MENGGUNAKAN PERATURAN
Disusun Oleh :
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Ika Rochdjatun Sastrahidayat
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
BAB VI
PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN MENGGUNAKAN PERATURAN
b. Perkembangan organisasi
Pada awal sejarahnya Karantina Tumbuhan hanya inerupakan sebuah
seksi padabalai Penelitian Hama/ Penyakit tanaman yang kemudi an dengan makin
mantapnya organisasi Departemen Pertanian, di samping disadarinya peranan
Karantina Tumbuhan di Indonesia, maka pada tahun 1969 status Karantina
Tumbuhan menjadi Direktorat yang secara teknis operasional langsung di bawah
Menteri Pertanian. Dengan diterbitkannya Kepres Nomer 44 dan 45 tahun 1974
ditetapkan kemudian adanya pusat Karantina Pertama di bawah badan penelitian
dan pengembangan pertanian yang kemudian dengankeputusan Menteri Pertanian
Nomer 190/1975, Direktorat Karanth.. Tumbuhan yang di tempatkan langsung di
bawah pengawasan Kepal. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Melihat
kepada Keput Menteri Pertanian Nomer 190/1975 tersebut dapat disimpulkan
bahwa puas Karantina Pertanian tidak mempunyai komando terhadap Instalasi
Karantina Tumbuhan. Pada tahun 1979 yaitu ketika diterbitkannyaKeppres Nomer
453 dan 861 Tahun 1980, tidak terdapat lagi instalasi Karantina Tumbuhan. Satuan.
kerja tersebut dilebur dalam pusat Karantina Pertanian yang langsung berada di
bawah Kepala Badan Litbang Pertanian dengan mempunyai lima bala Karantina
Pertanian. 14 stasiun Karantina Pertanian dan 38 Pos Karantina Pertanian yang
tersebar di seluruh Indonesia. Usaha penertiban orga dan kegiatan karantina
tumbuhan selanjutnya dikembangkan selaras dengan derap langkah kegiatan
penelitian. Penempatankegiatan karantina tumbuhan dalam lingkup Badan Litbang
pertanian ini sebenarnya dianggap kurang tepat mengingat bahwa karantina
tumbuhan suatu kegiatan yang penelitian tetapi perlu ditunjang oleh kegiatan
penelitian. Berdasarkan pada pertimbangan tertentu maka pada tahun 1983 dengan
telah disusunnya Kabinet Pembangunan IV terbitlah kemudian Keppres Nomer 24
tahun 1983 yang menetapkan antara lain penempatan pusat Karantina Pertanian
bersifat langsung di bawah Menteri Pertanian. Pusat karantina pertanian dalam
Keppres 24/1983 ini meliputi seluruh kegiatan karantina lingkup Departemen
Pertanian yakni Karantina Hewan, Karantina Ikan dan Karantina Tumbuhan.
Perkembangan Dalam Bidang
Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan perundang-undangan merupakan salah
satu landasan pokok pelaksanaan kegiatan karantina tumbuhan.
e. Beberapa Permasalahan
1. Usaha peningkatan produksi kelapa telah dirintis dengan pemasukan kelapa
hibrida dari luar negeri. Agar supaya introduksi bibit kelapa unggul pada masa-
masa yang akandatang sesuai dengan dasar biologi, penyempurnaan prosedur dan
persyaratan karantina tumbuhan perlu dituangkan dalam suatu peraturan resmi.
2. Penyakit cacar cengkeh (Phyllosticta sp.) yang masih menjadi masalah
utama bagi petanipenghasil cengkeh di wilayah yang dijangkitinya perlu
diikuti dengan pelaksanaan survai kewilayah-wilayah penghasil cengkeh
sebagai usaha penjajagan kembali daerah penyebaran penyakit ini, di
samping untuk pelaksanaan tindak karantina dalam negeri.
3. Pemasukan plasma nurfah tanpa terkendali menunjukkan timbulnya suatu
"warning signal" penularan beberapa jenis hama/penyakit tumbuhan berbahaya
dari luar negeri. Sebagai salah satucontoh pemasukan tak terkendali bibit coklat
oleh penduduk perbatasan di Kalimantan timur/ barat dan di wilayah Malaysia
timur dikhawatirkan akan membawa serta penyakit Vascular Streak Die-Back
(Oncobasidium theobromae) pada coklat yang diketahui banyak merugikan
petani coklat di Sabah dan Serawak. Aparat pemerintah daerah dan para ahli
peneliti coklat perlumemperhatikan hal ini secara serius. Campur tangan pihak
karantina tumbuhan dalam menanganimasalah ini hendaknya jangan dianggap
sebagai penghambat pengembangan produksi coklat daerah.
4. Pembatasan penyebaran berbagai jenis hama/penyakit tumbuhan tertentu
dalam negeri perlumendapatkan perhatian semua pihak. Karantina tumbuhan
akan melaksanakan tugasnya semaksimal mungkin dalam usaha pembatasan
penyebaran ini tentunya dengan dasar peraturanperundang undangan resmi.
Penetapan peraturan perundang-undangan ini perlu dipikirkan di samping
untuk tindak karantina tumbuhan domestik juga untuk penerapan suaru
"Quarantined Area" bagi jenis-jenis tumbuhan tertentu yang telah ditulari
hama/penyakit tumbuhan tertentu pula.
f. Beberapa Penyakit yang sudah dan Belum di Karantina
1. Penyakit "darah" pada pisang (blood diseases; P celebensis), yang telah diatur
dalam Ordonansi 10 September 1921 (Staatblad No. 532), guna mencegah
penyebaran penyakit tersebut dari daerah kepulauan Sulawesi dan sekitarnya ke
daerah-daerah lainnya di dalamwilayah Indonesia.
2. Penyakit Phytophthora infestans pada kentang, yang diatur dalam ordonansi 18
Maret 1925 (Staatsblad No. 144) dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda No. 26/1938 (Staatsblad No. 700), guna mencegah
penyebaran penyakit kentang tersebut daridaerah-daerah tertentu di dalam wilayah
Indonesia.
3. Penyakit "Cacar Daun Cengkeh" (Phyllosticta sp.) yang sudah diatur berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian R.I. Nomer 1047/Kpts/ Um/12/1981 (tanggal
23 Desember 1981), guna mencegah penyakit cacar daun cengkeh tersebut dari
wilayah Daerah Tingkat ILampung ke daerah-daerah lainnya di dalam wilayah
Negara R.I.
4. Penyakit "CVPD" pada jeruk (Bacterium Like Organism), yang sudah diatur
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian R.I. Nomer 129/ Kpts/Um/3/1982
(tanggal 2 Maret 1982),guna mencegah penyebaran penyakit CVPD. tersebut dari
daerah pulau Jawa dan Sumatra ke daerah lainnya di dalam wilayah Indonesia. Hal
ini diperbarui melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian R.I. Nomer
737/Kpts/TP036/11/1985 tentang pengangkutan tanaman jeruk untuk mencegaha
CVPD.
5. Penyakit pada kentang oleh nematoda siste emas (Globodera rotochiensis) dan siste
putih (G. pallida) yang pertama kali muncul di Batu Malang, Jawa Timur sekitar
tahun 2003, kemudian juga muncul di Jawa Tengah dan Jawa Barat, saat ini telah
masuk dalam daftar karantina tumbuhan dengan golongan A2.