Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TETAP

WETTED WALL ABSORPTION COLUMN

LABORATORIUM TEKNIK SEPARASI DAN PURIFIKASI

DISUSUN OLEH :

TARISA MAHARANI (03031182025017)


FEBY AZZAHRA (03031182025019)
TIARA MAHARANI RAMONA (03031182025023)
YUNITA EFFENDI (03031182025033)
M. AZIMI KURNIAWAN (03031182025039)
YESSICA SIRAIT (03031182025055)
STEVANY VANESYA S.M (03031182025083)
NAMA CO-SHIFT : 1. BOBI MAHENDRA
2. VALENTINO ZAKARIA SIAGIAN
NAMA ASISTEN : 1. ALIFIAN ANGGRA A.S
2. DEA ANDARA
3. FADHILAH RIZKI
4. MOHAMMAD ZAKY NUGRAHA
5. VALENTINO ZAKARIA SIAGIAN

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses dalam industri kimia memiliki berbagai tahapan pengolahan yang
bertujuan untuk mengubah bahan mentah menjadi produk. Produk yang diperoleh
dapat berupa produk setengah jadi sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut.
Produk yang dihasilkan juga dapat berupa produk jadi yang dapat langsung
digunakan oleh konsumen. Proses industri kimia membantu mengolah bahan
dalam tahap proses lanjutan seperti proses pereaksian, proses yang menggunakan
perpindahan, proses pemanasan, pencampuran antar bahan, dan proses separasi.
Perpindahan massa menjadi salah satu faktor penting dalam proses
pemisahan atau pemurnian suatu zat campuran dalam industri. Contohnya dalam
proses penghilangan polutan dari suatu aliran keluaran pabrik dengan absorpsi,
adsorpsi, distilasi, leaching, atau ekstraksi pemisahan gas. Proses absropsi
umumnya dilakukan dalam suatu kolom atau tabung dengan mengalirkan gas di
dalamnya. Absorpsi dapat dilakukan dengan berbagai jenis alat seperti packed
column, bubble tower, plate tower, wetted wall column, dan spray tower. Proses
perpindahan massa menghasilkan suatu bilangan yang biasa disebut dengan
koefisien perpindahan massa. Koefisien perpindahan massa merupakan besaran
empiris yang sering digunakan untuk memudahkan penyelesaian persoalan-
persoalan perpindahan massa antara fase gas ke fase liquid.
Operasi absorpsi dikendalikan oleh laju difusi dan kontak antara dua fase.
Kontak antar fase gas dan liquid dapat terjadi dalam berbagai proses, seperti
peristiwa di mana cairan dilewatkan melalui tray tower. Kolom absorpsi yang
menggunakan wetted wall absorption column sebagai tempat terjadinya
pengontakan antara liquid dan gas sehingga gas akan terserap ke dalam liquid.
Praktikum yang dilakukan ini dimaksudkan untuk mengetahui prinsip kerja dari
wetted wall absorption column. Selain itu, untuk mengetahui mekanisme proses
perpindahan massa yang terjadi dengan menghitung kadar dissolve oxygen dalam
air dan menghitung nilai koefisien perpindahan massa dalam liquid (kL).

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana prinsip dan cara kerja Wetted Wall Absoption Column?
2) Bagaimana cara menghitung kadar?
3) Bagaimana cara menghitung koefisien perpindahan massa dalam liquid
(kL)?
4) Bagaimana aplikasi dari Wetted Wall Absorption Column?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip dan cara kerja Wetted Wall Absoption Column.
2) Mengetahui cara menghitung kadar.
3) Mengetahui cara menghitung koefisien perpindahan massa dalam liquid
(kL).
4) Mengetahui aplikasi dari Wetted Wall Absorption Column.

1.4. Manfaat
1) Bagi mahasiswa, dapat dijadikan acuan dalam memahami prinsip kerja
Wetted Wall Absorption Column.
2) Bagi praktikan, memberikan pengetahuan tentang cara mengoperasikan
proses absorpsi Wetted Wall Absorption Column pada skala laboratorium.
3) Bagi masyarakat, dapat menjadi pengetahuan tambahan dalam aplikasi
Wetted Wall Absorption Column pada skala industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Absorpsi dan Absorben


Absorpsi adalah salah satu jenis pemisahan yang sering ditemui dalam
industri kimia. Absorpsi memungkinkan adanya proses kontak antara campuran
gas dengan cairan penyerap yang sesuai, sehingga terdapat komponen terlarut
dalam cairan penyerap. Alat yang dipakai dalam proses absorpsi disebut dengan
absorber. Absorber memudahkan proses penyerapan fluida gas oleh seluruh
komponen zat cair yang berperan sebagai absorben. Absorpsi bertujuan untuk
memisahkan gas tertentu dari campurannya dengan campuran gas yang dapat
terdiri dari gas inert dan gas yang terlarut dalam cairan. Cairan yang dipakai
biasanya memiliki suatu kriteria yang tidak mudah menguap dan larut dalam gas
(Nugroho dkk, 2021).
Besarnya absorben dalam suatu proses absorpsi dapat ditentukan oleh
jumlah gas yang diolah, daya pelarutan absorben dan kecepatan pelarutan.
Beberapa jenis bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai absorben adalah air,
natrium hidroksida, dan asam sulfat. Air dapat digunakan untuk gas yang dapat
larut atau bisa juga dimanfaatkan dalam pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan. Absorben dengan menggunakan natrium hidroksida sering ditemui untuk
gas bereaksi seperti asam sementara asam sulfat untuk gas yang mampu
bereaksi seperti basa. Kriteria yang harus dimiliki absorben salah satunya adalah
mempunyai daya untuk melarutkan yang baik dimana kebutuhan akan cairan
lebih sedikit dan volume alat lebih kecil. Suatu absorben juga diharapkan bersifat
selektif, mepunyai tekanan uap yang rendah, tidak mudah menyebabkan
terjadinya korosif, dan memiliki suatu tingkat viskositas yang terbilang cukup
rendah (Ardhiany, 2018).
Menurut Robiah dkk (2021) salah satu faktor yang mempengaruhi laju
absorpsi adalah luas permukaan dimana semakin besar permukaan gas dan pelarut
yang kontak, maka semakin besar pula laju absorpsi yang ditimbulkan. Faktor
lainnya adalah laju alir fluida, apabila laju alirnya kecil maka semakin lama pula
waktu kontak yang terjadi antara gas dan pelarut. Proses absorpsi juga perlu

3
4

memperhatikan konsentrasi gas karena perbedaan konsentrasi adalah salah satu


driving force dari proses difusi yang terjadi antar dua fluida . Faktor lain yang
dapat mempengaruhi laju absorpsi antara lain tekanan absorpsi, temperatur
komponen pelarut dan komponen pelarut, dan kelembapan gas. Tekanan yang
semakin meningkat akan meningkatkan efisiensi pemisahan sementara.
Kelembapan gas yang meningkat pada absorpsi dapat membatasi kapasitas gas
untuk mengambil kalor laten dimana hal ini kurang diinginkan terjadi selama
proses absorpsi.
Absorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu absorpsi fiska dan absorpsi
kimia. Absorpsi fisika adalah proses absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak melibatkan reaksi kimia. Proses absorpsi fisika memungkinkan
adanya penyerapan yang disebabkan interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau
pelarutan gas ke fasa cair dengan prinsip perbedaan konsentrasi. Energi yang
diperlukan untuk regenerasi larutan pada absorpsi fisika lebih rendah dari reaksi
kimia. Hal ini disebabkan karena pada absorpsi ini tidak diperlukan penambahan
energi untuk regenerasi larutan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menurunkan
tekanan sebagai driving force (gaya dorong). Absorpsi kimia adalah jenis absorpsi
yang melibatkan gas terlarut di dalam larutan penyerap dimana terjadi dengan
adanya reaksi kimia. Salah satu keuntungan absorpsi jenis ini adalah mampu
meningkatkan koefisien perpindahan massa pada gas (Rahmatika dkk, 2020).

2.2. Tipe Kolom Absorpsi


Kolom absorpsi adalah sebuah tabung yang berbentuk silinder dimana
terjadi proses absorpsi (penyerapan) terhadap zat yang dilewatkan ke dalam
kolom. Proses tersebut dilakukan dengan cara melewatkan zat yang telah
terkontaminasi oleh komponen lain dimana komponen tersebut akan diserap oleh
absorben yang dialirkan berlawanan arah. Berikut beberapa terdapat tipe-tipe
kolom absorpsi.
2.2.1. Wetted Wall Column
Menurut Harker dkk (2013) dalam skala laboratorium, wetted wall column
telah digunakan oleh sejumlah pekerja dan telah terbukti penting untuk
menentukan berbagai faktor dan mengadakan basis dari hubungan yang
5

dikembangkan untuk packed tower. Prinsip kerja kolom absorpsi ini adalah
dengan melakukan proses kontak antara kedua fluida pada permukaan film tipis
secara antar muka atau langsung. Proses kontak yang terjadi termasuk counter-
current. Semakin besar luas permukaan pada area kontak fluida, maka semakin
optimal pula perpindahan massa atau penyerapan yang terjadi. Kolom absorpsi
ini juga dapat digunakan untuk menentukan koefien perpindahan massa gas dan
cairan dalam perancangan.
2.2.2. Spray Tower
Menurut Hill (dalam Djayanti, 2019) berdasarkan prinsipnya, spray tower
dapat beroperasi sesuai sifat absorbsi partikel cair (liquid) ketika terjadi
interaksi dengan partikel padat atau gas. Aliran gas emisi yang diumpankan
menuju bagian atas dimana aliran gas melalui media packing. Media cair
kemudian diumpankan dengan sistem spray dari bagian atas rektor sehingga
mampu melalui packing yang terdapat di bagian tengah reaktor. Proses ini
menyebabkan adanya kontak antara fase cair dan gas dimana gas yang terikat
oleh absorban akan turun ke bawah sementara gas bersih akan keluar
melalui bagian – bagian atas dari reaktor.
2.2.3. Packed Tower
Packed tower sering digunakan pada proses pemisahan misalnya distilasi,
ekstraksi, adsorpsi, dan kromatografi. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan
desain packed tower antara lain pemilihan tipe dan ukuran packing dan penentuan
diameter menara untuk menangani laju alir gas dan cairan. Pemilihan desain juga
harus mempertimbangkan penentuan tinggi menara, pemilihan serta desain fitur
internal berupa menara yang selalu menyesuaikan kebutuhan dari proses absorpsi.
6

Gambar 2.1. Packed Tower


(Sumber: Welty dkk (dalam Ardhiany, 2018))
Tipe-tipe packing yang digunakan harus memiliki luas permukaan yang
besar untuk proses kontak antara cairan dan gas, tahan aliran gas, dan
menawarkan distribusi cairan yang seragam. Packing yang digunakan juga dapat
menawarkan aliran gas yang mampu menyebar di sepanjang ruang menara
(Kadarjono dkk, 2020). Cara penyusunan packing juga dapat terbagi menjadi dua
yaitu random packing dan regular packing. Beberapa bahan pengisi yang sering
digunakan dalam menara ini adalah rascing rings, pall ring, berl saddle, dan lain
sebagainya.
2.2.4. Plate Tower
Menurut Sulaiman (dalam Wanara, 2020) kolom ini memiliki beberapa
pelat atau tray yang digunakan sebagai fasilitas perpindahan massa komponen gas
ke dalam cairan. Air masuk pada bagian atas kolom kemudian mengalir tray di
bawahnya. Proses tersebut memungkinkan adanya kontak antara gas dan air,
sehingga terjadi serangkaian proses absorpsi gas oleh air. Proses kontak tersebut
akan berlangsung secara terus menerus hingga air yang keluar dari kolom berupa
bagian bawah dan juga gas yang keluarnya pada bagian puncak kolom.
2.2.5. Bubble Tower
Bubble tower terdiri dari ruang-ruang terbuka yang memiliki ukuran
besar dan dilalui oleh fasa cair yang mengalir kedalam ruang-ruang tersebut.
Gas yang ada dalam menara ini akan disebarkan ke dalam fasa cair dalam
bentuk gelembung yang halus. Gelembung gas tersebut akan memberikan luas
kontak yang diharapkan, gelembung yang naik menimbulkan aksi pencampuran di
7

dalam fasa cair, sehingga mampu mengurangi resistensi fasa cair tersebut
terhadap perpindahan massa. Bubble tower sering dimanfaatkan dengan sistem
dimana fasa cair dapat mengontrol laju perpindahan massa (Ardhiany, 2018).

Gambar 2.2. Bubble Tower


(Sumber: Welty dkk (dalam Ardhiany, 2018))

2.3. Teori Dasar Peristiwa Absopsi


Absorpsi dilakukan dengan cara mengikatkan bahan yang ingin dipisahkan
pada permukaan absorben cair yang diiringi dengan proses pelarutan (Ningsih
dkk, 2017). Absorpsi sering digunakan pada proses-proses yang terjadi di industri
kimia dan lainnya. Salah satu contohnya adalah absorpsi gas. Proses absorpsi
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas permukaan kontak, laju alir
fluida, konsentrasi gas, tekanan operasi, temperatur komponen terlarut dan pelarut
dan kelembaban gas, faktor inilah yang menentukan laju absorpsi (Ardhiany,
2018).
2.3.1. Teori Dua Film
Teori dua film ini bersifat elementer, elementer disini maksudnya semua
aliran yang berada di dalam aliran fluida turbulen terkonsentrasi dalam suatu
stagnan film. Model film stagnan ini dikeluarkan oleh Whitman pada tahun 1923.
Model film stagnan ini mengilustrasi perpindahan panas melalui difusi molekuler
pada film stagnan dengan ketebalan (Ramadhany, 2018). Semua driving force
atau garad konsentrasi dalam model film ini dimana digunakan untuk mengurangi
stagnan film dan konsentrasi dalam bulk fluida berada dalam keadaaan konstan
dikarenakan turbulen yang tinggi. Dalam teori film, ketebalan film yang efektif
8

ditentukan oleh bagaimana kondisi laminar dan turbulen. Berbagai proses dalam
pemisahan, komponen dari satu fase akan berdifusi ke fase lainnya dimana laju
dari difusi kedua fase tersebut akan mempengaruhi laju perpindahan massa secara
keseluruhan. Dalam keadaan tertentu, perpindahan dapat terjadi melalui film
stagnan ke fase dimana teori penetrasi yang diperkirakan akan berlaku.
Lapisan film yang memiliki ketebalan tipis maka dalam proses difusi akan
berlangsung secara efektif. Biasanya, lapisan film yang memiliki ketebalan tipis
tidak akan menyebabkan tahanan dari lapisan tersebut makin kecil, sehingga tidak
akan menganggu proses perpindahan massa. Kondisi kedua aliran fase harus
diatur menjadi aliran yang turbulen untuk mendapatkan lapisan yang tipis.
Kondisi kedua aliran fase harus turbulen karena pada lapisan film yang tipis akan
diperoleh gradien konsentrasi yang kecil. Saat gradien konsentrasi kecil maka
dalam proses absorpsi yang dilakukan akan berlangsung cepat dengan keadaan
menjadi steady state. Gradien konsentrasi terjadi Ketika zat ditansfer dendari satu
fase ke fase lain.
2.3.2. Teori Higbie
Teori Higbie atau teori penetrasi, teori ini dikemukakan oleh Higbie. Teori
penetrasi adalah model perpindahan massa dengan parameter karakteristik waktu
tinggal (t) (Ramadhany, 2018). Teori ini menjelaskan mekanisme perpindahan
massa selama kontak dua fasa, yaitu gas dan cair. Dalam teorinya, Higbie
menekankan perlunya peningkatan waktu kontak. Higbie pertama kali
menerapkan teori ini pada absorpsi gas dalam cairan, yang menunjukkan bahwa
molekul yang menyebar tidak mencapai sisi lain dari lapisan tipis film jika waktu
kontaknya singkat. Higbie juga menyatakan bahwa mekanisme turbulensi dapat
meningkatkan difusivitas pusaran, dimana hal ini dapat menentukan waktu kontak
perpindahan massa yang terjadi pada setiap keadaan massa. Difusivitas pusaran
yang biasanya terjadi dalam suatu fenomena kesetimbangan antara fase gas dan
cair.
2.3.3. Teori Danckwerts
Difusi tidak tergantung pada gradien kecepatan karena baik cairan stagnan
atau pusaran adalah absorption sinks (Carberry, 2001). Danckwerts juga
9

