Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Terhadap Penggolongan Pajak dalam Hukum Pajak

Oleh :

Sa’ida Nur Azizah (222102020057)

Saiq Agil Sulthan Maulana (222102020058)

Reza Fahriza (222102020054)

Abstract:

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang penting dan strategis dalam
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Pajak di Indonesia diatur oleh sistem
perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan, pemungutan, dan penggunaan
pajak. Pajak di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu golongan,
sifat, lembaga pemungut, dan tarikan dikenakannya. Penggolongan pajak ini bertujuan untuk
memberikan sistematika yang teratur dan sinergis dalam proses perpajakan di Indonesia.
Artikel ini membahas tentang pengertian, karakteristik, contoh, dan landasan yuridis dari
masing-masing penggolongan pajak tersebut. Artikel ini juga membahas tentang implikasi dan
tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dan wajib pajak dalam menerapkan penggolongan
pajak tersebut. Artikel ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan data
sekunder berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, buku, jurnal, dan laporan
yang berkaitan dengan topik penelitian. Artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
yang mendalam dan komprehensif tentang penggolongan pajak di Indonesia dan kontribusinya
bagi pengembangan ilmu hukum pajak di Indonesia.
1. Pendahuluan strategi perencanaan, pengawasan, dan
penegakan pajak.
Pajak merupakan salah satu instrumen
penting dalam kebijakan fiskal negara. Penggolongan pajak di Indonesia dapat
Pajak berfungsi sebagai sumber pendapatan dilakukan berdasarkan beberapa kriteria,
negara, alat pengaturan ekonomi, dan yaitu golongan, sifat, lembaga pemungut,
sarana redistribusi pendapatan. Pajak juga dan tarikan dikenakannya. Penggolongan
memiliki dampak terhadap kesejahteraan pajak berdasarkan golongan membedakan
masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan pajak menjadi pajak langsung dan pajak
stabilitas makroekonomi. Oleh karena itu, tidak langsung. Penggolongan pajak
sistem perpajakan yang baik harus mampu berdasarkan sifat membedakan pajak
menciptakan efisiensi, keadilan, dan menjadi pajak objektif dan pajak subjektif.
kepatuhan dalam perpajakan. Penggolongan pajak berdasarkan lembaga
pemungut membedakan pajak menjadi
Sistem perpajakan di Indonesia mengalami
pajak pusat dan pajak daerah.
berbagai perubahan sejak masa
Penggolongan pajak berdasarkan tarikan
kemerdekaan hingga saat ini. Perubahan
dikenakannya membedakan pajak menjadi
tersebut dilakukan untuk menyesuaikan
pajak proporsional, pajak progresif, dan
dengan perkembangan ekonomi, sosial,
pajak regresif.
politik, dan hukum yang terjadi di dalam
dan luar negeri. Perubahan tersebut juga 2. PERMASALAHAN
bertujuan untuk meningkatkan penerimaan 1. Bagaimana Penggolongan pajak
pajak, mengurangi ketimpangan, dan ditinjau dari golongannya?
mendorong investasi. 2. Bagaimana Penggolongan pajak
ditinjau dari sifatnya?
Salah satu aspek penting dalam sistem
3. Bagaimana Penggolongan pajak
perpajakan adalah penggolongan pajak.
ditinjau dari pemungutannya?
Penggolongan pajak adalah cara untuk
4. Bagaimana Penggolongan pajak
mengelompokkan jenis-jenis pajak
ditinjau dari tarif yang
berdasarkan kriteria tertentu. Penggolongan
dikenakannya?
pajak dapat membantu memahami
karakteristik, fungsi, dan dampak dari
masing-masing jenis pajak. Penggolongan
pajak juga dapat membantu menyusun
3. PEMBAHASAN Contohnya Pajak Pertambahan Nilai
A. Penggolongan pajak ditinjau dari (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
penggolongannya (PPn BM), Bea meterai, dan Cukai.

