Anda di halaman 1dari 46

ANDRI WICAKSONO

Blog ini sengaja dikembangkan untuk dokumentasi tulisan atau kutipan yang dianggap perlu
mengenai: penelitian pendidikan, bahasa, dan sastra; telaah sastra: puisi, drama, fiksi (novel
cerpen); kajian seni-budaya; dan pengajaran keterampilan berbahasa.

Januari 09, 2012

NASKAH DRAMA SAMPEK ENGTAY OLEH ANDRI WICAKSONO


& M. AHMAD JALIDU

bukan SAMba PEKik


Li ENG TAY
biasanya

Adaptasi dari lakon versi Nano Riantiarno.

Dari dulu beginilah cinta..


Deritanya tiada akhir..
Penelitian Tesis PPs UNS

Andri Wicaksono

Efektivitas Model Pembelajaran Drama


dengan Teknik Pelatihan Keaktoran Model PAKEM
terhadap Kemampuan Memerankan Tokoh dalam Pementasan Drama
Ditinjau dari Minat Berlatih Drama
(Eksperimen pada Siswa Kelas XI SMAN 1 Gamping, Sleman, DIY)

PARA PELAKU:

DALANG, narator
SAMbi PEKik, pemuda 20 tahun
LI ENG TAY, pemudi 17 tahun
MACUN, tunangan Engtay
JURAGAN LI (TUAN LI), ayah Engtay
NYONYA LI (NYONYA LI), ibu Engtay
RADEN MAS (RM) DARMAJI, ayah Sampek
RAy. RETNO, ibu Sampek
SUKRO , bujang Sampek
JINSIM , pengasuh Engtay
SUHIANG (SU), pelayan Engtay (+17 tahun)
KAPTEN LIONG, ayah Macun
MENEER GURU, berusia +50 tahun
MURID -1
ORANG, penggali kubur

MURID-MURID SEKOLAH HOGEERE KWEEKSCHOOL


ROMBONGAN ARAK-ARAKAN
PARA PENGANGKAT TANDU
PARA PENGAWAL TANDU
PENGIRING TANDU PENGANTIN
PENGGALI KUBUR
PARA PEMAIN TIDAK BICARA

PEMBUKA

DALANG :
Selamat Malam... berbahagia sekali akhirnya kami bisa menghaturkan pertunjukan ini kepada
hadirin. Semoga Anda senantiasa diliputi Cinta. Baiklah penonton, omong-omong soal cinta, justru
untuk maksud itulah kami sekarang hadir di hadapan Anda. Meminta sedikit perhatian Anda, untuk
menyimak salah satu buah pena, karya lama yang melegenda, hasil lamunan seorang pujangga
yang tak mau disebut namanya. Inilah : Bukan Sampek-Engtay Biasanya.
Jadi persisnya begini : Samba Pekik, karena pelitnya tiada terkira kemudian mempunyai julukan
singkek sebagai Sampek, pemuda asal Madukismo, Bantul dan Li Eng Tay gadis keturunan
Mandarin asal dari Solo. Mereka berdua bertemu di JOGJA. Sedangkan Macun, tunangan Engtay,
anak semata wayang Kapten Cina di KEBUMEN.
Sampek dan Engtay berniat sekolah di Purworejo. Di Sekolah Hogeere Kweekschool atau Sekolah
Guru Atas, tentu saja sesuai dengan pakem jaman Hindia Belanda versi 1920-an, Sekolah ini
hanya untuk kalangan Eropa, Cina, dan sebagian kecil priyayi pribumi dengan hanya menerima
murid laki-laki. Sampek dan Engtay memiliki status tersebut. Tetapi Engtay sebagai perempuan
yang berpikiran seribu langkah lebih maju dari jamannya, ingin ikut bersekolah, ia sedang merayu
mami dan papinya agar diijinkan berangkat ke Hogeere Kweekschool di Purworejo.

SEMUA: (MENYANYI)
Dan perempuan
Sungguh jelek nasibnya
Dilahirkan, masa depan
Cuma penjara rumah tangga
Jodoh dipelaminan
Bukan kita yang menentukan

Pernikahan
Bagai belenggu takdir
Ibarat kaca mata kuda
Memandang hanya ke depan

Tak boleh membaca buku


Wajib membatasi perilaku
Pergaulan amat sangat tabu
Apalagi pergi menuntut ilmu
Tapi tekad bulat sudah
Aku wajib masuk sekolah
Menabung bekal berharga
Jika suami jelek adatnya

LAMPU BERUBAH
[ 1 ] Ruang Tengah Rumah Li, Di Solo. Pagi.

(JINSIM, SUHIANG SEDANG KASAK-KUSUK.)


JINSIM : Heran, heran. Dunia sudah kebalik-balik, sebentar lagi kiamat. Mana ada, anak gadis kok
minta sekolah? Mau jadi Kartini-kartinian pa?.

SUHIANG : Itu pertanda pikiran nona kita jauh lebih maju dari nona yang lainnya.

JINSIM : Lalu kalau sudah sekolah, mau apa? Apa gunanya? Sudah takdir, biar pintarnya seperti
Srikandi, tempat perempuan tetap di bawah. Boleh maju, tapi apa ya kalau sudah maju trus
perempuan boleh meminta laki-laki gantian hamil?

SUHIANG : Eh, ini lain. Sekolah ya sekolah, hamil ya tetep. Lagian, soal atas dan bawah itu kan
tergantung selera, tergantung bentuk tubuh dan kondisi tempatnya juga. Apa kuat kamu kalo aku
yang di atas?

JINSIM : Sssstt .. mereka datang. (Li, NY Li, ENGTAY MASUK)

LI : Pusing, pusing, pusing .. Aku langsung pian-sui, stroke. Darah tinggi kumat.

NYONYA LI: Tapi kalau diizinkan? Engtay sekarang sedang mekar-mekarnya. Kalau sampai dipetik
sembarangan orang, bisa menyebabkan pohonnya rusak atau mati.

LI : Itulah. Lalu bagaimana nanti kita omong sama Kapten Liong. Dia kan sudah minta Engtay
dijodohkan sama anaknya? Macun? Kalau terjadi apa-apa, muka kita mau ditaruh di mana?
Berapa kali kita hutang budi sama Kapten Liong. Kita pindah ke Solo karena budi baik dia. Usaha
kita maju, juga lantaran budi baik dia. Kalau masalah ini ketahuan sama dia, aku harus omong apa?

NYONYA LI : Kok tanya sama aku? sana tanya sama anakmu. Jangan dikira cuma kamu yang
habis akal. Aku juga.
(ENGTAY MUNCUL DALAM PAKAIAN LELAKI)
ENGTAY : Permisi, kowe orang punya nama Li?

LI : (GEMETARAN) ii..iiya.. ada perlu apa tuan?

ENGTAY : Aku membawa surat dari Kantor Landraad SURAKARTA, Surat ini dibikin atas
nama Sri Susuhunan Paku Buwono X, dengan perintah tertuju kepada Residen Hindia Belanda dan
tembusan kepada Kapiten China di KARTASURA.

LI : yang isinya?

ENGTAY : yang isinya bahwa kamu telah menyalahi aturan penggunaan tanah magersari di
Jalan Jogja-Solo untuk keperluan bisnis. Kanjeng Sunan hanya mengijinkan penggunaan tanah
magersari untuk tempat tinggal atau kegiatan sosial dan keagamaan. Oleh karenanya, rumah dan
pekarangan ini beserta seluruh toko milikmu akan disita hari ini juga.

LI : (KAGET).. apa ini?? Di sita?? Aapppaa.. saaall...sallllaahhh... (PINGSAN)

NY LI: Ayah,,, Ayah.... Suamikuuu...

ENGTAY : Ayah...

NYONYA LI : Ayah??? Kamu panggil dia ayah???

ENGTAY : (MENCOPOT KUMIS).. aku Engtay bu...

NYONYA LI : Masya Allah Engtay! Tega bener kamu! Kalo ada apa2 dengan ayahmu
bagaimana???,

LI: aduhh,, buuu.. buuu...

ENGTAY : maaf Ayah, aku bercanda...

LI : Haaa??? Jadi??? kamu yang tadi menyamar menjadi petugas Landraad? Kamu hampir
saja membunuh ayahmu sendiri, tahu???

ENGTAY : Tapi penyamaranku sempurna kan yah?

LI : Kalo itu ayah akui Engtay... benar-benar tidak kuduga. (KAGUM) Luar biasa.
NYONYA LI : Andai saja kamu tidak membuka kumis, Ibu tidak akan tahu kalo itu kamu.

ENGTAY : Yes!!!

LI : TAPI AKU TETAP TIDAK SETUJU kamu pergi ke PURWOREJO


(ENGTAY TERDIAM)

ENGTAY : Tapi niatku bulat sudah, ayah. Bulat seratus persen dan tidak lonjong atau separo-
paro.

LI : Bikin niatmu jadi lonjong sekarang juga! Kalo perlu gepeng sekalian! Kalau niat itu bisa aku
sogok, aku rela menyogoknya dengan uang ribuan gulden.

ENGTAY : Kalau ayah merelakan uang sebanyak itu, lebih baik berikan padaku untuk sangu ke
Purworejo.

NYONYA LI : Engtay, apa kamu lupa kalau kamu ini perempuan? Sekolah hanya untuk kaum
lelaki.

ENGTAY : aku kan bisa menyamar jadi laki-laki, Bu.

NYONYA LI : Bisa tahan berapa lama menyamar?

SUHIANG : Kalau nanti katahuan.

JIN SIM : Nona bisa jadi ketagihan.

LI : Jin Sim! Ambil plester!

JIN SIM : Untuk apa Juragan?

LI : Mlester cangkemmu!

NY. LI : Perempuan ibarat bangau, setinggi-tinggi terbang akhirnya jatuh ke pelukan suami
juga. Momong anak, sibuk di dapur, mengurusi perut dan syahwat suami. Percuma pelajaran
sekolah yang dengan susah payah kamu tekuni bertahun-tahun.

LI : Sekarang kamu niat masuk sekolah. Dari rumah bawa banyak buku. Apa nanti pulangnya
kamu bawa lebih banyak buku lagi? Kalau kamu nanti pulangnya membopong bayi, bagaimana? Di
mana bakal ditaruh muka ayah dan ibumu?

ENGTAY : Ayah... Kekuatiran ayah terlalu berlebihan. Aku sungguh-sungguh ingin menuntut
ilmu. Kalau ayah ibu tidak percaya, mari sama-sama kita buktikan.

ENGTAY : Akan kupotong kain sutera sepanjang tujuh kaki. Silahkan ibu tanam sutra itu di
bawah pohon Belimbing. Kalau nanti terbukti niatku cuma alasan agar aku bebas berperilaku yang
tidak senonoh, kain sutra pasti hancur dan pohon belimbingnya juga akan mati. Tapi jika aku
berjalan di aturan yang benar, kain sutera itu akan tetap utuh sampai aku pulang kembali.

LI : halah... magic picisan itu!