mengembangkan teori penetrasi, yang menyatakan bahwa unsur-unsur cair di


permukaan secara acak digantikan oleh cairan lain yang lebih segar dari bulk
aliran. Teori ini juga digunakan dalam kasus-kasus khusus seperti ketika
diasumsikan bahwa massa difusivitas pusaran terjadi pada waktu yang berbeda
dan laju perpindahan massa tidak bergantung pada waktu perpindahan unsur
dalam fase cairan tindak dalam keadaaan yang stagnan dalam prosesnya.
Perpindahan massa yang terjadi pada interface sama dengan harga dari
jumlah zat yang terabsorpsi atau terserap. Pepindahan unsur secara fase cairan
tindak menuju interface diasumsikan tidak akan mempengaruhi kecepatan
perpindahan massanya dalam proses absorpsi. Proses absorpsi pada kontak antara
cair dan gas secara countercurrent ataupun dalam proses distilasi menggunakan
packed column. Menara ini terdiri dari kolom silinder yang berisi gas yang masuk
dari bawah dan cairan yang masuk dari atas. Packed dalam menara,
memungkinkan area permukaan yang besar untuk kontak cair-gas, sehingga
efisiensi penyerapan dapat meningkat. Laju penyerapan yang terjadi pada menara
packed dapat dipengaruhi oleh ukuran packing, dengan koefisien diitentukan oleh
permukaan.

2.4. Mekanisme Absorpsi


Absorpsi proses di mana satu atau lebih komponen terlarut dalam fase gas
dihilangkan melalui kontak dengan pelarut dalam fase liquid. Komponen khusus
yang dapat dilepas yang dapat dilarutkan dalam pelarut liquid adalah wajib. Gas
yang diserap kemudian dikeluarkan dari pelarut yang digunakan dan pelarut
dikembalikan ke sistem. Proses pemisahan zat terlarut dari pelarut yang digunakan
disebut proses stripping. Proses ini kebalikan dari absorpsi (Jingdong dkk, 2017).
Sistem pada proses absorpsi adalah sistem dua komponen dan multi komponen.
2.4.1. Sistem Dua Komponen
Bila sejumlah gas tunggal dikontakkan dengan liquid yang tidak mudah
menguap yang akan larut sampai tercapai keadaan setimbang. Konsentrasi gas
yang larut disebut kelarutan gas pada kondisi temperatur dan tekanan yang ada.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas akan bertambah bila tekanan dinaikkan pada
10

absorben yang sama. Gas yang berbeda mempunyai kelarutan yang berbeda. Pada
umumnya kelarutan gas akan menurun apabila temperatur dinaikkan.
2.4.2. Sistem Multi Komponen
Bila campuran gas dikontakkan dengan liquid pada kondisi tertentu,
kelarutan setimbang, gas tidak akan saling mempengaruhi kelarutan gas, yang
dinyatakan dalam tekanan parsiil dalam campuran gas. Bila dalam campuran gas
ada gas yang sukar larut maka kelarutan gas ini tidak mempengaruhi kelarutan gas
yang mudah larut. Pada beberapa komponen dalam campuran gas mudah larut
dalam likuid, kelarutan masing-masing gas tidak saling mempengaruhi bila gas
tidak dipengaruhi oleh sifat liquid. Hal ini hanya terjadi pada larutan yang ideal.
Menurut Kulkarni (2017), wetted wall absorption column adalah model percobaan
klasik untuk mengukur suatu koefisien dari perpindahan massa. Proses
perpindahan massa terjadi perpindahan massa dari konsentrasi tinggi ke rendah.
Perbedaan konsentrasi zat kimia dari bahan dan lingkungan tersebut terjadi
adanya driving force atau gaya penggerak dari proses perpindahan massa. Data
perpindahan massa terdapat juga di kolom, begitu juga mekanisme dari
perpindahan massa terjadi pada sistem geometri dan kondisi aliran yang sama.
Percobaan yang dilakukan pada wetted wall column ini telah berkaitan dengan
adanya liquid murni pada gas.

