Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HADIS MUNAKAHAT

KAFA’AH
Di buat dan di ajukan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi tugas kelompok pada Mata
Kuliah Hadis Munakahat

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. Zikri Darussamin, M.A

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

Samsul Bahri

NIM.12130412162

Muhamad Arip

NIM.12130410973

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah karena atas taufik dan rahmatNya
kami dapat menyelesaikan makalah “Kafa’a atau setara dalam menikah” ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan
semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya
makalah “Kafa’a atau setara dalam menikah” ini. Harapan kami semoga makalah
yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman
bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya
dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan,
baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan.
Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami
membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun
untuk lebih meningkatkan kulitas dikemudian hari.

Pekanbaru, 28 Februari 2024

Penulis.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................... 3

BAB 1 .......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 5

BAB II ......................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 6

A. Hadis-Hadis Kafa’ah ..................................................................................................... 6


B. Hadis Pokok Kafa’ah .................................................................................................... 10
C. I’tibar Sanad.................................................................................................................. 10
D. Kualitas Dan Kuantitas ................................................................................................ 11
E. Syarah Hadis ................................................................................................................. 12
F. Fikih Hadis .................................................................................................................... 13
G. Dampak Kafa’ah Terhadap Ketahanan Keluarga .................................................... 14

BAB III....................................................................................................................................... 17

PENUTUP.................................................................................................................................. 17

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia yang berada di dunia telah dianugerahi rasa cinta oleh Allah swt.
Adapun bentuk rasa cinta itu berasal, baik dari kedua orang tua, saudara, kerabat, sahabat
maupun lawan jenisnya. Rasa cinta yang dimaksud pada lawan jenis haruslah disalurkan
pada jalan yang telah ditentukan oleh syariat dalam Islam yaitu melalui pernikahan.
Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang umum berlaku pada setiap makhluk
Allah yang ada di muka bumi. Melalui pernikahan pula sebuah keluarga dapat terbentuk
dan menjalankan fungsi edukasi, rekreasi, serta fungsi-fungsi lainnya.1 Berbagai fungsi
itulah manusia dapat memelihara generasinya di dunia dan masing-masing pasangan
suami istri mendapat ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat
tersalurkan.

Fase sebelum pernikahan yaitu fase pemilihan jodoh.2 Maksud dari memilih jodoh
adalah saling mengenal calon pasangan melalui proses taaruf untuk melihat sifat-sifatnya
sebelum melakukan peminangan sampai pada proses pernikahan. Memilih pasangan
hidup haruslah dengan cara yang baik dan benar. Rumah tangga akan tercipta
keharmonisan apabila kedua pasangan memiliki kesepadanan dalam artian setara atau
sekufu’. Itulah sesungguhnya yang diharapkan dalam melangsungkan pernikahan
seseorang harus memilih dengan pilihan yang tepat dan diridai oleh Allah swt. Agama
Islam dalam hal ini telah mengatur secara nyata dan jelas tentang kafa’ah.

Kafa’ah dalam makna keseimbangan, keserasian, dan kesebandingan merupakan


suatu faktor yang ditekankan agama Islam untuk diterapkan dalam berumah tangga.
Penekanan pada kafa’ah ini artinya adanya kesamaan antara calon suami istri dalam
segala hal. Adanya kesamaan antara suami istri, maka akan mempermudah roda rumah
tangga berjalan. Kesamaan yang dimaksud bisa berupa suku yang sama, bahasa yang
sama, jenjang pendidikan yang sama, negara yang sama dan variabel-variabel lain yang
mendukung adanya kesamaan, contohnya saja dalam hal fisik, percuma saja tampan dan

1
Nur hidayati dan Hartini, “Relevansi kafa’ah perspektif adat dan agama dalam membina rumah
tangga yang sakinah”, Al-qadau: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam, Vo. 01, No. 2,
(Februari 2024), h.9
2
Zarkasih,Ahmad, Menakar Kufu dalam Memilih Jodoh (Jakarta Selatan: Rumah Publishing, 2018),
h.9

4
cantik jika kehidupannya kurang bermoral, begitu juga yang masih mengandalkan
kekayaannya semata. Semua itu akan sirna.3 Sebab jika kafa’ah diartikan persamaan
dalam hal harta atau kebangsawanan, maka yang akan terjadi adalah terbentuknya kasta,
sedangkan manusia disisi Allah swt. adalah sama. Oleh karena itu, harta atau kekayaan
bukan menjadi dasar kesetaraan melainkan harus diimbangi dengan faktor lain seperti
akhlak dan agama.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana lafadz atau matan hadis yang berkaitan dengan kafa’ah
2. Bagaimana penjelasan mengenai hadis kafa’ah

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana lafadz atau matan hadis yang berkaitan dengan
kafa’ah
2. Untuk mengetahui bagaimana penjelasan nengenai hadis kafa’ah

3
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat II (Bandung: Pustaka Setia , 2001), h. 200
4
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat II (Jakarta:Kencana,2003), h. 97

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis-Hadis Kafa’ah
Metode pencarian pada Kitab Mu’jam

Shahih Bukhori, Kitab Nikah (67), Bab Kufu’ dalam agama (16), nomor 4698

َ‫شح‬ َ ِْ ‫ع‬
َ ِ‫عائ‬ ُّ ُِْ ‫ع ْش َٗج ُ ت‬
َ ‫ ِْش‬َٞ‫اىضت‬ ُ ِّٜ ‫ ِ قَا َه أ َ ْخثَ َش‬ٛ ّ ‫اىض ْٕ ِش‬ُّ ِْ ‫ع‬ َ ‫ْة‬ ٌ َٞ‫شع‬ُ ‫اُ أَ ْخثَ َشَّا‬ ِ ََ َٞ‫َحذَّشََْا أَتُ٘ ْاى‬
‫ش ِٖذَ َتذ ًْسا ٍَ َع‬ َ ِْ ََّ ٍِ َُ‫ع ْث ِذ ش ََْ ٍظ َٗ َما‬ َ ِِْ ‫ َعحَ ت‬ٞ‫عرْ َثحَ ت ِِْ َس ِت‬ ُ َِْ‫فَحَ ت‬ْٝ َ‫َّللاُ َع ْْ َٖا أ َ َُّ أ َ َتا ُحز‬َّ ٜ َ ‫ظ‬ ِ ‫َس‬
ِِْ ‫عرْثَحَ ت‬ ُ ِِْ ‫ ِذ ت‬ٞ‫د ْاى َ٘ ِى‬ َ ْْ ‫ ِٔ ِٕ ْْذَ ِت‬ٞ‫د أ َ ِخ‬ َ ْْ ‫عا ِى ًَا َٗأ َ ّْ َن َحُٔ ِت‬
َ َّْٚ‫عيَّ ٌَ ذ َ َث‬ َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِٜ ّ ‫اىَّْ ِث‬
َُ‫ذًا َٗ َما‬ْٝ َ‫عيَّ ٌَ ص‬َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ٜ ُّ ِ‫ اىَّْث‬ََّْٚ‫اس َم ََا ذَث‬ ِ ‫ص‬َ ّْ َ ‫ ِِل ٍْ َشأَجٍ ٍِ ِْ ْاْل‬ًٚ‫عَحَ َٗ ُٕ َ٘ ٍَ ْ٘ى‬ِٞ‫َست‬
ٌْ ُٕ ٘‫ع‬ ُ ‫َّللاُ { ا ْد‬َّ ‫ أ َ ّْضَ َه‬َّٚ‫شاشِ ِٔ َحر‬ٞ َ ٍِ ِْ ٍِ ‫ز‬ َ ‫ ِٔ َٗ َٗ ِس‬ْٞ َ‫اط ِإى‬ُ َّْ‫عآُ اى‬ َ َ‫َّ ِح د‬ٞ‫ ْاى َجا ِٕ ِي‬ِٜ‫ َس ُج ًًل ف‬ََّْٚ‫ٍَ ِْ ذَث‬
ِٜ‫ َٗأ َ ًخا ف‬ًٚ‫ب َماَُ ٍَ ْ٘ى‬ ٌ َ ‫ُ ْعيَ ٌْ ىَُٔ أ‬ٝ ٌْ َ‫ آتَا ِئ ِٖ ٌْ فَ ََ ِْ ى‬َٚ‫ ُن ٌْ } فَ ُشدُّٗا إِى‬ٞ‫ قَ ْ٘ ِى ِٔ َٗ ٍَ َ٘ا ِى‬َٚ‫تَا ِئ ِٖ ٌْ إِى‬ِٟ
ِِ ‫فَحَ ْت‬ْٝ َ‫ ُحز‬ٜ‫ ْاٍ َشأَج ُ أ َ ِت‬ٜ َ ِٕ َٗ ِ ّٛ ‫اٍ ِش‬ ّ ‫ ِو ت ِِْ َع َْ ٍشٗ ْاىقُ َش ِش‬ْٞ َٖ ‫ع‬
ِ ‫ ِ ش ُ ٌَّ اى َع‬ٜ ُ ُ‫ع ْٖيَحُ ِت ْْد‬ َ ‫خ‬ ْ ‫ِ فَ َجا َء‬ِٝ ِ ّ‫اىذ‬
َّ ‫عا ِى ًَا َٗىَذًا َٗقَ ْذ أ َ ّْضَ َه‬
ُ‫َّللا‬ َ ٙ‫َّللاِ ِإَّّا ُمَّْا ّ ََش‬ َّ ‫ع٘ َه‬ ُ ‫َا َس‬ٝ ‫د‬ ْ َ‫عيَّ ٌَ فَقَاى‬
َ َٗ ِٔ ْٞ ‫ع َي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ٜ َّ ‫عرْثَحَ اىَّْ ِث‬ ُ
َ ‫د فَزَ َم َش ْاى َحذ‬
‫س‬ِٝ َ ‫ ِٔ ٍَا قَ ْذ‬ِٞ‫ف‬
َ َْ ‫ع ِي‬

Artinya :Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah mengabarkan kepada
kami Syu'aib dari Az Zuhri ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair
dari Aisyah radhiallahu'anha, bahwasanya; Abu Hudzaifah bin Utbah bin Abdu
Syamsy -ia adalah seorang ahli Badar bersama Nabi- menjadikan Salim sebagai anak
angkat dan menikahkannya dengan anak perempuan saudarinya Hindu binti Al Walid

5
A.J. Winsink, Mu’jam al-Mufahrasli al-Faadz al-Hadis an-Nabawi, jlid 6, hlm 33

6
bin Utbah bin Rabi'ah. Dan ia adalah bekas budak dari seorang wanita Anshar.Yakni,
sebagaimana Nabi pernah menjadikan Zaid sebagai anak angkat. Beliau termasuk
orang yang mengambil anak angkat pada masa Jahiliyyah hingga orang-orang pun
menduga bahwa Zaid nantinya akan mewarisi hartanya, hingga pada akhirnya Allah
menurunkan ayat, "UD'UUHUM ILAA `AABAA`IHIM.." hingga firman-Nya, "WA
MAWAALIIKUM." Akhirnya mereka pun mengembalikan nasabnya) kepada bapak-
bapak mereka. Dan siapa yang tidak diketahui bapaknya, maka ia adalah maula
(budak yang dimerdekakan) dan saudara seagama. Kemudian datanglah Sahlah binti
Suhail bin Amru Al Qurasyii lalu Al 'Amiri -ia adalah istri Abu Hudzaifah bin Utbah-
kepada Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menganggap Salim
sebagai anak, sementara Allah telah menurunkan sebagaimana apa yang telah Anda
keahui."

Shahih Bukhori, Kitab Nikah (67), bab Kufu’ dalam agama (16), nomor 4699

‫د دَ َخ َو‬ ْ َ‫شحَ قَاى‬َ ‫عا ِئ‬ َ ِْ ‫ع‬ َ ِٔ ٞ‫ع ِْ أ َ ِت‬َ ً‫ع ِْ ِٕش ٍَا‬ َ َ‫عا ٍَح‬َ ُ ‫ َو َحذَّشََْا أَتُ٘ أ‬ٞ‫ذُ ت ُِْ ِإ ْع ََا ِع‬ْٞ ‫ع َث‬ ُ ‫َحذَّشََْا‬
‫خ ْاى َح َّج‬
ِ ‫ ِْش فَقَا َه ىَ َٖا ىَعَيَّ ِل أ َ َس ْد‬َٞ‫اىضت‬
ُّ ‫د‬ ِ ْْ ‫عحَ ِت‬ ُ َٚ‫عي‬
َ ‫ظثَا‬ َ ٌَ َّ‫عي‬
َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫ع٘ ُه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َس‬
‫ْس‬ ُ ٞ‫ َح‬ّٜ‫ اىيَّ ُٖ ٌَّ ٍَ ِح ِي‬ٜ‫ َٗقُ٘ ِى‬ٜ‫ َٗا ْشر َ ِش ِط‬ٜ‫ ِإ َِّل َٗ ِج َعحً فَقَا َه ىَ َٖا ُح ِ ّج‬ُِّٜ‫َّللاِ َِل أ َ ِجذ‬ َّ َٗ ‫د‬ ْ َ‫قَاى‬
‫د ْاى َِ ْقذَا ِد ت ِِْ ْاْلَع َْ٘ ِد‬ ْ ّ‫ َٗ َما‬ِْٜ َ ‫َح َث ْغر‬
َ ‫َد ذَ ْح‬

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ubaid bin Ismail, telah menceritakan
kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari bapaknya dari Aisyah ia berkata,
Rasulullah menemui Dlubabah binti Az Zubair, maka beliau bersabda, "Sepertinya
kamu ingin menunaikan ibadah haji." la pun berkata, "Demi Allah, tidak ada yang
menghalangiku kecuali sakit." Beliau pun bersabda, "Tunaikanlah haji, dan berilah
syarat. Bacalah: 'ALLAHUMMA MAHILLII HAITSU HABASTANII (Ya Allah, tempat
miqatku adalah di tempat Engkau merintangiku).'"" Saat itu, ia adalah istri daripada
Miqdad bin Al Aswad.

Shahih Bukhori, Kitab Nikah (67), bab Kufu’ dalam agama (16), nomor 4700

ٜ‫ع ِْ أَ ِت‬ َ ِٔ ٞ‫ ٍذ َع ِْ أ َ ِت‬ٞ‫ع ِع‬ َ ٜ‫ذ ُ ت ُِْ أ َ ِت‬ٞ‫ع ِع‬ َ ِْٜ َ ‫َّللاِ قَا َه َحذَّش‬ ُ ِْ ‫ع‬
َّ ‫ ِذ‬ْٞ ‫ع َث‬ َ َٚٞ‫َ ْح‬ٝ ‫غذَّد ٌ َحذَّشََْا‬
َ ٍُ ‫َحذَّشََْا‬
‫عيَّ ٌَ قَا َه ذ ُ ْْ َن ُح ْاى ََ ْشأَج ُ ِْل َ ْس َتعٍ ِى ََا ِى َٖا‬
َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِٜ ّ ِ‫ع ُْْٔ َع ِْ اىَّْث‬ َّ ٜ
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ظ‬ ِ ‫ َْشج َ َس‬ٝ‫ُٕ َش‬
‫اك‬ ْ َ‫ِ ذ َ ِشت‬ِٝ
َ َ‫َذ‬ٝ ‫د‬ ِ ّ‫خ اىذ‬ ْ َ‫ِْ َٖا ف‬ِٝ‫غ ِث َٖا َٗ َج ََا ِى َٖا َٗ ِىذ‬
ِ ‫اظفَ ْش تِزَا‬ َ ‫َٗ ِى َح‬

7
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami
Yahya dari Ubaidullah ia berkata, telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id
dari bapaknya dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, dari Nabi, beliau bersabda,
"Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu
akan beruntung."

