Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PROBLEMATIKA SOSIAL KEAGAMAAN

“MASALAH SOSIAL KEAGAMAAN MASYARAKAT URBAN”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Problematika Sosial Keagamaan

Dosen pengampu : Dr. Mhd. Syahminan, M. Ag

Disusun Oleh :

Ilham Assaukhan (0604182042)

Ninda Lestari Nasution (0604183059)

Raden Haitami Abduh (0604183049)

Prodi/Semester: Sosiologi Agama1/VII

SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Masalah Sosial
Keagamaan Masyarakat Urban”.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
darisegi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik yang membangun agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami
sendiri juga mahasiswa yang sedang menempuh materi ini. Amin amin Ya Rabbal `Alamin.

Wassalamu`alaikum Wr,Wb

Medan, 10 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan Masalah...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Pengertian Masyarakat Urban......................................................................3

B. Ciri-Ciri Masyarakat Urban.........................................................................4

C. Permasalahan Sosial Keagamaan Masyarakat Urban..................................5

D. Cara Keberagamaan Masyarakat Kota...........................................................

E. Solusi Menghadapai Masalah Sosial Keagamaan Masyarakat Urban.........8

BAB III PENUTUP...............................................................................................10

A. Kesimpulan................................................................................................10

B. Saran..........................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara teoretis, kegiatan pembangunan nasional suatu bangsa yang menjadi bagian
tak terpisahkan dari perkembangan internasional akan menumbuhkan apa yang lazim disebut
dengan global governance. Oleh karena itu, persoalan-persoalan ekonomi dan politik semakin
sukar dipecahkan dalam bingkai negara-bangsa (nation-state). Persoalan-persoalan ekonomi
dan politik yang dihadapi oleh suatu negara bukan hanya milik atau menjadi beban
tanggungan negara itu sendiri, tetapi juga menjadi bagian dari persoalanpersoalan ekonomi
dan politik negara-negara lain. Persoalan-persoalan tersebut menjadi bersifat internasional
atau berskala global, meskipun tumbuh dan berkembang di tingkat local.

Kenyataan yang menandai perkembangan kota-kota besar di negara sedang


berkembang adalah mereka cenderung berkembang secara luar biasa. Tetapi ironisnya,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi kurang memberikan kesempatan kerja bagi
penduduk yang bertambah cepat di kota itu (over urbanization). Seperti dikatakan Mc. Gee,
bahwa kota yang tumbuh menjadi metropolis dan semakin gigantis, ternyata disaat yang sama
harus berhadapan dengan masalah keterbatasan biaya pembangunan dan kemampuan kota
untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum migran yang berbondong-bondong
memasuki berbagai kota besar. Diberbagai kota besar, kesempatan kerja yang tersedia
biasanya lebih banyak di sektor formal dan jasa yang menuntut prasyarat pendidikan tinggi.
Padahal ciriciri para migran yang melakukan urbanisasi ke kota besar umumnya adalah
berpendidikan rendah, relatif tua, dan sudah berkeluarga. Sehingga menimbulkan arus
urbanisasi yang tidak sehat.

Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah pemukiman kumuh di perkotaan,


penurunan kualitas lingkungan hidup, penurunan kualitas pelayanan infra-struktur perkotaan
yang mendasar, dan makin terbatasnya kesempatan kerja. Perbaikan lingkungan dan fasilitas
umum bagi penduduk miskin perkotaan tidaklah mudah, hal ini karena potensi mereka yang
rendah.

Problematika urbanisasi merupakan persoalan struktural yang saling terkait dengan


persoalan sosial lainnya. Sehingga terjadi Perubahan-perubahan terhadap pola keberagamaan
dan sosial-budaya, mengapa sampai terjadi pola perubahan yang begitu cepat tersebut dan
sekaligus terkesan lamban dalam proses pengendaliannya. Disamping didasari pula oleh
pertimbangan bahwa selama ini masyarakat urban sangat identik dengan perubahan yang
bersifat sinergis dan meloncat, sehingga tidak sedikit fenomena-fenomena baru yang hadir
dalam kehidupan masyarakat urban, khususnya dalam kaitannya dengan perubahan pola
keberagamaan, sosial dan budaya. Sehingga berimplikasi pula terhadap pola pengembangan
masyarakat yang harus dilakukan dalam mengimbangi perubahan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1. Apa itu Pengertian Masyarakat Urban?

2. Apa ciri-ciri masyarakat urban?

3. Bagaimana permasalahan sosial kegamaan dalam masyarakat urban?

4. Bagaimana cara keberagamaan masyarakat kota?

5. Bagaimana cara menghadapi masalah sosial keagamaan masyarakat urban?

C. Tujuan Masalah

Tujuan masalah dari pembahasan makalah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat urban .

2. Untuk mengetahui ciri-ciri masyarakat urban.

3. Untuk mengetahui permasalahan sosial keagamaan masyarakat urban .

4. Untuk mengetahui keberagamaan masyarakat kota.

5. Untuk mengetahui cara menghadapi masalah sosial keagamaan masyarakat urban.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Urban

Mayarakat Urban adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan manusia lain
dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan
membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu
sendiri dapat diidentifikasi sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai
dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu
rasa identitas bersama.Pada kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan
antara masyarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat
desa. Perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat
gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya
hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan
urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi disebut dengan
perkotaan.

Masyarakat urban adalah masyarakat yang jumlah penduduknya tidak menentu.


Urban yaitu suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern yang
menyerupai ciri-ciri kota atau menuju ke arah kota. Kata “perkotaan” atau urban secara
sederhana adalah sesuatu yang berkaitan dengan kelompok masyarakat di daerah perkotaan,
terutama yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, baik dari kalangan akademisi,
eksekutif, birokrat dimana mereka memiliki tradisi berpikir rasional dan berdomisili di kota.

B. Ciri-Ciri Masyarakat Urban

Ciri-ciri masyarakat urban, yaitu sebagai berikut :

1. Kehidupan keagamaan berkurang, karena cara berpikir yang rasional dan cenderung
sekuler.

2. Sikap mandiri yang kuat dan tidak terlalu tergantung pada orang lain sehingga cenderung
individualis

3. Pembagian kerja sangat jelas dan tegas berdasarkan tingkat kemampuan atau keahlian
4. Hubungan natar individu bersifat formal dan interaksi anatar warga berdasarkan
kepentingan

5. Sangat menghargai waktu sehingga perlu adanya perencanaan yang matang

6. Masyarakat cenderung terbuka terhadap perubahan di daerah tertentu

7. Kehidupan bersifat non agraris dan menuju kepada spesialisasi keterampilan

8. Mobilitas sosialnya sangat tinggi karena penduduknya bersifat dinamis, memanfaatkan


waktu dan kesempatan, kreatif dan inovatif

C. Masalah Sosial Keagamaan Masyarakat Urban

Permasalahan pokok yang dihadapi masyarakat urban setidaknya bisa dilihat dalam
tiga dimensi. Pertama, situasi kesejahteraan. Kedua, situasi sosial budaya yang makin
kehilangan identitasnya. Ketiga, terjadinya krisis pergeseran nilai-nilai.

Faktor-faktor yang menyebabkan urbanisasi mejadi tidak sehat, yaitu Pertama, karena
arus urbanisasi cukup pesat, lapangan pekerjaan dan jumlah para urban tidak sesuai, sehingga
menimbulkan pengangguran. Kedua, ditambah dengan para urban yang datang berbondong-
bondong tanpa membawa skill yang dibutuhkan. Ketiga, dari penambahan dan penumpukan
pengangguran ini, menimbulkan pemukiman liar. Para urban yang tinggal di kota tidak
mampu hidup dan menetap di lokasi pemukiman kota karena faktor biaya hidup atau biaya
kos-kosan yang cukup tinggi, sedangkan mereka belum memiliki pendapatan atau bahkan
pendapatan mereka hanya cukup untuk makan saja. Selain itu, banyak penduduk miskin
pedesaan yang bermigrasi ke perkotaan hanya untuk mengubah status mereka menjadi
penduduk miskin perkotaan tanpa melakukan upaya peningkatan yang berarti pada
kesejahteraan mereka.1

Realitas kehidupan masyarakat urban menjadi persoalan yang dilematis. Di satu sisi,
pemerintah kota bertanggung jawab atas warganya dalam persoalan kesejahteraan. Tetapi di
sisi lain, ternyata Pemerintah kota tidak mampu untuk menampung kebutuhan kerja para
urban tersebut.

Di bidang kependudukan, urbanisasi telah mendorong terjadinya pengangguran dan


kemiskinan kota. Situasi kemiskinan memunculkan sekelompok gelandangan, pengemis,
1
Prijono Tjiptoherijanto, Migrasi Urbanisasi dan Pasar Kerja Indonesia (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1997), 66.
anak jalanan, dan bahkan sampai pada tindakan kriminal yang terorganisir. Berbagai bentuk
“profesi” tersebut adalah sebagai upaya survival masyarakat urban yang semakin kehilangan
pilihan hidupnya. Mereka berusaha untuk berjalan dalam pergerakan ekonomi kota. Hingga
sketsa budaya kaum kapitalis menjelma dalam pola kehidupan mereka.

Bahkan lebih dari itu, kehidupan masyarakat urban lebih bersifat hedonis, seperti:
gemar minum-minuman keras, berjudi dan melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dalam
kaitan itu, urbanisasi harus dilihat sebagai akibat dari kejahatan sistem yang melahirkan
kemiskinan kronis dan struktural. Efek dari kemiskinan tersebut akan memupuk pola
kekerasan dalam upaya mempertahankan hidup dengan berbagai cara, sehingga dalam kultur
kemiskinan tersebut frekuensi kekerasan dan kejahatan akan meningkat.2

Salah satu fenomena sosial yang menarik untuk dicermati semenjak atmosfer
modernisasi menyentuh ruang dinamika dan gerak kehidupan sosial munculnya kehidupan
kota sebagai kekuatan “sentripetal” yang mampu “menyihir” orang-orang desa (khususnya
kaum muda) untuk berbondong-bondong menjadi kaum urban. Kota-kota besar telah menjadi
pusat dinamika sosial-budaya baru yang menumbuhkan struktur demografi kota dengan pola
dan gaya hidupnya yang khas: materialistik, hedonistik, konsumtif, dan pragmatis.
Akibatnya, cara hidup pragmatis, instan, potong kompas dan kedangkalan dalam menjalani
proses kehidupan menjadi sah sebagai jalan hidup dalam menggapai sesuatu. Sangat
beralasan jika pada akhirnya manusia urban makin mudah menjadi “makhluk-makhluk
pengeluh” sebagaimana halnya masyarakat urban.

Hal yang sangat kontras jika dibandingkan dengan citra orang-orang desa yang akrab
dengan sikap nerima, pasrah, lugu, dan cenderung menghindari konflik. Seiring dengan itu,
pola-pola konflik baru pun bermunculan sebagai imbas dari merebaknya pertentangan-
pertentangan kepentingan sebagai kelanjutan dari heterogenitas populasi kota. Kota-kota
yang membangkitkan kekuatan “sentripetal” itu makin lama makin berubah menjadi suatu
sistem yang keberatan beban (overloaded system). Sehingga meningkatlah titik-titik friksi
serta sumber-sumber frustasi. Tempo hidup yang makin meningkat membuat orang kota
senantiasa dililit kesibukan dan berpacu melawan sang waktu.

Kaum urban yang sebelumnya akrab dengan nilai-nilai kerukunan dan kesantunan
hidup telah mengalami proses “metamorfosis” budaya yang “kehilangan” sejarah dan masa

2
Alan Gilbert dan Josef Gugler, Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1996), 174.
lalunya. Perubahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat urban mengakibatkan
pergeseran pula pada implementasi nilai-nilai agama. Agama hanya dijadikan sebagai
simbol-simbol identitas diri. Pola perilaku mereka lebih cenderung pada pembentukan imitasi
diri.

D. Cara Kebaragamaan Masyarakat Kota

Cara keberagamaan masyarakat kota bisa dilihat dari:

Pertama, sekularisasi dalam kehidupan agama, yang secara sosiologis ini terbagi
menjadi dua: 1) ekstrem, yaitu cara pandang hidup atau ideology yang mencita-citakan
otonomi nilai duniawi yang terlepas dari campur tangan Tuhan dan pengaruh agama.
Pandangan yang ateistik ini jelas sangat bertentangan dengan kenyataan historis dalam semua
agama. 2) moderat, pandangan hidup atau ideologi yang mencita-citakan otonomi nilai-nilai
duniawi dengan mengikutsertakan Tuhan dan agama.

