NIM : 2002036030
KELAS : HES A5
Pendahuluan
Istilah ilmu ekonomi umum dipahami sebagai studi ilmiah yang mengkaji
bagaimana individu atau kelompok masyarakat memilih pilihan, baik masa
depan dengan cara berinvestasi ataupun sekedar konsumsi dalam jangka pendek
sesuai kebutuhan. Investasi saham baik syariah atau konvensional diharapkan
memberikan keuntungan yang sesuai di masa yang akan datang, karena investasi
saham yang baik adalah investasi jangka panjang. Berinvestasi merupakan salah
satu strategi pengendalian kekayaan yang efektif bagi setiap orang. Termasuk
pengusaha-pengusaha muslim Indonesia, investasi adalah jalan alternatif
muamalah yang menjadi pilihan. Namun dalam kegiatan investasi ini masih
terdapat kekhawatiran para calon investor muslim terhadap persepsi spekulasi
(gharar) yang melekat pada sistem perdagangan di pasar modal.
Analisis kinerja indeks harga saham dapat digunakan sebagai titik acuan
dalam melakukan investasi. Indeks harga saham merupakan kumpulan dari
beberapa saham yang terkelompok bedasarkan kategori-kategori tertentu.
Sampai saat ini Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai beberapa macam indeks
yang membantu menentukan investasi pada pasar modal sehingga para investor
dapat mengurangi risiko yang terjadi dalam investasi dan mendapatkan tingkat
pengembalian yang diharapkan. Secara umum para investor akan memilih
investasi yang memiliki return yang maksimal dengan resiko yang minimal.
Indeks harga saham menjadi salah satu indikator penting untuk mengamati
pergerakan harga saham dan sekuritas-sekuritas perusahaan. BEI mempunyai
beberapa indeks saham konvensional maupun indeks syariah, yang dikenal
saham-sahamnya paling aktif dan paling likuid. Indeks tersebut salah satunya
adalah indeks JII sebagai indeks saham syariah dan indeks LQ45 sebagai indeks
saham konvensional. Begitu juga di ketahui saham syariah sama dengan saham
konvensional, bedanya terletak pada saham yang diperdagangkan dalam pasar
modal syariah harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria syariah.
Dengan demikian dalam prinsip syar’i penyertaan modal dilakukan pada
perusahaanperusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah seperti
perjudian, riba, memproduksi barang yang di haramkan seperti 4 bir, rokok, dan
lain-lain.
JII adalah suatu indeks saham yang juga diperdagangkan dalam BEI
dimana saham-saham mengikuti dalam perdagangan diperlakukan menggunakan
prinsip syariah. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai
titik tumpu(benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham
dengan basis syariah. Nilai suatu Indeks diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan dan keadilan investor untuk mengembangkan investasi dalam
ekuitas secara syariah. Saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari 30
saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki
kapitalisasi pasar yang besar. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang
digunakan untuk menghitung IHSG yaitu berdasarkan Market Value Weighted
Average Index dengan menggunakan formula Laspeyres. Investor dalam
melakukan kegiatan investasi mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai,
yaitu: terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi, terciptanya profit
yang lebih atau keuntungan yang diharapkan (profit actual), berkembangnya
kemakmuran bagi para pemegang saham, dan turut memberikan andil bagi
pembangunan bangsa
Selain itu ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai saham yaitu
profitabilitas. Profitabilitas atau keuntungan sebuah perusahaan selalu menjadi
daya tarik bagi calon investor dalam menilai kinerja perusahaan. Menurut Ross
et al (2015:72)1 profitabilitas adalah rasio untuk mengukur seberapa efisien suatu
perusahaan dalam mengelola kegiatan operasinya dan memanfaatkan asetnya.
Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan net profit margin. Net
profit margin adalah perbandingan antara laba setelah pajak dengan penjualan
bersih. Rasio ini menunjukkan bagaimana perusahaan memberikan laba kepada
pemegang saham sebagai presentasi penjualan. Apsari et al (2015) 2dalam
penelitiannya mengatakan bahwa net profit margin memiliki pengaruh signifikan
positif terhadap nilai perusahaan (PBV) sedangkan pendapat dari Ukriyawati dan
Rika (2018) memberikan kesimpulan yang berbeda dimana net profit margin
tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV)
1
Ross et al (2015:72)
2
Apsari et al (2015)
PEMBAHASAN
Saham syariah merupakan efek berbentuk saham yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah di Pasar Modal. kriteria saham Syariah Kegiatan
perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah Total utang maksimal
45% dari total asetTotal pendapatan non halal maksimal 10% dari pendapatan
usaha Saham terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES).
Syariah
Konvensional
- Indeks Syari’ah
b. Jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang bernaung dalam pasar
modal konvensional maka perhitungan indeks tersebut berdasarkan kepada
saham-saham yang memenuhi kriteria-kriteria syariah.
c. Seluruh saham yang tercatat dalam bursa sesuai halal.
- Indeks konvensional
c. Saham perusahaan bergerak dalam semua bidang baik haram maupun halal.
~ Tidak ada transaksi yang tidak sesuai dengan etika dan tidak bermoral seperti
manipulasi pasar, insider trading dan lain-lain.
1. Capital Loss : Investor menjual saham lebih rendah dari harga beli
4. Delisting dari DES : Saham keluar dari Daftar Efek Syariah dan harus dijual
atau dibeli di efek konvensional
1. Return
Menurut Hartono (2017) return adalah hasil yang diperoleh dari investasi.
Return dapat berupa return realisasian yang sudah terjadi atau return
ekspektasian yang belum terjadi Tetapi diharapkan akan terjadi di masa akan
datang. Return realisasian merupakan return yang telah terjadi. Return
realisasian dihitung menggunakan data historis. Return realisasian penting
karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return
realisasian atau return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return
ekspektasian dan return dimasa datang. Return ekspektasian adalah return yang
diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan
return realisasian yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasian sifatnya belum
terjadi.
H01 : Tidak terdapat perbedaan return yang signifikan antara saham syariah dan
saham konvensional di sektor manufaktur Bursa Efek Indonesia.
H1 : Terdapat perbedaan return yang signifikan antara saham syariah dan saham
konvensional di sektor manufaktur Bursa Efek Indonesia.
3
Setiawan & Oktariza (2013, p.1)
2. Rasio Sharpe
Sharpe dikenal sebagai ukuran penyesuaian risiko relatif dari return yang
dikembangkan oleh Sharpe di tahun 1966 dan berasal dari garis pasar modal.
Keuntungan dasar dari indeks Sharpe yaitu memberikan pengembalian tambahan
per unit risiko total antara risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko
tersebut diukur dengan standar deviasi dan ukuran ini memberi trade-off antara
risiko dan pengembalian. Rasio Sharpe menjelaskan seberapa baik seorang
investor dikompensasi dengan asumsi risiko tambahan. Rasio sharpe yang lebih
tinggi mencerminkan kinerja yang lebih baik Rana & Akhter (2015,p.7).
Berdasarkan penelitian Karim, Datip dan Shukri (2014,p.5) rasio Sharpe
menunjukkan pasar modal syariah lebih baik di bandingkan pasar modal
konvensional dan hasil penelitian Rana & Akhter (2015,p.10) menunjukkan
rasio sharpe memiliki perbedaan signifikan antara Karachi Meezan Index (KMI-
30 Islamic) dan Karachi Stock Exchange (KSE-100 Konvenstional) di negara
Pakistan.
H02 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara saham syariah dengan
saham konvensional diukur dengan metode rasio sharpe di sektor manufaktur
Bursa Efek Indonesia.
3. Rasio Jensen
H03 : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara saham syariah dengan saham
konvensional diukur dengan metode rasio Jensen di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia .
4. Rasio Treynor
4
Ho, rahman, Yusuf dan Zamzamin (2014,p.120)
H04 : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara saham syariah dengan saham
konvensional diukur dengan metode rasio Treynor di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia
Perbedaan Fundamental
Secara fundamental, ada tiga hal utama yang akan memisahkan saham syariah
dari saham lainnya yang ada di pasar modal Indonesia. Ketiga hal itu antara lain:
(1) jenis bisnis perusahaan
(2) rasio keuangan perusahaan
(3) rasio total pendapatan tidak halal
bisnis perusahaan
Saham syariah memiliki ruang lingkup bisnis yang terbatas karena harus sesuai
dengan syariat Islam. Jenis bisnis saham syariah tidak boleh melibatkan kegiatan
penipuan, perjudian, pengadaan bunga/riba, pendistribusian barang haram, dan
perjualbelian risiko. Sebaliknya, cakupan ruang lingkup bisnis saham
konvensional tidak terbatas selama sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
Saham syariah akan tercatat di Daftar Efek Syariah (DES) oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan diperbarui untuk memastikan tidak ada perusahaan
terdaftar yang melanggar prinsip syariah.
Perbedaan mendasar lainnya terletak pada rasio total pendapatan tidak halal. Di
dalam saham syariah, rasio antara total pendapatan tidak halal terhadap total
pendapatan utama perusahaan tidak boleh melebihi 10 persen. Contoh
pendapatan tidak halal adalah bunga. Tentu saja, kriteria ini tidak berlaku di
saham konvensional.
Perbedaan Lainnya :
Orientasi Keuntungan
Apabila dilihat sepintas, keuntungan investasi yang diperoleh dari saham syariah
maupun konvensional seharusnya sama. Tetapi, Anda mungkin saja mendapati
keuntungan dari saham syariah lebih kecil/tidak lebih besar dari saham
konvensional. Alasan utama dari hasil investasi yang berbeda ini adalah orientasi
yang berbeda antara saham syariah dan konvensional. Saham konvensional
berorientasi pada keuntungan dunia saja. Sedangkan, saham syariah juga
mempertimbangkan keuntungan di akhirat kelak.
Di dalam saham syariah, hubungan antara perusahaan dan nasabah adalah mitra
yang setara dan keduanya berhak menegosiasikan kesepakatan di awal.
Sedangkan di saham konvensional, perusahaan memiliki posisi yang lebih
dominan khususnya dalam menentukan ketentuan dalam transaksi.
Pengawasan
Saham syariah, selain diatur dan diawasi oleh OJK, juga diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Dewan ini bertugas mengawasi proses pengelolaan
produk keuangan syariah di Indonesia agar sesuai dengan syariat Islam
khususnya dengan panduan Dewan Syariah Nasional (DSN). DSN adalah badan
yang berwenang mengeluarkan fatwa hukum Islam terkait aktivitas ekonomi dan
keuangan. Sedangkan, saham konvensional hanya tunduk pada aturan OJK.
Ada 3 kriteria yang menjadi syarat untuk masuk golongan saham syariah.
Pertama, saham syariah bergerak di bidang yang sesuai dengan syariat islam,
artinya tidak terlibat perjudian, penipuan, bank berbasis bunga (riba), atau
mendistribusikan barang haram. Ini juga berarti inti perusahaan tersebut harus
merupakan industri yang halal bagi umat muslim. Sedangkan, saham
konvensional dapat mencakup perusahaan di bidang apa saja.
Perusahaan yang sahamnya memenuhi syariat islam pun akan masuk ke dalam
Daftar Efek Syariah (DES) di pasar modal. DES ini akan menjadi panduan
investasi bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pihak-pihak terkait yang ingin
menerbitkan indeks saham syariah. Saham yang masuk ke dalam DES akan
selalu diperbarui. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya perusahaan yang
tetap masuk DES, namun ternyata telah melanggar prinsip-prinsip syariah.
Kedua, perbedaan saham syariah dan konvensional terletak pada rasio keuangan
perusahaan. Ada 2 hal yang wajib dipenuhi, yaitu perbandingan antara total
utang berbasis bunga dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh
lebih dari 45 persen. Sementara, pada saham konvensional tidak ada batasan
rasio utang terhadap aset yang dimiliki perusahaan.
Ketiga, rasio antara total pendapatan tidak halal tidak boleh lebih dari 10% total
pendapatan utama perusahaan dan pendapatan lainnya. Sedangkan, pada saham
konvensional, lagi-lagi hal tersebut tidak dibatasi.
Selain halal, sesuai dengan hukum islam, serta lebih berkah, saham syariah
juga dapat memberikan beberapa keuntungan buat kamu seperti berikut ini.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bedasarkan perhitungan rata-rata kinerja saham JII dan kinerja saham LQ45
tahun 2017-2019 menggunakan Indeks Sharpe, Indeks Treynor, Indeks Jensen
dapat disimpulkan bahwa:
o Rata-rata (mean) saham JII sebesar 0.8070 nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata saham LQ45 hanya sebesar -0.1280. hal
tersebut menunjukan bahwa bedasarkan pengukuran Indeks Sharpe kinerja saham
JII lebih baik dari kinerja saham LQ45
o Rata-rata (mean) saham JII sebesar 0.0117 nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata saham LQ45 hanya sebesar -0.0033. hal
tersebut menunjukan bahwa bedasarkan pengukuran Indeks Treynor kinerja
saham JII lebih baik dari kinerja saham LQ45.
o Rata-rata (mean) saham JII sebesar 0.0180 nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata saham LQ45 hanya sebesar -0.0038.. hal
tersebut menunjukan bahwa bedasarkan pengukuran Indeks Jensen kinerja indeks
saham JII lebih baik dari kinerja saham LQ45
2. Bedasarkan uji bea menggunakan Independent sampel T-test kinerja saham JII
dan kinerja saham LQ45 tahun 2017-2019 menggunakan Indeks Sharpe, Indeks
Treynor, Indeks Jensen dapat disimpulkan:
a. Tidak terdapat perbedaan kinerja saham JII dan saham LQ45 yang diukur
dengan Indeks Sharpe, dimana diketahui taraf signifikansi 0,072 > dari 0,5.
b. Tidak terdapat perbedaan kinerja saham JII dan saham LQ45 yang diukur
dengan Indeks Treynor, dimana diketahui taraf signifikansi 0,505 > dari 0,5.
c. Tidak terdapat perbedaan kinerja saham JII dan saham LQ45 yang diukur
dengan Indeks Jensen, dimana diketahui taraf signifikansi 0,088 > dari 0,5.
Daftar pustaka
1.Ahmad Rodoni, Muhammad Anwar Fathoni, “Manajemen Investasi Syariah”
(Jakarta: Salemba Diniyah, 2019), h. 2.
2 “Analisis Perbandingan Kinerja Indeks Saham Syariah dengan Indeks Saham
Konvensional Periode 2015-2017” (https://www.unisbank. ac.id/ojs/indeks
php/sendi_u/article /view /6033, diakses pada 25 Nov. 2019, pukul 06.24 WIB).
3 Menurut Erwandi Tarmizi, Gharar adalah jual beli yang tidak jelas
kesudahannya atau jual beli yang konsekuensinya antara ada dan tidak. Seperti:
penjual menjual kotaknya kepada pembeli seharga 100.000, tetapi penjual tidak
menjelaskan isi kotak dan pembelipun tidak mengetahui fisik yang terdapat di
dalam kotak tersebut. Akad tersebut mengandung untung rugi (Spekulasi). Bila
salah satu pihak mendapat keuntungan, maka pihak yang lain mengalami
kerugian. Erwandi Tarmizi, “Harta Haram Muamalat Kontemporer”, (Bogor: PT
berkat Mulia Insani, 2019), Cetakan keduapuluhsatu, h. 243
4. Muthoharoh, “Perbandingan Saham Berbasis Syariah dengan Saham
Konvensional Sebagai Analisa Kelayakan Investasi Bagi Invenstor Muslim,”
Jurnal Akuntansi Indonesia,Vol. 3 No. 2 Juli 2014), Fak. Ekonomi Universitas
Islam Sultan Agung Semarang, h. 1
5. Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta: LP FEUI, 2001), Hal
268
6. Saham biasa (common stocks) ini dibagi lagi kepada beberapa jenis, antara lain;
saham unggul (blue chips)