Anda di halaman 1dari 6

Intellectual Disability

A. Pengertian
Intellectual disability (ID) merupakan gangguan perembangan syaraf yang
mengakibatkan terganggunya perkembangan intelektual seseorang yang ditandai oleh
keterbatasan yang signifikan dalam kemampuan mental (seperti kemampuan berpikir
reasoning, perencanaan, dan penilaian) yang mengakibatkan gangguan dalam fungsi
adaptif, seperti konseptual, sosial, dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk
memenuhi aspek kehidupan sehari-hari (Tasse dkk, 2012).
Orang dengan ID memiliki IQ lebih rendah dari rata-rata orang normal.
Sehingga tak ayal jika orang dengan ID kerap disebut “idiot”. Definisi disabilitas
intelektual tidak hanya mencakup fungsi intelektual di bawah rata-rata, tetapi juga di
bawah rata-rata tingkat fungsi adaptif. Fungsi adaptif mengacu pada seberapa efektif
individu mengatasi tuntutan hidup sehari-hari, dan seberapa mampu mereka hidup
mandiri dan mematuhi standar masyarakat
B. Sejarah
1. Hingga pertengahan abad ke-19, orang dengan gangguan kecerdasan sering kali
diasingkan atau ditakuti bahkan oleh tenaga medis sendiri karena penampilannya
yang berbeda dengan orang normal
2. Di pertengahan abad ke-19, ID lebih familiar disebut dengan “mental
retardation” dan konsepnya diperkenalkan dari Prancis, Switzerland, Eropa, dan
Amerika Utara
3. Pada masa yang sama, Dr. Samuel G. Howe menjelaskan bahwa melatih orang
“berpikiran lemah” (orang dengan intellectual disability) adalah tanggung jawab
khalayak umum dan kemudian ia mendirikan Lembaga kemanusiaan pertama di
Amerika Utara dengan nama “The Massachusetts School for Idiotic and Feeble-
Minded Youth”
4. Penyebutan mental retardation diubah menjadi intellectual disability pada DSM-5
5. Perhatian Masyarakat terhadap orang dengan intellectual disability mulai
meningkat ketika Presiden John F. Kennedy yang memliki saudari dengan ID
kemudian membangun panel presiden tentang keterbelakangan mental pada tahun
1962 dan menyerukan program nasional untuk memerangi intellectual disability
C. Stigma Masyarakat
1. Pada awal abad 20-an, orang dengan keterbelakangan mental sering kali dijadikan
subjek untuk disalahkan atas meningkatnya angka kriminalitas
D. Jenis
1. Disabilitas intelektual ringan: 85% dari populasi orang dengan ID, biasanya
memilki keterlambatan kecil pada pertumbuhan di masa pra-sekolahnya, namun
kebanyakan tidak terdeteksi hingga masa awal sekolah dasar.
a. Ciri yang biasa dimiliki anak dengan disabilitas intelektual ringan adalah
keterlambatan dalam menggunakan bahasa yang ekspresif. Pada masa remaja
akhir, anak dengan ID dapat memiliki kecerdasan setara anak kelas 6 SD.
Namun jika ditangani lebih cepat dan mendapat support yang baik, bisa jadi
anak dapat menjadi mandiri dan melakukan lebih dari yang dikira.
b. Contoh gangguan: keterlambatan bicara/ berkomunikasi secara ekspresif
2. Disabilitas intelektual sedang: 10% dari populasi orang dengan ID, biasanya dapat
diidentifikasi bahkan sejak masa pra sekolah, ketika mereka menunjukkan
keterlambatannya dalam mencapai tonggak perkembangan awal (early
developmental milestones)
a. Ciri yang biasa ditemukan cukup mirip dengan ID ringan, yang membedakan
adalah anak dengan disabilitas intelektual sedang belum benar benar bisa