Kedua, pemahaman atau persepsi keagamaan masyarakat telah megalami pergeseran


bahkan perubahan. Pada masyarakat agraris agama dipahami sebagai sumber moral, etika dan
norma hidup serta menjadi motif dari seluruh gerak, namun sekarang sumber dan motif itu
telah dikacaukan orang lain (modernism-industrialis). Apabila masa lalu agama benar-benar
sacral, penuh kehidmatan serta memiliki nilai kesucian yang tinggi, saat ini terasa hambar,
misalnya: pergi melaksanakan shalat di masjid, dulu dan sekarang berbeda, saat ini nilai
kekudusan mulai pudar.

Ketiga, nilai-nilai transenden dan moralitas banyak diremehkan orang. Sehingga


seorang agamawan dalam status sosialnya mengalami pergeseran. Dulu memiliki charisma
dan status tinggi, sekarang telah diduduki oleh klas borjuis baik karena jabatan maupun
materi.

Keempat, agama hanya sekedar sebagai alat instrument kehidupan serta alat legitimasi
dari apa yang diperbuat. Dalam wacana politis, hal ini sangat efektif sebagai pengokoh status
quo. Agama menjadi alat justifikasi kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga banyak
bermunculan organisasi sekuler yang diberi label keagamaan.

Kelima, dalam menghadapi problematika kehidupan, agama tidak memiliki peranan


langsung sebagai alat memecahkan masalah, malah kadang tidak tampil sama sekali, ia
dijadikan privat bisnis. Mungkin dalam masyarakat religious ia menjadi pusat aktivitas, dari
dalam masyarakat perkotaan hanya berfungsi sebagai sub kecil saja. Sehingga fungsi social
para agamawan hanya sebagai suplemen.

Keenam, otoritas agama melemah, lembaga-lembaga keagamaan hanya diminati oleh


sebagian kecil masyarakatnya. Tesis Weber menunjukkan bahwa satu-satunya kelompok
dalam masyarakat yang merupakan pendukung kesalehan etis adalah kelompok perkotaan
tertentu yang hanya ada dikalangan klas bawah dan menengah.

Ketujuh, sektor-sektor umum yang dominan seperti industri, politik, hokum telah
dilepaskan dari dominasi tujuan-tujuan agama yang sedemikian rupa sehingga mampu
memahami dunia yang spasial dan tidak establish. Maka ada keterkaitan yang penting antara
perubahan structural yang diabaikan oleh produksi kapitalis dan kekosongan empiris
kepercayaan moral yang menjadi kian tak menetap.3

E. Cara Menghadapi Permasalahan Sosial Keagamaan Masyarakat Urban

Cara kita untuk mengurangi atau mengatasi permasalahan sosial keagamaan masyarakat
urban, yaitu :

1. Memperbaiki Perekonomian Masyarakat

2. Memperbaiki Sarana Beribadah

3. Memperbanyak Wadah Atau Lembaga Yang Menangani Kegiatan Keagamaan

4. Menanamkan Nilai-Nilai Agama Dan Moral Kepada Anak-Anak Sejak Dini

5. Meningkatkan Pendidikan Sehingga Generasi Selanjutnya Memiliki Potensi Serta


Skillyang Sangat Baik.

BAB III

PENUTUPAN

3
Anas, Ahmad, 2006, Paradigma Dakwah Kontemporer, Semarang: Pustaka Rizki Putra. 219-220
A. Kesimpulan

Mayarakat Urban adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan manusia lain
dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan
membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu
sendiri dapat diidentifikasi sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai
dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu
rasa identitas bersama.Pada kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan
antara masyarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat
desa. Perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat
gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya
hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan
urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi disebut dengan
perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2006.
Bintoro, R. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Rineka Cipta. 1990.

Gilbert, Alan dan Gugler, Josef. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta:
Tiara Wacana. 1996.

Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2002.

Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. 1985.

Prijono Tjiptoherijanto. Migrasi Urbanisasi dan Pasar Kerja Indonesia.Jakarta: Universitas


Indonesia Press. 1997.

Anda mungkin juga menyukai