Disusun Oleh :
Kelompok III (A5)
C1
X
L
b. Teori penetrasi
c. Teori permukaan yang diperbaharui
2. Absorpsi Kimia
Absorpsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi
gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K 2CO3 dan sebagainya. Aplikasi dari
absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik
Amonia.
Absorber stipper
Konfigurasi Absorber-Stipper)
Penggunaan absorpsi kimia dalam fase cair sering digunakan untuk
mengeluarkan zat pelarut secara lebih sempurna dalam campuran gasnya.
Suatu keuntungan dalam absorpsi kimia adalah meningkatkan harga
koefisien perpindahan massa (kga). Sebagian dari perubahan ini disebabkan
makin besarnya luas efektif antar muka karena absorbsi kimia dapat juga
berlangsung di daerah hamper stagnan di samping perangkapan dinamik. Untuk
memperluas permukaan kontak digunakan kolom berisi packing (packed coloum)
dengan criteria pemilihan packing sebagai berikut:
1. Memiliki luas permukaan terbasahi tiap unit volume yang besar
2. Memiliki ruang kosong yang cukup besar sehingga kehilangan tekanan
kecil
3. Karakteristik pembasahan baik
4. Densitas kecil agar berat kolom keseluruhan kecil
5. Tahan korosi dan ekonomis
Beberapa jenis packing yang sering digunakan antara lain raching ring,
intolox sadle, poll ring.
Di dalam merancang suatu menara absorbsi harga koefisien perpindahan
massa merupakan besaran yang sangat penting. Penurunan korelasi harga Kga
didasarkan pada absorbsi fisik. Dengan tersedianya harga Kga dapat ditentukan
besaran-besaran lain, seperti:
a. Kecepatan perpindahan massa
Kecepatan perpindahan massa dapat dihitung setelah konsentrasi gas yang
berkeseimbangan dengan fase cairnya diketahui. Dalam hal ini gas harus
mendifusi ke aliran cairan tiap satuan waktu.
b. Waktu operasi
Jika harga Kga diketahui maka kecepatan perpindahan massanya juga
dapat diketahui sehingga waktu operasi absorbsi dapat diketahui juga.
c. Ukuran alat dan biaya
Untuk mengetahui dimensi alat dan besarnya biayapembuatan alat tersebut
dapat diturunkan dari persamaan berikut :
GM
H OG= ......................................................................................
Kga . P
(1)
CO 2+2 NaOH → Na 2 CO 3 + H 2 O
B. Pelana intalox
Jenis ini merupakan salah satu kolom bahan isian yang efisien, tetapi lebih
mahal. Peralatan ini memiliki kecekungan yang kecil atau mempunyai
kemampuan untuk penyaringan tempat blok penyerapan memberikan bentuk
serapan yang seragam. Alat ini juga memiliki batas titik pembanjiran yang lebih
tinggi dan penurunan tekanan lebih rendah dari cincin raschig atau pelana berl dan
nilai Height of Transfer Unit (HTU) lebih rendah untuk hampir keseluruhan
sistim. Alat ini juga lebih mudah rusak pada penyerap.
C. Cincin Rasching
Kolom bahan isian yang pertama keluar yaitu tipe cincin raschig,
peralatan ini lebih murah per unit, namun kurang efisien di bandingkan dengan
yang lain. Biasanya tersedia dalam berbagai macam jenis material. Untuk
pemasangan sering di susun dengan dumping basah atau kering, untuk yang
berukuran 4-6 inci atau yang lebih besar dari itu di susun satu per satu dengan
tangan. Hasil dari pabrik biasanya lebih tipis dan juga permukaannya juga bisa di
ganti-ganti ketebalannya.
D. Cincin Pall
Pada peralatan ini penurunan tekanan lebih rendah (kurang dari setengah)
dari pada cincin raschig, Height of Transfer Unit (HTU) nya juga lebih rendah,
mempunyai batas pembanjiran (flooding) lebih tinggi, juga memiliki distributor
cairan yang sempurna dan berkapasitas tinggi dan tersedia dalam bentuk logam,
plastik dan keramik.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan
terjadinya hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas
maupun cairan yang melewati kolom absorpsi akan mengalami penurunan tekanan
(pressure drop) (Asdak, 1995).