Pajak dapat dibedakan menjadi pajak B. Penggolongan pajak ditinjau dari


langsung dan pajak tidak langsung. Pajak sifatnya
langsung adalah pajak yang dikenakan
Pajak dapat dibedakan menjadi pajak
kepada wajib pajak yang sama dengan
objektif dan pajak subjektif. Pajak objektif
orang yang menanggung beban pajak,
adalah pajak yang dikenakan berdasarkan
seperti pajak penghasilan. Pajak tidak
objek pajak yang dapat diukur secara pasti,
langsung adalah pajak yang dikenakan
seperti pajak bumi dan bangunan. Pajak
kepada wajib pajak yang berbeda dengan
subjektif adalah pajak yang dikenakan
orang yang menanggung beban pajak,
berdasarkan kondisi subjek pajak yang
seperti pajak pertambahan nilai. Landasan
dapat berubah-ubah, seperti pajak
yuridisnya adalah Pasal 2 ayat (1) dan (2)
penghasilan. Landasan yuridisnya adalah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Perpajakan (KUP).1
Penghasilan (PPh). 2 B. Pajak Berdasarkan
Pajak Langsung Adalah pajak yang Sifatnya
pembayarannya harus ditanggung sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat
Pajak berdasarkan sifatnya, terbagi atas 2
dialihkan kepada pihak lain serta dikenakan
(dua) macam, yaitu
secara berulang-ulang pada waktu-waktu
tertentu Contohnya Pajak Penghasilan 1 Pajak Subjektif Yaitu pengenaan pajak

(PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan pertama tama memperhatikan
keadaan pribadi wajib pajak (subjcknya)
Setelah diketahui keadaan subjek pajaknya
2. Pajak Tidak Langsung Adalah pajak yang barulah diperhatikan keadaan objektifnya
pembayarannya dapat dialihkan kepada sesuar gaya pikul apakah dapat dikenakan
pihak lain dan hanya dikenakan pada hal- pajak atau tidak. Misalnya perhitungan
hal tertentu atau peristiwa peristiwa Pajak Penghasilan, jumlah tanggungan

1
Online Pajak, Asas Pemungutan Pajak Penerapan 2
Kompas, penggolongan Pajak di Indonesia,
di Indonesia, 2018 2020
dapat mengurangi jumlah pajak yang harus Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
dibayar. Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.3 Pajak

2 Pajak objektif yaitu pengenaan pajak


dengan pertama-tama memperhatikan atu Berdasarkan Pihak yang Memungutnya
melihat objeknya, baik berupa keadaan atau Pajak berdasarkan pihak yang
perbuatan atau peristiwa yang memungutnya terbagi atas 2 (dua) macam,
menyebabkan timbulnya kewajiban yaitu:
membayar pajak Setelah diketahui
1. Pajak Pusat
objeknya, barulah dicari subjek pajaknya
yang mempunyai hubungan hukum dengan Adalah pajak yang wewenang

objek yang telah diketahui. Misalnya Pajak pemungutannya ada pada pemerintah pusat

Pertambahan Nilai (PPN) tidak yang pelaksanaannya dilakukan oleh

memperlutungkan apakah wajib pajak Departemen Keuangan melalui Direktorat

tersebut memiliki tanggungan atau tidak Jenderal Pajak Pajak pusat diatur dalam
Undang-undang dan hasilnya akan masuk
C. Penggolongan pajak ditinjau dari
ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara
lembaga pemungutnya
(APBN)
Pajak dapat dibedakan menjadi pajak pusat
Adapun pajak pajak pusat yang dikelola
dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak
oleh Direktorat Jenderal Pajak, diantaranya
yang dikelola oleh pemerintah pusat,
adalah
seperti pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai, dan pajak bea materai. 1) Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak daerah adalah pajak yang dikelola 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
oleh pemerintah daerah, seperti pajak hotel,
3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah
pajak restoran, dan pajak reklame.
(PPnBM) Yang dimaksud dengan Barang
Landasan yuridisnya adalah Pasal 18B ayat
Kena Pajak yang tergolong mewah adalah
(2) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23A
Barang tersebut bukan merupakan barang
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17
kebutuhan pokok, atau Barang tersebut
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, atau

3
Negara Kesatuan Republik Indonesia, UU nomor
28 Tahun 2009, Presiden Republik Indonesia dan
DPR RI
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi Sedangkan pajak-pajak daerah
oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, atau kabupaten/kota, diantaranya adalah
Barang tersebut menunjukkan status.
1) Pajak hotel
4) Bea meterai.
2) Pajak restoran
5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
3) Pajak hiburan.
Bangunan (BPHTB).
4) Pajak reklame

5) Pajak penerangan jalan.


