Anda di halaman 1dari 150

Animorphs #18

Petualangan di Planet Leera


(The Decision)

by

K.A. Applegate

1|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Chapter 1

NAMAKU Aximili-Esgarrouth-Isthill.

Aku tak tahu pasti apakah teman-temanku sesama Andalite akan


mengenal nama itu suatu hari kelak. Kurasa sebagian dari kisah yang
akan kuceritakan ini akan muncul dalam buku-buku ilmiah.
Maksudku, kejadian yang menimpaku pasti bakalan mengubah semua
teori pemindahan massa tubuh ke Zero-space ketika suatu makhluk
berubah bentuk.

Tapi aku tidak yakin mereka—para ilmuwan itu, akan menyebutkan


nama asliku. Aku pun tidak yakin mereka akan mengungkapkan
kebenaran yang sesungguhnya. Dan kurasa semua itu oke-oke saja.
Soalnya, ada pengkhianat di antara kami. Ya, di antara bangsa
Andalite sendiri ternyata ada musuh dalam selimut. Ada Andalite
yang mendukung aksi para Yeerk.

Akulah satu-satunya Andalite hidup yang menyaksikan tragedi


pesawat Ascalin. Hanya aku—dan teman-teman manusiaku: Pangeran
Jake, Cassie, Tobias, Rachel, dan Marco—yang tahu apa sebenarnya
yang terjadi di dalam pesawat tersebut, dalam misi kami di Planet
Leera. Dan walaupun aku tahu apa yang terjadi, aku takkan pernah
tahu apa penyebabnya.

Kayaknya memang mustahil ada Andalite yang berkhianat. Cuma


membayangkannya saja, bisa membuat setiap Andalite terhormat

2|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


merasa jijik dan mual. Tapi aku mengatakan hal yang sesungguhnya.
Tragedi Ascalin benar-benar terjadi. Kami dikhianati oleh bangsa
kami sendiri.

Namaku Aximili-Esgarrouth-Isthill, adik Pangeran Elfangor-Sirinial-


Shamtul. Dan aku bersumpah demi namanya, bahwa apa pun yang
akan kuceritakan di sini benar adanya.

Akulah satu-satunya Andalite yang sekarang berada di Planet Bumi.


Tak usah repot-repot mencari keterangan tentang planet ini pada
database mana pun. Kau takkan menemukan banyak informasi. Yang
telah terjadi adalah, sebuah pesawat Dome hancur di orbit Bumi.
Bangsa Yeerk telah merusaknya. Kakakku, Pangeran Elfangor, juga
gugur dalam pertempuran itu. Tapi sebelum mencapai ajalnya,
Elfangor melanggar hukum kami dan memberikan kemampuan
metamorfosis bangsa Andalite kepada lima anak manusia.

Saat ini bangsa Yeerk sedang mengincar planet ini. Mereka menyerbu
Bumi dengan cara yang biasa—cara terselubung. Keong-keong
parasit itu dengan lancar menyusup masuk ke dalam kepala manusia,
membungkus tubuhnya sendiri dengan otak manusia. Memperbudak
umat manusia sebagaimana mereka telah memperbudak bangsa Hork-
Bajir dan Gedd. Dan mereka berharap, suatu hari nanti, mereka dapat
pula memperbudak bangsa Andalite.

Sekarang aku tinggal bersama para manusia ini. Hidup bersama


sekelompok anak manusia yang mendapat kemampuan morf dari
Elfangor. Mereka menamakan diri Animorphs. Mereka melawan

3|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


penyerbuan bangsa Yeerk di Bumi. Hanya kami berenam, sepanjang
pengetahuan kami.

Aku hidup di antara manusia. Aku menghargai mereka. Tapi jiwaku


masih tetap jiwa Andalite. Apa pun yang dikatakan orang tentang
diriku dan tentang apa yang terjadi di Planet Leera, aku tetap setia
pada bangsaku. Tapi ada saat-saat aku merasa bingung: Siapakah
sebenarnya bangsaku? Kaumku, spesiesku? Keluargaku? Teman-
temanku? Sekutuku?

Teman-teman manusiaku berkeras untuk menyingkat namaku menjadi


“Ax”. Manusia berkomunikasi menggunakan suara-mulut. (Sebagian
besar Andalite tentu paham arti kata “mulut”.) Dan meskipun nama
lengkapku mudah dilafalkan dalam bahasa-pikiran, ternyata menjadi
panjang dan rumit untuk diucapkan dengan suara-mulut manusia.

Aku sendirian di planet ini. Satu-satunya anggota spesiesku. Satu-


satunya Andalite di antara manusia. Maka aku telah menggunakan
teknologi metamorfosis untuk menciptakan morf manusia. Dan
kadang-kadang, selama dua jam, aku menjadi manusia dan berada di
antara mereka.

Aku sudah mahir menyamar jadi manusia, menurut pendapatku lho.


Aku telah mempelajari adat istiadat dan kebiasaan mereka dengan
sempurna sehingga aku bisa kelihatan benar-benar normal.

Itulah sebabnya aku mampu menyamar, bahkan di tempat-tempat


keramaian. Contohnya, di mall. Tempat ini penuh toko, yang sebagian
besar menjual kulit palsu dan telapak palsu. Secara teknis itu disebut
4|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
“pakaian” dan “sepatu”. Mall juga memiliki tempat makan paling
menakjubkan. Selain digunakan untuk mengeluarkan suara, manusia
juga menggunakan mulut untuk makan. Mereka memasukkan
makanan ke dalam rongga mulut dan menggilingnya dengan gigi
seraya menambahkan air liur yang dikeluarkan sejenis kelenjar. Ini
mencakup sejenis indra yang disebut “indra perasa”.

“Rasa” benar-benar indra yang sangat kuat.

Oh, ya. Betul-betul kuat.

Aku sedang memakai kulit palsu dan telapak palsu seperti manusia.
Aku menghampiri meja layan di tempat makan favoritku.

“Halo,” kataku, menggunakan suara-mulut dengan mulut manusiaku.


“Aku ingin bekerja untuk mendapat uang. Uwang. Wang.”

Aku harus menjelaskan sedikit: Uang adalah sejenis konsep aneh


manusia. Kau harus menyerahkan sejumlah uang kepada berbagai
kelompok manusia dalam masyarakat, dan sebagai balasannya mereka
akan memberimu benda-benda yang berguna.

“Mau pesan apa?” kata manusia itu kepadaku.

“Aku butuh uang supaya bisa kutukar dengan roti kayu manis,”
jawabku.

Manusia itu berkedip. “Jadi... kau mau pesan atau tidak?”

Jelas manusia ini tidak begitu pintar. “Aku ingin melakukan


pekerjaan, dan sebagai ganti tenagaku, kau akan memberiku uang.

5|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Lalu aku ingin menggunakan uang itu untuk memperoleh roti kayu
manis. Manizzz.”

“Aku panggilkan manajer.”

“Manizz,” kataku. Aku menyukai bunyi “z”. Huruf itu menggelitik


lidahku. Banyak suara-mulut yang menakjubkan bagiku.

Sang manajer datang dan aku menjelaskan keinginanku kepadanya.

“Maaf, aku tak dapat memberimu pekerjaan,” katanya. “Kayaknya


kau masih di bawah umur. Tapi kalau kau sangat lapar, aku dapat
menyuruhmu membersihkan beberapa meja di sana, lalu memberimu
sedikit makanan.”

Keputusan ini dapat kuterima.

“Anak malang,” katanya kepada manusia yang satu lagi sementara


aku berbalik. “Sedikit kurang waras, mungkin. Tapi dia tampan.”

Segera aku mengerti apa yang dimaksudkannya dengan


membersihkan meja. Di bagian mall sebelah sini terdapat banyak
meja yang dikelilingi tempat duduk. Meja-meja tersebut dipenuhi
makanan-makanan lezat!

Di meja terdekat aku menemukan segitiga-segitiga yang tipis, renyah,


asin, dan berminyak yang diselimuti cairan kental berwarna kuning
cerah. Aku memakannya dan ternyata enak sekali.

Di meja berikutnya terdapat benda cair. Aku meminumnya. Yang satu


panas, sedang yang lainnya dingin. Di dekatnya ada kertas berbentuk
bujur sangkar yang sudah diremas-remas. Di dalam lipatan-lipatannya
6|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com
ada benda setengah-cair setengah-padat berwarna merah. Aku
menjilatinya. Enak, tapi tidak terlalu menakjubkan.

Lalu, akhirnya, aku melihat apa yang menjadi idamanku. Dua potong
besar roti kayu manis yang mengilap, dan masih mengeluarkan asap
karena panasnya. Dua manusia duduk dekat sekali dengan dua potong
roti itu.

Mereka akan memakan rotiku!

Aku bergegas menghampiri secepat kaki manusiaku mampu berlari.


“Aku akan membersihkan meja ini!” seruku.

Kedua orang itu menatapku. “Tapi kami baru mau makan.”

“Bagus,” kataku lega. Aku menyambar kedua roti kayu manis itu dan
membawanya pergi.

“Hei! Hei, tunggu dulu!”

Aku mulai menjejalkan roti pertama ke dalam mulutku. Oh,


senangnya! Oh, bagaimana aku dapat menjelaskan kepada kaum
Andalite yang belum pernah memiliki indra perasa? Betapa hebat
sensasinya! Ini adalah perasaan nikmat yang tak terbayangkan!
Kehangatannya, gulanya yang menetes-netes, rasanya yang manis!

“Apa yang kaulakukan?” teriak sang manajer sambil bergegas


menghampiriku.

“Aku sedhang m-mbershihkan mejha,” sahutku. Sulit sekali bicara


sambil makan. Itulah salah satu kelemahan desain tubuh manusia.

7|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Saya benar-benar minta maaf,” kata sang manajer kepada kedua
manusia yang sedang mencoba merampas roti kayu manisku.

“Saya akan segera menggantinya dengan yang baru. Dan kau,”


katanya sambil menunjuk padaku, “ikut aku.”

Ia menyeretku, membuatku menjatuhkan segumpal roti dari mulutku.


Lalu membawaku ke sebuah meja dan memaksaku duduk di kursi.
Kegiatan ini berarti menekuk kedua tungkai dan menumpukan berat
badan di atas bidang horizontal yang agak tinggi, dengan cara
menekankan bantalan lemak yang ada di atas tungkai pada bidang
tersebut. Sulit dibayangkan jika kau belum pernah melihatnya.

“Oke, sekarang begini. Jika kau betul-betul kelaparan, kami punya


satu nampan penuh berisi roti kayu manis yang sudah agak lama.
Silakan ambil. Kau anak yang malang.” Ia mengeluarkan roti-roti
kayu manis yang ditata rapi di atas alas berbentuk bujur sangkar.
Barangkali jumlahnya selusin!

“Ini untukku?” tanyaku dengan suara serak karena luapan emosi.

“Tentu saja, Nak. Silakan ambil satu.”

Izinkan aku menjelaskan satu hal lagi di sini: bahasa mulut manusia
kadang-kadang sangat membingungkan. “Ambil satu,” katanya.

Maksudnya apa? Satu gigit? Satu potong? Satu nampan?

Bukan salahku kalau aku jadi bingung.

8|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


Chapter 2

“WAKTU itu tak sengaja aku di sana,” kata Marco, “sedang jalan-
jalan mengelilingi pusat jajan, tidak peduli dengan keadaan di
sekitarku. Aku sedang berpikir, Hei, makan taco asyik juga kali, ya,
ketika aku memperhatikan banyak orang, beberapa di antaranya
berseragam putih-putih, mengerumuni Cafe Cinnabon.”

Marco salah satu teman manusiaku. Ia memiliki tubuh lebih pendek


dibanding manusia lain seumurnya. Rambutnya gelap dan matanya
hitam, dan ia gemar membuat lelucon. Lelucon adalah humor. Humor
lebih sering dijumpai di antara manusia daripada di antara bangsa
Andalite.

Menurutku mau tak mau, manusia harus memiliki selera humor. Itu
bisa menolong mereka mengatasi rasa malu karena begitu goyah
berdiri di atas dua kaki yang aneh bentuknya.

“Dan sumpah, deh, tiba-tiba aku mendapat perasaan aneh, seperti


firasat. Aku tahu, maksudku, pokoknya aku tahu, bahwa si Ax-man
pasti terlibat. Maka aku menghampiri kerumunan tersebut dan
bertanya pada seseorang apa yang terjadi. Dan cewek itu bilang...”

“Cewek itu?” potong Rachel. “Coba kutebak. Cewek yang sangat


cantik, yang dalam keadaan normal tidak akan pernah sudi bicara
denganmu? Tapi kau memutuskan, karena situasi gawat, saat itu
benar-benar cocok untuk berkenalan dengannya?”

9|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com


“Yap, tepat sekali,” jawab Marco.

Rachel anak perempuan. Ia punya rambut keemasan dan mata biru.


Tubuhnya termasuk jangkung untuk anak seusianya.

“Pokoknya, cewek itu bilang begini, 'Ada anak yang jadi gila, dan
menghabiskan satu loyang penuh roti kayu manis.' Nah, siapa—
menurut kalian—siapa kenalan kita yang kuat makan satu loyang roti
kayu manis?”

Marco, Rachel, dan yang lainnya—Pangeran Jake, Cassie, dan


Tobias—semuanya menatapku dan merentangkan ujung bibir mereka
ke samping untuk membentuk senyuman.

Semuanya, kecuali Tobias, yang menjadi nothlit: seseorang yang


terperangkap sewaktu morf. Ia bertubuh elang dan tidak punya bibir.

Aku merasa harus mengatakan sesuatu. “Aku tidak sadar ada sejenis
ketentuan yang berlaku bagi perut manusia,” jelasku. “Kayaknya ada
batas tertentu jumlah makanan yang dapat dikonsumsi. Melewati
batas tersebut akan menyebabkan perasaan tidak nyaman di daerah
perut. Juga membuatku pusing.”

“Ledakan kalori dari timbunan glukosa,” komentar Cassie.

Cassie tidak lebih tinggi daripada Marco. Ia berambut dan bermata


hitam. Cassie sangat tertarik pada binatang. Bagi manusia, kata
“binatang” berarti semua binatang kecuali spesies mereka sendiri.

Aku sudah tidak berwujud manusia dan kembali berada dalam tubuh
asliku. Kami berada di hutan yang berbatasan dengan tanah pertanian

10 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Cassie. Di sinilah tempat tinggalku. Tempat tinggal Tobias dan aku.
Ia memangsa tikus, khususnya di pagi hari. Aku meninggalkan hutan
pada malam hari dan berlari menyeberangi padang rumput, menyerap
zat gizi rerumputan melalui kuku kakiku, sebagaimana yang
seharusnya dilakukan makhluk normal lainnya.

Kami berada di hutan ini untuk menunggu kedatangan sekutu yang


aneh: Erek, dari bangsa Chee. Bangsa Chee adalah android atau robot.
Mereka diciptakan oleh bangsa yang sudah punah, yang disebut
Pemalite. Sebagian besar Chee dan segelintir Pemalite yang sekarat,
tiba di Bumi ribuan tahun yang lalu. Mereka melarikan diri dari
kehancuran planet mereka.

Bangsa Pemalite tidak dapat bertahan. Tapi android ciptaan mereka,


yang tidak kenal kekerasan namun memiliki tenaga menakjubkan,
tetap hidup.

Pangeran Jake melihat arlojinya. Bangsa manusia selalu tidak sadar


waktu. Setiap saat mereka merasa bahwa “sekarang ini” lebih lambat
atau lebih cepat daripada yang mereka duga. Aku tak pernah
mengenal manusia yang pernah bilang, “Oh, coba lihat arlojiku.
Ternyata waktu 'sekarang ini' benar-benar tepat seperti waktu
dugaanku.”

Pangeran Jake berkata, “Baru saja aku mau bilang Erek terlambat,
tapi ternyata sekarang ini masih kepagian.”

Nah, mengerti, kan, maksudku.

11 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Itu dia datang,” kata Tobias. “Dia bisa bergerak hampir tanpa suara
kalau mau. Tapi aku tetap dapat melihatnya dari atas sini.” Elang
memiliki pendengaran yang hebat dan penglihatan yang benar-benar
luar biasa. Tapi tetap saja, mereka hanya dapat melihat ke satu arah,
seperti manusia.

Erek tiba—tepat pada waktunya, tentu saja. Ia tampak seperti anak


laki-laki normal. Tapi tentu saja itu hanya ilusi hologram yang sangat
canggih. Di bawah hologram tersebut terdapat tubuh robot baja
berwarna abu-abu dan putih, yang mirip makhluk Bumi bernama
anjing yang berdiri di atas dua kaki.

Bangsa Chee tidak dapat berbuat kekerasan. Suatu larangan untuk


berbuat jahat terdapat dalam program mereka. Namun dengan bantuan
kami, Erek pernah menghapus larangan itu. Ia memprogram ulang
sistemnya. Ia menyelamatkan nyawa kami dalam sebuah pertempuran
yang mengerikan. Tapi kemudian ia memutuskan untuk membuang
kemampuan untuk berbuat kekerasan itu. Meskipun mereka tidak
dapat bertempur, bangsa Chee telah menyusup ke dalam organisasi
Yeerk di Bumi. Dan dari waktu ke waktu Erek selalu memberi kami
informasi yang berguna.

“Hai, semuanya,” sapa Erek.

“Hei, Erek,” sahut Marco. “Ada berita apa?”

Erek mengangkat bahu, seperti yang biasa dilakukan manusia lain.


“Nggak banyak sih, cuma ada yang aneh saja. Sesuatu yang tidak
masuk akal. Setidaknya sejauh pengetahuan kami.”
12 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Pangeran Jake mengangguk. Ia menoleh ke atas. “Apa keadaan
aman?” tanyanya pada Tobias.

Tobias melompat dari dahan tempatnya bertengger, mengepakkan


sayap, dan membubung tinggi di atas pepohonan, lepas dari
pandangan kami.

“Sori,” kata Pangeran Jake pada Erek. “Aku hanya ingin memastikan
bahwa kita aman.”

Erek tersenyum. “Apa kaupikir aku berani datang sendiri? Tiga


temanku menyebar di sekeliling kita, menjaga kita. Tobias takkan
mampu melihat mereka, bahkan dengan mata elangnya.”

“Oh, ya? Berani taruhan?” tanya Pangeran Jake. Tobias kembali dan
mendarat di dahan yang sama.

Ia mulai menelisik bulu sayapnya. “Semua aman.”

“Kau benar-benar tidak melihat apa pun yang aneh?” tanya Pangeran
Jake, nada suaranya kecewa.

“Yah, aku melihat dua Chee memproyeksikan hologram pohon, dan


satu lagi mencoba menyamar jadi batu, tapi tak ada yang harus
dicemaskan.”

Para manusia dan Erek tertawa.

“Aku kenal hutan ini,” ujar Tobias sombong. “Kaupikir kau bisa
menempatkan pohon willow yang besar di tempat yang tidak
semestinya dan aku takkan menyadarinya? Ya, ampun.”

13 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Erek membungkukkan badan, melakukan semacam penghormatan ke
arah Tobias. “Ingatkan aku untuk tidak pernah memandang rendah
dirimu lagi, saudaraku yang bermata tajam.” Lalu, tiba-tiba ia berubah
serius dan mengutarakan maksud kedatangannya.

“Pria nomor dua dalam jajaran Dinas Rahasia, seseorang yang


bernama Hewlett Aldershot Ketiga, masuk rumah sakit dalam
keadaan koma. Dia ditabrak mobil ketika sedang menyeberang jalan.
Kami tidak tahu dalam misi apa dia berada di daerah ini. Tapi ini
yang kami ketahui: Tak ada yang tahu bahwa dia masuk rumah sakit.”

“Bahkan keluarganya?” tanya Cassie.

“Benar. Tak seorang pun. Baik keluarganya, maupun bosnya—Jane


Carnegie—ketua Dinas Rahasia. Tidak seorang pun. Rumah sakit itu
sudah disusupi Yeerk. Separo dari staf rumah sakit itu adalah
Pengendali-Manusia. Namanya bahkan tidak ada dalam data
komputer rumah sakit. Dan, ngomong-ngomong, mobil yang
menabraknya? Mobil van yang terdaftar atas nama siapa lagi kalau
bukan teman kita, Mr. Chapman.”

Pangeran Jake mengangguk. Ia pemimpin Animorphs. Aku


menganggapnya pangeranku. Sebagai aristh, aku butuh seseorang
yang menjadi atasanku. Pangeranku.

“Wah, wah,” ujar Pangeran Jake. “Kalau begitu, mari kita selidiki
tempat itu.”

14 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 3

“AKU punya pertanyaan nih,” kata Marco. “Kalau sudah ada Hewlett
Aldershot dan Hewlett Aldershot Junior, orangtua macam apa yang
mau memberikan nama yang sama pada keturunan yang ketiga? Anak
itu pasti dipukuli anak-anak berandal sepulang sekolah setiap hari.”

Saat itu keesokan harinya. Marco, Rachel, dan aku berada di ambang
jendela di tingkat tiga. Kami sedang dalam morf burung camar.
Menurut teman-teman manusiaku, burung camar itu seperti burung
dara atau merpati. Mereka bisa berada di mana saja tanpa terlihat
mencurigakan.

Aku yakin mereka benar. Walaupun aku tak tahu apa itu merpati. Dan
juga sulit bagiku membayangkan seperti apa burung yang
“mencurigakan” itu.

“Aku cuma mau bilang bahwa setahu kita, Mr. Chapman menabrak
orang itu karena dia tidak tahan dengan nama pria itu.”

Rachel mengeluh. “Kenapa sih Jake tega menyuruhku berjaga


denganmu, Marco?”

“Apa? Jadi aku nggak boleh ngomong? Aku nggak boleh buat
percakapan? Kita sudah mangkal di jendela ini selama satu setengah
jam. Aku, kau, dan Ax.”

15 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Baru satu setengah jam?” tanya Rachel. “Aneh, kayaknya sudah jauh
lebih lama. Saat kau bicara, sang waktu seolah-olah mulur terus, dan
terus, dan terus, Marco. Terus, dan terus, dan terus, dan...”

“Lucu sekali.”

“Sebenarnya, waktunya baru satu jam kalian dan delapan belas


menit,” jelasku tanpa diminta.

“Satu jam kalian,” gerutu Marco. “Tahu, nggak, itu adalah jammu
juga, Ax-man. Ini Planet Bumi. Kau terjebak di sini. Maka setel
arlojimu dengan waktu setempat.”

Marco merasa bosan. Kami semua bosan. Tapi Marco jadi tukang
ngomel kalau bosan.

Kami berada di ambang jendela di luar kamar pribadi Hewlett


Aldershot Ketiga. Ini giliran kami yang kedua. Giliran kami yang
pertama tadi pagi, sampai hampir dua jam. Lalu Pangeran Jake dan
Cassie mengambil alih, kemudian kembali giliran kami.

“Ini sama sekali bukan kegiatan yang ingin kulakukan di hari Sabtu
yang cerah, saat sedang ada obral besar-besaran di toko busana
Express dan Old Navy,” Rachel mengomel. “Kini giliranku terbang
berkeliling. Aku segera kembali.”

Ia mengepakkan sayapnya, meninggalkan aku dan Marco. Kami


menggoyangkan sayap sedikit dan menyentakkan kepala sambil
berjalan bolak-balik di ambang jendela yang terbuat dari batu. Kami

16 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
mencoba bersikap seperti burung camar. Itulah sebabnya Rachel harus
melayang sebentar. Itu hal yang wajar dilakukan burung camar.

“Apa ada yang aneh dengan nama Hewlett Alder... hei, lihat!” kataku,
memotong kalimatku sendiri. “Ada manusia lain yang memasuki
ruangan. Dan aku yakin wajahnya tidak asing Iagi.”

“Rachel!” teriak Marco dalam bahasa-pikiran. “Cepat cari Jake,


Cassie, dan Tobias. Ada yang datang!”

“Siapa?”

“Visser Three dalam wujud manusia,” kataku. “Si Pencipta


Malapetaka!”

Burung camar memiliki mata di samping wajah, maka aku harus


memiringkan wajah dan memandang dengan sebelah mata untuk

melihat menembus kaca jendela. Ya, itu memang dia. Pemimpin


penyerbuan Yeerk ke Bumi.

Visser Three adalah satu-satunya Yeerk yang berhasil mendapatkan


tubuh Andalite. Ketika ia menguasai tubuh Andalite, ia juga
memperoleh kemampuan morfnya. Maka hanya Visser Three, dari
semua Yeerk di alam semesta, yang bisa ber-morf.

Aku merasakan kemarahan yang pelan-pelan memuncak setiap kali


melihat makhluk busuk ini, si pembunuh kakakku. Aku pernah
hampir membalaskan kematian kakakku. Hampir membinasakan
Visser Three. Tapi akhirnya aku gagal karena ia berhasil
meninggalkan tubuh induk semangnya, dan ia tetap hidup.

17 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku bersumpah takkan gagal lain kali.

“Wow, Visser. Three dalam wujud manusia,” ujar Marco gugup.


“Pasti sesuatu yang penting sedang terjadi.”

Dua dokter manusia masuk ke kamar itu. Mereka berbicara kepada


sang Visser. Mereka bicara dengan penuh hormat. Penuh rasa takut,
dan gemetaran. Aku tak dapat mendengar kata-kata mereka karena
terhalang kaca, tapi jelas terlihat mereka sadar siapa dan apa
sebenarnya Visser Three.

Visser Three mulai demorf—kembali ke wujud Andalite. Dari kepala


manusia, dua mata tanduk muncul. Dari dada manusia, kedua kaki
depan mulai tumbuh. Dari ujung tulang punggungnya, ekor Andalite
yang panjang, gesit, dan berbahaya mulai tampak.

Di sebelah kiriku berkelebat warna cokelat dan merah. Itu Tobias,


sedang meluncur cepat. Aku tetap memfokuskan mata kananku ke
dalam ruangan.

Bulu berwarna biru dan cokelat muncul di sekujur kulit manusia.


Visser Three kini berdiri di atas empat kaki, ekornya dalam posisi
siaga.

“Dia benar-benar yakin dirinya aman di tempat ini,” kataku. “Kalau


tidak, dia takkan berani berubah bentuk seperti ini.”

“Tapi para dokter itu tidak tampak gembira,” pantau Marco.

Mereka gemetar. Jelas ada yang salah. Lalu, dalam sekejap, Visser
Three menempelkan duri ekornya di leher salah satu dokter.

18 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sekali sentak saja kepala dokter itu bisa menggelinding di lantai.

Karena ia sudah kembali berwujud Andalite, kami dapat mendengar


suara bahasa-pikiran Visser Three yang tidak dibatasi jangkauannya.
“Aku sudah memberi perintah pada kalian untuk menyembuhkan
manusia ini!” bentaknya. “Tak ada gunanya menempatkan salah satu
orang kita di dalam kepalanya jika dia tidak bisa bergerak.”

Dokter itu mengucapkan sesuatu. Sesuatu yang penuh hormat dan


waspada.

