Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

PENGANTAR EKONOMI MUHAIMIN, Dr., S.Ag. MA


ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Pengantar Ekonomi Islam Tahun 2023

LARANGAN TALAQQI RUKBHAN

Oleh:
Ira Maulina (230105010005)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

َّ ‫ِالر ْح ٰم ِن‬
ِ‫ِالر ِح ْي ِم‬ َّ ‫س ِِمِالل ِه‬
ْ ِ‫ب‬

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Larangan Talaqqi Rukbhan” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta kerabat,sahabat,dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Makalah ini merupakan satu diantara tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi
Islam di program studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapa Muhaimin selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam
ini. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini maka itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 21 Oktober 2023

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


Daftar Isi ........................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................2
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3
A. Pengertian Talaqqi Rukbhan .................................................................................3
B. Larangan Talaqqi Rukbhan ...............................................................................6
BAB III .............................................................................................................................9
PENUTUP ........................................................................................................................9
A. Kesimpulan ...........................................................................................................9
B. Saran ...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan


keleluasaan kepada hamba-hambanya karena semua manusia secara pribadi
mempunyai kebutuhan berupa sandang pangan dan papan kebutuhan ini tidak
akan putus selama masih hidup tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya
sendiri, oleh karena itu manusia dituntut berhubungan dengan satu sama
lainnya. Dari sekian banyak hubungan antar manusia maka perdagangan adalah
salah satunya. Menurut Mazhab Syafi’i, jual beli dalam arti bahasa adalah tukar
menukar yang bersifat umum sehingga masih bisa ditukar dengan barang yang
lain, seperti menukar uang dengan pakaian atau berupa barang yang bermanfaat
suatu benda seperti akad ijarah, dengan demikian akad ijarah termasuk dalam
arti jual beli menurut bahasa atau juga berupa sikap dan tindakan tertentu.
Sebagai kesimpulan Talaqqi rukbhan adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh pedagang yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya yang
terjadi di pasar. Transaksi ini dilarang karena mengandung dua hal: pertama,
rekayasa penawaran yaitu mencegah masuknya barang ke pasar (entry barrier),
kedua, mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang
berlaku. Adanya pelarangan ini dikarenakan adanya unsur ketidakadilan atas
tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan
harga yang sesungguhnya terjadi di pasar. Mencari barang dengan harga lebih
murah tidaklah dilarang, namun apabila transaksi jual-beli antara dua pihak
dimana yang satu memiliki informasi yang lengkap sementara pihak lain tidak
tahu berapa harga di pasar yang sesungguhnya, ini sangatlah tidak adil dan
merugikan salah satu pihak.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari talaqqi rukbhan?
2. Apa yang dimaksud dengan larangan talaqqi rukbhan?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa itu talaqqi rukbhan
2. Mengetahui apa itu larangan talaqqi rukbhan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Talaqqi Rukbhan

Talaqqi rukbhan terjadi ketika para pedagang di pasar kota (yang memiliki
informasi lengkap tentang harga di pasar kota) sengaja membeli barang dari
petani atau produsen di desa (yang tidak memiliki informasi lengkap tentang
harga di pasar kota) untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Nabi
Muhammad SAW melarang hal ini. Dari Anas RA berkata: "Rasulullah SAW
melarang orang kota menjual barang orang desa yang baru datang sebelum
sampai di pasar, meskipun orang itu saudaranya sendiri." (HR. Bukhari dan
Muslim). menjelaskan bahwa inti dari larangan ini adalah tindakan yang
dilakukan oleh pedagang kota adalah tindakan yang tidak adil karena tidak
menginformasikan harga pasar kota yang sebenarnya. Mencari barang dengan
harga murah memang tidak salah, namun jika dalam sebuah transaksi jual beli
salah satu pihak mengetahui informasi pasar dengan sempurna sementara pihak
lain tidak, maka ada ketidakadilan di sini.1

Setidaknya ada dua bentuk eksploitasi perdagangan yang telah menarik


perhatian para ahli hukum Islam untuk diperdebatkan. Satu transaksi bisnis
yang dilakukan antara kota-kota yang dikenal sebagai 'Talaqqi al-rukban'.
Pedagang kota dan pedagang desa di luar kota melakukan transaksi tersebut.
Talaqqi rukban adalah sejenis kolusi monopoli dan praktik ilegal (khususnya
arbitrase komersial yang eksploitatif) di mana seorang penduduk kota membeli
barang dari orang Badui (penghuni padang pasir) atau penduduk desa dengan
harga yang jauh lebih rendah sebelum orang Badui tersebut masuk ke pasar.
Setelah itu, pembeli membawa barang-barang tersebut ke pasar dan
menawarkannya untuk dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi. Dengan
demikian, penduduk kota mengambil keuntungan dari ketidaktahuan orang

1
Achmad Fadlil Abidillah “ The Distortion Of Market Prices In Islamic Microeconomic” hlm. 82

3
Badui atau penduduk desa atau ketidaktahuan akan harga pasar. Sebelum
munculnya Islam, orang-orang biasa mempraktikkan bentuk perdagangan
manipulatif ini dengan membeli muatan kafilah secara penuh sebelum kafilah
tiba di pasar. Syariah melarang tindakan eksploitatif ini.2

Talaqqi Rukban juga disebut sebagai Talaqqi as-Silai', suatu peristilahan


dalam fiqh muamalah yang menggambarkan proses pembelian
komoditi/barang dengan cara mencegat orang desa (kafilah), yang membawa
barang dagangannya (hasil pertanian, seperti: beras, jagung, dan gula) sebelum
sampai di pasar agar ia dapat membeli barang di bawah harga yang berlaku di
pasar. Praktik ini dapat mendatangkan kerugian bagi orang desa yang belum
mengetahui/buta dengan harga yang berlaku di pasar.3
Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Umar:

“Dari Abdullah bin thawus dari ayahnya dari Ibn Abbas ra berkata, Nabi
SAW pernah bersabda :Janganlah kalian menjemput / menyambut kafilah
dagang dan janganlah orang kota membeli barang dagangan orang desa.
Lalu aku bertanya pada Ibn Abbas apa yang dimaksud tidak boleh
membeli barang dari orang desa? Ia berkata dalam jual-beli tidak ada
simsar”.4

2
Mohammad Ashraful Ferdous Chowdhury “A Short Review of Islamic Jurisprudential
Interpretation about Usury Exploitative Commercial Arbitrage (Talaqi alRukban)”, Journal of
Emerging Economies and Islamic Research, Vol. 3 No. 3, 2015, hlm. 82
3
Asyari, Kamus Istilah Ekonomi Syariah, (Padang, PT. Al-Ma’arif, 2003) , hlm. 100
4
Bukhāri, al-Imam, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Isma’īl bin Ibrāhīm ibnu al-Mugīrah bin
Bardizbah, al-Ja’fy, Saḥiḥ Bukhari, Juz 3, Beirut, Dar al-Fikri, 1401 H / 1981 M), hlm. 27

4
Hadits tersebut menerangkan bahwa, seseorang yang membawa barang
dagangan dari daerah lain, dengan alasan adanya perbedaan harga barang
dagangan di dua daerah tersebut, atau banyaknya permintaan pasar di daerah
yang akan di datangi. Kemudian penduduk asli daerah tersebut menyambut
mereka dengan tujuan untuk membeli barang dagangan tersebut dengan
harga yang lebih rendah dari harga ketika masuk ke pasar, demi
memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan tidak
memberitahukan harga yang sedang berlaku.5 Praktik transaksi ini secara
konkrit adalah seorang penjual datang ke pasar dan pembeli
menghadangnya sebelum penjual sampai ke pasar. Kemudian pembeli
tersebut membeli barang dagangannya dengan harga dibawah standar pasar
karena penjual tidak tahu harga standar yang berlaku di pasar.
Sebagai kesimpulan Talaqqi rukban adalah suatu tindakan yang
dilakukan oleh pedagang yang tidak menginformasikan harga yang
sesungguhnya yang masuknya barang ke pasar (entry barrier), kedua,
mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang
berlaku.terjadi di pasar. Transaksi ini dilarang karena mengandung dua hal
: pertama, rekayasa penawaran yaitu mencegah masuknya barang ke pasar
(entry barrier), kedua, mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui
harga pasar yang berlaku
Adanya pelarangan ini dikarenakan adanya unsur ketidakadilan atas
tindakan yang dilakukan oleh pedagang yang tidak menginformasikan harga
yang sesungguhnya terjadi di pasar. Mencari barang dengan harga lebih
murah tidaklah dilarang, namun apabila transaksi jual-beli antara dua pihak
dimana yang satu memiliki informasi yang lengkap sementara pihak lain
tidak tahu berapa harga di pasar yang sesungguhnya, ini sangatlah tidak adil
dan merugikan salah satu pihak.6

5
Syihabu al-Din Aḥmad bin ‘Ali bin Ḥajr al-‘Asqalany, Ibanatu al-Ahkam Syarhu Bulugu al-
Maram Qismu al-Mu’amalah, (Juz III) , hlm. 40
6
T.M. hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 44

5
Kehidupan masyarakat modern, transaksi Talaqqi rukbhan sudah
merupakan suatu trend atau kecenderungan dan menjadi budaya yang
merambah kedalam kehidupan berbagai segmen masyarakat. Apalagi pola
hidup konsumtif semakin meluas didalam kehidupan masyarakat. Tingkat
kebutuhan yang tinggi dan tidak diimbangi dengan tingkat pendapatan yang
setara merupakan salah satu faktor mengapa masyarakat memilih transaksi
dengan menjual kepada orang yang mencegat sebelum penjual menjualkan
barang dagangannya dipasar (talaqqi rukban). Terdapat hal yang sangat
penting didalam transaksi jual beli yaitu masalah harga.7

B. Larangan Talaqqi Rukbhan

Thawus, dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah


Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau mengha dang
kafilah di tengah perjalanan (untuk membeli barang dagangannya), dan
janganlah orang kota menjual kepada orang desa." Aku bertanya kepada Ibnu
Abbas: Apa maksud sabda beliau "Janganlah orang kita menjual kepada orang
desa?". Ibnu Abbas menjawab: Janganlah menjadi makelar (perantara).
Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.8
Larangan tersebut karena pedagang tidak tahu harga pasar dan tidak
memiliki informasi yang benar tentang harga di pasar. Hal ini dapat
mengakibatkan kerugian bagi para pedagang. Maka sistem jual beli Talaqqi
rukban adalah cara jual beli dengan mencegat pedagang yang hendak

7
Mankiw, Gregory. N, Pengantar Ekonomi Mikro Edisi 3 (Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudu “Principles of Economics 3rd Edition” , oleh : Chriswan Sungkono),(Jakarta: Salemba
Empat,Cetakan III, 2006), hlm.92
8
Dani Hidayat, Terjemahan Bulughul Maram Versi 2.0 (Surabaya: Pustaka Al-hidayah, 2008),
Hadits No. 828

6
menjualkan barang dagangannya di pasar dan tidak mengetahui informasi
harga yang benar dipasar.9