2. Pajak Daerah
6) Pajak mineral bukan logam dan batuan.
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang
pemungutannya ada pada pemerintah 7) Pajak Bumi dan Bangunan.4

daerah yang pelaksanaannya dilakukan


oleh Dinas Pendapatan Daerah yang.
D. Penggolongan pajak ditinjau dari
hasilnya masuk ke Anggaran Pendapatan
tarikan dikenakannya
Belanja Daerah (APBD)
tarif pajak merupakan salah satu cara untuk
Pajak daerah ini terbagi atas 2 (dua), yaitu:
mencapai keadilan bagi wajib pajak di
Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Daerah
samping cara pemungutan pajak. Menurut
Kabupaten/Kota Adapun pajak-pajak
Rismawati Sudirman dan Antong
daerah provinsi, diantaranya adalah :
Amiruddin, tarif pajak adalah ketentuan
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan persentase atau jumlah (rupiah) pajak yang
Kendaraan di Atas Air harus dibayar oleh wajib pajak sesuai

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan dasar pajak atau objek pajak.

dan Kendaraan di Atas Air Tarif Pajak Tarif pajak dapat dibedakan

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor. menjadi 4 (empat) adalah sebagai berikut:

4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air  Tarif tetap

Bawah Tanah dan Air Permukaan.  Tarif proporsional atau sebanding


 Tarif progresif
 Tarif degresif

4
Ardison Asri, Buku Ajar Hukum Pajak dan
Peradilan Pajak, Sukabumi: CV Jejak, 2021,
hal 111
1. Tarif Tetap 3. Tarif progresif

Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah Tarif progresif yaitu suatu tarif yang
nominalnya (jumlah rupiah yang dibayar) persentasernya makin besar jika dasar
tetap meskipun dasar pengenaan pajaknya pengenaan pajaknya meningkat. Tarif Pajak
(objek) berubah sehingga jumlah pajak Progresif memberlakukan persentase yang
yang terutang tetap. Tarif tetap ini berubah sesuai dengan kenaikan nilai objek
diterapkan dalam tarif bea meterai. Artinya, pajak. Contohnya, dalam tarif pajak
berapa pun nilai objeknya tarif yang penghasilan (PPh) progresif, persentase
dikenakan tetap. Tarif tetap ini diterapkan pajak yang harus dibayar oleh individu
dalam tarif bea materai. Yang artinya, meningkat seiring dengan bertambahnya
berapapun nilai objeknya tarif yang pendapatan.
dikenakan tetap.
4. Tarif degresif
2. Tarif Proporsional atau Sebanding
Tarif degresif adalah tarif pajak yang
Tarif proporsional atau sebanding adalah persentasenya semakin kecil jika dasar
tarif pajak dengan persentase tetap pengenaan pajaknya meningkat atau
meskipun dasar pengenaan pajaknya sebaliknya. Secara teoritis tarif pajak
berubah. Dengan demikian, semakin besar degresif ini dibenarkan tujuannya untuk
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan meningkatkan pertumbuhannya ekonomis
pajak, akan semakin besar pula jumlah setiap wajib pajak akan berlomba-lomba
pajak yang harus dibayar, dan perubahan itu meningkatkan penghasilannya. Dengan
bersifat proporsional atau sebanding, tarif penghasilan yang meningkat persentase
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif pajkanya akan menurun. Akan tetapi
tarif proporsional sebesar 10% (sepuluh tarif pajak degresif ini tidak memenuhi
persen) (UU HKPD No.1 Tahun 2022). 5 , asas-asas keadilan sehingga belum
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan pernah dilaksanakan. 6
Contoh
tarif proporsional sebesar 0,5% (nol koma penghitungannya adalah presentase tarif
lima persen), dan Bea Perolehan Hak atas untuk dasar pengenaan pajak sebesar 10
Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan tarif
proporsional sebesar 5% (lima persen).