ENGTAY : Mohon, ayah, ibu, izinkan aku pergi. Restui anakmu ini. (MENANGIS MANJA)

NYONYA LI : (TERPENGARUH. IKUT MENANGIS) Ya sudah, apa boleh buat. Ibu akan
mengizinkan. Tapi kamu harus ekstra hati-hati. Waspada sama orang asing. Jangan terlalu cepat
percaya sama orang yang baru kamu kenal. Kamu harus jeli memilih teman. Hemat pangkal kaya,
rajin pangkal pandai. Harus patuh sama gurumu!

ENGTAY : (MASIH MENANGIS) Nasehat ibu, akan selalu aku turut. Ayah?

LI : Mau apa lagi? Kalau ibumu sudah setuju, masa aku tidak? Lebih baik kamu siap-siap.
Besok pagi kamu berangkat. Nanti ayah urus supaya kamu bisa langsung diantar ke gedung
sekolahan. Kebetulan ayah kenal baik dengan salah satu pengurus Hoogere Kweekschool
Purworejo, nanti ayah akan surati dia.

ENGTAY : Ayah kenal baik pengurus di sana? Bagaimana kalau beliau tahu aku ini anak
gadismu?

LI : Jangan kuatir. Kami berkenalan waktu sama-sama sekolah di Semarang, ayah masih
bujangan waktu itu. Ah, seharusnya kuantar kamu minimal sampai JOGJA. Tapi ayah sudah tidak
kuat jalan jauh. Nanti kalau encok dan darah tinggiku kumat, bagaimana? Biar Jin Siem saja yang
mengawal kamu? Jin Siem!!!!

ENGTAY : Aku lebih suka pergi sendiri, ayah.

LI: Tuh, bu, sudah kuduga. Anakmu rupanya ingin jadi pendekar silat, mendaki gunung lewati
lembah, seperti dalam komik-komik Jepang itu.
NYONYA LI : Sudah, sudah, lebih baik kita ke dalam siap-siap. (KELUAR. Li DAN ENGTAY
MENGIKUTINYA)

LAMPU BERUBAH
Terdengar Lagu Selama Pergantian Babak, Bait Terakhir lagu Pembuka.

Tapi tekad bulat sudah


Aku wajib masuk sekolah
Menabung bekal berharga
Jika suami jelek adatnya

[ 2] Pertemuan Sampek dan Engtay, Di Stasiun kereta Toegoe. Siang.


(ENGTAY SENDIRIAN. SAMPEK DITEMANI ABDINNYA, SUKRO)
ENGTAY : Numpang tanya saudara, saya hendak pergi ke Purworejo. Keretanya akan
berangkat jam berapa ya?

SAMPEK : Kalo tidak ada perubahan, nanti jam 4 sore bisa berangkat. Saya juga berniat pergi
ke Purworejo.

ENGTAY : Kebetulan. Kita bisa jalan bersama-sama. Hendak pergi ke manakah saudara?

SUKRO: Sekolah.

ENGTAY : Ah, sekolah. Saya juga. Apakah saudara berniat pergi ke Hoogere Kweekschool
Purworejo?

SUKRO : Betul, kami mau ke Hoogere Kweekschool Purworejo.

ENGTAY : Bagus. Kalau begitu kita satu tujuan. Saya juga berniat pergi ke sana.

SUKRO : Mau sekolah juga ya?

ENGTAY : Iya. Kalau boleh tanya siapa nama saudara? Asal dari mana?

SUKRO : Juragan saya bernama Raden Mas Samba Pekik, tapi karena kikir dan
perhitungannya, oleh teman dan kerabatnya dipanggil Sampek. Dari Keluarga Raden Mas Darmaji,
pengusaha gula di Bantul. Masih punya darah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Saya sendiri
bernama Sukro.

ENGTAY : Saya Li Eng Tay, dari keluarga Li. Asal Solo.

SAMPEK : (HANYA MENGANGGUK) Lebih baik kita jalan-jalan atau nongkrong di luar dulu,
keberangkatan kareta masih lama.

ENGTAY : Baiklah.

(DALANG MUNCUL TIBA-TIBA DENGAN KAMERA DIGITAL)


DALANG : Pose!! Pose!!...
(ENGTAY, SAMPEK DAN SUKRO SEGERA BERPOSE DAN MEMATUNG SETELAH LAMPU
BLITZ MENYALA)
DALANG : Sampek dan Engtay bertemu di Stasiun Kereta Toegoe kota Jogja. Stasiun ini
dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda atas persetujuan Sultan HB VII. Stasiun Toegoe selesai
dibangun pada tahun 1887 dan digunakan sebagai transit kereta barang. Lalu mulai dipakai oleh
kereta penumpang pada 1 Februari 1905 dengan jalur Jogja-Surakarta. Beberapa waktu setelah itu
dibangunlah jalur percabangan stasiun Tugu yang mengarah ke utara menuju Magelang dan
Parakan, serta ke selatan menuju stasiun Palbapang, Bantul.
Di seberang stasiun itu ada pusat perkulakan bunga dari yang masih kuncup sampai yang benar-
benar mekar, terbesar nomor tiga di Hindia Belanda, yaitu Flower Market atau PASAR KEMBANG.
Di dekatnya lagi juga terdapat jalan yang ramai sekali yang kemudian menjadi ikon penting Kota
Jogja, nahh kalo yang ini gak jualan kembang. Namanya Jalan Malioboro.
Di sinilah kisah Sampek dan Engtay di Mulai. Mereka lalu berjalan-jalan ke arah selatan, beberapa
langkah dari stasiun mereka melintasi Grand Hotel de Yogya yang dibangun pada tahun 1911 dan
kini menjadi Hotel Ina Garuda. Terus ke selatan waktu itu telah banyak toko dan pedagang kaki lima
dari kalangan Tiong Hoa. Pedagang china ini adalah pelarian dari pedagang Tionghoa di Kotagede
yang tergusur oleh larangan berdagang bagi orang China di wilayah Kotagede. Di Malioboro, yang
hanya ratusan meter dari Keraton, pedagang-pedagang china mendapat perlindungan dari keluarga
keturunan Tumenggung Seconingrat di Secodiningratan yaitu sebelah timur Kantor Pos Besar.
Secodiningrat adalah seorang Kapiten China bernama Tan Jing Sin yang diangkat oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono I menjadi salah satu pimpinan prajurit kesultanan Mataram. Sejak itu, Malioboro
tumbuh menjadi kawasan pecinan dan perdagangan.
Tak terasa, sampek dan Engtay telah menyusuri pasar Gedhe, atau Pasar Bringharjo yang pada
tahun 1928 baru berumur 2 tahun. Di pinggiran pasar, Sampek dan Engtay berteduh di bawah
pohon beringin, di depan gedung Societet Militer de Vereniging. Ya. Tepat di depan gedung
pertunjukan ini.
ENGTAY : (MENDADAK) Saudara. Boleh mulai sekarang saudara kupanggil kakak? Kita kan
bakal jadi teman sekelas. Makin akrab kita bergaul, makin bisa kita saling tolong menolong. Saya
malah punya niat, menjadikan kakak sebagai sodara angkat saya. Itu kalau saudara setuju.

SUKRO : Kenapa tidak? Agan saya pasti setuju. Kemana juga kita pergi, jangan musuh yang
dicari tapi sahabat dan saudara. Itu niat yang mulia. Bukan begitu, Gan?

SAMPEK : Setuju.

ENGTAY : Dengan disaksikan oleh pohon beringin ini, marilah kita angkat sumpah dan jadi
saudara sehidup semati.
(MEREKA BERSUMPAH SALING MENGANGKAT SAUDARA DENGAN UPACARA SANGAT
SEDERHANA)

ENGTAY : (MEMBERI HORMAT) Kakakku.

SAMPEK : (BERNIAT MEMELUK ENGTAY) Adikku.

ENGTAY : (MENGHINDAR) Tidak perlu berpelukan. Itu kebiasaan teletabis. Cukup kita saling
menghormat sesuai adat ketimuran. Yang penting batin kita jujur dan berjanji tidak akan saling
berkhianat. (MEMBERI HORMAT LAGI) Kakakku Sampek.

SAMPEK : Betul. Adikku, Engtay. Biarlah tubuhku hancur jadi abu kalau aku menghianatimu.
Geledek menyambarku, kilat membakarku dan langit mengutukku jika aku melupakan
persaudaraan kita ini.

LAMPU BERUBAH
[3 ] Sekolah Hoogere Kweekschool. Sore.

(SEORANG GURU, TENGAH MEMBERI AJARAN KEPADA MURID-MURIDNYA)


MENEER GURU : (MENYANYI) Dimana matahari terbenam?
MURID-MURID : (JUGA MENYANYI) Dibelahan barat, Meneer Budiman.
GURU : Dimana matahari muncul?
MURID-MURID : Jelas pasti dibelahan timur.
GURU : Mengapa manusia mati?
MURID-MURID : Karena dia dilahirkan
GURU : Mengapa manusia lahir?
MURID-MURID : Supaya dia bisa dimatikan.
GURU : Main api
MURID-MURID : Hangus
GURU : Main air
MURID-MURID : Basah
GURU : Main kayu
MURID-MURID : Gelisah
GURU : Main-main
MURID-MURID : Susah

(MUNCUL SAMPEK, ENGTAY, DAN SUKRO)


MENEER GURU : Takwa kepada?
MURID-MURID : Tuhan Yang Maha Esa
MENEER GURU : Setia kepada?
MURID-MURID : Bangsa, Negara dan agama
MENEER GURU : Hormat kepada?
MURID-MURID : Meneer Guru dan orang tua
MENEER GURU : Cinta kepada?
MURID-MURID : Keluarga kita
MENEER GURU : Benci kepada?
MURID-MURID : Setan dan segala godaannya
MENEER GURU :Sayang kepada?
MURID-MURID : Jiwa suci kita
MENEER GURU : Pelajaran hari ini cukup sampai disini. Boleh bubar.
MURID-MURID : Selamat sore, Meneer. (BUBAR)

MENEER GURU : Selamat sore. (KEPADA SAMPEK-ENGTAY) Ya, ada perlu apa?

SAMPEK : Selamat sore, Meneer. Kami berdua murid baru. Mohon maaf datang terlambat.
Saya Sampek asal Bantul dan dia Engtay …

ENGTAY : Asal Kudus tapi sekarang tinggal di Solo, Ada titipan surat dari ayah saya. Maaf, ini
suratnya, Meneer.

MENEER GURU : (MENERIMA SURAT. MEMBACA) Aduhh, jadi kamu putra sahabatku, Li
asal Kudus? Sekarang sukses di Solo ya?? waahh... Sudah begini besar putra Li. Kamu memang
datang terlambat, tapi pelajaran masih bisa di kejar. Ini kakakmu? (SAMPEK RAGU-RAGU)

ENGTAY : Ya. Kami bertemu dijalan dan langsung jadi saudara angkat.
MENEER GURU : Bagus. Alhamdulillah yaa, sesuatu.

MENEER GURU : Kalian berdua akan saya tempatkan dalam satu kamar. Kalian harus patuh
dan sungguh-sungguh belajar. Aturan sekolah kita boleh dibilang keras. Kamu, Engtay, biarpun
kamu putra sahabatku, tetap harus mengikuti aturan. Jika bersalah tetap harus menjalani hukuman.

ENGTAY : Saya akan menurut, Meneer.

MENEER GURU : Ayo! (PERGI, DIIKUTI SAMPEK, ENGTAY DAN SUKRO)

LAMPU BERUBAH
[ 4 ] Kamar Tidur Sampek-Engtay Di Asrama Hoogere Kweekschool,malam

(DUA SEJOLI TENGAH MEMBACA PERATURAN DITEMPEL DI DINDING)


SAMPEK : Adik Engtay, aku tidur dulu. Di sebelah mana adik mau pilih tempat? Di sini atau di
situ?

ENGTAY : Tunggu dulu. Aku punya sedikit permintaan. ehh .. tempat tidur ini .. ehh .. barang
kali, lebih baik kita bagi dua saja ...

SAMPEK : Mengapa begitu?

ENGTAY : Tidurku suka berantakan.

SAMPEK : Yaa, namanya juga lelaki. Tidur berantakan kan biasa.

ENGTAY : Tidak. Kalau kakak tidurnya rapi, sedang aku tidak, itu kan tidak adil. Baiknya begini
saja .. (MENGAMBIL SEUTAS TALI DAN MEMBELAH RANJANG MENJADI DUA. SAMPEK
MELONGO SAJA)

ENGTAY : Tali ini akan menjadi batas. Sebelah sini milikku, dan sebelah sini milik kakak. Siapa
melanggar batas tali ini, harus didenda.

SAMPEK : Apa dendanya?

ENGTAY : Tiga blok kertas dan alat tulis, lengkap dengan tintanya.

SAMPEK : Baik. Aku boleh tidur sekarang? (ENGTAY MENGANGGUK) Selamat tidur, sampai
besok. (TIDUR DIRANJANG LANGSUNG NGOROK)
ENGTAY ; (PERLAHAN NAIK RANJANG. AGAK KIKUK JUGA. TIDAK LANGSUNG REBAH,
TAPI DUDUK DI UJUNG RANJANG, MENATAP SAMPEK) Aku tidak tahu bagaimana isi hati lelaki
ini, orang baikkah dia atau sebaliknya. Mungkin saja dia sudah tahu siapa aku sebenarnya lalu
menunggu aku meleng, lalu dia menubrukku. (LALU REBAH. PURA-PURA NGOROK DAN
MENDADAK, SAMBIL MENGGELIAT MENABRAK TALI ITU)

SAMPEK : (SAMPEK SEKETIKA TERJAGA, DAN MARAH) Engtay, Engtay. Bangun! Kaki
kananmu merusak tali batas.

ENGTAY : (PURA-PURA BANGUN DAN KAGET) Tuh, apa kataku. Aku memang patut
dipukul.

SAMPEK : Maaf, kamu harus bayar denda. Selanjutnya kamu harus hati-hati. Nanti uangmu
habis hanya untuk membayar denda.

ENGTAY : Besok denda itu aku bayar. Silahkan kakak tidur lagi.

SAMPEK : Hati-hati. Jaga kedua kakimu. (TIDUR LAGI, NGOROK LAGI)

LAMPU BERUBAH
[ 5 ] SEKOLAH YAYASAN HOOGERE KWEEKSCHOOL. PAGI.
(MENEER GURU TENGAH MELUAPKAN KEMARAHAN KEPADA MURID-MURIDNYA)
MENEER GURU : (MEMUKUL BEL BERKALI-KALI DAN BARU BERHANTI KETIKA MURID-
MURID SUDAH BERKUMPUL SEMUA. DIA MENATAP MURIDNYA SATU DEMI SATU) Siapa di
antara kalian yang kencing sambil berdiri? (SEMUA MURID MENGACUNGKAN TANGAN.
KECUALI ENGTAY)
MENEER GURU : Sejak kapan kalian kencing sambil berdiri?

MURID-MURID : Sejak kami kecil, Meneer.

MENEER GURU : Itu menyalahi peraturan. Apa bunyi peraturan tentang kencing?

MURID-1 : Seingat saya, sekolah kita tidak pernah membuat peraturan tentang kencing,
Meneer. Yang ada hanya peraturan yang bunyinya : Jaga Kebersihan.

MENEER GURU : (MEMBENTAK) Jaga Kebersihan! Jaga kebersihan! Bunyi peraturan itu
bisa berlaku untuk segala perkara, termasuk perkara kencing dan berak. Paham?
MURID-MURID : (KETAKUTAN) Paham, Meneer.

MENEER GURU : Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar mandi. Hitamnya,
kotornya. Bagaimana cara kalian menjaga kebersihan? Dengan cara mengotorinya? Itu akibat
kalian kencing sambil berdiri.

ENGTAY : (MENGACUNGKAN TANGAN)

MENEER GURU : Kenapa Engtay? Mau omong apa? Kamu satu-satunya yang tadi tidak
tergolong kepada para kencing-berdiriawan ini. Apa kamu kencing sambil jongkok? Atau sambil
tiduran?

ENGTAY : (MENAHAN SENYUM) Maaf, Meneer. Saya kencing sambil jongkok sejak saya
kecil. Sudah kebiasaan. Kencing sambil berdiri, bukan saja menyalahi peraturan sekolah kita tapi
juga melanggar kitab suci yang bunyinya : “Jongkoklah Waktu Buang Air Kecil dan Besar, Supaya
Kotoran Tidak Akan Berceceran”.

MENEER : Itulah yang ingin kuutarakan pagi ini. Otakmu encer sekali Engtay dan sungguh
tahu aturan. Kamu betul-betul kutu buku. Apa lagi kalimat-kalimat dalam kitab yang kamu baca
perihal kencing? Katakan, biar kawan-kawanmu yang o’on ini mendengar.

ENGTAY : “Terlalu Sering Kencing, Beser namanya. Susah Kencing, Mungkin Kena Sakit
Kencing Batu. Segeralah Berobat. Jangan Punya Hobi Menahan Kencing. Sebab Kencing Alamiah
Sifatnya. Dan Harus Dikeluarkan. Dengan Kata Lain, Semua Kotoran Harus Segera dibuang”.

MENEER : Bagus, bagus. Sejak saat ini, dengar bunyi peraturan dari kitab-kitab itu. Dan
patuhi! Kalian yang melanggar akan dihukum 7 hari kerja Rodi. Hafalkan peraturannya, terutama
mengenai kencing jongkok itu tadi. Sekarang, kalian aku hukum membersihkan WC dan kamar
mandi. Semuanya. Kecuali Engtay!

MURID-MURID : Kami patuh, Meneer.

MENEER : Sekian pelajaran tentang kencing. Hukuman harus segera dilaksanakan sekarang
juga! (PERGI) (MUSIK TERDENGAR. MASUK DALANG, OMONG SAMA PENONTON)

DALANG : Penonton, Mana mungkin seorang perempuan sanggup kencing sambil berdiri
tanpa berceceran? Engtay khawatir kalau kawan-kawannya memergoki bagaimana cara Engtay
kencing.
Jadi, Engtay pun berpikir keras, mencari akal bagaimana agar kencing sambil jongkok dijadikan
peraturan sekolah. Lalu diambilnya tinta bak dan disiramkannya ketembok-tembok WC. Tuh, jadi
kotor kan? Engtay berhasil. Cerdik-kiawan sekali anak itu.
Sementara itu, jauh dari urusan kencing, tapi masih seputar peralatannya, terjadi peristiwa penting
di rumah Engtay di Solo... apa ya???

LAMPU BERUBAH
[ 6 ] RUMAH Li DI SOLO. SIANG.
(MACUN BERSAMA AYAHNYA, KAPTEN LIONG, SEDANG BERTANDANG. DENGAN GUGUP, LI
DAN ISTERINYA MELADENI MEREKA)
KAPTEN LIONG : Sudah hampir satu tahun Engtay ikut bibinya di Kudus. Apa betul-betul betah
Engtay tinggal di sana?

LI : Kabarnya sih begitu.

KAPTEN LIONG : Anakku makin tidak sabar. Dia sudah membeli beberapa peralatan rumah
tangga. Malah sudah tanya-tanya berapa harga sewa tandu pengantin yang paling istimewa.

MACUN : Ah, Ayah, bisa saja.

KAPTEN LIONG : Ma Cun, kalau kamu cinta, jangan coba-coba disembunyikan. Laki-laki harus
agresif. Percintaan itu ibarat perang. Ada taktik, strategi dan ilmunya. Kalau kamu sudah berani
mencintai seseorang, tidak ada jalan lain selain kamu harus menang. Sekarang aku tanya, kamu
yakin bakal menang tidak?

MACUN : Ah, ayah …

Li : (BERSAMAAN DENGAN NYONYA Li TERTAWA KIKUK)

KAPTEN LIONG : Nah, Li. Untuk urusan itulah aku datang kemari. Anakku jatuh hati sama Engtay.
Aku juga tidak keberatan dan berharap ikatan kekeluargaan kita bisa lebih kekal dengan adanya
perjodohan ini. Apa jawabmu? Seharusnya Engtay ada di sini.

NYONYA Li : Ya, seharusnya Engtay ada di sini. Kita orang-orang kolot, tapi untuk memutuskan
sesuatu yang menyangkut kebahagiaan anak-anak, kita tidak boleh gegabah. Harus ditanya dulu
kesediaan mereka.

KAPTEN LIONG : Itu betul. Pikiran kita sejalan rupanya. Jika Engtay setuju, segera tandu
pengantin dikirim. Jika tidak, kita harus mencari cara lain agar dia setuju. SAMPAI DIA SETUJU.
Asal Macun sabar saja.
Untuk urusan itu, aku tidak mau ikut campur. Aku dan anakku akan menunggu kabar baik dari mulut
anak gadismu. Begitu satuju, Macun?

MACUN : Apa saja kata ayah, aku menurut.

LI : Aku akan kirim Jin Sim ke Kudus menjemput Engtay pulang.

SU HIANG: (MASUK) Juragan Besar, makanan sudah siap di meja.

KAPTEN LIONG : Hahaaa, makan besar kita hari ini?

LI: Ayoo. Ayo silakan... (PERGI DIIKUTI YANG LAINNYA)

SU HIANG: (MALU-MALU) Nyonya Besar ..

NYONYA LI : Ya, ada apa Su Hiang?

SU HIANG : Kalau juragan besar mengirim Jin Sim Purworejo, menjemput Nona, izinkan saya
ikut.

NYONYA LEE : Untuk apa Su Hiang?

SU HIANG : Saya mau mampir ke Jogja. kan banyak toko pakaian, saya mau beli legging sama
bikini, Nyonya...

NYONYA LEE : (GELENG KEPALA) Su Hiang, sekarang ambil air sabun sama sikat kawat. Cuci
dulu otakmu...!

LAMPU BERUBAH
DALANG : Kita kembali ke Jogja. Hari free-man atau plesiran tiba, Sekolah Hoogere
Kweekschool memberikan bonus liburan selama 3 hari. Sekaligus, mereka juga punya waktu untuk
berwisata. Ada yang ke gunung, ada yang ke kota lain, ada juga yang memilih pulang kampung.
Lain halnya dengan Sampek, karena uang sakunya yang cekak, ia memilih tetap tinggal di asrama.
Tapi dasar Engtay gadis yang cerdas, ia berhasil merayu Sampek untuk menemani sekedar
bermain-main di taman. Nah... persitiwa penting ini terjadi di taman dekat dekat masjid kota
Purworejo. Ada apa di sana??

