UNIVERSITAS TRISAKTI
Diajukan oleh:
MAGISTER AKUNTANSI
JAKARTA
2024
Pengertian
Pada suatu organisasi sektor publik maupun swasta memiliki tujuan organisasi
yang menjadi target pencapaian setiap tahunnya. Dalam sektor publik, suatu instansi
telah menetapkan rencana strategis yang akan dicapai dalam 5 tahun, kemudian
diperkecil dengan disusunnya rencana kerja tahunan untuk mencapai tujuan strategis.
Untuk menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan, maka organisasi menyusun
Critical Success Factor (CFS) dalam membantu menciptakan dasar yang kuat agar
tujuan dapat tercapai tepat waktu.
Definisi CFS menurut Boynlon et. al. (2016) yaitu hal-hal yang harus berjalan
dengan baik untuk memastikan keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan. CSF
mewakili area manajerial yang harus mendapatkan perhatian khusus dan terus
menerus agar menghasilkan kinerja yang tinggi. Jadi CSF berisi dari isu-isu yang
penting bagi aktivitas operasi organisasi saat ini dan kesuksesan di masa depan. Untuk
mengidentifikasi semua jenis kemungkinan CFS, maka perlu dilakukan pendekatan
dengan memperhatikan aspek industri, lingkungan, strategi dan waktu.
CSF yaitu istilah manajemen yang mengacu pada elemen yang diperlukan untuk
sebuah organisasi atau proyek untuk memenuhi misinya. Pengertian lain dari CSF
adalah kumpulan analisa dari banyak proses-proses penentu keberhasilan. Analisis
SWOT dapat menjadi alat untuk menetapkan faktor penentu keberhasilan suatu strategi
setelah strategi tersebut dilaksanakan oleh organisasi.
Faktor penentu keberhasilan strategi ada empat: (1) Tujuan yang sederhana,
konsisten dan jangka panjang; (2) Pemahaman yang memadai tentang lingkungan
kompetitif; (3) Penilaian sumberdaya yang objektif; (4) Implementasi efektif.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perubahan menjadi kata kunci perlunya manajemen
strategi diterapkan dalam organisasi publik atau pemerintahan.
Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat diajukan sebagai bukti pentingnya
manajemen strategi dalam lingkungan pemerintahan adalah Keputusan Presiden No. 3
Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government
dengan demikian hal ini dapat dijadikan contoh konkret dalam memaknai peran
manajemen strategi dalam pelaksanaan pemerintahan. Dalam surat Keputusan
Presiden tersebut ditegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi pengembangan
E-Government dalam rangka tersedianya jaringan informasi dan transaksi pelayanan
publik yang berkualitas, memuaskan dan merata. Dari ungkapan ini Terdapat nilai-nilai
yang hendak dicapai melalui strategi yang ditetapkan tersebut. Bahwa bagi organisasi
pemerintah, nilai-nilai tersebut dimaknai sebagai bentuk pelayanan yang berkualitas,
memuaskan dan merata
● Culture
● Organizational Structure
● External Environment
● Consultant
Dalam faktor ini yang menjadi fokus perhatian adalah bagaimana entitas di dalam
sangat penting karena pengetahuan yang mumpuni terhadap manajemen risiko dapat
respons terhadap paparan risiko, sehingga dapat ditentukan tindakan yang tepat untuk
tersebut.
Dalam faktor ini dicari informasi mengenai bagaimana komitmen manajemen pimpinan
Merupakan critical success factor yang paling utama. Dalam CSF ini ditanyakan
mengenai peranan pimpinan serta bagaimana bentuk komitmen dari pimpinan tersebut.
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa ternyata pimpinan merupakan faktor
yang paling penting dalam penerapan manajemen risiko. Selain itu diperlukan adanya
IKU (Indikator Kinerja Utama) terkait manajemen risiko sebagai bentuk komitmen
pimpinan.
CSF 3: CULTURE
Dalam faktor ini digali informasi mengenai bagaimana nilai serta kebiasaan yang ada di
Kementerian Keuangan saat diterapkannya manajemen risiko
Dalam CSF ini ditanyakan mengenai bentuk dari budaya manajemen risiko. Budaya
merupakan efek dari kebiasaan, dimana dari hasil wawancara diketahui bahwa saat ini
manajemen risiko telah menjadi budaya dalam proses bisnis Kementerian Keuangan
sebagai contoh adanya kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh pegawai.