“Aku tidak peduli dengan saluran saraf otaknya, aku ingin dia
sembuh! Sadarkah kalian kegunaan orang ini bagi kita? Dia orang
nomor dua dalam organisasi pengawal presiden. Dia punya cara untuk
mengetahui setengah dari semua rahasia di planet ini. Itulah sebabnya
aku mengatur kecelakaannya dan membawanya ke sini.”

Pangeran Jake dan Cassie melintas, keduanya dalam morf camar.

“Ada berita apa?” tanya Pangeran Jake.

“Visser Three muncul, Pangeran Jake.”

“Jangan panggil aku “pangeran”. Yeah, aku dengar bahasa-


pikirannya. Maksudku, apa yang kaulihat?”

“Sang Visser sedang sibuk menakut-nakuti sepasang Pengendali-


Manusia berprofesi dokter,” kataku.

Tepat pada saat itu, Visser Three menarik ekornya. Si dokter roboh
dan berlutut di lantai. Temannya memandangnya dengan iba, tapi
tidak berani berbuat apa-apa untuk menolongnya.
19 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kau tidak memberiku pilihan: Jika aku tidak dapat menggunakan
makhluk ini sebagai induk semang, aku terpaksa menyadapnya dan
morf menjadi dirinya. Tapi dengan cara itu aku tak bisa terus-menerus
menggunakan wujudnya dua puluh empat jam sehari. Aku tidak bisa
memiliki hidupnya. Tapi dengan meniru wujudnya, aku bisa
mendekati atasannya. Aku malah dapat menggunakan morf ini untuk
menjebak wanita itu!”

Dokter yang masih berdiri membuka mulut. Ia tersenyum. Ia tampak


antusias dan lebih berani. Sang Visser mengayunkan ekornya,
menampar si dokter dengan sisi bilah duri ekornya, hingga ia
terlempar ke ujung ruangan.

“Jangan bilang “Akhirnya semua beres” kepadaku,” maki sang


Visser. “Aku masih menuntut agar tubuh manusia ini diperbaiki.
Itulah satu-satunya alasan mengapa kau masih kubiarkan hidup. Tiga
hari lagi manusia ini harus sudah sembuh, atau kalian berdua akan
menjadi sangat, sangat... tidak sehat.”

Lalu satu mata tanduknya berputar untuk memandang tepat ke arahku.


Mata yang kedua ikut berputar. Dan aku mulai mendapat perasaan
tidak enak.

20 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 4

VISSER THREE keluar dari pandangan kami.

“Apa dia baru saja memelototi kita?” tanya Marco. Lalu “dijawabnya
sendiri, “Yeah, dia memang memelototi kita.”

“Pangeran Jake,” kataku dalam bahasa-pikiran yang hanya dapat


didengar teman-temanku. “Apa yang harus kami lakukan?”

“Ada apa?” tanya Pangeran Jake.

“Visser Three melotot pada kami, itulah yang terjadi,” jawab Marco.

“Dia telah menyingkir dari jangkauan penglihatan kami,” ujarku.

“Oke. Kemungkinan dia curiga kalian bukan burung camar,” kata


Pangeran Jake. “Jadi jangan bersikap mencurigakan, atau
menunjukkan rasa takut padanya. Salah satu dari kalian harus
menyingkir. Yang lainnya tunggu beberapa detik, lalu menyusul.
Seperti burung camar nor...”

PRANG!

Jendela kaca itu meledak ke arah luar ketika sesuatu melesat


menembusnya. Marco ditabrak, jatuh dari ambang jendela, lepas
kendali, dan menukik ke tanah.

Aku terlalu kaget untuk bereaksi.

Lalu aku melihat apa yang telah menembus kaca jendela itu. Burung
kafit! Burung kafit bersayap enam!
21 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Pasti itu Visser Three dalam morf! Tapi bagaimana mungkin?

“Mustahil!” teriakku tak percaya. Burung kafit hanya hidup di satu


tempat di alam semesta: Planet Andalite.

Burung kafit itu mengguncangkan tubuhnya untuk membebaskan diri


dari pecahan-pecahan kaca, lalu berpaling ke arahku. Paruhnya yang
setajam pisau dibidikkan ke tubuhku seperti senapan.

Aku menjatuhkan diri dari ambang jendela, dengan sayap menempel


di sisi tubuhku. Paruh yang tajam itu nyaris mengenaiku! Aku
merentangkan sayap, mendapat tekanan udara, dan mengepakkannya
kuat-kuat. Burung kafit itu mengincarku! Keenam sayap itu
memberinya kecepatan luar biasa.

“Ax, makhluk apa itu?” teriak Cassie.

Aku tak sempat menjawab. Teman-temanku tidak tahu. Burung kafit


hidup sebagai pemangsa dengan menusuk binatang yang hidup di
pohon. Mereka cepat, tepat, dan mematikan bagi hewan-hewan kecil.

Dan pada saat itu aku sedang jadi hewan kecil.

“Semuanya, serang burung itu!” seru Pangeran Jake. “Dia takkan bisa
mengalahkan kita sekaligus. Tobias! Kau di mana?”

“Terlalu jauh,” sahut Tobias.

Aku menoleh untuk melihat si kafit. Dasar bodoh! Kepalaku


berfungsi sebagai kemudi dan membuat tubuhku berbelok. Tepat
menuju ke arah burung itu!

22 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku mengepak-ngepak liar. Kurang cepat! Paruh si kafit menoreh
bagian bawah sayapku.

“Aaaahhh!” aku menjerit.

Aku berbelok dan terbang dengan panik. Aku mengepakkan sayapku


dan meluncur enam meter di atas permukaan tanah. Aku tahu burung
kafit lebih cepat daripadaku. Tapi apakah ia juga lebih gesit dalam
berganti arah?

Sebagian otakku terus bertanya-tanya, “Bagaimana mungkin,


bagaimana mungkin?”

Bagaimana mungkin Visser Three bisa menyadap DNA burung kafit?


Apakah si Pencipta Malapetaka telah menginjakkan kakinya di
permukaan Planet Andalite?

Kini aku terbang di atas jalan raya. Apa yang manusia sebut restoran
fast-food terlihat di bawahku. Si Visser tinggal beberapa senti di
belakangku. Ia akan menusukku bagai sate dalam tiga detik, dua, sa...
Aku melepaskan udara dari sayapku, menekuk ekor dan kepalaku
untuk membelokkan arah, dan burung kafit itu melewatiku.

Terbangnya lebih cepat dalam gerak lurus. Dan aku dapat


mengalahkannya dalam gerakan manuver atau zig-zag, tapi hanya
kalau ia sedang lengah. Berapa kali lagi aku bisa mengelabuinya
dengan cara itu?

“Manuver bagus, Andalite,” kata Visser Three, suara pikirannya tiba-


tiba terdengar dalam kepalaku. “Bagaimana kalau kaucoba lagi?”

23 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku hampir saja menjawabnya saking marahnya. Tapi tentu saja
Visser Three tidak yakin apakah aku Andalite atau bukan. Ia cuma
asal tebak. Jika aku tetap diam, mungkin ia akan memutuskan bahwa
aku hanya burung camar biasa. Aku melihat Pangeran Jake dan yang
lainnya menghampiriku.

“Pangeran Jake! Jangan menolongku. Jika kalian menolongku, dia


akan yakin bahwa kita bukan camar biasa.”

“Jangan sok jadi pahlawan,” seru Pangeran Jake. “Tobias!”

“Aku berusaha sekuat mungkin. Tidak ada termal di sini!” teriak


Tobias.

Aku melirik dan melihat elang ekor merah sedang mengepak kuat
untuk mencapai ketinggian agar bisa menukik. Tapi ia hanya tiga
meter di atasku dan terlalu jauh di sampingku untuk bisa menolong.

Aku harus menghadapi Visser Three sendirian.

Bagus. Makin asyik aja nih, kataku pada diri sendiri, mencoba
terdengar lebih berani dibanding kenyataannya. Aku mengepak-
ngepak liar ke arah logo restoran yang besar berwarna kuning,
berbentuk seperti dua lengkungan yang bersambung di tengah.
Landasan lengkungan itu berwarna merah. “Coba kita lihat seberapa
gesit burung kafit berbelok.”

Aku menuju tepat ke salah satu lubang di bawah lengkungan itu,


terbang menembusnya, dan segera berputar. Visser Three meluncur,
melewati kolong lengkungan itu, dan ikut berbalik untuk mengejarku.

24 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tapi saat itu aku sudah berputar dan menembus lengkungan kedua. Si
kafit mengejarku, tapi sekarang kecepatan lurusnya menjadi tidak
berguna. Dan rentang sayapnya yang lebar membuatnya sulit
melewati kolong lengkungan itu.

Visser Three berputar-putar dengan kecepatan kilat, tapi aku terus


melewati kolong demi kolong kedua lengkungan itu.

“Bagus, Ax-man!” seru Tobias. “Bertahanlah. Dia sudah dalam


bidikanku!”

Manusia berkerumun di bawah kami, menonton pertunjukan aneh ini.

“Hei, burung itu sayapnya banyak sekali!” teriak seseorang.

“Pasti burung mutan. Ayo, terus! Hidup camar!”

Slap! Ujung sayapku membentur tepi salah satu lengkungan. Aku


gemetar dalam terbangku. Aku lupa berbalik.

“Aaaahhhh!”

Paruh yang tajam itu memotong sayapku sepanjang tiga senti! Aku
jatuh. Aku membentur atap restoran cepat saji yang dicat hitam. Aku
tertatih-tatih menuju tempat sempit di antara dua unit pendingin besar
yang mengeluarkan suara bising.

Aku melihat Visser Three melintas rendah di atasku, dan aku sadar ia
pasti sudah mendarat.

Aku mulai demorf secepat mungkin. Atap ini dikelilingi tembok yang
cukup tinggi. Para manusia di jalanan tidak dapat melihat kami.

25 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dan jika aku sudah berwujud Andalite, burung itu bukan ancaman
lagi. Dari cakarku tumbuh tapak kaki. Bulu-bulu ekorku melebur
menjadi satu, dan membentuk ujung duri ekorku. Tapi selagi aku
bertumbuh, tempat ini menjadi sempit. Aku, terjepit di antara unit
pendingin, dengan bilah-bilah kipas angin yang meniupkan aroma
makanan berminyak ke arahku.

Aku mendorong diriku keluar, separo Andalite separo burung,


terhuyung-huyung menjaga keseimbangan di atas kaki yang terus
berubah. Aku menuju bagian tengah atap. Dan aku melihatnya.
Seperti diriku, ia juga sedang demorf. Seperti diriku, ia juga separo
Andalite dan separo burung.

Tapi ini bukan Andalite sungguhan.

“Menyerahlah, Andalite,” cibir sang Visser. “Dan mungkin aku akan


membiarkanmu hidup.”

“Ayo, kita lihat sehebat apa dirimu dalam pertarungan ekor,” kataku,
sekali lagi mencoba terdengar lebih percaya diri daripada sebenarnya.

Ekornya diayunkan ke depan. Aku mengikutinya. Dan kami berdiri,


dua Andalite, bersiap-siap untuk duel sampai mati.

Aku melihat ke dalam mata si Pencipta Malapetaka. Dan di sana


kulihat kejahatan.

Lalu aku melihat sesuatu yang menyebabkan hatiku terlonjak


kegirangan. Sebab aku juga melihat rasa takut di sana.

26 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 5

SUDAH lama sekali kaum Andalite tidak bertarung satu sama lain
dalam pertandingan ekor, kecuali dalam latihan militer atau olahraga.

Tapi kali ini bukan olahraga.

Di tempat ini, di antara kipas angin yang berputar dan aroma lemak
dan daging hamburger, Visser Three dan aku berdiri berhadapan.

Dua ekor camar mendarat. Lalu dua lagi. Mata tandukku melihat
bayangan burung pemangsa terbang di atas.

“Ayo, demorf,” kata Rachel, mengarahkan bahasa-pikirannya kepada


kami semua. Aku hanya berharap ia ingat untuk tidak membiarkan
Visser Three mendengar ucapannya. Manusia kadang-kadang lupa
bahwa bahasa-pikiran dapat diarahkan kepada semua makhluk atau
sekelompok tertentu saja.

“Kita tidak bisa demorf,” kata Pangeran Jake kepadanya. “Kita harus
berubah menjadi manusia dulu. Kita tak bisa demorf kecuali kita
sudah yakin Visser Three tak bisa lolos kali ini.”

“Jika kita sudah demorf, dia tak bakal bisa lolos,” kata Rachel geram.

Aku memusatkan pandanganku pada sang Visser. Ekorku sudah siap


menangkis gerakan sekecil apa pun. Aku berkata, “Pangeran Jake,
kita tak bisa ambil risiko. Jika dia tahu kalian manusia, nasib kalian
akan tamat. Aku bisa membalas kematian Elfangor sendirian.”

27 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ini bukan tempat yang tepat,” kata Cassie, mencoba menjelaskan.
“Orang-orang di bawah sudah melihat ada burung bersayap enam
yang mendarat di sini. Mungkin ada yang sedang naik tangga menuju
kemari.”

Aku hampir tidak dapat mendengar suaranya. Sang Visser bergeser ke


samping, mencari-cari kesempatan. Aku mengangkat ekorku tinggi-
tinggi, siap memblokir serangannya.

“Ax, dapatkah kau kabur secepat mungkin tanpa terkena sabetannya?”


tanya Pangeran Jake. “Cassie benar. Kita tak mau ada pertempuran di
sini.”

Sebagian diriku ingin berkata, ya, biarkan saja si Visser kabur. Ia


lebih besar daripada aku. Ekornya lebih panjang lima belas senti. Ia
lebih jangkung, yang membuatnya mudah melukai mataku atau
kepalaku.

Tapi, bagian lain diriku telah melihat ketakutan di mata Visser Three.
Ia sadar dirinya sudah terkepung. Ia sadar ia sedang menghadapi
pertempuran maut yang kemungkinan lolosnya sangat kecil.

Aku ingin melihat lagi ketakutan di matanya. Aku ingin melihat


pandangan tak berdaya di matanya saat aku menekankan duri ekorku
pada tenggorokannya dan berkata, “Ini pengganti nyawa kakakku.”

Gerakan mendadak!

Aku menyambar! Duri ekorku kehilangan sasaran, tapi aku berhasil


melukai si Pencipta Malapetaka pada bahunya.

28 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dalam kebingungan itu, mula-mula aku tak mampu memahaminya.
Segala sesuatu terjadi sekaligus: gerakan mendadaknya, reaksiku, lalu
lompatannya melampaui tembok rendah di sekeliling kami.

Ia melompat ke bawah dan hilang dari pandangan. Aku berlari ke


pinggir dan mengintip ke bawah.

Seorang anak perempuan di bawah berteriak, “Sumpah, aku lihat ada


kuda biru terjun dari atap!”

“Jangan aneh-aneh deh. Kalau begitu, di mana jatuhnya?” temannya


membalas.

Aku dapat melihat di mana ia mendarat. Di tempat sampah besar


berbentuk persegi.

“Di tong sampah itu,” anak perempuan tadi menjawab.

Aku memandang ke bawah, ke arah sang Visser. Kaki belakangnya


yang sebelah kiri patah akibat melompat tadi. Ia sedang morf menjadi
manusia secepat mungkin. Ia menatapku dengan pandangan penuh
kebencian dan amarah.

Aku ingin mengucapkan sesuatu. Aku ingin meneriakkan ancaman.


Menantangnya. Tapi yang kulakukan hanyalah menatap matanya.

Dan setelah mulut manusianya terbentuk, ia mencibir.

“Ayolah, Ax,” kata Pangeran Jake. “Urusan kita di sini sudah


selesai.”

29 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 6

MALAM itu aku berlari melintasi lapangan rumput yang terbentang


sampai ke rumah pertanian Cassie dan mencoba memahami
perasaanku.

Malam itu hujan turun rintik-rintik. Rumput basah dan lembap. Bisa
kurasakan kuku kakiku menyerap sel-sel cacing yang muncul ke
permukaan tanah setiap hujan turun. Makan malamku kali ini akan
kelebihan protein, padahal itulah hal terakhir yang kubutuhkan.
Kebanyakan protein menyebabkan aku tak bisa tidur.

Awan mendung di atas kepalaku menutupi bulan dan bintang-bintang.


Aku jadi sedih. Aku suka memandangi langit di malam hari, dan
mencari bintang yang menjadi matahari di planet asalku. Itu sudah
jadi semacam ritual. Sesuatu yang kulakukan untuk diriku sendiri.
Untuk mengingatkan bahwa masih ada tempat untukku di galaksi ini.
Memang sekarang aku tidak berada di sana, tapi tempat itu tetap ada.

Atau apakah aku cuma membodohi diri sendiri? Ya, aku memang
punya planet asal. Dan tempat tinggal di planet itu. Dan bangsa
seperti diriku. Tapi apakah aku akan kerasan tinggal di sana lagi?
Apakah aku sudah berubah begitu jauh, karena telah hidup bersama
manusia begitu lama?

Aku melihat lampu-lampu di rumah Cassie. Suatu kali aku pernah


berubah menjadi Pangeran Jake dan pergi ke sana untuk makan

30 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
malam dengan orangtua Cassie. Aku memiliki DNA Pangeran Jake
ketika ia disusupi oleh Yeerk.

Itu kenangan yang manis. Makan malam bersama Cassie, maksudku,


bukan berubah wujud menjadi Pangeran Jake. Kadang-kadang, waktu
aku sendirian di hutan dan mengenang rumahku, aku malah
mengingat kejadian malam itu.

Aku berlari lebih cepat sekarang, tidak lagi peduli pada makananku,
tapi hanya ingin merasakan tetesan air hujan di wajah dan dadaku.
Jika aku berlari cukup cepat, semua tetes air itu hanya akan mengenai
wajah dan dadaku, dan tak ada satu pun yang mengenai punggungku.

Aku melihat pagar kayu. Hampir terlalu tinggi untuk kulompati. Tapi
aku berlari tepat menuju ke arahnya, menyentak kaki belakangku,
menekuk kaki depanku, dan melayang di atasnya.

Terdengar bunyi “dug” ketika satu kuku kakiku membentur kayu


paling atas.

Aku mendarat dengan mulus dan baru sadar bahwa napasku terengah-
engah. Aku memperlambat lajuku dan berjalan kembali menuju
hutan.

Aku seharusnya bisa mengalahkannya, kataku pada diri sendiri. Aku


seharusnya memaksanya bertarung. Aku seharusnya sudah
menyambarnya lagi sebelum ia sempat melarikan diri.

Sebagian pikiranku menjawab, Tidak, kau pasti kalah. Tubuhnya


lebih tinggi dan lebih besar. Ia lebih berpengalaman. Tubuh Andalite

31 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang dikendalikan Visser Three dulunya milik seorang pejuang hebat.
Namanya Alloran. Visser Three memiliki semua keterampilan dan
pengalaman tempurnya.

Kau bertarung dalam duel ekor dengan Visser Three dan


membiarkannya lolos.

Aku bertarung dalam duel ekor dengan Visser Three dan setidaknya
aku tidak melarikan diri.

Tapi kau memang ingin lari. Kau ketakutan.

Aku pasti sudah gila kalau tidak punya rasa takut. Tapi aku tidak
kabur. Ia yang kabur.

Aku baru sadar bahwa aku sudah berhenti berjalan, dan kini berdiri
diam di bawah pohon cemara tinggi di tepi padang rumput. Padang
rumput Tobias.

“Ada apa, Ax-man?” panggilnya dari kegelapan di atas.

“Apa kau terbangun?”

“Yeah. Aku punya kecenderungan untuk terbangun dari tidurku bila


ada makhluk centaurus besar dari luar angkasa, yang berwarna biru
dengan ekor kalajengking, berlari-lari panik di hutan seperti
segerombolan gajah ngamuk.”

Tobias kadang-kadang kesal kalau dibangunkan. Itu sifat manusia


yang masih dimilikinya.

32 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aku minta maaf karena membangunkanmu. Kok gajah bisa
ngamuk?”

Tobias mendesah. Ia melayang turun ke cabang yang lebih rendah,


lalu terbang menuju sebatang pohon yang tumbang.

“Otakmu berputar-putar, ya?”

“Apa?”

“Otakmu berputar-putar. Menelaah hal-hal di dalam pikiranmu terus-


menerus, bolak-balik. Berputar-putar dalam lingkaran, menanyai
dirimu pertanyaan-pertanyaan yang sama lagi, lalu terus mengulangi
proses itu.”

“Kok tahu?”

“Dengar, Ax, pertama kali aku bertemu Visser Three... dan kau tahu
kapan itu terjadi... aku menangis, aku begitu ketakutan.”

“Dia makhluk luar angkasa. Kau belum pernah melihat alien


sebelumnya.”

“Elfangor juga alien. Aku juga belum pernah melihatnya. Tapi dia
tidak bikin takut. Visser Three sebaliknya. Bukan karena tampangnya,
tapi karena ada sesuatu memancar darinya. Seperti awan gelap.
Hampir seperti aroma. Perasaan ini—aku tak tahu kata lain yang lebih
tepat—seolah-olah aku sedang melihat sesuatu yang harus
dimusnahkan. Dia jahat. Aku dapat merasakannya. Dan aku punya
perasaan mengerikan bahwa kejahatan itu, dengan cara apa pun, akan

33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menjamahku, dan mengubah hidupku. Maka waktu itu aku menangis.
Dan ternyata benar. Hidupku berubah, tubuhku berubah.”

“Aku sudah bertemu Visser Three sebelumnya,” sahutku dingin.


“Aku seharusnya tidak boleh takut.”

“Memangnya apa yang bisa kaulakukan?”

“Aku bisa memaksakan pertarungan.”

“Kalau kau kalah?”

“Bagaimana kalau aku menang? Itu akan menjadi kekalahan besar


bagi kaum Yeerk. Aku akan membalas kematian Elfangor. Aku akan
menjadi pahlawan besar bagi bangsaku.”

“Dengar, Ax. Kau telah menantangnya. Dia yang kabur. Bukan kau.”

“Dia terkepung dan kalah jumlah. Dia pikir kalian semua pejuang
Andalite yang siap kembali ke wujud semula dan menyerangnya. Dia
mengundurkan diri dengan penuh kehormatan.”

“Kehormatan,” kata Tobias melecehkan. “Dia pembunuh berdarah


dingin. Dia menyerbu tempat tinggal orang lain. Dia cuma penjahat.
Pembunuh tidak punya kehormatan.”

“Seharusnya kubiarkan kau tidur.”

“Oooke. Kau tidak mau membicarakannya, baiklah.” Ia melihat ke


sekeliling, berkedip, hampir sebuta manusia di malam hari. “Lagi pula
sulit tidur kalau sedang hujan.”

34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tobias. Kau ingat morf burung yang digunakan Visser tadi? Itu
burung Andalite. Namanya burung kafit. Asalnya dari planet tempat
tinggalku.”

“Apa yang ada dalam benakmu? Bahwa Visser Three mungkin pernah
mendarat di Planet Andalite dan menyadap DNA burung itu?”

“Ya. Aku khawatir si Pencipta Malapetaka telah menjejakkan kaki di


Planet Andalite.”

Bisa kurasakan Tobias jadi gelisah. Sekarang ia mulai mengerti. Tapi


dia berkata, “Kadang-kadang ada orang yang membawa keluar
binatang dari habitatnya, kan? Maksudku, seperti singa Afrika dibawa
ke kebun binatang di Amerika, Eropa, atau di mana pun. Ya, kan?
Jadi mungkin ada makhluk yang tidak bersalah membawa burung itu
keluar dari planet kalian. Mungkin pesawat mereka dibajak oleh
Yeerk. Dan burung ini sampai di tangan Visser Three.”

Aku ingin mempercayai kemungkinan itu. Maka kukatakan, “Ya,


mungkin memang itu yang terjadi.”

Tapi aku tak yakin. Aku percaya Visser Three pernah mendarat di
planetku. Kalau bukan dia, mungkin salah seorang anak buahnya.

Apa pun yang sebenarnya terjadi, itu cuma berarti satu hal. Para
Yeerk sudah menjamah satu-satunya tempat yang aman di galaksi ini:
rumahku.

35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 7

KAMI bertemu di gudang jerami tempat Cassie dan ayahnya merawat


binatang yang sakit atau terluka.

Tempat ini diberi nama Klinik Perawatan Satwa Liar. Bangunannya


besar, terbuat dari kayu, dan berwarna gelap. Di dalamnya ada
sejumlah kandang yang dibuat dari kawat baja. Dan di dalam
kandang-kandang tersebut terdapat hewan-hewan yang sakit.

Tobias bertengger tinggi di palang langit-langit. Dari atas sana ia bisa


melihat keluar melalui sejenis jendela dan memperingatkan kami
kalau ada yang datang.

Teman-temanku yang lain ada di permukaan tanah. Cassie sedang


bekerja, mendorong tumpukan-tumpukan jerami kotor dengan garpu
besar bergigi tiga. Pangeran Jake kadang-kadang menyisihkan sesuatu
yang menghalangi pekerjaan Cassie.

Marco dan Rachel sedang mendinginkan kepala. Itu istilah manusia.


Menurutku bila manusia duduk tenang tanpa berbuat apa-apa, maka
suhu otak mereka turun. Oleh karena itu disebut mendinginkan
kepala.

Suatu hari nanti, bila aku tua, terlalu tua untuk berperang, aku akan
menulis buku tentang manusia, tentang kebiasaan, bahasa-mulut, dan
teknologi mereka yang aneh. Misalnya, tahukah kau bahwa manusia
menciptakan buku sebelum menciptakan komputer?

36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Karena itu mereka menganggap komputer lebih maju, walaupun ada
fakta bahwa komputer butuh waktu tiga puluh detik untuk meload
satu halaman, sedangkan buku dapat dibuka halamannya tanpa harus
menunggu lama-lama.

Kaum Andalite mungkin menganggap manusia sebagai ras yang aneh,


tidak penting, dan terbalik teknologinya.

Kecuali dalam dua hal. Pertama, mereka, bagaimanapun juga, adalah


spesies yang mengembangkan seni indra perasa sampai tingkat yang
menakjubkan. Manusia mungkin saja primitif dalam teknologi, tapi
mereka telah menciptakan popcorn mentega, cokelat Snickers, chili,
dan puntung rokok. (Walaupun manusia sendiri sulit menerima ide
makan puntung rokok.)

Dan jangan lupa: Manusia, dengan segala kelemahannya, telah


menciptakan roti kayu manis. Suatu hari nanti, setelah perang ini usai,
akan ada pasukan Andalite yang menyerbu Bumi untuk berubah
wujud menjadi manusia dan hanya makan roti kayu manis sepanjang
hari. Minta rotinya diberi lapisan gula yang tebal. Itu sepadan dengan
perjalanan jauh yang kami lakukan.

“Ax, kau dengar, tidak?” bentak Marco.

Aku tersentak dari lamunanku. “Ya, tentu saja.”

“Sebab, aku sudah, mengulangnya dua kali, tapi kau cuma


memandang ke angkasa seolah-olah kau berada jutaan kilometer
jauhnya.”

37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Coba katakan untuk yang ketiga kalinya dan kali ini aku akan
mendengarkan.”

“Kubilang, Visser Three menggunakan wujud hewan Andalite untuk


mengirim sejenis pesan. Maksudku, dia masih menganggap kita
semua Andalite. Dia yakin sedang mengejar Andalite yang bisa morf,
ya, kan? Dan dia memutuskan untuk morf jadi burung Andalite. Ini
bukan kebetulan. Ini pesan darinya.”

Dan ini satu lagi alasan untuk tidak menganggap manusia tidak
penting. Mereka benar-benar cepat beradaptasi. Baru beberapa bulan
lalu Marco tidak percaya ada kehidupan di planet lain. Kini ia
menerima kenyataan itu, menyerap wawasan yang benar-benar baru,
dan mendapati dirinya berada di tengah-tengah pertempuran yang
menggunakan teknologi morf yang tidak dimengerti olehnya. Dan ia
tetap mampu melihat apa yang tersirat, yang bahkan luput dari
perhatianku.

“Ya,” kataku pelan. “Ya, tapi mengapa? Pesan apa?”

Marco mengangkat bahu. “Pesannya seperti, 'Hei, anak kecil, selagi


kau terjebak di Bumi, aku sudah keluar-masuk rumahmu, bergaul
dengan teman-temanmu, dan makan kue buatan ibumu.'”

“Ibuku tidak pernah membuat kue,” kataku. “Indra perasa tidak


dikenal Andalite.”

“Sang Visser menarik-narik rantai borgolmu,” kata Rachel.

“Mengacaukan pikiranmu,” tambah Cassie.

38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Mempermainkanmu,” lanjut Tobias.

“Mencoba membuatmu bingung dengan... ah, sudahlah,” kata


Pangeran Jake. “Intinya, kau punya dua pertanyaan: Bagaimana cara
Visser Three mendapatkan morf burung itu? Dan mengapa dia
menggunakan morf itu untuk menyerangmu?”

“Itu bukan pertanyaan paling penting,” bantah Cassie. “Pertanyaan


sesungguhnya adalah apa yang akan kita lakukan dengan Hewlett
Aldershot Ketiga?”

Marco mengacungkan tangan. “Menyuruhnya mengganti namanya?”

“Rencana Visser benar-benar bagus,” kata Jake. “Dia menyadap DNA


Hewlett Aldershot Ketiga, lalu menyusup ke kantor Dinas Rahasia,
mencari rahasia apa pun yang ingin diketahuinya, ikut dalam
pertemuan-pertemuan rahasia, dan akhirnya tahu segala sesuatu yang
diketahui Dinas Rahasia.”

“Apa sih yang diketahui Dinas Rahasia?” tanyaku.

“Banyak hal,” jawab Marco.

“Oh.”

“Bukan cuma rahasia apa yang bisa diketahuinya, tapi, juga siapa
yang dapat ditemui dan diajaknya bicara,” kata Rachel. “Dia bisa
mencari tahu apakah ada informasi tentang kegiatan Yeerk yang
lolos...”

“Wow!” Marco melonjak di atas kedua kakinya yang goyah.

39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku tak pernah berhenti membayangkan manusia akan jatuh kalau
mereka melonjak seperti itu.

“Wow apa?” tanya Jake lembut.

“Wow, maksudku, Rachel benar. H.A. Ketiga bisa bicara dengan


siapa saja, kan? Termasuk dengan bosnya, Jane Carnegie, kan? Jadi,
jika dia bertemu bosnya dan berkata, 'BOS, percaya, nggak? Keong
parasit dari luar angkasa menyerang Bumi!' Dia bakal dimasukkan ke
rumah sakit jiwa. Tapi kalau dia bilang, 'Keong parasit dari luar
angkasa menyerang Bumi dan, coba lihat, saya bisa berubah jadi
badak.' Kemudian dia benar-benar jadi badak... nah. Tiba-tiba saja,
buumm!! Rahasia ini terbongkar. Para Yeerk binasa.”

“Kecuali atasannya sudah jadi Pengendali,” kata Rachel.

“Jika Jane sudah jadi Pengendali, mengapa Visser Three masih sibuk
dengan H.A. Ketiga?” kilah Cassie. Tapi kemudian ia menoleh pada
Marco. “Apa sebetulnya yang kaupikirkan? Apa kau mau menyadap
Mr. Aldershot?”

“Yeah.”

“Kita tak boleh berbuat begitu,” kata Cassie. “Kupikir kita sudah
memutuskan untuk tidak menyadap DNA manusia.”

“Aku pernah morf jadi Pangeran Jake,” kataku. Aku jadi tertarik
dengan ide Marco. Tapi ada saat-saat teman-temanku enggan
melakukan segala macam cara untuk melawan Yeerk. Kadang-kadang
aku juga.

40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Dan Cassie pernah berubah jadi Rachel,” tambah Tobias.

“Pertama-tama, Ax, kau bukan manusia, jadi mungkin oke-oke saja


jika kau menyadap Jake. Lagi pula, Jake pasti akan memberi izin
seandainya dia sedang tidak disusupi Yeerk. Dan Rachel memang
telah memberiku izin,” kata Cassie.

“Maaf,” kata Marco dengan sedikit nada sinis dalam suaranya. “Pria
itu tidak bisa memberi izin. Dia itu sedang tidak berdaya. Dia lembek,
mirip sayuran. Dia itu kayak wortel. Selada. Dia itu tomat.”

“Kupikir tomat itu buah,” potong Rachel, mencoba menentang Marco.

“Wah, tidak disangka, ternyata kau masih punya perasaan, Marco.


Kau menyadari keadaan pria itu,” kata Cassie. “Tapi kita tidak tahu
apakah Mr. Aldershot memang separah itu. Dia bisa saja cuma koma.
Kita tidak berhak mencuri DNA-nya.”

“Pria itu brokoli,” kata Marco.

“Lagi pula kita takkan mungkin masuk ke sana,” kata Pangeran Jake.
“Visser Three sadar rencananya sudah ketahuan. Kita harus berada
dalam wujud manusia untuk menyadap DNA Aldershot. Kau pikir
kita bisa melakukannya dengan tingkat kewaspadaan Visser Three
seperti sekarang? Mustahil.”

Semuanya terlihat lesu. Pangeran Jake benar. Tapi kemudian Cassie


berkata, “Ya, ampun.”

“Ada apa?” desak Marco.

Cassie mendesah. “Aku benar-benar menentang ini, tapi...”


41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tapi? Tapi apa?”

Cassie menoleh ke arahku. “Ax, apakah mungkin menyadap DNA


hanya dengan menggunakan darah?” “Ya. Seharusnya bisa.”

“Darah?” Rachel pasang tampang mual. “Kita akan mengambil darah


orang ini? Dengan jarum suntik? Aku tidak ikut. Mengingat
kemungkian ada virus hepatitis, HIV... tak usah, ya.”

“Penyakit tak dapat menular dalam proses penyadapan,” sahutku


cepat. “Proses penyadapan hanya menyerap DNA, dan DNA tersebut
terisolasi, dibungkus dalam aliran darah pada suhu yang

sangat rendah sehingga sangat stabil—oleh molekul naltron yang


berbentuk bola. Lalu...”

“Kayaknya otakku sudah tidur nih,” potong Marco. “Oke, darah itu
aman bagi kita. Jadi, Cassie, bagaimana cara kita mendapatkannya?”

Cassie menjelaskan.

Dan semua manusia itu, bahkan Tobias, berkata, “Ih, jijik.” Mereka
mengucapkannya berulang kali dengan suara keras.

Dan satu hal yang kupelajari selama hidupku di antara manusia, setiap
kali mereka bilang sesuatu itu jijik, biasanya mereka benar.

42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 8

“JADI, bagaimana aku dapat menyerap DNA-nya tanpa dia menyerap


darahku pada saat yang sama?” Pangeran Jake bertanya dengan
gugup.

“Jangan kayak anak kecil,” kata Marco. “Memangnya kau belum


pernah digigit nyamuk?”

“Kalau secara sukarela sih belum pernah,” sahut Pangeran Jake.

Saat itu beberapa hari kemudian. Teman-teman manusiaku harus


masuk sekolah selama lima hari berturut-turut, lalu tidak usah masuk
selama dua hari berikutnya. Entah apa alasannya, mereka juga tidak
tahu. Tapi mereka mencoba mengerjakan misi di hari bukan hari
sekolah.

Kami ada di gudang jerami Cassie, mengerumuni kotak kaca tembus


pandang. Di dalam kotak itu tinggal beberapa serangga terbang yang
kecil dan terlihat rapuh.

“Kau harus menangkapnya di dalam telapak tanganmu. Jangan


menggenggamnya terlalu kencang agar tidak mati,” kata Cassie.
“Seperti ini.” Ia memasukkan tangan ke dalam kotak. Setelah dua kali
gagal, ia berhasil mengurung seekor nyamuk di dalam tangannya.

Cassie mengeluarkan tangan, menutup kembali kotak itu, dan mulai


memusatkan pikiran pada tubuh nyamuk. Setelah beberapa saat, ia
membuka mata. “Oke, siapa berikutnya?”

43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Berikan saja nyamukmu padaku,” kata Marco. “Kemungkinan dia
sudah menggigitmu, jadi dia tidak akan lapar lagi.”

“Kita tak bisa morf jadi nyamuk yang sama,” kata Cassie. “Hanya
yang betina yang mengisap darah. Yang jantan tidak berguna.”

“Amin,” kata Rachel, lalu tertawa.

“Jadi, apa jenis kelamin nyamuk yang di tanganmu itu?” tanya Marco.

“Memangnya aku tahu?” sahut Cassie. “Aku tidak punya kaca


pembesar sekuat itu. Dan seandainya punya pun, bagaimana cara
membedakannya?”

“Mudah saja,” kata Marco. “Yang jantan menganggap bersendawa


keras-keras itu lucu, sedangkan yang betina tidak.”

“Apa ada kemungkinan kita lanjutkan urusan ini?” tanya Pangeran


Jake frustrasi.

“Ya,” kataku. “Aku tidak takut akan gigitan serangga kecil ini.” Aku
memasukkan tangan ke dalam kotak kaca itu. Ternyata sulit
menangkap makhluk itu. Tangan manusia lebih kuat dan lebih gesit
daripada tangan Andalite. Akhirnya, Cassie menangkap seekor
nyamuk dan memberikannya kepadaku.

“Terima kasih,” kataku, dan mulai menyadap DNA si nyamuk.

Ketika kami semua sudah selesai, Pangeran Jake berkata, “Oke, ayo
kita pergi.”

44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kami morf jadi burung pemangsa dan terbang ke arah rumah sakit.
Dengan mata tajam elang harrier aku dapat melihat Hewlett Aldershot
Ketiga masih berbaring di tempat tidurnya. Tapi ada banyak
perubahan. Empat manusia duduk mengelilinginya. Di kamar sebelah
kirinya, kami melihat empat orang lagi. Dan di kamar sebelah
kanannya, empat lagi.

Pengendali-Manusia tentunya. Dan pastilah bersenjata lengkap. Dua


belas manusia untuk melindungi Hewlett Aldershot Ketiga dari
serbuan kami.

“Aku jadi merasa tersanjung,” kata Rachel. “Dua belas orang? Dan
mungkin masih banyak lagi di koridor.”

“Para Yeerk pasti memiliki beberapa staf dengan jabatan tinggi di


rumah sakit ini,” pantau Cassie. “Tidak gampang meminta dua kamar
pasien khusus untuk para penjaga.”

“Jadi, bagaimana cara kita masuk?” tanya Marco.

“Bagaimana kalau kita alihkan perhatian mereka?” usul Rachel. “Aku


morf jadi gajah, Jake jadi badak, dan kita hancurkan tempat itu!”

Aku berkata, “Setahuku, kita masing-masing berharap bisa menggigit


manusia ini, agar kita yakin mendapat cukup darah. Tapi, Rachel,
sebelum kau berubah dari gajah menjadi nyamuk, kau harus melewati
tahap berwujud manusia. Sedang aku tidak harus melewati tahap
ekstra. Dan tak ada satu pun makhluk yang dapat menarik perhatian
para Pengendali selain Andalite.”

45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Masuk akal. Pangeran Jake juga berpendapat begitu. Maka sementara
teman-temanku yang lain mendarat di atap untuk morf menjadi
manusia sebelum menjadi nyamuk, aku mendarat di jendela terbuka
yang gelap di ujung rumah sakit ini.

Aku masuk, menunggu, mencoba mendengarkan suara-suara di


sekitarku. Kudengar suara napas manusia. Mata harrier-ku
menyesuaikan diri dengan kegelapan dan dapat kulihat bayangan anak
perempuan kecil, terlihat sangat lemah di tempat tidurnya.

Aku demorf secepat mungkin, meleburkan bulu elangku dan


menumbuhkan bulu Andalite-ku. Tiba-tiba mata gadis itu terbuka.

“Kau siapa?” tanyanya. “Apakah kau peri?”

“Bukan. Aku Andalite.” Hanya itu yang dapat kukatakan. Lagi pula,
aku segan berbohong kepada seorang anak yang sedang sakit.

“Siapa namamu?”

“Namaku Aximili-Esgarrouth-Isthill.”

“Lucu sekali namamu,” katanya. Lalu ia menutup mata dan kembali


tertidur.

Aku mengembuskan napas panjang. Aku bergerak ke arah pintu


sepelan mungkin. Aku membukanya dan menyembulkan satu mata
tanduk ke koridor. Dua manusia berpakaian putih tampak di ujung
koridor.

Aku menarik napas panjang lagi. Yah, pikirku. Aku memang harus
mengalihkan perhatian mereka.
46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku membuka pintu dan melangkah ke koridor. Kedua manusia itu
tidak melihatku sampai aku hampir mencapai mereka. Lalu mulut
keduanya terbuka, lebar sekali. Wajah mereka mulai berubah warna:
yang satu menjadi putih, yang lainnya menjadi merah.

Aku tidak tahu sebabnya.

“Demi...”

“Apa yang...”

Jelas mereka bukan Pengendali, sebab mereka pasti akan berteriak


“Andalite!” bukannya “Demi” atau “Apa yang”, seandainya mereka
Pengendali. Mereka manusia biasa.

“Halo,” kataku. “Jangan kaget, ya.”

“Itu... itu sejenis rusa yang termutasi!”

“Itu sejenis tipuan. Pasti lelucon. Oke, Terry, kau bisa keluar dari
persembunyianmu sekarang. Ha ha. Lucu sekali.”

Aku melewati mereka dan terus berjalan menuju kamar Hewlett


Aldershot Ketiga yang dijaga ketat.

Seorang manusia melewatiku sambil mendorong kereta yang penuh


nampan berisi makanan. Ia tak pernah melihat ke depan. Kepalanya
selalu tertunduk sementara ia berjalan. Lalu kurasa ia melihat kaki
kudaku.

“Aaaahhhh!” teriaknya, dan mendorong kereta itu begitu kuat sampai


terguling.

47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Klang-breng-brong-BRAKK!

Bunyi itu menjadi pengalih perhatian. Tiba-tiba banyak pintu yang


terbuka. Banyak kepala yang muncul, mengintip dan menjerit. Orang-
orang berlarian ke Kebanyakan berpaling setelah melihatku dan lari
ke arah lain.

“Oh, tidak! Kau lihat itu? Kau lihat, kan?”

“Monster!'

“Aku curiga mereka melakukan eksperimen genetika di laboratorium!


Itu sejenis makhluk mutan!”

Aku hampir tersinggung... jika perasaanku sedang peka saat itu.

Tapi kemudian pintu di sebelah kiri kamar Aldershot terbuka.


Seorang manusia keluar. Mulutnya ternganga sedetik, lalu ia
berteriak, “Andalite!”

Tapi satu detik itu terlalu lama. Ia meraih pistolnya. Aku melejitkan
ekorku ke depan dan ia segera menjatuhkan senjata itu.

“Andalite!” teriaknya lagi, tapi kali ini dengan kebencian yang


meluap-luap.

Para penjaga menghambur keluar dari ketiga kamar itu. Mereka


berdesak-desakan di koridor, terlalu banyak untuk bisa bergerak
bebas. Senjata-senjata manusia dikokang. Dan aku juga melihat
beberapa senjata sinar Dracon.

48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dalam sekejap mereka akan mulai menembak. Peluru timah dari
senjata manusia itu yang sangat berbahaya. Bukan saja bagiku, tapi
juga karena dapat menembus tembok dan mengenai orang yang tak
bersalah.

“Tembak! Tembak dia! Dasar tolol! Tembak, atau Visser Three akan
memangsa kita!” salah satu manusia itu berseru.

FWAPP!!

Aku menyentakkan ekorku, dari kiri ke kanan, hanya satu milimeter


dari barisan penjaga yang paling depan. Mereka mundur, bertabrakan
dengan teman-teman mereka.

FWAPP!

Aku menyentak lagi, tapi kali ini mereka sudah siap menembak. Dan
aku benar-benar kalah jumlah. Aku juga khawatir tembakan mereka
mengenai orang tak bersalah.

Jelas aku belum merencanakan tindakanku masak-masak.

Dan pada saat itulah aku baru sadar. Ada satu cara untuk lolos dari
tembakan.

“Aku menyerah!” teriakku. “Aku ingin bergabung dengan kalian.”

49 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 9

“APA?”

“Aku ingin membelot. Aku tertarik untuk bergabung dengan


organisasi Yeerk. Aku ingin menjadi Pengendali. Apa kau punya
informasi lebih lanjut tentang pendaftaran? Apa ada biayanya?”

Selusin senjata diarahkan kepadaku. Dari belakang, di ujung koridor,


aku mendengar suara-suara manusia. “Apa yang terjadi di sini?”

“Apakah itu kuda?”

“Lihat mata di atas kepalanya!”

“Di mana para penjaga keamanan?”

Pemimpin Pengendali itu membuat keputusan kilat. Ia menggiringku


dari koridor dan masuk ke kamar tempat Hewlett Aldershot Ketiga
sedang tidur dalam keadaan koma.

Kamar itu kecil. Terlalu kecil untuk semua penjaga. Kini hanya lima
penjaga yang ada di dalamnya. Jauh lebih baik bagiku.

“Kau ingin bergabung dengan kami?” salah satu Pengendali bertanya


dengan ragu.

“Sebenarnya, tidak,” sahutku dengan nada menyesal.

FWAPP!

50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku menyabet dan penjaga terdekat melompat mundur, menabrak
teman-temannya. Aku punya waktu sekitar setengah detik sebelum
mereka pulih dan menembak.

FWAPP! PRANG!

Aku memecahkan kaca jendela dengan duri ekorku.

“Ini tipuan yang kupelajari dari Visser Three!” seruku. Aku berlari
tiga langkah, menundukkan tubuh bagian atasku, merendahkan mata
tandukku, melipat kakiku dan terbang melewati jendela yang
berlubang.

Aku jatuh!

“Aaaaahhh!”

Cukup tinggi, terlalu tinggi, namun lebih baik daripada tertembak.

“Jendela sudah terbuka, Pangeran Jake!” teriakku. “Dan para


Pengendali sedang...”

BLAM!

KRAKK!

“...teralihkan perhatiannya.”

Aku mendarat di dalam semak-semak yang menahan sebagian berat


badanku, sekaligus membuatku tersandung. Aku berguling dan
mencoba berdiri, tapi kemudian aku sadar aku terjebak oleh ranting-
ranting tajam di dalam semak-semak ini.

Dor! Dor! DorDorDorDorDor!


51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Para penjaga terus menembak dari jendela. Peluru menebas ranting-
ranting itu dan mendarat di tanah lembap di sekitarku.

Senjata manusia bekerja melalui ledakan gas yang mendorong bola


baja padat sepanjang tabung langsing.

Tabung itu memutar bola tersebut, sehingga meningkatkan ketepatan


bidikan. Memang tidak sehebat senjata sinar Dracon kaum Yeerk,
atau senjata Shredder bangsa Andalite, tapi benar-benar mampu
membuat lubang besar pada tubuhmu.

Aku harus menjadi kecil. Cukup kecil untuk bisa lolos!

Aku mulai berubah menjadi nyamuk.

“Kami sudah di dalam!” Aku mendengar suara bahasa-pikiran Jake.


“Ax, kau baik-baik saja? Kayaknya kami mendengar suara tembakan,
tapi pendengaran kami dalam tubuh ini begitu kabur.”

“Kau benar. Memang itu bunyi tembakan,” sahutku pendek.

“Kau baik-baik saja?” tanya Tobias.

“Tidak juga. Tapi kuharap lima menit lagi begitu.” Jika aku bisa
bertahan hidup selama itu, tambahku dalam hati.

Aku menyusut dengan cepat, dan kini terdengar bunyi sirene dari
kejauhan, makin lama makin dekat.

“Polisi!” Aku mendengar seruan manusia dari atasku. “Kita tidak


boleh sampai tertangkap.”

52 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Jika kita biarkan Andalite itu lolos, nasib kita akan lebih buruk lagi
daripada tertangkap! Terus tembak!”

“Aku tidak bisa melihat apa yang harus kutembak. Terhalang semak-
semak itu. Dan tertutup bayang-bayang.”

Aku menyusut makin cepat. Daun yang tadinya kecil kini menjadi
sebesar kepalaku. Ranting-ranting yang tadinya menjeratku, kini
lepas. Aku sudah bisa berjalan keluar dari bawah semak-semak, hanya
saja kakiku menyusut lebih cepat daripada bagian tubuhku yang lain.

Suatu hari nanti ilmuwan Andalite akan menemukan cara untuk


membuat metamorfosis terjadi tahap demi tahap, dalam urutan yang
masuk akal. Tapi untuk saat ini, kadang-kadang prosesnya aneh dan
tidak masuk akal. Khususnya kalau sedang morf menjadi hewan
Bumi.

Kaki belakangku telah berhenti mengecil ketika masih sebesar kaki


kucing. Lalu tumbuh membesar kembali, lalu menjadi kurus, seperti
tongkat, dan luar biasa panjangnya. Lebih panjang dibanding
keseluruhan tubuhku!

Kaki depanku berubah menjadi tongkat yang lebih pendek, dan


sepasang tongkat lagi tumbuh dari lenganku.

Aku tidak lagi berdiri di atas empat kaki, tapi sudah di atas enam kaki.
Aku berdiri dengan kaki serangga, namun sebagian besar tubuhku
masih berupa Andalite. Andalite yang sangat kecil, tapi masih terlalu
besar untuk berjalan-jalan di atas kaki serangga.

53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mata tandukku merayap ke depan kepalaku, ke titik di atas mata
utamaku. Mata tandukku mulai memanjang, tumbuh bagaikan benih
pohon yang tumbuh dengan cepat. Menjadi tongkat licin yang
membelah menjadi cabang-cabang pendek.

Otot bundar yang bengkak tumbuh di kepalaku pada pangkal tongkat-


tongkat—atau antena-antena—ini, lalu mulai menggerak-gerakkan
antena itu.

Mata utamaku masih tetap berfungsi, tapi dari antena ini aku
memperoleh indra yang benar-benar baru.

Suhu udara! Arah angin! Gelombang udara dari dedaunan yang


bergesekan dari suara-suara yang teredam saking jauhnya, suara
ledakan mesiu, dan suara benturan peluru raksasa dengan tanah di
sekitarku.

Aku sudah tidak khawatir lagi akan peluru. Aku sudah terlalu kecil
untuk jadi sasaran, kecuali oleh bidikan yang benar-benar ajaib.
Ukuranku sudah lebih kecil dari satu senti dan terus mengecil.

Tanah terlihat seperti padang rumput yang berisi batu-batu raksasa.


Batang pohon yang muncul dari permukaan tanah lebih tebal daripada
pohon mana pun di Bumi atau di planetku.

Lubang hidungku menutup dan mencuat ke depan. Dua tonjolan


berambut muncul di kiri dan kanannya, dan memberikan data baru ke
dalam otakku. Aroma! Tapi bukan indra penciuman seperti yang
dimiliki Andalite atau manusia. Indra ini lebih spesifik dan lebih

54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
terarah. Bukan untuk mencium bau apa pun yang ada di sekitarku.
Tapi indra ini dapat mencari molekul-molekul beraroma khusus,
mengujinya, dan menemukan objek yang memancarkan bau tersebut.
Seperti rasa lapar.

Sayap serangga yang berupa jala tipis muncul dari punggungku.


Tubuhku terbagi menjadi tiga segmen: kepala yang kecil, dada yang
berotot, dan perut yang besar dan bengkak. Lempengan-lempengan
perisai tumbuh tumpang-tindih di bagian bawah perutku.

Namun selama ini, mata utamaku tetap berfungsi. Aku tidak berharap
begitu. Kuharap aku tak bisa melihat apa yang terjadi berikutnya.

Dari daguku, tempat mulut manusia terbentuk, tumbuh tombak!


Jarum suntik! Panjangnya tak masuk akal. Di ujungnya ada gerigi
tajam, seperti gergaji.

Tombak itu hampa. Seperti sedotan. Itu tabung untuk mengisap darah.

Selapis kulit longgar tumbuh di sekeliling tombak itu. Kulit yang


dapat terentang untuk membungkus seluruh tombak. Kulit yang dapat
menjaga ujung tombak tetap tajam.

Darah. Itulah tujuan hidupku. Rasa laparku.

Darah!

Aku mengepakkan sayap jalaku, dan mengambang naik, agak oleng,


ke tempat kedua tonjolan hidungku menemukan aroma manis yang
diembuskan oleh hidung binatang. Penunjuk jalan menuju ke
makanan.

55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 10

SAAT itu mataku berhenti berfungsi. Aku buta selama beberapa detik
sementara morf ini selesai. Aku menciut semakin kecil, dan tiba-tiba
dari keningku muncul dua mata majemuk yang besar.

Melalui mata ini aku melihat segalanya pecah menjadi ribuan gambar-
gambar kecil. Masing-masing gambar sedikit berbeda dibanding
gambar di sampingnya, masing-masing merupakan campuran dari
biasan cahaya, warna-warna yang aneh, dan spiral-spiral energi.

Aku tak pernah kehilangan kendali morf ini. Maksudku, aku tak
pernah lupa siapa atau apa diriku, seperti yang kadang-kadang terjadi
bila kita morf dalam bentuk tertentu untuk pertama kali.

Maka peristiwa berikut ini terjadi bukan karena aku hilang kesadaran,
melainkan karena rasa lapar nyamuk yang begitu besar, begitu kuat,
begitu jelas, sehingga aku menurut saja.

Aku terbang, dan sadar siapa diriku, namun begitu naluri nyamuk
berseru, “Darah! Darah!”, aku menjawab, “Ya! Ya!”

Nyamuk tidak terbang dengan kecepatan dan kemahiran akrobat


seperti lalat. Atau dengan ketepatan dan tenaga seperti burung.
Nyamuk terbang liar, diembus angin. Kakinya tergantung dan terseret
di udara. Sayapnya kalah kuat. Tapi nyamuk selalu bisa menuju
sasarannya.

56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Nyamuk tampak seperti serangga yang tidak berbahaya. Tapi aku
sudah mencari keterangan. Nyamuk menularkan bakteri, virus, dan
parasit. Mereka membawa kuman penyakit radang otak, demam
berdarah, dan malaria.

Penyakit malaria membunuh dua juta manusia setiap tahun. Nyamuk


adalah pembunuh massal terbesar di Planet Bumi.

“Ax! Ax! Bicaralah,” panggil Pangeran Jake, dan tiba-tiba aku sadar
sudah sejak tadi ia berteriak-teriak.

“Aku baik-baik saja,” jawabku. “Aku sudah jadi nyamuk.”

“Bagus,” katanya. “Dengar, aku tahu apa yang kaurasakan sekarang.


Jangan dilawan. Rasa lapar itu akan berhenti kalau kau menggigit.”

“Ikuti aroma itu,” kata Cassie. “Aroma yang kaucium adalah


karbondioksida. Itu dikeluarkan oleh binatang, termasuk manusia.
Ikuti saja.”

Aku melayang naik, ke arah jendela yang terbuka. Tapi setibanya di


sana, aku bingung. Ternyata ada banyak makhluk yang mengeluarkan
karbondioksida.

Makhluk yang kuincar sedang berbaring. Terbujur kaku. Aku


memusatkan pikiran pada indra nyamuk. Aku berjuang untuk
menyatukan gelombang suara dari antenaku, bau karbondioksida dari
tonjolan hidungku, dan pandangan yang terpotong-potong melalui
mata majemukku.

57 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Besar, besar sekali, jauh lebih besar daripada yang dapat
kubayangkan, terbentang sasaranku. Ratusan kali panjang tubuhku,
jutaan kali beratku, Hewlett Aldershot Ketiga telentang di atas tempat
tidur, mengeluarkan aroma yang menarik.

Aku mengibaskan sayap jalaku dan mendarat. Aku berada di atas


permukaan yang kasar dan tidak rata. Ada benjolan dan cekungan
pada kulit berwarna merah jambu itu. Di sana-sini, bagai pohon-
pohon yang tersebar di atas tanah lapang, bulu-bulu tumbuh dari
dagingnya, seperti tombak melengkung.

Daging itu hidup. Bergetar pelan, menyebabkan aku naik-turun.


Manusia itu sedang bernapas. Tapi yang lebih menarik daripada naik-

turunnya kulit orang itu adalah bunyi Dug! Dug! Dug! di bawah
kakiku.

Denyut nadi. Denyut yang berirama dari darah yang mengalir melalui
pembuluh balik dan pembuluh nadi.

Dan kemudian... POP!

58 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 11

TERDENGAR letusan keras, dan tiba-tiba, mendadak, aku bukan lagi


nyamuk yang menusuk pembuluh darah manusia.

Aku berada di ruang angkasa. Ruang angkasa putih dan lengang.


Zero-space! “Hah? Apa? Zero-space?” teriakku. Mungkin itu bukan
komentar paling hebat yang seharusnya kuucapkan. Tapi aku sedang
bingung. Aku menendang-nendangkan kakiku secara naluriah. Kaki
Andalite-ku. Aku kembali ke tubuhku sendiri. Tapi tak ada pijakan
untuk ditendang.

Aku merasakan tidak adanya gerakan, tidak adanya aliran udara di


sekitarku. Kekurangan oksigen mulai mengaburkan pikiranku.
Mataku buta. Anggota-anggota tubuhku jadi mati rasa.

Zero-space! Ini mustahil terjadi. Namun di sinilah aku berada.

Aku melihat sekelilingku dengan panik. Aku memutar mata tandukku


ke semua arah. Aku melihat tubuhku sendiri, bagian dalam dan luar.
Permainan susun gambar dalam n-dimensi, yang terpilin-pilin begitu
rupa sehingga aku dapat melihat bagian dalam tubuhku.

Dan di sana, di satu sisi, empat tubuh manusia tersebar dalam wujud
yang sama—saling silang dengan cara yang aneh. Aku melihat wajah
Pangeran Jake, tapi juga melihat jantungnya yang berdenyut, jaringan
otot kakinya, dan bagian dalam otaknya. Begitu juga teman-temanku
yang lain.

59 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mereka semua menggeliat kesakitan.

Dan ada seekor burung, yang diam dan kaku.

“Pangeran Jake! Tobias!” jeritku. Tapi tentu saja mereka tidak dapat
menjawab. Tidak ada udara untuk mengantar suara-mulut mereka.
Tidak ada benda apa pun, bahkan sepercik pecahan atom dan molekul
yang selalu melayang-layang di ruang angkasa normal. Tidak ada
bintang atau planet-planet. Tak ada benda apa pun di Zero-space.

Kebetulan aku melihat sebuah mahakarya yang indah berwarna


keperakan, sekitar satu kilometer jauhnya. Pesawat ruang angkasa!
Seperti tubuh teman-temanku, aku juga dapat melihat bagian dalam
dan luar pesawat itu dalam satu gambar. Aku dapat melihat makhluk-
makhluk di dalamnya, sedang melakukan pekerjaan mereka.

Tapi bahkan dengan otak yang mulai beku dan pandangan yang aneh
ini, aku sadar makhluk jenis apa itu.

Andalite. Itu pesawat Andalite!

Mesin Zero-space-nya menyala terang, tapi pesawat itu tidak sedang


terbang menjauh. Tiba-tiba aku sadar apa yang terjadi. Seperti yang
diketahui setiap Andalite, bila kau morf menjadi sesuatu yang lebih
kecil dari tubuh aslimu, kelebihan massa tubuhmu akan disimpan di
Zero-space. Dan tetap menggantung di sana, menjadi segumpal
jaringan yang tersusun secara acak.

Setidaknya, begitulah teorinya. Kenyataannya, tidak ada yang acak-


acakan di sini. Karena kami berada di luar ruang angkasa tiga dimensi

60 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang normal, aku dapat melihat bagian dalam segala sesuatu. Tapi
tubuh yang kulihat masih tetap tubuh manusia dan tubuh Andalite.
Bukan sekadar gumpalan-gumpalan tak berarti.

Pernah, pada suatu saat di masa lalu, aku menjelaskan kepada teman-
teman manusiaku tentang massa tubuh yang terdorong ke Zero-space.
Mereka bertanya apakah pesawat yang melewati Zero-space dapat
menabrak gelembung-gelembung jaringan ini.

Aku tertawa. Bagaimanapun, kemungkinannya...

Yah, sekarang jelas terlihat kemungkinan itu cukup besar. Pesawat


Andalite telah menghampiri begitu dekat dan menarik kami ke dalam
medan magnetnya. Sekarang pesawat itu menyeret kami sementara ia
meluncur melalui Z-space.

“Pesawat Andalite!” teriakku dengan sekuat tenaga yang kumiliki.


“Pesawat Andalite! Pesawat Andalite! Kami terperangkap dalam
energi magnet kalian, dan sedang sekarat! Tolong! Pesawat Andalite,
tolong!”

Energi untuk berteriak itu menghabiskan sisa tenagaku. Di sini tidak


ada udara. Aku benar-benar dapat melihat paru-paruku yang berhenti
memompa udara. Aku dapat melihat jantung-jantungku berdenyut
panik, mencoba mempertahankan nyawaku. Tapi kini jantung-
jantungku sedang melemah... berdenyut semakin pelan.

“Pesawat Andalite! Tolong! Tolong!” aku menjerit. “Tolong...”

61 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku tak dapat menggambarkan kepedihan karena melihat anggota
bangsaku begitu dekat. Andalite pertama yang kulihat setelah sekian
lama.

Tapi tentu saja mereka tidak dapat melihatku. Di dalam pesawat itu
mereka memiliki ruang tiga dimensi yang normal. Kaum Andalite di
dalam pesawat itu hanya melihat lantai, dinding, dan langit-langit
yang tidak tembus pandang.

Lalu aku benar-benar melihat—seolah-olah aku berdiri di luar


tubuhku—denyut jantung terakhirku. Aku melihat aliran darah dalam
otakku melambat dan berhenti.

Aku sadar aku akan mati. Aku akan mati dalam jangkauan
penglihatan bangsaku sendiri. Mati...

Kesadaranku hilang.

Dan tiba-tiba, aku masih hidup. Aku tidak tersebar dalam dimensi
yang rumit. Aku masih utuh, hidup, dan terbaring pada satu sisi di
atas meja yang didesain untuk menahan ekor dan kakiku dengan
nyaman.

“Apa?” kataku, tanpa alasan yang jelas.

“Menurutku “apa” bukanlah pertanyaan yang penting,” sebuah suara


Andalite berkata. “Menurutku, mengapa, bagaimana, dan khususnya
siapa, jauh lebih penting.”

Aku memutar mata tandukku, dan di sana, berdiri di sisiku, tiga


pejuang Andalite.

62 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 12

“AKU Aristh Aximili-Esgarrouth-Isthill,” ujarku.

“Adik laki-laki Pangeran Elfangor?” sembur salah satu Andalite.

“Ya, saya adik Elfangor.” Aku mengeluh mendengar komentar itu.


Aku tahu ini tidak masuk akal, tapi sebesar apa pun rasa sayang dan
hormatku kepada Elfangor, aku selalu sebal kalau disebut “adik
Elfangor”.

Mereka bertiga pejuang. Andalite. Itu terlihat dari cara mereka


bersikap: benar-benar tegap dan kaku, tapi masih ada keanggunan
pada kaki belakang mereka.

Itu, ditambah kenyataan masing-masing memiliki senjata Shredder


buatan militer dan sumber tenaga cadangan pada sejenis sabuk yang
diselempangkan di bahu mereka.

“Namaku Samilin-Corrath-Gahar, kapten pesawat ini,” Andalite yang


paling tua berkata. “Dan ini perwira taktik dan strategi, Harelin-
Frodlin-Sirinial, dan ahli medis pesawat, Dokter Coaldwin-Ashul-
Tahaylik. Sekarang jawab: demi yaolin, apa yang sedang kaulakukan
di Zero-space bersama lima makhluk asing ini?”

“Apakah Anda telah menolong mereka? Apa mereka selamat? Para


makhluk asing itu, maksud saya.”

Dokter Coaldwin yang menjawab, “Ya, mereka baik-baik saja. Tapi


mereka benar-benar memiliki fisiologi (bentuk dan fungsi tubuh)
63 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
yang aneh! Empat di antaranya bipedal (berkaki dua) tapi tidak
memiliki ekor. Mereka berjalan di atas dua kaki dan berhasil
melakukannya tanpa terjatuh walau tanpa ekor untuk menjaga
keseimbangan. Benar-benar menakjubkan. Yang satu lagi jelas
diciptakan untuk terbang dan...”

“Cukup, terima kasih, Dokter,” potong Kapten Samilin. “Pertanyaan


untuk aristh ini adalah, apa yang dia kerjakan di Zero-space bersama
lima alien yang menakjubkan ini.”

Aku berdiri. Aku gemetaran, tapi aku tak bisa hanya berbaring saja.
“Kapten, saya sedang morf. Morf yang sangat kecil. Lalu saya
mendengar suara letusan dan tiba-tiba saja sudah berada di Zero-
space.”

“Apa? Dirimu adalah massa tubuh asli yang diakibatkan oleh morf
dengan massa tubuh kecil? Mustahil!” sang dokter berseru, matanya
berkilat-kilat karena emosi. “Maksudku, mungkin saja itu tidak
mustahil, tapi belum pernah terjadi. Kejadian ini akan menghapus
semua teori perpindahan massa tubuh dalam proses metamorfosis. Ini
akan menjadi terobosan ilmiah dari...”

“Ya, tentu saja,” potong sang kapten lagi, terdengar makin tidak
sabar. “Tapi, walaupun sangat menarik secara ilmiah, aku punya
pertanyaan yang lebih penting. Kami sudah tahu bagaimana kau bisa
berada di Zero-space, Aristh Aximili, tapi bagaimana para alien ini
bisa muncul di sini, sedangkan hanya Andalite yang memiliki
kemampuan morf?”

64 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Itu pertanyaan langsung dari perwira tingkat tinggi. Dari tingkat yang
sangat tinggi. Seorang kapten adalah tuan dan penguasa dalam
pesawatnya. Pada dasarnya, seorang aristh adalah sesuatu yang bisa
disingkirkan dari telapak kaki sang kapten.

Bahkan walaupun nada suaranya terdengar menuduh, aku merasakan


dorongan kuat untuk tertawa. Karena aku merasa lega. Pertama,
karena, teman-temanku baik-baik saja. Kedua, karena aku sudah
kembali bersama bangsaku.

Mereka terlihat seperti diriku. Mereka berbicara seperti aku. Bergerak


seperti aku. Aku ingin tertawa sekaligus merasa terharu.

“Jawab pertanyaan sang kapten!” Perwira taktik itu membentak. Ia


bersuara untuk pertama kalinya. Sebagai perwira nomor dua dalam
pesawat, perwira taktik adalah penegak disiplin.

“Maaf, Sir,” jawabku. “Hanya saja, sudah begitu lama saya tidak
melihat sesama Andalite. Dan saya pikir takkan pernah lagi... saya
pikir saya akan terdampar di Bumi seumur hidup.”

Ekspresi wajah sang perwira taktik melembut. Tapi tidak banyak.

Sang kapten mengangguk dan berkata, “Berikan laporanmu, Aristh.”


Tapi ia mengatakannya dengan lembut.

“Baiklah, Kapten. Saya terdampar di Planet Bumi selama sekitar 0,7


tahun Andalite. Saya yakin sayalah satu-satunya yang selamat dalam
pertempuran antara pesawat Dome kami dan pesawat induk Yeerk.

65 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Pesawat induk itu dibantu pesawat Blade milik Visser Three yang
tersembunyi di balik bulan.”

Si perwira taktik mengeluarkan suara mencemooh.

“Kubah dilepaskan dari badan pesawat sebelum pertempuran terjadi


dan... saya berada di dalamnya. Bukan kemauan saya. Tapi karena
saya diperintahkan masuk ke kubah.” Aku merasa tolol karena
membela tindakanku. Tapi aku tidak mau dianggap pengecut.

“Lalu, kubah jatuh dari orbit dan menembus permukaan laut di Planet
Bumi. Saya berada di bawah permukaan air selama berminggu-
minggu waktu Bumi, hingga para manusia datang untuk
menyelamatkan saya.”

“Manusia yang sama dengan yang sekarang ada di ruang medis?”


tanya sang dokter.

“Ya.”

“Apakah mereka menggunakan kendaraan bawah air ciptaan


manusia?” tanya Perwira Taktik.

“Tidak. Mereka morf menjadi hewan air dan berhasil masuk ke kubah
untuk menolong saya.”

Sang kapten tidak menunjukkan ekspresi apa pun keeuali menyipitkan


mata utamanya. “Mereka morf. Bagaimana cara mereka mendapatkan
kemampuan morf ini?”

Wah, masalah jadi semakin sulit. Beberapa waktu lalu aku berhasil
menghubungi Planet Andalite. Pada dasarnya mereka telah
66 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menyuruhku untuk memikul tanggung jawab karena memberikan
kemampuan morf kepada manusia. Mereka tidak mau nama baik
Elfangor sebagai pahlawan jadi buruk. Memberikan teknologi morf
kepada makhluk asing adalah kejahatan besar.

Apa yang harus kukatakan? Haruskah aku berbohong pada sang


kapten? Mustahil. Tapi aku sudah diberikan perintah oleh perwira
yang lebih tinggi.

“Sayalah yang memberi mereka kemampuan morf.”

Sang kapten hanya menatapku hampa. “Begitu. Kau bukan


pembohong yang hebat, Aristh Aximili.”

Jantung-jantungku berhenti berdetak. “Maaf, Sir?”

Sang perwira taktik mendesah. “Dasar anak tolol, jika kau yang
memberikan kemampuan morf kepada mereka, bagaimana mungkin
mereka sudah dalam wujud morf waktu pertama kali kau bertemu
mereka? Jelas mereka telah memiliki kemampuan itu pada saat
mereka menemukanmu.”

Aku bisa bilang apa? Aku tidak sempat mempersiapkan kisah yang
baik. Seharusnya aku berwujud nyamuk di tempat yang miliaran
kilometer jauhnya. Kini aku dianggap pembohong dan idiot.

Aku diam saja, mencoba memusatkan pikiran.

“Terima kasih, Dokter,” sang kapten berkata, menyuruhnya pergi.


“Mungkin kau ingin memeriksa para manusia. Dan cobalah
menganalisis masalah Zero-space yang telah ditemukan Aximili.”

67 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sang dokter pergi. Tapi kapten itu malah mendekat. “Aristh Aximili,
aku menuntut penjelasan mengapa kau berani berbohong kepadaku.”

“Saya takkan berbohong kecuali...”

“Kecuali apa, dasar aristh rendahan!” bentak si perwira taktik. “Kau


sedang bicara dengan kapten!”

Aku mengangguk. “Ya, saya tahu.”

Perwira taktik itu mulai membentak lagi, tapi sang kapten


menghentikannya dengan mengangkat tangan.

“Aristh, bukankah kau pernah menghubungi Planet Andalite dari


Bumi?”

“Ya, Kapten,” kataku, hampir pingsan karena lega. Kapten Samilin


menyadarinya. Ia maklum.

“Dan bukankah kau sudah diberi perintah pada saat itu?”

“Ya, Kapten . “

Kayaknya ia ingin bertanya lagi, tapi diam saja. Ia menatapku lama.


Lalu dengan lembut ia berkata, “Kejadian apa yang menimpa
Elfangor?”

“Dia dibunuh. Oleh Visser Three. Di permukaan planet itu.”

Sang kapten mengangguk. Si perwira taktik terkejut.

“Pangeran Elfangor yang melakukannya?” tanya perwira itu tak


percaya. “Pangeran Elfangor telah melanggar Hukum Kebaikan
Seerow?”
68 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Pembicaraan ini tak boleh keluar dari ruangan ini,” putus sang
kapten.

“Aristh Aximili-lah yang memberikan kemampuan morf kepada


manusia. Tapi di antara kita bertiga, aku akan bicara atas namanya.
Aku pernah berada di bawah komando Elfangor, sebagai perwira
taktik dan strategi. Dan setiap kali Elfangor berbuat sesuatu, pasti
demi alasan yang baik.” Ia menatapku dan berkata, “Elfangor adalah
temanku sekaligus pangeranku. Aku percaya dialah yang melanggar
hukum itu. Tapi aku tak percaya yang dilakukannya itu salah.”

69 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 13

“HEI, aku punya pertanyaan nih,” kata Marco seraya mengacungkan


tangan dan memutar-mutarnya di udara untuk menunjukkan
keseriusannya.

“Pertanyaan apa?” tanyaku.

“Di mana, di mana... DI MANAKAH KITA?”

“Kita berada di ruang medis pesawat perang Ascalin.” Aku mencoba


terdengar tidak terlalu ceria. Aku sadar teman-teman manusiaku akan
patah semangat kalau tahu mereka terdampar jauh sekali dari Bumi.

“Ascalin? Bukankah itu nama menu salad baru di MacDee?” tanya


Rachel.

“Kita baru saja keluar dari Zero-space dan sedang bergerak dengan
kecepatan tertinggi di angkasa normal menuju Planet Leera.”

“Leera? Planet tempat asal makhluk kodok yang bisa membaca


pikiran itu?” kata Cassie. “Makhluk yang akan diserang pasukan hiu
kaum Yeerk?”

“Ya.” Seperti sudah kami ketahui, kaum Yeerk mendapat kesulitan


untuk menyerang Planet Leera dengan cara mereka yang biasa.
Kemampuan makhluk Leeran untuk membaca pikiran membuat
mereka dapat mendeteksi adanya Yeerk di dalam kepala temannya.
Para Yeerk pernah mencoba mengubah otak hiu martil supaya bisa

70 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
dirasuki, lalu menggunakannya sebagai tubuh induk semang untuk
bertempur di perairan Planet Leera.

“Tapi kita sudah mengacaukan rencana mereka di Bumi,” kata Marco


tidak sabar. “Aku ada di sana, ingat? Aku tahu ceritanya. Yang belum
aku tahu, kenapa kita bisa berada di sini? Detik pertama aku berupa
nyamuk, lalu buuum! Aku kembali jadi diriku sendiri yang imut-imut,
hanya saja aku sedang menatap wajah Andalite yang bertanya apakah
aku pernah punya ekor! Aku hampir ngompol. Kupikir dia Visser
Three!”

“Kayaknya massa tubuh kita terseret oleh daya magnet pesawat yang
sedang lewat. Semua orang di pesawat ini kaget. Kita baru saja
membuat terobosan ilmiah untuk teori Zero-space.”

“Oh, bagus, aku jadi lebih tenang,” kata Rachel, dengan nada yang
disebut manusia sebagai “sinis”.

“Jadi, bagaimana kita bisa pulang?” tanya Pangeran Jake.

“Tak ada yang tahu. Para dokter dan ilmuwan lain dalam pesawat ini
sedang mencari jawabannya. Mencoba menyusun teori. Mungkin
akan ada efek pantul.. Tapi mereka tidak yakin. Dan kita sudah
hampir mendarat di Planet Leera. Ini pesawat perang, yang berarti
punya sejumlah kendaraan tempur darat. Kini penyerbuan Yeerk di
Planet Leera bukan lagi rahasia. Itu sudah jadi perang terbuka.
Mereka punya empat pesawat induk di orbit dan dua pesawat Blade.
Ratusan Bug Fighter. Sedangkan kami hanya punya kurang dari
sepertiga kekuatan mereka.”
71 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Jadi, coba aku simpulkan,” kata Rachel. “Tiba-tiba kita berada
miliaran kilometer dari Bumi dan terseret ke dalam peperangan besar
di mana pihak yang jahat punya kekuatan tiga kali lipat pihak yang
benar?”

“Ya,” sahutku.

“Asyik,” kata Rachel. “Adakah yang bisa kita lakukan untuk


menolong mereka?”

“Oh, omonganmu konyol banget. Bahkan meskipun yang ngomong


itu kau, Rachel, si Xena Warrior Princess,” kata Marco.

“Kalian tidak dapat berbuat apa-apa,” kataku. “Aku sudah bilang


bahwa burung kafit yang ditiru Visser Three berasal dari planet kami.
Itu berarti pihak kami mungkin sudah disusupi Yeerk atau sekutu
mereka. Kita tak dapat mempercayakan rahasia kalian kepada siapa
pun. Jika kalian bisa kembali ke Bumi, kalian takkan selamat jika para
Yeerk tahu siapa kalian.”

Cassie menelengkan kepalanya dan memandangku dengan senyum


sedih. “Jika kalian kembali ke Bumi? Artinya kau tak mau ikut
bersama kami?”

Aku menyesal telah menggunakan kata itu. Kepalaku terlalu penuh


dengan masalah dan kerumitan dan segala jenis emosi. Aku tidak mau
memikirkan diriku akan terpisah dari teman-teman manusiaku.

Rachel terlihat tidak puas. “Aku punya informasi untukmu, Ax. Jika
ada pertempuran melawan Yeerk hari ini, aku harus ikut.”

72 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Kita harus menuruti perintah sang kapten,” kataku.

“Kata siapa?” tanya Marco.

Aku mulai merasakan emosi yang lebih mengganggu. Sesuatu yang


hampir menyerupai kepanikan. Dan, anehnya, rasa bersalah. “Aku
hanya aristh rendahan. Di Bumi kalian menyebutnya kadet. Aku harus
menuruti perintah.” Aku memandang Pangeran Jake. “Kau harus
mengerti. Kau bukan lagi pangeranku, karena kini aku sudah berada
di antara bangsaku sendiri.” Mereka semua memandangku. Bukan
pandangan yang ramah. Pangeran Jake mencoba tidak terpengaruh.
Tapi walaupun aku bukan ahli ekspresi wajah manusia, aku yakin
pernyataanku tadi membuatnya prihatin.

“Mungkin kau harus merenungkan kembali siapakah bangsamu yang


sebenarnya,” kata Tobias, dalam bisikan bahasa-pikiran yang tak
dapat didengar yang lain.

“Aku bukan kau, Tobias. Aku bukan nothlit. Aku bukanlah makhluk
yang terperangkap dalam tubuh makhluk lain.”

“Memang bukan. Tapi menurutku kau bukan sekadar aristh lagi. Dan
suka atau tidak, kau bagian dari kami.”

Aku tidak menjawab. Ia keliru. Aku malah berkata, dalam bahasa-


pikiran yang dapat didengar mereka semua, selembut mungkin, “Sang
kapten telah memberi perintah bahwa sampai situasi stabil, kalian
harus tinggal di sini. Di kamar ini. Tolong, jangan coba-coba
berkeliaran di luar kamar.”

73 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 14

PESAWAT Ascalin meluncur, semua mesinnya menyala, menuju


Planet Leera. Aku menatap ke luar anjungan. Untuk alasan tertentu,
sang kapten telah memanggilku ke sini dan seolah-olah tak ingin
melepaskan pandangan dariku.

Mungkin ia khawatir aku jadi terlalu akrab dengan para manusia itu.
Entahlah. Yang aku tahu, seorang aristh biasanya tidak boleh berada
di anjungan.

Ruangan ini kecil, sebagaimana anjungan pesawat perang lainnya.


Tidak seperti anjungan pesawat Dome yang luas. Di bawah kakiku
ada rumput yang subur dan tahan lama. Alat sensor serta komputer
paling mutakhir mengelilingi ruangan bundar ini, diamati oleh
setengah lusin prajurit yang sangat waspada.

Benar-benar merupakan kehormatan berada di sini. Menarik sekali.


Jadi mengapa aku terus membayangkan teman-teman manusiaku
duduk di ruang medis? Hologram yang besar berkeredap di tengah
ruangan. Hologram itu menggambarkan keadaan planet dan pesawat-
pesawat di sekitarnya. Pesawat Yeerk dalam bintik merah, pesawat
kami dalam bintik biru. Ada jauh lebih banyak bintik merah daripada
biru.

Dengan memusatkan pikiran, aku dapat melihat salah satu video


bahasa-pikiran yang merupakan penemuan baru. Benda itu dapat

74 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
memancarkan data langsung ke otakmu. Sangat “canggih”, menurut
istilah Marco. Aku memutuskan bahwa aku tak punya alasan untuk
merasa bersalah. Aku telah bergabung bersama para manusia itu
selama di Bumi. Itu masuk akal. Tapi kini aku kembali di antara
bangsaku. Tempatku di sini.

Pada layar video bahasa-pikiran, aku memanggil peta terperinci


situasi di permukaan planet.

Sembilan puluh dua persen permukaan Planet Leera diliputi air.


Delapan persen daratan berupa beberapa pulau dan satu benua.
Pertempuran di darat pasti akan terjadi di atas benua itu. Baik kaum
Andalite maupun Yeerk sama-sama tidak punya kemampuan bergerak
di bawah air, tempat Leeran membangun sebagian besar kota mereka.

Aku dapat melihat beberapa kota Leeran, biasanya dibangun pada


jarak kurang dari sembilan puluh atau seratus kilometer dari garis
pantai benua itu, atau kurang dari satu setengah kilometer dari pulau-
pulaunya. Siapa pun—Yeerk atau Andalite—yang berhasil menguasai
benua itu, secara otomatis menguasai seluruh Planet Leera.

“Apa pendapatmu akan situasi saat ini, Aristh Aximili?” si perwira


taktik menanyaiku.

Aku terkejut. Ia hampir terdengar ramah. “Saya tidak ahli dalam


bidang...”

“Menurutku juga tidak,” bentaknya. “Aku cuma minta laporan


singkat.”

75 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Baik, Sir. Kaum Yeerk sangat kuat pada orbit di atas planet ini.
Menurutku, mereka pasti menang melawan kita, biarpun dengan
susah payah. Tapi mereka tidak mau pertempuran terjadi di atas.
Bahkan jika mereka mengalahkan kita pun, keadaan mereka mungkin
terlalu parah untuk bisa menyerang dan merampas benua di bawah
sana dari pasukan Leeran.”

“Oh, begitu. Lalu jika mereka takut pada pasukan Leeran di


permukaan, mengapa mereka mau mengambil risiko melawan kita
dan Leeran bersama-sama di permukaan?”

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Tentu saja, si perwira taktik ini
benar! Jawabanku tadi pasti terdengar bodoh.

Si perwira taktik memutar satu mata tanduknya untuk menatapku.


“Sebab, Aristh Aximili, bangsa Yeerk paham bahwa spesies yang
berbeda sulit bekerja sama dalam berperang. Kita punya cara
tersendiri untuk melakukan sesuatu. Dan makhluk Leeran memiliki
cara yang sangat berbeda dari kita. Bangsa Yeerk bersatu di bawah
satu komando; kita dan Leeran tidak.”

Aku melihat sang kapten memandang kami sambil merenung. Ia


tampak kurang senang.

“Ini pelajaran bagimu, Aristh,” si perwira taktik berkata. “Kita, kaum


Andalite, lebih kuat bila kita bertempur sendirian.”

“Baik, Sir.” Aku sadar maksudnya. Ia sedang bicara tentang teman-


temanku, para manusia itu. Dan aku seharusnya tetap berdiam diri.

76 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tapi, dengan segala hormat, Sir, saya dan para manusia itulah yang
menghancurkan usaha Yeerk di Bumi saat mereka hendak
menciptakan pasukan tempur bawah air yang akan digunakan di
Planet Leera. Jika bangsa Yeerk berhasil waktu itu, mungkin Planet
Leera sudah mereka kuasai.”

Si perwira taktik terlihat marah. Aku tidak menyesal telah berkata


begitu, tapi aku menunggu komentarnya...

“Sinar Dracon!” seorang pejuang dari bagian sensor berseru. “Kami


mendeteksi sinar Dracon di sisi utara benua itu. Lalu kini ada sinar
Shredder juga. Pertempuran telah dimulai.”

Sedetik kemudian, hologram wajah Andalite muncul di depan kami.

“Komandan Tempur Pangeran Galuit-Enilon-Esgarrouth,” kata si


perwira taktik. “Perhatian!”

Tak ada yang memberikan perhatian, kecuali aku. Mereka semua


punya tugas masing-masing. Jika sedang bekerja, kau cenderung tidak
mendengarkan pengumuman. Dengan suara bahasa-pikiran yang
tenang, hologram itu berkata, “Perang sudah pecah di benua. Di sini
kekuatan Yeerk sangat besar. Laksanakan rencana tujuh-empat.
Kepada sekutu Leeran kami ucapkan: Semoga dewa kalian Cha-Ma-
Mib memberkati kalian. Dan kepada semua pejuang Andalite: Rakyat
mengharapkan semua pejuang melaksanakan tugasnya.”

Pesawat Ascalin mengurangi kecepatan selagi masuk ke dalam


lapisan atmosfer tebal Planet Leera yang lembap.

77 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Sir, di manakah basis tempur saya?” tanyaku kepada si perwira
taktik.

Ia tertawa muram, tawa seorang prajurit yang hendak berperang.


“Tempat bagi aristh pemberani yang mencoba menggagalkan rencana
Yeerk di Bumi? Kau sebaiknya tetap di sisiku.”

Ia dan sang kapten bertukar pandang dan tertawa. Aku tidak tahu
apakah aku harus merasa malu atau bangga. Yang jelas, saat ini aku
merasa takut.

Benua itu tampak semakin besar. Kebanyakan berupa tanah subur dan
berwarna hijau, berupa hutan. Hijau seperti hutan atau rimba di Bumi,
tapi ada juga tumbuhan berwarna kuning.

Sisi utara benua itu tidak begitu subur, lebih gundul, kemungkinan
besar lebih dingin. Pertempuran itu terjadi di sebuah lembah.

“Monitor,” perintah Kapten. “Pembesaran maksimum.”

Hologram yang menampilkan ruang angkasa kini beralih


menunjukkan gambar lembah. Aku dapat melihat pasukan Yeerk,
sebagian besar berupa Hork-Bajir dengan dibantu Taxxon dan
beberapa Gedd, membuat markas pada dataran tinggi di tubir lembah
sebelah barat. Mereka telah menyalakan medan gaya atau force field
di belakang mereka, sehingga memaksa pasukan kami ataupun
pasukan Leeran menyerang dari depan.

Kendaraan darat kami tengah berlari melompati bebatuan dan


menembus pepohonan, terus menembaki dan kena tembak. Sepasukan

78 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Leeran sedang berjalan kaki, bergerak di atas bebatuan tanpa
perlindungan apa pun dari serangan Yeerk.

“Kau paham mengapa Yeerk memilih berperang di atas tanah?” kata


Kapten Samilin. “Sebagaimana yang dikatakan Perwira Taktik,
spesies yang berbeda di bawah pimpinan yang berbeda sulit bekerja
sama. Kau lihat? Kita membuang-buang tenaga untuk melindungi
Leeran dari serbuan Yeerk. Dan akibatnya, pasukan kita di seluruh
galaksi jadi lemah.”

“Awak Ascalin akan membalikkan kenyataan itu,” kata Perwira


Taktik penuh percaya diri.

“Siap untuk pendaratan,” seorang prajurit berseru. Lalu... “Kapten!


Terjadi kerusakan pada sistem penuntun pendaratan!”

Sang kapten terlihat tenang-tenang saja. Si perwira taktik menoleh ke


arah prajurit yang bicara tadi. “Apa?!” ia membentak.

“Sir, pengendalinya membeku. Saya tidak dapat menembusnya. Saya


coba mengambil alih, tapi pengambilalihan gagal!”

Si perwira taktik melompat ke panel kontrol. Jemarinya menari-nari


di atas keyboard tanpa tombol yang menerima perintah berdasarkan
getaran. Aku melihatnya berkonsentrasi selagi ia membuat
sambungan antara pikirannya dengan sistem komputer. Lalu, dengan
ekspresi horor pada wajahnya, ia berpaling ke arah Kapten.

“Kapten! Kita terpaksa mendarat di belakang garis pertahanan Yeerk.


Tepat di atas mereka! Kita tak punya harapan!”

79 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sang kapten Menghampiri bawahannya , lalu... FWAPP!

Sang kapten menyabetkan ekornya secepat kilat. Duri ekornya


mengenai pangkal ekor si perwira taktik.

Ekor Perwira Taktik Harelin jatuh ke dek dan menggeliat-geliut.


Setiap prajurit di anjungan ini membeku, menatap pemandangan yang
mustahil ini.

Sang kapten membidikkan pistol Shredder-nya dan menembak.

TSEEEWW! TSEEEWW!

Para prajurit itu jatuh ke dek, pingsan oleh sinar Shredder. Udara
bergelombang karena panas. Arus listrik statis mendesis dan menari-
nari dalam lidah api biru di atas tubuh-tubuh tersebut.

Hanya si perwira taktik yang berdarah dan ketakutan yang tetap sadar.
Sebuah penghinaan: Karena ia sudah tidak berbahaya lagi.

“Ah, aristh-ku yang baik,” kata sang kapten, mengarahkan laras


senjatanya padaku dan merampas senjata Perwira Taktik Harelin.
“Aku tak ingin melukaimu. Visser Four akan marah sekali kalau aku
sampai melukai makhluk-makhluk yang sudah menimbulkan banyak
masalah bagi Visser Three di Planet Bumi. Visser Three dan Visser
Four sahabat karib. Tenang saja. Ini akan segera berakhir. Dan kau
akan menjadi... tamu... di Kerajaan Yeerk yang Agung.”

80 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 15

AKU berdiri mematung. Mustahil! Seorang kapten pesawat Andalite


menjadi pengkhianat?

Atau apakah ia seorang Pengendali?

Tak seorang pun bergerak. Komputer membimbing pesawat Ascalin


turun, turun, turun, dan maju perlahan-lahan, hanya beberapa puluh
meter di atas permukaan tanah yang berbatu-batu. Dalam hitungan
detik kami akan mendarat.

Perwira Taktik Harelin mengalami perdarahan akibat ekornya yang


buntung. Tapi ia sadar lebih baik mati daripada hidup tanpa ekor. Para
manusia! Aku tersadar. Teman-teman manusiaku masih ada di ruang
medis. Sang kapten tahu rahasia mereka. Dalam beberapa detik lagi,
seluruh bangsa Yeerk akan tahu juga. Berita itu akan segera diketahui
Visser Three. Tidak ada tempat aman lagi bagi mereka. Mereka tidak
akan punya rumah lagi.

Dan Bumi, seperti Planet Leera, akan jatuh ke tangan Yeerk.

“Pangeran Jake! Tobias! Cassie! Marco! Rachel!” teriakku dalam


bahasa-pikiran yang tak dapat didengar sang kapten. “Jika kalian
dapat mendengarku, kalian harus kabur! Sang kapten...”

“Sang kapten adalah sekantong sampah,” kata Marco dalam bahasa-


pikiran, begitu dekat dan jelas.

“Apa? Di mana kau?”


81 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oh, ya ampun, Ax, kami putuskan untuk tidak duduk-duduk saja di
dalam kamar sambil melipat tangan seperti anak manis,” kata Rachel.
“Sori.”

“Ax, kami ada di anjungan,” kata Pangeran Jake. “Kami lihat


kejadiannya.”

“Pangeran Jake, sangatlah penting bagi kita untuk menghentikan


Kapten Samilin!”

“Kita takkan mampu mengalahkannya,” kata Cassie. “Kita harus


demorf, lalu morf kembali, dan itu butuh waktu lama. Tapi kebetulan
aku ada di tubuhnya, dan aku dapat mengalihkan perhatiannya.”

Pesawat Ascalin sedang mendarat. Melalui kaca depan aku dapat


melihat barikade-barikade Hork-Bajir, semuanya dengan senjata
dibidikkan, benar-benar mengepung kami.

“Lakukan, Cassie,” kataku. “Alihkan perhatiannya dan aku akan


kerjakan sisanya. Kita hanya punya waktu beberapa detik!”

Aku menatapnya, ketika seekor kutu yang kecil bertambah besar.


Kutu itu tumbuh dari punggung sang kapten.

“Apa yang...” sang kapten berseru kaget.

FWAPP!! Aku menyabet! Duri ekorku meluncur ke depan, mengarah


ke leher Samilin.

Ia tersentak mundur, menghindar. Sabetan duri ekorku mengenai kaki


depannya yang sebelah kanan. Di sekitar kami lalat dan kecoak mulai
tumbuh menjadi manusia dan elang.
82 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tapi kini sang kapten membidikkan senjata Shreddernya ke arahku
dan aku menyabet lagi.

FWAPP!

Pistol itu lepas dari tangannya dan terpental ke seberang ruangan.

Kapten dan aku bersiap-siap untuk duel ekor. Kami berhadapan,


masing-masing penuh energi dan konsentrasi, masing-masing
menunggu kesempatan untuk membunuh.

Aku teringat pada Visser Three. Ini untuk kedua kalinya aku
bertarung ekor lawan ekor dengan musuh. Kali ini musuhku takkan
lolos.

TSEEWWW!

Harelin! Ia telah meraih pistol Shredder yang terjatuh tadi. dan


menembak. Sang kapten mendesis, lalu terurai menjadi atom-atom.

“Komputer!” teriak Harelin. “Pengalihan kendali darurat, pindah ke


manual!”

BRUUUK!

Terlambat! Pesawat Ascalin menghantam tanah. Aku terlempar.


Teman-temanku terguling-guling. Hanya Harelin yang tetap mampu
berdiri.

“Komputer, laksanakan prosedur lepas landas darurat!”

“Tidak dapat dilaksanakan,” suara mekanis itu berkata. “Ada


kerusakan parah pada mesin utama.”

83 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku melihat Harelin tersentak ke belakang mendengar berita ini.
“Kalian para manusia, morf! Satu-satunya cara keluar dari sini adalah
dengan menjadi kecil. Aristh, kau juga.”

“Aku tak akan meninggalkan pertempuran!”

“Kau harus, Aristh Aximili-Esgarrouth-Isthill. Kau dan para manusia


harus lolos dari sini dan menceritakan kejahatan ini kepada
Komandan. Ini perintah.”

“Tapi...”

“Kau tahu cara menjalankan perintah?” bentaknya.

“Yes, Sir!”

“Morf menjadi hewan kecil. Aku akan mengempaskanmu dari lubang


pembuangan darurat. Terbanglah dari pesawat Ascalin sejauh
mungkin. Kau tak punya waktu lagi. Mengerti?”

Saat itu aku tahu apa yang akan dilakukannya. Aku sadar ia tidak
punya pilihan lain. Ia takkan membiarkan dirinya ditangkap Yeerk. Ia
takkan membiarkan satu Andalite pun di pesawat ini

ditangkap hidup-hidup. Dan tak ada cara lain untuk lolos dari
kepungan Yeerk di luar.

“Pangeran Jake, kita harus morf menjadi sesuatu yang kecil. Umm...
umm... lalat! Menjadi lalat, lalu terbang ke atas anjungan. Ada pintu
darurat di atap.”

Aku melihat Rachel menatapku dengan pandangan menghina.

84 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Lalu ia berpaling ke arah Jake. “Apa yang harus kita lakukan?”

“Seperti yang disuruh Ax,” kata Pangeran Jake. “Kerjakan.”

Aku memusatkan pikiranku pada morf lalat. Kupikir aku akan melihat
ketakutan di wajah Harelin ketika kami berubah wujud. Sebab tubuh
lalat cukup menjijikkan, bahkan untuk ukuran hewan Bumi.

Tapi ternyata si perwira taktik tidak tertarik. Ia gemetaran karena


kehilangan darah. Dan ia sedang mengumumkan sesuatu yang akan
didengar di seluruh pelosok pesawat.

“Kepada semua prajurit dan awak pesawat Ascalin. Ini pengumuman


dari Perwira Taktik dan Strategi. Kapten kita telah berkhianat. Dia
telah mati. Kita terkepung. Tak ada kemungkinan lolos. Tak ada yang
dapat kita lakukan sekarang kecuali menyebabkan kerugian
maksimum pada pasukan Yeerk. Dalam tiga menit semua senjata luar
akan kutembakkan. Gelombang pantul dari sinar Shredder akan
menyebabkan pesawat ini meledak.”

Ia terdiam beberapa saat.

“Laksanakan upacara kematian, kawan-kawanku. Terima kasih atas


jasa kalian pada pesawat ini. Kalian gugur dalam pengabdian kepada
rakyat, untuk membela kebebasan.”

Aku menyusut dengan cepat. Lantai pesawat mengejarku ke atas.


Kaki serangga dan antena tumbuh dari tubuhku. Tapi jiwaku adalah
jiwa Andalite, menyatu dengan semua jiwa Andalite lain dalam
pesawat ini.

85 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dari setiap penjuru pesawat, terdengar ratusan bahasa-pikiran
mengucapkan kata-kata upacara kematian. Aku turut bergabung.

“Aku hamba rakyatku,” kataku. Seharusnya aku menundukkan


kepala, tapi kepalaku kini tak bisa ditundukkan. “Aku hamba
pangeranku.” Aku tahu semua rekan sebangsaku di pesawat ini
sedang mengarahkan mata tanduknya ke atas.

“Aku hamba kehormatan,” kataku, dan mendengar kata-kata yang


sama dari semua suara itu. “Nyawaku bukan milikku kalau rakyat
membutuhkannya. Jiwaku kuserahkan demi rakyatku, demi
pangeranku, dan demi kehormatanku.”

“Aristh?” panggil sang perwira taktik dan strategi. “Ya?”

“Mungkin aku keliru. Mungkin ras yang berbeda dapat menjadi lebih
kuat kalau bersatu. Pergilah bersama teman-teman manusiamu dan
buktikan bahwa aku memang keliru.”

Lubang pembuangan terbuka sebelum aku dapat menjawab. Tekanan


tadara dari dalam pesawat mendorongku ke arah kegelapan malam di
Planet Leera.

“Jake... Pangeran Jake,” kataku. “Kita harus pergi dari sini sejauh
mungkin.”

Kami terbang, terguling-guling di udara, menunggang aliran udara


yang kuat ke mana pun ia mendorong kami. Ketika pesawat Ascalin
meledak, kami sudah jauh dari situ. Jauh dari jeritan kematian dalam
bahasa-pikiran milik para pahlawan yang gugur.

86 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 16

“OKE. Sekarang bagaimana?” tanya Rachel.

Aku tak punya jawaban. Aku tak dapat berpikir. Aku hanya
mengulang-ulang tragedi itu di dalam kepalaku: kapten pesawat
Andalite menjadi pengkhianat. Mustahil. Sebab makin kupikirkan,
makin sadar aku bahwa ia bukanlah Pengendali. Pesawat Ascalin
telah berada di ruang angkasa selama berminggu-minggu. Agar
makhluk Yeerk dapat hidup dalam otak Samilin, ia harus mendapat
sinar Kandrona dari kolam Yeerk. Mustahil bagi seorang kapten
untuk menyembunyikan generator partikel Kandrona portabel—yang
dapat dibawa-bawa.

“Aku tanya, sekarang bagaimana?” ulang Rachel.

“Aku tidak tahu,” kataku.

“Yah, jika kau tak tahu, lalu siapa dong yang tahu?” tuntutnya. “Apa
yang akan kita lakukan? Terbang keliling-keliling mencari tong
sampah terdekat agar kita bisa makan? Ayo, kita butuh rencana.”

“Aku... aku... aku tak tahu apa yang harus kita kerjakan.”

“Kita harus bisa menemukan cara untuk pulang,” kata Marco. “Gara-
gara Kapten Pengkhianat itu, perang ini jadi semakin sulit. Tak
kusangka, Andalite yang hebat ternyata bisa berbuat begitu. Kupikir
hanya kami saja, manusia yang primitif dan bodoh, yang berkhianat.”

“Berhenti mengganggu Ax!” seru Tobias.


87 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Yeah, kasihan, Ax yang malang,” ejek Rachel. “Secepat kilat dia
meninggalkan kita, untuk melayani kaptennya yang, ups, ternyata
pengkhianat.”

“Rachel, kau keterlaluan,” kata Cassie. “Sikapmu tidak adil.”

“Adil? Adil?!” teriak Marco. “Coba kalau kita terus menuruti perintah
Ax untuk berdiam diri di kamar, Ax pasti sudah mati bersama...”

“Kuharap begitu!” jeritku. “Kuharap aku di sana bersama mereka.


Kuharap aku telah mati bersama mereka.” Aku tidak bermaksud
berkata begitu. Dan aku tidak sungguh-sungguh. Tidak sepenuhnya.
Aku ingin tetap hidup. Aku merasa rendah karenanya, tapi aku ingin
tetap hidup.

“Oke, semuanya diam!” kata Pangeran Jake akhirnya. “Memang


berat, apa yang baru saja terjadi. Banyak pahlawan yang mati. Jadi
kita semua stres. Maka sekarang kita harus menenangkan diri.” Ia
menunggu beberapa saat sebelum melanjutkan. “Inilah rencana kita.
Kita terus terbang sampai batas waktu dua jam. Kita tak dapat terbang
jauh dengan morf ini, meski dibantu angin, tapi kita harus mencapai
jarak sejauh-jauhnya.”

Kami terbang dalam kebisuan, melihat planet yang aneh melalui mata
majemuk lalat, hampir tidak mendengar apa-apa, mencium aroma
yang tak pernah kami cium sebelumnya. Kami tenggelam dalam
pikiran kami. Dan setelah beberapa saat aku berharap tuduhan dan
teriakan tadi mulai lagi. Ini kenyataan yang memuakkan, tetap hidup
sementara yang lainnya mati. Memuakkan sekali, karena perbuatan
88 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
baik apa pun yang kaulakukan, suatu pikiran terus-menerus muncul
dalam kepalamu: Syukur bukan aku.

Aku bersyukur bukan aku yang mati.

Kami mendarat di tengah-tengah bebatuan yang akan melindungi


kami dari penglihatan orang lain. Kami kembali ke wujud semula.
Dari apa yang kuingat pada video bahasa-pikiran tadi, kami berada di
daerah netral di antara pasukan Yeerk dan pasukan Andalite.
Pertempuran dapat mencapai tempat kami kapan saja.

“Oke, aku sudah tenang sekarang,” kata Rachel, segera setelah


kembali dari morf lalat. “Kini setelah aku tenang, aku mau tanya lagi:
Sekarang bagaimana?”

“Bagaimana kalau Tobias melayang-layang sebentar dan memantau


keadaan, Ax?” tanya Pangeran Jake.

“Entahlah,” sahutku.

Pangeran Jake memandangku dengan mata menyipit dan bibir


menipis. Ekspresinya disebut jengkel, kalau tidak salah.

“Tobias? Naiklah dan lihat sekeliling kita,” katanya. Tobias


mengepakkan sayap. Pangeran Jake menatapku. “Sekarang,
dengarkan aku, Ax. Aku tahu kau merasa tidak enak. Karena banyak
hal. Tapi itu tidak membuatmu lepas dari tanggung jawab.”

“Tanggung jawab apa?”

“Dengar, ada pasukan Andalite sedang menyerang Yeerk. Tak ada


manusia dalam pertempuran ini, kecuali kami. Mungkin kau bukan
89 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
ahlinya, tapi setidaknya kau tahu lebih banyak tentang perang ini
daripada kami. Jadi, abaikan saja perasaanmu.”

Tobias berputar-putar di atas dan segera kembali mendarat di atas


batu. “Ada sekitar seribu Hork-Bajir bersenjata di satu sisi, bergerak
cepat ke arah kita. Mereka dibantu pesawat-pesawat yang besar, pipih
dan lonjong, sekitar lima ratus meter di atas tanah dan sedang
menembakkan sinar Dracon. Pasukan Taxxon di belakang mereka.
Dan di sisi lain, ada sekitar dua lusin pesawat Andalite, juga terbang
rendah, dan sekitar seratus makhluk Andalite yang berjalan kaki.
Mungkin aku keliru, tapi kurasa pihak yang benar takkan
memenangkan ronde kali ini.”

“Kita harus mencoba menembus pasukan Andalite,” kataku.

“Buat apa? Supaya ada pengkhianat lagi yang menangkap kita?” kata
Rachel kasar.

Ekorku sudah ada di lehernya sebelum aku sadar. Ia menatapku


dengan dingin. “Kenapa, Ax? Apakah kebenaran itu menyakitkan?
Kau meninggalkan kami agar bisa menjilat kapten brengsek itu. Jika
kita masuk ke sana dan bertemu makhluk Andalite lagi, apa yang
akan terjadi? Kau akan menyuruh kami diam di pojok sementara kau
mulai mematuhi setiap perintah Andalite tersebut?”

Aku menarik ekorku, khawatir aku jadi terlalu emosional. Aku


merasakan kemarahanku surut. Rachel benar. “Aku keliru karena
mempercayai Kapten Samilin. Aku salah waktu menyuruh kalian
diam. Kalian... kalian telah menjagaku dan menjadi temanku selama
90 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
ini. Aku cuma bisa bilang, tak satu pun dari kalian tahu bagaimana
rasanya terpisah dari bangsa kalian.”

“Ada satu dari kami yang tahu,” kata Tobias.

“Yang dapat kulakukan hanyalah meminta maaf. Dan aku akan


menganggap Jake sebagai pangeranku sampai dia sendiri mengatakan
sebaliknya.” Aku menoleh ke arah Pangeran Jake, memusatkan
keempat mataku padanya. “Kaulah pangeranku hingga kau, dan hanya
kau saja, yang dapat menghentikannya.”

Untuk kali ini ia tidak berkata, “Jangan panggil aku 'Pangeran'.”

Ia malah berkata, “Baiklah. Kini yang ingin kuketahui ialah, adakah


Andalite yang bisa kita percayai sepenuhnya?”

Itu pertanyaan yang menyakitkan. Aku merasakan harga diriku


mencair. “Sang komandan. Jika dia mata-mata Yeerk, pertempuran ini
pasti sudah berakhir. Pasukan Andalite pasti sudah kalah.”

“Bagiku memang sudah kalah,” kata Marco.

“Komandan Tempur Pangeran Galuit-Enilon-Esgarrouth telah


kehilangan seluruh keluarganya dalam penyerbuan Yeerk di sebuah
markas Andalite di planet lain. Seluruh keluarganya: istri dan ketiga
anaknya. Mereka lebih baik mati daripada ditangkap. Mayat mereka
diumpankan kepada Taxxon. Kita bisa percaya pada Pangeran
Galuit.” Aku mendesah. “Dan mungkin kita tak bisa percaya pada...
Andalite lain.”

91 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 17

KEDENGARANNYA gampang: bergabung dengan pasukan


Andalite. Tapi rencana ini sangat berbahaya, maju ke arah
sekelompok pejuang yang bersenjata lengkap dan sangat gugup.

“Pagar pertahanan otomatis akan menembak apa pun di udara yang


berada terlalu dekat,” kataku menjelaskan. “Apa pun. Jika benda itu
berada pada ketinggian lebih dari satu setengah meter di atas
permukaan tanah, akan terkena sensor gerakan, lalu akan dibidik dan
ditembak.”

“Tanah ini terlalu berbatu-batu untuk dijalani,” kata Cassie. “Dan


sekarang sudah mulai gelap. Kita dapat menggunakan burung yang
lebih kecil. Camar, misalnya. Eh, tunggu dulu! Kelelawar! Mereka
tidak cepat, tapi gesit. Dan punya kemampuan pelokasian gema
sehingga kita bisa terbang nyaris menyerempet tanah dalam
kegelapan.”

“Masuk ke gua kelelawar, Robin!” kata Marco, dengan keceriaan


yang benar-benar bukan pada tempatnya.

“Kita berubah, lalu terbang, menyerempet tanah setiap saat,” kata


Jake. “Begitu kita sudah berada di balik garis pertahanan Andalite,
kita coba mencari cara untuk bertemu Pangeran Galuit.” Ia
menatapku. “Dan apa pun yang terjadi, kita tidak ikut bertempur
sampai kita bertemu dengannya, mengerti?”