2.5. Unit-unit pada Wetted Wall Absorption Column


Unit-unit merupakan bagian-bagian yang saling bekerja sama sehingga
tercipta suatu sistem yang harus utuh. Unit-unit atau disebut juga dengan
komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang sangat mempunyai peran
penting dalam keseluruhan aspek yang berlangsung dalam suatu proses untuk
pencapaian tujuan. Komponen pada wetted wall absorption column terdiri atas
wetted wall column, pompa, kompresor, sensor probe, kolom deoksigenator,
valve, dan flowmeter.
2.5.1. Wetted Wall Column
Wetted Wall Column merupakan kolom kaca dengan bagian saluran
masuk dan keluar air, serta dipasang dengan penopang berporos yang
memungkinkan rotasi untuk memastikannya dapat diatur secara akurat dalam
11

orientasi vertikal. Wetted Wall Column digunakan untuk mendapatkan korelasi


bilangan Sherwood, bilangan Reynolds, dan bilangan Schmidt dengan
menggunakan media fase cair dan fase gas (Priya dkk, 2019). Wetted Wall
Column ini juga dapat digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan massa
gas atau massa cair yang sangat penting. Koefisien perpindahan massa film cair
ditentukan pada laju aliran massa air.
2.5.2. Pompa
Pompa adalah alat yang digunakan untuk memberikan tekanan pada cairan
untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Pompa dioperasikan dengan
mekanisme putar, reciprocating dan mengkonsumsi energi saat melakukan kerja
mekanis yaitu memindahkan fluida dari satu tempat menuju tempat lain. Contoh
dari pompa putar yaitu pompa single rotor dan pompa multiplerotor, sedangkan
contoh pompa reciprocating yaitu pompa diagphragm dan pompa piston. Pompa
pertama pada wetted wall absorption berfungsi untuk mengalirkan air menuju
deoksigenator dan kolom absorpsi terletak di dasar unit. Pompa kedua ini
selanjutnya memiliki fungsi untuk menyedot air dan dialirkan ke flowmeter air.
2.5.3. Kompresor
Kompresor adalah mesin atau perangkat mekanik yang dirancang untuk
meningkatkan tekanan atau kompres cairan gas atau udara. Kompresor biasanya
digerakkan oleh motor listrik, mesin diesel, atau mesin bensin. Menurut Zakaria
dkk (2020) kompresor udara terbagi menjadi empat jenis yaitu kompresor udara
mini, kompresor udara direct driven, kompresor udara belt driven, dan kompresor
udara screw. Prinsip kerja kompresor tidak jauh berbeda dengan pompa.
Kompresor biasanya bekerja dengan perbedaan tekanan antara tekanan atmosfer
dan didalam kompresor dimana tekanan didalam kompresor lebih rendah dari
tekanan atmosfer.
2.5.4. Sensor Probe
Sensor probe berfungsi untuk mengukur kadar oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen) pada air. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut di dalam air maka
semakin baik kualitas air tersebut (Yuliantari dkk, 2021). Sensor oksigen terlarut
(DO) bekerja dengan mengukur jumlah oksigen yang berdifusi melintasi
12

membran permeabel atau semi-permeabel ke dalam probe (sensor). Oksigen yang


berada di dalam sensor akan mengalami reaksi reduksi kimia dan menghasilkan
sinyal listrik. Sinyal ini dibaca oleh sensor DO dan ditampilkan pada meteran.
2.5.5. Kolom Deoksigenator
Kolom deosigenator merupakan tempat terjadinya reaksi deoksigenasi.
Menurut Ooi dkk (2019) deoksigenasi adalah proses di mana senyawa
teroksigenasi dihilangkan dari molekul biasanya dalam bentuk H2O, CO2 atau
CO. Reaksi deoksigenasi diselesaikan dengan menggunakan hidrogen. Mekanism
deoksigenasi adalah dekarboksilasi, dekarbonilasi, hidrodeoksigenasi, dan
hidrogenolisis.
2.5.6. Valve
Valve atau biasa disebut katup adalah alat yang mengatur, mengarahkan,
atau mengontrol aliran fluida berfase gas, cairan, atau padatan terfluidisasi dengan
membuka, menutup, atau menutup sebagian jalur aliran. Valve dalam kehidupan
sehari-hari yang paling sering dijumpai adalah keran pipa air dan katup kompor.
Valve dapat dioperasikan secara manual, baik oleh pegangan maupun tuas pedal.
2.5.7. Flowmeter
Flowmeter adalah alat dengan kemampuan untuk mengukur jumlah atau
volume dari aliran fluida berfase cair, gas, atau uap. Flowmeter dalam praktiknya
membantu dalam menghitung jumlah cairan yang mengalir melaluinya.
Umumnya flowmeter berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan aliran (flowrate), velocity, dan total volume. Jenis flowmeter lain ini
juga dapat digunakan untuk menghitung total massa dan aliran massa pada cairan
yang akan mengalir.
2.6. Beberapa Jenis dan Syarat Penggunaan Absorben 
Pelarutan bahan sebelum dilakukannya absorbsi di permukaan melalui
reaksi fisik dan reaksi kimia, memerlukan cairan yang menjadi media untuk
melarutkannya yang dikenal juga absorben. Absorben juga dikenal dengan nama
zat pencuci. Perbedaan antara adsorben dan absorben adalah melalui prinsip
kerjanya masing-masing. Adsorben hanya bekerja di permukaan partikel yang
diserap, sedangkan absorben bekerja dengan memasuki volume molekul-molekul
13

