Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA II

ABSORPSI CO2 DENGAN AIR


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia II

Disusun Oleh :
Kelompok II (A6)

M. Padli Sinaga NIM. 210140087


Frida Leunance Rumbapruk NIM. 210140089
Fatima Zahra Sitompul NIM. 210140106
Damayanti NIM. 210140126
Indira NIM. 210140145

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2023
ABSTRAK

Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara
pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorpsi cair yang dilakukan dengan
pelarutan. Tujuan percobaan ini yaitu dapat mengoperasikan alat absorpi gas dan
juga mampu menghitung laju absorpsi gas CO 2 dalam air melalui analisi larutan.
Prosedur kerjanya yaitu dengan mengairkan air dan CO 2 secara bersama-sama,
aliran air di alirkan dari bawah dengan menggunakan pompa sedangkan gas CO 2
dialirkan dari atas dan bertemu di menara isian. Percobaan ini dilakukan dengan
waktu 4 menit, 8 menit, 12 menit, 16 menit dengan flowrate air 2 liter/menit dan 4
liter/menit sedangkan flowrate dari gas CO2 yaitu 3 liter/menit dan 2 liter/menit.
Kadar CO2 yang di dapat yaitu pada laju alir 2 liter/menit yaitu 0,264 ppm, 0,308
ppm, 0,792 ppm, dan 0,396 ppm. Sedangkan pada laju alir air 4 liter/menit yaitu
0,352 ppm, 0,528 ppm, 0,572 ppm, dan 0,308 ppm.

Kata Kunci : Absorpsi, Flowrate, Campuran Gas, Pemisahan, dan Laju alir.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Absorpsi CO2 dengan Air


