi belajar, di mana evaluator mengukur bagaimana
perubahan pengetahuan dan keterampilan bekerja karyawan setelah
mengikuti pelatihan.
3. Tingkatan perilaku, di mana evaluator mengukur sejauh mana perilaku
karyawan dalam bekerja bisa berdampak pada kinerjanya.

5
4. Tingkatan hasil, di mana evaluator mengukur hasil ketercapaian target dan
tujuan pelatihan. Hasil yang dimaksud bisa berbeda-beda tergantung sasaran
yang ingin dicapai melalui pelatihan. Misalnya meningkatnya prokdutivitas,
membaiknya komunikasi antar bagian, dan sebagainya.

E. Tahapan Implementasi Evaluasi Pelatihan


Evaluasi pelatihan merupakan salah satu bagian penting dari desain
pelatihan. Hal ini dikarenakan evaluasi dalam pelatihan dapat membantu untuk
memastikan bahwa pelatihan tersebut efektif dalam mencapai tujuannya serta
dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi atau perusahaan.
menurut Noe (2017) dalam bukunya "Employee Training and
Development", menjelaskan jika hasil yang cenderung digunakan dalam praktik
evaluasi pelatihan hanya berfokus pada hasil afektif dan kognitif. Nyatanya,
kedua aspek tersebut tidaklah cukup dan memiliki keterbatasan. Sehingga
diperlukan juga adanya pembelajaran dan transfer dalam pelatihan (Learning and
transfer of training).
Pembelajaran dan transfer dalam pelatihan umunya menjadi tujuan dari
program pelatihan. Hal dimaksudkan sebagai upaya agar peserta pelatihan
mendapatkan wawasan dan keterampilan kognitif untuk kemudian
menerapkannya dalam perilaku mereka di tempat kerja (Noe, 2017).
Transfer dalam pelatihan atau pemindahan hasil belajar yang terjadi
dengan baik dapat dilihat saat berlangsungnya pembelajaran dan adanya
perubahan yang positif pada hasil baik dari segi keterampilan, afektif, maupun
hasil lainnya yang dapat diobservasi.

6
Evaluasi yang menghasilkan proses transfer yang negatif menunjukkan
jika diperlukannya pemeriksaan terkait lingkungan belajar yang baik oleh pelatih
dan manajer selama program pelatihan diberikan, serta memastikan peserta
pelatihan termotivasi dan mampu belajar.
evaluasi dapat diterapkan melalui usaha-usaha seperti:
1. Mengevaluasi pelaksanaan pelatihan.
2. Mengevaluasi perubahan wawasan peserta (pre-test – post-test).
3. Evaluasi praktik hasil pelatihan terhadap pekerjaan.
4. Evaluasi perubahan perilaku peserta pelatihan.
Adapun implementasi tahapan evaluasi pelatihan terdiri dari:
1. Identifikasi tujuan evaluasi. Langkah pertama adalah mengidentifikasi tujuan
evaluasi. Tujuan evaluasi harus jelas dan spesifik, sehingga dapat mengarah-
kan evaluasi ke aspek-aspek yang perlu dinilai.
2. Pemilihan metode evaluasi. Pemilihan metode evaluasi yang tepat adalah hal
yang penting. Beberapa metode dalam proses evaluasi yang umum digunakan
antara lain kuesioner, wawancara, observasi dan tes.
3. Evaluasi ketiga sebagai tambahan informasi bagi pelatih dan pelaksana guna
pelatihan kedepan. Dalam implementasi evaluasi pelatihan, penting
untukmelibatkan semua pihak yang terlibat dalam pelatihan, baik itu peserta
pelatihan, instruktur, maupun manajer organisasi.

F. Model Evaluasi Program Pelatihan


1. Kirkpatrick’s Model
Model ini telah berfungsi sebagai desain pengorganisasian utama untuk
evaluasi pelatihan dalam organisasi selama lebih dari 30 tahun. Kirkpatrick
mengembangkan model evaluasi dengan menghasilkan sistem hirarki yang
menunjukkan keefektifan melalui empat kategori evaluasi, mulai dari reaksi
dasar peserta hingga pelatihan dan dampaknya terhadap organisasi: Reaksi,
Pembelajaran, Perilaku dan Hasil (Singh, 2013). Berikut beberapa kategori
evaluasi kirkpatrick:
a. Level 1 Reaction, Meliputi penilaian reaksi peserta pelatihan terhadap
program pelatihan, terutama penilaian tanggapan afektif terhadap kualitas

7
atau relevansi pelatihan. Hal ini telah dimasukkan oleh sebagian besar
organisasi ke dalam kuesioner evaluasi pelatihan atau "lembar bahagia"
yang sering digunakan.
b. Level 2 Learning, Ukuran pembelajaran lebih sulit untuk diukur dan terkait
dengan penentuan indikator kuantitatif dari pembelajaran yang telah
terjadi selama pelatihan.
c. Level 3 Behavior, Hasil perilaku adalah membahas sejauh mana
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pelatihan diterapkan
pada pekerjaan atau menghasilkan kinerja terkait pekerjaan yang luar
biasa.
d. Level 4 Output, Hasil yang dimaksudkan adalah untuk memberikan
beberapa ukuran dampak pelatihan terhadap tujuan dan sasaran organisasi
yang lebih luas (Alliger & Janak, 1989).
Setiap level dibangun di atas yang sebelumnya dan membutuhkan teknik
pengumpulan data yang lebih canggih. Level 1 dan 2 berhubungan dengan
nilai pelatihan bagi individu, sedangkan level 3 dan 4 mengukur nilai
pelatihan bagi organisasi (O'Toole, 2009). Bates (2004) menggaris bawahi
hal yang paling penting dari model ini untuk pemikiran dan praktik evaluasi
pelatihan, yaitu dengan memfokuskan evaluasi pelatihan pada hasil, dengan
menekankan pentingnya memeriksa berbagai ukuran keefektifan pelatihan,
serta pentingnya proses pembelajaran dalam keefektifan pelatihan, melalui
pembedaan antara pembelajaran (tingkat 2) dan perilaku (tingkat 3).
Kelebihan dari model Kirkpatrick adalah model pelatihan-evaluasi yang
paling banyak diterima dan digunakan, karena kesederhanaan, kejelasan, dan
kemudahan penerapannya. Sedangkan kekurangan dari model Kirkpatrick
adalah:
a. Empat tingkat evaluasi yang diusulkan mengarah pada visi yang terlalu
disederhanakan mengenai efektivitas pelatihan, terutama karena tidak
mempertimbangkan pengaruh konteks organisasi (Guerci, Bartezzaghi, &
Solari, 2010).

8
b. Berdasarkan pada hubungan kausal antara tingkat evaluasi. Menurut
model ini tidak mungkin mencapai hasil positif di tingkat atas jika hal ini
tidak terjadi di tingkat yang lebih rendah (Alliger & Janak, 1989).
c. Model tersebut mengabaikan kebutuhan evaluasi: dari semua pemangku
kepentingan lain yang terlibat dalam proses pelatihan (Guerci,
Bartezzaghi, & Solari, 2010).

2. Kaufman and Keller’s Model


Latar belakang dari model ini adalah dipelopori oleh Kaufman dan Keller
(1995) yang telah menyatakan bahwa empat level Kirkpatrick juga tidak
lengkap dan menyebabkan fokus yang terlalu sempit pada evaluasi pelatihan
saja (Watkins et al,. 1998). Secara khusus model tersebut gagal
memperhitungkan perkiraan penggunaan pada pekerjaan, kinerja organisasi
dan nilai dari hasil organisasi (Antos & Bruening, 2006). Watkins dkk. (1998)
menyarankan bahwa evaluasi harus dimulai dengan mengindentifikasi
dampak intervensi di luar organisasi dan baru setelah itu menganalisis
dampak intervensi terhadap organisasi dan kinerja individu.
Kategori evaluasi kaufman dan Keller (1995) sama seperti empat tingkat
dari model Kirkpatrick sambil menambahkan tingkat evaluasi kelima, yang
ditujukan untuk menentukan dampak sosial. Penambahan ini bertujuan untuk
memperluas model untuk mempertimbangkan konsekuensi internal dan
eksternal dari semua intervensi yang berkaitan dengan peningkatan kinerja
dan organisasi. Menurut para penulis ini, empat kategori evaluasi Kirkpatrick
kehilangan evaluasi tingkat-mega, karena meremehkan evaluasi dampak
sosial atau kegunaan dan ketersediaan sumber daya organisasi. Model
Kaufman dan Keller juga memberikan penekanan yang lebih proaktif pada
evaluasi berkelanjutan atau formatif dan tidak hanya mengandalkan data
sumatif sebagai panduan untuk meningkatkan pengajaran (Kaufman, Keller,
& Watkins, 1995). Dalam pengertian ini, Kaufman dan Keller menawarkan
empat aspek tambahan (Stokking, 1996, p. 172):
a. Kepuasan konsumen dan kontribusi masyarakat sebagai kriteria evaluasi
tambahan.