Shahih Bukhori, Kitab Nikah (67), bab Kufu’ dalam agama (16), nomor 4701

ٚ‫ع َي‬َ ‫ع ْٖ ٍو قَا َه ٍَ َّش َس ُج ٌو‬ َ ِْ ‫ع‬َ ِٔ ٞ‫ع ِْ أ َ ِت‬ َ ًٍ ‫اص‬ ِ ‫ َح‬ٜ‫ ٌُ ت ُِْ َح َْضَ ج َ َحذَّشََْا ات ُِْ أ َ ِت‬ِٕٞ ‫َحذَّشََْا ِإت َْشا‬
‫ُ ْْ َن َح‬ٝ ُْ َ ‫ة أ‬َ ‫ط‬َ ‫ إِ ُْ َخ‬ٛ ٌّ ‫ َٕزَا قَاىُ٘ا َح ِش‬ِٜ‫عيَّ ٌَ فَقَا َه ٍَا ذَقُ٘ىَُُ٘ ف‬ َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫ع٘ ِه‬ ُ ‫َس‬
‫َِ فَقَا َه‬َِٞ ‫اء ْاى َُ ْغ ِي‬ ِ ‫د فَ ََ َّش َس ُج ٌو ٍِ ِْ فُقَ َش‬َ ‫ع َن‬ َ ٌَّ ُ ‫ُ ْغر َ ََ َع قَا َه ش‬ٝ ُْ َ ‫شفَّ َع َٗ ِإ ُْ قَا َه أ‬
َ ُٝ ُْ َ ‫شفَ َع أ‬
َ ُْ ‫َٗ ِإ‬
‫شفَّ َع َٗ ِإ ُْ قَا َه أ َ ُْ َِل‬ َ ُٝ ‫شفَ َع أ َ ُْ َِل‬
َ ُْ ‫ُ ْْ َن َح َٗ ِإ‬ٝ ‫ة أ َ ُْ َِل‬ َ ‫ط‬َ ‫ ِإ ُْ َخ‬ٛ ٌّ ‫ َٕزَا قَاىُ٘ا َح ِش‬ٜ‫ٍَا ذَقُ٘ىَُُ٘ ِف‬
‫ض ٍِصْ َو َٕزَا‬ ِ ‫ ٌْش ٍِ ِْ ٍِ ْو ِء ْاْل َ ْس‬ٞ‫عيَّ ٌَ َٕزَا َخ‬ َ َٗ ِٔ ْٞ ‫ع َي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫ع٘ ُه‬ ُ ‫ُ ْغر َ ََ َع فَقَا َه َس‬ٝ
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hamzah, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abu Hazim dari bapaknya dari Sahl ia berkata, Seorang laki-laki lewat di
hadapan Rasulullah SAW, maka beliau pun bertanya kepada sahabatnya,
"Bagaimana pendapat kalian mengenai orang ini?" mereka menjawab, "Ia begitu
berwibawa. Bila ia meminang pasti diterima, dan bila memberi perlindungan pasti
akan dipenuhi, dan bila ia berbicara, niscaya akan didengarkan." Beliau kemudian
terdiam, lalu lewatlah seorang laki-laki dari fuqara` kaum muslimin, dan beliau pun
bertanya lagi, "Lalu bagaimanakah pendapat kalian terhadap orang ini?" mereka
menjawab, "Ia pantas bila meminang untuk ditolak, jika memberi perlindungan tak
akan digubris, dan bila berbicara niscaya ia tidak didengarkan." Maka Rasulullah
SAW bersabda, "Sesungguhnyaorang ini lebih baik daripada seluruh kekayaan dunia
yang seperti ini."

Ibnu Majah, Kitab Nikah (10), Bab al-Afka’/setara (46) Hadis nomor 1957

،ٛ ُّ ‫اس‬
ِ ‫ص‬ ُ ُِْ ‫ ِذ ت‬َِٞ ‫ع ْثذ ُ ْاى َح‬
َ ّْ َ ‫ ََاَُ اْل‬ْٞ َ‫عي‬ َ ‫ َحذَّشََْا‬، ٜ ُّ ّ‫اىش ِق‬
َّ ‫ُ٘س‬ ٍ ‫عات‬ َ ِِْ ‫ع ْث ِذ هللاِ ت‬َ ُِْ ‫َحذَّشََْا ٍُ َح ََّذُ ت‬
: ‫ قَا َه‬، َ ‫ َْشج‬ٝ‫ ُٕ َش‬ٜ‫ع ِْ أ َ ِت‬َ ، ِٛ ّ ‫ص ِش‬ ْ َّْ‫ ََحَ اى‬ِٞ‫ع ِِ ات ِِْ َٗش‬ َ ، ََُ‫ع ْجًل‬ َ ِِْ ‫ َع ِْ ٍُ َح ََّ ِذ ت‬، ‫ْح‬ ٍ َٞ‫أ َ ُخ٘ فُي‬
َّ‫ إِِل‬، ُٓ٘‫َُْٔ فَضَ ّ ِٗ ُج‬ِٝ‫ظ َُْ٘ ُخيُقَُٔ َٗد‬ َ ‫ إِرَا أَذَا ُم ٌْ ٍَ ِْ ذ َ ْش‬: ٌَ َّ‫عي‬ َ ‫ هللا‬َّٚ‫صي‬
َ ٗ ِٔ ْٞ ‫عي‬ َ ِ‫ع٘ ُه هللا‬ ُ ‫قَا َه َس‬
.‫ط‬ٝ
ٌ ‫ع ِش‬ َ َ‫ض َٗف‬
َ ٌ ‫غ اد‬ ِ ‫ اْل َ ْس‬ٜ‫ذ َ ْف َعيُ٘ا ذ َ ُن ِْ ِفرَْْحٌ ِف‬

8
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdillah bin Sabur Ar
Raqqi berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Sulaiman Al
Anshari -saudara Fulaih- dari Muhammad bin 'Ajlan dari Ibnu Watsimah An Nashri
dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah ‫ هللا‬bersabda, "Apabila datang kepada
kalian orang yang kalian ridhai ahlak dan agamanya, maka nikahkanlah (dengan
anakmu). Jika tidak kalian lakukan, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang
banyak di muka bumi."

Ibnu Majah, Kitab Nikah (10), Bab al-Afka’/setara (46) Hadis nomor 1958

، َ ‫ع ْش َٗج‬ُ ِِْ ‫ع ِْ ِٕش َِاً ت‬ َ ،ٛ ُّ ‫ز ت ُِْ ِع َْ َشاَُ ْاى َج ْعفَ ِش‬ ِ ‫ َحذَّشََْا ْاى َح‬، ‫ ٍذ‬ٞ‫ع ِع‬
ُ ‫اس‬ َ ‫َحذَّشََْا‬
َ ُِْ ‫ع ْثذُ هللاِ ت‬
َ ُْ‫ َُّشٗا ِى‬ٞ‫ ذ َ َخ‬: ٌَ َّ‫عي‬
، ٌْ ‫ط ِف ُن‬ َ ‫ هللا‬َّٚ‫صي‬
َ ٗ ِٔ ْٞ ‫عي‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ع٘ ُه‬ ُ ‫ قَا َه َس‬: ‫د‬ ْ َ‫ َقاى‬، َ‫شح‬ َ ِْ ‫ع‬
َ ِ‫عائ‬ َ ، ِٔ ٞ‫ع ِْ أ َ ِت‬َ
َ ْ َ ْ َ
.ٌْ ِٖ ْٞ ‫ َٗأّ ِن ُح٘ا إِى‬، ‫َٗاّ ِن ُح٘ا اْلمفَا َء‬ ْ

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id berkata, telah
menceritakan kepada kami Al Harits bin Imran Al Ja'fari dari Hisyam bin Urwah dari
Bapaknya dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah bersabda, "Pandai-pandailah memilih
untuk tempat seperma kalian. Nikahilah wanita-wanita yang setara, dan nikahkanlah
mereka."

Abu Daud, Kitab Nikah (19), Bab sekufu’ (26) hadis nomor 1798

ٜ‫ع ِْ أَ ِت‬ َ ٜ‫ع ِْ أ َ ِت‬


َ َ‫ع َي ََح‬ َ ٗ‫ز َحذَّشََْا َح ََّاد ٌ َحذَّشََْا ٍُ َح ََّذ ُ ت ُِْ َع َْ ٍش‬ ٍ ‫َا‬ٞ‫اح ِذ ت ُِْ ِغ‬ ِ َ٘ ‫ع ْثذُ ْاى‬ َ ‫َحذَّشََْا‬
َّ َّٚ‫صي‬
ُ‫َّللا‬ َ ٜ ُّ ‫افُ٘خِ فَقَا َه اىَّْ ِث‬َٞ ‫ ْاى‬ٜ‫عيَّ ٌَ ِف‬
َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َّ َّٚ‫صي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ٜ َّ ‫ َْشج َ أ َ َُّ أ َ َتا ِٕ ْْ ٍذ َح َج ٌَ اىَّْ ِث‬ٝ‫ُٕ َش‬
ْ ‫ ش‬ِٜ‫ ِٔ َٗقَا َه َٗإِ ُْ َماَُ ف‬ْٞ َ‫ظحَ أ َ ّْ ِن ُح٘ا أَتَا ِٕ ْْ ٍذ َٗأ َ ّْ ِن ُح٘ا إِى‬
‫ءٍ ٍِ ََّا‬َٜ َ ‫َا‬ٞ‫ َت‬ِْٜ‫َا َت‬ٝ ٌَ َّ‫عي‬ َ َٗ ِٔ ْٞ َ‫عي‬ َ
ُ‫ ٌْش فَ ْاى ِح َجا ٍَح‬ٞ‫ذَذَ ُاَُٗٗ ِت ِٔ َخ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ghiyats, telah
menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin 'Amr, dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, bahwa Abu Hindun telah membekam
Nabi ‫ ﷺ‬pada bagian ubun-ubun, kemudian Nabi SAW bersabda, "Wahai Bani
Bayadhah, nikahkanlah Abu Hindun, dan nikahkanlah anak-anak wanitanya." Dan
beliau bersabda, "Seandainya ada sesuatu yang lebih baik yang kalian gunakan untuk
berobat, maka sesuatu tersebut adalah berbekam."

9
B. Hadis Pokok Kafa’ah

ِْ ‫ع‬َ ، َ ‫ع ْش َٗج‬ ُ ِِْ ‫ع ِْ ِٕش َِاً ت‬ َ ،ٛ ُّ ‫ز ت ُِْ ِع َْ َشاَُ ْاى َج ْعفَ ِش‬
ُ ‫اس‬ِ ‫ َحذَّشََْا ْاى َح‬، ‫ ٍذ‬ٞ‫ع ِع‬ َ ُِْ ‫هللا ت‬
ِ ُ‫ع ْثذ‬ َ ‫َحذَّشََْا‬
َ ُْ‫ َُّشٗا ِى‬ٞ‫ ذَ َخ‬: ٌَ َّ‫عي‬
‫ َٗا ّْ ِن ُح٘ا‬، ٌْ ‫ط ِف ُن‬ َ ٗ ِٔ ْٞ ‫عي‬َ ‫ هللا‬َّٚ‫صي‬ َ ِ‫ع٘ ُه هللا‬ُ ‫ قَا َه َس‬: ‫د‬ ْ َ‫ قَاى‬، َ‫شح‬ َ ِ‫عائ‬ َ ِْ ‫ع‬ َ ، ِٔ ٞ‫أ َ ِت‬
.ٌْ ِٖ ْٞ َ‫ َٗأ َ ّْ ِن ُح٘ا إِى‬، ‫اْل َ ْمفَا َء‬

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id berkata, telah
menceritakan kepada kami Al Harits bin Imran Al Ja'fari dari Hisyam bin Urwah dari
Bapaknya dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah bersabda, "Pandai-pandailah memilih
untuk tempat seperma kalian. Nikahilah wanita-wanita yang setara, dan nikahkanlah
mereka."