partikel gas yang akan dibersihkan. Beberapa tipe kolom absorpsi yang biasa
digunakan untuk menangkap CO2 seperti kolom packed bed, sieve tray dan bubble
column. Jenis kolom juga menentukan absorben yang akan digunakan.
Jika ditinjau berdasarkan proses penyerapannya absorben dibagi menjadi
dua yaitu bekerja secara fisik dan kimia. Absroben fisik tidak terjadi reaksi kimia
antara gas erlarut dan perlarutnya, sedangkan absorben kimia terjadi reaksi kimia
antara gas terlarut dengan pelarutnya seperti NaOH dan MEA (Ardhiany, 2018).
Pemilihan absorben yang tepat harus didasarkan dengan beberapa aspek yaitu
nilai keekonomisannya dan ketersediaannya yang tidak terbatas.
Peralatan yang umum dalam absopsi sederhana biasanya yang digunakan
adalah packed column dengan pelarut air karena adanya interaksi fisik. Apabila
dibandingkan dengan monoethanolamine (MEA) salah satu absorben kimia yang
kemampuan serapan CO2 konsentrasi rendah. MEA berukuran kecil dan cocok
pada kondisi gas asam dan meminimalisir korosi peralatan (Peng et al, 2011).
Salah satu absorben kimia lain yang biasa digunakan adalah NaOH.
Perngaruh penggunaan absorben ini juga bergantung pada konsentrasinya dimana
saat konsentrasi NaOH semakin tinggi maka koefisien perpindahan massa juga
semakin tinggi. Kelebihan dari NaOH yaitu memiliki waktu reaksi relative cepat,
harga yang terjangkau dan mudah dalam regenerasi melalui peluncutan.
Karateristik fisik absorben salah satunya yaitu memiliki titik beku rendah dapat
mencegah absorben tersebut ikut membeku dan dapat memaksimalkan proses
absorpsi. Absorben harus menjaga kondisi gas terlarut dalam keadaan yang
optimal tanpa merusak zat tersebut. Selain itu, absorben dengan viskositas rendah
dapat melancarkan proses absorpsi karena dapat melarutkan dengan optimal.
2.7. Kesetimbangan Uap Cair
Tingkatan dimana sesuatu campuran gas konstituen akan larut pada larutan
absorben yang tergantung pada keadaan semula adalah kesetimbangan. Pengertian
ini memberikan alasan perlunya mempertimbangkan karateristik dari sistem
kesetimbangan gas-liquid. Kesetimbangan gas-liquid sangat dibutuhkan untuk
proses separasi contohnya distilasi, ekstraksi, proses absorpsi, sistem biner atau
sistem multikomponen. Dua fasa dikatakan berada dalam kesetimbangan jika
14

temperatur, tekanan, dan potensial kimia dari setiap komponen zat yang terlibat di
kedua fasa bernilai sama. Kesetimbangan tersebut dapat tercapai pada kondisi
yang optimum. Istilah kesetimbangan gas-liquid mengacu pada sistem dimana
fase liquid yang tunggal berada di kesetimbangan bersama uapnya (Shinde and
Mane, 2012).
2.7.1. Sistem Dua Komponen
Kuantitas satu gas dan larutan yang relatif sulit menguap juga merupakan
kesetimbangan. Hasil konsentrasi dari gas yang terlarut di dalam larutan seperti
yang disebutkan diatas akan menjadi solubilitas gas sesuai dengan temperatur dan
tekanan yang berlaku. Perbedaan persen yield gas dan liquidan menghasilkan
kurva kelarutannya tersendiri yang biasanya harus ditentukan secara
eksperimental untuk setiap sistem. Kesetimbangan tekanan pada gas jika
diberikan konsentrasi larutan yang tinggi, maka gas tersebut akan relatif tidak
terlarut dalam liquid, sedangkan ketika konsentrasi rendah, tingkat solubilitas
akan tinggi. Alat yang digunakan untuk memperoleh data kesetimbangan antara
fase cair dan fase gas adalah Glass Othmer Still (GOS) (Sari, 2010).
Kelarutan gas akan dipengaruhi temperatur, jika temperatur dalam suatu
sistem itu ditingkatkan akan terjadi perubahan yaitu terjadinya penyerapan panas.
Larutan gas terkadang menghasilkan evolusi panas atau perubahan panas secara
berangsur-angsur dan biasanya pada kasus penurunan solubilitas gas atau larutan
gas yang diikuti dengan peningktan temperatur (Treybal, 1980). Jenis sistem dua
komponen biasanya ditemui dalam banyak penerapan hukum kesetimbangan dan
juga dalam kehidupan sehingga penting untuk mengetahui tentang hal ini. Sistem
ini sangat bergantung pada kondisi operasi yang dilakukan pada sistem. Kondisi
yang sesuai akan meningkatkan kualitas dan efisiensi alat yang digunakan.
2.7.2. Sistem Multikomponen
Sistem multikomponen disini didefinisikan sebagai suatu sistem yang
tersusun atas lebih dari dua komponen aktual atau pseudo compound dan senyawa
semu atau material yang sifat fisiknya dapat ditentukan. Sistem multikomponen
ditemukan akan bertingkah laku seperti halnya liquid atau gas ideal pada kondisi
tekanan rendah dan pada temperatur normal destilasi. Sistem multikomponen
15