3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut;
1. Gas CO2
2. Indikator phenolphthalein (pp)
3. Larutan standar NaOH 0,04 M
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan absorbsi adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Run I (Flowrate Air 2 L/menit dan Flowrate CO2 2
L/menit)
Waktu Flow rate air Flow rate Volume Kadar CO2 Kadar Co2
(Menit) (l/menit) CO2 (l/mnt) titran (ml) (ppm) (%)
0 2 2 0,4 0,132 0%
15 2 2 1,1 0,484 37,5%
25 2 2 1,3 0,572 30%
35 2 2 1,8 0,792 20%
Tabel 4.2 Hasil Percobaan Run II (Flowrate CO2 4 L/menit dan Flowrate air 3
L/menit)
Waktu Flow rate air Flow rate Volume Kadar CO2 Kadar Co2
(Menit) (l/menit) CO2 (l/mnt) titran (ml) (ppm) (%)
0 2 4 0,3 0,132 0
15 2 4 1,4 0,616 27,27%
25 2 4 1,8 0,792 20%
35 2 4 1,9 0,836 18,75%
4.2 Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat di analisa bahwa percobaan ini
bertujuan untuk menghitung laju absorpsi CO2 di dalam air melalui metode titrasi.
Absorbsi gas karbondioksida (CO2) menggunakan kolom absorbsi jenis packing
dilakukan menggunakan pelarut (solvent) air kran yang telah diukur kadar CO2
terlarut sebelum digunakan sebagai pelarut(solvent) sebesar 0,132 ppm. Pada
percobaan ini, dilakukan 2 kali run dengan kolom packing dengan variasi waktu
yang sama yaitu 15, 25, 35 dan dilakukan dengan laju alir CO2 yang berbeda pada
run I laju alir CO2 2 l/menit dan pada run II 4 l/menit didalam kolom absorber
secara kontinyu dengan isian packing Rasching rings.
4.2.1 Hubungan antara Waktu kontak dan Laju Alir Air Terhadap Kadar
CO2 yang terabsorbsi
Adapun hubungan antara waktu kontak dan flowrate air terhadap kadar
CO2 yang dapat diserap dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:
0.9
0.8
0.7
kadar CO2(ppm)
0.6
0.5
0.4 run 1
0.3 run 2
0.2
0.1
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
waktu ( menit)
Gambar 4.2 Hubungan antara waktu kontak dan flowrate air terhadap Kadar
CO2 yang Terabsobsi
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada run I kadar CO2 yang
terabsorpsi pada waktu 15 menit sebanyak 0,484 ppm, waktu 25 menit sebanyak
0,572 ppm,dan pada waktu 35 menit sebanyak 0,792 ppm.
Pada percobaan run II, diperoleh kadar CO2 yang terserap pada waktu 15 menit
sebanyak 0,616 ppm, pada waktu 25 menit sebanyak 0,792 ppm, dan pada waktu
35 menit sebanyak 0,836 ppm.
Semakin lama waktu kontak maka semakin tinggi kadar gas CO 2 yang
terserap oleh solvent. Hal ini dikarenakan solvent akan lebih sering bersentuhan
dengan solute gas sehingga difusi gas kedalam solvent akan lebih baik
menyebabkan kadar CO2 di dalam solvent semakin tinggi.
4.2.2 Hubungan antara Waktu kontak dan Laju Alir Air terhadap
Effisiensi penyerapan Kadar CO2
Adapun hubungan waktu kontak dan flowrate Air terhadap effisiensi kadar
CO2 yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:
40
35
30
Efisiensi C02 ( %)
25
20
run 1
15
run 2
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Waktu(menit)
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin besar volume titran, maka semakin besar kadar CO 2 yang
terserap.
2. Semakin lama waktu, maka semakin besar pula kadar CO2 yang terserap.
3. Semakin besar kadar CO2 yang terserap, maka semakin kecil efisiensi
kadar CO2
4. Hasil efisiensi tertinggi terletak pada waktu 15 menit yaitu sebesar 37,5 %
pada run I dan 27,27 % pada run II. Hal ini dikarenakan kinerja pada alat
absorpsi telah mengalami distribusi sempurna.
5.2 Saran
Agar efesiensi penyerapan CO2 meningkat sebaiknya air keluaran alat
jangan direcycle, karena jika terus direcycle maka akan mengalami titik jenuh
sehingga penyerapan CO2 tidak maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, 1995. Transpor Process and Separation Process Principles. Edisi ke-4.
New jersey: prentice Hell.
Fuad. 2004. Absorbsi Gas Karbondioksida (CO2) dalam Biogas dengan Larutan
NaOH secara Kontinyu 4.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and unit operations 3 rd edition.
Prentice hall: New Jersey
Hadiyanto, 2001. Parameter Kga – Enhancement Factor Dalam Sistem Absorbsi
CO2 Dengan Larutan NaOH. UNDIP : Semarang
Mc. Cabe and Smith and Harriot, E. Josifi. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid I
dan II serta III Edisi Ke-4.
Paryanto dkk, 2015. Simulasi Absorbs gas disertai reaksi kimia irreversible orde
dua pada packed column dalam kondisi nonisothermal, Prosiding Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. UNDIP: Semarang.
gr 1000 mg
= 0,000132 x = 0,132 mg/l
l 1 gr
= 0,132 ppm
1. Run 1 = 10 menit
Menghitung kadar CO2
a. Pada waktu 15 menit
¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=
gr am mol x 1000
1, 1 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,484 mg/l
= 0,484 ppm
b. Pada waktu 25 menit
¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=
gr am mol x 1000
1,3 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,572 mg/l
= 0,572 ppm
gr am mol x 1000
1,8 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,792 mg/l
= 0,792 ppm
0,132ml
= × 100%
( 0,484 - 0,132)
= 37,5%
0,132ml
= × 100%
( 0,484 - 0,132)
= 37,5%
0,132ml
= × 100%
( 0,572 - 0,132)
= 30%
0,132ml
= × 100%
( 0,792 - 0,132)
= 20%
2. Run 2
Menghitung kadar CO2
a. Pada waktu 15 menit
¿ V.titran x N.titran x BMCO2 x 1000
Ppm =
V Sampel
=
gr am mol x 1000
1,4 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,616 mg/l
= 0,616 ppm
gr am mol x 1000
1,8 ml x 0,1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,792 mg/l
= 0,792 ppm
gr am mol x 1000
1,9 ml x 0, 1 N x x 44 gram/mol 1000
gram mol
10 ml x1000
= 0,836 mg/l
= 0,836 ppm
0,132ml
= × 100%
( 0,616 - 0,132)
= 27,27%
b. Pada waktu 15 menit
Kadar blanko
Efisiensi penyerapan = × 100%
Kadar CO2 - Kadar blanko
0,132ml
= × 100%
( 0,792 - 0,132)
= 20%
0,132ml
= × 100%
( 0,836 - 0,132)
= 18,37%
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT
No Nama Fungsi
.
1. Sebagai alat untuk mengukur volume
larutan, mulai dari volume 10ml
hingga 2L.
Gelas Ukur
2. Untuk mencampur, mengukur dan
menyimpan cairan.
Erlenmeyer
3. Untuk memindahkan volume cairan
yang telah terukur.
Pipet Tetes
4. Untuk titrasi dengan presisi tinggi,
atau bisa juga untuk mengukur
volume suatu larutan.
Buret
5. Alat yang digunakan untuk menyedot
larutan, yang biasanya dipasang pada
pangkal pipet.
Filler
6. Untuk memindahkan larutan secara
terukur sesuai dengan volume.
Pipet Volume
7. Alat yang digunakan untuk proses
absorbsi
Alat Absorbsi