C. I’tibar Sanad

‫َع ِائ َشة‬


ْ‫َعن‬
ْ‫َأبِ ِيه‬
ْ ْ‫َعن‬
ْ‫ِه َشا ِمْ ْب ِنْ ُع ْر َو َة‬
ْ‫َعن‬
ْ‫ْاْل ْع َف ِر ّي‬ ِ ‫ثْبن‬ ِ ‫اْل‬
َ ْ ‫ان‬
َ ‫ْع ْم َر‬ ُ ْ ُ ‫ار‬َْ
‫َحدَّ َثنَا‬
ْ‫ُْ َع ْبدُ ْاهللِْ ْب ُن َْس ِعيد‬
‫َحدَّ َثنَا‬
‫ابنْماجه‬

10
D. Kualitas Dan Kuantitas
1. Kualitas Hadis
Berdasarkan dari rantai sanad periwayatan hadis di atas dapat kita analisis satu
persatu perawi yang meriwayatkan hadis tersebut, di antaramya:
a. Aisyah Radhiyallahu’anha
Aisyah Radhiyallahu’anha wafat pada tahun 58 H. Proses tahammul
wal ada’ dari periwayatan Rasulullah SAW kepada Aisyah menggunakan
lafadz yang tidak sharih yakni lafadz ِ‫ ع‬Namun periwayatan tersebut masih
dapat di terima karena Aisyah Radiyallahu;anha merupakan sahabat Nabi, dan
sahabat Nabi mempunyai kekhususan yaitu ‫( الصحابة كلهم عدل‬semua
sahabat itu ‘adil). Atas daar inilah periwayatan dari Rasulullah kepada
Aisyah dapat diterima.
a. Abihi (Urwah biin Zubair)
Abihi (Urwah biin Zubair) wafat pada tahun 101 H. Proses tahammul
wal ada’ dari Aisyah kepada Urwah bin Zubair juga menggunakan lafadz yang
tidak sharih yaitu ِ‫ع‬. Namun periwayatan ini juga masih dapat diterima
karena Urwah di kenal oleh ulama kritik hadis sebagai orang yang tsiqoh dan
juga melengkapi persyaratan diterimannya periwayatan dari lafadz yang tidak
sharih, yakni:

a) gurunya orang tsiqoh (Rasulullah)

b) bukan pelaku tadlis

c) bertemu langsung dengan rasulullah

c. Hisyam bin Urwah


Hisyam bin Urwah wafat pada tahun 145 H. Periwayatan dari abihi
(Urwah bin Zubair) kepada anaknya yaitu Hisyam bin Urwah juga masih
menggunakan lafadz yang tidak sharih yaitu lafadz ِ‫ع‬. Namun Hisyam bin
Urwah di kenal oleh ulama kritik hadis sebagai orang yang tsiqoh dan
melengkapi 3 syarat diterimanya periwayatan dari lafadz yang tidak sharih
yang telah kami sebelumnya. Maka periwayatan ini Masih dapat di terima.

11
d. Harits bin Imron
Harits bin Imron wafat pada tahun 210 H. Lafadz tahammul wal ada’
dari periwayatan Hisyam bin Urwah kepada Harits bin Imron juga
menggunakan lafadz yang tidak sharih yaitu lafadz ِ‫ع‬. Namun periwayatan ini
masih dapat dijuga karna mencukupi 3 syarat yang kami sebutkan
sebelumnya. Hanya saja Harits dikenal oleh ulama kritik sebagai orang yang
lemah hafalannya.
d. Abdullah bin Sa’id
Abdullah bin Sa’id wafat pada tahun 256 H. Periwayatan dari Harits
bin Imron kepada Abdullah bin Sa’id menggunakan lafadz yang sharih yaitu
lafadz ‫حدثنا‬. Dan Abdullah bin Sa’id dikenal oleh ulama kritik hadis sebagai
orang yang tsiqoh, maka periwayatan ini dapat diterima.
e. Ibnu Majah
Ibnu Majah wafat pada tahun 273 H. Periwayatan dari Abdullah bin
Sa’id kepada Ibnu Majah juga mennunakan lafadz yang sharih yaitu lafadz
‫حدثنا‬. Maka periwayatan ini dapat diterima.

Berdasarkan analisis di atas maka hadis tentang kafa’ah pada kitab Sunan Ibnu
Majah berkualitas hasan. Karena salah satu perawinya yang bernama Harits bin
Imron lemah pada hafalan hadisnya. Hal ini sesuai dengan persyaratan kualitas hadis
hasan yaitu: 1. Ittishal sanad. 2. Kurang kuat kedhabitannya, 3. Adil 4. Terbebas dari
syadz, 5. Terbebas dari Illat.

2. Kuantitas Hadis
Sedangkan menurut kuantitas bahwa hadis ini merupakan hadis ahad.
Karena hanya diriwayatkan dari satu orang saja yaitu Aisyah
Radhiyallahu’anha.