1.2 Tanggal Pelaksanaan : 27 Oktober 2023
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok II (A6)
1. M. Padli Sinaga NIM. 210140087
2. Frida Leunance R NIM. 210140089
3. Fatima Zahra Sitompul NIM. 210140106
4. Damayanti NIM. 210140126
5. Indira NIM. 210140145
1.4 Tujuan Praktikum : 1. Dapat mengoperasikan alat absorbsi gas.
2. Menghitung laju absorbsi gas CO2 dalam
air melalui analisis larutan yang keluar
dari kolom dengan metode titrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Absorpsi
Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan
cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorpsi cair yang dilakukan
dengan pelarutan. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi
adalah kelarutan (solubility) gas dalam pelarut dalam keseimbangan, tekanan
operasi, temperatur jenis absorben dan jenis laju alirnya. Suatu alat yang banyak
digunakan dalam absorpsi gas ialah menara isian. Alat ini terdiri dari sebuah
kolom berbentuk silinder atau menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan
ruang distribusi pada bagian bawah, pemasukan zat cair pada bagian atas, sedang
pengeluaran gas dan zat cair masing-masing diatas dan dibawah, serta suatu zat
padat tak aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut packing.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan
terjadinya hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas
maupun cairan yang melewati akan mengalami pressure drop atau penurunan
tekanan. Persyaratan pokok yang diperlukan untuk packing :
1. Harus tidak bereaksi (kimia) dengan fluida didalam menara.
Bahan atau material yang tidak bereaksi dengan fluida dalam menara
dipilih untuk memastikan keamanan, kestabilan kimia, dan integritas
struktural tangki penyimpanan. Hal ini mencegah reaksi kimia yang tidak
diinginkan, kerusakan material, dan risiko keamanan seperti korosi atau
kebocoran. Pemilihan material yang tepat memudahkan pemeliharaan serta
menjaga kualitas fluida yang disimpan.
2. Harus kuat, tetapi tidak terlalu berat.
Packing harus cukup kuat untuk menahan tekanan dan beban, tetapi tetap
ringan agar tidak memberikan beban berlebih pada struktur menara atau
kolom distilasi.
3. Harus mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tampa terlalu
banyak zat cair yang terperangkap atau menyebabkan penurunan tekanan
terlalu tinggi
4. Harus memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair
dan gas.
Packing harus dirancang agar menciptakan kontak yang baik antara zat
cair dan gas. Hal ini penting agar proses pemisahan atau reaksi kimia
berjalan efisien dan efektif.
5. Harus tidak terlalu mahal.
Packing harus efektif secara biaya, artinya pemilihan material dan
penggunaannya tidak boleh terlalu mahal. Ini memastikan bahwa proses
tetap efisien tanpa memberatkan anggaran secara berlebihan.
Penurunan tekanan akan menjadi lebih besar jika bahan isian yang
digunakan tidak beraturan (random packing). Selain itu, penurunan tekanan juga
dipengaruhi oleh laju alir gas maupun cairan. Pada laju alir tetap,
penurunantekanan gas sebanding dengan kenaikan laju alir cairan. Hal ini
disebabkan karena ruang antara bahan pengisi yang semula dilewati gas menjadi
lebih banyak dilewati cairan. Sehingga akan menyebabkan hold up (cairan yang
terikat dalam ruangan) bertambah. Akibatnya peningkatan laju alir cairan lebih
lanjut akan menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan dibagian atas kolom.
Keadaan ini biasa disebut flooding (banjir). Titik terjadinya peristiwa disebut
flooding point. Operasi pada keadaan flooding tidak akan menghasilkan
perpindahan massa yang bagus. Perpindahan massa yang optimum, dilakukan
pada keadaan loading point (titik belok kurva). Jika laju alir cairan dipertahankan
tetap sedang laju gas bertambah, maka terdapat beberapa kemungkinan yang akan
terjadi :
1. Terbentuk lapisan cairan yang menyerupai gelembung gas diatas
permukaan packing.
2. Cairan tidak akan dapat mengalir keluar kolom karena adanya tekanan
yang besar dari aliran udara. Akibatnya cairan akan mengisi kolom dari
bawah keatas sehingga terjadi inversi dari gas terdispersi kecairan berubah
menjadi cairan terdispersi kealiran gas.
3. Terjadi gelembung/ buih-buih udara didalam kolom yang makin lama
makin keatas dan akhirnya tumpah keluar kolom. Pada kondisi demikian,
penurunan tekanan gas berlangsung dengan cepat.
Banyak hal yang mempengaruhi absorpsi gas kedalam cairan, antara lain :
a) Temperatur operasi
Tingkatkan temperatur operasi cenderung mengurangi kelarutan gas dalam
cairan, tetapi juga meningkatkan laju absorpsi gas ke dalam cairan.
Peningkatan suhu dapat menyebabkan perubahan fase cairan yang
mempengaruhi proses absorpsi dan memerlukan energi tambahan. Sistem
tertentu memiliki temperatur operasi optimal yang meningkatkan
efektivitas menyerap gas tertentu.
b) Tekanan operasi
Tekanan operasi yang tinggi dapat meningkatkan kelarutan gas dalam
cairan serta mempercepat laju reaksi atau absorpsi gas. Hal ini juga dapat
mempengaruhi perubahan fase cairan dan membutuhkan lebih banyak
energi dalam operasinya. Beberapa sistem memiliki tekanan operasi
optimal untuk meningkatkan efektivitas menyerap gas tertentu
ke dalam cairan.
c) Konsentrasi komponen dalam cairan
Konsentrasi komponen dalam cairan mempengaruhi proses absorpsi gas.
Semakin tinggi konsentrasi komponen tersebut, semakin besar
kemampuan cairan menyerap gas. Menurut Hukum Henry, semakin tinggi
konsentrasi, akan semakin banyak gas yang dapat larut dalam cairan.
Konsentrasi tinggi juga biasanya meningkatkan laju absorpsi, namun ada
batasan konsentrasi maksimum yang bisa larut dalam cairan.
d) Konsentrasi komponen didalam aliran gas
Konsentrasi komponen dalam cairan mempengaruhi proses absorpsi gas.
Semakin tinggi konsentrasi komponen tersebut, semakin besar
kemampuan cairan menyerap gas. Menurut Hukum Henry, semakin tinggi
konsentrasi, akan semakin banyak gas yang dapat larut dalam cairan.
Konsentrasi tinggi juga biasanya meningkatkan laju absorpsi, namun ada
batasan konsentrasi maksimum yang bisa larut dalam cairan.
e) Luas bidang kontak
Luas bidang kontak yang lebih besar antara gas dan cairan meningkatkan
efisiensi absorpsi gas ke dalam cairan dengan meningkatkan area kontak
yang memungkinkan lebih banyak interaksi, mempercepat laju reaksi, dan
memperluas kemampuan absorpsi gas ke dalam cairan.
f) Lama waktu kontak
Lama waktu kontak antara gas dan cairan memengaruhi proses absorpsi.
Waktu yang lebih lama memungkinkan lebih banyak gas larut dalam
cairan, membantu mencapai keseimbangan yang baik, dan meningkatkan
efisiensi proses absorpsi gas ke dalam cairan.
Karena itu, dalam operasi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga
diperoleh hasil yang maksimal.Karekteristik suatu cairan dalam menyerap
komponen didalam aliran gas ditunjukkan oleh harga koefisien perpindahanmassa
antara gas-cairan, yaitu banyaknya mol gas yang berpindah persatuan luas serta
tiap fraksi. Untuk menentukan harga koefisien perpindahan massa suatu kolom
absorpsi dapat digunakan perhitungan berdasarkan neraca massa. Gas CO 2 akan
bersifat korosif jika di dalam gas alam terkandung uap air yang dapat
mengasamkan CO2 menjadi H2CO3. Sifat korosif CO2 akan muncul pada daerah-
daerah yang menyebabkan penurunan temperatur dan tekanan, seperti pada bagian
elbow pipa tubing-tubing, cooler, dan injektor turbin. Secara konvensional, proses
penghilangan CO2 di industri dilakukan dengan proses gas absorbsi yang berskala
besar. Campuran gas tersebut dikontakkan dengan pelarut absorben didalam alat
seperti packed towers, spray towers, venture towers, dan sieve-tray towers.
Sedangkan tipe dari alat scrubber yang lain seperti buble dan foam coloumn. Pada
kolom konvensional ini, kontak antara fasa gas dan fasa cair terjadi secara
langsung sehingga memungkinkan terjadinya dispersi antar fasa.
Kelemahan yang terjadi pada packed towers, buble dan foam coloumn
adalah memiliki laju alir yang satu arah (cocurrent) sehingga laju perpindahan
massa yang terjadi tidak lebih baik dari kondisi kesetimbangan. Sedangkan untuk
laju alir yang berlawanan (counter current) seperti yang terjadi pada packed
towers dan juga sieve-tray towers dapat terjadi peluapan (flooding) jika laju alir
gas terlalu besar dan juga akan terjadi proses penumpukan (loading) jika laju alir
terlalu kecil. Pada absorpsi gas CO2 menggunakan pelarut air, CO2 bereaksi
dengan air melalui persamaan sebagai berikut:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3 –…….………………………….(2.1)
Reaksi CO2 dengan air tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, di mana
konstanta kesetimbangannya sangat kecil sehingga pembentukan H + dan HCO3 -
juga sangat kecil. Karena itu, proses absorpsi CO2 dengan air lebih dinyatakan
sebagai absorpsi fisika, bukan absorps kimia.