Yang menjadi fokus dalam faktor ini adalah perlu atau tidak struktur organisasi
Dalam CSF ini ditanyakan mengenai struktur organisasi yang diperlukan apabila ingin
khusus menangani mengenai manajemen risiko. Hal ini diperlukan karena dalam
Dalam CSF ini ditanyakan mengenai bagaimana bentuk monitoring risiko dan
bagaimana evaluasi risiko dilakukan. Untuk menghasilkan suatu manajemen risiko yang
efektif dan efisien, maka diperlukan proses manajemen risiko yang berkesinambungan.
Hal ini dapat diperoleh melalui proses monitoring dan evaluasi atas manajemen risiko
yang telah dilakukan dengan cara melakukan verifikasi, terhadap proses, kebijakan dan
pelaporan manajemen risiko. Dokumentasi dan laporan ini disimpan dengan baik
baru dikembangkan. Faktor ini dapat dikatakan merupakan faktor pendukung dari
implementasi manajemen risiko, meskipun juga memiliki peran yang cukup penting.
lunaknya. Ini juga termasuk tingkat akurasi data dalam organisasi. Selain itu diperlukan
pula pelaporan terhadap kinerja baik dalam jangka pendek atau jangka panjang untuk
Dalam CSF ini ditanyakan mengenai bagaimana lingkungan di luar instansi dapat
tersebut bereaksi. Dapat berupa sistem sosial, politik, pesaing, kondisi perekonomian.
manajemen risiko tersebut. Oleh karena itu ketika menyusun panduan terkait
untuk kemudian di mixing menjadi satu aturan manajemen risiko yang dirasa cocok
CSF 8: CONSULTANT
Dalam CSF ini ditanyakan mengenai apakah ada konsultan luar yang terlibat dalam
memberikan masukan agar apa yang dilakukan oleh kementerian keuangan tidak
perubahan dari ISO maupun COSO, hal ini menyebabkan Kementerian Keuangan telah
mengadopsi ERM secara utuh. Secara struktur manajemen risiko di Kemenkeu dibagi
menjadi 3 yaitu UPR (Unit Pemilik Risiko), Unit Kepatuhan Risiko dan Itjen sebagai
reviewer. UPR ini dibentuk dari level paling tinggi ke yang paling rendah, yang dikenal
dengan istilah Kemenkeu wide, Kemenkeu one, Kemenkeu two, Kemenekeu three,
Kemenkeu Four, Kemenkeu five. Hal ini mencerminkan fungsi-fungsi unit organisasi,
jika Kemenkeu wide setara menteri, Kemenkeu one setara Eselon 1, Kemenkeu two
setara eselon 2, Kemenkeu three setara eselon 3, Kemenkeu four setara eselon 4,
Kemenkeu five setara pelaksana. Tetapi untuk manajemen risiko hanya untuk sampai
Suatu sistem baru dapat berjalan dengan baik hanya terjadi apabila di budaya dalam
menjadi 4 unsur yaitu: komitmen pimpinan, manajemen resiko dalam proses bisnis,
1) Rapat berkala,
2) Rapat incidental,
● Risk Identification
Dalam melakukan identifikasi risiko memiliki tujuan untuk mengetahui risiko yang
● Risk Analysis
Risk Analysis bertujuan untuk menentukan besaran risiko dan level risiko.
● Risk evaluation
risiko residual harapan, keputusan mitigasi risiko dan indikator risiko utama.
● Risk mitigation
risiko hingga mencapai Risiko Risidual Harapan. Hal ini dilakukan dengan cara
Tahapan ini bertujuan untuk memastikan bahwa manajemen risiko yang berjalan
sudah berjalan dengan efektif sesuai dengan rencana dan memberikan umpan balik
bagi proses penyempurnaan manajemen risiko.
Sistem pendukung manajemen risiko di sini merupakan salah satu upaya dari pihak
Kementerian Keuangan agar sistem manajemen risiko yang telah dibangun bisa
dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu dengan adanya sistem pendukung ini akan
menyatu dalam budaya dan proses bisnis organisasi. Karena sifatnya yang melekat
manajemen risiko.