Anda di halaman 1dari 4

A.

Urgensi Pasar Modal Syariah


Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana atau produk muamalah.
Transaksi didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau
dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah
digariskan oleh syariah. Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang
mengandung bunga dan riba. Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu
transaksi dipasar modal yang di dalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh
syariah.
Di Tengah pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia yang semakin marak,
perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia dianggap belum
mengalami kemajuan yang cukup siginifikan. Walaupun kegiatan investasi syariah telah
mulai dan diperkenalkam sejak tahun 1997 melalui instrumen reksadana syariah dan
sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah dipasar modal juga
telah diterbitkan, hingga saat ini pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi di pasar
modal syariah masih minim.1
Beberapa masalah memang menjadi kendala, yaitu tingkat pengetahuan dan
pemahaman tentang pasar modal syariah, ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah,
minat pemodal, kerangka peraturan tentang penerbitan efek syariah, pola pengawasan (dari
sisi syariah) oleh lembaga terkait, pra-proses (persiapan) penerbitan efek syariah, dan
kelembagaan atau intuisi yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah di
Indonesia.
Bisa saja dalam jangka waktu 5 tahun kedepan akan terjadi kesenjangan antara sisi
permintaan efek syariah dan sisi penawarannya. Hal ini berdasarkan pernyataa dari
respondedn bahwa dalam 5 (lima) tahun kedepan emiten/perusahaan publik dan penjamin
emisi efek tidak memiliki rencana untuk melakukan penerbitan atau membantu proses
penerbitan efek syariah, sedangkan di sisi lain manajer investasi umum menyatakan memiliki
rencana untuk menerbitkan efek (reksa dana) syariah sehingga yang terjadi adalah bahwa
reksa dana akan kekurangan efek syariah untuk dijadikan portofolionya.
Beberapa hal yang dianggap dapat mendorong dan mengembangkan kegiatan
investasi syariah di pasar modal, yaitu perlu dilakukannya antara lain program sosialisasi
secara intensif tentang kegiatan investasi syariah di pasar modal yang mencakup antara lain,
prinsip-prinsip dasar, produk, mekanisme transaksi, peraturan dan pola pengawasannya,

1
Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal.25-26
penyusunan kerangka peraturan yang lebih jelas dalam rangka penerbitan efek syariah dan
kegiatan investasi syariah di pasar modal, dan membentu pola kelembagaan (hubungan antara
Bapepam, SROS, DSN, dan Profesi) yang efisien dalam fungi dan peran dalam mengatur
membina, mengawasi, dan menjalankan kegiatan investasi syariah di pasar modal.

B. Kendala Perkembangan Pasar Modal Syariah


Dalam rangka pengembangannya, pasar modal syraiah menghadapi berbagi kendala.
Beberapa kendala umum yang teridentifikasi dari studi yang telah teridentifikasi dari studi
yang telah dilakukan OJK adalah :
1. Kurangnya Tingkat Pengetahuan dan pemahaman pelaku pasar dan pemodal.
2. Terbatasnya ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah.
3. Belum siapnya kerangka peraturan yang khusus mengatur penerapan prinsip syariah di
pasar modal.
4. Pola Kelembagan atau institusi dalam rangka pengawasan masih diaggap sebagai “dis-
insentif” olehpara pelaku.
5. Kurangnya “insentif” sehingga pelaku lebih cenderung menerbitkan produk
konvensional.
6. Khusus bagi reksa dana, terbatasnya produk syariah uuntuk dijasikan portofolio menjadi
kendala besar pengembangan reksa dana syariah.2

C. Karakteristik Pasar Modal Syariah


Karakter pasar modal yang diperlukan dalam membentuk struktur pasar modal
syariah, di mana memungkinkan para pemegang saham individual dapat melepaskan
sahamnya dan memperoleh keuntugan dengan adanya komitmen antara pemegang saham
dengan perusahaan untuk tidak mencairkan sahamnya setidak-tidaknya dalam jangka tiga
bulan. Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah
(Metwally, 1995, 178-179) adalah sebagai berikut :
1. Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek;
2. Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan
melalui pialang;

2
Bank Indonesia, strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta:Bank
Indonesia, 2005), hal.39-42
3. Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek
diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian
serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih
dari 3 bulan;
4. Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap perusahaan
dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali;
5. Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST;
6. Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST;
7. Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam
bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah;
8. Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan
setelah menentukan HST; dan
9. Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan
harga HST.

D. Resiko Pasar Modal Syariah


Resiko investasi di pasar modal pada prinsipnya semata – mata berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya fluktuasi harga (price volatility). Resiko yang mungkin dapat
dihadapi oleh investor antara lain :
1. Resiko daya beli (purchasing power risk)
Resiko daya beli berkaitan dengan kemungkinan terjadinya inflasi yang menyebabkan
nilai riil pendapatan akan lebih kecil. Investor mencari atau memilih jnis investasi yang
memberikan keuntungan yang jumlahnya sekurang – kurangnya sama dengan investasi
dilakukan sebelumnya. Disamping itu, investor mengharapkan memperoleh pendapatan
atau capital gain dalam waktu yang tidak lama.
2. Resiko bisnis (business risk)
Resiko bisnis adalah suatu resiko menurunnya kemampuan memperoleh laba yang
pada gilarannya akan mengurangi pula kemampuan perusahaan (emiten) membayar imbalan
(bunga dalam konvensional) atau dividen.
3. Resiko tingkat bunga (interest rate risk)
Biasanya, kenaikan tingkat bunga berjalan tidak searah dengan harga – harga
instrument pasar modal. Resiko naiknya tingkat bunga misalnya jelas akan menurunkan harga
– harga di pasar modal. Oleh karena itu, investor di pasar modal syariah harus memposisikan
dirinya sebagai rekan bagi perusahaan yang siap berbagi laba dan rugi.
4. Resiko pasar (market risk)
Apabila pasar bergairah (bullish) umunya hampir semua harga saham di bursa efek
mengalami kenaika. Sebaliknya apabila pasar lesu (bearish) saham – saham akan ikut pula
mengalami penurunan. Perubahan psikologi pasar dapat menyebabkan harga – harga surat
berharga anjlok terlepas dari adanya perubahan fundamental atas kemampuan perolehan laba
perusahaan.
5. Resiko likuiditas (liquidity risk)
Resiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat segera
diperjualbelikan dengan tanpa mengalami kerugian yang berarti.

Anda mungkin juga menyukai