2.2 Absorpsi Gas-Cair


Absorpsi gas-cair merupakan proses heterogen yang melibatkan
perpindahan komponen gas yang dapat larut menuju penyerap yang biasanya
berupa cairan yang tidak mudah menguap. Reaksi kimia dalam proses absorpsi
dapat terjadi di lapisan gas, lapisan antar fase, lapisan cairan atau bahkan badan
utama cairan, tergantung pada konsentrasi dan reaktifitas bahan-bahan yang
direaksikan. Untuk memfasilitasi berlangsungnya tahapan-tahapan proses
tersebut, biasanya proses absorpsi dijalankan dalam reaktor tangki berpengaduk
bersparger, kolom gelembung (bubble column) atau kolom yang berisi tumpukan
partikel inert (packed bed column). Proses absorpsi gas-cair dapat diterapkan pada
pemurnian gas sintesis, recovery beberapa gas yang masih bermanfaat dalam gas
buang atau bahkan pada industri yang melibatkan pelarutan gas dalam cairan,
seperti H2SO4, HCl, HNO3, formadehid dll (Coulson 2000). Reaksi kimia biasanya
dikaji dalam suatu proses batch berskala laboratorium dengan mempertimbangkan
kebutuhan reaktan, kemudahan pengendalian reaksi, peralatan, kemudahan
menjalankan reaksi dan analisis, dan ketelitian.

2.3 Peralatan Absorpsi


Peralatan absorpsi gas terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder atau
menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang didistribusikan pada
bagian bawah, pemasukan zat cair dan distributornya pada bagian atas. Serta diisi
dengan massa zat tidak aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut isian
menara (packing tower). Peralatan tersebut dapat digunakan untuk rektifikasi
(fraksionasi) untuk operasi absorpsi. Keefektifan suatu peralatan absorpsi sangat
tergantung pada sistim kontak antara gas dan cairan yang bersangkutan. Pada
peralatan absorpsi terdapat kolom bahan isian (packing) yang berfungsi untuk
memperluas kontak antara cairan dan gas, sehingga luas permukaan kontak
menjadi maksimum.

2.4 Prinsip Kerja Kolom Absorpsi


Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia ditransfer
dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap reaktor kimia.
Proses ini dapat berupa absorpsi gas, destilasi, pelarutan yang terjadi pada semua
reaksi kimia. Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan
kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu
fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan
gas dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian
atas menara. Peristiwa absorbsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packing
dengan dua tingkat. Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan
dari gas yang dimasukkan tadi.

Gambar 2.1 Kolom Absorpsi

2.5 Jenis-jenis Menara Absorpsi


Adapun jenis-jenis menara absorpsi antara lain:
a. Menara Sembur (Spray Tower)
Terdiri dari sebuah menara, dimana dari puncak menara cairan
disemburkan dengan menggunakan nosel semburan. Tetes tetes cairan akan
bergerak ke bawah karena gravitasi, dan akan berkontak dengan arus gas yang
naik ke atas. Nosel semburan dirancang untuk membagi cairan kecil-kecil. Makin
kecil ukuran tetes cairan, makin besar kecepatan transfer massa. Apabila ukuran
tetes cairan terlalu kecil, tetes cairan dapat terikut arus gas keluar. Menara sembur
biasanya digunakan untuk transfer massa gas yang sangat mudah larut.

Gambar 2.2 (a). Menara Sembur


b. Menara Pelat (Plate Column)
Jenis ini biasanya digunakan pada proses distilasi. Menara ini mempunyai
sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap pelat, maka akan diperoleh
kontak yang sebaik-baiknya antara fase cair dengan fase gas. Fasilitas ini dapat
berupa topi gelembung (bubble caps) atau lubang ayak (sieve). Pada pelat topi
gelembung dan lubang ayak, gelembung-gelembung gas akan terbentuk. Transfer
massa antar fase akan terjadi pada waktu gelembung gas terbentuk dan pada
waktu gelembung gas naik ke atas pada setiap pelat. Cairan akan mengalir dari
Uas ke bawah melintasi pelat di dalam kolom.

Gambar 2.3 (b). Menara pelat


c. Menara Gelembung (Bubble Tower)
Terdiri dari sebuah menara, dimana di dalam menara tersebut gas
jidispersikan dalam fase cair dalam bentuk gelembung. Transfer massa terjadi
pada waktu gelembung terbentuk dan pada waktu gelembung naik ke atas melalui
pairan. Menara gelembung digunakan untuk transfer massa gas yang latif sukar
larut. Gelembung dapat dibuat misalnya dengan pertolongan distributor pipa, yang
ditempatkan mendatar pada dasar menara.

Gambar 2.4 (c). Menara gelembung

d. Menara Packing (Packed Tower)


Terdiri dari packing (isian) yang digunakan untuk memperbesar luas
permukaan kontak antara gas dan liquid. Di dalam menara, cairan akan mengalir
ke bawah melalui permukaan bawah pengisi, sedangkan gas akan mengalir ke atas
kecara arus berlawanan, melalui ruang kosong yang ada diantara bahan pengisi.