LAMPU BERUBAH
[ 8 ] Taman kota Purworejo.
(DIKEBUN BUNGA ITU ADA KOLAM PENUH TERATAI DAN BELIBIS-BELIBIS JINAK YANG
SEDANG BERENANG-RENANG)
ENGTAY :
Kakak, Lihat, teratai. Mawar, melati, Kembang-kembang flamboyan, Kupu-kupu! Ooohh my
Goooodd... indahnya...
(ENGTAY LUPA DIRI DAN MENGEJAR KUPU-KUPU DENGAN SANGAT ASYIK)

SAMPEK : (MENGGELENG-GELENGKAN KEPALANYA, TAPI DIAM SAJA)

ENGTAY : Kupu-kupu, mendekatlah kemari. Aku hanya berniat main-main denganmu, sama
sekali tidak punya niatan jahat. Mari kemari. Ah, jangan pergi jauh. (MEMETIK SETANGKAI,
MENDEKAT KE SAMPEK) Kembang ini pasti bagus kalau ditaruh dirambutmu. Kupasangkan?

SAMPEK : Bicaramu seperti perempuan, Engtay. Kita ini lelaki. Bunga-bunga cuma pantas
untuk perempuan. Jangan begitu. Lebih baik kita pulang.

ENGTAY : (TERTAWA) Jangan marah. Aku hanya main-main. Kakak akan kelihatan lebih
tampan dengan bunga, Kakak jadi seperti Made, Made in Bali... hahahahaha.. Aku ingin kakak
sedikit senyum, jangan cemberut saja, dahi berkerut terus. Gembiralah seperti aku.

SAMPEK : Aku gembira. Tapi kegembiraan lelaki lain caranya dengan kegembiraan seorang
perempuan.

ENGTAY : (MENGALIHKAN PERSOALAN) Lihat belibis-belibis itu. Asyik berenang dan tidak
peduli sekeliling. Lihat! sepasang angsa sedang pacaran. Ahh, kalau saja kita bisa seperti angsa
itu. satu sama lain, saling mencinta. Seharusnya kita juga bisa saling berpasangan.

(MENYANYI)
Bulan dan matahari
Pasangan alam abadi
Kembang dan kumbangnya
Saling membutuhkan cinta
Sepasang angsa dikolam
Kita berdua disini
Dekat, berpandangan

SAMPEK : (TANPA DIDUGA MARAH SEKALI) Pergi kamu angsa, pergi! Jangan sampai kamu
membikin Engtay punya pikiran yang bukan-bukan. Pergi! Pergi! (MENIMPUK ANGSA-ANGSA
DAN BELIBIS DENGAN BATU)
ENGTAY : Jangan kasar begitu. mereka sedang asyik pacaran.

SAMPEK : Engtay! Kita ini sama-sama lelaki. Tidak boleh punya pikiran melenceng. Kedua
angsa itu sudah membuat pikiranmu jadi melenceng. Kalau sikapmu masih tetap begini, aku akan
minta Meneer supaya kita tidak satu kamar lagi. Jangan bikin aku jadi takut. Kita ini lelaki. Jangan
lupa.

ENGTAY : Kakak tidak mau mencintai aku?

SAMPEK : Stop pikiran itu, kubilang. Stop, Engtay, ingat.

ENGTAY : Sekali lagi, betul kakak tidak sudi mencintai aku?

SAMPEK : Engtay, aduh, celaka. Kemasukan setan banci mana kamu Engtay?

ENGTAY : Sampek, aku bukan banci. Aku perempuan. Lihat! (MENCOPOT PAKAIAN
LUARNYA. KINI DIA HANYA MEMAKAI PAKAIAN PEREMPUAN) Aku perempuan.

SAMPEK : (BENGONG) Engtay?

ENGTAY : Belum percaya? Apa aku harus buka semua, biar lebih jelas?

SAMPEK : (MENGGIGIL) Engtay?

ENGTAY : Baik akan aku buka semua. Dan itu berarti aku sudah memilih calon suami. Hanya
suamiku yang boleh melihat seluruh tubuhku dalam keadaan polos. Aku buka satu-satu, lihat
dengan baik!

SAMPEK : (SADAR) Ja,,,ja,,,jajj,,jangan!!!, Jangan di sini.

LAMPU BERUBAH
[ 9 ] KAMAR SAMPEK-ENGTAY. MALAM.
(CAHAYA LILIN TEMARAM DAN CINTA PUN MAKIN BERSEMI)
ENGTAY : (BERGEGAS MENAIKI RANJANG. DUDUK DENGAN KIKUK)

SAMPEK : (PERLAHAN NAIK RANJANG. JUGA DUDUK DENGAN KIKUK) …. (SAMPEK


DAN ENGTAY SALING BERTATAPAN, TAPI KEMUDIAN SALING MELEMPAR PANDANG
LANTARAN MALU. SAMPEK MENDADAK MENCOPOT TALI YANG MEMBATASI RANJANG
MEREKA)

ENGTAY : Kenapa?

SAMPEK : Kan sudah tidak perlu lagi?

ENGTAY : Lalu mau apa?

SAMPEK : melihat tubuh aslimu.

ENGTAY : Buat apa?

SAMPEK : Hanya ingin tahu.

ENGTAY : Lalu?

SAMPEK : Ya begitu saja, lihat, lihat ..

ENGTAY : Hanya lihat? Sudah begitu saja?

SAMPEK : Apa ada yang lainnya? Sesudah melihat, kita sudah suami isteri. Aku akan datang
kerumah orang tuamu dan kau kulamar.

ENGTAY : Tapi apa kau bersedia juga memperlihatkan wujud aslimu?

SAMPEK : Sudah pasti, tentu aku mau. Sekarang?

ENGTAY : Jangan! Bareng-bareng aja.

SAMPEK : Baik. Kita mulai menghitung dari satu. Satu, dua, tiga ..

ENGTAY : Ah, aku malu.

SAMPEK : Aku juga malu ..

ENGTAY : Sampek ..

SAMPEK : Engtay ..
(MEREKA BERPELUKAN LEBIH ERAT LAGI) (TERDENGAR GEDORAN PINTU. SUKRO
BERTERIAK)

SUKRO : Boss, Bosss..., lekas buka pintu. Ada yang mencari Boss Engtay. Bosss, Bosss

ENGTAY : (BURU-BURU BERPAKAIAN) Heran siapa malam-malam mencariku?

SUKRO : Bossss, Bosssss ..

SAMPEK : Ya, sebentar. Sebentar .. sudah?

ENGTAY : (MENGANGGUK) Bukalah pintu.

SAMPEK : (MEMBUKA PINTU) Ada apa Sukro?

SUKRO : (BERSAMA JINSIM DAN ANTONG) Mereka mengaku sebagai abdi keluarga
Bosss Engtay, baru saja datang dari Solo.

JIN SIM : Nona Engtay ..

SUKRO : Nona Engtay?

ENGTAY : Ada apa Jinsim?

JIN SIM : Nona, saya datang membawa kereta kuda. Juragan besar meminta supaya nona
pulang malam ini juga. Urusan lain-lain, nanti juragan besar yang akan membereskan. Juragan
besar juga akan kirim surat kepada Kepala Sekolah perihal berhentinya nona dari sekolah ini.

ENGTAY : Apa?

SAMPEK : Berhenti?

ENGTAY : Ada apa?

JIN SIM : Keluarga Liong datang dari Semarang …

ENGTAY : Keluarga Liong? Macun maksud kamu?

JINSIM : Pokoknya saya diutus untuk menjemput nona. Titik! Kalau ada yang perlu saya
bantu kemas-kemas, akan saya bantu.
SAMPEK : Tunggu. Jangan pergi. Aku tidak mengizinkan. Juraganmu ini masih ingin
melanjutkan sekolahnya. Lagi pula aku baru tahu kalau Juraganmu ini perempuan, tadi pagi. Biar
kami berkumpul dulu barang berapa lama. Pergilah kamu pulang dulu dan bilang sama juragan
besarmu, Engtay masih tetap suka tinggal disini.

JINSIM : (MENATAP SAMPEK DENGAN SANGAT HERAN) Tuan baru tahu nonaku ini
perempuan, tadi pagi?

SAMPEK : Ya, kenapa?

ENGTAY : Sampek, Kalau bukan pada orang tua sendiri, kepada siapa aku harus menurut?
Mungkin pergiku tidak akan lama.

SAMPEK : Engtay... Jangan biarkan aku berhari-hari tidur sendirian dan hanya bisa ketemu
kamu dalam mimpi.

ENGTAY : (MENYANYI)
Jika memang ingin dan rindu
Datanglah dan temui aku
Sesudah delapan dan dua hari
Tiga dan tujuh hari
Atau empat dan enam hari
Ingat pesan ini
Jangan sampai lupa
Datanglah dan temui aku
Jangan lebih atau kurang
Dari hari yang kujanjikan

SAMPEK : Lalu kita bertunangan?

ENGTAY : Segera setelah pelamaran

SAMPEK : Lalu menyusul pernikahan?

ENGTAY : Jika semua sudah digenapkan

SAMPEK : Aku akan datang, pasti datang


ENGTAY : Jinsim istirahatlah di kamar Sukro, Kita berangkat besok.

JINSIM : Tidak. Nona harus berangkat sekarang juga. Saya mohon, jangan sampai saya
kena semprot. Kuda dan kereta sudah disiapkan.

ENGTAY : (BIMBANG) Sampek ..

SAMPEK : Pergilah, dan tunggu aku. Aku pasti datang.

ENGTAY : Jaga dirimu baik-baik .. (PERGI DIIKUTI BUJANGNYA)

SUKRO : Jadi Ndoro Engtay itu Nona?

SAMPEK : Ya.

SUKRO : Dan Ndoro Pekik baru tahu tadi pagi?

SAMPEK : Ya.

SUKRO : Dan Ndoro belum sempat .. begitu ..?? (menggerakkan kode tangan)

SAMPEK : Engtay menjanjikan pertemuan berikutnya. Tolong ingatkan aku, meski aku pasti
akan selalu ingat, 3 ditambah 7, 8 ditambah 2, dan 4 ditambah 6. Jumlah semuanya 30. Artinya 30
hari sesudah hari ini, kita harus pergi ke Solo untuk melamar Engtay.

SUKRO : Betul-betul tuan belum sempat .. begitu ..?

SAMPEK : (LEMAS) Cerewet ahh!!

SUKRO : Walaaaahhhh, sayang sekali.

LAMPU BERUBAH
[ 10 ] SEKOLAH HOOGERE KWEEKSCHOOL. PAGI.

(MENEER SEDANG MEMBERI PELAJARAN PADA MURID-MURIDNYA)

MENEER : (MENYANYI)
Dengar aturan utama sekolah kita
Camkan, perhatikan, lakukan
Dengar larangan utama sekolah kita
Camkan, perhatikan, lakukan

MENEER : (MENYANYI)
Hormati guru, orang tua dan saudaramu
Jangan iri apalagi menipu
Jangan berzinah, jangan memfitnah
Jangan menyakiti tanpa alas an

MENEER : (MENYANYI)
Jangan menghina dan meremehkan
Jangan bersumpah palsu
Jangan mencuri, jangan membunuh
Jadilah akar dimana kau tinggal

Jika tak bisa jangan jadi juragan


Cukup sudah jadi juru kuncinya
Keberuntungan utama adalah
Berkuasa tanpa kekuasaan

MURID-MURID : (MENYANYI)
Biar daging dan kulit mengelupas
Kepala disambar lima petir ganas
Mati sengsara bagai pengemis
Dan tenggelam dilautan luas

MENEER : (MENYANYI) Dewa-dewa mendengar kita


MENEER : Dewa-dewa menghukum dosa kita
MENEER : Pastikan langkah, waspada bertindak
Memetik apa yang kita tanam
Hilang teliti setiap gerak
Jadilah rajin seperti ombak

SUKRO : (MUNCUL) Ndoro, hari ini adalah hari ke-28.

SAMPEK : Aku tahu.

SUKRO : Kalau perjalanan ke Solo harus dijalani selama 2 hari, kita akan sampai di depan
rumah Ndoro Engtay persis pada hari ke-30, sesuai janji Ndoro.
SAMPEK : Kita harus sampai ke rumahnya sebelum hari ke-30. Apa kamu sudah berkemas?

SUKRO : Sudah. Ndoro tidak pamit dulu sama Meneer Guru?

SAMPEK : Tidak. Kalau kita pamit, pasti tidak diizinkan. Ayo, Sukro, kita harus berjalan lebih
cepat dari anak panah.

SUKRO : Ini semua gara-gara Ndoro. Coba kalau dulu Ndoro bermata jeli, tidak mungkin ada
kejadian begini. Pasti Ndoro Engtay sekarang sudah jadi Nyonya Sampek.

SAMPEK : Rasah cangkeman!

LAMPU BERUBAH
[ 11 ] RUMAH ENGTAY DI NGSOLO. PAGI.
(SEMUA BERKUMPUL, KAPTEN LIONG, MACUN NAMPAK GEMBIRA)

KAPTEN LIONG: Beritahu calon istri dan Mertuamu, Macun. Rencana itu harus keluar dari
mulutmu sendiri. Ayo!

MACUN : Satu bulan sesudah hari ini, tandu pengantin kami dari Kebumen sudah akan ada di
depan rumah ini. Dan pada hari itu pula kami akan memboyong Engtay ke rumah keluarga Liong.

KAPTEN LIONG : (TERTAWA) Bagaimana, setuju?

Li : Bagaimana, Engtay? Kau dengar sendiri rencana calon suamimu.

ENGTAY : (DIAM SAJA)

NYONYA Li : Engtay. Kau harus menjawabnya.

ENGTAY : (CUMA MENGANGGUK, NYONYA LI KURANG PUAS)

KAPTEN LIONG :Sudah, sudah, anggukan Engtay sudah cukup jelas. Mau apa lagi? Hanya itu
yang dilakukan perempuan sejak zaman Ken Dedes. Isteriku pun cuma mengangguk waktu ditanya
mau kawin sama aku. Ibuku juga. Demikian pula nenek-nenek kita. Mau apa lagi? Sudah tradisi.

LI : Kalau begitu kami harus bersiap-siap.


KAPTEN LIONG : Jangan terlalu repot. Pesta akan dipusatkan di Kebumen. Aku sudah pesan
barongsai dan rombongan ahli acrobat dari Surabaya. Ada juga tukang sulap India dan kelompok
Gamelan Edan dari Jogja. Malah paman Macun sudah ikrar mau mengundang group Hip Hop
Jawa.
Pesta pernikahan anak-anak kita akan menjadi pesta paling hebat di Hindia Timur dan tidak akan
tertandingi sampai 100 tahun kemudian. Aku sangat bangga punya menantu Engtay.

ENGTAY : (MENANGIS. LARI KE DALAM)

NYONYA LI : (BINGUNG) Engtay, Engtay …

KAPTEN LIONG : (TERTAWA TERBAHAK-BAHAK) Hahaha … Lagak perawan. Tidak perlu


dirisaukan.

LAMPU BERUBAH
[ 12 ] DEPAN RUMAH ENGTAY, DI SOLO. PAGI.

(SAMPEK DAN SUKRO CELINGUKAN)


SAMPEK : Inikah rumahnya? Ketuklah pintunya!

SUKRO : Tok-tok-tok, kulanuwun, asalamualaikum (TIDAK ADA JAWABAN)

SAMPEK : Sepi sekali. Apa semua orang pada pergi? Ketuklah lagi!

SUKRO : Tok-tok-tok, kulanuwun, asalamualaikum...

SUHIANG : (MUNCUL BURU-BURU) Ya, ya, ada. Ada apa? Siapa tuan-tuan?

SAMPEK : Apa ini betul rumah tuan Engtay?

SUHIANG : Ndoro Tuan?

SAMPEK : Betul Tuan Engtay. Dulu dia sekolah di Sekolah Hoogere Kweekschool, Purworejo.

SUHIANG : Memang benar, majikan kami bernama Engtay dan pernah sekolah di sana. Tapi
dia bukan ‘tuan’ melainkan ‘nona’. Dan di sini tidak ada nama Engtay lain selain nama nona kami
itu. Diakah yang tuan-tuan cari?

SAMPEK : Mungkin dia. Bagaimana rupa nona kamu itu? Cantikkah dia?
SUHIANG : Kalau dibilang cantik, dikota ini memang nona kami adalah yang paling cantik.
Hanya cahaya bulan yang sanggup mengalahkan kecantikannya. Dia bukan saja cantik tapi juga
pintar. Semua kepandaian rumah tangga dia bisa. Sebut saja apa! Menyulam, memasak,
berdandan? Bisa. Seni sastra, menulis puisi, syair sindiran dan pasangan?? Bisa... melukis? Bisa...
pokonya serba bisa. Paham?

SAMPEK : Sangat paham. Kalau diizinkan, kami berniat menemuinya. Kami datang dari
Purworejo dan baru saja sampai tadi pagi. Bolehkah?

SUHIANG : (SETELAH BERPIKIR SEJENAK) Silahkan tuan-tuan tunggu disini. Duduklah dulu!
Kalo boleh tahu, siapa nama tuan-tuan?

SAMPEK : Nama saya Sampek. Ini abdi saya, Sukro. Dengan majikanmu saya pernah satu
sekolah di Purworejo. Rumah saya di Bantul. (SUHIANG MASUK)

SAMPEK : Sukro, kamu lihat keadaan rumah ini? Begitu banyak lampion dan kursi disusun
rapih. Sepertinya sedang ada pesta. Tanda-tanda apa ini?

SUKRO : (MENGGODA) Hari ini adalah hari yang Ndoro Engtay janjikan. Siapa tahu dia
sudah omong perihal Ndoro Pekik yang datang hendak melamar. Dan keluarga Li langsung
bersiap-siap menyambut kedatangan Ndoro.

SAMPEK : Mungkin begitu. Tapi aku ragu.


(SAMPEK DAN SUKRO TENGAH DUDUK MENUNGGU)

ENGTAY : (MASUK BURU2) Sampek, Bagaimana kabarmu? Baik?

SAMPEK : Baik. Kamu bagaimana, apa baik juga? (SEBELUM ENGTAY MENJAWAB, LI DAN
ISTERINYA MASUK BERSAMA JINSIM)

NYONYA LI : Aku dengar kita kedatangan tamu dari Purworejo, Engtay.

ENGTAY : Ibu, ini Sampek kawanku, dan abdinya, Sukro. Di Hogeere Kweekschool , kami satu
kelas.

JINSIM : (MENYINDIR) Malah satu kamar tidur.

LI : Apa? Satu kamar tidur? Artinya, seranjang, begitu?


SUKRO : Betul. Ndoro saya dan Ndoro Tuan Engtay adalah sahabat kekal. Mereka malah
sudah saling mengangkat saudara.

NYONYA LI : (SETELAH SALING PANDANG DENGAN SUAMINYA) Bagus itu. Silahkan makan
minum. Jinsim, sediakan kue-kue.

JINSIM : Baik. (PERGI)

LI: (COBA MENARIK ISTERINYA KEPINGGIR) Bu, bisa gawat ini. Sebaiknya kita usir lelaki
muda itu. Kalau Kapten Liong mendengar perkara ini, kita bisa berabe.

NYONYA LI : Tenang saja. Tadi kamu dengar tidak, abdinya bilang bahwa anak kita itu Ndoro
tuan Engtay? Berarti mereka belum tahu Engtay itu perempuan.
(MENARIK LEE UNTUK MENGHADAPI TETAMUNYA LAGI)
Maaf, kami tinggal dulu. Ada beberapa pekerjaan yang harus kami selesaikan. Silakan ngobrol..

SAMPEK : Engtay ..

ENGTAY : Sampek ..

SAMPEK: Engtay, apakah ayahmu punya toko bahan bangunan?

ENGTAY : Iya... ada di Solo dan di Klaten. Kok kamu tahu?

SAMPEK : Karena kamu telah membangun impian cinta di hatiku Engtay.


Sejak kau pergi, dunia gelap rasanya. Setiap hari aku hanya menghitung-hitung kapan kita bisa
ketemu lagi. Nasi yang kutelan rasa sekam, dan air minum serasa duri.

SAMPEK: Tidak satu pun pelajaran dari Meneer Guru yang masuk ke dalam kepalaku yang
sudah penuh dengan kamu-kamu-kamu. Hidup sungguh tak ada gunanya lagi tanpa kehadiranmu.
Apakah kau juga merasa seperti yang aku rasa, Engtay?

JINSIM : (MASUK MEMBAWA MAKANAN) Harap tuan Sampek segera pergi sesudah
makanan yang ditelan masuk ke dalam perut. Ini demi kebaikan dan kehormatan nona saya. Tuan
Sampek boleh tahu, nona saya sudah ditunangkan dengan Tuan Macun, putera Kapten Liong dari
Kebumen.

MUSIK SEPOTONG
SAMPEK : Engtay? Benarkah itu?

ENGTAY : (MENANGIS) Memang begitu kenyataanya.

SAMPEK : Lalu, apa gunanya hari yang sudah kau janjikan itu? Aku datang cuma dengan satu
tujuan : melamarmu. Hatiku sudah tetap. Hanya kaulah yang kupilih. Tidak akan ada perempuan
lain.

ENGTAY : (MENANGIS) Ah, Sampek. Barangkali kita memang tidak berjodoh. Tapi kalau
boleh aku bilang, ini semua lantaran kebodohan kakak yang sangat kelewatan. Ingatkah pesanku
agar kau datang jangan lebih dari 2 dan 8, 3 dan 7, 4 dan 6 hari? Kau datang terlambat sekali.

SAMPEK : Tidak. Tanya Sukro. Waktu dia mengingatkanku aku pada hari ke-28, aku bilang
padanya, kita harus sampai di Solo tepat di hari yang dijanjikan. Aku mohon padamu Engtay,
jangan sampai kau tidak menepati janjimu.

ENGTAY : Berapa 2 ditambah 8, 3 ditambah 7, 4 ditambah 6? Sepuluh! Itulah hari yang


kujanjikan. Kuucapkan ketiganya hanya untuk penegasan.