Para ahli hukum Muslim sepakat akan larangan eksploitasi dalam


'Talaqqi al-rukban', tetapi ada beberapa pendapat yang berbeda di antara
mereka mengenai alasan mengapa pertemuan atau transaksi tersebut dilarang
(Saleem, 2010). Setidaknya ada dua alasan yang diberikan:
1. Dimonopoli oleh sekelompok pedagang tertentu yang telah mencegat
barang dari pedagang di luar kota dan membawanya dengan harga
murah. Mereka kemudian menjualnya kepada orang-orang kota dengan
harga di atas harga pasar rata-rata dan membenarkannya dengan
mengatakan bahwa mereka juga telah membayar harga yang lebih tinggi
kepada masyarakat. Ibn Rushd (1968) mengilustrasikan pandangan ini
sebagai pandangan Mazhab Maliki.
2. Dari sudut pandang pedagang pedesaan, dapat disimpulkan bahwa
mereka mungkin tertipu oleh pedagang perkotaan, yang mungkin
menunjukkan kepada mereka bahwa barang-barang mereka memiliki
nilai pasar yang rendah dan dengan demikian mendorong mereka untuk
menjual barang-barang mereka dengan harga murah. Ibnu Qudamah,
(1983) menjelaskan alasan yang diberikan oleh mazhab Syafi'i dan
Hanbali. Menurut mazhab Maliki, ganti rugi harus diberikan kepada
masyarakat atau publik kota dengan memaksa pembeli, yaitu pedagang
kota, untuk menjual barang yang dibeli dengan cara ini, dengan harga
yang sama dengan harga yang dibelinya dari pedagang luar kota. Tujuan
dari tindakan ini adalah untuk memberikan pelajaran kepada pembeli,
dengan harapan bahwa ia akan mendisiplinkan kegiatan perdagangannya
dengan etika yang wajar dan tidak mencari keuntungan yang berlebihan.
3. Apa pun perbedaan pendapat yang ada, tujuan utama dari pelarangan ini
adalah untuk menghapus semua akar eksploitasi. Ketidaktahuan penjual
tentang harga pasar di kota, dan pencegatan barang di suatu tempat di
luar kota, adalah dua prasyarat untuk membentuk bentuk eksploitasi

9
Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Edisi
II (Surabaya: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005), hlm. 229

7
dalam tindakan talaqqi al-rukban. Hal ini tidak termasuk eksploitasi dan
larangannya tidak berlaku lagi, jika penjual yang mengetahui harga
pasar, masih melanjutkan kontrak atau dalam kesepakatan yang lebih
besar dalam perjanjian perdagangan dengan pedagang dari kota. Dalam
situasi seperti ini, dapat diasumsikan bahwa ia telah menyetujui harga
yang ditawarkan kepadanya, meskipun harga tersebut di bawah harga
pasar, karena unsur eksploitasi telah hilang.
4. Salem (2012) berpendapat bahwa alasan pelarangan ini bisa jadi karena
adanya perantara yang tidak perlu antara penjual dan calon pembeli.
Intervensi yang tidak perlu ini mengakibatkan kenaikan harga bagi
pembeli asli dan keuntungan bagi pihak ketiga yang intervensinya tidak
diperlukan. Intervensi pihak ketiga tidak menambah nilai pada barang
yang dijual atau membuatnya lebih mudah diakses oleh masyarakat.10

Substansi dari larangan talaqqi rukbhan adalah tidak adilnya


tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak
menginformasikan harga yang sesungguhnya yang terjadi di pasar.
Mencari barang dengan harga yang lebih murah tidaklah dilarang.
Namun apabila transaksi jual beli antara dua pihak, dimana yang satu
pihak memiliki informasi yang lengkap dan yang satu tidak tahu berapa
harga di pasar sesungguhnya dan kondisi demikian dimanfaatkan untuk
mencari keuntungan yang lebih, Hal inilah yang dilarang.11

10
Mohammad Ashraful Ferdous Chowdhury “A Short Review of Islamic Jurisprudential
Interpretation about Usury Exploitative Commercial Arbitrage (Talaqi alRukban)”, Journal of
Emerging Economies and Islamic Research, Vol. 3 No. 3, 2015, hlm. 82
11
Sulaeman, Jajuli, EKONOMI DALAM AL-QUR’AN, (Yogyakarta: CV BUDI UTAMA, 2018),
hlm. 256

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan Talaqqi rukbhan adalah suatu tindakan yang dilakukan


oleh pedagang yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya yang terjadi
di pasar. Transaksi ini dilarang karena mengandung dua hal : pertama, rekayasa
penawaran yaitu mencegah masuknya barang ke pasar (entry barrier), kedua,
mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang berlaku.