Gambar 2.5 (d). Menara packing


Jenis packing (isian), yaitu sebagai berikut :
1. Rasching Ring

Gambar 2.6 Contoh Rasching Ring


Rasching ring, generasi pertama packing, biasanya terbuat dari logam
seperti baja karbon seperti yang ditampilkan di sini, atau dari non-logam karbon
hitam. Hal ini biasanya lebih tebal daripada jenis random packing yang lainnya.
jenis packing ini menawarkan duarbility korosi tinggi.
Jenis random packing ini tersedia dalam variabel seperti ukuran (mm):
25,38, dan 50. Raschig ring yang dibuat khusus dari karbon grafit atau digunakan
dalam aplikasi khusus menuntut korosi baik dan thermal shock resistance. Mereka
paling tahan terhadap asam, alkalis dan sebagai pembersih pada temperatur tinggi.
Raching ring memiliki penggunaan yang luas karena harganya yang murah
dan disediakan oleh vendor dalam berbagai ukuran dan bahan. Namun demikian,
akhir – akhir ini penggunaan rasching ring secara bertahap mulai digantikan oleh
pall ring yang lebih efisien walaupun harganya lebih mahal.
2. Pall Ring

Gambar 2.7 Contoh Pall Ring


Pall ring merupakan tipe baru dari random packing. Pall ring mempunyai
efisiensi yang tinggi dan merupakan pengembangan dari raschig ring. Dohntec
pall ring menunjukkan bahwa pall ring mempunyai kapasitas yang lebih besar
dan pressure drop yang lebih kecil daripada random packing yang lain. Pada pall
ring mempunyai dinding silindris yang terbuka dan bagian dalam yang cenderung
menonjol keluar, sehingga pall ring dapat menerima kapasitas yang lebih besar
dan pressure drop yang lebih kecil daripada cylindrical rings. Desain cincin
terbuka pada pall ring dapat menjaga distribusi dan menahan tendensi saluran
dinding. Kontak pada permukaan bagian dalam dan bagian luar dari pall ring,
efektif untuk distribusi liquid dan gas, serta tahan terhadap penyumbatan.
3. Cascade Ring

Gambar 2.8 Contoh Cascade Ring


Cascade ring, adalah sebuah media packing yang didesain untuk
memperbesar kapasitas, meningkatkan efisiensi dan kekuatan mekanik lebih dari
pall ring. Rasio berat atau diameter packing adalah 0,5. karena aspek rasio ini,
ketika packing ini dimasukkan ke dalam tower, cascade ring cenderung untuk
struktur seperti bagian dalam yang lebih efisien. Semua ciri-ciri ini, mengurangi
pressure drop dan meningkatkan efisiensi transfer massa.

4. Berl Saddle

Gambar 2.9 Contoh Berl Saddle


Berl saddle merupakan bentuk packing terbuka seperti sebuah saddle
tanpa bagian dalam dan bagian luar, bentuk dari berl saddle lebih baik bila
dibandingkan dengan raschig ring didalam aspek distribusi fluida dan tahanannya
rendah. Dan berl saddle membuat tekanan menjadi lebih rendah pada bagian
dalam tower.
5. Cross Partition Ring

Gambar 2.10 Contoh Cross Partition Ring


Cros partition ring merupakan packing yang sangat tahan terhadap asam
dan panas. Cross partition packing juga tahan terhadap korosi yang disebabkan
oleh berbagai macam asam anorganik, asam organik, dan solven organic, kecuali
asam hydrofluoric. Oleh karena itu, cross partition ring digunakan secara luas.
Jenis packing ini digunakan pada dry tower, absorbing tower, cooling tower,
scrubbing tower dan actifier tower didalam industri kimia, industri metallurgi,
industri coal gas, dan industri yang memproduksi oksigen.

6. Intalox Saddle

Gambar 2.11 Contoh Intalox Saddle


Intalox saddle merupakan pengembangan dari saddle yang berbentuk
lengkung. Perubahan itu terdapat pada kedua permukaan lengkungan menjadi
permukaan persegi dan membuat jari-jari bagian dalam dan luar dari lengkungan
berbeda.
2.6 Pemilihan Pelarut (Absorben)

Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan


diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi
kimia.Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci.Adapun persyaratan
untuk absorben yaitu:
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
Absorben ideal harus dapat menyerap atau melarutkan sebanyak mungkin
bahan yang ingin diambil, memungkinkan penggunaan cairan atau gas
yang lebih sedikit, serta meminimalkan volume alat yang diperlukan untuk
menyerap jumlah yang sama dari zat yang diinginkan.
2. Selektif.
Absorben ideal harus dapat menyerap atau melarutkan sebanyak mungkin
bahan yang ingin diambil, memungkinkan penggunaan cairan atau gas
yang lebih sedikit, serta meminimalkan volume alat yang diperlukan untuk
menyerap jumlah yang sama dari zat yang diinginkan.
3. Memiliki tekanan uap yang rendah.
Absorben perlu memiliki tekanan uap yang rendah agar tetap stabil dalam
bentuk cairan atau padat, menghindari penguapan yang berlebihan, serta
memastikan kinerja konsisten dalam sistem absorpsi.
4. Tidak korosif.
Absorben yang tidak korosif berarti absorben tersebut tidak menyebabkan
korosi atau kerusakan pada peralatan atau sistem yang digunakan. Ini
penting karena absorben yang tidak korosif menjaga keandalan dan
keamanan sistem absorpsi serta mencegah kerusakan pada peralatan yang
digunakan dalam proses tersebut.
5. Mempunyai viskositas yang rendah.
Absorben yang memiliki viskositas rendah memiliki kemampuan untuk
mengalir dengan lebih mudah. Hal ini penting karena viskositas rendah
memudahkan pergerakan absorben melalui sistem, meningkatkan efisiensi
proses absorpsi, dan mengurangi resistensi aliran, memastikan proses
berjalan dengan lancar.
6. Stabil secara termis.
Absorben yang stabil secara termis dapat menahan perubahan suhu tanpa
mengalami degradasi atau perubahan sifat yang signifikan. Hal ini penting
karena absorben yang stabil secara termis dapat dipakai dalam berbagai
rentang suhu tanpa kehilangan kinerja atau sifat yang diinginkan, menjaga
keandalan proses absorpsi pada berbagai kondisi suhu.
7. Murah.
Absorben yang ekonomis atau murah dalam hal biaya pembelian,
penggunaan, serta perawatan adalah syarat penting. Hal ini memastikan
efisiensi proses dan penggunaan sumber daya secara optimal tanpa
membebani anggaran secara berlebihan.
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan Cairan),
tatium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam
Vulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa (Roji, M 2009).

