Anda di halaman 1dari 11

Perbandingan Legal Standing untuk Warga Negara Asing di Negara

Indonesia dan Negara Jerman

Makhyatul Fikriya
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
E-mail: fikriyamakhyatul@gmail.com

Abstract
Dalam Teori Negara Hukum Rechtstaats yang di gagasnya,
Julius Stahl menyatakan bahwa setidaknya ada 4 prinsip
dasar yang harus terpenuhi sebagai negara yang salah satu di
antaranya adalah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Maka Indonesia sebagai Negara hukum haruslah menjunjung
tinggi hak Asasi. Namun pada faktanya terdapat
problematika dalam implemantasinya. Yakni tidak ada hak
warga negara asing untuk mendapatkan legal standing dalam
pengujian UU. Untuk itu perlu adanya studi komparasi
hukum di Indonesia dengan hukum negara lain dalam hal ini
negara Jerman. Metode Penelitian yang digunakan dalam
penelitian yaitu Penelitian Yuridis Normatif adalah
Metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Hasil
penelitian menunjukkan data dan informasi perbedaan antara
legal standing di Indonesia dan legal standing di Jerman.

Keywords: Legal Standing, Warga Negara Asing, Hak Asasi


Manusia
INTRODUCTION

Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Di dalam Teori
Negara Hukum Rechtstaats yang di gagasnya, Julius Stahl menyatakan
bahwa setidaknya ada 4 prinsip dasar yang harus terpenuhi sebagai negara
yang salah satu di antaranya adalah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Maka Indonesia sebagai Negara hukum haruslah menjunjung tinggi hak
Asasi Manusia.(Gagasan et al., 2020)
Hak Asasi Manusia metupakan hak yang bersifat kodrati dan universal
tanpa adanya lokalitas atau pembatasan terhadap status kewarganegarawan.
Oleh karena itu Warga negara asing yang yang tinggal di Indonesia dapat
memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana dimiliki oleh WNI selama
sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia sesuai dengan UU no 12 tahun 2006 tentang
kewarganegaraan Republik Indonesia. Namun pada faktanya Indonesia tidak
mengakui adanya legal standing warga negara asing dalam judicial review
dan constitutional review.(Izzah & Renaningtyas, 2021) Dengan dasar
pertimbangan bahwa di dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MKRI telah
diatur berkenaan dengan perorangan yang memiliki hak atau legal standing
untuk bertindak sebagai pemohon pengujian konstitusionalitas undang-
undang adalah perorangan WNI.(Kalalo & Tampanguma, 2021)
Berbeda dengan negara Jerman yang memberikan hak pengujian
terhadap WNA. Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman
(Bundesverfassungsgericht) diberi kewenangan yang luas untuk menangani
semua isu yang berkaitan dengan konstitusi di Jerman dan bertindak sebagai
pelindung konstitusi, penafsir tunggal konstitusi, serta penjaga hak asasi
manusia. Dalam menjalankan kewenangannya, hukum acara
Bundesverfassungsgericht menyatakan bahwa hak untuk mengajukan

2│
gugatan tidak hanya diberikan kepada warga negara Jerman asli, tetapi juga
kepada warga negara asing. Hal ini diatur dalam Undang-Undang tentang
Mahkamah Konstitusi Federal nomor 8a (Gugatan Konstitusional), dalam
Pasal 90 Bagian (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi Federal,
Bab 15 Prosedur dalam kasus-kasus yang disebutkan dalam Pasal 13
Mahkamah Konstitusi Federal tersebut mengatur bahwa setiap orang berhak
untuk mengajukan permohonan ke Bundesverfassungsgericht jika merasa
hak-hak dasarnya terganggu oleh berlakunya sebuah undang-undang, karena
hak-hak dasar tidak hanya berlaku bagi warga negara Jerman asli, tetapi juga
bagi warga negara asing.(Yusa et al., 2019)
Dengan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara Indonesia dan
Jerman, sudah dapat dipastikan bahwa hukum dan segala yang diatur akan
berbeda pula, maka dari itu untuk melihat perbedaan antara kedua negara
dalam aspek hukum yang berlaku saat ini.