Talaqqi Rukbhan ialah Seorang pedagang menemui orang orang yang


sedang ingin menjual barangnya, dengan memberitahukan bahwa barang yang
ingin dijual tersebut ditempat itu tidak laku dan harganya pun murah. Tujuan dia
mengatakan seperti itu supaya mengelabuhi si penjual agar bisa membelinya
dengan harga yang lebih murah. Hukum jual beli ini adalah haram (bagi pembeli),
tetapi hukumnya tetap sah. Contoh lebih simpel Talaqqi Rukbhan adalah Seorang
pembeli memberitahukan kepada orang yang ingin menjual barangnya bahwa
barang yang akan dijual tersebut tidak laku di tempat itu, dengan tujuan agar ia bisa
memanipulasi harganya (membelinya dengan harga yang lebih murah dari
biasanya). Hukumnya haram tapi sah.

Adanya pelarangan ini dikarenakan adanya unsur ketidakadilan atas


tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan harga
yang sesungguhnya terjadi di pasar. Mencari barang dengan harga lebih murah
tidaklah dilarang, namun apabila transaksi jual-beli antara dua pihak dimana yang
satu memiliki informasi yang lengkap sementara pihak lain tidak tahu berapa harga
di pasar yang sesungguhnya, ini sangatlah tidak adil dan merugikan salah satu
pihak.

9
B. Saran

Diharapkan agar semua Masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai yang


terkandung dalam larangan talaqqi rukbhan, tidak hanya sekedar mengetahui saja
namun menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya pelarangan ini dikarenakan adanya unsur ketidakadilan atas tindakan
yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan harga yang
sesungguhnya terjadi di pasar, ini sangatlah tidak adil dan merugikan salah satu
pihak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Achmad Fadlil. “ The Distortion Of Market Prices In Islamic


Microeconomic” .

Chowdhury, Mohammad Ashraful Ferdous . “A Short Review of Islamic


Jurisprudential Interpretation about Usury Exploitative Commercial Arbitrage
(Talaqi alRukban)”, Journal of Emerging Economies and Islamic Research, Vol.
3 No. 3, 2015.

Asyari, Kamus Istilah Ekonomi Syariah, (Padang, PT. Al-Ma’arif, 2003).

Bukhāri, al-Imam, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Isma’īl bin Ibrāhīm ibnu
al-Mugīrah bin Bardizbah, al-Ja’fy, Saḥiḥ Bukhari, Juz 3, Beirut, Dar al-Fikri,
1401 H / 1981 M).

Syihabu al-Din Aḥmad bin ‘Ali bin Ḥajr al-‘Asqalany, Ibanatu al-Ahkam
Syarhu Bulugu al-Maram Qismu al-Mu’amalah, (Juz III).

Ash Shiddieqy, T.M. hasbi. Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1986).

Mankiw, Gregory. N. Pengantar Ekonomi Mikro Edisi 3 (Diterjemahkan


dari buku aslinya yang berjudul “Principles of Economics 3rd Edition” , oleh :
Chriswan Sungkono),(Jakarta: Salemba Empat,Cetakan III, 2006).

Hidayat, Dani. Terjemahan Bulughul Maram Versi 2.0 (Surabaya: Pustaka


Al-hidayah, 2008).

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an


dan As-Sunnah. Edisi II (Surabaya: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2005).

Sulaeman, Jajuli. EKONOMI DALAM AL-QUR’AN, (Yogyakarta: CV


BUDI UTAMA, 2018).

11

Anda mungkin juga menyukai