SAMPEK : Kalau begitu, perkataanmu terlalu samar-samar. Aku jumlahkan seluruhnya menjadi
30. Hari ini adalah hari yang ke-30.

ENGTAY : Bukan begitu cara menghitung cinta. Kakak hanya bisa membaca yang tersurat,
tapi tidak sanggup memahami apa yang tersirat. Kakak hanya mengerti apa yang terucap tapi tidak
mampu menafsir apa yang ada di balik ucapan. Kakak terlalu berpikir lurus.

SAMPEK : Bukankah cinta seharusnya lurus?

ENGTAY : Tidak. Cinta penuh liku-liku. Tak terbatas bagai langit.

ENGTAY : (MENANGIS. MENYANYI)


Segalanya sudah terlanjur
Ibarat nasi sudah jadi bubur
Apalagi yang perlu disesali, apalagi?
Jodoh kita nyatanya bukan untuk zaman ini

SAMPEK : (MENANGIS. MENYANYI)


Apa betul kita tak punya kesanggupan
Membalik langit, mengaduk lautan?
Apa para dewa juga ikut senang
Melihat sepasang kekasih berpisahan?

ENGTAY : Aku sudah bertunangan. Itulah kenyataan.


(MENCABUT TUSUK KONDENYA) Tidak ada yang bisa kuberikan sebagai tanda mata selain tusuk
konde ini. Anggaplah ini sama dengan aku. Kita tidak berjodoh kali ini, tapi beda kehidupan
berikutnya, kita akan ditakdirkan menjadi pasangan kekasih.

SAMPEK : (DENGAN TANGAN GEMETAR MENERIMA TUSUK KONDE) Beginikah lakon


cinta harus kita akhiri?

SUKRO : Barangkali memang harus begitu Ndoro.

JINSIM : Lekaslah tuan pergi sebelum tetangga-tetangga melihat!

SAMPEK : Sukro, ambilkan kerisku!

SUKRO : (KAGET) Hah? keris? Untuk apa?

SAMPEK : Jangan banyak omong, lekas ambilkan!

SUKRO : (MERATAP) Jangan Ndoro nekat begitu. Apa yang harus saya laporkan sama
Ndoro Sepuh nanti, kalau saya pulang bawa mayat Ndoro Pekik?

SAMPEK : (MARAH) Keris, kataku! (MEREBUT BUNTALAN PAKAIAN DARI SUKRO DAN
MENGAMBIL KERIS)

ENGTAY : (MENJERIT) Kakak? Kamu mau apa????

SAMPEK : (MENATAP ENGTAY. TERSENYUM SEDIH) Jangan kuatir.


(MENIMANG KERIS DAN MEMBERIKANNYA PADA ENGTAY)
Aku gagal meminang perempuan, aku bukan lagi lelaki sejati, aku tak pantas menyimpan pusaka.
Lagipula, aku sudah tidak punya seseorang untuk kulindungi... Ini boleh kau anggap sebagai tanda
mata dariku.

ENGTAY : Sampek ..

SAMPEK : Engtay ..
NYONYA LI : (BURU-BURU MASUK BERSAMA SUAMINYA) Ada apa ribut-ribut? (KAGET)
Keris!

LI : (JUGA KAGET) Keris!

JINSIM : Tuan Sampek sebetulnya sudah tahu siapa Nona Engtay.

NYONYA LI : (KAGET SEKALI) Kalau begitu, Tuan, aku mohon, segeralah pergi! Engtay sudah
kami tunangkan. Dan satu bulan lagi dia akan menikah di Kebumen. Mohon, pahamilah dan jangan
berbuat yang aneh-aneh. Demi masa depan Engtay ..

LI : Ya, tuan Sampek, ku mohon .. pergilah!

SUKRO : Ndoro, apalagi yang harus kita tunggu? Sebaiknya kita lekas-lekas pergi.

ENGTAY : (MENANGIS LARI KE DALAM KAMAR)

SAMPEK : Engtay ..

NYONYA LEE : Aku mohon, tuan, pergilah. Kami tidak ingin kabar ini sampai ke telinga keluarga
Kapten Liong.

SAMPEK : (MENYANYI, MENGELUARKAN LUAPAN ISI HATI)


Apa betul kita tak punya kesanggupan
Membalik langit, mengaduk lautan
Apa para dewa juga akan ikut senang
Melihat sepasang kekasih berpisahan?

LAMPU BERUBAH
[ 13 ] BERANDA RUMAH ENGTAY, DI SOLO. PAGI.
(ENGTAY MENANGIS DIRANJANG. NYONYA LI MEMBUJUK)
ENGTAY : Ibu, betulkah perempuan dilahirkan untuk menjadi makhluk lemah, dan tidak
berdaya memilih sendiri jalan nasibnya?

NYONYA LI : Kita boleh memilih, tapi keputusan biasanya tidak ada di tangan kita. Itulah kodrat.

ENGTAY : Tadinya aku pikir, aku sanggup melawan kodrat. Aku berhasil melewati masa-masa
sekolah dan langsung menganggap diriku kuat. Tapi nyatanya aku tetap kalah dan harus patuh
kepada putusan orangtua dan tidak berani melenceng dari garis kodrat. Selalu kalahkan kaum kita,
ibu?

NYONYA LI : Tidak selalu, anakku. Kemenangan kita adalah, semacam kemenangan kecil-
kecilan. Misalnya, berhasil membikin lelaki menyerahkan segala urusan dapur dan kamar tidur,
mengikat mereka untuk betah di rumah sampai tua. Atau kadang, sesaat dua saat mereka kita bikin
bertekuk lutut lewat senjata rahasia kita, menghiba-hiba dan menjadi bayi kembali.

ENGTAY : Cuma itu?

NYONYA LI : Apa kau mau lebih dari itu? Lelaki memandang perkawinan ibarat perang, sedang
bagi kebanyakan perempuan, perkawinan adalah karunia. Mengapa? Karena kitalah yang
memberikan keturunan. Dan kita harus bangga dengan itu. Kau tidak?

ENGTAY : Tidak tahu, ibu. Tapi aku sering merasa nilai kita sebagai perempuan tidak hanya
itu. Dan aku tidak puas hanya menjadi yang selalu kalah.

NYONYA LI : Engtay... seumur hidup, ayah dan ibumu belum pernah menuntut apapun dari
kamu. Dan sekarang, inilah satu-satunya tuntutan kami. Menikahlah dengan Macun, dan sesudah
itu kami tak akan meminta apa-apa lagi, nak. Bersedia kawin dengan Macun jangan kau pandang
sebagai kekalahan. Harus kau anggap sebaliknya. Kalau kau sebagai anak, berhasil mengangkat
derajat orangtua, itulah kemenangan. Kau tidak bisa lari dari kebiasaan turun-temurun ini.

ENGTAY : Mungkin belum zamannya. Aku dilahirkan terlalu cepat.

NYONYA LEE : Engtay, jangan coba menghujat takdir. Nanti kualat.

ENGTAY : (DIAM SAJA. HATINYA GUNDAH, BAGAI DIIRIS SEMBILU)

LAMPU BERUBAH
[ 14 ] KAMAR TIDUR SAMPEK, DI RUMAHNYA. MALAM
(SAMPEK SAKIT PAYAH. DIA MENCERACAU TERUS)
(MUSIK MENYANYIKAN LAGU DENGAN RIANG)

Siang malam berbantal air mata


Sampek cuma ingat Engtay tercinta
Patah tulang bisa disambung
Patah cinta sakit sampai ke jantung
Berpuluh gadis dibawa datang
Hati sampek tetap tak goyang
Hanya engtay pujaannya seorang
Gadis lain tak bisa dibandingkan

Cinta bisa madu, bisa juga candu


Manis sesaat, pahitnya sambung menyambung
Sakit biasa bisa dicari obatnya
Sakit cinta, coba, apa penyembuhnya?

Dada sesak mata berkunang-kunang


Badan lemas gairah hidup hilang
Bagai mawar tumbuh ditanah gersang
Begitulah cinta sampek dari Palbapang

DALANG : Penonton, silahkan dengar, keluhan apa yang setiap hari keluar dari mulut Sampek.

SAMPEK : Engtay, Engtay, tega sekali kamu memutuskan hubungan kita. Aku tidak sanggup
lagi. Lebih baik mati, mati …

DALANG : Dengar, kan? Tuh, tuh! Apaan, tuuh! Yaaah, itu-itu melulu yang keluar dari
mulutnya, setiap hari. Makan tidak mau, minum ogah, tidur tidak bisa. Lihat saja tubuhnya sudah
seperti jerangkong. Tinggal kulit berbalut tulang. Sama sekali tidak ada cahaya kehidupan. Mata
cekung, pipi kempot. Aduuhh, lakon asmara. Jangan kata lelaki lemah macam Sampek, Samson
yang perkasa saja bisa habis sama Delilah. Cinta tak berbalas memang sanggup bikin cengeng
lelaki yang jadi korbannya.

SAMPEK : Engtay, Engtay, aku memang bodoh. Tapi apa harus seberat ini penderitaan yang
mesti ku tanggung akibat kebodohanku itu? Aku tidak sanggup, tidak sanggup …

DALANG : Wedeww prikitiuuww! Ibarat pasang lotre, nomor yang dipasang sudah klop, begitu
hadiah mau diambil, eeh kertas lotrenya hilang. Apa tidak bikin orang jadi gregetan seumur hidup
tuh? Bisa gilaaaa .. salah sendiri,

R.Ay RETNO : (BERGEGAS MASUK BERSAMA SUAMINYA DAN SUKRO) Sudah, sudah,
dalang edan!, sudah. Ocehanmu malah bikin orang sakit jadi malah tambah sakit. Coba, kalau
komentar tuh yang enak didengar. Ini, komentarnya malah memojokkan. Sampek sakit, semua
orang tahu. Dia sakit lantaran Engtay, semua juga tahu. Tidak perlu obral publikasi begitu. Kalau
penonton memperhatikan, kan sudah jelas kenapa Sampek anakku ini sakit?
SAMPEK : Ibuuu..... Aku tidak sanggup, mati saja, mati … aduuh … sakiiitt

R.Ay RETNO: (KEPADA SAMPEK) Sampek anakku, apa yang kau rasakan? Dimana sakitnya?

SAMPEK : Tidak tahu, ibu, tidak tahu. Rasanya sudah mau mati.

RM DARMAJI : Lelaki tidak punya semangat. Loyo. goblok. Masa kalah sama cinta. Mukanya
ekstrajoss kok hatinya jas jus! Tampang preman, hati Hello Kitty!

R.Ay RETNO:
Ee, ini juga komentarnya sama seperti dalang menthel itu. Jangan coba-coba marahi anakmu.
Cinta itu memang sanggup bikin lelaki jadi seperti ini. Semua paham. Coba kamu yang alami
sendiri, misal aku pergi meninggalkan kamu, mau apa? Pasti kamu kejang-kejang!

RM DARMAJI : (MENGGERUNDEL, TAPI SANGAT PERLAHAN) Pasti kawin lagi …

R.Ay RETNO: Apa? Kamu bilang apa? Yang keras dikit ..

RM DARMAJI : Nggak, nggak ..