berbicara bahkan setelah masuk pra-sekolah (± 5 tahun), di antaranya
komunikasi yang digunakan masih berupa kombinasi huruf dan gestur, lebih
mirip cara berkomunikasi anak normal berusia 2-3 tahun
b. Contoh gangguan: down syndrome
3. Disabilitas intelektual berat: 4% dari populasi orang dengan ID, biasanya karena
genetic dan dapat diidentifikasi sejak umur yang sangat muda karena juga
memiliki keterlambatan dalam perkembangan fisik dan motorik. Biasanya
membutuhkan pendamping khusus
a. Ciri yang paling terlihat adanya keterlambatan perkembangan fisik dan
motorik, ditambah dengan masalah fisik seperti gangguan pernafasan, jantung,
atau gangguan fisik lain. Kecerdasannya pada usia 13-15 tahun setara dengan
anak usia 4-6 tahun
b. Contoh gangguan: down syndrome
4. Disabilitas intelektual menonjol: 2% dari populasi orang dengan ID, menonjol
karena memiliki penampilan fisik yang berbeda (wajah asimetris, etc).
a. Pada masa awal kanak-kanak, anak dengan ID menonjol memiliki gangguan
dalam sensorimotor. Orang dengan ID menonjol membutuhkan perawatan
seumur hidup
E. Penyebab
1. Warisan dan peran lingkungan
Ada begitu banyak penyebab genetik spesifik dari disabilitas intelektual sehingga
masih ada keraguan mengenai pentingnya dampak lingkungan. Kesulitan dalam
mengidentifikasi, menentukan, dan mengukur variabel spesifik dan nongenetik
tentu saja menambah dilemma dalam hal ini. Namun, banyak bukti menunjukkan
bahwa variasi lingkungan yang besar memang mempengaruhi kinerja kognitif dan
penyesuaian sosial anak-anak dari latar belakang kurang beruntung (Ramey,
Ramey, & Lanzi, 2007).
Misalnya, anak yang dilahirkan orang tua yang kurang beruntung secara sosial dan
kemudian diadopsi rumah yang lebih istimewa memiliki skor IQ lebih tinggi,
lebih kuat harga diri, dan lebih sedikit tindakan kenakalan dibandingkan saudara
kandung dibesarkan oleh orang tua kandung mereka yang kurang beruntung
(Juffer & van IJzendoorn, 2007; van der Voort dkk., 2013).
a. Kromosom abnormal
Jumlah kromoson yang tidak normal paling umum menyebabkan anak terlahir
dengan down syndrome. Disabilitas lain yang dapat terjadi adalah dengan
kromosom berlebih (XXY -> kelebihan kromosom X) menyebabkan
klinefelter, sedangkan kekurangan kromosom (XO, OO -> salah satu
kromosom/ keduanya menghilang) menyebabkan turner.
2. Penyebab organik mencakup faktor genetik dan konstitusional, seperti kelainan
kromosom, kondisi gen tunggal, dan pengaruh neurobiologis.
3. Dugaan penyebab disabilitas intelektual yang bersifat budaya-keluarga, atau non-
organik mencakup beragam faktor risiko sosial, perilaku, dan pendidikan.
4. Beberapa faktor risiko disabilitas intelektual termasuk alkohol, timbal, dan racun
atau cedera lain yang memengaruhi perkembangan prenatal dan pascanatal. Faktor
risiko lain mempengaruhi kualitas perawatan dan stimulasi fisik dan emosional
pada bayi dan anak kecil, seperti kemiskinan dan dukungan keluarga yang tidak
memadai.
F. Pengobatan
1. Prenatal education and screening: telah menurunkan angka kelahiran anak dengan
down syndrome dari yang awalnya 1 dari 700 kelahiran, menjadi 1 dari 1.000
kelahiran.
2. Pengobatan psikososial: intervensi dini, pengobatan perilaku, terapi perilaku
kognitif, dan strategi berorientasi keluarga

Gifted

A. Pengertian
Anak berbakat (gifted child) adalah anak yang memiliki kecerdasan (IQ) yang
tinggi (superior). Mereka lahir dengan membawa potensi yang luar biasa. Potensi ini
memang dibawa sejak lahir, namun lingkungan juga memiliki andil yang besar dalam
mengasah atau malah membiarkan bakat anak menguap begitu saja.
IQ dan bakat tidak diturunkan secara genetic, namun faktor biologis dapat
mempengaruhi kedua hal tersebut. Beberapa anak dengan neurodevelopmental juga
dapat dikategorikan sebagai berbakat jika kecerdasannya melebihi rata-rata anak
seusianya.
B. Jenis
1. Inteligensi
Individu yang mencapai skor IQ superior dianggap sebagai sangat berbakat
(highly intelligent, gifted) oleh karena itu inteligensi dianggap penting dalam
tingkat keberbakatan seseorang. (Stendberg, 1985) mengemukakan konsep triarkis
dari inteligensi yaitu dunia internal dan dunia eksternal individu, serta interaksi
antara dua dunia pengalaman individu tersebut. Berfikir analisis merupakan dunia
internal, sedangkan berpikir kontekstual atau strategi didasarkan atas situasi
lingkungan.
2. Kreativitas
Secara umum kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru, walaupun tidak selalu harus baru semuanya, mungkin saja hasil
karya gabungan dari yang bekas sebagai unsur-unsurnya. Pandangan Clark
tentang kreativitas adalah inteligensi plus. Sedangkan menurut Pames kreativitas
adalah fungsi dari pengetahuan, imajinasi, dan evaluasi. Orang mengartikan
kreativitas sebagai daya cipta melalui kemampuannya untuk menghasilkan ide
atau karya baru. Kreativitas muncul dalam berbagai hal kegiatan yang
mengundang perhatian umum, sebagai hasil pemikiran dan gagasan individu yang
berupa aktivitas seni, ilmu pengetahuan, teknologi, dan karya-karya lainnya.
3. Tanggung jawab diri terhadap tugas
Seorang anak berbakat mempunyai tanggung jawab terhadap tugas yang
diembannya, komitmen yang kuat terhadap tugas yang lahir dari dalam dirinya
(motivasi intrinsik). Segala kemampuan dan keampuhan terhadap pekerjaan
menjadi miliknya untuk diselesaikan dan dipertanggung jawabkan secara moral.
Tujuannya adalah hasil yang memuaskan dan mampu di pertanggungjawabkan.
C. Karakteristik
1. Karakteristik kognitif
a. Membutuhkan informasi yang lebih banyak
b. Daya ingatnya istimewa
c. Minat dan rasa ingin tahunya kuat
d. Tingkat perkembangannya tinggi
e. Kapasitas yang tinggi dalam melihat hubungan yang tak lazim dan berbeda
dengan menggunakan metafor dan analog
f. Ide-idenya orisinil
g. Intensitas (maksud/ tujuan) khusus dan terarah (berorientasi pada sasaran)
2. Karakteristik afektif
a. Kepekaan khusus terhadap perasaan orang lain
b. Rasa humor yang tinggi atau tajam
c. Kesadaran diri tinggi, disertai dengan perasaan berbeda
d. Idealisme dan rasa adil tampak pada usia dini
e. Harapan yang tinggi akan diri sendiri dan orang lain (ingin sempurna)
3. Karakteristik sosial
a. Termotivasi oleh kebutuhan untuk aktualisasi diri
b. Kapasitas lanjutan kognitif dan afektif dalam mengkonseptualisasikan dan
memecahkan masalah masyarakat.
c. Memiliki jiwa kepemimpinan
d. Keterlibatan dengan kebutuhan masyarakat (kebenaran, keadilan, dan keindahan)
dsb.
D. Masalah anak berbakat
1. Anak berbakat dengan prestasi rendah (biasanya karena anak tidak bisa duduk diam
saat kegiatan pembelajaran, anak mendapat self-image yang rendah)
2. Anak berbakat dengan motivasi rendah (lingkungan tidak mendukung atau anak tidak
menyukai kegiatan belajar)
E. Stigma Masyarakat
Anak berbakat yang tidak terdeteksi dari awal sering dianggap sebagai anak yang
lambat atau malah nakal karena mereka cenderung memiliki cara sendiri untuk belajar
dan masih banyak tenaga ajar yang menganggap jika cara yang dilakukan berbeda, maka
itu salah

Anda mungkin juga menyukai