Anda di halaman 1dari 15

NAMA : AHMAD MALIK SIDIQ

NIM : 2002036030
KELAS : HES A5

PERBEDAAN KINERJA INDEKS SAHAM SYARIAH


DAN INDEKS SAHAM KONVENSIONAL

Pendahuluan
Istilah ilmu ekonomi umum dipahami sebagai studi ilmiah yang mengkaji
bagaimana individu atau kelompok masyarakat memilih pilihan, baik masa
depan dengan cara berinvestasi ataupun sekedar konsumsi dalam jangka pendek
sesuai kebutuhan. Investasi saham baik syariah atau konvensional diharapkan
memberikan keuntungan yang sesuai di masa yang akan datang, karena investasi
saham yang baik adalah investasi jangka panjang. Berinvestasi merupakan salah
satu strategi pengendalian kekayaan yang efektif bagi setiap orang. Termasuk
pengusaha-pengusaha muslim Indonesia, investasi adalah jalan alternatif
muamalah yang menjadi pilihan. Namun dalam kegiatan investasi ini masih
terdapat kekhawatiran para calon investor muslim terhadap persepsi spekulasi
(gharar) yang melekat pada sistem perdagangan di pasar modal.

Pasar modal merupakan pasar instrumen keuangan jangka panjang yang


bisa diperjualbelikan berupa obligasi, saham, reksadana, instrumen derivatif
maupun intrumen lainnya. Pasar modal menjadi solusi pendanaan bagi
perusahaan ataupun institusi lainnya. Sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi
bagi investor. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu
negara karena pasar modal menjalankan fungsi seperti sarana pendanaan usaha
dan sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada intrument keuangan salah
satunya yaitu saham.

Berkembangnya 2 jenis pasar modal di Indonesia yaitu pasar modal


konvensional dan pasar modal syariah tentu saja mempunyai perbedaan di antara
keduanya. Dimana pasar modal konvensional yang listing di Bursa Efek
Indonesia harus mematuhi semua aturan kelegalan yang diterapkan Bursa Efek
Indonesia, sedangkan pasar modal syariah selain legal juga harus memenuhi
syarat sebagai pasar modal syariah yang sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Indonesia No.40/DSNMUI/X/2003 yaitu harus menuruti aturan secara
Syariah baik dari segi kegiatan, penawaran umum, perdagangan efek dan jenis
efek yang diperdagangkan.

Saham syariah mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh DSN-MUI


No 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal menjelaskan bahwa jenis usaha, produk
barang,dan akad serta cara pengelolaan perusahaan emiten atau perusahaan
publik yang memunculkan efek Syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip
syariah. Jenis kegiatan yang dilarang oleh prinsip syariah adalah perjudian dan
permainan yang tergolong judi atau perdagangan terlarang, lembaga keuangan
konvensional 2 (ribawi), termasuk perbankan atau asuransi konvensional,
produsen, distributor serta pedagang makanan dan minuman yang haram,
produsen dan distributor serta penyedia barang-barang dan jasa yang merusak
moral dan mengandung mudarat, melakukan investasi pada emiten yang nisbah
hutangnya kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan.

Pada saham konvensional, acuannya menggunakan IHSG (Indeks Harga


Saham Gabungan). Pada IHSG ini akan terlihat grafik kenaikan atau penurunan
pasar investasi secara global sehingga Sobat We+ bisa lebih mudah dalam
melakukan analisis saham. Selain IHSG, ada beberapa indeks saham lain yang
bisa dijadikan parameter oleh para investor yakni Indeks LQ45 serta Kompas
100. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya perbedaan
saham syariah dan konvensional tidak terdapat perbedaan yang mencolok dalam
hal mekanisme ataupun cara kerja jual beli. Hanya prinsipnya dan transaksinya
saja yang berbeda. Dalam transaksi jual beli di Bursa Efek, saham atau sering
juga disebut shares merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan.
Saham tersebut dapat dimunculkan dengan cara atas nama atau atas unjuk.
Saham dapat dibedakan kepada 2 (dua) jenis, yaitu: saham biasa (common
stocks) dan saham preferen (preferred stocks).Perbedaan kedua jenis saham
tersebut dapat dilihat dari hak dan kewenangan pemegangnya.Perbedaan ini
pulalah yang kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk
menentukan pilihan saham yang ingin diambil.

Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan indeks saham yang


mencerminkan keseluruhan saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
(BEI).Dilansir dari laman BEI, konstituen ISSI merupakan keseluruhan saham
syariah tertulis di BEI dan terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES).Metode
perhitungan indeks ISSI, yang diluncurkan pada 12 Mei 2011 ini, menggunakan
rata-rata tertimbang dari kapitalisasi pasar.Sedangkan tahun dasar yang
digunakan dalam perhitungan ISSI adalah awal penerbitan DES yaitu Desember
2007.Hingga Juli 2015 kapitalisasi pasar ISSI telah mencapai lebih dari 50
persen kapitalisasi pasar Indeks Saham Gabungan (IHSG).

Analisis kinerja indeks harga saham dapat digunakan sebagai titik acuan
dalam melakukan investasi. Indeks harga saham merupakan kumpulan dari
beberapa saham yang terkelompok bedasarkan kategori-kategori tertentu.
Sampai saat ini Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai beberapa macam indeks
yang membantu menentukan investasi pada pasar modal sehingga para investor
dapat mengurangi risiko yang terjadi dalam investasi dan mendapatkan tingkat
pengembalian yang diharapkan. Secara umum para investor akan memilih
investasi yang memiliki return yang maksimal dengan resiko yang minimal.
Indeks harga saham menjadi salah satu indikator penting untuk mengamati
pergerakan harga saham dan sekuritas-sekuritas perusahaan. BEI mempunyai
beberapa indeks saham konvensional maupun indeks syariah, yang dikenal
saham-sahamnya paling aktif dan paling likuid. Indeks tersebut salah satunya
adalah indeks JII sebagai indeks saham syariah dan indeks LQ45 sebagai indeks
saham konvensional. Begitu juga di ketahui saham syariah sama dengan saham
konvensional, bedanya terletak pada saham yang diperdagangkan dalam pasar
modal syariah harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria syariah.
Dengan demikian dalam prinsip syar’i penyertaan modal dilakukan pada
perusahaanperusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah seperti
perjudian, riba, memproduksi barang yang di haramkan seperti 4 bir, rokok, dan
lain-lain.
JII adalah suatu indeks saham yang juga diperdagangkan dalam BEI
dimana saham-saham mengikuti dalam perdagangan diperlakukan menggunakan
prinsip syariah. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai
titik tumpu(benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham
dengan basis syariah. Nilai suatu Indeks diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan dan keadilan investor untuk mengembangkan investasi dalam
ekuitas secara syariah. Saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari 30
saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki
kapitalisasi pasar yang besar. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang
digunakan untuk menghitung IHSG yaitu berdasarkan Market Value Weighted
Average Index dengan menggunakan formula Laspeyres. Investor dalam
melakukan kegiatan investasi mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai,
yaitu: terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi, terciptanya profit
yang lebih atau keuntungan yang diharapkan (profit actual), berkembangnya
kemakmuran bagi para pemegang saham, dan turut memberikan andil bagi
pembangunan bangsa

Selain itu ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai saham yaitu
profitabilitas. Profitabilitas atau keuntungan sebuah perusahaan selalu menjadi
daya tarik bagi calon investor dalam menilai kinerja perusahaan. Menurut Ross
et al (2015:72)1 profitabilitas adalah rasio untuk mengukur seberapa efisien suatu
perusahaan dalam mengelola kegiatan operasinya dan memanfaatkan asetnya.
Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan net profit margin. Net
profit margin adalah perbandingan antara laba setelah pajak dengan penjualan
bersih. Rasio ini menunjukkan bagaimana perusahaan memberikan laba kepada
pemegang saham sebagai presentasi penjualan. Apsari et al (2015) 2dalam
penelitiannya mengatakan bahwa net profit margin memiliki pengaruh signifikan
positif terhadap nilai perusahaan (PBV) sedangkan pendapat dari Ukriyawati dan
Rika (2018) memberikan kesimpulan yang berbeda dimana net profit margin
tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan (PBV)

1
Ross et al (2015:72)
2
Apsari et al (2015)
PEMBAHASAN
Saham syariah merupakan efek berbentuk saham yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah di Pasar Modal. kriteria saham Syariah Kegiatan
perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah Total utang maksimal
45% dari total asetTotal pendapatan non halal maksimal 10% dari pendapatan
usaha Saham terdaftar di Daftar Efek Syariah (DES).