yang terdiri atas senyawa campuran hidrokarbon, campuran dari beberapa isomer,
atau campuran dari senyawa homolog akan bertingkah laku seperti gas/uap atau
liquid ideal (Smith and Van Ness, 1987). Campuran fluida multikomponen bisa
dikatakan ideal jika fugasitas komponen pada komponen kondisi murni sama
dengan fugasitas komponen dengan kondisi tercampur dalam sistem.
Campuran gas dikontakkan dengan liquid di bawah kondisi kesetimbangan
larutan tertentu untuk setiap gas independen dari yang lain, asalkan keseimbangan
dijelaskan mengenai hubungan tekanan parsialnya dalam campuran gas. Sistem
multikomponen yang mengandung fase larutan ideal dan fase uap yang sesuai
dengan hukum gas ideal, memiliki hubungan yang serupa dengan sistem biner
(Shinde and Mane, 2012). Konsentrasi gas di dalam liquid akan sangat kecil
sehingga tidak akan dapat mempengaruhi solubilitas dari komponen yang relatif
larut. Peristiwa itu karena salah satu komponen gas secara substansial tidak dapat
larut di dalam sistem dengan pelarut tertentu di dalam sistem yang terjadi.
Jenis dan tipe komponen campuran yang cukup larut secara menyeluruh
akan berlaku hanya pada larutan gas yang mengabaikan sifat dari larutannya, yang
akan menjadi kasus pada larutan ideal. Campuran gas propana dan butana akan
larut pada minyak parafin yang tidak mudah menguap secara bebas setelah
larutannya menghasilkan larutan yang sangat ideal. Kelarutan dipengaruhi juga
dengan adanya zat terlarut yang tidak mudah menguap di dalam liquid, misalnya
saja seperti garam pada larutan air dan larutan non ideal (Luis, 2018). Peristiwa
ini dapat terjadi jika sistem multikomponen tidak mengekshibisi suatu titik didih
tunggal pada suatu tekanan spesifik yang diberikan pada sistem. Fenomena terjadi
ketika komponen di dalam sistem adalah senyawa murni. Campuran membentuk
kesetimbangan liquidgas untuk semua komponen di dalamnya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Kolom Deoksigenerator
2) Pump
3) Compressor
4) Sensor probe
5) Tanki penampungan air
6) Flowmeter udara
7) Flowmeter air
3.1.2. Bahan
1) Air
2) Udara

3.2. Prosedur Penelitian


1) Semua valve (V) dipastikan dalam keadaan tertutup.
2) Tangki penampung diisi dengan aquadest ± 8 cm di atas pompa.
3) Tombol supply pada panel dinyalakan.
4) Tombol pompa 1 pada panel dinyalakan dengan valve dibuka, dan diatur
aquadest dalam kolom deoksigenator mencapai overflow.
5) Tabung N2 dibuka pada tekanan 2,5 bar dan dialirkan perlahan selama 5
sampai 10 menit hingga aliran gelembung steady.
6) Tombol kompressor (COMP) pada panel dinyalakan untuk mengalirkan
udara dengan laju alir 1000 cc/menit dan ditunggu selama 10 menit.
7) Tombol Pompa 2 dinyalakan agar aquadest dapat dialirkan dari puncak
kolom absorpsi (wetted wall column) dengan laju alir aquadest pada
flowmeter diatur 60 cc/menit dan ditunggu selama 10 menit.
8) DO meter diamati dan dicatat persen saturasi O2 yang masuk dan keluar.
9) Laju alir aquadest pada flowmeter divariasikan.

16
17

3.3. Blok Diagram

Semua valve (V) dipastikan dalam tertutup.

Tangki penampung diisi dengan aquadest ± 8 cm di atas pompa.

Tombol supply pada panel dinyalakan.

Tombol pompa 1 pada panel dinyalakan dengan valve dibuka, dan diatur
aquadest dalam kolom deoksigenator mencapai overflow.

Tabung N2 dibuka pada tekanan 2,5 bar dan dialirkan perlahan selama 5
sampai 10 menit hingga aliran gelembung steady.

Tombol kompressor (COMP) pada panel dinyalakan untuk mengalirkan udara


dengan laju alir 1000 cc/menit dan ditunggu selama 10 menit.

Tombol Pompa 2 dinyalakan agar aquadest dapat dialirkan dari puncak


kolom absorpsi (wetted wall column) dengan laju alir aquadest pada
flowmeter diatur 60 cc/menit dan ditunggu selama 10 menit.

DO meter diamati dan dicatat persen saturasi O2 yang masuk dan keluar.

Laju alir aquadest pada flowmeter divariasikan.

