Disusun Oleh :
SOSIOLOGI AGAMA
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Masalah Sosial
Keagamaan Masyarakat Urban”.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
darisegi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik yang membangun agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami
sendiri juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini. Amin amin Ya Rabbal `Alamin.
Wassalamu`alaikum Wr,Wb
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Masalah...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Kesimpulan................................................................................................10
B. Saran..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara teoretis, kegiatan pembangunan nasional suatu bangsa yang menjadi bagian
tak terpisahkan dari perkembangan internasional akan menumbuhkan apa yang lazim disebut
dengan global governance. Oleh karena itu, persoalan-persoalan ekonomi dan politik semakin
sukar dipecahkan dalam bingkai negara-bangsa (nation-state). Persoalan-persoalan ekonomi
dan politik yang dihadapi oleh suatu negara bukan hanya milik atau menjadi beban
tanggungan negara itu sendiri, tetapi juga menjadi bagian dari persoalanpersoalan ekonomi
dan politik negara-negara lain. Persoalan-persoalan tersebut menjadi bersifat internasional
atau berskala global, meskipun tumbuh dan berkembang di tingkat local.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
Mayarakat Urban adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan manusia lain
dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan
membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu
sendiri dapat diidentifikasi sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai
dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu
rasa identitas bersama.Pada kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan
antara masyarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat
desa. Perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat
gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya
hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan
urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi disebut dengan
perkotaan.
1. Kehidupan keagamaan berkurang, karena cara berpikir yang rasional dan cenderung
sekuler.
2. Sikap mandiri yang kuat dan tidak terlalu tergantung pada orang lain sehingga cenderung
individualis
3. Pembagian kerja sangat jelas dan tegas berdasarkan tingkat kemampuan atau keahlian
4. Hubungan natar individu bersifat formal dan interaksi anatar warga berdasarkan
kepentingan
Permasalahan pokok yang dihadapi masyarakat urban setidaknya bisa dilihat dalam
tiga dimensi. Pertama, situasi kesejahteraan. Kedua, situasi sosial budaya yang makin
kehilangan identitasnya. Ketiga, terjadinya krisis pergeseran nilai-nilai.
Faktor-faktor yang menyebabkan urbanisasi mejadi tidak sehat, yaitu Pertama, karena
arus urbanisasi cukup pesat, lapangan pekerjaan dan jumlah para urban tidak sesuai, sehingga
menimbulkan pengangguran. Kedua, ditambah dengan para urban yang datang berbondong-
bondong tanpa membawa skill yang dibutuhkan. Ketiga, dari penambahan dan penumpukan
pengangguran ini, menimbulkan pemukiman liar. Para urban yang tinggal di kota tidak
mampu hidup dan menetap di lokasi pemukiman kota karena faktor biaya hidup atau biaya
kos-kosan yang cukup tinggi, sedangkan mereka belum memiliki pendapatan atau bahkan
pendapatan mereka hanya cukup untuk makan saja. Selain itu, banyak penduduk miskin
pedesaan yang bermigrasi ke perkotaan hanya untuk mengubah status mereka menjadi
penduduk miskin perkotaan tanpa melakukan upaya peningkatan yang berarti pada
kesejahteraan mereka.1
Realitas kehidupan masyarakat urban menjadi persoalan yang dilematis. Di satu sisi,
pemerintah kota bertanggung jawab atas warganya dalam persoalan kesejahteraan. Tetapi di
sisi lain, ternyata Pemerintah kota tidak mampu untuk menampung kebutuhan kerja para
urban tersebut.
Bahkan lebih dari itu, kehidupan masyarakat urban lebih bersifat hedonis, seperti:
gemar minum-minuman keras, berjudi dan melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dalam
kaitan itu, urbanisasi harus dilihat sebagai akibat dari kejahatan sistem yang melahirkan
kemiskinan kronis dan struktural. Efek dari kemiskinan tersebut akan memupuk pola
kekerasan dalam upaya mempertahankan hidup dengan berbagai cara, sehingga dalam kultur
kemiskinan tersebut frekuensi kekerasan dan kejahatan akan meningkat.2
Salah satu fenomena sosial yang menarik untuk dicermati semenjak atmosfer
modernisasi menyentuh ruang dinamika dan gerak kehidupan sosial munculnya kehidupan
kota sebagai kekuatan “sentripetal” yang mampu “menyihir” orang-orang desa (khususnya
kaum muda) untuk berbondong-bondong menjadi kaum urban. Kota-kota besar telah menjadi
pusat dinamika sosial-budaya baru yang menumbuhkan struktur demografi kota dengan pola
dan gaya hidupnya yang khas: materialistik, hedonistik, konsumtif, dan pragmatis.