Beberapa indek ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia sebagai acuan


daftar saham syariah, yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Jakarta
Islamic Index (JII) dan Jakarta Islamic Index 70 (JII70).

1. Perbedaan Saham Syariah & Konvensional

Syariah

Investasi pada perusahaan dengan kegiatan usaha sesuai prinsip Syariah


Mekanisme transaksi sesuai Syariah Prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa
Orientasi keuntungan baik untuk dunia dan akhirat Hubungan dengan nasabah
bentuk kemitraan Ada dewan Pengawas Syariah

Konvensional

Investasi pada perusahaan untuk semua kegiatan usaha Mekanisme


transaksi konvensional Perangkat suku bunga Orientasi keuntungan secara
general Hubungan dengan nasabah bentuk kreditur-debitur Tidak ada pengawas
Syariah.

Hal-hal yang perlu di ketahui dalam indeks saham

- Indeks Syari’ah

a. Indeks dikeluarkan oleh pasar modal syariah.

b. Jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang bernaung dalam pasar
modal konvensional maka perhitungan indeks tersebut berdasarkan kepada
saham-saham yang memenuhi kriteria-kriteria syariah.
c. Seluruh saham yang tercatat dalam bursa sesuai halal.

- Indeks konvensional

a. Indeks dikeluarkan oleh pasar modal konvensional.

b. Indeks konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar dalam bursa


saham.

c. Seluruh saham yang tercatat dalam bursa mengabaikan aspek halal-haram.

2. Mekanisme Transaksi Investasi Syari’ah

a. Tidak mengandung transaksi Ribawi.

b. Tidak transaksi yang meragukan (gharar), spekulatif, dan judi.

c. Saham perusahaan tidak bergerak dalam pada bidang yang diharamkan.


(alkohol, judi, rokok, dll)

d. Transaksi penjualan dan pembelian saham tidak boleh dilakukan secara


langsung untuk menghindari manipusi harga.

- Mekanisme Transaksi Investasi Konvensional

a. Menggunakan konsep bunga yang mengandung riba.

b. Mengandung transaksi yang tidak jelas, spekulatif, manipulatif, dan judi.

c. Saham perusahaan bergerak dalam semua bidang baik haram maupun halal.

d. Transaksi penjualan dan pembelian dilakukan secara langsung dengan


menggunakan jasa broker sehingga memungkinkan para spekulan untuk
mempermainkan harga.

3. Saham (Surat - Surat Berharga) Dalam Investasi Syariah

a. Saham yang diperdagangkan datang dari emiten yang memenuhi kriteria-


kriteria syariah.

~ Tidak ada transaksi yang berbasis bunga.

~ Tidak ada transaksi yang meragukan.


~ Saham harus dari perusahaan yang halal aktivitas bisnisnya.

~ Tidak ada transaksi yang tidak sesuai dengan etika dan tidak bermoral seperti
manipulasi pasar, insider trading dan lain-lain.

~ Instrumen transaksi dengan mengunakan prisip mudharabah, musyarakah,


ijarah, istisna’, dan salam.

- Saham (Surat - Surat Berharga) Dalam Investasi Konvensional

b. Saham yang diperdagangkan datang dari semua emiten tanpa mengindahkan


halal-haram.

~ Mengandung transaksi yang berbunga.

~ Mengandung transaksi yang spekulatif.

~ Semua perusahaan baik aktivitas bisnisnya halal atau haram.

~ Mengandung transaksi yang manipulatif.

~ Instrumen transaksi dengan menggunakan prisip bunga.

Investasi syariah akan memberikan keuntungan kepada investor berupa


persentase bagi hasil (nisbah) dari keuntungan Bank atau Lembaga Keuangan
dari hasil pengelolaan dana nasabah. Dalam sistem ini, meski nisbah disepakati
sejak awal, kita tidak bisa mengetahui hasil pasti yang akan diterima, sebelum
keuntungan hasil usaha tersebut diketahui di akhir periode yang telah ditentukan.