RESEARCH METHOD

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu Penelitian


Yuridis Normatif adalah Metode penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. (Muchtar, 2015)
Dalam penulisan ini, digunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan
kasus (case approach) sebagai metode analisis serta studi komparasi dengan

│3
menyajikan perbandingan antara dua negara.(Yusa et al., 2019) Pertama,
pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengkaji peraturan
perundang-undangan Mahkamah Konstitusi. No, Tahun, Tentang. 7, 2020,
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi. Kedua, pendekatan konseptual digunakan dalam
tulisan ini untuk memperoleh pemahaman tentang legal standing, pengujian
konstitusional, hak asasi manusia, warga negara, dan orang asing antara
negara Indonesia dan Negara Jerman. Ketiga, pendekatan kasus yang
diterapkan dalam tulisan ini berkaitan dengan analisis terhadap Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007. Keempat dengan
menyajikan informasi mengenai legal standing di antara dua negara yakni
Indonesia dan Jerman.

RESULTS AND DISCUSSION

Legal standing, standing to sue, Ius Standi, dan Locus Standi dapat
diartikan sebagai hak individu, kelompok, atau organisasi untuk mengajukan
gugatan di pengadilan dalam proses perdata yang umumnya disebut sebagai
hak gugat. Secara tradisional, hak gugat didasarkan pada prinsip "tiada
gugatan tanpa kepentingan hukum" atau "point d'interest point d'action".
Prinsip ini menyiratkan bahwa kepentingan hukum seseorang atau kelompok
terkait dengan kepemilikan atau kepentingan material yang menderita
kerugian langsung. Doktrin ini terutama berlaku dalam konteks gugatan
perdata.(Gunawan, 2019) Dalam pengajuan gugatan perdata, legal standing
saat ini telah mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan ini
sejalan dengan kemajuan hukum yang mencakup kepentingan masyarakat
secara umum (Public Interest Law), di mana seseorang, kelompok, atau
organisasi dapat menjadi penggugat meskipun mereka tidak memiliki

4│
kepentingan hukum yang langsung terkait. Namun, mereka didorong oleh
kebutuhan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat luas terhadap
pelanggaran hak-hak publik, seperti lingkungan hidup, perlindungan
konsumen, dan hak-hak sipil dan politik.

Kedudukan hukum (legal standing) dapat ditemukan dalam Pasal 51


ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi. Pasal ini telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir
kali dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Peraturan tersebut
kemudian dinyatakan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Hak dan kewenangan konstitusional yang dapat dirugikan oleh
berlakunya undang-undang meliputi: (UU No. 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi [JDIH BPK RI], n.d.)

1. Perorangan warga negara Indonesia;


2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yangdiatur dalam undang-undang;
3. Badan hukum publik atau privat; atau
4. Lembaga negara

Salah satu kasus yang terjadi mengenai legal standing di Indonesia


adalah Hukuman Mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Setelah

│5
penolakan banding oleh Mahkamah Agung, kuasa hukum dari Duo Bali Nine
tersebut mengajukan Hak Uji Materiil (Handaving van Het Materielle Recht)
ke Mahkamah Konstitusi (MK) dua kali, dengan nomor perkara 2-3/PUU-
V/2007, yang menguji UU No 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika terhadap
UUD 1945. Dalam konteks judicial review ini, kuasa hukum terdakwa
menantang kebijakan yang diambil oleh para petinggi yudisial Negara.
Sebuah hal yang unik terjadi dalam dokumen tersebut, di mana satu nama,
yaitu Scott Anthony Rush, berhasil terhindar dari hukuman mati. Namun,
MK menolak sebagian (imparsial) permohonan tersebut dengan mengacu
pada salah satu kualifikasi dalam UUMK pasal 51 ayat (1) huruf a, yang
menyatakan bahwa hak uji materiil hanya dapat dilakukan oleh Warga
Negara Indonesia (WNI), sedangkan WNA tidak memiliki kedudukan
hukum (legal standing) di Indonesia, sehingga putusan tersebut tidak dapat
diterima (niet ontvankelijk verklaard).(Pradana, 2023)

Padahal para Pemohon adalah Terpidana Mati yang telah menjalani


proses persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang dan Pengadilan Negeri
Denpasar dalam perkara tindak pidana yang diatur dengan UU Narkotika di
wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Hukuman mati tersebut jelas
sangat merugikan kepentingan dan hak konstitusional para Pemohon yaitu
hak para Pemohon untuk hidup yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi,
yaitu UUD 1945. Dengan dijatuhi hukuman pidana mati maka hak untuk
hidup para Pemohon yang secara tegas dijamin keberadaannya oleh Pasal
28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 telah dilanggar. Pasal 28A UUD 1945
secara eksplisit mengatakan:
"Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya." Pasal 28I ayat (1) menegaskan bahwa hak untuk hidup (the
right to life), bersama dengan sejumlah kecil hak asasi lainnya (limitatif)

6│
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun
(non-derogable rights).
Sedangkan Mahkamah Konstitusi Jerman (Bundesverfassungsgerich),
yang lebih mengarah pada pengajuan constitutional complaint daripada
judicial review. Ketentuan eksplisit dalam Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi Jerman (BverfGG), khususnya di § 90 (1) BverfGG, menegaskan
bahwa setiap orang di Jerman (jedermann) berhak mengajukan permohonan
constitutional complaint selama yang dimohonkan berkaitan dengan hak-hak
dasar (basic rights). Hak-hak dasar ini tidak terbatas sebagai hak warga
negara, sehingga juga dianggap sebagai hak WNA. Bahkan WNA di Jerman,
yang merupakan warga negara dari Negara Uni Eropa, memiliki kedudukan
hukum yang sama dengan warga negara Jerman dalam hal-hal yang setara.
(Konstitusi, 2007)
Dalam prakteknya, Mahkamah Konstitusi Jerman telah menunjukkan
sikapnya yang tidak membatasi legal standing hanya bagi warga negara
Jerman. Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Jerman
yang dikeluarkan pada tanggal 22 Mei 2006. Putusan tersebut mengabulkan
permohonan constitutional complaint yang diajukan oleh seorang mahasiswa
asing dari Maroko yang tinggal di Jerman. Mahasiswa tersebut berpendapat
bahwa upaya pencegahan data screening (Rasterpfaendung) yang dilakukan
oleh The Federal Policy Agency (Bundeskriminalamt) untuk mengatasi
ancaman teroris setelah peristiwa 11 September 2001 bertentangan dengan
hak untuk menentukan informasi sendiri (the right for informational self-
determination) yang dijamin oleh Grundgesetz Republik Federal Jerman.
(Koritelu & Dewi, 2020)

Tabel Perbandingan Legal Standing negara Indonesia dan Negara


Jerman.

│7
Keterangan Negara
Indonesia Jerman
Nama Mahkamah Konstitusi Bundesverfassunggericht

Dasar Konstitusional UUD NRI 1945 Basic Law for the Federal
Republic of Germany
Article 2 (2), Article 14
(2), dan Article 93.

Undang- undang Terkait Pasal 51 ayat (1) Undang- Act on the Federal
Undang Nomor 24 Tahun Constitutional Court,
2003 tentang Mahkamah Chapter 15 Procedure in
Konstitusi the cases referred to in
Article 13 no. 8a
(Constitutional complaint),
dalam Article 90 (1).

Inti Kedudukan Hukum Pada pokoknya mengatur Pada pokoknya mengatur


mengenai syarat formil bahwa setiap orang
bagi Warga Negara
maupun materil legal berhak untuk mengajukan
Asing standing. Yang mana di permohonan ke
Indonesia tidak Bundesverfas-sungsgericht
mengakomodir adanya apabila merasa hak-hak
legal standing bagi WNA. dasarnya dirugikan atas
berlakunya sebuah undang-
undang, karena hak-hak
dasar tidak hanya terbatas
pada warga negara asli
Jerman, tetapi juga menjadi
hak warga negara asing.

CONCLUSION

8│
Dalam konteks pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi,
kuasa hukum warga negara asing tidak memiliki legal standing atau
kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materiil karena
undang-undang tersebut membatasi hak tersebut hanya untuk Warga Negara
Indonesia (WNI). Sementara itu, di Jerman, Mahkamah Konstitusi memiliki
pendekatan yang lebih inklusif terhadap legal standing warga negara asing.
Secara keseluruhan, perbedaan antara legal standing warga negara asing di
Indonesia dan di Jerman terletak pada pendekatan hukum yang diterapkan.
Di Indonesia, legal standing warga negara asing dalam konteks pengujian
undang-undang di Mahkamah Konstitusi terbatas hanya bagi Warga Negara
Indonesia (WNI), sementara di Jerman, Mahkamah Konstitusi mengakui hak
legal standing bagi warga negara asing yang tinggal di negara tersebut jika
hak-hak dasar mereka dirugikan.

│9
REFERENCES

Gagasan, S., Konsep, B., Hukum, N., & Prasetyoningsih, N. (2020).


Substansi Gagasan dalam Beberapa Konsep Negara Hukum. Nurani
Hukum, 3(2), 57–63. https://doi.org/10.51825/nhk.v3i2.9200
Gunawan, B. I. (2019). Urgensi Kedudukan Hukum (Legal Standing) Dalam
Pengujian Undang–Undang Oleh Warga Negara Asing Di Mahkamah
Konstitusi …. Jurnal Lex Justitia, 1–16.
Izzah, L., & Renaningtyas, P. C. (2021). WACANA HAK ASASI
MANUSIA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN
BARAT. Al’Adalah, 24(1), 45–53.
https://doi.org/10.35719/aladalah.v24i1.54
Kalalo, F. P., & Tampanguma, M. Y. (2021). KOMPETENSI
MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENEGAKAN HAK ASASI
MANUSIA. LEX ADMINISTRATUM, 9(6).
Konstitusi, M. (2007). Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Nomor 2-3/PUU-V/2007. 1–471.
Koritelu, E., & Dewi, R. I. (2020). The Granting of Legal Standing to
Foreign Nationals in Filing Judicial Review in Indonesia. 130(73),
120–130. https://doi.org/10.2991/aebmr.k.200321.016
Muchtar, H. (2015). ANALISIS YURIDIS NORMATIF SINKRONISASI
PERATURAN DAERAH DENGAN HAK ASASI MANUSIA.
Humanus: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Humaniora, 14(1), 80–91.
Pradana, A. M. N. (2023). ANALISA PUTUSAN HUKUMAN MATI
ANDREW CHAN DAN MYURAN SUKUMARAN : PUTUSAN MK
2-3/PUU-V/2023. WEBINAR HAK UJI MATERIIL PADA BAB
PENJELASAN UNDANG-UNDANG LANDASAN DAN AKIBAT
HUKUMNYA.

10 │
UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [JDIH BPK RI].
(n.d.).
Yusa, I. G., Sudibya, K. P., Aryani, N. M., & Hermanto, B. (2019). Gagasan
Pemberian Legal Standing Bagi Warga Negara Asing dalam
Constitutional Review. Jurnal Konstitusi, 15(4), 752.
https://doi.org/10.31078/jk1544

│ 11

Anda mungkin juga menyukai