Akibatnya, cara hidup pragmatis, instan, potong kompas dan kedangkalan dalam menjalani
proses kehidupan menjadi sah sebagai jalan hidup dalam menggapai sesuatu. Sangat
beralasan jika pada akhirnya manusia urban makin mudah menjadi “makhluk-makhluk
pengeluh” sebagaimana halnya masyarakat urban.
Hal yang sangat kontras jika dibandingkan dengan citra orang-orang desa yang akrab
dengan sikap nerima, pasrah, lugu, dan cenderung menghindari konflik. Seiring dengan itu,
pola-pola konflik baru pun bermunculan sebagai imbas dari merebaknya pertentangan-
pertentangan kepentingan sebagai kelanjutan dari heterogenitas populasi kota. Kota-kota
yang membangkitkan kekuatan “sentripetal” itu makin lama makin berubah menjadi suatu
sistem yang keberatan beban (overloaded system). Sehingga meningkatlah titik-titik friksi
serta sumber-sumber frustasi. Tempo hidup yang makin meningkat membuat orang kota
senantiasa dililit kesibukan dan berpacu melawan sang waktu.
Kaum urban yang sebelumnya akrab dengan nilai-nilai kerukunan dan kesantunan
hidup telah mengalami proses “metamorfosis” budaya yang “kehilangan” sejarah dan masa
2
Alan Gilbert dan Josef Gugler, Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1996), 174.
lalunya. Perubahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat urban mengakibatkan
pergeseran pula pada implementasi nilai-nilai agama. Agama hanya dijadikan sebagai
simbol-simbol identitas diri. Pola perilaku mereka lebih cenderung pada pembentukan imitasi
diri.
Pertama, sekularisasi dalam kehidupan agama, yang secara sosiologis ini terbagi
menjadi dua: 1) ekstrem, yaitu cara pandang hidup atau ideology yang mencita-citakan
otonomi nilai duniawi yang terlepas dari campur tangan Tuhan dan pengaruh agama.
Pandangan yang ateistik ini jelas sangat bertentangan dengan kenyataan historis dalam semua
agama. 2) moderat, pandangan hidup atau ideologi yang mencita-citakan otonomi nilai-nilai
duniawi dengan mengikutsertakan Tuhan dan agama.
Keempat, agama hanya sekedar sebagai alat instrument kehidupan serta alat legitimasi
dari apa yang diperbuat. Dalam wacana politis, hal ini sangat efektif sebagai pengokoh status
quo. Agama menjadi alat justifikasi kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga banyak
bermunculan organisasi sekuler yang diberi label keagamaan.
Ketujuh, sektor-sektor umum yang dominan seperti industri, politik, hokum telah
dilepaskan dari dominasi tujuan-tujuan agama yang sedemikian rupa sehingga mampu
memahami dunia yang spasial dan tidak establish. Maka ada keterkaitan yang penting antara
perubahan structural yang diabaikan oleh produksi kapitalis dan kekosongan empiris
kepercayaan moral yang menjadi kian tak menetap.3
Cara kita untuk mengurangi atau mengatasi permasalahan sosial keagamaan masyarakat
urban, yaitu :
BAB III
PENUTUPAN
3
Anas, Ahmad, 2006, Paradigma Dakwah Kontemporer, Semarang: Pustaka Rizki Putra. 219-220
A. Kesimpulan
Mayarakat Urban adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan manusia lain
dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan
membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu
sendiri dapat diidentifikasi sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai
dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu
rasa identitas bersama.Pada kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan
antara masyarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat
desa. Perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat
gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya
hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan
urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi disebut dengan
perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2006.
Bintoro, R. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Rineka Cipta. 1990.
Gilbert, Alan dan Gugler, Josef. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta:
Tiara Wacana. 1996.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2002.