2.7 Proses Absorpsi


Absorpsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi
pengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi dari
absorpsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik
amoniak. Penggunaan absorbsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk
mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya.
Keuntungan absorpsi kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa
gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif
permukaan. Absorpsi kimia dapat juga berlangsung di daerah yang hampir dagnan
disamping penangkapan dinamik.

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi


Berikut ini adalah Faktor – faktor yang mempengaruhi Absorpsi
1. Kelarutan (solubility) gas dalam pelarut dalam kesetimbangan
Kelarutan gas dalam pelarut dipengaruhi oleh tekanan gas, sifat pelarut
(seperti polaritas), temperatur, dan interaksi antara gas dan pelarut.
Tekanan tinggi meningkatkan kelarutan, sedangkan temperatur tinggi
cenderung menguranginya. Faktor-faktor ini memengaruhi seberapa
banyak gas yang dapat larut dalam pelarut pada suatu waktu.
2. Tekanan operasi
Tekanan operasi yang tinggi dapat meningkatkan kelarutan gas dalam
cairan serta mempercepat laju reaksi atau absorpsi gas. Hal ini juga dapat
mempengaruhi perubahan fase cairan dan membutuhkan lebih banyak
energi dalam operasinya.
3. Temperatur
Temperatur memengaruhi absorpsi gas dalam pelarut karena perubahan
energi kinetik molekul dalam sistem. Pada temperatur yang lebih tinggi,
molekul-molekul dalam pelarut dan gas memiliki energi kinetik yang lebih
tinggi. Ini mengakibatkan gerakan yang lebih cepat dan agitasi molekuler
yang lebih besar di sekitar gas yang terlarut.Waktu
4. Laju Alir Gas
Laju alir gas memengaruhi absorpsi karena semakin tinggi laju alir gas,
semakin banyak molekul gas yang berinteraksi dengan pelarut dalam
waktu tertentu. Dengan laju alir yang lebih tinggi, kontak antara gas dan
pelarut menjadi lebih cepat dan intensif, yang dapat meningkatkan jumlah
gas yang terlarut dalam pelarut dalam waktu yang lebih singkat. Ini
mempengaruhi absorpsi gas dalam larutan dengan meningkatkan
kecepatan penyerapan gas ke dalam pelarut.
5. Laju Alir Air
Laju alir air mempengaruhi absorpsi gas karena menentukan seberapa
cepat gas dapat larut dalam air. Ketika laju alir air lebih tinggi, kontak
antara gas dan air meningkat, memungkinkan lebih banyak molekul gas
untuk berinteraksi dengan air dalam periode waktu yang sama. Hal ini
mengakibatkan peningkatan absorpsi gas oleh air karena lebih banyak gas
dapat larut dalam air dengan cepat. Sebaliknya, jika laju alir air rendah,
kontak antara gas dan air berkurang, sehingga jumlah gas yang dapat larut
dalam air juga berkurang.
6. Luas Permukaan Kontak
Luas permukaan kontak mempengaruhi absorpsi karena semakin besar
luasnya, semakin banyak area di mana gas dan pelarut dapat berinteraksi.
Dengan luas permukaan yang lebih besar, ada lebih banyak kesempatan
bagi gas untuk larut ke dalam pelarut, meningkatkan kemampuan absorpsi
gas oleh pelarut.
7. Konsentrasi Gas
Konsentrasi gas yang lebih tinggi berarti lebih banyak molekul gas yang
dapat berinteraksi dengan pelarut, meningkatkan kemungkinan gas
tersebut larut ke dalam pelarut dengan lebih banyak.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-Alat
Adapun alat-alat yang digunakan sebagai berikut.
1. Unit peralatan absorpsi gas 1 buah
2. Stopwatch 1 buah
3. Erlenmeyer 500 ml 4 buah
4. Buret 25 ml 1 buah
5. Gelas Ukur 100 ml 1 buah
3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan sebagai berikut.
1. Gas CO2 secukupnya
2. Air secukupnya
3. Indikator phenolphthalein (PP) secukupnya
4. Larutan standar NaOH 0,1 M secukupnya

Prosedur Kerja
3.2.1 Percobaan Absorpsi
1. Diisi tangki reservoir dengan air hingga ¾ penuh, catat volumenya sebagai
VT. Terlebih dahulu dilakukan titrasi pada air sebagai titrasi blanko.
2. Dipastikan valve air gas (V7) tertutup, valve keluaran sampel V5 dan V6
terbuka. Aliran air dengan menghidupkan pompa dan laju alir diatur
menggunakan pengatur valve air (V1) sesuai penugasan.
3. Dibuka valve pengatur tekanan tabung gas CO2 dengan hati-hati dan atur
laju alir gas dengan V7 sesuai penugasan.
4. Setelah waktu operasi tercapai, ambil sampel dari keran sampel sesuai
dengan selang waktu yang ditentukan.
5. Diambil 10 ml sampel dalam tabung tertutup pada setiap waktu dan
dilakukan analisa volumetrik terhadap sampel.
3.2.2 Penentuan CO2 Terlarut
1. Diambil sampel masing-masing sebanyak 10 ml.
2. Diteteskan 2-3 tetes indikator pp, jika terbentuk warna merah dengan
segera maka tidak ada CO2 bebas.
3. Dititrasi sampel dengan larutan NaOH standar sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang 30 detik. Catat volume alkali yang
dibutuhkan (VB).
4. Untuk memperoleh hasil yang baik, gunakan warna pembanding standar
yang dibentuk dari natrium bicarbonate dengan pp dalam jumlah yang
sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini ditunjukkan pada Tabel
4.1 dan Tabel 4.2
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Run I (Flowrate Air 2 L/menit, Flowrate CO2 3 L/m
Flowrate Flowrate Volume Kadar
Waktu Air CO2 Titran CO2 Efisiensi
(menit) (L/menit) (L/menit) (ml) (ppm) CO2 (%)
4 2 3 0,6 0,264 20
8 2 3 0,7 0,308 16
12 2 3 1,8 0,792 5
16 2 3 0,9 0,396 12,5
Sumber : Praktikum Proses Teknik Kimia II, 2023.

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Run II (Flowrate Air 4 L/menit, Flowrate CO2 2 L/menit)
Flowrate Flowrate Volume Kadar
Waktu
Air CO2 Titran CO2 Efisiensi
(menit)
(L/menit) (L/menit) (ml) (ppm) CO2 (%)
4 4 2 0,8 0,352 14
8 4 2 1,2 0,528 9
12 4 2 1,3 0,572 8
16 4 2 0,7 0,308 16
Sumber : Praktikum Proses Teknik Kimia II, 2023

4.2 Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa bahwa percobaan ini
bertujuan untuk menghitung laju absorpsi CO2 di dalam air melalui metode titrasi
dan menghitung efisiensi kadar CO2. Dalam praktikum absorbsi yang dilakukan
yaitu secara kontinyu dengan menggunakan variabel bebas yaitu 4 menit, 8
menit, 12 menit sampai 16 menit. Absorbsi yaitu proses penyerapan komponen-
komponen yang terdapat di dalam gas dengan menggunakan cairan dimana suatu
campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap yang sesuai. Peristiwa
absorbsi pada percobaan ini berupa aliran counter-cuurrent dimana aliran udara
masuk dibawah kolom dan aliran air masuk diatas kolom dengan laju alir masing-
masing yang diatur. Pada praktikum ini digunakan gas CO 2 sebagai absorbat dan
air sebagai absorben.

4.2.1 Hubungan Antara Waktu Kontak dan Laju CO2 Terhadap Kadar
CO2 yang Terserap
Adapun hubungan antara waktu kontak dan flowrate air terhadap kadar
CO2 yang dapat diserap dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :

1 Run I (flowrate air


Kadar CO2 (ppm)

0.8 3L/menit dan


flowrate C02
0.6 2L/menit)
0.4 Run II (Flowrate
air 3 L/menit,
0.2 Flowrate CO2
0 3L/menit)
2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu (menit)

Gambar 4.1 Hubungan Antara Waktu Kontak dan Flowrate Air Terhadap Kadar
CO2 yang Terserap.
Berdasarkan grafik diatas dapat diperoleh hasil yang dilakukan secara
kontinyu dengan menggunakan variabel bebas yaitu 4 menit, 8 menit, 12 menit
sampai 16 menit sehingga diperoleh bahwa pada run I kadar CO 2 yang
terabsorpsi pada waktu 4 menit sebanyak 0,264 ppm, waktu 8 menit sebanyak
0,308 ppm, waktu 12 menit sebanyak 0,792 ppm dan pada waktu 16 menit
sebanyak 0,396 ppm. Dalam praktikum absorpsi yang dilakukan yaitu secara
kontinyu dengan menggunakan variabel bebas yaitu mulai yaitu 4 menit, 8 menit,
12 menit sampai 16 menit. Pada percobaan Run II diperoleh kadar CO2 yang
terserap pada waktu 4 menit sebanyak 0,352 ppm, waktu 8 menit sebanyak 0,528
ppm, waktu 12 menit sebanyak 0,572 ppm dan pada waktu 16 menit sebanyak
0,308 ppm. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa dimana dari hasil yang
diperoleh menunjukkan adanya turunan dari kadar CO2 setiap satuan waktu
(menit). Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa waktu dapat mempengaruhi kadar
CO2 yang diserap, dimana semakin lama waktu kontak antara cairan dengan gas,
maka kadar CO2 yang terserap akan semakin besar. Di karenakan cairan yang
digunakan telah mencapai kapasitas maksimumnya dalam menyerap CO 2.
Meskipun waktu kontak diperpanjang, cairan tersebut tidak dapat menyerap lebih
banyak gas (Novi Sylvia, 2018)
Hasil kadar CO2 pada laju alir air dari kedua percobaan yang tertinggi
berbeda-beda yaitu, pada run I hasil tertingginya di menit 12 yakni 0,792 ppm,
dan pada run II hasil tertingginya pada menit 12 pula yakni 0,572 ppm.
Berdasarkan perbandingan antara run I dan run II didapatkan hasil kadar CO 2 run
I lebih besar daripada run II. Hal ini dikarenakan laju alir pada run I lebih besar,
sehingga penyerapan kadar CO2 lebih banyak. Laju alir yang lebih tinggi
memberikan kesempatan bagi air untuk berinteraksi lebih banyak dengan CO2,
yang kemungkinan besar akan menghasilkan peningkatan jumlah CO 2 yang
diserap.

4.2.2 Hubungan antara Waktu Kontak dan Laju Alir CO2 terhadap
Efesiensi Penyerapan Kadar CO2
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hubungan antara waktu kontak dan laju
alir air terhadap efisiensi penyerapan kadar CO2 pada laju alir air 2 L/menit (run I)
dan laju alir air 4 L/menit (run II) dapat dibuat grafik seperti gambar 4.2 dibawah
ini :
25
20 Run I (flowrate air
Efisiensi Penyerapan

3L/menit dan
Kadar CO2 (%)

15 flowrat C02 2L/


menit)
10 Run II (flowrate
5 air 3L/menit dan
flowrate C02
0 3L/menit)
2 4 6 8 10 12 14 16 18
Waktu (menit)

Gambar 4.2 Hubungan Antara Waktu Kontak dan Laju Alir Air Terhadap
Efisiensi Penyerapan Kadar CO2.
Berdasarkan grafik diatas dapat diperoleh hasil efisiensi penyerapan CO 2
yang dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan variabel bebas yaitu mulai
4 menit, 8 menit, 12 menit sampai 16 menit sehingga diperoleh bahwa pada run I
kadar CO2 yang terabsorpsi pada waktu 4 menit sebanyak 20 %, waktu 8 menit
sebanyak 16 %, waktu 12 menit sebanyak 5 % dan pada waktu 16 menit sebanyak
12,5 %. Dalam praktikum absorbsi yang dilakukan yaitu secara kontinyu dengan
menggunakan variabel bebas yaitu mulai 4 menit, 8 menit, 12 menit sampai 16
menit.
Pada percobaan Run II diperoleh pada waktu 4 menit sebanyak 14 %,
waktu 8 menit sebanyak 9 %, waktu 12 menit sebanyak 8 % dan pada waktu 16
menit sebanyak 16 %. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa semakin lama
waktu maka semakin kecil efsiensi kadar CO2. Hal ini dikarenakan kinerja pada
alat absorpsi telah mengalami distribusi sempurna. Sehingga packing didalam
absorpsi mengalami kontak antara air dan CO 2 yang membuat air menyerap CO 2
dengan menghasilkan efisiensi maksimum yang dicapai (Maarif Fuad, 2009)
Hasil efisiensi tertinggi terletak pada waktu 4 menit pada run I sebesar
20%, dan pada run II pada waktu 16 menit sebesar 16%. Setelah gas CO2
terakumulasi, lama-kelamaan akan tercapai kondisi kesetimbangan. Dari hasil
keduanya, menunjukkan bahwa semakin kecil laju alir air maka efisiensi kadar
CO2 akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan teori dikarenakan semakin kecil
laju alir air maka akan memperlama waktu kontak antara CO 2 dengan air sehingga
CO2 dapat terdifusi dengan baik kedalam H2O (Ahmad, 2012)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin besar volume titran, maka semakin besar kadar CO 2 yang
terserap.
2. Waktu juga mempengaruhi kadar CO2 yang terserap, dimana semakin
lama waktu kontak antara cairan dan gas maka kadar CO 2 yang terserap
akan semakin besar pula.
3. Semakin besar kadar CO2 yang terserap, maka semakin kecil efisiensi
kadar CO2
4. Hasil efisiensi tertinggi terletak pada waktu 4 menit yaitu sebesar 20 %
pada run I, dan 16 % pada run II. Hal ini dikarenakan kinerja pada alat
absorpsi telah mengalami distribusi sempurna.

5.2 Saran
Sebelum melaksanakan praktikum, praktikan dapat mengganti absorben
air dengan pelarut yang lain seperti ethanol, amina, atau piperazin agar dapat
mengamati dan membandingkan laju absorpsi dengan pelarut yang lain. Selain itu
lakukan variasi dengan menggunakan bahan absorben yang berbeda dan juga
variasi pada tipe packing. Ini dapat membantu dalam membandingkan efektivitas
penyerapan CO2 antara berbagai jenis bahan dan konfigurasi packing. Agar
efisensi penyerapan CO2 meningkat maka air keluaran alat Absorpsi jangan
direcycle dikarenakan jika terus di recycle maka akan mengalami titik jenuh
sehingga penyerapan CO2 tidak maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Elida, P., & Cecellia, N. R. (2021). CO2 Gas Absorption in Biogas Using
Absorber Buble Column with Variation of NaOH Absorbent Contrentation
and Sparger Form. Panca N, 10(1).

Hadiyanto, A. C., & Djaeni, M. (2001). Parameter Kga-Enhancement Factor


dalam Sistem Absorpsi Gas dengan Larutan NaOH. Reactor, 5(1), 27-30.

Novi Sylivia, A. L. (2018). Simulasi Akiran Kolom Absorpsi untuk Proses


Penyerapan CO2 dengan Absorben Air menggunakan Computational
Fluid Dinamics. Novi Sylvia dkk, 7(1), 1-12.

Setiadi, N. H., & Dijan, S. (2008). Studi Absorpsi CO2 Menggunakan Kolom
Gelembung Berpancaran Jet (Jet Bubble Column). Makara, 12(1), 31-37.

Sutrasni Kartohardjono, A. S., & Yuliusman. (2007). Absorpsi CO2 dari


Campurannya dengan CH4 atau N2 Melalui Kontraktor Membran Serat
Berongga Menggunakan Pelarut Air. Makara, 11(2), 97-102.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
Menghitung Kadar Blanko
Diketahui : Vtitran = 0,1 ml
Ntitran = 0,1 N
BM CO2 = 44
Vtitran x Ntitran x BM CO2
Kadar Blanko = Vsampel x 1000
gram
0,1 ml x 0,1 x 44 gram/mol
gram
=
mol.ml
10 ml x 1000
= 0,00044 gram/liter
1000 mg
= 0,00044 gr/L x = 0,044 mg/L
1 gr
= 0,044 ppm
1. Run I ( Flowrate air 2 L/m, Flowrate CO2 3 L/m)
Menghitung Kadar CO2
a. Pada waktu 4 Menit
Diketahui : Vtitran : 0,6 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
0 ,6 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

= 0,000264 g/L
1000 mg
= 0,000264 gr/L x = 0,264mg/L = 0,264 ppm
1 gr
b. Pada waktu 8 Menit
Diketahui : Vtitran : 0,7 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
0,7 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

= 0,000308 g/L
1000 mg
= 0,000308 gr/L x = 0,308 mg/L
1 gr
= 0,308 ppm
c. Pada waktu 12 Menit
Diketahui : Vtitran : 1,8 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
1,8 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

=0,000792 g/L
1000 mg
= 0,000792 gr/L x = 0,792 mg/L
1 gr
= 0,792 ppm
d. Pada waktu 16 Menit
Diketahui : Vtitran : 0,9 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
0,9 ml x 0,1 x 44 gram/mokl
= 10 ml x 1000

=0,000396 g/L
1000 mg
= 0,000396 gr/L x = 0,396 mg/L
1 gr
= 0,396 ppm

Efisiensi Penyerapan CO2


a. Pada waktu 4 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,264ppm
Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0,0 44
= 0,264 – 0,0 44 x 100%

= 20 %
b. Pada waktu 8 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044ppm
Kadar CO = 0,308 ppm
Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0,0 44
= 0,308 – 0,0 44 x 100%

= 16 %
c. Pada waktu 12 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,792 ppm
Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0 , 0 44
= 0,792 – 0 , 0 44 x 100%

=5 %
d. Pada waktu 16 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,396 ppm
Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0, 0 44
= 0,396– 0, 0 44 x 100%

= 12,5 %

2. Run II ( Flowrate air 4 L/m, Flowrate CO2 2 L/m)


Menghitung Kadar CO2
a. Pada waktu 4 Menit
Diketahui : Vtitran : 0,8 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol

Vtitran x Ntitran x BM CO2


ppm = Vsampel x 1000
0,8 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

= 0,000352 g/L
1000 mg
= 0,000352 gr/L x = 0,352 mg/L
1 gr
= 0,352 ppm
b. Pada waktu 8 Menit
Diketahui : Vtitran : 1,2 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
1,2 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

= 0,000528 g/L
1000 mg
= 0,000528 gr/L x = 0,528 mg/L
1 gr
= 0,528 ppm
c. Pada waktu 12 Menit
Diketahui : Vtitran : 1,3 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
1,3 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

= 0,000572 g/L
1000 mg
= 0,000572 gr/L x = 0,572 mg/L
1 gr
= 0,572 ppm
d. Pada waktu 16 Menit
Diketahui : Vtitran : 0,7 ml
Ntitran : 0,1 N
BM CO2 : 44 gram/ mol
Vsampel : 10 mol
Vtitran x Ntitran x BM CO2
ppm = Vsampel x 1000
0,7 ml x 0,1 x 44 gram/mol
= 10 ml x 1000

= 0,000308 g/L
1000 mg
= 0,000308 gr/L x = 0,308 mg/L
1 gr
= 0,308 ppm
Efisiensi Penyerapan CO2
a. Pada waktu 4 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,352 ppm
Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0, 0 44
= 0, 352 – 0, 0 44 x 100%

= 14 %
b. Pada waktu 8 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,528 ppm

Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0, 0 44
= 0,528 – 0, 0 44 x 100%

=9%
c. Pada waktu 12 Menit
Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,572 ppm

Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0, 0 44
= 0,725 – 0, 0 44 x 100%

=8%

d. Pada waktu 8 Menit


Dik : Kadar Blanko = 0,044 ppm
Kadar CO = 0,308 ppm

Kadar Blanko
= Kadar CO2 – Kadar Blanko x 100%
0, 0 44
= 0,308 – 0, 0 44 x 100%
=16 %

LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT
No Nama Gambar Alat Fungsi
1 Erlenmeyer Untuk Tempat Sampel

2 Buret Untuk meletakkan titran

Mengukur volume air


3
Gelas ukur yang digunakan

Untuk mengambil
4
Pipet Volume larutan

Anda mungkin juga menyukai