Anda di halaman 1dari 7

SISTEM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

“PEGADAIAN SYARIAH”

Disusun oleh Kelompok 8:

Ardy Nur Eka Cahyana (2203010820) Fito Atmajaya Surya Pramitra (2203010541)
Dewi Diana (2203010765) Miftahul Gina (2203010694)
Dhena Alisya (2203010006) Muhammad Abdul Fikar Hanafi
(2203010654)
Fitriyadi (2203010845) Muhammad Fahmi (2203010275)

Dosen Pengampu: Dr. Dwi Wahyu A, SE, MM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARRSYAD AL BANJARI


BANJARMASIN 2024
1. Pengertian Pegadaian Syariah
Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Rahn menurut bahasa adalah jaminan
hutang, gadaian, seperti juga dinamai Al-Habsu, artinya penahanan. Sedangkan menurut
syara’ artinya akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin
diperoleh bayaran yang sempurna darinya. Dalam definisinya rahn adalah barang yang
digadaikan, rahin adalah orang mengadaikan, sedangkan murtahin adalah orang yang
memberikan pinjaman.
Adapun pengertian rahn menurut Imam Abu Zakaria Al-Anshary, dalam kitabnya
Fathul Wahab,mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda sebagai kepercayaan dari
suatu yang dapat dibayarkan dari harta itu bila utang tidak dibayar. Sedangkan menurut
Ahmad Azhar Basyir Rahn adalah menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang,
atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan
marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang
dapat diterima.
Pegadaian menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 yang
berbunyi: “Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas
suatu barang bergerak. Barang tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh
seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang
mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada
orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerakyang telah diserahkan
untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo”.
Jadi, kesimpulanya bahwa rahn adalah menahan barang jaminan pemilik, baik yang
bersifat materi atau manfaat tertentu, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Barang yang diterima memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau
sebagian hutangnya dari barang gadai tersebut apabila pihak yang mengadaikan tidak
dapat membayar hutang tepat padawaktunaya. Pegadaian syariah menjawab kebutuhan
transaksi gadai sesuai syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan
mententramkan.

2. Sejarah Ringkas Pegadaian Syariah


Pendirian Pegadaian Syariah tidak terlepas dari keinginan untuk mencegah ijon,
rentenir dan pinjaman tidak wajar lainnya. Selain itu juga karena keinginan untuk
mensejahterakan kehidupan masyarakat yang ekonomi menengah kebawah serta
mendukung program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional.
Sejarah Pegadaian Syariah juga terdorong dari keinginan masyarakat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam untuk menjalankan syariat Islam dalam kehidupan, salah
satunya transaksi gadai. Masyarakat ingin melakukan transaksi gadai sesuai dengan
prinsip syariah, selain itu juga didukung oleh kebijakan pemerintah dalam
mengembangkan lembaga keuangan berbasis syariah. Pegadaian Syariah merupakan
sebuah lembaga yang relatif baru di Indonesia. Konsep operasi pegadaian syariah
mengacu pada sistem administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan
efektivitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri
di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika di
bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makassar,
Semarang, Surakarta dan Yogyakarta ditahun yang sama hingga September 2003. Masih
ditahun yang sama pula 4 kantor cabang Pegadaian di Aceh di konversi menjadi
Pegadaian Syariah.
Tetapi, pada saat ini Pegadaian Syariah telah berbentuk sebagai lembaga sendiri
dibawah naungan PT. Pegadaian (Persero) dan sepenuhnya dikelola oleh PT. Pegadaian
(Persero). Dengan dikelola oleh PT. Pegadaian diharapkan gadai syariah pada
Pegadaian Syariah dapat meningkatkan kinerja, memudahkan operasional dan
mengembangkan usahanya sehingga dapat mengalami peningkatan setiap tahunnya
baik dari segi jumlah nasabah untuk pembiayaan serta produk lain yang ditawarkan,
jumlah kantor cabang syariah dan jumlah unit pegadaian syariah di Indonesia.

3. Tujuan dan Manfaat Pegadaian Syariah


Tujuan
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
yang baik. Oleh karena itu Perum Pegadaian bertujuan sebagai berikut :
1) Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program
pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui
penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hokum gadai.
2) Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
3) Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman
social karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat
pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.
4) Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.

Manfaat
Pegadaian tidak hanya memberi manfaat bagi nasabah, tetapi juga bagi pihak
usaha
pegadaian. Berikut manfaatnya:
1) Bagi nasabah
Tersedianya dana dengan prosedur relatif lebih sederhana dan cepat dibanding kredit
perbankan. Selain itu, nasabah juga mendapat fasilitas penitipan barang yang aman
dan dapat dipercaya.
2) Bagi perusahaan pegadaian
 Mendapatkan penghasilan dari sewa modal yang dibayarkan nasabah.
 Penghasilannya bersumber dari ongkos yang dibayarkan nasabah.
 Pelaksanaan misi PT Pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang
pembiayaan, adalah memberi bantuan kepada masyarakat yang memerlukan
dana dengan prosedur relative sederhana