Keuntungan dan Risiko Saham Syariah

Keuntungan berinvestasi saham Syariah

1. Dividen : Pembagian keuntungan yang berasal dari keuntungan perusahaan

2. Capital Gain : Selisih antara harga beli dan harga jual

Ada juga risiko investasi saham Syariah yang wajib dipahami

1. Capital Loss : Investor menjual saham lebih rendah dari harga beli

2. Risiko Likuidasi : Perusahaan dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan atau


dibubarkan
3. Delisting dari Bursa : Penghapusan pencatatan Saham dari Bursa oleh BEI

4. Delisting dari DES : Saham keluar dari Daftar Efek Syariah dan harus dijual
atau dibeli di efek konvensional

Analisis Perbandingan Kinerja Saham Syariah dan Saham Konvensional


Berdasarkan Return, Rasio Sharpe, Rasio Jensen dan Rasio Treynor di Sektor
Manufaktur Bursa Efek Indonesia

1. Return

Menurut Hartono (2017) return adalah hasil yang diperoleh dari investasi.
Return dapat berupa return realisasian yang sudah terjadi atau return
ekspektasian yang belum terjadi Tetapi diharapkan akan terjadi di masa akan
datang. Return realisasian merupakan return yang telah terjadi. Return
realisasian dihitung menggunakan data historis. Return realisasian penting
karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return
realisasian atau return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return
ekspektasian dan return dimasa datang. Return ekspektasian adalah return yang
diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan
return realisasian yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasian sifatnya belum
terjadi.

Berdasarkan Setiawan & Oktariza (2013, p.1) 3menunjukkan tidak ada


perbedaan signifikan kumulatif return antara saham syariah dan saham
konvensional. Menurut Rizkiah dan Da’rain (2016, p. 2) menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan rata-rata return antara saham syariah dan saham
konvensional. Berbeda menurut Rana & Akhter (2015, p.15) hasil penelitian
menunjukkan t-test perbedaan signifikan antara returns saham syariah dan saham
konvensional.

H01 : Tidak terdapat perbedaan return yang signifikan antara saham syariah dan
saham konvensional di sektor manufaktur Bursa Efek Indonesia.

H1 : Terdapat perbedaan return yang signifikan antara saham syariah dan saham
konvensional di sektor manufaktur Bursa Efek Indonesia.
3
Setiawan & Oktariza (2013, p.1)
2. Rasio Sharpe

Sharpe dikenal sebagai ukuran penyesuaian risiko relatif dari return yang
dikembangkan oleh Sharpe di tahun 1966 dan berasal dari garis pasar modal.
Keuntungan dasar dari indeks Sharpe yaitu memberikan pengembalian tambahan
per unit risiko total antara risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko
tersebut diukur dengan standar deviasi dan ukuran ini memberi trade-off antara
risiko dan pengembalian. Rasio Sharpe menjelaskan seberapa baik seorang
investor dikompensasi dengan asumsi risiko tambahan. Rasio sharpe yang lebih
tinggi mencerminkan kinerja yang lebih baik Rana & Akhter (2015,p.7).
Berdasarkan penelitian Karim, Datip dan Shukri (2014,p.5) rasio Sharpe
menunjukkan pasar modal syariah lebih baik di bandingkan pasar modal
konvensional dan hasil penelitian Rana & Akhter (2015,p.10) menunjukkan
rasio sharpe memiliki perbedaan signifikan antara Karachi Meezan Index (KMI-
30 Islamic) dan Karachi Stock Exchange (KSE-100 Konvenstional) di negara
Pakistan.

H02 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara saham syariah dengan
saham konvensional diukur dengan metode rasio sharpe di sektor manufaktur
Bursa Efek Indonesia.

H2 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara saham syariah dengan saham


konvensional diukur dengan metode rasio sharpe di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia.

3. Rasio Jensen

Rasio jensen di kenal sebagai ukuran pengembalian risiko yang


disesuaikan secara absolut. Michael Jensen menggunakan Jensen’s Alpha pada
tahun 1970 untuk memperkirakan kelebihan returns yang di peroleh oleh
sekuritas (Rana & Akhter 2015,p.8).
Berdasarkan penelitian Ho, rahman, Yusuf dan Zamzamin (2014,p.120)
4
selama krisis keuangan global indeks syariah antara lain Dow Jones, MSCI,
FTSE, Jakarta Islamic Index menunjukkan kinerja yang lebih di bandingkan
indeks konvensional. Rana & Akhter (2015,p.10) menunjukkan KMI-30 (Islamic
Index) return yang lebih rendah dibandingkan KSE-100 (Conventional Index)
berdasarkan rasio jensen yang berbeda signifikan antara kedua indek tersebut.
Berbeda dengan penelitian Setiawan & Oktariza (2013,p.9) menunjukkan rasio
Jensen tidak ada perbedaan signifikan antara saham syariah dan saham
konvensional di Bursa Efek Indonesia.

H03 : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara saham syariah dengan saham
konvensional diukur dengan metode rasio Jensen di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia .

H3 : Terdapat perbedaan signifikan antara saham syariah dengan saham


konvensional diukur dengan metode rasio Jensen di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia.

4. Rasio Treynor

Rasio Treynor mengukur return tambahan per risiko unit tetapu


bertentangan dengan rasio Sharpe. rasio Treynor mempertimbangkan risiko
sistematis daripada risiko tidak sistematis. Indeks Treynor dianggap pengukur
kinerja yang lebih baik dibandingkan rasio Sharpe karena memberikan gambaran
yang lebih baik dari dari portofolio yang terdiversifikasi yang dihitung dari
persamaan CAPM (Rana & Akhter 2015;7).

Berdasarkan penelitian Karim, Datip dan Shukri (2014:5) rasio Treynor


menunjukkan pasar modal syariah lebih baik di bandingkan pasar modal
konvensional. Ho, Rahman, Yusuf dan Zamzamin (2014:120) menunjukkan
pengukuran risk-adjusted berdasarkan rasio Treynor dari indeks Dow Jones,
indeks Kuala Lumpur dan indeks Swiss Islamic kinerja berbasis syariah lebih
unggul daripada konvensional.

4
Ho, rahman, Yusuf dan Zamzamin (2014,p.120)
H04 : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara saham syariah dengan saham
konvensional diukur dengan metode rasio Treynor di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia

H4 : Terdapat perbedaan signifikan antara saham syariah dengan saham


konvensional diukur dengan metode rasio Treynor di sektor manufaktur Bursa
Efek Indonesia

Cara Mudah Membedakan Saham Syariah dan Konvensional :

Perbedaan Fundamental

Secara fundamental, ada tiga hal utama yang akan memisahkan saham syariah
dari saham lainnya yang ada di pasar modal Indonesia. Ketiga hal itu antara lain:
(1) jenis bisnis perusahaan
(2) rasio keuangan perusahaan
(3) rasio total pendapatan tidak halal

bisnis perusahaan

Saham syariah memiliki ruang lingkup bisnis yang terbatas karena harus sesuai
dengan syariat Islam. Jenis bisnis saham syariah tidak boleh melibatkan kegiatan
penipuan, perjudian, pengadaan bunga/riba, pendistribusian barang haram, dan
perjualbelian risiko. Sebaliknya, cakupan ruang lingkup bisnis saham
konvensional tidak terbatas selama sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
Saham syariah akan tercatat di Daftar Efek Syariah (DES) oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan diperbarui untuk memastikan tidak ada perusahaan
terdaftar yang melanggar prinsip syariah.

Rasio Hutang terhadap Aset

Perbedaan mendasar kedua antara saham syariah dan saham konvensional


terletak pada ukuran hutang terhadap aset perusahaan. Salah satu kondisi
keuangan perusahaan yang menjadi kriteria saham syariah adalah rasio antara
total hutang (berbasis bunga) terhadap aset perusahaan yang tidak boleh
melebihi 45 persen. Kriteria ini tidak berlaku di saham konvensional.
Rasio Total Pendapatan Tidak Halal

Perbedaan mendasar lainnya terletak pada rasio total pendapatan tidak halal. Di
dalam saham syariah, rasio antara total pendapatan tidak halal terhadap total
pendapatan utama perusahaan tidak boleh melebihi 10 persen. Contoh
pendapatan tidak halal adalah bunga. Tentu saja, kriteria ini tidak berlaku di
saham konvensional.