9
b. Evaluasi sebagai bagian dari proses pengkajian dan perencanaan
kebutuhan.
c. Identifikasi hasil dan konsekuensi yang diinginkan atau diharapkan
sebagai bagian dari hal yang sama.
d. Ketersediaan dan kualitas sumber daya serta efisiensi penggunaannya
sebagai kriteria tambahan.
Kaufman dan Keller selanjutnya menekankan perencanaan evaluasi untuk
mengantisipasi konsekuensi yang tidak diinginkan baik bagi organisasi
maupun masyarakat secara keseluruhan (Schankman, 2004).
Namun model ini memiliki kekurangan seperti terdapat ketidakjelasan
dalam beberapa aspek. seperti perbedaan antara kronologi kegiatan yang
diinginkan, aspek tingkat dan kepentingan, atau mengenai implementasi dan
model ini menawarkan alat manajemen yang lebih berguna untuk menilai
keberhasilan intervensi organisasi, namun hal itu gagal menjadi alat
diagnostik yang nyata bagi praktisi pelatihan yang tertarik untuk
meningkatkan transfer pelatihan ke tempat kerja.

3. CIRO Model
Model alternatif dan dikutip secara luas adalah model CIRO
(Contents/Contexts, Inputs, Reactions, and Outcomes) yang diusulkan oleh
Warr, Bird, dan Rackham (1970). Para penulis berpendapat bahwa sebelum
menilai reaksi dan hasil, konteks dan masukan harus dianalisis. Model CIRO
berfokus pada empat kriteria umum evaluasi:
a. Evaluasi konteks mengacu pada pengumpulan informasi tentang situasi
operasional atau ma- salah kinerja, untuk menentukan kebutuhan pela-
tihan dan menetapkan tujuan pembelajaran, ter- kait dengan budaya dan
iklim organisasi, dengan fokus pada konteks operasional saat ini. (Roark.
Kim, & Mupinga, 2006)
b. Evaluasi input melibatkan memperoleh dan menggunakan informasi
tentang kemungkinan sumber daya pelatihan untuk memilih di antara input
alternatif untuk intervensi pelatihan. Pada tingkat ini, evaluator
menentukan metode atau teknik pelatihan dan juga memutuskan metode

10
penyampaian yang terbaik, dengan mempertimbangkan rentang waktu,
sumber daya internal, tingkat dan kesalahan masukan atau sumber daya
keuangan yang tersedia (Beech & Leather, 2006).
c. Evaluasi reaksi mirip dengan tingkat reaksi Kirk- patrick, tetapi lebih
menekankan pada sugesti. Ini melibatkan proses memperoleh dan
menggunak- an informasi tentang kualitas pengalaman peserta pelatihan
untuk meningkatkan proses pelatihan, berdasarkan laporan individu atau
wawancara. Pandangan peserta dapat mengungkapkan infor- masi yang
sangat berguna jika dikumpulkan se- cara sistematis (Lee & Pershing,
2000).
d. Evaluasi hasil mirip dengan proses pemamajaran yang terlibat dalam
model Kirkpatrick. Ini melibatkan memperoleh dan menggunakan
informasi tentang hasil atau hasil dari program evaluasi. Level ini biasanya
merupakan bagian terpenting dari evaluasi, karena menentukan sejauh
mana tujuan pelatihan telah tercapai. Tingkat ini dinilai pada tiga tingkat
evaluasi hasil, sesuai dengan tiga tingkat pelatihan tujuan evaluasi segera
(perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, atau sikap peserta
pelatihan, sebelum kembali bekerja), evaluasi menengah (dampak
pelatihan pada kinerja pekerjaan dan pemindahan pembelajaran kembali
ke tempat kerja), dan evaluasi akhir (dampak pelatihan pada departe- men
atau organisasi kinerja) (Hogan, 2007).
Kelebihan dari model CIRO adalah fokusnya pada pengukuran sebelum
dan sesudah program pelatihan manajerial dan juga pertimbangan efektivitas
tujuan (konteks) dan peralatan pelatihan (input), yang menjadikannya bersifat
formatif (Tzeng, Chiang. & 0 Li. 2007). Sedangkan kekurangan dari model
CIRO adalah tidak mengukur perubahan perilaku, juga tidak menunjukkan
bagaimana pengukuran dilakukan, tidak mengukur nilai peran pengembangan
sumber daya manusia terhadap strategi organisasi dan kategori umum model
ini tidak memberikan informasi penting mengenai situasi pelatihan saat ini,
yang dapat mengarah pada peningkatan (Tzeng, Chiang, & Li, 2007).

11
G. Jenis Desain Evaluasi Program Pelatihan
Untuk memberikan penilaian terhadap hasil pelatihan maka kita perlu
melakukan identifikasi dan pemilihan evaluasi pelatihan. Identifikasi dilakukan
untuk melihat model evaluasi mana yang bisa kita gunakan dalam penilaian
pelatihan. Setelah melakukan identifikasi barulah kita memilih dan menetapkan
model evaluasi pelatihannya.
Adapun beberapa desain evaluasi program pelatihan:
1. Posttest, yaitu penilaian hanya dilakukan pada posttest saja namun dengan
grup pembanding (two group). Artinya pelaksana perlu untuk membuat dua
kelompok yaitu kelompok pembanding dan kelompok perlakuan, kemudian
evaluasi diberikan pasca perlakuan dan membandingkan hasil evaluasi
tersebut antara kelompok perlakuan dan kelompok pembanding.
Kelebihan jenis evaluasi ini yaitu:
a. Dapat membedakan beril pelatihan.
b. Hemat waktu pengambilan data.
c. Memiliki data pembanding antar grup.
Sedangkan untuk kelemahan jenis evaluasi ini yaitu:
a. Tidak memiliki data awal.
b. Tidak bisa mengetahui peningkatan hasil pelatihan.
c. Cost atau biaya yang dikeluarkan Ichih mahal.

2. Prestest-posttest, yaitu penilaian dilakukan pada pre-posttest tanpa ada grup


pembanding (one group). Artinya pelaksana hanya perlu membuat satu
kelompok dan tidak perlu membuat kelompok pembanding namun harus
melakukan dua kali evaluasi yaitu evaluasi pra perlakuan dan evaluasi pasca
perlakuan yang mana hasil data tersebut nantinya akan dibandingkan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui progres atau dampak dari pelatihan yang dibuat.
Kelebihan jenis evaluasi ini yaitu:
a. Hanya butuh satu grup.
b. Memiliki data progres peningkatan hasil pelatihan.
c. Cost lebih murah.
Sedangkan untuk kelemahan jenis evaluasi ini yaitu:

12
a. Tidak ada grup pembanding.
b. Proses pengambilan data lebih lama.
c. Tidak bisa mengetahui peningkatan hasil pelatihan.

3. Comparasi grup & pre-posttest, yaitu melakukan pre-post pada dua grup
(grup pelatihan dan grup pembanding). Artinya pelaksana perlu untuk
membuat duua kelompok yaitu kelompok pembanding dan kelompok
perlakuan kemudian melakukan dua kali evaluasi pada kedua kelompok
tersebut yaitu evaluasi pra-perlakuan dan evaluasi pasca-perlakuan. Dari hasil
data tersebut nantinya akan dilakukan perbandingan mengenai dampak
pelatihan terhadap peserta.
Kelebihan jenis evaluasi ini yaitu:
a. Data lebih lengkap.
b. Terdapat grup pembanding.
Sedangkan untuk kelemahan jenis evaluasi ini yaitu:
a. Cost/biaya yang dikeluarkan lebih mahal.
b. Waktu pengambilan data lebih lama.

H. Proses Evaluasi Pelatihan


Proses evaluasi pelatihan Purwanto dan Atwi Suparman (1999) menyebutkan
umumnya proses evaluasi program pelatihan terdapat 4 langkah yakni:
1. Penyusunan Desain Evaluasi. Langkah ini menjelaskan tentang kegiatan
menpersiapkan semua yang berkaitan dengan evaluasi, dimulai dengan
mengidentifikasi tujuan evaluasinya, model evaluasi yang akan digunakan,
informasi yang diinginkan serta metode dan teknik pengambilan datanya.
2. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data. Langkah berikutnya adalah
menentukan dan membuat instrumen yang akan digunakan untuk evaluasi.
Pembuatan instrumen ini harus memperhatikan tingkat validitas dan
reliabilitasnya. Jenis instrumen yang biasa digunakan yaitu tes, angket,
observasi, wawancara, atau evaluator itu sendiri sebagai instrumen yaitu
evaluator memberikan penilaian berdasarkan standart dari evaluator tersebut.
3. Pengumpulan Data, Analisis dan Judgement. Pada tahap ini pelaksana

13
diharuskan untuk terjun kelapangan untuk melakukan pengambilan data,
menganalisis data tersebut kemudian menginterpretasikan hasil dari data
tersebut. Pengambilan data tidak harus dengan menyebarkan intrumen ke
seluruh populasi namun dapat dibuat keterwakilan dengan menentukan
jumlah sample yang akan diambil datanya.Proses analisis data yang dilakukan
harus berdasar- kan rumus pengolahan data yang sudah disepakati dan
standart-standart yang berlaku. Untuk proses interpretasi yaitu dengan
mendeskripsikan hasil data kedalam bahasa yang mudah dipahami serta dapat
memberikan rekomendasi kepada penyelenggara pelatihan dan pihak lain
yang berkepentingan.
4. Menyusun Laporan Akhir Evaluasi. Proses penyusunan laporan akhir ini
merupakan tahap menyajikan hasil data evaluasi yang sudah dibahasakan
dengan mudah kedalam sistematika penulisan laporan yang sudah disekapati
bersama, sehingga gaya dan format penyampaian laporan harus disesuaikan
dengan penerima laporan. Laporan digunakan untuk menjawab sejauhmana
evaluasi pelatihan yang dilakukan dan bagaimana cara melaksanakan proses
pelatihan dari awal hingga akhir sehingga dapat improvisasi untuk pelatihan
selanjutnya.

I. Cost Benefit Analysis (CBA)


Cost benefit analysis (CBA) adalah proses membandingkan atau
menganalisis perkiraan biaya dan manfaat yang terkait dengan keputusan proyek
bisnis. Proses ini biasanya dilakukan untuk menentukan apakah implementasi
proyek masuk akal ditinjau dari perspektif bisnis. CBA melibatkan penghitungan
semua biaya proyek (total fixed cost) dan mengurangkan jumlah dari total
manfaat yang diharapkan dari bisnis. Jika manfaat yang diharapkan lebih besar
daripada biayanya, maka perusahaan dapat mengatakan bahwa keputusan proyek
bisnis baik untuk dibuat. Sebaliknya, jika biayanya lebih besar daripada
manfaatnya, maka perusahaan harus mengevaluasi keputusan atau proyek yang
ingin dilakukannya.
Berikut beberapa alasan pentingnya CBA:
1. Untuk memahami total pengeluaran pelatihan, baik langsung dan tidak