4. Mekanisme Pegadaian Syariah


Operasi pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan
pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1) Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan
pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar
dalam memberikan pembiayaan.
2) Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai; akad ini mengenai berbagai
hal, seperti kesepakatan biaya administrasi, tarif jasa simpan, pelunasan dan
sebagainya.
3) Pegadaian syariah menerima biaya administrasi dibayar diawal transaksi, sedangkan
untuk jasa simpan disaat pelunasan utang.
4) Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad; pelunasan penuh, ulang
gadai, angsuran, atau tebus sebagian.
Perbedaan utama antara biaya gadai dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga
yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda sementara biaya gadai hanya sekali dan
ditetapkan di muka.
Prinsip utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang
dihasilkan dari sumber yang sesuai dengan syariah, atau keberadaan barang tersebut di
tangan nasabah bukan karena hasil praktik riba, masyir, dan gharar. Barang-barang
tersebut antara lain, seperti:
1) Barang perhiasan, seperti: perhiasan yang terbuat dari intan, mutiara, emas, perak,
platina, dan sebagainya;
2) Barang rumah tangga, seperti: perlengkapan dapur, perlengkapan makan atau
minum, perlengkapan kesehatan, perlengkapan taman, dan sebagainya;
3) Barang elektronik seperti: radio, tape recorder, video player, televisi, computer, dan
sebagainya;
4) Kendaraan seperti: sepeda onthel, sepeda motor, mobil, dan sebagainya;
5) Barang-barang lain yang dianggap bernilai, seperti: kain batik tulis.
Implementasi operasional pegadaian syariah hampir mirip dengan pegadaian
konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh
kredit gadai syariah sangat sederhana. Masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas
diri dan barang bergerak sebagai jaminan, dan uang pinjaman dapat diperoleh dalam
waktu yang relatif singkat. Begitu pun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan
menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn dengan waktu proses yang juga
singkat.
Akan tetapi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep, teknik transaksi, dan
pendanaan, pegadaian syariah memiliki ciri tersendiri yang implementasinya sangat
berbeda dengan pegadaian konvensional.

5. Prinsip Pegadaian Syariah


Tiga prinsip secara substantif yang dimiliki pegadaian syariah yang berdasarkan
pada kajian ekonomi Islam. Adapun prinsip-prinsip tersebut ialah suatu prinsip
peningkatan yang diperkuat secara garis besar hubungan dengan Allah serta membuat
seimbang antara hubungan di dunia dengan di akhirat. Adapun prinsip - prinsip tersebut
ialah sebagai berikut:
1) Prinsip Tauhid
Secara prinsip tauhid, gadai dapat memperkuat konsep non-materialistik serta
dimengerti sebagai triangle. Dimana yang terletak pada posisi puncak ialah ketaatan
kepada tuhan, sedangkan letak manusia dengan alam itu sejajar saling butuh satu
sama lainnya.
2) Prinsip Tolong Menolong (Ta’awun)
Seperti yang disebutkan oleh Abu Yusuf dalam al-Kharaj, prinsip yang harus
ditempatkan dalam transaksi gadai itu adalah prinsip tolong menolong (ta’awun).
Pada transaksi gadai tersebut realitas dari prinsip ta’awun ialah menunjukkan ikatan
kuat antara tradisi manusia dengan agama yang muncul akan akibat konsekuensi
logis terhadap perkembangan aktivitas manusia yang bergerak secara cepat.
Adapun prinsip ta’awun tersebut ialah prinsip yang saling menolong sesama manusia
dalam menauikkan kedudukan hidup melalui cara kerja sama ekonomi dan bisnis.
3) Prinsip Bisnis
Prinsip bisnis/ usaha yang dimiliki pegadaian ialah sebagai berikut:
 Wajib akan perbuatan saling ridha antara kedua belah pihak, sehingga dengan
adanya sikap tersebut para pihak tidak akan merasa tidak berfaedah/ didzalimi.
 Pada perbandingan keuntungan ditegaskan prinsip keadilan.
 Dalam aktivitas bisnis/ usaha tidak berinvestasi pada usaha/ bisnis yang
diharamkan/ dilarang misalnya usaha yang dapat merusak mental dan moral.
 Kegiatan bisnis/ usaha yang dijalankan harus jauh dari praktik ketidakpastian,
mengecoh, serta perjudian.
 Selalu dilakukan pencatatan/ akuntansi pada setiap usaha/ bisnis yang dijalankan
termasuk utang piutang maupun lainnya.
Ketiga prinsip tersebut dapat menjadi acuan dasar dalam mengembangkan
pegadaian syariah. Apabila salah satu dari ketiga prinsip tersebut tidak kuat maka
dapat menyebabkan lambatnya proses pengembangan pegadaian syariah.

6. Kendala dalam Pegadaian Syariah


Praktik di pegadaian syariah permasalahan yang kadang terjadi adalah
kemungkinan pada waktu pelunasan terhadap kredit, barang jaminan yang akan diambil
oleh pemberi gadai (nasabah) ternyata rusak ataupun hilang misalnya disebabkan karena
terbakar, basah atau kelalaian petugas yang menyebabkan kerugian bagi pemberi gadai
(nasabah) yang bersangkutan. Permasalahan yang lain mungkin timbul dalam praktik di
pegadaian adalah barang jaminan yang dimasukan merupakan hasil kejahatan. Seperti
pencurian dan pemilik barang yang sesungguhnya menuntut pengembalian barang
tersebut. Berdasarkan permasalahan yang demikian, pegadaian syariah sebagai pihak
yang menguasai barang jaminan tersebut bertanggungjawab sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak pemilik barang.
DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. Nur Rianto. 2012. Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoretis Praktis.
Bandung: CV Pustaka Setia.

Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Nuroh Yuniwati, Emilia Dwi Lestari, & Anis Alfiqoh. (2021). Pegadaian Syariah : Penerapan
Akad Rahn Pada Pegadaian Syariah. An-Nisbah: Jurnal Perbankan Syariah, 2(2), 189²199.
https://doi.org/10.51339/nisbah.v2i2.253

Subagiyo, R. (2014). Tinjauan Syariah Tentang Pegadaian Syariah (Rahn). An-Nisbah:


Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1). https://doi.org/https://doi.org/10.21274/an.2014.1.1.161-184

Sudarsono, Heri. 2012. Bank & Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan
Ilustrasi.Yogyakarta: Ekonista.

Anda mungkin juga menyukai