Anda di halaman 1dari 4

Topik 4 Ruang Kolaborasi

Kelomopok 1

1. Nurul Fachira
2. Nurul Fitri
3. Nuskia
4. Nurul Annisa Aziz
5. Nurul Mutmainnah
6. Nurul Azizah

Kasus 1

Pak Budi merupakan guru Ekonomi. Hari ini pak Budi akan menyampaikan materi mengenai
kewirausahaan. Sekolah Pak Budi terletak di daerah dataran tinggi dan peserta didik Pak Budi
sebagian besar memiliki orang tua yang bermata pencaharian petani. Bagaimana kegiatan
dan tugas yang sebaiknya diberikan Pak Budi?

Diskusikanlah kasus tersebut dengan pendekatan Culturally Responsive Teaching!

Dalam kasus ini, pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT) dapat membantu Pak
Budi untuk membuat pembelajaran tentang kewirausahaan lebih relevan dan bermakna bagi
peserta didiknya, yang mayoritas memiliki latar belakang sebagai anak petani di dataran
tinggi. Berikut adalah beberapa kegiatan dan tugas yang dapat diberikan Pak Budi dengan
pendekatan CRT:

1. Pemahaman Konteks Budaya:


Memulai dengan berbicara dan mendengarkan cerita-cerita dari peserta didik tentang
pengalaman hidup mereka sebagai anak petani di dataran tinggi. Memahami lebih
dalam tentang nilai-nilai, tradisi, dan tantangan yang mereka hadapi.
2. Pertemuan dengan Wirausaha Lokal:
Mengundang wirausaha lokal yang sukses, terutama yang memiliki latar belakang
pertanian atau dataran tinggi. Mereka dapat memberikan inspirasi dan berbagi
pengalaman mereka dalam memulai dan menjalankan bisnis di konteks yang serupa.
3. Analisis Potensi Bisnis Lokal:
Membimbing peserta didik untuk menganalisis potensi bisnis yang relevan dengan
konteks dataran tinggi dan pertanian. Misalnya, pengembangan produk lokal,
agrowisata, atau inovasi dalam pertanian.
4. Proyek Kewirausahaan:
Menyusun proyek kewirausahaan yang memungkinkan peserta didik untuk
merancang dan merencanakan bisnis mereka sendiri, dengan mempertimbangkan
konteks lokal dan kebutuhan komunitas mereka.
5. Kunjungan Lapangan:
Mengatur kunjungan lapangan ke usaha-usaha lokal, seperti perkebunan atau
pertanian yang telah berhasil melakukan diversifikasi atau pengembangan bisnis
tambahan.
6. Pembelajaran Berbasis Masalah:
Menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan menantang peserta didik untuk
mencari solusi kreatif terhadap masalah atau peluang bisnis yang ada di komunitas
mereka.
7. Keterlibatan Orang Tua:
Melibatkan orang tua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya,
mengundang orang tua untuk berbagi pengalaman atau pengetahuan mereka tentang
pertanian dan memberikan wawasan tambahan.
8. Refleksi Budaya dalam Pembelajaran:
Mendorong refleksi budaya dalam pembelajaran, memahami bagaimana nilai-nilai dan
tradisi lokal dapat diintegrasikan ke dalam konsep kewirausahaan.
9. Penggunaan Materi Pembelajaran Lokal:
Memilih materi pembelajaran yang mencerminkan kenyataan dan kebutuhan peserta
didik di daerah dataran tinggi. Menggunakan contoh dan studi kasus yang sesuai
dengan konteks mereka.
10. Pameran Kewirausahaan:Mengadakan pameran kewirausahaan di sekolah, di mana
peserta didik dapat memamerkan ide-ide bisnis mereka kepada teman sejawat dan
orang tua.
Pendekatan ini tidak hanya membuat pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik,
tetapi juga memungkinkan Pak Budi untuk menghargai dan memanfaatkan kekayaan
budaya dan pengalaman siswa dalam pengajaran materi kewirausahaan.

Kasus 2

Bonar adalah seorang siswa bersuku Batak yang berasal dari Sumatera. Saat memasuki
SMP, Bonar dan keluarganya pindah rumah ke daerah Cianjur. Sebagian besar siswa di
sekolah ini berasal dari suku Sunda. Bonar merasa kesulitan untuk beradaptasi karena
perbedaan budaya.

Diskusikanlah cara guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan
berpihak pada peserta didik.
Menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan berpihak pada peserta didik adalah
kunci untuk membantu siswa seperti Bonar beradaptasi dan merasa diterima dalam
lingkungan yang baru. Berikut adalah beberapa cara guru dapat menciptakan lingkungan
belajar inklusif:

1. Pendidikan Kultural:
Guru dapat memasukkan elemen-elemen budaya dari suku Batak dalam
pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap
keberagaman budaya di kelas.
2. Aktivitas Pengenalan Kebudayaan:
Mengadakan aktivitas khusus yang memungkinkan siswa untuk saling berbagi tentang
kebudayaan mereka. Misalnya, presentasi budaya, pameran foto, atau kegiatan kecil
yang melibatkan seluruh kelas.
3. Pembinaan Kelompok:
Mengorganisir kelompok belajar yang beragam etnis sehingga siswa memiliki
kesempatan untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan teman sejawat dari berbagai
latar belakang budaya.
4. Pentingnya Bahasa:
Menanamkan pengertian bahwa semua bahasa dan dialek memiliki nilai yang setara.
Guru dapat memfasilitasi diskusi tentang perbedaan bahasa dan dialek, dan
menekankan bahwa keberagaman bahasa adalah kekayaan.
5. Sensitivitas Guru terhadap Kebutuhan Individu:
Guru harus sensitif terhadap kebutuhan dan tantangan siswa seperti Bonar. Ini
melibatkan mendengarkan dengan empati dan memberikan dukungan ketika
diperlukan.
6. Kurikulum yang Merepresentasikan Keberagaman:
Memastikan bahwa materi pembelajaran dan sumber daya mengakui dan
merefleksikan keberagaman budaya. Guru dapat menggunakan contoh dan ilustrasi
dari berbagai kebudayaan.
7. Aktivitas Inklusif:
Mengorganisir aktivitas ekstrakurikuler atau proyek kelompok yang mendorong
partisipasi dan kerjasama di antara siswa, meminimalkan rasa terasing yang mungkin
dirasakan oleh siswa seperti Bonar.
8. Mendukung Hubungan Sosial:
Mendorong pembentukan hubungan sosial dengan mengatur kegiatan kelas atau
permainan yang memungkinkan siswa berinteraksi secara positif.
9. Mendukung Konseling:
Menyediakan dukungan konseling atau mentoring bagi siswa yang mengalami
kesulitan adaptasi atau rasa terasing. Memastikan bahwa siswa tahu bahwa sumber
dukungan tersedia.
10. Partisipasi Orang Tua:
Melibatkan orang tua dalam proses pembelajaran dan memberi tahu mereka tentang
upaya sekolah dalam menciptakan lingkungan inklusif. Ini dapat mencakup pertemuan
orang tua, newsletter, atau forum komunitas.
11. Penghargaan terhadap Perbedaan:
Membuat budaya penghargaan terhadap perbedaan sebagai bagian integral dari
norma-norma kelas. Guru dapat secara aktif mempromosikan penghormatan terhadap
keberagaman dan menekankan keindahan memiliki teman sekelas yang berbeda latar
belakang.

Dengan mengadopsi pendekatan ini, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang
inklusif, mendukung perkembangan pribadi dan akademik setiap siswa, termasuk siswa
seperti Bonar yang menghadapi perubahan budaya dan lingkungan yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai