Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial, makhluk yang berpikir, makhluk yang instability. Sebagai makhluk sosial manusia selalu hidup berkelompok atau senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lain, makhluk yang mampu berpikir untuk melakukan sesuatu, makhluk yang harus diajarkan sesuatu agar mampu bersosialisasi. Dari proses berpikir muncul perilaku atau tindakan sosial. Kalau perilaku dan tindakan sosial tersebut dilakukan dalam hubungan dengan orang lain maka terjadilah interaksi sosial. (Jabal Tarik Ibrahim, 2002: 10). Interaksi sosial sebagai faktor utama dalam kehidupan sosial dan dalam kehidupan sosial tidak bisa lepas dengan interaksi sosial. Interaksi sosial ini juga dapat dinamakan proses sosial, oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia (Gillin Gillin 1954: 489 dalam Soerjono Soekanto,1986: 51). Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai, pada saat itu mereka saling berkomunikasi baik secara lisan maupun isyarat atau simbul, aktivitasaktivitas itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Terdapat beberapa macam interaksi sosial. Dilihat dari sudut subjeknya, interaksi sosial ada 3 macam interaksi sosial (1) Interaksi antar orang perorangan (2) Interaksi antar orang dengan kelompoknya atau sebaliknya (3) Interaksi antar kelompok. Dilihat dari segi caranya ada 2 yaitu; (1) Interaksi langsung (direct interaction) yaitu interaksi fisik, seperti berkelahi, hubungan seks dan sebagainya (2) Interaksi simbolik (symbolic interaction) yaitu interaksi dengan menggunakan bahasa/isyarat. (Ary H. Gunawan,2000:22) Dilihat dari prosesnya interaksi sosial dibagi menjadi 4 yaitu: (1) Kerjasama (cooperation) (2) Persaingan (competition) (3) Pertikaian (conflict) (4) Akomodasi (accommodation) (5) Assimilasi (assimilation). Kerjasama (cooperation) adalah suatu interaksi (hubungan timbal balik) dari dan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama, misalnya; gotong-royong, berorganisasi, bergaining (perjanjian), MOU, hubungan patron-klien, hubungan simbiosemutualistik, dan lain sebagainya. Persaingan (competition) adalah suatu hubungan timbal-balik dari dan oleh dua orang atau lebih yang berlomba untuk mencapai tujuan yang sama, misalnya; UPNS (Ujian Pegawai Negri Sipil), UMPT (Ujian Masuk Perguruan Tinggi), Pileg (Pilihan Legislatif), Pilpres (Pilihan Presiden), dan lain-lain. Pertikaian (conflict) adalah perjuangan yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih yang masing-masing berkeinginan untuk mencapai keinginan bersama hal-hal yang sifatnya langka seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas, dan lain sebagainya. Akomodatif (accommodation) adalah suatu aktivitas dua orang atau lebih yang saling berusaha mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi situasi yang kurang kondusif, seperti; sikap toleransi, sikap kompromi, arbitrasi (perwasiatan), mediasi (penyelesaian masalah dengan melibatkan pihak ketiga), dan lain sebagainya. Assimilasi (assimilation) adalah suatu hubungan dua kebudayaan/unsur kebudayaan yang berlainan kemudian menjadi saling mempengaruhi sehingga lahir kebudayaan baru hasil assimilasi tersebut, seperti tradisi selamatan kematian, aslinya tradisi tersebut tidak ada bacaan Al-Quran dan Tahlil sekarang tradisi tersebut ada bacaan Al-Quran dan Tahlil. Untuk mempelajari lebih mendalam interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan nama interactionist perspective (Douglas 1973). Pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama symbolic interactionism. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead (seorang warga Amerika Serikat) awal abad ke sembilan belas yang sering dianggap sebagai sesepuh paling berpengaruh dari pendekatan interaksi simbolis ini. Mead setuju dan mengembangkan suatu kerangka yang menekankan arti penting perilaku terbuka (overt) atau objektif, dan tertutup (covert) atau subjektif di dalam aliran sosiologis (Margaret M. Poloma, 1992: 258). Psikologi-sosial Mead didominir oleh pandangan yang melihat realitas sosial sebagai proses ketimbang sebagai sesuatu yang statis. Manusia maupun aturan sosial berada dalam proses akan jadi, bukan sebagai fakta yang sudah lengkap. Mead berkecimpung dengan masalah yang rumit yaitu bagaimana proses individu menjadi anggota organisasi yang kita sebut masyarakat. Dilihat dari istilahnya saja jelas bahwa dari kata interaksionisme sasarannya adalah interaksi sosial, sedangkan kata simbolis mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Menurut Blumer (1969: 2) dalam Margaret M. Poloma, (1992: 261-269) menjelaskan bahwa interaksi simbolis bertumpu pada tiga premis; a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. b. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain c. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung. Interaksi simbolik mengandung sejumlah ide-ide dasar antara lain; 1) Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial 2) Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi non simbolik mencakup stimulus-respon yang sederhana. Interaksi simbolik mencakup “penafsiran tindakan”. 3) Objek- objek tidak mempunyai makna intrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi simbolik. Objek-objek dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu; objek fisik seperti meja, tanaman, bangunan; objek sosial seperi hubungan antara manusia; objek nilai seperti nilai, hak, peraturan. 4) Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. 5) Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. 6) Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai “organisasi sosial dari pelaku tindakan- tindakan berbagai manusia” Konsep lain yang juga penting dipertimbangkan dalam interaksi sosial adalah konsep definisi situasi. Menurut W I Thomas (1968) seseorang tidak segera memberikan reaksi manakala ia mendapatkan rangsangan dari luar. Hal ini berbeda dengan pandangan yang mengatakan bahwa interaksi manusia merupakan pemberian tanggapan (response) terhadap rangsangan (stimulus). Artinya, tindakan seseorang selalu didahului dengan suatu tahap penilaian dan pertimbangan; rangsangan dari luar diseleksi melalui proses yang dinamakan definisi atau penafsiran situasi. Dalam proses ini orang memberikan makna pada rangsangan yang diterimanya. Sebagai contoh, seorang gadis menerima ucapan salam, selamat pagi, dari orang yang belum dikenal, maka ia tidak langsung membalas dengan selamat pagi pula, apalagi ada indikasi iktikat tidak baik, sehingga ia cenderung memberikan reaksi berupa, tindakan yang sesuai dengan penafsirannya. 1. Pendekatan Interaksi (DIKUTIP JURNAL SOSIOLOGI PENDIDIKAN DR EKA SUSANTI) Pendekatan interaksi memberikan perhatian yang khusus terhadap pengamatan pada metode pengajaran dalam mengelola ruang kelas yang efisien. Pendekatan interaksi memperhatikan bagaimana pengaruh perilaku dominatif yang diperbandingkan dengan perilaku integratif terhadap anak. Guru dalam perspektif ini dipandang memiliki perilaku yang berbeda dalam memperlakukan murid atau peserta didik di ruang kelas. a. Perilaku Dominatif Versus Integratif Perilaku dominatif memposisikan guru sebagai sumber kebenaran. Guru juga dipandang sebagai makhluk serba tahu terhadap segala sesuatu. Gurulah sebagai tokoh peranan tentang benar salah terhadap suatu hal misalnya sikap, perilaku, aktivitas atau kerja. Sebaliknya, anak dipandang sebagai makhluk bodoh yang senantiasa perlu bimbingan dan arahan dari guru. Adapun perilaku integratif guru dalam ruang kelas akan menyebabkan terganggunya bagian terbesar murid dalam aktivitas di ruang belajar. Perilaku integratif memposisikan guru sebagai sumber motivasional dan inspirasi. Guru memberikan dorongan inspirasi dan motivasi terhadap semua peserta didik tanpa kecuali, baik miskin-kaya, bodoh- pintar, jelekcantik. Perilaku integratif guru memberikan ruang terhadap semua jenis perbedaan latar belakang peserta didik untuk memperoleh dorongan, inspirasi dan motivasi yang sama.
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri