Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA II

ABSORBSI CO2 DENGAN AIR

Diajukan untuk Memenuhi Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia II

Disusun Oleh :
Kelompok III (A5)

Mutia Hidayatillah NIM.180140107


Gusti Indah Sari NIM.180140146
Adistia Bunga V NIM.180140169
Nur Annisa NIM.180140011
Nadya P. Putri NIM.180140041
M. Ridho. A. S NIM.180140114

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Absorbsi CO2 dengan Air


1.2 Tanggal Praktikum : 26 April 2021
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok III
1. Mutia Hidayatillah NIM.180140107
2. Gusti Indah Sari NIM.180140146
3. Adistia Bunga V NIM.180140169
4. Nur Annisa NIM.180140011
5. Nadya P. Putri NIM.180140041
6. M. Ridho. A. S NIM.180140114

1.4 Tujuan Praktikum :1. Dapat mengoperasikan alat absorbsi gas


2. Menghitung laju absorbsi gas CO2 dalam
Air melalui analisis larutan yang keluar
dari kolom dengan metode titrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Absorpsi


Absorpsi adalah proses perpindahan massa uap dari suatu larutan dalam
campuran gas yang diserap (diabsorpsi) yang berarti suatu cairan yang mana
larutannya mudah atau sulit larut. Campuran gas biasanya terdiri dari gas inert dan
Komponen yang larut (solute) dapat dibebaskan kembali dengan cara
desorbsi (McCabe dkk, 1999). Absorpsi dapat berlangsung dalam dua macam
proses, yaitu absorbsi fisik atau absorbsi kimia. Absorbsi fisik merupakan
absorbsi dimana gas terlarut dalam cairan penyerap tanpa disertai dengan reaksi
kimia (Paryanto dkk, 2015). Pada awal absorbsi sendiri ada 2 proses, yaitu:
1. Absorpsi Fisik
Absorpsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam larutan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh reaksi ini adalah absorbsi gas
H2S dengan air, methanol, propilen karbonase. Penyerapan terjadi karena adanya
interaksi fisik.Dari absorbsi fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model
mekanismenya yaitu:
a. Teori Model Film

bulk gas liquid bulk


gas film CO film liquid

C1

X
L

(Model Teori Film pada Absorpsi)

b. Teori penetrasi
c. Teori permukaan yang diperbaharui
2. Absorpsi Kimia
Absorpsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi
gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K 2CO3 dan sebagainya. Aplikasi dari
absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik
Amonia.

Absorber stipper

feed gas stripping gas

Konfigurasi Absorber-Stipper)
Penggunaan absorpsi kimia dalam fase cair sering digunakan untuk
mengeluarkan zat pelarut secara lebih sempurna dalam campuran gasnya.
Suatu keuntungan dalam absorpsi kimia adalah meningkatkan harga
koefisien perpindahan massa (kga). Sebagian dari perubahan ini disebabkan
makin besarnya luas efektif antar muka karena absorbsi kimia dapat juga
berlangsung di daerah hamper stagnan di samping perangkapan dinamik. Untuk
memperluas permukaan kontak digunakan kolom berisi packing (packed coloum)
dengan criteria pemilihan packing sebagai berikut:
1. Memiliki luas permukaan terbasahi tiap unit volume yang besar
2. Memiliki ruang kosong yang cukup besar sehingga kehilangan tekanan
kecil
3. Karakteristik pembasahan baik
4. Densitas kecil agar berat kolom keseluruhan kecil
5. Tahan korosi dan ekonomis
Beberapa jenis packing yang sering digunakan antara lain raching ring,
intolox sadle, poll ring.
Di dalam merancang suatu menara absorbsi harga koefisien perpindahan
massa merupakan besaran yang sangat penting. Penurunan korelasi harga Kga
didasarkan pada absorbsi fisik. Dengan tersedianya harga Kga dapat ditentukan
besaran-besaran lain, seperti:
a. Kecepatan perpindahan massa
Kecepatan perpindahan massa dapat dihitung setelah konsentrasi gas yang
berkeseimbangan dengan fase cairnya diketahui. Dalam hal ini gas harus
mendifusi ke aliran cairan tiap satuan waktu.
b. Waktu operasi
Jika harga Kga diketahui maka kecepatan perpindahan massanya juga
dapat diketahui sehingga waktu operasi absorbsi dapat diketahui juga.
c. Ukuran alat dan biaya
Untuk mengetahui dimensi alat dan besarnya biayapembuatan alat tersebut
dapat diturunkan dari persamaan berikut :
GM
H OG= ......................................................................................
Kga . P
(1)

Rumus untuk menghitung Kga dapat didasarkan pada absorbsi fisik


dengan menganggap bahwa kurva kesetimbangan larutan pada selang waktu
tertentu dimana perpindahan massa berlangsung.

elemen belakang kontak

Dari skema tersebut dapat didapatkan persamaan:


dGy=Kga . P (y-y’)dz …………………………………………………(2)
Kecepatan perpindahan massa dapat ditentukan persamaan yang
diturunkan oleh Max Well dan Stefan.
D A . g( y A 1− y A 2 )
N A=
R T Z P1 ( 1− y A ) m
…………………………………………..........…(3)
Persamaan tersebut merupakan persamaan untuk difusi gas dalam keadaan
tetap dari komponen A melalui B yang tidak bergerak dan gas berdifusi dari tubuh
gas ke permukaan batas gas cair. Dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk
mencari korelasi Kga yaitu:
n
Kga= …………………………………………..........…(4)
( Z . A . ∆ Pℑ . f )
Apabila volume cair diabaikan, maka :
Neraca massa A pada fase cair di sepanjang elemen volume kolom AG Z,
menghasikan persamaan:
d ¿¿ ………………............…..(5)
Neraca massa A pada fase gas pada elemen volume yang sama
menghasilkan persamaan:
d ¿ ¿….………………………………....…(6)
Pada absorbsi CO2 dengan larutan NaOH terjadi reaksi :

CO 2+2 NaOH → Na 2 CO 3 + H 2 O

2.2 Peralatan Absorbsi


Peralatan absorbsi gas terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder atau
menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang didistribusikan  pada
bagian bawah, pemasukan zat cair dan distributornya pada bagian atas. Serta diisi
dengan massa zat tidak aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut isian
menara (packing tower). Peralatan tersebut dapat digunakan untuk rektifikasi
(fraksionasi) untuk operasi absorpsi. Keefektifan suatu peralatan absorpsi sangat
tergantung pada sistim kontak antara gas dan cairan yang bersangkutan(Rusli,
2013).
Pada peralatan absorpsi terdapat kolom bahan isian (packing) yang
berfungsi  untuk memperluas kontak antara cairan dan gas, sehingga luas
permukaan kontak menjadi maksimum.
2.2.1 Kolom Bahan Isian (Packing)
A. Pelana Berl
Peralatan ini lebih efisien dari pada cincin rasching, tetapi penggunaanya
lebih mahal. Alat ini memiliki Height of Transfer Unit (HTU) yang rendah dan
penurunan tekanan setiap bagian mempunyai titik pembanjiran yang lebih tinggi.
Alat ini juga mudah patah dibandingkan cincin raschig.

B. Pelana intalox
Jenis ini merupakan salah satu kolom bahan isian yang efisien, tetapi lebih
mahal. Peralatan ini memiliki kecekungan yang kecil atau mempunyai
kemampuan untuk penyaringan tempat blok penyerapan memberikan bentuk
serapan  yang seragam. Alat ini juga memiliki batas titik pembanjiran yang lebih
tinggi dan penurunan tekanan lebih rendah dari cincin raschig atau pelana berl dan
nilai Height of Transfer Unit  (HTU) lebih rendah untuk hampir keseluruhan
sistim. Alat ini juga lebih mudah rusak pada penyerap.

C. Cincin Rasching
Kolom bahan isian yang pertama keluar yaitu tipe  cincin raschig,
peralatan ini lebih murah per unit, namun kurang efisien di bandingkan dengan
yang lain. Biasanya tersedia dalam berbagai macam jenis material. Untuk
pemasangan sering di susun dengan dumping basah atau kering, untuk yang
berukuran 4-6 inci atau yang lebih besar dari itu di susun satu per satu dengan
tangan. Hasil dari pabrik biasanya lebih tipis dan juga permukaannya juga bisa di
ganti-ganti ketebalannya.

D. Cincin Pall
Pada peralatan ini penurunan tekanan lebih rendah (kurang dari setengah)
dari pada cincin raschig,  Height of Transfer Unit (HTU) nya juga lebih rendah,
mempunyai batas pembanjiran (flooding) lebih tinggi, juga memiliki distributor
cairan yang sempurna dan berkapasitas tinggi dan tersedia dalam bentuk logam,
plastik dan keramik.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan
terjadinya hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas
maupun cairan yang melewati kolom absorpsi akan mengalami penurunan tekanan
(pressure drop) (Asdak, 1995).

2.3 Pemilihan Pelarut (Absorben)


Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorbsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi
kimia.Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci.
Adapun persyaratan untuk absorben yaitu:
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif
3. Memiliki tekanan uap yang rendah
4. Tidak korosif
5. Mempunyai viskositas yang rendah
6. Stabil secara termis
7. Murah Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air
(untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan
tetesan cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi
seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti
basa).

2.4 Korelasi dari Koefisien Film


Data eksperimen untuk koefisien Film gas dalam campuran encer telah
berkorelasidalam hal HG, di mana:
Persamaan empiris adalah sebagai berikut:
Dimana GF = kg total gas/s.m2; Gx = kg total liquid/s.m2; dan α, β, dan γ
adalah konstan dari packing. Pengaruh suhu, yang kecil, yang icluded dalam
jumlah Schmidt µ/ρD, dimana µ adalah viskositas dari campuran gas kg/m.s, ρ
adalah densitas kg/m3, dan D adalah difusivitas padatan A di dalam gas m 2/s.
koefisien k’ya dan HG dapat dilihat pada tekanan independen.
Persamaan 2.4-2 dapat digunakan untuk memperbaiki data yang ada untuk
penyerapanzat terlarut A dalam gas pada spesifik packing untuk penyerapan zat
terlarut E dalam sistem yang sama dan tingkat aliran massa yang sama. Korelasi
untuk koefisien film cairan dalam campuran encer menunjukkan bahwa HLindepe
nden dari tingkat gas sampai puncaknya, seperti pada persamaan2.3-4 berikut:
            Dimana HL adalah m, µL adalah viskositas liquid kg/m.s, NSc adalah
jumlah Schmidt µL/ρD, ρ adalah densitas liquid kg/m3, dan D difusivitas padatan
A dalam liquid m2/s (Geankoplis, 1993).

2.5 Aplikasi Absorbsi


            Peristiwa absorpsi adalah salah satu peristiwa perpindahan massa yang
besar peranannya dalam proses industri. Operasi ini dikendalikan oleh laju difusi
dan kontak antara dua fasa. Operasi ini dapat terjadi secara fisika maupun kimia.
Contoh dari absorpsi fisika antara lain sistem ammonia-udara-air dan aseton-
udara-air. Sedangkan contoh dari absorpsi kimia adalah NOx-udara-air, dimana
NOx akan bereaksi dengan air membentuk HNO 3. Contoh industrinya adalah
pabrik pembuatan formalin dari formaldehida (Firdaus, 2011).
Aplikasi absorbsi lainnya di bidang industri yaitu pabrik pembuatan asam
nitrat. Tahap akhir pembuatan asam nitrat berlangsung di dalam kolom absorpsi.
Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO 2 dan
NO2 terabsorpsi kedalam air menjadi asam nitrat.  Ada juga proses yang lainnya
yang menggunakan aplikasi absorbsi yaitu proses pembuatan urea, produksi
etanol, minuman berkabonasi, fire extinguisher, dry ice, supercritical carbon
dioxide dan masih banyak lagi aplikasi absorbsi lainnya didalam industri (Waren
L. Mc Cabe, 1985).

2.6 Mekanisme Penyerapan


Peristiwa perpindahan pada absorbsi yang disebabkan oleh difusi
molekuler berdasarkan hukum fick, dan dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
Ditinjau dari segi arah gerakan komponen yang terlibat dalam proses
difusi dibedakan dua macam yaitu:
1. Difusi berlawanan arah ekimolar. Dua komponen A dan B berdifusi
dengan laju molar yang sama, akan tetapi dengan arah yang berlawanan,
dalam hal ini Na = NB.
2. Difusi melalui gas yang diam, komponen A mendifusi melalui komponen
B yang diam, NB  = 0
Perpindahan massa dari satu fasa ke fasa yang lain hanya mengalami
hambatan pada kedua film dan tidak didalam curah fasa. Oleh karena itu
konsentrasi didalam curah PAG dan CALadalah tetap (tidak tergantung pada jarak
perpindahan).
Ada satu anggapan yang diperlukan dalam teori dua film yaitu bahwa tahanan
antar muka terhadap perpindahan massa sama dengan nol. Ini berarti bahwa
konsentrasi gas dan cairan pada antar muka berada dalam keadaan setimbang.
Keadaan setimbang ini biasanya dinyatakan dengan persamaan henry yang
berbentuk:
PAi = HA . CAi.........................................................................................(7)
Dimana HA adalah konstanta henry untuk komponen A.

2.7 Penentuan Perpindahan Massa Keseluruhan (Kog)


Persamaan-persamaan umum yang digunakan untuk absorpsi yang
menggunakan kolom isian:
Ruas kanan dari persamaan ini sukar di tentukan, karena itu dengan cara
yang lebih sederhana dapat dihitung dengan cara berikut:
N = log Kog.a.A.H................................................................................(8) 
Sehingga:
Dimana N adalah laju absorbsi gmol/detik, a adalah luas spesifik
packing/satuan volume menara, A adalah luas penampang kolom, H adalah tinggi
menara, A.H adalah volume kolom, a.A.H adalah luas untuk perpindahan massa,
Pi adalah tekanan parsial gas yang masuk dan Po adalah tekanan parsial gas yang
keluar (McCabe dkk, 1999).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut;
1. Unit peralatan absorpsi gas 1 buah
2. Stopwatch 1 buah
3. Erlenmeyer 400 ml
4. Buret 50 ml
5. Pipet tetes 1 buah

3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut;
1. Gas CO2
2. Indikator phenolphthalein (pp)
3. Larutan standar NaOH 0,04 M

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut;
3.2.1 Percobaan Absorpsi
1. Isi tangki reservoir dengan air hingga ¾ penuh, catat volumenya sebagai
VT. Terlebih dahulu dilakukan titrasi pada air sebagai titrasi blanko.
2. Pastikan valve air gas (V7) tertutup, valve keluaran sampel V5 dan V6
terbuka. Aliran air dengan menghidupkan pompa dan laju alir diatur
menggunakan pengatur valve air (V1) sesuai penugasan.
3. Buka valve pengatur tekanan tabung gas CO2 dengan hati-hati dan atur laju
alir gas dengan V7 sesuai penugasan.
4. Setelah waktu operasi tercapai, ambil sampel dari keran sampel sesuai
dengan selang waktu yang ditentukan.
5. Diambil 50 ml sampel dalam tabung tertutup pada setiap waktu dan
dilakukan analisa volumetrik terhadap sampel.
3.2.2 Penentuan CO2 Terlarut
1. Ambil sampel masing-masing sebanyak 400 ml.
2. Teteskan 2-3 tetes indikator pp, jika terbentuk warna merah dengan segera
maka tidak ada CO2 bebas.
3. Titrasi sampel dengan larutan NaOH satandar sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang 30 detik. Catat volume alkali yang
dibutuhkan (VB).
4. Untuk memperoleh hasil yang baik, gunakan warna pembanding standar
yang dibentuk dari natrium bicarbonate dengan pp dalam jumlah yang
sama.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan absorbsi adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Run I (Flowrate Air 2 L/menit dan Flowrate CO2 2
L/menit)
Waktu Flow rate air Flow rate Volume Kadar CO2 Kadar Co2
(Menit) (l/menit) CO2 (l/mnt) titran (ml) (ppm) (%)
0 2 2 0,4 0,132 0%
15 2 2 1,1 0,484 37,5%
25 2 2 1,3 0,572 30%
35 2 2 1,8 0,792 20%

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Run II (Flowrate CO2 4 L/menit dan Flowrate air 3
L/menit)
Waktu Flow rate air Flow rate Volume Kadar CO2 Kadar Co2
(Menit) (l/menit) CO2 (l/mnt) titran (ml) (ppm) (%)
0 2 4 0,3 0,132 0
15 2 4 1,4 0,616 27,27%
25 2 4 1,8 0,792 20%
35 2 4 1,9 0,836 18,75%
4.2 Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat di analisa bahwa percobaan ini
bertujuan untuk menghitung laju absorpsi CO2 di dalam air melalui metode titrasi.
Absorbsi gas karbondioksida (CO2) menggunakan kolom absorbsi jenis packing
dilakukan menggunakan pelarut (solvent) air kran yang telah diukur kadar CO2
terlarut sebelum digunakan sebagai pelarut(solvent) sebesar 0,132 ppm. Pada
percobaan ini, dilakukan 2 kali run dengan kolom packing dengan variasi waktu
yang sama yaitu 15, 25, 35 dan dilakukan dengan laju alir CO2 yang berbeda pada
run I laju alir CO2 2 l/menit dan pada run II 4 l/menit didalam kolom absorber
secara kontinyu dengan isian packing Rasching rings.

4.2.1 Hubungan antara Waktu kontak dan Laju Alir Air Terhadap Kadar
CO2 yang terabsorbsi

Adapun hubungan antara waktu kontak dan flowrate air terhadap kadar
CO2 yang dapat diserap dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:
0.9
0.8
0.7
kadar CO2(ppm)

0.6
0.5
0.4 run 1
0.3 run 2
0.2
0.1
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
waktu ( menit)

Gambar 4.2 Hubungan antara waktu kontak dan flowrate air terhadap Kadar
CO2 yang Terabsobsi
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada run I kadar CO2 yang
terabsorpsi pada waktu 15 menit sebanyak 0,484 ppm, waktu 25 menit sebanyak
0,572 ppm,dan pada waktu 35 menit sebanyak 0,792 ppm.
Pada percobaan run II, diperoleh kadar CO2 yang terserap pada waktu 15 menit
sebanyak 0,616 ppm, pada waktu 25 menit sebanyak 0,792 ppm, dan pada waktu
35 menit sebanyak 0,836 ppm.
Semakin lama waktu kontak maka semakin tinggi kadar gas CO 2 yang
terserap oleh solvent. Hal ini dikarenakan solvent akan lebih sering bersentuhan
dengan solute gas sehingga difusi gas kedalam solvent akan lebih baik
menyebabkan kadar CO2 di dalam solvent semakin tinggi.

Berdasarkan perbandingan antara run I dan run II didapatkan hasil kadar


CO2 run II lebih besar dari pada run I. Hal ini dikarenakan laju alir pada run II
lebih besar, sehingga penyerapan kadar CO2 lebih banyak.
Adapun hasil percobaan yang didapat antara hubungan efisiensi
penyerapan CO2 dengan waktu yaitu:

4.2.2 Hubungan antara Waktu kontak dan Laju Alir Air terhadap
Effisiensi penyerapan Kadar CO2

Adapun hubungan waktu kontak dan flowrate Air terhadap effisiensi kadar
CO2 yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:
40
35
30
Efisiensi C02 ( %)

25
20
run 1
15
run 2
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Waktu(menit)

Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada percobaan run I, diperoleh


efisiensi penyerapan CO2 pada waktu 15 menit sebanyak 37,5 %, pada waktu 25
menit sebanyak 30 %, pada waktu 35 menit sebanyak 20 % .
Begitu pula pada run II diperoleh 15 menit sebanyak 27,27 %, pada waktu
25 menit sebanyak 20 %, pada waktu 35 menit sebanyak 18,75 %.
Terlihat pada grafik diatas, pada run I dan run II didapatkan titik tertinggi
dalam efisiensi penyerapan CO2 berturut-turut terletak pada waktu 15 menit
sebesar 37,5% dan 27,27 % dan pada waktu 40 menit adanya peningkatan karena
adanya CO2 di udara yang langsung terkontak dengan air, sehingga pada waktu 35
menit pada run 1 adalah 20% dan run 2 adalah 18,75%. Hal ini dikarenakan
kinerja pada alat absorbsi telah mengalami distribusi sempurna, sehingga packing
didalam absorbsi mengalami kontak antara air dan CO2 yang membuat air
menyerap CO2 dengan menghasilkan efisiensi maksimum yang dicapai.
Kemudian pada waktu 35 menit terjadi penurunan efisiensi CO2, dikarenakan
telah mengalami keadaan titik jenuh untuk efisiensi penyerapannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin besar volume titran, maka semakin besar kadar CO 2 yang
terserap.
2. Semakin lama waktu, maka semakin besar pula kadar CO2 yang terserap.
3. Semakin besar kadar CO2 yang terserap, maka semakin kecil efisiensi
kadar CO2
4. Hasil efisiensi tertinggi terletak pada waktu 15 menit yaitu sebesar 37,5 %
pada run I dan 27,27 % pada run II. Hal ini dikarenakan kinerja pada alat
absorpsi telah mengalami distribusi sempurna.

5.2 Saran
Agar efesiensi penyerapan CO2 meningkat sebaiknya air keluaran alat
jangan direcycle, karena jika terus direcycle maka akan mengalami titik jenuh
sehingga penyerapan CO2 tidak maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, 1995. Transpor Process and Separation Process Principles. Edisi ke-4.
New jersey: prentice Hell.
Fuad. 2004. Absorbsi Gas Karbondioksida (CO2) dalam Biogas dengan Larutan
NaOH secara Kontinyu 4.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and unit operations 3 rd edition.
Prentice hall: New Jersey
Hadiyanto, 2001. Parameter Kga – Enhancement Factor Dalam Sistem Absorbsi
CO2 Dengan Larutan NaOH. UNDIP : Semarang
Mc. Cabe and Smith and Harriot, E. Josifi. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid I
dan II serta III Edisi Ke-4.
Paryanto dkk, 2015. Simulasi Absorbs gas disertai reaksi kimia irreversible orde
dua pada packed column dalam kondisi nonisothermal, Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. UNDIP: Semarang.

Rusli, 2013. Pemisahan Kimia Untuk Universitas. Bandung. Erlangga.


Waren L. Mc Cabe, 1985. Operasi Teknik Kimia. Jakarta: penerbit erlangga.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

Menghitung kadar blangko

Diketahui: Vtitran = 0,3


Ntitran = 0,1
BM CO2 = 44
¿ V.titran x N.titran BM CO2
Kadar Blangko =
V Sampel
gram
0,3 ml x 0,1N x x 44 gram/mol
gr

mol.ml
10 ml x 1000
= 0,000132 gr/l

gr 1000 mg
= 0,000132 x = 0,132 mg/l
l 1 gr

= 0,132 ppm

1. Run 1 = 10 menit
Menghitung kadar CO2
a. Pada waktu 15 menit
¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=

gr am mol x 1000
1, 1 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000

= 0,484 mg/l

= 0,484 ppm
b. Pada waktu 25 menit
¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=

gr am mol x 1000
1,3 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000

= 0,572 mg/l

= 0,572 ppm

c. Pada waktu 35 menit


¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=

gr am mol x 1000
1,8 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000

= 0,792 mg/l

= 0,792 ppm

Efisiensi Penyerapan CO2


a. Pada waktu 15 menit
Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,484 - 0,132)

= 37,5%

b. Pada waktu 15 menit


Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,484 - 0,132)

= 37,5%

c. Pada waktu 25 menit


Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,572 - 0,132)

= 30%

d. Pada waktu 35 menit


Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,792 - 0,132)

= 20%

2. Run 2
Menghitung kadar CO2
a. Pada waktu 15 menit
¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=

gr am mol x 1000
1,4 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,616 mg/l

= 0,616 ppm

b. Pada waktu 25 menit


¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=

gr am mol x 1000
1,8 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000

= 0,792 mg/l

= 0,792 ppm

a. Pada waktu 35 menit


¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=

gr am mol x 1000
1,9 ml x 0, 1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000

= 0,836 mg/l

= 0,836 ppm

Efisiensi Penyerapan CO2


a. Pada waktu 15 menit
Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,616 - 0,132)
= 27,27%
b. Pada waktu 15 menit

Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,792 - 0,132)

= 20%

c. Pada waktu 25 menit


Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko

0,132ml
= × 100%
( 0,836 - 0,132)

= 18,37%
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT

No Nama Fungsi
.
1. Sebagai alat untuk mengukur volume
larutan, mulai dari volume 10ml
hingga 2L.

Gelas Ukur
2. Untuk mencampur, mengukur dan
menyimpan cairan.

Erlenmeyer
3. Untuk memindahkan volume cairan
yang telah terukur.

Pipet Tetes
4. Untuk titrasi dengan presisi tinggi,
atau bisa juga untuk mengukur
volume suatu larutan.

Buret
5. Alat yang digunakan untuk menyedot
larutan, yang biasanya dipasang pada
pangkal pipet.

Filler
6. Untuk memindahkan larutan secara
terukur sesuai dengan volume. 

Pipet Volume
7. Alat yang digunakan untuk proses
absorbsi

Alat Absorbsi

Anda mungkin juga menyukai