5
Fitriya, Jenis Tarif Pajak di Indonesia dan 6
Ardison Asri, Buku Ajar Hukum Pajak dan
Pengelompokannya, 2024 Peradilan Pajak, Sukabumi: CV Jejak, 2021,
hal 165
juta lebih kecil dari pada persentase tarif dan PT D. Keempat perusahaan ini berasal
untuk pengenaan pajak sebesar 5 juta.7 dari sektor industri yang berbeda, yaitu
pertambangan, perbankan, telekomunikasi,
dan farmasi.
Studi kasus ini bertujuan untuk
Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa
mengungkap bagaimana beberapa
keempat perusahaan tersebut memiliki pola
perusahaan di Indonesia menggunakan
yang berbeda dalam memanfaatkan deduksi
deduksi pajak sebagai strategi akuntansi
pajak. PT A dan PT B cenderung
kreatif untuk mengoptimalkan potensi
menggunakan deduksi pajak secara agresif,
pengurangan pajak. Deduksi pajak adalah
yaitu dengan mengklaim deduksi pajak
pengurangan dari penghasilan kena pajak
yang melebihi batas yang ditentukan oleh
yang diberikan oleh pemerintah untuk
peraturan perpajakan, atau dengan
tujuan tertentu, seperti biaya penelitian dan
mengalihkan penghasilan ke entitas lain
pengembangan, bantuan sosial, atau
yang memiliki tarif pajak yang lebih
investasi di daerah tertentu.
rendah. PT C dan PT D cenderung
 Mengurai Misteri Deduksi menggunakan deduksi pajak secara
Pajak: Strategi Akuntansi dalam moderat, yaitu dengan mengklaim deduksi
Mengoptimalkan potensi pajak sesuai dengan ketentuan yang
pengurangan Pajak berlaku.

Deduksi pajak adalah pengurangan dari Hubungan studi kasus ini dengan
penghasilan kena pajak yang diberikan oleh penggolongan-penggolongan pajak adalah
pemerintah untuk tujuan tertentu seperti sebagai berikut:
biaya penelitian dan pengembangan,
Studi kasus ini berkaitan dengan
bantuan sosial, atau investasi di daerah
penggolongan pajak ditinjau dari
tertentu. Studi kasus ini menggunakan
penggolongannya, yaitu pajak langsung dan
metode kualitatif dengan pendekatan
pajak tidak langsung. Deduksi pajak
deskriptif analitis. 8 Data yang digunakan
merupakan salah satu faktor yang
adalah data sekunder berupa laporan
mempengaruhi besarnya pajak langsung
keuangan, laporan tahunan, dan laporan
yang harus dibayar oleh wajib pajak.
pajak dari empat perusahaan yang terpilih
Dengan menggunakan deduksi pajak, wajib
sebagai sampel, yaitu PT A, PT B, PT C,

7
Heru Yulianto, Mengenal Pengertian dan 8
Wildan Muhammad, DJP Ungkapan Kasus
Jenis Tarif Pajak Degresif, 2023 penggelapan Pajak Rp.292 Miliar, 2022
pajak dapat mengurangi penghasilan kena dikenakan kepada wajib pajak. Tarif pajak
pajaknya, sehingga beban pajak sendiri dapat berbeda-beda tergantung pada
langsungnya menjadi lebih rendah. jenis pajaknya, baik proporsional,
progresif, maupun regresif.
Studi kasus ini juga berkaitan dengan
penggolongan pajak ditinjau dari sifatnya,  PENUTUPAN
yaitu pajak objektif dan pajak subjektif.
Pajak bukan sekadar instrumen fiskal,
Deduksi pajak merupakan salah satu bentuk
namun juga cerminan dari sistem nilai,
pajak subjektif, yaitu pajak yang dikenakan
keadilan, dan efisiensi dalam suatu
berdasarkan kondisi subjek pajak yang
masyarakat. Dalam kerangka ini,
dapat berubah-ubah. Dengan menggunakan
penggolongan pajak menjadi titik sentral
deduksi pajak, wajib pajak dapat
dalam pembahasan mengenai struktur dan
menyesuaikan laporan pajaknya sesuai
keberlanjutan sistem perpajakan. Artikel ini
dengan keadaan yang terjadi pada periode
telah membahas beragam dimensi
pajak tertentu.9
penggolongan pajak dalam konteks hukum
Studi kasus ini tidak terlalu berkaitan pajak, mulai dari penggolongan
dengan penggolongan pajak ditinjau dari berdasarkan golongan, sifat, lembaga
lembaga pemungutnya, yaitu pajak pusat pemungut, hingga tarikan dikenakannya.
dan pajak daerah. Deduksi pajak
merupakan salah satu ketentuan yang
berlaku untuk pajak pusat, yaitu pajak yang Penggolongan pajak berdasarkan golongan,

dikelola oleh pemerintah pusat. Pajak sifat, lembaga pemungut, dan tarikan

daerah tidak memiliki ketentuan deduksi dikenakannya memiliki implikasi yang

pajak, melainkan hanya memiliki ketentuan kompleks dalam praktek perpajakan.

pembebasan atau pengurangan pajak. Dalam konteks Indonesia, implementasi


penggolongan pajak tidak hanya
Studi kasus ini juga tidak terlalu berkaitan
mencerminkan struktur perpajakan yang
dengan penggolongan pajak ditinjau dari
diterapkan, tetapi juga mencerminkan
tarikan dikenakannya, yaitu pajak
dinamika politik, sosial, dan ekonomi
proporsional, pajak progresif, dan pajak
dalam masyarakat. Dengan demikian,
regresif. Deduksi pajak merupakan salah
pemahaman yang mendalam mengenai
satu cara untuk mengurangi tarif pajak yang
penggolongan pajak menjadi penting bagi

9
Abdul Halim, Icuk Rangga Bawono, dan Amin dan Studi Kasus, edisi ke-3 (Jakarta: Salemba
Dara, Perpajakan: Konsep, Aplikasi, Contoh, Empat, 2014), hlm. 123
semua pemangku kepentingan, baik
pemerintah, wajib pajak, maupun
akademisi. Artikel ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam memperluas
wawasan dan memperdalam pemahaman
tentang kompleksitas sistem perpajakan,
serta mengidentifikasi tantangan dan
peluang dalam pengembangan kebijakan
perpajakan di masa mendatang.

Pentingnya mengurai dan menganalisis


penggolongan pajak tidak hanya relevan
dalam konteks domestik, tetapi juga dalam
konteks global. Perkembangan teknologi,
perdagangan internasional, dan dinamika
politik global semakin mempengaruhi cara
negara-negara mengatur sistem
perpajakannya. Oleh karena itu, kerja sama
internasional dan pertukaran pengetahuan
antarnegara menjadi kunci dalam
menghadapi tantangan dan mengejar tujuan
perpajakan yang berkelanjutan. Dengan
demikian, penelitian dan diskusi lanjutan
tentang penggolongan pajak akan tetap
relevan dan penting dalam menghadapi
perubahan dinamis dalam sistem
perpajakan. Upaya untuk memahami dan
mengatasi tantangan yang terkait dengan
penggolongan pajak akan membantu
membangun sistem perpajakan yang lebih
efisien, adil, dan berkelanjutan bagi
masyarakat dan ekonomi secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA penggelapan-pajak-rp-292-miliar,
diakses pada 6 Maret 2024.
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Undang-Undang Nomor 28 Tahun Abdul Halim, Icuk Rangga Bawono, dan
2009 tentang Pajak Daerah dan Amin Dara, Perpajakan: Konsep,
Retribusi Daerah (Lembaran Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus,
Negara Republik Indonesia Tahun edisi ke-3 (Jakarta: Salemba Empat,
2009 Nomor 130, Tambahan 2014).
Lembaran Negara Republik
Asri Ardison, Buku Ajar Hukum Pajak dan
Indonesia Nomor 5049).
Peradilan Pajak, Sukabumi: CV
Kompas, “Penggolongan Pajak di Jejak, 2021.
Indonesia”,2020,https://www.komp
Fitriya, Jenis Tarif Pajak di Indonesia dan
as.com/tren/read/2020/03/04/14000
Pengelompokannya, 2024
0265/penggolongan-pajak-di-
indonesia, diakses pada 6 Maret Heru Yulianto, Mengenal Pengertian

2024. dan Jenis Tarif Pajak Degresif,


2023
Online Pajak, “Asas Pemungutan Pajak
Penerapan di Indonesia”, 2018,
https://www.online-
pajak.com/asas-pemungutan-pajak,
diakses pada 6 Maret 2024.

Ma’ruf Sandi, “6 Jenis Pajak di Indonesia


Berdasarkan Golongan dan
Contohnya”,2024,
https://www.malas.id/6-jenis-pajak-
di-indonesia/, diakses pada 6 Maret
2024.

Wildan Muhammad, “DJP Ungkap Kasus


Penggelapan Pajak Rp 292 Miliar”,
2022,
https://www.cnnindonesia.com/eko
nomi/20220226145142-92-
594867/djp-ungkap-kasus-

Anda mungkin juga menyukai