R.Ay RETNO: Apanya yang nggak?

RM DARMAJI : Nggak bakalan marah lagi, aku paham.

R.Ay RETNO: ya udah. Diem! Sampek, apa betul-betul cuma Engtay yang bisa jadi obatmu?

SAMPEK: Ya, ibu, ya, cuma dia ..

R.Ay RETNO: Kamu juga begitu sih, Hampir satu tahun masih juga tidak sanggup membedakan
mana lelaki mana perempuan. Tapak jalan lelaki, suaranya keras, sedangkan tapak jalan
perempuan, suaranya halus. Kamu harus bisa membedakannya.

SAMPEK : Tapi kaki Engtay hampir sama besarnya dengan kaki lelaki, bu. Ukuran sepatunya
saja 41.

R.Ay RETNO: Tapi tetap saja suara tapaknya akan beda ..

SUKRO : Sebetulnya sih, semua ini terjadi lantaran juragan muda tidak mau badung sedikiit.
Kalau pasangan sudah sangat agresif begitu, ya tabrak saja, urusan belakangan. Kalau dia lelaki,
hitung-hitung tambah pengalaman. Kalau perempuan, baru itu yang namanya rejeki nomplok.

RM DARMAJI : Huss, ngaco. Amoral.

SAMPEK : Aduh, ibu, ayah, lebih aku mati saja. Tidak sanggup lagi.

R.Ay RETNO: Apa sih hebatnya Engtay? Masa tidak bisa dibandingkan dengan perempuan lain?

SAMPEK : Ibu tidak pernah jumpa dengan dia sih. Pokoknya, untukku Engtay tak bisa
digantikan oleh siapa pun.

R.Ay RETNO: Khas omongan remaja.

SAMPEK : Tidak ibu, aku sungguh-sungguh... (MENDELIK. MENJERIT. PINGSAN)

R.Ay RETNO: Sampek, Sampek. Pak, kenapa dia? Panggil dokter. Sukro. Lari kamu, cepat!
Panggil dokter di selatan bunderan!

SUKRO : Ya, baik, baik. (BERGEGAS KELUAR DENGAN PANIK)

R.Ay RETNO: (MENANGIS) Aduh, Sampek, jangan begini nak. Kamu anakku satu-satunya,
bangkitlah semangatmu, nak. Jangan habis hanya lantaran cinta. Sampek, untuk apa mengingat-
ingat gadis yang sudah bertunangan?

PEMUSIK :
Siang malam berbantal air mata
Sampek hanya ingat Engtay tercinta

R.Ay RETNO: (MARAH) Sudah, sudah. Diam. Minggat! Untuk apa nyanyi? Mengejek? Bikin
pusing. Cari kerjaan lain. Minggaaaaat !!
(PEMUSIK DIAM MENAHAN TAWA)

R.Ay RETNO: Sampek, Sampek. Bangun, nak, sadar. Bangun!

LAMPU BERUBAH
[ 15 ] RUMAH ENGTAY DI NGSOLO. SIANG.
(ENGTAY SEDANG MENYULAM KETIKA SUHIANG DATANG BERSAMA SUKRO)
SUHIANG : (PADA SUKRO) Silahkan menemui nona saya, tapi jangan lama-lama, ya?

SUKRO : Nona Engtay, saya membawa surat dari Ndoro saya. Untuk nona. Silahkan baca
suratnya, nona.

ENGTAY : (MENERIMA SURAT, LANGSUNG MEMBACANYA. SEDIH) Malang nian nasibmu,


Sampek. Apa parah sekali sakitnya?

SUKRO : Dibilang hidup, sudah seperti orang mati. Tapi dibilang mati, ada napasnya. Begitu
deh, sebentar bernapas, sebentar-sebentar pingsan. Ya, fifty-fiftylah.

ENGTAY : Saya akan membalasnya. Tunggu sebentar, Sukro.

SUKRO : Lhah, masa sebentar amat bacanya? Kan panjang suratnya? Apa betul-betul
sudah dipahami isinya?

ENGTAY : Apalagi yang harus kupahami? Kamu boleh tahu, isi surat Sampek yang berlembar-
lembar ini, disetiap lembarnya hanya bertuliskan namaku.

SUKRO : Begicuuu? Rajin amat ya?

ENGTAY : Sukro, tunggulah sebentar. (BERGEGAS MASUK KEDALAM RUMAH)

SUHIANG : Sebetulnya, bagaimana sih keadaan Ndoromu?

SUKRO : Eee, diulang lagi. Hampir mati.

SUHIANG : Sudah sekarat?

SUKRO : Koma.

SUHIANG : Berapa lama sudah dia koma?

SUKRO : Lima hari.

SUHIANG : Makin membaik, atau malah buruk?

SUKRO : Drop. Anjlok.


SUHIANG : Aiih, harus hati-hati. Orang bilang, kalau sakit rindu tujuh hari tidak bisa baik,
segera saja pesan peti mati. Tidak aka nada harapan lagi.

SUKRO : Kecuali kalau majikanmu mau dikawini sama Ndoroku. Dan juga ada syarat lain
sebagai pelengkap, biar sekalian jalan, kamu sudi aku nikahi pula.

SUHIANG : Mana mungkin, mana mungkin.

ENGTAY : (MASUK LAGI) Sukro, inilah surat jawaban dariku. Lekaslah pulang. ini uang untuk
ongkos jalanmu. Langsung. Jangan mampir-mampir.

SUKRO : Baik. Terima kasih. Permisi. Dinda Suhiang. (PERGI BERGEGAS)

ENGTAY : Sampek …

SUHIANG : Nona, sudah tahu apa yang bakal dialami Sampek?

ENGTAY : Ya. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.

LAMPU BERUBAH
[ 16 ] KAMAR TIDUR SAMPEK DI RUMAHNYA. MALAM.
(AYAH IBU SAMPEK DUDUK DI SEPUTAR RANJANG ANAKNYA, MENDENGARKAN SUKRO
YANG SEDANG SUSAH PAYAH MEMBACA SURAT ENGTAY DAN BERUSAHA MENGEJANYA
DENGAN SUARA KERAS. SAMPEK SUDAH SEPERTI MAYAT HIDUP. DIA TERBARING TANPA
DAYA)

SUKRO : (MEMBACA) “Soal sakitnya kakak Sampek, saya punya obatnya. Harap perhatikan
baik-baik! Carilah salju di puncak gunung di tanah jawa. Otak dari ayam emas. Hati ular naga hijau
dari lautan timur. Jeroan burung gagak bersayap putih. Taring serigala berbulu merah berkaki lima,
dan dua tetes air embun yang masih menempel di daun sirih tepat pada jam 12 siang. Campurkan
semua itu, lalu godok di dalam panci berlian. Atas perkenan dewa-dewa pasti kakak akan sembuh.

RM DARMAJI : Gila. Itu mustahil. Mana ada …

SUKRO : (MEMBACA) “Kalau obat tidak bisa diperoleh, sudah bisa dipastikan kakak pasti
akan mati …”

RM DARMAJI : Kurang ajar …


R.Ay RETNO: Diam dulu, dengar dulu!

SUKRO : (MENANGIS. SAMBIL MENGHAPUS AIR MATA YANG MELELEH) Memang gadis
ini teramat sangat kelewat kurang ajar. Ini namanya menyumpahi ..

R.Ay RETNO: Teruskan Su!

SUKRO : Baik. (MEMBACA LAGI) “Kalau kakak sampai meninggal, kuburlah jasad kakak di
pekuburan di pekuburan china bulaksumur. Carilah tanah dipekuburan sebelah barat dan kuburan
kakak harus menghadap ke timur.

SUKRO : Pilihlah nisan yang berwarna putih dan tatahlah nama kakak di batu nisan itu
dengan huruf-huruf yang jelas. Di belakang hari, aku tentu akan datang ke kuburan kakak. Sekian
surat dariku. Dan harap jangan melupakan pesanku. Salam. Engtay ..”

R.Ay RETNO: Jangan dengarkan dia Sampek. Kau pasti akan sembuh. Minumlah obat yang
diberikan dokter Sutomo. Sesudah sembuh, ibu janji, akan mencarikan kamu gadis yang jauh lebih
hebat dari Engtay. Sampek, sembuh nak, sembuh ya? Kasihani ibumu …

SAMPEK : Ibu, Rama, dengar! Apa yang ditulis Engtay, semuanya benar. aku memang akan
mati .. sebentar lagi ..

R.Ay RETNO: Tidak, nak, tidak. Kamu pasti akan sembuh, aku yakin …

SAMPEK : Dengar semua pesanku! Kuburkan aku seperti apa yang ditulis Engtay dalam surat
itu. Aku yakin, Engtay pasti akan datang ke kuburanku. (MENGAMBIL TUSUK KONDE DARI BALIK
BANTALNYA) Ini tusuk konde, tanda mata dari Engtay. Taruhlah diatas nisan kuburku. Jika dia
datang, Dia pasti tahu apa yang harus dilakukannya. Ibu, Rama, aku mohon maaf karena tidak bisa
menjaga sampai Rama ibu tua. Maafkan anakmu yang tidak berbakti ini. Aku merasa, ajalku sudah
dekat sekali. Ikhlaskan anakmu pergi, tapi ada satu permintaanku: jangan benci sama Engtay,
sebab dialah satu-satunya gadis yang paling aku cintai. Selamat tinggal semuanya… Dari dulu
beginilah cinta, deritanya tiada akhir.
(SAMPEK MATI. TANGISPUN MELEDAK)

LAMPU BERUBAH
[ 17 ] JALANAN BESAR BULAK SUMUR, TEPI PEKUBURAN CINA.

(MUSIK GEMBIRA TERDENGAR MERIAH SEBUAH IRINGAN PENGANTIN LEWAT. ITULAH


IRING-IRINGAN TANDU MACUN YANG TENGAH MEMBOYONG ENGTAY. MACUN
BERPAKAIAN MEMPELAI PRIA, BERJALAN GAGAH DI DALAM ROMBONGAN. KAPTEN LIONG
BERJALAN DENGAN BANGGA DISAMPING PUTRANYA)

NYANYIAN PENGANTIN

Tandu pengantin, hai, hai


Merah keemasan, hai, hai
Berkilauan, hai, hai
Kemana dikau pergi?
Ke laut, gunung, langit
Menyongsong mimpi-mimpi
Atau tak kan kembali lagi

Perawan berjubah merah


Bimbang memeluk harapan
Diakah seorang korban,
Hadiah bagi api pedupan?
Tandu pengantin, hai, hai
Merah keemasan, hai, hai
Berkilauan, hai, hai

Indah dan mengerikan


Indah dan mengerikan

(ENGTAY MASIH DIDALAM TANDU PENGANTIN)

ENGTAY : (MENATAP KELUAR JENDELA TANDU PENGANTIN) Ibu…

NYONYA LI : Ya?
ENGTAY : Bisakah ibu mintakan kepada Macun untuk behenti sebentar?

NYONYA LI : Macun, Engtay minta agar kita berhenti sebentar.

MACUN : Kenapa? Untuk apa?

ENGTAY : Macun, dikuburan itu seorang sahabatku berbaring. Aku berniat sembahyang di
kuburannya. Bolehkah kita berhenti sebentar?

MACUN : (TERTAWA) Kenapa tidak? (KEPADA ROMBONGAN) Berhanti sebentar! Silakan


Engtay!

LI : (KEPADA ISTERINYA) Ada apa?

NYONYA LI : Lebih baik kita tidak omong apa-apa, bisa berabe. Kalau tidak salah, ini kampung
halaman Sampek.

LI : Aduh, mati aku. Kita harus bagaimana ini?

KAPTEN LIONG : Engtay mau apa?

MACUN : Bersembahyang dikuburan seorang sahabatnya.

KAPTEN LIONG : Engtay sungguh seorang yang sangat berbudi, tidak melupakan teman. Ia
pasti akan jadi isteri yang baik. Kau beruntung mendapatkannya.

ENGTAY : (TERLONGONG-LONGONG DI DEPAN KUBURAN SAMPEK) Aku datang padamu


Sampek. Kemarin malam kau yang menemuiku dalam mimpiku. Begitu jelas, sampai aku tidak tahu
itu cuma mimpi atau memang kenyataan. Kau tidak berkata apa-apa selain menyebut namaku
berulangkali. Kau tidak meminta apa-apa, tapi aku sangat paham apa yang kau kehendaki.
Sekarang aku datang. Aku di sini.

ENGTAY : Sepanjang jalan aku semakin yakin, ternyata aku hanya mencintai seorang lelaki,
kaulah itu, Sampek. Dan bukan Macun. Kaulah yang seharusnya menjadi suamiku, dan bukan yang
lainnya. Sampek, Sampek, Sampek …

KAPTEN LIONG : Apakah teman Engtay itu bernama Sampek?

MACUN : Barangkali ayah.

KAPTEN LIONG : Tingkah Engtay agak aneh.

LI : Ku dengar dia menyebut-nyebut nama Sampek. Apakah itu kuburan Sampek? Celaka sekali
kalau memang kuburan Sampek. Mati aku.

NYONYA LI : Labih baik tidak usah omong. Pura-pura tidak tahu saja. Diam saja.

ENGTAY : Kau taruh tusuk kondeku disini. Aku tahu, apa yang kau harapkan dariku. Akan
kuketuk-ketuk di kuburan. Kalau kita memang berjodoh, kuburan ini pasti akan terbuka. Lalu aku
akan masuk dan menjadi satu dengan jasadmu untuk selama-lamanya. Tapi kalau kita memang
tidak berjodoh, tentu aku akan terus dibawa Macun ke Semarang dan jadi isterinya seumur hidup.
Sampek, kau mati lantaran aku. Buktikan, bahwa kematianmu tidak sia-sia. Aku ketukkan tusuk
konde ini tiga kali. Terbukalah … Terbukalah kuburmu ini …
(MENGETUK-NGETUK TUSUK KONDE KE KUBUR SAMPEK, SEBANYAK TIGA KALI)

KAPTEN LIONG : Apa yang dia lakukan?

MACUN : Aku tidak tahu, ayah.


(TIBA-TIBA, SETELAH KETUKAN YANG KETIGA, TERDENGAR GELEGAR GUNTUR, PADAJAL
LANGIT TIDAK SEDANG MENDUNG LALU SEBUAH CAHAYA, BAGAI METEOR, JATUH DARI
LANGIT. CAHAYA ITU LANGSUNG MEMBENTUR KUBURAN SAMPEK, SEHINGGA KUBURAN
JADI TERBELAH DAN MENGANGA) (ENGTAY TERKESIMA. SEMUA TERKESIMA)

LI : Apa itu?

NYONYA LI : Kuburan terbuka. Kuburan terbuka. Hantu!

MACUN : (BENGONG) Engtay, Engtay...

KAPTEN LIONG : Kuburan siapakah itu? Tadi Engtay menyebut-nyebut nama Sampek. Apakah ini
kuburan Sampek? Siapa Sampek? LI, siapa Sampek?

LI : Dia adalah lelaki yang dicintai oleh anakku.

KAPTEN LIONG : Bangsat! Siapapun Sampek, dia sudah merampok isteri anakku. Penjahat!
Macun! Kamu tidak boleh bengong begitu! Kamu laki-laki. Ambil pacul, kapak, linggis, bongkar
kuburan itu! Bongkar lekas, sebelum tubuh Engtay dimakan cacing! Temukan isterimu, hidup atau
mati. Bongkar!!!

MACUN : (KEPADA ANAK BUAHNYA) Bongkar! Bongkar!


(SEORANG LELAKI DAN PEREMPUAN SETENGAH BAYA, DALAM PAKAIAN PERKABUNGAN,
BERLARI MENDATANGI. DIA ADALAH RM DARMAJI DAN ISTERINYA. SUKRO MENGIRING
DIBELAKANGNYA. MEREKA DATANG TEPAT SAAT BEBERAPA ORANG HENDAK MULAI
MEMBONGKAR KUBURAN SAMPEK)

RM DARMAJI : Apa yang kalian lakukan?


MACUN : (MELEDAK MARAH) Jangan pedulikan! Bongkar!

R.Ay RETNO: Bajingan. Bangsat. Ini kuburan anakku. Apa hakmu membongkarnya?

MACUN : Anakmu sudah merampok isteriku, Engtay. Minggir. Bongkar terus!

R.Ay RETNO: Jadi kalian inikah keluarga Engtay? Engtay-lah yang sudah merampok nyawa anak
kami satu-satunya. Jangan bongkar! Jangan!

MACUN : Minggir! Terus bongkar!


(BEBERAPA ORANG MEMEGANGI RAy RETNO DAN SUAMINYA. BEBERAPA LAINNYA TERUS
MEMBONGKA KUBURAN) (TAPI SETELAH KUBURAN TERBONGKAR, TIDAK SATU JASAD
PUN TERBARING DISITU. TAK ADA SAMPEK, TAK ADA ENGTAY, TAK ADA SIAPA-SIAPA)

MACUN : Ada apa di dalam?

ORANG : Kosong, juragan. Betul-betul kosong.

KAPTEN LIONG : (MARAH. PENASARAN) Gali lebih dalam lagi! Ini pasti ulah tukang sihir.

MACUN : Gali lagi!

KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG DALAM DAN MENEKAN)


Menggali lebih dalam, lebih dalam lagi
Tak sebuah jasad pun terbering disitu
Sia-sia menggali, menggali dan menggali lagi
Yang ditemukan cuma dua keeping batu biru

MACUN : Apa yang kamu temukan?

ORANG : Dua keping batu biru, juragan. Dan sepasang tawon kuning.

KAPTEN LIONG : Apa lagi?

KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU)


Sepasang kupu-kupu
Terbang kelangit
Sayapnya gemerlap
Memantulkan cahaya
(MEMANG BETUL. DEMIKIAN KEJADIANNYA. DARI DALAM KUBURAN TERBANG SEPASANG
KUPU-KUPU. KEDUANYA MENGEPAKKAN SAYAP-SAYAPNYA, TERBANG KELANGIT)

R.Ay RETNO: Sampek …

NYONYA LI : Engtay …

LAMPU BERUBAH
PENUTUP
(MONOLOG DALANG KETIKA SELURUH PELAKON MUNCUL DI PANGGUNG)

DALANG :
Macun dan Kapten Liong yang murka besar, memberi perintah agar dua keeping batu biru itu
dibuang terpisah. Yang satu dilempar ke bukit sebelah barat, satunya lagi dibuang ke bukit timur.
Dibelakang hari, dua batu besar itu tumbuh menjadi pohon jati dan bambu. Kedua bahan
kayu itu akhirnya berkumpul jadi satu juga ketika orang membuat rumah. Dasar memang sudah
jodoh. Ibarat garam dilaut, asam digunung, bertemu di cowek batu ketika orang bikin lotek …
Kata sahibul hikayat, Sampek dan Engtay itu ternyata penjelmaan sepasang dewa yang
dibuang dari kahyangan dan dijeburkan ke dunia untuk menjadi manusia. Mereka wajib melakoni
hidup sengsara. Lalu, lewat peristiwa ini, akhirnya mereka diizinkan kembali menjadi dewa dan
boleh pulang ke rumah asalnya dikahyangan sono, noh …
Maka dari itu, para penonton, jadikanlah setiap lelakon kita sebagai cermin. Supaya kita
bisa semakin mengagumi bagaimana cara para dewa merangkai berbagai jalinan lakon manusia.
Sebab, seringkali banyak kembang-kembang kisah yang tak sanggup diduga.
KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU)
Berjuta pasang kupu-kupu
Muncul mendadak kelangit biru
Sayap-sayapnya menutup matahari
Menyayangi bumi, meneduhkan hati

Kupu-kupu terbang dimana-mana


Dengan sayap yang warna-warni
Terbang, lepas bebas, bahagia
Menyatu dalam pelukan semesta
KEMBALI TERDENGAR LAGU PEMBUKA
The End

Berbagi Posting Email


KOMENTAR

yoga galih 23 Januari 2012 pukul 06.27

ternyata naskah nya ada di blog :o

BALAS

HALIMI MN 22 Maret 2014 pukul 04.23

Saya minta izin untuk menjadikan sebagai koleksi

BALAS

Muhammad Arya 16 Oktober 2018 pukul 18.20

Engtay

BALAS

Masukkan Komentar

POSTINGAN POPULER
Januari 12, 2012

SEJARAH SENI RUPA TIMUR


Berbagi 1 komentar

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Mae Burke


Andri Wicaksono

Metro-Jogja-Solo-
Jakarta-Bandar
Lampung, Indonesia

Lahir dan besar di
Metro, Lampung.
Pendidikan dasar
sampai menengah
ditempuh di kota
kelahirannya, yaitu:
SDN 5 Metro Selatan
(1989 – 1995), SMP
Kartikatama (1995 –
1998), SMAN 2 Metro
(1998 – 2001). Setelah
lulus SMA lanjut studi
di Universitas Negeri
Yogyakarta pada
Program Studi
Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia (2001 –
2007). Selama menjadi
mahasiswa, bukan
termasuk mahasiswa
yang anggul, alias biasa
saja. Waktunya pun
lebih banyak
dihabiskan untuk
nongkrong di burjo,
angkringan, HIMA PBSI,
dan UNSTRAT serta FK-
UKM UNY. Tahun 2010
lanjut S2 di Pendidikan
Bahasa Indonesia, PPs
UNS, lulus 2012. Lulus
dari UNS kemudian
diterima sebagai dosen
tetap di STKIP PGRI
Bandar Lampung. Di
tahun 2014 lanjut studi
S3 di UNJ (Linguistik
Terapan). Blog ini awal
mulanya hanya untuk
ANDRI WICAKSONO
menampung tulisan
dari tugas-tugas
selama kuliah.
Kemudian, beberapa di
antaranya juga dialih
wahanakan menjadi
artikel ilmiah juga
bagian dari buku
referensi. Sudah lama
tidak menulis di blog
lagi. Tapi, masih ada
rasa ingin, mungkin
suatu kali lagi.
Terimakasih atas
kunjungan Anda ke
Blog yang seadanya ini.
Semoga dapat
memberi manfaat.

KUNJUNGI PROFIL

Arsip

Label

Laporkan
Penyalahgunaan

Anda mungkin juga menyukai