Gambar 3.1. Blok Diagram Percobaan Wetted Wall Absorption Column


DAFTAR PUSTAKA

Ardhiany, S. 2018. Proses Absorbsi Gas CO 2 dalam Biogas Menggunakan Alat


Absorber Tipe Packing dengan Analisa Pengaruh Laju Alir Absorben
NaOH. Jurnal Teknik Patra Akademika. Vol. 9(2): 55-64.
Carberry, J. J. 2001. Chemical and Catalytic Reaction Engineering. Kanada:
General Publishing Company.
Djayanti, S. 2019. Optimalisasi Penurunan Konsentrasi SO 2 Emisi Menggunakan
Larutan NAOH pada Menara Absorber. Seminar Nasional Sains &
Entrepreneurship. Semarang, 21 Agustus 2019.
Harker, J.H., Richardson, J.F., dan Backhurst, J. R. 2013. Chemical Engineering
Vol. 2. Belanda: Elsevier Science
Jingdong, C., Jili, Z., Zhijiang, H., dan Zhixian, M. 2017. Falling Film
Transitionson Horizontal Enhanced Tubes: Effect of Tube Spacing.
Procedia Engineering Journal. Vol. 205(72): 1542-1549.
Kadarjono, A., Yusnitha, E., Santosa, A. S. D., dan Winastri, P. D. 2020.
Pengaruh Jenis Packing Pada Menara Packed-Bed Absorber Dalam
Penyerapan Gas Nox. Urania: Jurnal Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir.
Vol. 26(1).
Kulkarni, S. J. 2017. Wetted Wall Column: Review on Studies and Investigations.
International Journal of Research and Review. Vol. 4(6): 24-27.
Luis, P. 2018. Fundamental Modeling of Membrane Systems. Amsterdam:
Elsevier.
Ningsih, E., Sato, A., Nafiuddin, M. A., dan Putranto, W. S. 2017. Absorpsi Gas
CO2 Berpromotor MSG dalam Larutan K2CO3. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri. Malang, 4 Februari
2017: Hal. 2.
Nugroho, A. D., Sabrina, D., Pratiwi, I. A., Yerizam, M., dan Anerasari, M. 2021.
Rancang Bangun Absorber Ammonia (Ditinjau dari Laju Alir, Tinggi
Packing dan Variasi Packing terhadap Konsentrasi Ammonia). Jurnal
Kinetika. Vol. 12(3): 1-5.
Ooi, X. Y., Gao, W., Ong, H. C., Lee, H. V., Juan, J. C., Chen, W. H., dan Lee, K.
T. 2019. Overview on Catalytic Deoxygenation for Biofuel Synthesis
Using Metal Oxide Supported Catalysts. Renewable and Sustainable
Energy Reviews. Vol. 112: 834-852.
Peng, Y., Bingtao, Z., Leilei, L. 2011. Advance in Post-Combustion CO2 Capture
with Alkaline Solution: A Brief Review. School of Energy and Power
Engineering, University of Shanghai for Science and
Technology.Shanghai.
Priya, S. S., Balachandar, P., dan Wadhwania, S. 2019. Comparison of Liquid
Desiccants for Air Cooling Systems using Wetted Wall Column.
International Journal of Mechanical and Production Engineering Research
and Development (IJMPERD). Vol. 9(2): 691-698.
Purba, E., dan Barutu, C. N. R. 2021. The CO 2 Gas Absorption in Biogas Using
Absorber Bubble Column with Variation of NaOH Absorbent
Concentration and Sparger Forms. Indonesian Journal of Chemical
Science. Vol. 10(1): 68-74.
Ramadhany, P. 2018. Model Numerik Absorpsi Gas Reaksi Orde Dua Tak
Reversibel. Jurnal Integrasi Proses. Vol. 7(2): 79.
Rahmatika, F. A., Ariq, Y. N., Susianto, S., dan Taufany, F. 2020. Pra-Desain
Pabrik LPG dari Gas Alam. Jurnal Teknik ITS. Vol. 8(2): 46-50.
Robiah, R., Renaldi, U., dan Melani, A. 2021. Kajian Pengaruh Laju Alir Naoh
Dan Waktu Kontak Terhadap Absorpsi Gas Co2 Menggunakan Alat
Absorber Tipe Sieve Tray. Jurnal Distilasi. Vol. 6(2): 27-35.
Sari, Ni Ketut. 2010. Vapor-Liquid Equilibrium (VLE) Water-Ethanol from
Bulrush Fermentation. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 5 (1): 363-371.
Shinde, S.N., dan Maya B. M. 2012. Vapor Liquid Equilibria: A Review.
Scientific Reviews and Chemical Communications Journal. Vol. 2(2):
158-171.
Smith J. M and ..Van, Ness. H. C. 1987. Introduction.. to ..Chemical. Engineering
Treybal, R. E. 1980. Mass-Transfer Operations. Singapore: McGraw-Hill.
Wanara, N. 2020. Studi Kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Limbah
Cair Kelapa Sawit, Kapasitas 1, 6 Mw di PTPN V Distrik Tandun.
[SKRIPSI]. Jakarta (IDN). Institut Teknologi PLN.
Yuliantari, R. V., Novianto, D., Hartono, M. A., dan Widodo, T. R. 2021.
Pengukuran Kejenuhan Oksigen Terlarut pada Air Menggunakan
Dissolved Oxygen Sensor. Jurnal Fisika Flux: Jurnal Ilmiah Fisika FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat. Vol. 18(2): 101-104.
Zakaria, B. F., Murti, M. A., dan Wibowo, A. S. 2020. Sistem Pemantauan
Kompresor Udara Berbasis Internet of Things. e-Proceeding of
Engineering: Vol. 7(1): 273-280.

Anda mungkin juga menyukai