14
langsung.
2. Untuk membandingkan biaya program pelatihan alternatif.
3. Untuk mengevaluasi proporsi biaya yang digunak- an dalam pengembangan
pelatihan, administrasi dan evaluasi.
4. Untuk pengendalian biaya.
5. Untuk membandingkan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan hasil yang
ingin didapat.
Adapun juga beberapa manfaat CBA:
1. Penggunaan sumber daya ekonomi organisasi secara efektif. Alhasil,
kekuatan finansial perusahaan akan semakin sejahtera.
2. Penggunaan anggaran menjadi lebih selaras dengan hasil kebijakan.
3. Membantu pengambilan keputusan yang baik antara pemerintahan dan
sumber pendanaan.
4. Analisis biaya dapat langsung diketahui dari besaran nominal uang yang
digunakan.
5. Membuat keputusan politik yang lebih objektif, indepen- den dari semua
kepentingan, seperti opini dan politik.
6. Karena berbasis data, CBA bisa menjadi alat terbaik un- tuk mendukung
program pelatihan karyawan.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Evaluasi pelatihan merupakan proses penting dalam pengembangan sumber
daya manusia di berbagai organisasi. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai
efektivitas pelatihan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seperti
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta. Metode evaluasi
pelatihan dapat beragam, mulai dari survei peserta, tes pengetahuan, observasi,
hingga analisis hasil kinerja pasca-pelatihan. Melalui evaluasi ini, perusahaan
dapat mengetahui sejauh mana investasi yang dilakukan dalam pelatihan
memberikan nilai tambah bagi organisasi.
Evaluasi mencakup banyak aspek seperti: Tingkatan Evaluasi, Tahapan
Implementasi Evaluasi, Berbagai Model dan Desain Evaluasi, Proses Evaluasi
serta evaluasi biaya atau disebut dengan Cost Benefit Analysis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alliger, G. M., & Janak, E. A. (1989). Kirkpatrick's levels of training criteria:


Thirty years later. Personnel Psychology, 42(2), 331-342.
https://doi.org/10.1111/j.1744-6570.1989.tb00661.x
Beech, B., & Leather, P. (2006). Workplace violence in the health care sector: A
review of staff training and integration of training evaluation models.
Aggression and Violent Behavior, 11(1), 27-43.
https://doi.org/10.1016/j.avb.2005.05.004
Guerci, M.; Bartezzaghi, E.; Solari, L. Training evaluation in Italian corporate
universities: A stakeholder-based analysis. Int. J. Train. Dev. 2010, 14, 291-
308.
Hamid Cholili, A. (2024). DESAIN PELATIHAN: Seni Menciptakan Pelatihan
yang Berkualitas (A. Muiz LD (ed.)). Penerbit Kota Tua.

Hogan, R. (2007). Personality and the Fate of Organizations (1st ed.). Psychology
Press. https://doi.org/10.4324/9781315089904
Kaufman, R., Keller, J., & Watkins, R. (1995). What Works and What Doesn't:
Evaluation beyond Kirkpatrick. Performance and Instruction, 35, 8-12.
Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. D. (2006). Evaluating Training Programs: The
Four Levels (3rd ed.). San Francisco, CA: Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. D. (2006). Evaluating training programs: The
four levels (4th ed.). San Francisco: Berrett-Koehler Publishers.
Lee, S.H., & Pershing, J.A. (2000). Evaluation of corporate training programs:
Perspectives and issues for further research. Performance Improvement
Quarterly, 13(3), 244-260.
Noe, R. (2009). Strategic training. Employee Training & Development, c, 33–76.
Noe, R.A. (2009). Employee Training and Development. The McGraw-Hill
Companies, Inc: New York.
Roark, S., Kim, M., & Mupinga, M. (2006). An Exploratory Study of the Extent to
Which Medium-Sized Organizations Evaluate Training Programs. Journal of
Business and Training Education, 15, 15-20.

17
Schankman, L. (2004). Holistic Evaluation of an Academic Online Program
Mansfield University.
Stokking, K. M. (1996). Levels of evaluation: Kirkpatrick, Kaufman and Keller,
and beyond. Human Resource Development Quarterly, 7(2).
Watkins, R., Leigh, D., Foshay, R. et al. Kirkpatrick plus: Evaluation and
continuous improvement with a community focus. ETR&D 46, 90-96 (1998).
https://doi.org/10.1007/BF02299676
Widyastuti, U. & Purwana, D. (2015). EVALUASI PELATIHAN (TRAINING)
LEVEL II BERDASARKAN TEORI THE FOUR LEVELS KIRKPATRICK.
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 3(2), 119-128. DOI: https://doi.
org/10.21009/JPEB.003.2.1

18

Anda mungkin juga menyukai