Pada kesempatan ini, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
nikmat dan karunia-Nya, kita dapat hadir, baik secara fisik maupun virtual, dalam
Rapat Paripurna DPR RI hari ini untuk mendengarkan penyampaian
Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi atas Rancangan Undang-Undang Tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 beserta Nota
Keuangannya.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membimbing dan mengajarkan kepada kita bagaimana mengelola dan
mengatur masyarakat, bangsa dan negara, sehingga kita dapat meneladani beliau
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang baldatun toyyibatun wa rabbun
ghafur.
Berkaitan telah disampaikannya RUU APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota
Keuangannya oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Agustus 2022 yang lalu,
dimana dalam dokumen tersebut juga menyertakan rencana target Asumsi Dasar
Ekonomi Makro dan Indikator-Indikator Kesejahteraan sebagai tolak ukur
pembangunan ekonomi di tahun 2023. Menanggapi hal tersebut, FPKB telah
mencatat beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian pemerintah antara
lain sebagai berikut:
2. Terkait dengan target Inflasi sebesar 3,3 persen (yoy). FPKB menilai
kenaikkan harga energi (BBM) dalam negeri dan ketersediaan pasokan pangan
antar wilayah ditengah berkurangnya pasokan pangan global akan sangat
berdampak pada pergerakan inflasi tahun 2023, sehingga bisa memungkinkan
inflasi setidaknya akan mencapai 3,5 persen. Disisi lain persoalan pasokan di
sejumlah sentra produksi hortikultura, akibat permasalahan struktural di
Kementan sektor pertanian, cuaca, serta ketersediaan antar waktu dan antar daerah
KemenESDM menjadi faktor naiknya laju inflasi. FPKB mendesak kepada pemerintah untuk
BKF senantiasa menjaga dan mengamankan pasokan pangan dan energi serta tetap
PNBP SDA &
memberikan subsidi bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan
KND
keberlangsungan fiskal secara jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu
guna menjaga dan mengendalikan nilai inflasi tahun 2023 koordinasi antar
otoritas baik moneter maupun fiskal perlu di optimalkan.
3. Nilai tukar rupiah diasumsikan sebesar 14.750 Rupiah per dolar AS.
FPKB berpandangan meskipun melemah dibandingkan dengan tahun 2022,
namun target tersebut masih ada peluang diturunkan menjadi sebesar 14.500
rupiah per barel. Dalam hal ini, pemerintah dituntut lebih memperhatikan
langkah pengetatan moneter yang dilakukan The Fed, baik melalui percepatan
BKF
KSSK
kenaikan suku bunga maupun kontraksi balance sheet, akan menyebabkan
ketatnya likuiditas di pasar keuangan global. Hal itu berdampak pada
terbatasnya aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia. Guna
mengantisipasi hal tersebut maka FPKB mendesak kepada pemerintah untuk
senantiasa mengintensifkan koordinasi dengan otoritas moneter (BI), OJK dan
juga LPS baik lewat KSSK maupun forum yang lainnya. Pelemahan nilai tukar
Rupiah akan sangat berdampak pada naik nya biaya import sehingga
mengakibatkan tingginya biaya produksi. Selain itu FPKB juga mendorong
agar pemerintah terus melanjutkan dan mengintensifkan kebijakan TKDN dan
penggunaan komponen dalam negeri serta hilirisasi produk eksport unggulan
guna membantu menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
6. Asumsi Lifting minyak bumi dipatok sebesar 660 ribu barel per hari
(bph) dan juga lifting gas bumi sebesar 1.050 ribu barel setara
KemenESDM minyak per hari (bsmph). FPKB meminta kepada pemerintah agar terus
BKF
melakukan akselerasi dan perbaikan regulasi dibidang minyak dan gas guna
mempercepat proyek-proyek migas baru yang on stream. Optimalisasi
pemeliharaan sumur dan penggunaan tekhnologi yang efisien seperti enhanced
oil recovery (EOR) harus terns ditingkatkan sebagai upaya agar target lifting
minyak dan gas bumi dapat tercapai.