E. Syarah Hadis
Dikatakan didalam kitab Hasyiyah As-shindi kata َ ُْ‫ َُّشٗا ِى‬ٞ‫ذَ َخ‬
ٌْ ‫ط ِف ُن‬ bermakna

carilah baginya ( bagi orang yang mau menikah) yang terbaik, paling suci, dan terjauh

dari keburukan dan maksiat. Dan kata ‫ َٗا ّْ ِن ُح٘ا اْل َ ْمفَا َء‬maknanya, dan nikahkanlah
dengan yang sekufu atau setara. Dan ٌْ ِٖ ْٞ َ‫ َٗأ َ ّْ ِن ُح٘ا إِى‬bermakna mereka (orang tua

12
perempuan) menikahkan anak perempuan mereka kepada mereka (laki-laki). Dan
menunjukan bahwa orang tua perempuan itu menganggap anaknya mampu dan siap.6

F. Fiqih Hadis
Ulama sepakat menyatakan bahwa kafa’ah merupakan hak seorang wanita dan
walinya. Apabila seorang wali menikahkan seorang wanita dengan seorang pria yang
tidak sekufu dengannya maka wanita ini berhak membatalkan perkawinan tersebut.
Sebaliknya apabila seorang wanita memilih jodohnya seorang pria yang tidak sekufu
dengannya maka wali berhak menolak dan menuntut pembatalan perkawinan tersebut.
Terdapat perbedaan pendapat ulama dalam menentukan unsur-unsur yang
dinilai dalam kafa’ah. Adapun unsur kafa’ah menurut :
1. Ulama mazhab Maliki unsur kafaah yang yang dinilai adalah :
a. Agama
b. Bebas dari cacat jasmani dan rohani
2. Ulama mazhab Hanafi unsur kafa’ah yang dinilai adalah :
a. Agama
b. Keislaman
c. Kemerdekaan
d. Keturunan
e. Kekayaan
f. Status sosial
3. Ulama mazhab Syafi’i kafa’ah dalam hal:
a. Agama
b. Kemerdekaan
c. Keturunan
d. Status sosial
e. Keadaan Jasmani
4. Ulama mazhab Hanbali
a. Agama
b. Kemerdekaan
c. Keturunan
d. Kekayaan

6
Abul Hasan al-Hanafi, Hasyiyah as-Sindi, Juz 1, hlm 507

13
e. Status sosial.

Yang dimaksudkan dengan unsur agama adalah komitmennya terhadap ajaran


agama. Yang dimaksud Keislaman oleh ulama mazhab Hanafi adalah jika pria itu dari
keturunan non Arab hendaklah orang tua pria itu orang muslim. Adapun merdeka
menurut ulama mazhab Hanafi, mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali adalah bahwa
pria itu bukan budak karena status budak tidak sama dengan status orang merdeka.
Unsur keturunan adalah bahwa orang tua pria itu ada dikenal berasal dari orang baik-
baik. Yang dimaksud dengan kekayaan adalah kesanggupan membayar mahar dan
nafkah perkawinan.status sosial adalah adanya mata pencaharian pria tersebut yang
dapat menjamin nafkah rumah tangganya kelak. Keadaan Jasmani dan rohani yaitu
apakah terdapat cacat pada jasmani atau rohaninya.

Uraian dan penjelasan di atas memberikan gambaran telah terjadi perbedaan


pandangan para ulama mengenai aspek-aspek yang terkandung dalam kafaah.
Perbedaan ini disebabkan oleh cara pandang yang dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi dimana para ulama tersebut menetap. Juga perbedaan mereka dalam
memahami beberapa hadis Nabi yang menjadi dasar penetapan kafa’ah.

Namun demikian satu titik temu dalam masalah ini mereka sepakat dengan
mendahulukan aspek agama dan akhlak bagi mereka yang hendak melangsungkan
pernikahan. Artinya mereka yang akan menikah wajib memperhatikan masalah agama
dan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah. Sebab hanya dengan cara seperti
inilah biduk rumah tangga yang akan dilalui mampu untuk menangkis setiap
permasalahan-permasalahan yang datang, dengan demikian akan terciptalah
kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera, sakinah mawaddah wa rahmah.7

G. Dampak Kafa’ah Terhadap Ketahanan Keluarga


Pentingnya kesetaraan atau kafa’ah dalam pernikahan agar dapat mewujudkan
kemaslahatan dalam menjalani kehidupan berumah tangga sehingga dapat tercapainya
tujuan pernikahan. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga tidaklah mudah tanpa
adanya kecocokan atau kesetaraan dari kedua belah pihak. Jika ketidak cocokan ini
bukan dalam hal prinsip, masih bisa dimaklumi oleh keduanya. Walaupun
ketidakcocokan seperti dalam segi pendapat, sikap, atau semacamnya ini banyak dan

7
. Nur Cahaya, Konsep Kafa’ah Didalam Hadis-hadis Hukum, Jurnal Syariah dan Hukum, vol 03, No
02, Juli-Desember 2021.

14
sering terjadi, pasangan akan dengan mudah memberikan maaf dan memaklumi
secara terbuka.
Keterbukaan akan menimbulkan rasa saling memahami dan saling mengisi
kekurangan dengan kelebihan yang dimiliki pasangan. Mengetahui dan memilih
kekufuan pasangan dalam pernikahan ini sangat penting untuk memahami dan
menjaga keromantisan hubungan dengan pasangan. Misalnya, dari hal pokok dalam
memilih calon pasangan adalah pasangan yang memiliki kriteria kufu dalam agama,
keturunan, pendidikan, kecantikan, pendidikan dan akhlak.
Kriteria kufu dalam hal agama dan akhlaq adalah kriteria paling pokok yang
lebih bisa membawa kebahagiaan dunia dan akhirat kepada keluarganya, artinya
tercapailah tujuan dari perkawinan tersebut. Jika dalam kehidupan rumah tangga
memiliki ketidakcocokan dalam hal yang berprinsip maka akan sulit menjalani
kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia.
Pentingnya kafa’ah demi tercapainya tujuan perkawinan ini meliputi hal
prinsip atau pokok yang dapat dijadikan sebagai media menjaga ketahanan keluarga.
kafa’ah sangat mempengaruhi kualitas dari kehidupan rumah tangga yang dibangun
oleh calon pasangan. Posisi suami yang tidak setara atau sekufu dengan istrinya
ataupun sebaliknya, sering kali memicu perselisihan di antara keduanya.
Perselisihan yang muncul bisa berupa fisik dan mental. Jika perselisihan
terjadi terus-menerus maka akan memungkinkan terjadinya kekerasan secara mental
dengan kata-kata yang menyakitkan, tindak pemukulan atau penganiayaan fisik,
perilaku yang tidak bertanggung jawab, tidak memenuhi kebutuhan ekonomis atau
biologis, kawin lagi. Bahkan jika sudah terlalu sering terjadi perselisihan yang sangat
akut maka tidak jarang terjadi perceraian bahkan menjurus pada tindakan sadisme
dengan menyengsarakan atau menghilangkan nyawa.
Seorang arsitek akan memilih bahan yang cocok dan berkualitas untuk
mendirikan bangunan agar menjadi bangunan yang kokoh dan berkualitas tinggi.
Begitu pula gambaran urgensi kafā’ah dalam pernikahan terhadap ketahanan keluarga.
Dengan demikian tercapailah apa yang menjadi tujuan pembentukan keluarga. Proses
mencari jodoh yang cocok tidak bisa dilakukan secara asal-asalan dan harus
berdasarkan pertimbangan yang matang karena hal ini merupakan salah satu penentu
besarnya kesuksesan dari pernikahan.
Kesalahan sedikit saja dalam memilih kriteria prisip dalam diri pasangan, akan
memberikan kesempatan terjadinya kekecewaan dan kesulitan dalam membenahi

15
kerusakan yang terjadi dalam rumah tangga yang akhirnya berbuah pada perceraian.
Menjaga ketahanan keluarga bukanlah perkara yang mudah, karena pernikahan
merupakan penyatuan dua pribadi yang berasal dari latar belakang yang berbeda, baik
itu kultur sosial, budaya, ekonomi serta lingkungan keluarga. Karenanya, seringkali
terdengar meskipun pernikahan sudah dijalani selama bertahun tahun, masih saja
terkendala dengan hambatan dalam menjaga ketahanan keluarga.
Tidak bisa dipungkiri pasti ada saja penyebab yang menjadi pemicu
pertengkaran dengan pasangan (suami-istri), mulai dari masalah keuangan, kebiasaan
hidup, serta masalah komunikasi suami-istri yang sering menemui jalan buntu.
Kebuntuan komunikasi dari suami-istri memang sering menjadi penyebab sulitnya
pasangan untuk dapat saling mengenali dan memahami satu sama lainnya. Meskipun
setiap individu memiliki perbedaan, namun sebenarnya tetap bisa diselaraskan dengan
baik sepanjang ada kemauan untuk melakukan keterbukaan antara suami-istri.8

8
. Salma Nida, Konsep Kafa’ah dan Dampaknya Terhadapat Ketahahan Keluarga, Jurnal Studi Hukum
Islam, Vol 09 No 02

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini penulis memaparkan hadis mengenai kafa’ah yaiitu
anjuran rasulullah untuk menikah dan menikahkan anak dengan yang sekufu atau
setara, juga telah disebutkan bebarapa unsur kafa’ah atau kesetaraan yang dapat
dinilai dalam segi hukum fiqih.
Hadis kafa’ah dalam kitab sunan Ibn Majah ini sudah di analisis baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. Secara kualitas hadis kafa’ah ni adalah hadis hasan,
dan dari segi kauantitas hadis ini etrgolong hadis ahad.
Anjuran kafa’ah sebagaimana yang disebut dalam hadis ini, tentu bukan tanpa
adanyasebab ataupu dampak bagi suatu pernikahan. Anjuran kafa’ah atau setara ini
bertujuan agar mewujudkan kemaslahatan dalam menjalani kehidupan berumah
tangga sehingga tercapainya tujuan pernikahan.

17
DAFTAR PUSTAKA

A.J. Winsink, Mu’jam al-Mufahrasli al-Faadz al-Hadis an-Nabawi, Jilid 6

Abul Hasan al-Hanafi, Hasyiyah as-Sindi, Juz 1

Ahmad Beni, Saebani, Fiqh Munakahat II (Bandung: Pustaka Setia , 2001).

Ahmad, Zarkasi, Menakar Kufu dalam Memilih Jodoh (Jakarta Selatan: Rumah Publishing,
2018)
Hidayati Nur dan Hartini, “Relevansi kafa’ah perspektif adat dan agama dalam membina
rumah tangga yang sakinah”, Al-qadau: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Jurusan Hukum
Keluarga Islam, Vo. 01, No. 2, (Februari 2024), h.9
Nida Salma, Konsep Kafa’ah dan Dampaknya Terhadapat Ketahahan Keluarga, Jurnal Studi
Hukum Islam, Vol 09 No 02
Nur Cahaya, Konsep Kafa’ah Didalam Hadis-hadis Hukum, Jurnal Syariah dan Hukum, vol
03, No 02, Juli-Desember 2021.
Rahman, Abdul Ghozali, Fiqh Munakahat II (Jakarta:Kencana,2003), h. 97

18

Anda mungkin juga menyukai