Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN INSTRUMEN PASAR MODAL

KONVESIONAL DAN INSTRUMEN PASAR MODAL SYARIAH

A. Kelebihan Instrumen Pasar Modal Konvensional dan Instrumen Pasar

Modal Syariah

Instrumen pasar modal konvensional dapat menjadi sumber pendanaan


perusahaan. Perusahaan yang memiliki kendala perihal pendanaan dalam tujuan untuk

mengembangkan usahanya, biasanya akan menawarkan diri untuk bergabung ke dalam

pasar modal agar bisa memperoleh sumber dana yang bisa dikembangkan untuk

memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Selain itu, instrumen pasar modal juga

dapat mengembangkan perekonomian suatu negara dan sarana investasi bagi

masyarakat. Pasar modal dapat memperbaiki ekonomi masyarakat yang pada akhirnya

akan diperhitungkan sehingga bisa membuat perekonomian negara pun menjadi baik.

Sementara itu kelebihan instrumen pasar modal syariah yaitu lebih pasti.

Maksudnya, karena mengikuti syariat, investasi di pasar modal syariah tidak gharar.

Artinya, terhindar dari ketidakpastian dan dampak selanjutnya, terasa lebih aman.

Selain itu, instrumen pasar modal syariah juga bebas dari riba dan diperkuat payung
hukum yang terdiri atas antara lain 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait

pasar modal syariah, Undang Undang Sukuk Negara (SBSN), dan Undang Undang 21

tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

B. Kekurangan Instrumen Pasar Modal Konvensional dan Instrumen Pasar

Modal Syariah

Instrumen pasar modal baru dikenal oleh masyarakat menengah ke atas. Bagi
masyarakat menengah ke bawah, masih belum cukup mengenal pasar modal sehingga

84
85

banyak dari mereka yang belum bisa berinvestasi untuk memperoleh keuntungan. Hal

ini dapat menyebabkan adanya kualitas hidup yang belum seluruhnya baik di balik

perekonomian negara yang sudah terlihat baik karena masyarakat menengah ke atas

yang memajukan perekonomian. Selain itu, segala bentuk investasi pasti memiliki

risiko, begitu pula dengan berinvestasi di instrumen pasar modal. Di dalam investasi

tidak hanya mendapat keuntungan, tetapi bisa juga mendapatkan kerugian. Maka dari

itu, jika akan melakukan investasi harus siap juga untuk menerima segala risiko yang
ada di dalamnya.

Sementara itu kekurangan berinvestasi pada instrumen pasar modal syariah

ialah masih terbatasnya instrumen pasar modal .syariah tersebut. Perusahaan-

perusahaan sekuritas yang ada pun belum sebanyak perusahaan sekuritas yang

bergerak di sektor pasar modal konvensional. Hal tersebut merupakan konsekuensi

karena hanya perusahaan tertentu saja yang dapat masuk dalam pasar modal syariah.

Selain itu risiko yang dihadai adalah kehilangan modal yang dipengaruhi oleh

ketidakpastian di masa depan membuat pendapatan investasi bisa untung juga bisa rugi.

Jika menguntungkan, maka harta yang diinvestasikan otomatis akan bertambah, namun

jika sebaliknya yang terjadi, maka nilai harta yang diinvestasikan akan menurun.
Begitu pun dalam investasi syariah, bisa saja investor mengalami kerugian jika nilai

turun. Risiko investasi syariah selanjutnya adalah adanya ketidakpastian pada

keuntungan dari berbagai sarana investasi yang ada. Resiko ini masih menyangkut pada

risiko kehilangan modal, namun lebih terfokus pada keuntungan yang akan diperoleh

dari investasi berbeda-beda.


86

C. Analisis Perbandingan Instrumen Pasar Modal Konvensional dan Instrumen

Pasar Modal Syariah

Persamaan intrumen pasar modal konvensional adalah sama-sama bagian dari

pasar finansial (pasar pendanaan), dan menjalankan fungsi yang sama yaitu

menjembatani pihak yang surplus dan defisit yang memiliki banyak peluang investasi.

Adapun perbedaan instrumen pasar modal konvensional dan syariah terlihat


pada mekanisme transaksinya. Mekanisme transaksi di pasar modal konvensional tidak

menetapkan batasan apapun. Arah perputaran uang juga dibuka secara bebas. Sehingga

konsep bunga pada pasar modal konvensional adalah hal yang pasti ada. Transaksi

yang tidak jelas, spekulatif, manipulatif, dan judi juga diizinkan dalam pasar modal

konvensional. Serta saham yang dimiliki dapat bergerak di bidang apapun secara bebas

selama mampu memberikan keuntungan.

Sedangkan pada pasar modal syariah, hal-hal tersebut diatur secara ketat. Dana

yang Anda tanam tidak akan digunakan untuk menggerakkan bidang yang tidak sesuai

dengan prinsip syariat. Misalnya seperti rokok, alkohol, makanan yang diharamkan dan

lain sebagainya.Selain itu, pasar modal syariah juga bebas dari transaksi ribawi, gharar

atau meragukan, manipulatif, dan juga judi.


Selain perbandingan di atas, berikut ini perbandingan instrumen pasar modal

konvensional dan syariah:

1. Analisis Perbandingan Saham Konvensional dan Saham Syariah

Saham syariah dasarnya sama dengan saham konvensional tetapi yang

membedakan adalah saham syariah harus sesuai dengan prinsip syariah Saham syariah

mengacu pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang semuanya terdaftar di
87

Daftar Efek Syariah (DES). Dalam tabel 4.1 akan diuraikan perbandingan saham

syariah dan saham konvensional.


Tabel 4.1 Perbandingan Saham Syariah dan Konvensional
No. Saham

Syariah Konvensional

1. Investasi pada perusahaan yang Investasi pada perusahaan untuk semua

berkegiatan usaha sesuai prinsip kegiatan usaha.

syariah (bukan jasa keuangan

riba, minuman keras, rokok,

dll).

2. Mekanisme transaksi sesuai Mekanisme transaksi konvensional

syariah (bebas bunga/riba, (terdapat bunga/riba, dapat

gambling, dan spekulatif). mengandung transaksi tidak jelas, dan

spekulatif).

3. Prinsip bagi hasil, jual beli, dan Perangkat suku bunga.

sewa.

4. Orientasi keuntungan baik Orientasi keuntungan secara general.

untuk dunia maupun akhirat.

5. Hubungan dengan nasabah Hubungan dengan nasabah dalam

dalam bentuk kemitraan bentuk kreditur-debitur.

6. Ada Dewan Pengawas Syariah Tidak ada pengawas syariah.

Sumber: www.imronsyah.com (data diolah)

Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa saham syariah merupakan

investasi pada perusahaan yang berkegiatan usaha yang sesuai dengan prinsip syariah
88

yaitu prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa. Sedangkan saham konvensional merupakan

investasi pada perushaan untuk semua kegiatan dengan perangkat suku bunga. Selain

perbandingan tersebut, ada beberapa perbandingan lain antara saham biasa

(konvensional) dengan saham syariah di pasar modal, antara lain:99

a. Saham dapat diperdagangkan kapan saja di pasar sekunder tanpa memerlukan

persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham. Sedangkan saham syariah

dengan kontrak mudharabah dan musyarakah ditetapkan berdasarkan persetujuan


rabbul maal (investor) dan perusahaan sebagai mudharib untuk suatu periode

tertentu.

b. Saham syariah seringkali dianggap tidak liquid karena batasan periode kontrak

yang mengikat. Sedangkan saham konvensional lebih liquid dan atraktif karena

dapat dijual kapan saja.

Pemerintah melalui OJK selalu mengevalusi saham-saham yang sesuai dengan

prinsip syariah secara berkala setiap 6 bulan sekali. Adapun tahapan dari screening

saham syariah tersebut terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu:

a. Business screening, yaitu:

1) Tidak termasuk dalam bisnis perjudian, perdagangan yang dilarang, jasa


keuangan ribawi, jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian

(gharar ) dan atau/ judi (maysir ).

2) Tidak memproduksi atau mendistribusikan barang haram, merusak moral atau

mudharat.

3) Tidak termasuk transaksi suap.

b. Financial screening, yaitu:

99
Choirunnisak, Saham Syariah Teori dan Implementasi, Islamic Banking Vol. 4 No. 2 Februari
2019, h. 73.
89

a) Total utang berbasis bunga disbanding total aset tidak lebih dari 45%.

b) Pendapatan non-halal disbanding total pendapatan tidak lebih dari 10%.

2. Analisis Perbandingan Obligasi dan Sukuk

Secara prinsipil perbedaan antara obligasi dan sukuk adalah prinsip-prinsip

syariah menjadi acuan dasar yang harus diikuti. Semenjak ada konvergensi pendapat

bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang mempunyai komponen

bunga (interest-bearing instruments) keluar dari daftar investasi halal.


Berbeda dengan konsep obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban

membayar berdasarkan bunga, sukuk merupakan suatu surat berharga berjangka

panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang sukuk

yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang sukuk berupa

bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana sukuk pada saat jatuh tempo.

Di samping itu, sukuk dan obligasi sangat berbeda karena obligasi konvensional

tidak mengharuskan adanya aset yang menjamin sedangkan sukuk harus memiliki aset

yang menjaminnya. Obligasi adalah kontrak kewajiban utang di mana yang

mengeluarkannya secara kontrak berkewajiban membayar kepada pemilik obligasi

pada tanggal tertentu, bunga dan pokok. Sementara itu sukuk adalah klaim atas
kepemilikan pada underlying asset. Konsekuensinya, pemilik sukuk berhak atas bagian

dari penghasilan yang dihasilkan oleh aset sukuk sama halnya dengan hak atas

kepemilikan pada saat proses realisasi aset sukuk. Skema bagi hasil semacam ini sangat

berbeda dengan obligasi, terutama dalam hal kepastian bagi hasil atau bunga yang

diperoleh pemilik dana. Dalam hal harga penawaran, jatuh tempo, pokok obligasi saat

jatuh tempo, dan rating antara sukuk dan obligasi tidak ada bedanya.

Dalam tabel. 4.2 diuraikan mengenai perbedaan sukuk dan obligasi serta saham.
90

Tabel 4.2. Perbandingan Sukuk dan Obligasi

Sumber: www.kajianpustaka.com

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa obligasi syariah atau sukuk

merupakan bukti kepemilikan atau bukti kerjasama yang memiliki pengertian lebih

luas dan lebih beragam daripada sekedar surat pengakuan utang (obligasi), tergantung

dari perjanjian (akad) yang digunakan pada penerbitan sukuk tersebut. Selain itu,
berbeda dengan obligasi, dalam setiap penerbitan sukuk wajib ada aset yang mendasari

(underlying asset). Selain itu, perbedaan antara sukuk dan obligasi dapat dijelaskan

sebagai beriku.

Pertama, dari sisi orientasi, obligasi hanya memperhitungkan keuntungannya

semata. Tidak demikian bagi sukuk, disamping memperhatikan keuntungan, sukuk

juga harus memperhatikan pula sisi halal haram, artinya setiap investasi yang

ditanamkan dalam sukuk harus pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip
syariah. Beberapa prinsip pokok dalam transaksi keuangan sesuai syariah antara lain
91

berupa penekanan pada perjanjian yang adil, anjuran atas sistem bagi hasil atau profit

sharing, serta larangan terhadap riba, gharar, dan maysir..

Kedua, keuntungan obligasi didapatkan dari besaran bunga yang ditetapkan,

sedangkan keuntungan sukuk akan diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan

ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasarkan atas aset dan produksi.

Ketiga, sukuk di setiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad, di antaranya

adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, dan ijarah. Dana
yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan ke pasar uang dan atau spekulasi di lantai

bursa. Sedangkan untuk obligasi tidak terdapat akad di setiap transaksinya. Dari sisi

investasi, sukuk lebih kompetitif dibanding obligasi, karena:

a. Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi

konvensional yang berbasis bunga.

b. Sukuk lebih aman karena untuk membiayai proyek prospektif.

c. Bila mengalami kerugian (di luar kontrol), investor tetap memperoleh aktiva.

d. Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, melainkan surat investasi.

Rekonstruksi terhadap obligasi dilakukan agar sesuai dengan kaidah- kaidah

syariah, di antaranya:
a. Penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya ke surat investasi yang ikut

serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah al-ghurmu

bil ghurmi, yaitu keuntungan/penghasilan itu berimbang dengan kerugian yang

ditanggungnya.

b. Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bungannya

sehingga seperti saham biasa.