11. Angka kemiskinan ditarget pada kisaran 7,5-8,5 persen dan Tingkat
Ketimpangan atau Rasio Gini 0,375-0,378. FPKB menilai penurunan
Bappenas
BPS target kemiskinan yang dipatok oleh pemerintah cukup optimis. Upaya
Kemensos stabilisasi harga kebutuhan pokok dan naiknya harga Bahan bakar minyak
Dit. Abid
PMK
bisa menjadi pemberat tercapainya target tersebut. FPKB mendorong
kepada pemerintah untuk terus memperbaiki dan meng-update data
terpadu kesejateraan sosial agar progam perlinsos dan bantuan sosial
lainnya dapat tepat sasaran. Selain itu juga pemerataan pembanguan juga
menjadi kunci agar ketimpangan yang terjadi tidak semakin melebar.
1v. Terkait dengan target Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar
Nelayan (NTN) tahun 2023 yang ditetapkan oleh pemerintah masing-
Bappenas
Kementan masing berada pada kisaran 105-107 dan 107-108. FPKB menilai
KKP produktifitas basil pertanian dan nelayan perlu untuk ditingkatkan
Bappenas
Dit. Ekontim sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi petani dan nelayan. Untuk
itu, sekali lagi FPKB mendorong agar upaya peningkatan NTP dan NTN ini
juga dibarengi dengan kebijakan-kebijakan afirmatif yang langsung dapat
dirasakan petani dan nelayan melalui ·bantuan subsidi dan penyediaan
infrastruktur.
Setelah mencermati postur RAPBN tahun anggaran 2023 yang diajukan oleh
pemerintah, maka FPKB memandang perlu memberikan beberapa catatan penting,
yaitu sebagai berikut:
11. Kemudian, pada RAPBN tahun anggaran 2023 PPN dan PPnBM
diperkirakan akan tumbuh sebesar 8,7 persen atau sebesar Rp740.1 triliun.
Sedangkan penerimaan PBB diperkirakan akan tumbuh signifikan
DJP sebesar 49,8 persen atau mencapai Rp31.3 triliun, serta penerimaan
BKF
Pajak Lainnya akan mengalami koritraksi sebesar 23,6 persen yaitu
menjadi sebesar Rp8. 7 triliun. FPKB berpendapat bahwa pencapaian
ketiga jenis penerimaan perpajakan tersebut sangat tergantung pada
kemampuan pemerintah dalam meminimalkan distorsi aktivitas
perekonomian dengan menjaga tingkat konsumsi dan permintaan dalam
negeri yang tetap solid. Selain itu juga ditopang oleh peningkatan objek
pajak di sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor
lainnya.
Vl. Di sisi lain, pada RAPBN tahun anggaran 2023, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) yang terdiri atas PNBP SDA, PNBP dari Kekayaan
Negara Dipisahkan (KND), PNBP lainnya, dan pendapatan Badan Layanan
Umum (BLU) diperkirakan mencapai Rp426.3 triliun atau mengalami
kontraksi sebesar 16,6 persen dari outlook tahun 2022. FPKB memandang
bahwa sebagai salah satu komponen utama PNBP maka Pendapatan
KemenESDM SDA yang bersumber dari SDA migas dan SDA nonmigas diharapkan
BKF
Dit. PNBP SDA&KND tidak mengalami kontraksi yang dalam. Sebagaimana diketahui target
Pendapatan SDA diperkirakan mencapai sebesar Rp188. 7 triliun, atau
terkontraksi 13,6 persen akibat prediksi harga komoditas di tahun 2023
yang lebih rendah perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah.
Pendapatan SDA migas ditargetkan sebesar Rp127 triliun atau
terkontraksi 1, 7 persen dari outlook tahun 2022 yang terdiri atas
pendapatan minyak bumi sebesar Rp95.2 triliun dan pendapatan gas bumi
sebesar Rp31.8 triliun. Untuk optimalisasi PNBP SDA Migas FPKB
mendesak Pemerintah bisa mendorong pelaksanaan kontrak bagi hasil
yang menarik investasi sehingga dapat meningkatkan lifting khususnya
dengan percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy
(ODSP) dan mempercepat Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) serta
massive exploration.
111. Lebih lanjut mengenai belanja modal sebesar Rp 199,1 triliun atau
sebesar 8,9 persen dari Belanja Pemerintah Pusat, masih lebih kecil
Dit. Abid Ekontim daripada belanja pegawai yang sebesar 19,8 persen dan belanja barang
Dit. Abid PMK yang sebesar 17 persen. FPKB menggarisbawahi bahwa alokasi belanja
Dit. Abid Polhukhankam
& BABUN modal pemerintah semakin menyusut. Hal tersebut akan merugikan
masyarakat karena belanja modal digunakan untuk membangun sarana
dan fasilitas publik. Maka dari itu, FPKB meminta belanja modal dapat
ditingkatkan agar belanja negara yang semakin meningkat, manfaatnya
dapat dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, peningkatan belanja modal
juga akan menghasilkan daya ungkit (multiplier effect) yang lebih optimal
terhadap perekonomian yang berkelanjutan, termasuk peningkatan
kesejahteraan rakyat.
11. Terkait dengan Dana Alokasi Umum, yang meningkat 4,8 persen dari
DJPK tahun 2022 sebesar Rp 378,0 Triliun menjadi sebesar Rp396 triliun. FPKB
meminta kepada pemerintah agar fokus dari DAU adalah pemerataan
antar daerah sehingga ketimpangan antar daerah dapat dikurangi. Selain
itu, FPKB juga berharap bahwa arah kebijakan DAU dapat menyelesaikan
permasalahan perekrutan guru PPPK di daerah yang beberapa tahun
terakhir terjadi.
DJPK VI. Terkait dengan Insentif Fiskal, yang meningkat sebesar 15,2 persen dari
Rp 6,9 triliun pada outlook 2022 menjadi Rp 8 triliun pada RAPBN 2023,
FPKB mendorong kepada pemerintah agar membuat kriteria untuk daerah
yang berhak mendapatkan insentif fiskal salah satunya adalah daerah yang
mendukung swasembada pangan.
1. Pembiayaan utang dalam RAPBN 2023 baik yang berasal dari SBN
maupun pinjaman direncanakan sebesar Rp696.3 triliun atau 8,1 persen
lebih rendah jika dibandingkan dengan outlook 2022. FPKB berpendapat
upaya pemenuhan target pembiayaan utang melalui penerbitan SBN di
DJPPR
pasar domestik perlu dilanjutkan karena sekaligus berfungsi bagi
pendalaman pasar keuangan (financial deepening), namun demikian
pemerintah juga harus mempertimbangkan kemampuannya dalam
melakukan mitigasi terhadap sewaktu-waktu terjadinya risiko crowding
out effect pasar keuangan domestik. FPKB secara khusus mengapresiasi
penerbitan sukuk oleh Pemerintah dengan skema green framework
sebagai komitmen dan kontribusi pemerintah dalam aksi mitigasi
perubahan iklim (climate changes). Sedangkan terkait pembiayaan utang
melalui pinjaman baik Pinjaman Dalam Negeri (PDN) maupun Pinjaman
Luar Negeri (PLN), FPKB secara tegas meminta pemerintah untuk
konsisten memperhatikan besaran biaya (cost) dan risiko (risk) pinjaman
tersebut pada level yang aman dan kredibel sehingga dapat mendukung
keberlangsungan fiskal jangka panjang.
Atas segala perhatian yang diberikan, maka kami mengucapkan banyak terima
kasih. Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan keridloannya. Aamiin.
PIMPINAN,
FRAKSI PARTAI KEBANG~ BANGSA DPR-RI
,
1s. Parhan .,..,,
BDPR / etaris Fraksi PKB DPR RI