92 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Baiklah, Pangeran Jake.”

Pangeran Jake menatapku sesaat. Lalu ia berkata, “Jangan panggil aku


pangeran,” dan tersenyum.

“Baiklah, Pangeran Jake.”

Aku sudah pernah jadi kelelawar, dan setelah menjadi nyamuk dan
lalat, morf ini terasa normal. Kelelawar punya bulu. Dan aku
menganggap bulu membuatku nyaman, walaupun berwarna cokelat
dan bukan biru.

Tapi kelelawar hampir tak berguna di atas tanah. Kaki kelelawar


sangat pendek dan kikuk, dan kaki depannya—atau tangan—dilapisi
sayap yang terbuat dari kulit. Mereka tak bisa lari. Andalite jadi
gelisah kalau tak bisa lari.

Aku memusatkan pikiran pada bentuk tubuh kelelawar, makhluk aneh


yang berasal dari planet aneh yang sangat jauh. Aku menyusut, terus
turun seolah-olah sedang jatuh. Seolah-olah aku akan jatuh ke arah
salah satu dari ribuan gelembung pada batu-batu vulkanis di bawahku.

Kaki depanku mengerut, dan menyebabkan wajahku hampir


menyentuh tanah. Duri ekorku berkerut-kerut, seperti daun yang
terbakar. Kerutan itu bergerak naik sepanjang ekorku.

Aku tak bisa berhenti membayangkan si perwira taktik yang ekornya


buntung. Aku tak pernah suka padanya. Ia terlihat seperti pejuang
senior lainnya: penuh prasangka dan kesombongan. Tapi ternyata ia
Andalite sejati. Ia gugur sebagai pahlawan.

93 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kini kaki belakangku mulai menciut, kanan dan kiri berubah
bersamaan. Lalu muncul cakar kecil menggantikan kuku kuda.

Lenganku bergeser ke belakang, berputar beberapa derajat dengan


tubuhku sebagai sumbunya. Jemariku lebih panjang dibandingkan
dengan keseluruhan lenganku. Kulitnya mulai tumbuh dalam lipatan-
lipatan longgar. Menggantung dari lenganku seperti pakaian yang
longgar.

Pakaian adalah kain yang dibuat untuk menutupi tubuh manusia.


Kadang-kadang berfungsi untuk melindungi dari hawa dingin. Tapi
kebanyakan, seperti yang kupelajari, manusia menganggap sebagian
besar tubuh mereka tak boleh kelihatan.

Mereka benar. Tapi mereka menutupi bagian-bagian yang salah: tak


ada yang lebih buruk daripada hidung manusia.

Kulit yang longgar itu berubah menjadi sayap. Telingaku menjadi


besar. Dan seperti hewan Bumi lainnya, aku punya mulut.

Aku dapat melihat dengan jelas. Tidak sejelas burung elang, tapi
hampir sejelas manusia. Tapi penglihatan bukanlah nilai lebih morf
ini. Kelebihan kelelawar adalah kemampuan menembakkan sederet
bunyi ultrasonik yang akan memantul dari benda padat dan
mengirimkan kembali gambar suara kepada otak kelelawar.

Matahari Planet Leera sedang terbenam. Mata kelelawar menjadi


semakin sulit melihat. Tapi aku memiliki gambaran jelas akan
bebatuan disekitarku.

94 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Oke, ayo kita temukan perkemahan Andalite itu,” kata Marco.

Aku mengepakkan sayapku dan terbang. Sekali lagi berkumpul


bersama teman-teman manusiaku.

Anehnya aku merasa berada di rumah. Walaupun dengan kemarahan


Pangeran Jake dan ejekan Marco dan kecurigaan Rachel, aku merasa
betah bersama mereka.

Karena sesuatu hal, saat itu, bahkan dengan bayangan kematian di


dalam pesawat Ascalin masih segar dalam ingatanku, aku memandang
diriku di tempat yang jauh, dalam tubuh yang berbeda, menikmati roti
kayu manis yang lezat dengan mulutku.

Aku ingin kembali ke sana. Aku ingin kembali ke Bumi.

Kapten Samilin telah membelot kepada Yeerk. Apakah aku sedang


membelot kepada manusia?

95 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 18

AKU mengepakkan sayap kulitku, menembakkan suara pelokasian


gema, dan terbang hanya beberapa senti di atas bebatuan. Indra
pelokasian gema ini menciptakan sejenis gambaran, seperti lukisan
pensil arang, dengan tepi-tepi yang tajam dan jelas sedangkan bidang
di dalamnya hanya berupa coretan-coretan belaka.

Aku terjun di lembah antara dua batu, dan melayang ke atas hanya
beberapa milimeter di atas puncak batu berikutnya. Aku berbelok ke
kiri, ke kanan, dalam sentakan-sentakan akrobatik.

“Ini benar-benar gila!” teriak Marco.

“Gila” bisa berarti macam-macam kalau digunakan oleh Marco. Bisa


berarti “tolol”, tapi bisa juga berarti “asyik”. Kurasa kali ini artinya
asyik. Sebab segila apa pun tindakan kami ini, memang benar-benar
menegangkan.

“Yiii...haa...!” Rachel berteriak, lalu tertawa kegirangan.

Ini jadi seperti permainan: sedekat apa aku bisa terbang menyisiri
ujung-ujung tajam bebatuan tanpa merobek sayapku atau mematahkan
tulangku?

Dan “permainan” ini mengalihkan pikiranku dari hal-hal lain.

Saat berikutnya, telinga kelelawarku yang sensitif mendengar bunyi


lain. Dengungan. Dengungan yang kuat dan bergelombang yang
semakin kuat sewaktu kami mendekatinya.
96 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Pangeran Jake, aku yakin yang kita dengar ini sensor Andalite,”
kataku.

“Oh, jadi itu?” komentar Cassie. “Hampir seperti irama musik.”

Kami terbang rendah sambil kadang-kadang menyerempet tanah.


Lalu...

“Awas! Naik! Naik!” teriak Cassie. Ia berada paling depan.

Aku melejit naik.

TSEEEWWWW!!

Ledakan sinar Dracon dan Shredder memekakkan telinga. Sinar-sinar


tersebut membutakan mata kelelawarku. Setidaknya ada dua puluh
Hork-Bajir sedang menyerbu tiga Andalite dan dua Leeran.
Pertempuran ini begitu sengit. Dan akan selesai dalam sekejap.

Ini akan jadi pembantaian. Tapi Pangeran Jake telah menyuruh kami
untuk tidak ikut campur. Dan aku takkan mengabaikannya lagi.

Namun segerombolan Taxxon sedang bergerak maju untuk


menghabisi para Andalite yang terjatuh.

Anehnya, justru Cassie yang mengusulkan, “Jake, kita harus berbuat


sesuatu.”

“Bukankah tadi sudah kubilang untuk tidak ikut campur?” tanya Jake.

“Yeah, memang itu yang tadi kaubilang,” kata Tobias. “Jadi, apa yang
harus kita lakukan sekarang?”

97 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Pangeran Jake ragu-ragu sejenak. Lalu ia berkata, “Oke, kita- tolong
mereka. Segera mendarat, demorf, remorf, cepat, cepat!”

Tapi sebelum kami sempat mendarat, seluruh lembah, tempat


Andalite dan Leeran berada, meledak. BUUMMM!

Gelombang kejutnya menyebabkan aku jungkir-balik di udara. Aku


mendarat pada punggungku, hampir pingsan, tuli, dan mataku
berdarah. Dan di atas kepalaku, pesawat-tempur-darat milik Yeerk
melayang rendah di atas Hork-Bajir yang bersorak-sorai.

Kaki bercakar yang besar mendarat beberapa senti di sebelahku.


Hork-Bajir berlari melintasiku, langkah mereka berdentam-dentam,
mengabaikan makhluk yang kecil dan bersayap ini. Mereka
menembakkan sinar Dracon dengan mantap, berseru-seru dalam
kemenangan.

Aku tidak mendengar balasan sinar Shredder Andalite. Pasukan Yeerk


menyerang. Garis pertahanan Andalite telah terputus.

“Pangeran Jake!” panggilku. “Tobias!”

“Naik ke atas!” teriak Pangeran Jake kepada kami semua. “Semua


yang masih bisa terbang, harus naik! Naik!”

Apakah aku masih bisa terbang? Yes! Aku melayang naik tepat pada
waktu barisan Taxxon terdepan melangkah maju.

Taxxon adalah cacing raksasa. Seperti makhluk Bumi yang bernama


kelabang atau kaki seribu, hanya saja jauh lebih besar. Taxxon hidup
dalam rasa lapar yang terus-menerus. Rasa lapar tak terkendali.

98 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Mereka makan segalanya, mayat maupun makhluk yang masih hidup.
Bahkan sesama mereka sendiri.

Aku mengepakkan sayapku melewati mulut Taxxon yang terbuka.


Aku melihat seekor kelelawar, terbang hanya satu meter di atasku.
Aku melihatnya dengan jelas. Lalu, sekejap kemudian, ia lenyap.
Lenyap begitu saja.

“Di mana Tobias?” seru Rachel.

“Tobias!” seruku. “Dia... dia menghilang!”

“Apa maksudmu, dia menghilang?” tanya Pangeran Jake.

“Aku melihatnya. Aku memperhatikannya. Lalu dia menghilang


begitu saja.”

Kini, enam meter di atas tanah, aku dapat melihat medan pertempuran
itu lebih jelas. Garis depan Hork-Bajir sudah jauh di depan kami.
Taxxon merayap-rayap melintasi kegelapan di bawah.

Seandainya tadi masih ada Andalite di sekitar kami, maka mereka kini
sudah binasa. Dalam benakku aku membayangkan hologram peta
pertempuran yang terpampang di pesawat Ascalin. Aku dapat melihat
tempat kami berada dan lokasi pasukan-pasukan itu ditempatkan.

“Kita kalah,” bisikku, tak yakin apakah mereka bisa mendengarku.


“Kita kalah.”

Dan seolah-olah untuk mengukuhkan pendapatku, aku melihat


pancaran jet dari selusin atau lebih pesawat Andalite yang naik ke
angkasa. Naik, dan melarikan diri.
99 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 19

KAMI berdiri, dalam tubuh asli kami, di antara sisa-sisa mayat yang
ditinggalkan Taxxon. Kami tidak dapat menemukan Tobias.

Rachel menangis dan marah-marah silih berganti. Marco duduk dalam


kebisuan. Cassie terus mencoba memeluk Jake. Dan Jake terus
mendorongnya menjauh, untuk berjalan mondar-mandir, dan
menggumam mengenai apa yang harus, dan apa yang dapat
dilakukannya.

Aku berdiri sendirian. Aku terus merasa dirikulah yang salah. Aku
malu. Aku muak. Aku telah meninggalkan teman-temanku dan malah
mempercayai bangsaku. Salah satu anggota bangsaku
mengkhianatiku. Dan sisanya telah... yah, mungkin mereka akan
bertempur dengan gagah berani. Tapi tetap saja kalah.

Ini sama seperti pertempuran di Planet Hork-Bajir. Kami kalah lagi,


dan menyerahkan bangsa lain ke dalam perbudakan. Dan Leeran
adalah bangsa yang menakjubkan. Mereka amfibi, dapat bergerak di
dalam air atau di atas tanah, walaupun mereka membangun kota-kota
mereka di bawah permukaan air. Tapi yang paling menakutkan adalah
mereka memiliki kemampuan membaca pikiran, walaupun terbatas.

Pengendali-Leeran akan dapat melihat ke dalam pikiran kami. Dan


tentu kami akan sulit menipu mereka dengan wujud luar kami. Dan
jika Pengendali-Leeran dibawa ke Bumi, kemampuan mereka akan

100 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
segera mengungkap siapa sesungguhnya anggota Animorphs. Itu
bukan berarti Animorphs akan dapat kembali ke Bumi lho.

Cassie-lah yang membangunkan aku dari pikiran-pikiran kelamku.


Dengan berbisik ia berkata, “Ax, kupikir Jake enggan menanyaimu
lagi, tapi menurutmu apa yang harus kita lakukan?”

“Entahlah. Kita sudah kalah. Kita berada di planet yang akan segera
menjadi milik Yeerk. Kita telah gagal menyelamatkan Leeran, seperti
halnya kami telah gagal menyelamatkan Hork-Bajir. Seperti halnya
kita gagal menyelamatkan manusia saat ini.”

Di atas kepalanya aku melihat cahaya-cahaya lampu pesawat Yeerk


yang sedang mendarat dari orbit, untuk membawa semakin banyak
pasukan tempur. Sebentar lagi benua itu akan menjadi markas Yeerk
yang tak dapat dikalahkan.

“Ceritakan lagi apa yang kauketahui tentang Leeran,” kata Cassie.

Aku mengangkat bahu. “Tidak lebih daripada apa yang kauketahui.


Mereka makhluk amfibi. Mereka lebih sering berada di bawah laut.
Awalnya mereka naik ke darat untuk bertelur. Tapi sekarang kurasa
kemajuan teknologi mereka membantu mereka menyimpan telurnya
di bawah air.”

“Jadi, mengapa mereka peduli akan apa yang terjadi di benua itu?”

“Mereka takkan peduli. Kecuali karena kaum Yeerk dapat


menggunakan benua itu sebagai pangkalan militer untuk menyerang
kota-kota bawah laut mereka. Selain itu, menurutku Leeran takkan

101 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
peduli... akan... apa... “ Aku menahan napas. Ya! Tentu saja! Tentu
saja itulah rencana Komandan Galuit.

“Apa? Ada apa?” tanya Cassie.

“Pangeran Jake!” seruku.

“Ya?”

“Kita harus mencapai laut. Jika pendapatku betul, beberapa Andalite


akan berada di kota-kota bawah laut. Oleh karena itu, kita harus
segera menuju ke laut secepat mungkin!”

“Mengapa?”

Aku ragu-ragu. “Pangeran Jake... Jake... kau harus percaya padaku.


Kita tak dapat tetap berada di darat. Kita harus masuk ke bawah laut.”

Pangeran Jake menatapku untuk waktu lama. “Baiklah,” akhirnya ia


berkata. “Aku percaya.”

“Satu hal lagi,” kataku. “Jika nanti tampaknya bangsa Yeerk akan
mengalahkan kita, atau menangkapku hidup-hidup, jangan kaubiarkan
itu terjadi. Kau harus tega membinasakan aku daripada membiarkan
aku tertangkap. Berjanjilah.”

“Apa? Kenapa?”

“Sebab kupikir aku tahu apa yang akan terjadi. Dan jika betul,
kemenangan kita ini akan menjadi kemenangan terbesar dalam
sejarah Andalite. Dan informasi ini tak dapat jatuh ke tangan Yeerk.
Apa pun taruhannya. Apa pun yang terjadi.”

102 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 20

BENUA itu termasuk kecil menurut ukuran Bumi, tapi tetap saja
butuh waktu semalaman untuk mencapai pantai. Kami berubah
menjadi burung pemangsa dan terbang ke arah laut. Kami berhenti
setiap dua jam untuk demorf dan beristirahat. Dan selama itu aku
terus bertanya-tanya apakah masih ada waktu.

Kami terbang di atas bekas-bekas pertempuran. Kendaraan darat yang


gosong dan pesawat tempur yang ringsek, baik milik Andalite
maupun Yeerk.

Ketika matahari terbit di atas Planet Leera, aku memandang ke bawah


dan melihat pesawat tempur-darat Andalite yang masih terbakar
setelah menabrak pesawat Yeerk. Mereka berbenturan begitu keras
hingga tak dapat dibedakan mana yang menabrak dan mana yang
ditabrak.

Dan akhirnya laut pun tampak, terbentang luas, berwarna biru cerah,
jauh lebih cerah daripada laut Bumi yang kelabu.

Aku mencoba melihat berkeliling untuk menemukan garis pantai


tertentu. Garis pantai seperti yang kulihat di peta hologram. Tapi yang
ada hanyalah jutaan kilometer lumpur yang ditumbuhi semak-semak
dan pohon-pohon aneh berwarna kuning.

“Laut yang luas,” kata Rachel. “Bagaimana kita bisa...”

103 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Bagaimana kita bisa apa?” tanya Pangeran Jake. Butuh beberapa
detik bagi kami untuk menyadarinya.

Rachel lenyap!

“Rachel!” teriak Cassie. “Rachel!”

Mata kami menjelajah angkasa. Tak ada Rachel. Bahkan tak ada
benda apa pun yang dapat dilihat mata burung pemangsa kami.

“Apa yang terjadi?” tanya Marco, marah karena ketakutan. “Dia tadi
di sini! Dia sedang bicara!”

“Ax, ada apa ini?” tanya Pangeran Jake. “Mula-mula Tobias, lalu
Rachel!”

“Aku tidak tahu. Aku tidak tahu.”

Mungkin ada orang yang menembaknya,” erang Cassie. “Ya, Tuhan,


Rachel! Rachel!”

“Tapi tak ada sinar Dracon,” kataku. “Tak ada apa pun. Sesaat dia ada
di sini. Detik berikutnya dia sudah lenyap.”

“Mungkin memang benar ada yang menembaki kita,” kata Pangeran


Jake. “Semuanya, masuk ke air!”

Kami terjun dari langit. Aku tahu tak ada yang menembak kami, tapi
aku terjun secepat teman-temanku. Apa pun yang membuat teman-
temanku menghilang, benar-benar membuatku takut. Apa pun itu, aku
tak ingin terlihat olehnya.

Kami terjun.

104 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
BYURRR!!

Aku menyelam, berenang dalam air yang hangat. Aku segera berubah
kembali ke wujud Andalite. Aku muncul di permukaan. Air membuat
sayapku basah, tapi sayapku segera lenyap. Aku menghirup udara
melalui lubang, yang merupakan gabungan antara hidung Andalite
dan paruh burung.

Aku menyelam lagi, dan menyelesaikan proses demorf ini. Aku


muncul ke permukaan dan menemukan Pangeran Jake, Cassie, dan
Marco terapung-apung, sedang menyelesaikan proses demorf mereka.

“Lumba-lumba!” kata Jake. “Ax, kau harus menggunakan morf hiu


macan-mu.”

“Tunggu!” kata Cassie. “Kita tak tahu makhluk apa yang ada di laut
ini, tapi menurut kaum Yeerk, hiu martil-lah yang paling

berbahaya, ya, kan? Itulah sebabnya mereka mau menciptakan


Pengendali-Hiu untuk digunakan di laut ini. Kita semua harus jadi
hiu.”

“Yeah, betul juga,” kata Jake. “Oke. Hiu. Dan semuanya harus saling
memperhatikan yang lain. Kita sudah kehilangan dua orang. Jangan
sampai ada yang ketiga!”

Hiu, pikirku dan mulai menjalani morf itu.

Aku harus menjelaskan makhluk Bumi yang disebut hiu. Mereka


termasuk jenis ikan. Mereka bernapas dengan menyaring oksigen dari
air, menggunakan selaput tipis yang disebut insang.

105 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tapi ada banyak macam ikan di dalam laut Bumi. Hanya sedikit yang
disebut hiu. Beberapa spesies hiu adalah pemakan plankton. Beberapa
bertubuh kecil dan hanya memangsa ikan-ikan yang lebih kecil.

Tapi ada beberapa hiu yang masuk kategori “pemakan manusia”. Hiu-
hiu itu mesin pembunuh. Kalau ada tubuh yang sesuai dengan sifat
dan kekejaman Yeerk, jawabannya adalah tubuh ikan hiu.

Hiu memiliki rahang besar yang kuat, berisi gigi runcing dan tajam.
Kulitnya dilapisi jutaan gigi yang sangat kecil, yang dapat merobek
kulit manusia. Hiu juga memiliki banyak indra yang masing-masing
berguna untuk satu hal: menemukan mangsa. Menemukan dan
membunuh mangsa.

Penglihatan yang luar biasa. Indra penciuman yang luar biasa yang
dapat mendeteksi segenggam molekul darah yang larut dalam
miliaran liter air. Sensor medan listrik yang dapat merasakan energi
yang dikeluarkan oleh makhluk lain.

Jika seorang ilmuwan bermaksud mendesain pemangsa bawah air


yang paling berbahaya, semacam senjata biologis bawah air, dan
akhirnya ia menciptakan hiu martil, ia pasti akan sangat bangga
dengan karyanya.

Aku merasakan diriku berubah menjadi hiu. Merasakan sirip


punggung yang seperti sabit tumbuh dari tulang belakangku.
Merasakan duri ekorku membelah untuk menjadi sirip ekor yang
tajam. Merasakan mata tandukku bergeser ke samping dan menjadi

106 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
kepala berbentuk palu godam. Merasakan indra baru muncul dalam
otakku. Merasakan gigi hiu—barisan gigi berbentuk segitiga.

Dan aku merasakan naluri hiu yang brutal dan kejam bergabung
dengan pikiranku.

Aku menyentakkan ekorku dan berenang menembus air. Jake, Cassie,


dan Marco berenang di sampingku. Kuduga mereka juga merasa kuat
dan berkuasa saat itu. Dan akan tetap merasa kuat, seandainya kami
tidak dicekam kenyataan mengerikan: Kami seharusnya berenam.

Dan kini hanya ada empat hiu yang berenang di dalam laut Planet
Leera.

107 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 21

“KUHARAP Rachel dan Tobias bisa melihat ini,” kata Cassie. Suara
bahasa-pikirannya merupakan campuran dari rasa takjub dan
kesedihan. “Ini sama sekali tidak seperti laut di Bumi.”

Benar. Daratan tadi mungkin tidak menarik, tapi samudra ini benar-
benar menakjubkan. Laut di Bumi berisi banyak makhluk yang
mengagumkan, tapi kebanyakan yang terlihat adalah air yang keruh
dan dasar laut yang berpasir.

Di laut ini airnya sejernih udara. Lebih jernih, malah. Sebab atmosfer
planet ini sangat lembap sehingga seolah-olah napasmu beruap.

Perairan ini benar-benar jernih. Dasar laut di bawah kami sedalam dua
belas meter, namun kami dapat melihat sampai sedetail-detailnya.

Dan betapa menakjubkan! Makhluk besar berbentuk Segitiga yang


melentur-lentur bagai layar berwarna putih dan kuning, memiliki
baling-baling biologis pada masing-masing sudutnya. Cacing atau
ular berwarna biru cerah, masing-masing sepanjang dua puluh meter,
berenang dalam kelompok-kelompok kecil. Makhluk aneh yang
mengambang naik-turun di dalam air dengan mengembuskan udara
dari lubang di bawah tubuhnya, begitu tipis sehingga hampir-hampir
tembus pandang. Sejenis ikan dengan tubuh seperti sekrup yang
bergerak maju berputar-putar seperti spiral. Dan makhluk-makhluk ini
tidak tersebar di sana-sini, melainkan memenuhi semua tempat.

108 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Samudra Planet Leera adalah pesta yang mengundang bermacam-
macam bentuk kehidupan sebagai tamu.

Tersebar di seluruh dasar laut, terdapat cerobong-cerobong yang


terbentuk dari batu karang, dilapisi oleh makhluk-makhluk kecil yang
menggeliat-geliut. Indra hiu martil-ku dapat merasakan energi listrik
yang dipancarkan dari cerobong-cerobong tersebut, dan juga suhu
yang hangat.

Segerombolan besar cacing biru berputar-putar mengelilingi salah


satu cerobong. Cerobong itu mengeluarkan pusaran air dan indra hiu-
ku dapat merasakan energi beralih dari cerobong ke tubuh cacing.

“Lihat!” seru Cassie, kegembiraannya mengalahkan kesedihannya.


“Seribu ahli biologi kelautan dapat hidup bahagia selama ratusan
tahun hanya dengan mempelajari satu area kecil ini. Hewan-hewan
ini. Tumbuh-tumbuhan ini. Apa pun namanya! Kuharap aku dapat
mengenalnya lebih dalam lagi. Aku kenal salah satu teman ibuku
yang mempelajari sistem ketergantungan makhluk hidup pada
terumbu karang. Dia pasti rela memotong sebelah lengannya untuk
tinggal di sini selama satu jam!”

“Makhluk-makhluk ini hidup dari energi geotermal dan arus listrik


dari cerobong-cerobong tersebut,” kataku. “Mungkin ini lingkungan
hidup tanpa pemangsa.”

“Tapi di sini ada pemangsa,” kata Marco suram. “Para Yeerk ada di
sini. Dan kita ada di sini. Untuk saat ini. Sampai tiba-tiba kita
mengeluarkan bunyi 'puff!' seperti Rachel dan Tobias.”
109 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Komentar itu menyadarkan kami. Meski kami sedang takut, sedih,
dan putus asa, kami tak mampu mengabaikan pemandangan yang
indah di sekitar kami.

Kami meluncur, dengan tampang mengerikan, melalui laut yang


tenang dan damai ini. Para Yeerk benar-benar cerdik dalam memilih
induk semang untuk mengendalikan samudra ini. Ke mana pun aku
melihat, tidak ada gigi taring maupun rahang penghancur. Marco
benar: di sini ada pemangsa. Dan pemangsa itu adalah kami. Lalu...

“Hei, bukankah itu makhluk Leeran?” tanya Pangeran Jake. “Di


bawah sana, di sebelah kiri.”

Aku berpaling. Ya, mereka terlihat seperti Leeran yang mengawal


Visser One waktu itu.

Tubuh mereka hampir seluruhnya berwarna kuning. Kulit mereka


mengilap, seolah dilapisi lendir, namun permukaannya benjol-benjol
seperti kerikil. Mereka memiliki kaki besar berselaput. Lengan
mereka berupa empat tentakel atau lengan gurita yang tersebar merata
mengelilingi tubuh mereka yang seperti gentong.

Kepala mereka cukup besar, dengan punuk pada tengkuk mereka.


Kepalanya terletak begitu saja di atas bahu mereka, tanpa disambung
oleh leher. Wajahnya maju ke depan dan hanya terdiri atas dua
bagian. Mulut yang besar dan lebar. Mata hijau yang besar dan
menonjol, yang seolah-olah disinari dari dalam.

Mereka berempat, sedang mengendarai roket bawah air.

110 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Roket tersebut berupa silinder berbentuk langsing panjang, melebar di
bagian depan untuk membentuk sayap, dan di bagian belakang untuk
menjaga keseimbangan. Tersusun pada sayap belakangnya tabung-
tabung kecil yang terbuka di bagian depan.

Mereka telah melihat kami dan kini meluncur ke arah kami.

“Barangkali mereka sedang bertanya-tanya makhluk apakah kita ini,”


kata Cassie waspada. “Mereka belum pernah melihat hiu.”

“Mereka pihak yang benar, kan?” kata Marco. “Maksudku, merekalah


spesies yang ingin diselamatkan semua pihak dari cengkeraman
Yeerk.”

“Ya. Mungkin kita memang harus bicara dengan mereka. Mereka


dapat mengantar kita ke kota Leeran terdekat.”

“Yuk, kita bicara,” kata Pangeran Jake.

“Leeran!” panggilku. “Leeran! Aku adalah Andalite dalam wujud


morf.”

Wuusss!!

Sebilah lembing meluncur di air hanya sedikit lebih pelan daripada


peluru buatan manusia. Aku mengelak ke kiri. Terlambat! Lembing
itu menembus ekorku dan terus meluncur.

“Hei!” teriak Marco.

“Aku Andalite! Andalite!” seruku. “Teman kalian! Sekutu kalian!”

111 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Aximili-Esgarrouth-Isthill dan tiga manusia dari planet Bumi
bukanlah sekutu kami,” sebuah bahasa-pikiran terdengar. Ia tertawa.
“Kalian tak dapat menyembunyikan apa pun dari otak Leeran ini.”

Dan tiba-tiba air bergolak oleh selusin lembing yang diluncurkan dari
sayap belakang roket.

Wuss! Wuss! Wuss!

Kali ini kami telah siap. Tapi masih kurang gesit. Sebatang lembing
mengenai sisiku dan tertancap di sana. Pangeran Jake berhasil
mengelak, tetapi sirip Cassie terus-menerus tertembus lembing.
Marco terkena dua kali. Darah hiu menggelegak di perairan ini.

Para Pengendali-Leeran tertawa. “Mampus kau, Andalite! Matilah,


kalian manusia! Kami akan membawa mayat kalian kepada Visser
Four!”

“Wah, perang ini hebat banget! Kau tak bisa memastikan siapa di
pihak siapa,” seru Marco. “Perang apa ini, Vietnam?”

Tiga dari kami terluka. Tapi tak ada yang mati. Lembing-lembing
tersebut memang cepat, tapi sangat tipis. Pasti sangat fatal bagi
Leeran atau makhluk mana pun di samudra yang penuh damai ini.

Tapi kami hanya-terluka. Tidak sampai cacat.

“Kayaknya kami belum mati,” kataku kepada para Pengendali-


Leeran.

Mereka melotot dengan mata mereka yang besar.

112 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Tapi... tapi lembing haru-chin ini begitu mematikan!” salah satu
Leeran berujar. Ia terdengar seperti anak kecil lagi ngambek.

“Ah, enggak tuh. Mungkin di sini memang mematikan,” kata


Pangeran Jake. “Tapi kami berasal dari lingkungan yang lebih keras.”

“Menurutmu bener nggak kata orang tentang rasa kodok?” tanya


Marco. “Ada yang bilang rasanya kayak ayam.”

113 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 22

KAMI meluncur menuju para Pengendali-Leeran. Hiu sangat gesit


dalam renang jarak pendek. Terlalu gesit bagi Yeerk yang terkejut,
hingga mereka tak sempat bereaksi.

Mereka mencoba membalik arah roket. Mereka masih berusaha ketika


diserbu empat orang nekat dalam wujud hiu.

Kaum Andalite paham tentang pertandingan ekor. Tapi, ada hal yang
sangat pribadi dalam perkelahian dengan mulut. Kau harus berada
dekat sekali. Kau harus membaui dan merasakan dan menyentuh
musuhmu.

Kami menyerang dengan rahang terbuka. Kami menyerang, dan


segera para Pengendali-Leeran itu meninggalkan roket-air dan
mencoba kabur.

Mereka menyentakkan kaki belakang mereka yang besar, namun


mereka terlalu lamban. Dengan menggunakan kemampuan membaca
pikiran, mereka dapat merasakan amarah kami. Pastilah sangat
mengerikan bagi mereka.

Aku tak peduli.

Tapi kemudian... aku terguncang. Aku mendapat penglihatan


supranatural yang sangat kuat. Penglihatan tentang sesosok makhuk
yang sedang menjerit dalam keputusasaan, kesakitan, dan hampir tak
punya harapan.

114 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Salah satu Leeran berhasil meloloskan permintaan tolong ini. Yeerk
dalam kepalanya sedang sibuk mencoba menyelamatkan diri, dan
Leeran yang asli mengambil kesempatan untuk mengirimkan
penglihatan itu ke otakku.

Gambaran yang muncul dalam kepalaku begitu menyeramkan dan


menjijikkan. Tapi aku tahu itu benar.

“Pangeran Jake! Gigit kepala mereka! Gigit punuk besar pada


tengkuk mereka!”

“Apa?” teriak Cassie. “Mereka sudah kalah. Aku tak mau membunuh
mereka.”

Aku menyambar Pengendali-Leeran terdekat. Yeerk dalam kepalanya


sadar apa yang sedang kulakukan, tapi ketika ia mencoba mengelak
aku menamparnya dengan ekorku, sehingga membuatnya pusing.

Kubuka mulutku, lalu kugigit punuk di belakang kepala mereka.

Tapi yang paling mengejutkan adalah melihat Yeerk itu sendiri. Ia


terenggut dari kepala Leeran. Yeerk itu menggeliat-geliat tak berdaya
dalam air laut yang asin.

“Yeerk-nya terletak pada belahan otak bagian belakang,” kataku.


“Gigit sampai putus!”

“Tapi itu akan membunuh Leeran-nya!” kata Cassie.

Tidak, terdengar suara aneh. Sebaliknya itu malah akan membebaskan


kami!

115 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Sekarang cuma kami berempat melawan tiga Leeran yang tersisa.
Terjadi pertarungan yang cepat namun brutal. Tiga Yeerk Iagi
terenggut dari kepala Leeran dan kini mereka meliuk-liuk, benar-
benar berada dalam lingkungan yang berbahaya dengan kadar garam
yang mematikan.

Terima kasih! kata Leeran itu. Ini bukan bahasa-pikiran yang biasa.
Ini jauh lebih dalam. Pikiran-pikiran, ide-ide, dan gambaran-
gambaran yang muncul dalam kepala kami yang kemudian kami
terjemahkan dalam kata-kata kami sendiri.

“Kalian butuh bantuan medis,” kata Cassie. “Mungkin aku bisa


demorf dan...”

Tidak perlu, kami akan baik-baik saja. Kami mampu menumbuhkan


kembali sebagian besar organ tubuh kami kalau putus. Memang butuh
waktu dan kami akan menjadi lemah, tapi ada gua-gua di sekitar sini
yang dapat kami gunakan untuk beristirahat dan bersembunyi. Terima
kasih! Terima kasih!

Aku telah mengalami banyak kejadian aneh. Tapi empat makhluk


asing berwarna kuning dengan separo kepala hilang, mengucapkan
terima kasih kepada kami, pastilah merupakan salah satu yang paling
aneh.

“Kami harus mencapai kota Leeran terdekat,” kata Pangeran Jake.


“Ke arah mana itu?”

Memang akan sangat sulit mencapainya.

116 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dalam beberapa bulan terakhir ini para Yeerk telah berhasil
menangkap banyak anggota bangsa kami dan menjadikan mereka
Pengendali. Banyak Pengendali di antara tempat ini dan Kota Cacing.
Kalian memang kuat, namun jika ada satu saja Pengendali-Leeran
yang dapat mendekati kalian, rahasia kalian akan terbongkar.

“Jadi bagaimana caranya agar kami bisa mencapainya?” tanya


Pangeran Jake.

“Gunakan morf Leeran,” kataku.

Ya! seru si Leeran. Ya, pakai wujud kami. Pakai roket-air kami.
Selama kalian berada cukup jauh dari Leeran lain, kalian akan aman
dari sensor pikiran.

Cassie berkata, “Kami enggan...”

Ya! salah satu Leeran menjawab sambil membaca pikirannya. Kalian


enggan mengambil DNA makhluk berakal budi. Kalian menghargai
kebebasan kami. Tapi kami mengizinkan kalian menggunakannya.
Kami telah membaca pikiran Aximili, sang Andalite. Kami tahu apa
yang ia curigai, dan kami tahu di antara kaum Andalite sekalipun
terdapat pengkhianat. Maka teman-temanku, gunakan DNA kami dan
bantulah perjuangan kami untuk merdeka dari kaum Yeerk.

Kami naik ke permukaan. Aku morf dari wujud hiuku. Begitu pula
para manusia. Kami mengapung-apung, naik-turun, sesuai irama
ombak Planet Leera. Matahari masih berada di horizon, baru saja
menampakkan diri untuk mengawali hari yang baru. Sinarnya

117 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menyebabkan air di sekitar kami berwarna kuning keemasan. Aku
mengulurkan tanganku dan menyentuh kulit Leeran yang kuning dan
berlendir.

Di mana samudra berpadu dengan cakrawala, Andalite, manusia, dan


Leeran bergabung untuk bersatu, Leeran yang kusadap berujar.
Masing-masing dengan kekurangannya, masing-masing dengan
kelebihannya.

Hal itu menyentuh perasaanku, walau seaneh apapun pemandangan


ini di mata makhluk lain. Manusia dan Andalite bergelimang air laut
di samping “kodok supranatural berwarna kuning”, menurut istilah
Marco. Tiga spesies dalam sebuah dunia yang telah jatuh ke tangan
Yeerk. Mungkin kami terlihat menggelikan bagi Yeerk mana pun
yang kebetulan melihat.

“Rekanku sesama Andalite pernah berkata bahwa kita lemah karena


kita tidak bersatu. Kita tidak berada di bawah satu komando,” kataku.
“Tapi bagiku penyatuan ini tidak terasa lemah.”

“Insan-insan merdeka yang bersatu padu untuk membela


kemerdekaan takkan pernah lemah.”

Marco-lah yang mengucapkannya. Mungkin kau dapat mengerti


mengapa aku menyukai manusia walaupun mereka memiliki
keanehan-keanehan. Dan aku mulai menyukai makhluk Leeran.

Kami melepas keempat Leeran itu pergi ke gua bawah air, guna
menyembuhkan luka-luka mereka.

118 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Dan kami mulai berubah bentuk menjadi wujud paling aneh yang
pernah kami miliki. Fisiknya memang aneh, tapi tidak seaneh
beberapa hewan Bumi yang pernah kutiru. Kaki berselaput yang kuat,
empat tentakel yang meliuk-liuk, dan kepala tanpa leher ini hampir
terasa normal dibandingkan dengan morf lalat atau kecoak.

Tapi indra baru inilah yang menakjubkan: indra pembaca pikiran.


Bukan berarti aku dapat membaca semua pikiran dalam otak Pangeran
Jake dan Cassie dan Marco. Tapi aku tahu cukup banyak rahasia
mereka sehingga aku jadi malu terhadap mereka. Dan tentu saja, juga
malu terhadap diriku sendiri. Sebab semua rahasiaku, segala
pendapatku, dan segenap kepura-puraanku, terbuka bagi mereka.

Aku dapat melihat jelas harapau Marco untuk mendapat berita tentang
ibunya, Visser One. Ia ingin tahu apakah ibunya berada di sini, di
planet ini, seandainya Visser One selamat dari pertemuan kami yang
terakhir.

Aku dapat merasakan beban tanggung jawab yang menindih Pangeran


Jake. Caranya menganalisis berbagai hal dalam pikirannya,
memikirkannya berulang kali. Mencoba memahami apa yang telah
terjadi pada Tobias dan Rachel. Berusaha setengah mati mencari cara
untuk melindungi kami yang tersisa.

Dan aku dapat merasakan pikiran Cassie selagi ia menangisi Rachel


dan Tobias. Selagi ia bertanya-tanya apakah kami sedang melakukan
hal yang benar dengan menggunakan morf makhluk berakal budi.

119 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Selagi ia bergumul dengan perasaan hampa yang muncul sehabis tiap
pertempuran.

“Yah,” kata Marco, jelas terganggu oleh hal ini. “Aku cuma mau
bilang bahwa pikiran apa pun yang kalian baca, itu cuma dibuat-buat.
Bukan pikiran yang asli.”

“Yang dalam otakku juga begitu,” sambung Pangeran Jake cepat.


“Seratus persen dibuat-buat.”

“Hei,” ujar Cassie, “ini cuma morf, ya, kan? Kita sering sulit
mengendalikan pikiran morf yang baru. Tapi kita selalu mampu
mengatasinya. Jadi mungkin saja...”

“Mungkin saja karena ini cuma morf, kita mampu menutup naluri
ini!” kata Marco paham.

Lalu, satu demi satu kurasakan pikiran mereka menutup. Dan aku pun
menutup pikiranku sendiri.

Tiba-tiba aku merasakan kesepian yang amat sangat ketika kami


menaiki roket-air tersebut dan meluncur dalam laut yang penuh
kehidupan ini. Benar-benar kesepian.

Tapi menurutku semua spesies akan merasa lebih nyaman kalau hak
privasi mereka dihargai. Dan bagi manusia, dan Andalite, rahasia dan
dusta dan perasaan sendirian merupakan hal yang alami.

120 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 23

KAMI melewati barisan Pengendali-Leeran yang ditempatkan dalam


jarak cukup jauh satu sama lain. Mereka mengawal garis perbatasan
Kota Cacing. Tak ada yang menghampiri kami. Kami sedang
mengendarai roket-air ciptaan Yeerk, dan kami tetap menjaga jarak
sehingga tak ada yang mampu membaca pikiran kami.

Kota Leeran itu menjulang dari dasar laut seperti menara. Besar garis
tengahnya di bagian dasar sekitar seratus lima puluh meter.
Bentuknya yang kerucut membuat garis tengahnya semakin kecil,
menjadi sepuluh meter di bagian puncak. Puncaknya hampir
menyentuh permukaan air, sampai pada batas antara air dan udara. Di
puncaknya terdapat baling-baling yang mengisap air dan
mengeluarkan zat-zat buangan dari seluruh pelosok kota.

Kota itu sendiri melanggar semua hukum fisika, setidaknya sejauh


pengetahuan Andalite dan manusia. Kami biasa bergerak dalam dua
dimensi, kiri-kanan, atau maju-mundur. Tapi di dalam air, naik-turun
sama saja seperti kiri-kanan.

“Ini kelihatan seperti corong es krim raksasa, yang penuh lubang di


mana-mana,” kata Cassie. “Lihat! Di mana-mana ada pintu. Atau
jendela.”

Warna utamanya adalah merah jambu. Tapi terdapat juga warna biru
dan hijau dan ungu, dalam sapuan-sapuan warna yang tak beraturan.

121 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Di mana-mana terdapat lubang. Makhluk-makhluk Leeran melintas
keluar-masuk lubang dan mengelilingi menara, tiga puluh meter di
atas kami, enam meter di bawah kami, di mana-mana.

Dan bagai topan tornado dalam gerak lambat, cacing-cacing biru yang
panjang itu berenang-renang mengelilingi Kota Cacing.

Mereka membentuk lingkaran-lingkaran yang menyeramkan bagai


kabut di puncak gunung.

Bahkan sebagai pendatang, kami dapat merasakan adanya suasana


tegang. Ada senjata-senjata yang mencuat dari sejumlah besar
jendela. Dan diparkir pada dasar menara, dua kendaraan yang pernah
kulihat hanya dalam foto: kapal selam Andalite.

“Apakah mereka orang baik atau orang jahat?” tanya Pangeran Jake,
sambil menatap kapal-kapal selam itu.

“Atau campuran dari keduanya?” tanya Marco hambar.

“Itu kendaraan Andalite,” kataku.

“Ayo, kita temui mereka,” kata Pangeran Jake.

Kami berenang ke arah kapal-kapal selam itu. Sementara kami


mendekat, kami melihat sejenis terowongan transparan telah dibangun
antara kapal selam dengan kota itu,

Pejuang-pejuang Andalite bergegas-gegas melewati terowongan itu


untuk melakukan tugasnya, ekor mereka terangkat dan siap
bertempur.

122 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kami turun, menyerap udara dari molekul-molekul air dengan kulit
Leeran kami. Kami terus turun, menunggu serangan yang dapat pecah
setiap saat. Tapi kami terus melewati puluhan Leeran yang tidak
berbuat apa-apa untuk menghentikan kami.

“Indra pembaca pikiran,” kata Cassie. “Mereka tahu siapa kita dan
mengapa kita ada di sini.”

“Jadi mereka juga tahu siapa yang kita cari,” kata Pangeran Jake.

Dan anehnya, muncul jawaban atas dugaan kami itu. Ada sejenis
penglihatan yang mengisi pikiranku: sejenis panah yang menunjukkan
lubang mana yang harus kami masuki.

“Ooooke,” kata Marco. “Kurasa kita ikuti saja jalur itu.”

Kami memasuki kota itu melalui salah satu jendela. Aku tak tahu apa
yang ingin kutemukan di dalam, tapi yang pasti bukan yang kulihat
berikutnya. Menara itu ternyata cuma kerak pelindung. Di dalamnya
ada tujuh atau delapan, atau mungkin lebih, gelembung-gelembung
transparan raksasa yang mengambang. Dalam masing-masing
gelembung ada tingkat-tingkat sebanyak dua belas lantai atau lebih.
Terdapat lubang pintu masuk pada bagian dasar gelembung-
gelembung itu. Beberapa terisi air. Yang lainnya berisi udara. Yang
lainnya lagi berisi campuran air dan udara, berbeda pada masing-
masing tingkat. Semuanya berisi makhluk Leeran yang sedang
bekerja, tidur, atau berekreasi. Dan salah satu gelembung, yang
sebagian besar berisi udara, memiliki dua lusin Andalite pada satu
lantai.
123 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kami memasuki gelembung itu dari bawah dan akhirnya muncul di
permukaan air. Kami naik ke lantai. Dua prajurit Andalite sedang
menunggu.

“Demorf!” salah satunya membentak. “Para Leeran telah


memberitahu siapa kalian. Komandan Galuit sudah menunggu.”

“Jadi, kerendahan hati memang bukan sikap bangsa Andalite, ya?”


tanya Marco.

Kami kembali ke wujud semula. Benar-benar lega bisa menjadi


Andalite lagi. Tapi aku khawatir. Tegang. Aku telah bersumpah pada
Pangeran Jake bahwa hanya dialah yang boleh memutuskan perintah
siapa yang harus kuturuti. Waktu itu terasa gampang sekali
mengucapkannya. Namun kini kami akan menghadap Galuit!
Bayangan diriku menolak perintahnya... membuatku sesak napas.

Kami bergegas masuk ke ruangan tempat Galuit berada. Hanya saja ia


tidak sedang menunggu. Ia bergegas maju menyambut kami. la
dilindungi tiga pengawal Andalite bertubuh kekar, dan ditemani
ajudannya, makhluk Andalite yang telah kehilangan satu mata tanduk
dan rusak sebelah wajahnya akibat perang.

“Aristh Aximili,” Galuit berkata padaku tanpa merasa perlu


memperkenalkan dirinya.

“Ya, Sir, saya...”

“Tak ada waktu,” katanya sambil mengibaskan tangan. “Aku anggota


dewan kehormatan, maka aku tahu segala sesuatu tentang

124 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
keberadaanmu di Bumi. Juga kakakmu Elfangor. Aku kecewa
terhadap Elfangor. Walaupun begitu, demi galaksi, kakakmu benar-
benar pejuang hebat! Aku tak tahu bagaimana kau bisa berada di sini
bersama teman-teman manusiamu, tapi ini sebuah nasib mujur! Kami
membutuhkanmu.”

Aku hampir pingsan mendengar ucapannya. Pertama-tama, karena


Galuit telah mengetahui siapa diriku. Seolah-olah aku anak manusia
yang duduk di rumah di samping telepon, dan tiba-tiba telepon itu
berdering dan kudapati diriku berbicara dengan pemimpin Angkatan
Bersenjata.

Kedua, karena Galuit membutuhkan aku. Aku? Nggak salah nih?

“Sir, izinkan saya memperkenalkan manusia yang bernama Jake ini.”

“Sudah kukatakan aku membutuhkanmu. Sekarang perhatikan dan


dengarkan perin...”

“Sir, ini Jake. Pangeranku.”

Kata-kata ini membuatnya beku. Para penjaga semua memandang


Pangeran Jake dengan ragu. Lalu memandangku. Kemudian menatap
Cassie dan Marco seolah-olah keduanya bisa memberi penjelasan.

“Semua pejuang harus memiliki pangeran, dan semua pangeran harus


mengabdi pada rakyat,” kataku.

Galuit terlihat ingin menyabetkan ekornya kepadaku. Tapi kemudian


ia mengangguk.

125 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Benar, Aristh. Tak seorang pun bisa menjadi penguasa atas dirinya
sendiri. Kita semua harus saling melayani.”

Galuit berpaling untuk bicara dengan Pangeran Jake.

“Aku butuh kalian untuk menyelamatkan planet ini dari serbuan


Yeerk. Maukah kau...”

“Ya,” kata Pangeran Jake.

“Kau setuju tanpa tahu apa yang kuminta darimu?”

“Akankah itu menyelamatkan Leeran? Akankah itu mempertahankan


kemerdekaan mereka? Dan yang paling penting, akankah itu
merugikan pasukan Yeerk?”

“Jawabannya ya untuk ketiga pertanyaan itu. Khususnya yang


terakhir. Jika kita bisa menyelamatkan Leera, itu akan menjadi
pukulan balik yang telak bagi Yeerk.”

“Kalau begitu kami akan melakukannya.”

Galuit terlihat heran. Bahkan mungkin terkesan. Dalam bahasa-


pikiran pribadi ia berbisik kepadaku, “Aku pernah melihat pangeran-
pangeran yang lebih parah daripada ini.”

126 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 24

GALUIT menjelaskan apa yang harus kami lakukan, lengkap dengan


alasannya.

Memang persis seperti yang kuduga. Alasan mengapa kami telah


meninggalkan daratan dan masuk ke dalam laut. Alasan mengapa aku
tidak boleh tertangkap oleh Yeerk: itu adalah jebakan.

Jebakan bagi Yeerk.

“Kami yakin Yeerk akan menjalankan pertempuran di darat,” kata


Galuit. “Dan kami yakin mereka akan dapat mengalahkan kami. Maka
kami membuat rencana cadangan. Kami telah menanam banyak bom
kuantum di seluruh benua. Rencana kami adalah menunggu semua
pasukan Yeerk di orbit mendarat di atas benua, lalu meledakkan bom-
bom tersebut.”

Aku mengangguk. “Ya, saya sudah menduganya.”

Pangeran Jake melirikku, lalu mengangkat sebelah alisnya. Itu bukan


ekspresi kemarahan, sejauh pengetahuanku. Tapi pandangan
menyalahkan. Kami telah masuk ke dalam salah satu kapal selam dan
sedang melaju dengan kecepatan maksimal ke pantai selatan benua.

“Bangsa Leeran tidak memerlukan lagi benua itu. Mereka sudah


cukup puas dengan kota-kota bawah laut mereka,” kata Galuit. “Tapi
ada sedikit masalah dalam pengaktifan bom-bom tersebut. Pasukan
kita sudah menarik diri terlalu cepat. Dengan awak Ascalin

127 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
seharusnya dapat bertahan lebih lama lagi. Merekalah yang harus
mengaktifkan bom tersebut. Ternyata tombol untuk mengaktifkannya
tak pernah ditekan. Kami sudah berjam-jam mengirimkan sinyal radio
untuk mengaktifkannya. Tapi sudah lewat waktunya dan tak terjadi
apa-apa. Dan sebentar lagi Yeerk akan dapat menangkap frekuensi itu
dan mengetahui rencana kami. Maka tombol itu harus ditekan
sekarang, atau tidak sama sekali.”

Aku ragu sesaat. Haruskah aku memberitahu Galuit alasan mengapa


pasukan kami cepat mengundurkan diri? Aku menarik napas panjang.
“Sir, awak Ascalin tidak pernah ikut. dalam pertempuran.”

Galuit memutar mata tanduknya, menatapku. “Apa?”

“Kapten Samilin adalah... pengkhianat,” kataku. “Dia menyabot


pesawat agar mendarat di belakang garis pertahanan Yeerk. Dia
dibunuh oleh Perwira Taktik Harelin. Setelah jelas Ascalin tak dapat
lolos, Perwira Taktik Harelin memutuskan untuk menembakkan
semua senjata ke arah Yeerk. Gelombang kejutnya meledakkan
pesawat. Tak ada yang selamat. Kecuali kami dan dua teman kami
yang telah menghilang.” Aku melihat Galuit mengerut. Tiba-tiba ia
terlihat sangat tua. Sangat lemah.

“Mengapa harus kami?” tanya Marco. “Mengapa Anda membutuhkan


kami untuk pergi dan menyalakan tombol itu?”

“Kaum Andalite hanya tinggal sedikit di planet ini. Dan tak satu pun
yang memiliki morf sebanyak kalian,” jelas Galuit. “Semua pejuang
Andalite punya kemampuan morf. Tapi baru sedikit yang telah
128 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
menyadap DNA makhluk lain. Dan mereka biasanya berasal dari
kalangan ilmuwan, atau mata-mata. Tapi kalian berempat mungkin
mampu menembus pertahanan Yeerk.”

Tiba-tiba ia terlihat bingung. Matanya bergerak ke kiri dan ke kanan.


“Aku yakin jumlahnya empat. Di mana yang satu lagi?”

Seolah-olah sebatang tombak menusuk jantungku. Pangeran Jake


masih ada. Begitu juga Cassie. Tapi Marco...

“Marco!” teriak Pangeran Jake.

“Marco! Marco!”

“Kami lenyap satu demi satu!” kataku.

Galuit menyerukan pengumuman yang dapat terdengar di seluruh


kapal. “Perwira ilmiah, buat laporan. Sekarang!”

“Mustahil!” jerit Cassie, matanya berkaca-kaca. “Apa yang sedang


terjadi? Satu demi satu kami menghilang.”

Rasa dingin merayapi punggungku. Aku kasihan terhadap Marco dan


yang lainnya. Benar-benar kasihan. Tapi kini aku takut. Tak perlu
analisis dalam-dalam untuk menyadari akhirnya kami semua akan
lenyap. Memang menegangkan kalau kita sedang menghadapi musuh.
Tapi lebih tegang lagi kalau kita menunggu tanpa daya munculnya
sejenis kekuatan tak kasat mata untuk... menghapus diri kita begitu
saja.

Kapal selam ini meluncur melalui samudra Planet Leera yang jernih.
Tapi tak ada waktu untuk menikmati pemandangan. Pangeran Jake,
129 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Cassie, dan aku dikerumuni makhluk-makhluk Andalite. Kami
diperiksa silang oleh sang ilmuwan kapal. Di sela-sela pertanyaannya,
kami juga ditanyai oleh Galuit dan perwira mata-mata.

Benar-benar menyiksa. Tapi setidaknya itu mengalihkan pikiranku


dari penantian yang mengerikan..: menanti salah satu dari kami
lenyap.

“Berapa lama kalian ada di Zero-space?”

“Apa kau yakin Kapten Samilin sadar pesawatnya sedang menuju


garis pertahanan Yeerk?”

“Berapa massa makhluk yang kautiru di Bumi sebelum terseret ke


Zero-space?”

“Apakah Kapten Samilin terlihat sakit hati, atau stres?”

Dan akhirnya, setelah satu jam, Galuit menghentikannya. “Cukup!


Samilin adalah pengkhianat. Kita harus terima kenyataan itu.” Ia
menoleh kepada perwira ilmiah. “Dan kau telah menanyakan

pertanyaan-pertanyaan yang sama berulang-ulang. Berikan


asumsimu.”

“Sir, saya tak punya cukup data untuk...” ilmuwan itu berkata.

“Berikan saja dugaanmu yang terbaik!” tuntut Galuit.

“Me... menurutku manusia-manusia dan aristh ini masih terjebak


dalam medan efek gelombang bolak-balik. Medan itu menarik mereka
kembali ke Zero-space. Bahkan menarik mereka sampai ke Bumi.

130 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Tapi dugaan saya adalah: apa yang terjadi ini merupakan sejenis efek
elastis. Mereka terentang melalui Zero-space dan kembali ke angkasa
normal dekat Planet Leera, tapi sejumlah kecil massa tubuh mereka
masih ada di Bumi. Tubuh tersebut mungkin berfungsi sebagai
jangkar.”

“Kami berada di semacam karet gelang Zero-space raksasa?” tanya


Pangeran Jake. “Selama ini terentang jauh, dan sekarang mulai
menjeblak kembali?”

“Ya,” kata si perwira ilmiah, setelah aku menjelaskan apa yang


dimaksud dengan karet gelang.

“Mungkin langsung ke Bumi, yang artinya Rachel dan Tobias dan


Marco masih hidup,” kata Cassie. “Atau hanya ke Zero-space. Yang
artinya...”

“Dari data yang kauberikan padaku, efek ini terjadi makin lama makin
cepat,” kata ilmuwan itu. “Kalian akan lenyap, satu demi satu, makin
lama makin cepat. Seperti teman-teman kalian, kalian semua akan
lenyap.”

Galuit berkata, “Dalann situasi seperti ini, aku tak dapat meminta
kalian menjalankan misi ini.”

Pangeran Jake mengangkat bahu. “Dalam situasi seperti ini, kayaknya


tidak ada ruginya kalau kami tetap melakukannya.”

131 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 25

KAMI sedang diberi pengarahan oleh salah satu anak buah Galuit.

“Unit pengaktifan sentral tersembunyi dengan baik. Terdapat di dalam


apa yang disebut para Leeran sebagai “lubang terang”. Di Planet
Leera ini, kegiatan gunung berapi di masa lampau telah menciptakan
banyak gelembung-gelembung besar yang terdapat di lapisan batu di
bawah permukaan tanah. Karena lapisan batu tersebut mengandung
banyak mineral fosfor dan makhluk hidup, maka di dalam lubang-
lubang ini ada cahaya, dan karena itu juga ada kehidupan.”

“Kehidupan dalam bentuk apa?” tanya Cassie. Bahkan pada saat


genting ini, ia masih tertarik pada makhluk hidup.

“Hanya tumbuh-tumbuhan, selain serangga dan hewan bersel satu.


“Lubang terang” yang satu ini hanya bisa dicapai dengan dua cara:
Dari permukaan dengan menggali lapisan batu ke bawah sedalam
beberapa meter. Atau bergerak di bawah air, menyusuri sungai,
masuk ke dalam gua bawah air, melalui terowongan yang tanpa
cahaya sama sekali, dan akhirnya muncul di “lubang terang”.”

Pangeran Jake menarik napas panjang. Cassie menarik napas panjang.


Aku menarik napas panjang. Kami bertiga saling pandang.

Galuit berkata, “Itu belum semuanya. Sungai itu mungkin dijaga oleh
Pengendali-Leeran. Gua itu dihuni sejenis ular yang menggunakan
pelokasian gema untuk mematuk apa pun yang masuk. Ular-ular ini

132 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
bergelantungan pada langit-langit dan dinding gua. Tapi begitu kalian
mencapai “lubang terang”, kalian akan aman. Kecuali, tentu saja, bila
para Yeerk telah menemukannya.”

“Apa belum terlambat untuk berubah pikiran?” tanya Pangeran Jake.


Galuit terlihat prihatin.

“Itu sejenis humor,” sahutku cepat. “Humor manusia kadang


mencakup kepura-puraan untuk menginginkan sesuatu yang tidak
benar-benar diinginkan.”

“Apa yang membuatmu yakin aku cuma pura-pura?” gumam


Pangeran Jake.

“Humor lagi,” jelasku pada Galuit.

Kapal selam itu membawa kami ke mulut sungai. Sejauh itulah yang
dapat kami capai tanpa terlihat musuh.

“Aku tahu samudra di sini berair asin, seperti di Bumi,” kata Cassie.
“Tapi bagaimana dengan sungainya?”

“Sungainya memiliki kadar garam lebih rendah,” perwira itu berkata.

Cassie menggelengkan kepala. “Hiu martil adalah ikan air asin. Aku
tak tahu bagaimana daya tahan mereka dalam air tawar. Benar-benar
tidak tahu. Tapi itu morf terbaik saat ini untuk bergerak cepat dan
bertempur.”

“Semoga berhasil,” kata Galuit. “Kemerdekaan planet ini terletak


pada ekor kalian. Atau... atau apa pun milik manusia yang bisa
disepadankan dengan ekor.”
133 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Bahu,” sahut Cassie.

“Asal tak ada paksaan saja,” tambah Pangeran Jake.

“Itu tadi humor manusia?” tanya Galuit.

“Dengan sedikit nuansa takut,” ujar Pangeran Jake. Tapi lalu ia


tertawa.

Lima menit kemudian, kami berada di sungai, berenang melawan


arus, sirip punggung kami membelah permukaan air.

“Wah, ini bakalan asyik,” kata Pangeran Jake muram.

“Aku mencium bau Leeran,” kataku. “Di depan kita. Aku masih ingat
baunya.”

“Yap,” Cassie sependapat. “Leeran baik atau Leeran jahat? Itu yang
jadi pertanyaan.”

Kami bergegas maju. Melalui air yang agak keruh itu, kami dapat
melihat mereka. Dua amfibi kuning yang memiliki lengan gurita.

Amfibi dengan indra keenam.

Segera setelah kami berada dalam jangkauan sensor psikis mereka,


para Leeran tersebut sadar siapa kami. Mereka berbalik dan berenang
menjauh seakan nyawa mereka tergantung pada tindakan itu.

“Kejar!” seru Pangeran Jake.

Mereka menuju tepi sungai. Mencoba keluar dari air, keluar dari
jangkauan kami. Mereka tidak memiliki roket-air, hanya berenang
dengan menggunakan tubuh alami mereka.
134 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kami lebih gesit, tapi tepi sungai sudah dekat, sudah makin dekat!
Airnya jadi dangkal. Tak lebih dari dua meter dalamnya. Satu meter!
Para Leeran itu menendang-nendang lumpur, mengaburkan
penglihatan kami, tapi kini indra hiuku dapat merasakan medan listrik
makhluk itu.

Dalam keadaan buta, aku menyeret perutku di atas lumpur, lalu


menyerang.

Rahangku mengatup. Aku menjepit dan menguncinya dan bergumul


untuk menarik makhluk itu kembali masuk ke air.

Tapi kemudian, melalui permukaan sungai yang bergejolak, terlihat


sosok Hork-Bajir yang besar. Dua, eh, empat Hork-Bajir! Mereka
menjejak masuk ke air. Aku mundur. Aku mencoba berbalik
sementara si Leeran terus melawanku.

Lalu aku mendengar seruan si Leeran kepada si Hork-Bajir. Ada bom!


Seluruh benua ini akan meledak. Ada tombol utamanya. “Lubang
terang!” Tombolnya terletak di...

Aku menggigit lebih keras lagi. Rasa sakit itu menghentikan


ucapannya. Sebilah mata pisau Hork-Bajir menembus air. Melukai
tubuhku, tapi tidak dalam.

Aku melepaskan si Leeran, menyentak kepalaku ke kanan, lalu


menggigit kaki Hork-Bajir terdekat dengan sekuat tenaga. Aku
mendengar raungan kesakitan. Si Leeran berjuang melarikan diri.
Masih setengah buta, aku menyambarnya.

135 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Si Hork-Bajir telah mundur. Dan kini aku menyeret si Pengendali-
Leeran ke air yang dalam.

“Jangan!” Yeerk di dalam kepalanya berteriak.

“Oh, ya,” kataku. Aku menyelinap ke belakangnya dan menggigit


punuk di belakang kepalanya sampai putus. Yeerk-nya keluar.

“Apa kau baik-baik saja, Leeran saudaraku?” tanyaku.

Sejak saat ini. Terima kasih, sahabat Andalite-ku! Cepat! Cepat! Para
Yeerk menyadari tujuan kalian sekarang! Cepat!

Aku kembali berenang menuju hulu sungai. Cassie dan Jake


bergabung denganku. Mereka punya pertempuran sendiri-sendiri di
dalam air yang dangkal dan berlumpur itu.

“Berapa lama lagi para Yeerk akan dapat menemukan “lubang terang”
itu?” tanya Pangeran Jake.

“Dengan memakai sensor pesawat mereka di orbit, mereka bisa


membuat peta gua-gua bawah tanah di benua ini lima menit lagi.
Berapa waktu yang dibutuhkan untuk menemukan “lubang terang”
yang tepat? Entahlah. Kita harus bergegas. Nasib planet ini
bergantung pada kita.”

136 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 26

“ITU dia! Apakah itu pintu masuk gua bawah air-nya?” seru Cassie.

“Kayaknya begitu. Lokasinya sudah tepat. Tapi mungkin saja ada


banyak gua seperti itu di sekitar sini.”

“Jangan banyak pikir, tak ada waktu untuk itu,” kata Pangeran Jake.

Kami menyelam ke arah mulut gua itu. Dasar sungai naik perlahan-
lahan dan kami berenang dalam kegelapan, ketakutan, dan
ketergesaan. Tiba-tiba aku merasakan moncongku menembus
permukaan air. Ada udara!

“Sepertinya kita sudah sampai,” kata Pangeran Jake. “Demorf!


Cassie, apa usulmu? Morf kelelawar?”

Tak ada jawaban.

“Cassie! Cassie!” panggil Pangeran Jake.

“Efek pantul itu. Dia telah pergi. Kembali ke Bumi, atau...”

“Makin lama makin cepat,” kata Pangeran Jake. “Makin sedikit waktu
antara tiap pemindahan. Tinggal kita berdua. Kita bisa lenyap
sebelum mencapai tombol itu.” Suaranya mewakili perasaanku.
Seolah-olah ia tak dapat bernapas. Seolah-olah ia tak dapat
menghentikan jantungnya yang berdebar-debar.

“Demorf. Tak ada yang dapat kita lakukan sekarang kecuali bergegas
dan mencoba menyelesaikan tugas ini!” perintah Pangeran Jake.

137 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ya, Pangeran Jake,” sahutku.

“Kau tahu, Ax, sekarang cuma tinggal kita berdua. Kita sebaiknya
membuang segala hal yang berhubungan dengan sebutan “pangeran”
ini.” Ia berhenti sebentar, lalu menyambung, “Panggil saja aku “Jake
yang dulu disebut pangeran”.”

“Apakah itu humor?”

“Yeah. Lelucon. Tidak begitu bagus sih, tapi kan Marco tidak ada di
sini, jadi menurutku...”

Tepat pada saat itu ia berubah menjadi hampir sepenuhnya manusia


dan kehilangan kemampuan bahasa-pikirannya. Aku muncul di
permukaan sebagai Andalite, berdiri dalam gua yang dingin dan
benar-benar gelap, dengan arus air di sekeliling kakiku.

“Kelelawar,” kata Pangeran Jake. Suara-mulutnya agak bergema.

Aku memusatkan pikiran pada bentuk kelelawar. Aku merasakan


tubuhku menyusut, walau tak ada benda yang dapat dilihat untuk
dijadikan perbandingan. Tapi aku nyaris merasakan embusan angin
yang naik sementara aku menciut dari tinggi badanku yang asli
menjadi tinggi kelelawar yang hanya beberapa belas senti saja.

“Hanya tinggal kau dan aku sekarang, Ax.”

“Ya.”

“Jika salah satu dari kita terhalang, dengan alasan apa pun, yang
lainnya harus terus melanjutkan misi ini. Paham?”

138 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kami menembakkan rentetan suara itu dan melihat gambaran gua
yang samar-samar, yang membentang ke segala arah, jauh lebih luas
daripada yang dapat dipantulkan suara ultrasonik kami. Kami
membentangkan sayap, mengepakkannya, dan bergegas maju dalam
kecepatan maksimal. “Jangan lupa masih ada ular,” kataku.

“Uh. Uh, uh, uh,” kata Pangeran Jake dengan agak gemetar.

“Ya,” aku setuju.

Kami terbang seolah-olah nyawa kami tergantung pada kecepatan


sayap kami. Melewati bebatuan yang menonjol dan stalaktit-stalaktit,
membelok pada setiap tikungan ke samping, naik pada tiap tikungan
ke atas, dan turun pada setiap tikungan ke bawah. Semuanya
mengurangi ketajaman garis pada bayangan di otak kami. Bayangan
yang digambar oleh gema suara. Belok satu tikungan tajam lagi, dan
tiba-tiba... Berondongan suara! Hiruk-pikuk cicitan ultrasonik dan
gemanya.

“Ular-ular itu!” jeritku. Gema suara kami menggambarkan mereka


dalam garis-garis yang meliuk-liuk, yang menggantung dari langit-
langit gua yang rendah, dan menjangkau ke samping dari tembok gua.
Jumlahnya ribuan! Jutaan! Semuanya menembakkan suara ultrasonik,
mengacaukan dan mengaburkan gema suara kami.

Tiba-tiba, karena kekacauan tersebut, gambaran dalam kepala kami


menjadi bergeser-geser. Garis-garis menjadi tidak rata. Garis-garis
tepi sebuah benda menjadi meliuk-liuk tak jelas.

139 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Pangeran Jake.

“Kalau Rachel ada di sini, dia akan bilang: Kita teruskan saja!”

Benar-benar mimpi buruk! Ular-ular maut memenuhi semua tempat.


Meski bingung dan kehilangan arah, kami tetap maju, mengepakkan
sayap yang makin tercabik-cabik setiap kali seekor ular menggigitnya.

Aku kehilangan kemampuan bereaksi. Kehilangan kecepatan. Aku


bahkan telah kehilangan penglihatan. Aku kehilangan Pangeran Jake.
Aku tak dapat lagi membedakan antara atas dan bawah. Aku berputar-
putar, mengepak-ngepak sekuat tenaga, takut dan kebingungan.
Tersesat! Tersesat dalam kegelapan yang menggeliat-geliut.

Lalu, wusss! Aku terlepas dari ular-ular tersebut. Dinding terowongan


itu telah melebar. Langit-langit terowongan yang rendah sudah tidak
ada. Dan cahayanya! Cahaya yang menyegarkan mata bersinar di
sekelilingku.

Aku berada dalam “lubang terang”.

Aku melayang naik dengan sayap robek-robek. Naik menuju udara


yang lembap. Di mana-mana terlihat bunga-bunga dan tumbuhan lain,
dengan warna-warna yang tak masuk akal, tumbuh subur dari dinding
lubang itu.

“Pangeran Jake! Jake!” panggilku.

Tapi tak ada jawaban.

Dan tiba-tiba saja, aku sendirian.

140 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 27

AKU mendarat pada seberkas jamur atau lumut atau apa pun yang
berwarna jingga manyala. Dan mulai demorf.

Beberapa menit kemudian aku sudah berdiri sendirian, sesosok


Andalite yang berada dalam dunia bawah tanah yang aneh.

“Lubang terang” itu panjangnya sekitar seratus lima puluh meter dan
lebarnya sekitar delapan puluh meter. Atapnya sekitar tiga puluh
meter di atas kepalaku. Ukurannya sangat besar untuk sebuah lubang
di bawah tanah. Tapi bagiku terasa kecil sekali.

Tak ada hujan yang pernah jatuh di sini. Tak ada matahari yang
pernah menyinari tempat ini. Satu-satunya cahaya berasal dari sinar
hijau yang dipancarkan dinding-dinding gua tersebut. Sinar yang tak
pernah bertambah terang maupun bertambah redup.

Tempat ini hidup, namun terasa mati. Sebuah keajaiban alam, tapi
juga merupakan tempat yang menyeramkan dan menghancurkan
harapan.

Di tengah-tengah tempat ini terdapat satu-satunya benda yang tidak


diciptakan oleh alam: silinder setinggi satu setengah meter dan
bergaris tengah tiga puluh sentimeter. Di sisinya terdapat panel
kontrol, dengan angka-angka yang bersinar kebiruan. Tepat berada di
tempat yang dikatakan Galuit, di tempat agen rahasia Andalite telah
meninggalkannya.

141 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku melihat berkeliling dengan waspada. Tapi aku tidak melihat
Hork-Bajir atau Taxxon atau Gedd. Hanya tumbuh-tumbuhan aneh
dalam tempat yang aneh.

Aku mengembuskan napas, mencoba melepaskan ketegangan. “Siapa


pun yang memilih tempat ini untuk menyembunyikan benda ini,
benar-benar telah menemukan tempat persembunyian yang baik,”
kataku.

Aku mulai melangkah ke arah tabung silinder itu. Tapi permukaan


tanahnya kasar dan bergelombang, dilapisi lumut dan jamur dan
bunga-bunga menyeramkan. Tak ada jalan setapak di sini.

Akhirnya aku terpaksa melangkah dengan hati-hati, hanya mampu


bergegas bila aku sudah yakin akan langkah berikutnya.

BOOOMMM!!!

Sebuah ledakan mengguncang tempat ini. Getarannya, terkungkung


dalam lubang ini, menyebabkan aku terguling dan tuli sesaat.

Muncul cahaya yang membutakan!

Batu-batu runtuh.

Sebuah lubang telah terbentuk di atas “lubang terang”. Matahari


Planet Leera menjatuhkan sinarnya berupa seberkas cahaya berbentuk
silinder.

Dan turun, turun melalui silinder cahaya tersebut, makhluk-makhluk


Hork-Bajir berjatuhan.

142 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Jatuhnya mereka ditahan oleh roket-roket kecil pada kaki dan ekor
mereka. Roket-roket itu menyala merah. Dua, tiga, lalu selusin Hork-
Bajir jatuh dalam gerak lambat sambil mengokang pistol Dracon
mereka. Mereka meneliti keadaan di sekeliling sambil meluncur
turun, mencari silinder itu. Dan mencariku.

Aku lari. Aku tak peduli apakah aku akan tersandung dan kakiku akan
patah. Aku berlari, melompat, jatuh, dan bangun kembali.

Ini lomba adu cepat antara para Hork-Bajir dan aku.

Tseeewww!

Zzzzaaaappp!

Sinar Dracon menyerangku, nyaris kena, dan menyebabkan sebatang


tanaman kol biru berubah menjadi asap, hanya beberapa belas senti
dariku!

Tiba-tiba, tanpa sengaja tanganku menyentuh logam yang dingin.


Kodenya! Berapa nomor kodenya?

Jemariku mengetikkan nomor kodenya.

Tssseeewww! Tseeewww!

“Het gafrash nur!” teriak si Hork-Bajir.

Tsseeewww!

“Aaaahhh!” aku merasakan luka bakar di punggungku, akibat


tembakan sinar Dracon.

143 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Kodenya! Nomor kodenya! Aku sudah meng-enter nomornya! Tapi
betulkah? Apakah aku masih ingat? Lalu...

“Sistem telah dihidupkan.” Suara bahasa-pikiran komputer terdengar.


“Peringatan. Sistem ini telah dihidupkan.”

Aku lemas, bersandar pada silinder itu. Galuit mengatakan begitu


mereka mendapat kepastian bahwa kami telah mengaktifkan sistem
tersebut, mereka akan menunggu setengah jam lagi agar kami berhasil
lolos.

Setengah jam itu terlalu lama. Para Yeerk akan mampu menjinakkan
bom ini dalam waktu kurang dari itu.

Sesosok Hork-Bajir yang besar mendarat tepat di depanku.

Aku menekan tombol alat komunikasi yang terpasang pada silinder


itu. “Ini Aristh Aximili,” kataku. “Lakukan! Sekarang juga! Ledakkan
para Yeerk di planet ini!”

“Andalite filshig!” Yeerk yang berada di dalam tubuh Hork-Bajir itu


berteriak.

Aku tenang-tenang saja. Aneh sekali, ternyata aku bisa tetap tenang.

“Peledakan dalam waktu sepuluh detik,” komputer memberi


peringatan.

“Matikan senjata itu!” serdadu Hork-Bajir itu berteriak, beralih ke


bahasa Galard, bahasa antar-bintang dalam galaksi.

“Tujuh...”

144 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Enak saja. Yeerk, kali ini kau kalah. Kali ini, kau harus mati.”

“Lima...”

Si Hork-Bajir mengangkat pistol Dracon-nya dengan marah. “Kau


yang mati duluan, sampah Andalite!”

“Tiga...”

Ia menarik picunya.

Sinar Dracon menyala. Tepat ke arahku. Dua meter dari wajahku.

“Satu...”

Aku benar-benar melihat sinar Dracon itu berhenti. Sinar itu


mengambang diam di udara ketika sang waktu membeku. Aku
mendengar bunyi “pop!”.

Dan tiba-tiba aku sudah tidak ada di sana lagi.

145 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 28

AKU merasakan kulit manusia yang hangat di bawah keenam kakiku.

“Apa?” teriakku.

“Apa yang...?” jerit Rachel.

“Woa! Woa, aku serius nih: Woa!” pekik Marco. “Ini benar-benar
lebih aneh dari yang aneh.”

Aku kembali. Ke Bumi. Dalam wujud nyamuk. Kami semua kembali.


Semua! Dan semuanya pada waktu yang persis sama.

Kami berada dalam kamar rumah sakit, dikelilingi para Pengendali-


Manusia yang sedang sibuk menembakkan senjata-senjata manusia
dari jendela ke arah semak-semak di bawah. Mereka masih mencoba
membunuh si Andalite.

Membunuh diriku.

Tapi itu bukanlah masalah terbesar. Sebab tepat pada saat itu, selagi
aku duduk di atas kulit manusia yang bergetar-getar, dikelilingi bulu-
bulu raksasa, sebuah benda yang besarnya selangit jatuh ke arahku.

“Tak mungkin!” teriak Rachel. “Ax, awas!”

Aku mengepakkan sayapku.

Benda itu, lima jari yang masing-masing sebesar pohon, turun


menepuk tubuhku.

146 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
“Ow!” seru Hewlett Aldershot Ketiga, ketika ia menepuk tempat aku
baru saja sibuk menggigitnya. “Ow!” katanya lagi.

“Manusia itu! Dia bangun!” salah satu Pengendali-Manusia berkata.

“Seharusnya dia belum bangun!” keluh yang lain. “Dia masih koma!”

“Apa yang harus kita lakukan?”

“Sang Visser akan membunuh kita!”

“Polisi sedang menuju kemari. Kita tak boleh tertangkap!”

“Lari! Lari!”

“Apa yang harus kita lakukan dengan manusia ini?”

“Kita tak diberi perintah.”

“Lari!” seseorang berseru sekali lagi. Dan kali ini, yang lainnya
setuju. Terdengar gemuruh menggelegar ketika para Pengendali-
Manusia itu dengan panik berlomba keluar ruangan.

Beberapa saat kemudian, seorang perawat yang ketakutan masuk.

“Mr. Aldershot! Anda... Anda sudah sadar.”

“Tentu saja aku sadar,” ujarnya. “Suster, tahukah Anda bahwa


ruangan ini penuh nyamuk?”

147 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Chapter 29

“TUNGGU sebentar,” kata Rachel. “Kita terlontar kembali ke sini


melalui Zero-space, satu per satu, pada saat yang berbeda-beda. Tapi
ketika kita muncul di sini, kita semua tiba pada saat yang sama? Dan
tak ada saat-saat yang terlewat?”

Aku menganggukkan kepala manusiaku. Kami sedang berada di mall.


Tempat manusia menjual makanan-makanan yang menakjubkan. Aku
sedang dalam wujud manusia. Bertindak sebagai manusia normal.
“Tentu saja, Rachel. Ten-ttu saja. Saj-ja. Kita tiba pada saat yang
sama waktu kita tersedot ke Zero-space. Kita semua direnggut pada
saat yang sama, jadi wajar saja kalau kita kembali pada waktu yang
sama. Renggut. Renggut adalah kata yang aneh. Rengk. Rengk-gut.”

“Yeah,” kata Marco. “Memang itu aneh: kata 'renggut'. Kita berubah
jadi nyamuk untuk mengisap darah seseorang agar kita bisa berubah
menjadi dirinya. Sebagai gantinya kita malah terdampar di tengah
peperangan untuk menguasai kodok kuning dengan kekuatan
supranatural. Dan kita berhasil meledakkan sebuah benua kecil penuh
Yeerk, menyelamatkan seluruh ras, dan akhirnya kembali ke sini,
menemukan manusia yang sedang koma terbangun akibat gigitan
nyamuk yang dilakukan alien yang merupakan gabungan dari rusa
dan kalajengking dan centaurus bermata empat. Wow, itu normal
banget. Sama seperti hari-hari lain. Buku harianku sayang, hari ini

148 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
benar-benar membosankan, sampai ada yang mengucapkan kata
'renggut'.”

Aku mengenali nada suaranya. Sarkasme atau sinis. Itu sejenis humor.
Maka aku pun tertawa dengan menggunakan suara-mulut.

“Hah. Hah-hah. Hah. Ha.” Aku berpikir sebentar, lalu menambahkan,


“Hah.”

Pangeran Jake, Cassie, Marco, Rachel, dan Tobias, dalam morf


manusianya, semuanya menatapku.

“Apa itu tadi?” tanya Rachel.

“Aku tertawa.”

“Jangan... jangan tertawa lagi, Ax,” kata Pangeran Jake. “Sangat


mengganggu kami, entah bagaimana, tapi pokoknya sangat
mengganggu.”

“Ya, Pangeran Jake.”

“Jangan sebut aku pangeran.”

“Aku akan memanggilmu 'Jake yang dulu disebut pangeran'.”

Marco menunjukkan ekspresi ketakutan. “Oh, tidak. Sekarang dia


sudah mulai bikin lelucon. Mana jelek, lagi.”

“Sebenarnya, itu leluconku,” kata Pangeran Jake dengan kaku. “Oh,


bagus. Aku paham. Kau tak bisa tertawa mendengar leluconku. Oke.
Hebat. Masa bodoh deh.”

149 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m
Aku adalah makhluk Andalite, sendirian, jauh, jauh dari rumahku.
Jauh dari teman-teman sebangsaku. Hanya saja kadang-kadang
teman-teman sebangsamu bukan saja mereka yang memiliki wujud
sepertimu. Kadang-kadang teman-teman sebangsamu sangat berbeda
wujudnya darimu.

“Bisakah sekarang kita makan roti kayu manis?” tanyaku, harap-harap


cemas. “Manizzz?”

END

E-Book by

Ratu-buku.blogspot.com

150 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m

Anda mungkin juga menyukai