92

c. Pengalihan obligasi ke saham biasa. Meski secara prinsip terdapat perbedaan,

masih ada beberapa kesamaan antara obligasi syariah dengan obligasi

konvensional. Beberapa kesamaan tersebut diantaranya adalah memiliki jatuh

tempo, pokok harus dibayarkan kembali saat jatuh tempo, pembayaran pendapatan

dilakukan secara periodic, dijamin oleh aset dan dimungkinkan konversi menjadi

saham biasadan dimungkinkan konversi menjadi saham biasa.

3. Analisis Perbandingan Reksa Dana Konvensional dan Reksa Dana Syariah


Pada dasarnya reksa dana syariah dan reksa dana konvensional memiliki

persamaan baik dalam bentuk sifat dan karakteristiknya. Yang membedakan hanya

pada prinsip operasional dan pengelolaan portofolio investasinya yang menerapkan

prinsip syariah Islam. Pada tabel 4.2 akan diuraikan perbedaan reksa dana syariah dan

konvensional.
93

Tabel 4.3. Perbedaan Reksa Dana Syariah dan Konvensional

Jenis Reksa Dana


Perbedaan
Syariah Konvensional

Tujuan investasi Tidak semata-mata return, tapi Return yang tinggi.

juga SRI (Socially Responsible

Investment).

Operasional Ada proses screening. Tanpa proses screening.

Return Proses cleansing/filterisasi ndari Tidak ada.

kegiatan haram.

Pengawasan DPS dan Bapepam. Hanya Bapepam.

Akad Selama tidak bertentangan Menekankan

dengan syariah. kesepakatan tanpa

aturan halalm dan

haram.

Transaksi Tidak boleh berspekulasi yang Selama transaksinya

mengandung gharar seperti bias memberikan

najsy (penawaran palsu), keuntungan

ikhtikar, maysir, dan riba.

Sumber: www.situsekonomi.com

Berdasarkan tabel tersebut secara operasional terdapat perbedaan mendasar

antara reksa dana syariah dan konvensional yaitu, dalam reksa dana syariah dikenal

proses screening dan cleansing. Proses screening adalah proses penempatan dana

masyarakat di dalam portofolio harus dikategorikan halal. Langkah ini merupakan

filterisasi pertama dalam pembentukan portofolio yang memenuhi semua prinsip Islam.
94

Sedangkan cleansing yaitu membebaskan semua sarana investasi dari unsur-unsur

yang diharamkan.

Perbedaan lainnya dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini:

a. Kelembagaan. Lembaga keputusan tertinggi syariah dalam hal keabsahan produk

adalah Dewan Pengawas syariah (DPS) yang beranggotakan beberapa alim ulama

dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Proses kinerja dan transaksinya


akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang

menjadi prinsip investasinya.

b. Hubungan investor dengan perusahaan. Dalam sistem bagi hasil mengenai

keuntungan dan kerugian, maka hubungan investor dengan perusahaan yang

dimaksudkan di sini adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dengan

sistem mudharabah. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha

antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Seandainya kerugian terjadi karena

kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggungjawab atas

kerugian tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana
syariah dapat diperjualbelikan. Saham-saham dalam reksadana syariah merupakan

harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjualbelikan dalam syariah, karena nilai

saham tersebut jelas tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi.

c. Kegiatan investasi reksa dana syariah. Berinvestasi dengan reksadana syariah dapat

dilakukan kapan saja sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yang

ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham

yang diperjualbelikan dibursa saham, BEI sudah mengeluarkan daftar perusahaan


95

yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham

yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Bertransaksi dengan reksadana syariah

tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung

gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.

d. Adanya akad. Dalam investasi reksadana syariah terdapat akad antara pemodal

(investor) dengan Manajer Investasi yang dilakukan dengan sistem wakalah,

sedangkan antara Manajer Investasi dengan pengguna investasi dilakukan dengan


sistem mudharabah.100

Keempat hal itulah yang secara umum membedakan reksadana syariah dengan

reksadana konvensional.

100
Aini Masrusoh, Konsep Dasar Investasi Reksadana, Salam Jurnal Filsafat dan Budaya
Hukum, 2016, h. 92

Anda mungkin juga menyukai