Perbedaan Lainnya :

Orientasi Keuntungan

Apabila dilihat sepintas, keuntungan investasi yang diperoleh dari saham syariah
maupun konvensional seharusnya sama. Tetapi, Anda mungkin saja mendapati
keuntungan dari saham syariah lebih kecil/tidak lebih besar dari saham
konvensional. Alasan utama dari hasil investasi yang berbeda ini adalah orientasi
yang berbeda antara saham syariah dan konvensional. Saham konvensional
berorientasi pada keuntungan dunia saja. Sedangkan, saham syariah juga
mempertimbangkan keuntungan di akhirat kelak.

Prinsip Pembagian Keuntungan

Di dalam saham syariah, pembagian keuntungan menggunakan prinsip bagi


hasil, jual beli, dan sewa. Sedangkan di dalam saham konvensional, pembagian
keuntungan menggunakan perangkat suku bunga.

Hubungan dengan Nasabah

Di dalam saham syariah, hubungan antara perusahaan dan nasabah adalah mitra
yang setara dan keduanya berhak menegosiasikan kesepakatan di awal.
Sedangkan di saham konvensional, perusahaan memiliki posisi yang lebih
dominan khususnya dalam menentukan ketentuan dalam transaksi.

Pengawasan

Saham syariah, selain diatur dan diawasi oleh OJK, juga diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Dewan ini bertugas mengawasi proses pengelolaan
produk keuangan syariah di Indonesia agar sesuai dengan syariat Islam
khususnya dengan panduan Dewan Syariah Nasional (DSN). DSN adalah badan
yang berwenang mengeluarkan fatwa hukum Islam terkait aktivitas ekonomi dan
keuangan. Sedangkan, saham konvensional hanya tunduk pada aturan OJK.

Ada 3 kriteria yang menjadi syarat untuk masuk golongan saham syariah.

Pertama, saham syariah bergerak di bidang yang sesuai dengan syariat islam,
artinya tidak terlibat perjudian, penipuan, bank berbasis bunga (riba), atau
mendistribusikan barang haram. Ini juga berarti inti perusahaan tersebut harus
merupakan industri yang halal bagi umat muslim. Sedangkan, saham
konvensional dapat mencakup perusahaan di bidang apa saja.

Perusahaan yang sahamnya memenuhi syariat islam pun akan masuk ke dalam
Daftar Efek Syariah (DES) di pasar modal. DES ini akan menjadi panduan
investasi bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pihak-pihak terkait yang ingin
menerbitkan indeks saham syariah. Saham yang masuk ke dalam DES akan
selalu diperbarui. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya perusahaan yang
tetap masuk DES, namun ternyata telah melanggar prinsip-prinsip syariah.

Kedua, perbedaan saham syariah dan konvensional terletak pada rasio keuangan
perusahaan. Ada 2 hal yang wajib dipenuhi, yaitu perbandingan antara total
utang berbasis bunga dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh
lebih dari 45 persen. Sementara, pada saham konvensional tidak ada batasan
rasio utang terhadap aset yang dimiliki perusahaan.

Ketiga, rasio antara total pendapatan tidak halal tidak boleh lebih dari 10% total
pendapatan utama perusahaan dan pendapatan lainnya. Sedangkan, pada saham
konvensional, lagi-lagi hal tersebut tidak dibatasi.

Selain halal, sesuai dengan hukum islam, serta lebih berkah, saham syariah
juga dapat memberikan beberapa keuntungan buat kamu seperti berikut ini.

 Otoritas Bursa Efek Indonesia mengawasi seluruh transaksi saham syariah,


sehingga dipastikan aman dan lancar.
 Keuntungan yang berhak diterima investor dipastikan sesuai dengan
persentase yang telah disepakati dengan emiten di awal sebelum investasi
dilakukan.

 Semua yang berkaitan dengan saham syariah dijalankan dengan prinsip


halal. Tidak akan ada transaksi haram di dalamnya, seperti pemalsuan,
penipuan, maupun perjudian.

 Seluruh alokasi pendapatan, aset, dan praktik investasi dijalankan dengan


panduan aspek-aspek syariah

PENUTUP

Kesimpulan

1. Bedasarkan perhitungan rata-rata kinerja saham JII dan kinerja saham LQ45
tahun 2017-2019 menggunakan Indeks Sharpe, Indeks Treynor, Indeks Jensen
dapat disimpulkan bahwa:

o Rata-rata (mean) saham JII sebesar 0.8070 nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata saham LQ45 hanya sebesar -0.1280. hal
tersebut menunjukan bahwa bedasarkan pengukuran Indeks Sharpe kinerja saham
JII lebih baik dari kinerja saham LQ45

o Rata-rata (mean) saham JII sebesar 0.0117 nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata saham LQ45 hanya sebesar -0.0033. hal
tersebut menunjukan bahwa bedasarkan pengukuran Indeks Treynor kinerja
saham JII lebih baik dari kinerja saham LQ45.

o Rata-rata (mean) saham JII sebesar 0.0180 nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai rata-rata saham LQ45 hanya sebesar -0.0038.. hal
tersebut menunjukan bahwa bedasarkan pengukuran Indeks Jensen kinerja indeks
saham JII lebih baik dari kinerja saham LQ45

2. Bedasarkan uji bea menggunakan Independent sampel T-test kinerja saham JII
dan kinerja saham LQ45 tahun 2017-2019 menggunakan Indeks Sharpe, Indeks
Treynor, Indeks Jensen dapat disimpulkan:
a. Tidak terdapat perbedaan kinerja saham JII dan saham LQ45 yang diukur
dengan Indeks Sharpe, dimana diketahui taraf signifikansi 0,072 > dari 0,5.

b. Tidak terdapat perbedaan kinerja saham JII dan saham LQ45 yang diukur
dengan Indeks Treynor, dimana diketahui taraf signifikansi 0,505 > dari 0,5.

c. Tidak terdapat perbedaan kinerja saham JII dan saham LQ45 yang diukur
dengan Indeks Jensen, dimana diketahui taraf signifikansi 0,088 > dari 0,5.

Daftar pustaka
1.Ahmad Rodoni, Muhammad Anwar Fathoni, “Manajemen Investasi Syariah”
(Jakarta: Salemba Diniyah, 2019), h. 2.
2 “Analisis Perbandingan Kinerja Indeks Saham Syariah dengan Indeks Saham
Konvensional Periode 2015-2017” (https://www.unisbank. ac.id/ojs/indeks
php/sendi_u/article /view /6033, diakses pada 25 Nov. 2019, pukul 06.24 WIB).
3 Menurut Erwandi Tarmizi, Gharar adalah jual beli yang tidak jelas
kesudahannya atau jual beli yang konsekuensinya antara ada dan tidak. Seperti:
penjual menjual kotaknya kepada pembeli seharga 100.000, tetapi penjual tidak
menjelaskan isi kotak dan pembelipun tidak mengetahui fisik yang terdapat di
dalam kotak tersebut. Akad tersebut mengandung untung rugi (Spekulasi). Bila
salah satu pihak mendapat keuntungan, maka pihak yang lain mengalami
kerugian. Erwandi Tarmizi, “Harta Haram Muamalat Kontemporer”, (Bogor: PT
berkat Mulia Insani, 2019), Cetakan keduapuluhsatu, h. 243
4. Muthoharoh, “Perbandingan Saham Berbasis Syariah dengan Saham
Konvensional Sebagai Analisa Kelayakan Investasi Bagi Invenstor Muslim,”
Jurnal Akuntansi Indonesia,Vol. 3 No. 2 Juli 2014), Fak. Ekonomi Universitas
Islam Sultan Agung Semarang, h. 1
5. Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta: LP FEUI, 2001), Hal
268
6. Saham biasa (common stocks) ini dibagi lagi kepada beberapa jenis, antara lain;
saham unggul (blue chips)

Anda mungkin juga menyukai