BAB II
DASAR TEORI
Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan
molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi
dari partikel yang lebih energetik (molekul yang lebih berenergi atau bertemperatur
tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul yang kurang berenergi atau
bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.
Proses perpindahan panas secara konduksi pada steady state melalui dinding datar
suatu dimensi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier (Fourier Law of Heat
Conduction) tentang konduksi, yang persamaan matematikanya dituliskan sebagai
berikut ( Kreith, Frank, 1997):
=
.....................................................................
(2.1)
Dimana:
= Laju perpindahan panas konduksi (W)
k
Suatu fluida memiliki temperatur (T) yang bergerak dengan kecepatan (V),
diatas permukaan benda padat (Gambar 2.4). Temperatur media padat lebih tinggi
dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas secara konveksi dari
benda padat ke fluida yang mengalir.
Gambar 2.4 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir
Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)
.(
).........................................................
Dimana:
= Laju perpindahan panas konveksi (W)
. )
(2.2)
), adalah:
.
.
= . .
. ...............................................................
(2.3)
Sedangkan, untuk benda hitam sempurna (black body), dengan nilai emisivitas
( = 1) memancarkan radiasi (
.
), sebesar:
. .................................................................
(2.4)
), adalah:
. ...............................................
(2.5)
Dimana:
= laju pertukaran panas radiasi (W)
= Nilai emisivitas suatu benda (0 1)
= Konstanta proporsionalitas, disebut juga konstanta Stefan Boltzmann.
Dengan nilai 5,67
10
( /
)
)
10
), dan luas .
=
. .
.................................................................
(2.6)
Dimana:
= Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari (W)
= Temperatur permukaan matahari (K)
= diameter matahari (m)
Pada Gambar 2.6 dijelaskan radiasi kesemua arah dimana energi yang
diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya.
Jari-jari (R) adalah sama dengan jarak antara matahari dan bumi. Luas permukaan
bumi dapat dihitung dengan persamaan 4. .
). Pada
satu satuan luas dari permukaan bumi tersebut dinamakan iradiasi. Dari penjelasan
tersebut diperoleh persamaan (Arismunandar. Wiranto., 1995):
........................................................................
(2.7)
m, temperatur permukaan
matahari ( ) 5762 K, dan jarak rata-rata antara matahari dan bumi sebesar (R)
1,5
10
m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah yang tegak lurus pada
.( , .
= 1353
Faktor
1,940
). ,
konveksi
; 429
satuan
untuk
) ; 4,871
fluks
(
radiasi
yaitu
).
11
Refleksivitas ()
Radiasi datang
Absorbsivitas ()
Transmisivitas ()
Gambar 2.7 Bagan pengaruh radiasi datang
Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)
Bagian
yang
dipantulkan
(refleksivitas()),
bagian
yang
diserap
= 1......................................................................
(2.8)
Sedangkan untuk benda padat lainnya yang tidak meneruskan radiasi thermal,
nilai transmisivitas dianggap nol (Holman J.P., 1988), sehingga:
+
= 1..............................................................................
(2.9)
Ada dua fenomena yang dapat diamati bila radiasi menimpa permukaan suatu
benda. Jika sudut jatuh sama dengan sudut refleksi, maka dikatakan refleksi tersebut
spektakular (spectaculer). Jika berkas jatuh radiasi tersebar merata ke segala arah
sesudah refleksi, maka dikatakan refleksi tersebut sebagai refleksi baur (difuse).
Kedua jenis refleksi tersebut tergambar seperti Gambar 2.8
Gambar 2.8 Fenomena refleksi spektakular (a) dan refleksi baur (b)
Sumber : (Holman J.P., 1985)
12
awan
Radiasi sorotan
Radiasi sebaran
............................................................................
(2.10)
Nilai radiasi total (I) dapat juga dihitung dengan menggunakan bantuan alat
solarymeter.
13
a.
a.
Posisi matahari
b.
c.
Waktu matahari
d.
Keadaan cuaca
Posisi Matahari
Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang berbentuk
elips, yang disebut sebagai bidang ekliptika. Bidang ini membentuk sudut 23,5
terhadap
bidang
equator.
Akibat
peredaran
bumi
mengelilingi
matahari,
Tanggal 21 Maret Dilihat dari Bumi, Matahari tepat berada pada garis
khatulistiwa (0). Karenanya, Matahari seolah-olah terbit tepat di sebelah timur.
Demikian pula, Matahari seolah-olah tenggelam tepat di sebelah barat.
14
b.
Tanggal 21 Juni, dilihat dari Bumi, Matahari tampak berada pada 23 lintang
utara (LU). Karenanya, Matahari seolah-olah terbit agak sedikit bergeser ke
utara.
c.
d.
b.
Gambar 2.11 Sudut zenith, sudut kemiringan, sudut azimuth permukaan, sudut azimuth
surya
Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980)
Dalam gambar 2.11 sudut zenith z diperlihatkan sebagai sudut antara sudut
zenith z, atau garis lurus diatas kepala, dan garis pandang ke matahari. Sudut azimuth
A, yaitu sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke
15
matahari pada bidang horizontal, kea rah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat
ditenukn dengan rumus sebagai berikut:
Cos z = sin sin + cos cos cos
(2.11)
Deklinasi , yaiu sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang equator,
ternyata berubah sebagai akibat kemiringan bumi, + 23.45o musim panas (21 juni) ke
23.45o musim dingin (21 desember), yang dapat dilihat pada gambar. Harga
deklinasi pada tiap saat dapat diperkirakan dari persamaan berikut:
= 23,45 sin (360
(2.12
Dimana:
n = hari dari tahun yang bersangkutan
Sudut jam , dri definisi diatas adalah sama dengan nol pada tengah hari surya
(solr noon), positif untuk pagi hari.
Sebagai pengganti sudut zenith z , kadang-kadang digunakan sudut ketinggian
surya (solar altitude angle) h = 90o - z. sudut azimuth A dapat diturunkan dengn
metode yang sama dan dinyatakan sebagai berikut:
Cos A =
(2.13)
S
Gambar 2.12 Deklinasi matahari, posisi dalam panas
16
(1969), dimana nilai n adalah nomor urutan hari dalam satu tahun yang
dimulai dari 1 januari.
Untuk sudut pada permukaan yang dimiringkan ke selatan maupun utara,
mempunyai hubungan anguler seperti permukaan datar pada lintang ( ). Untuk
belahan bumi pada bagian utara, hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13
17
Gambar 2.13 Bagian bumi yang menunjukkan , , dan (-) untuk belahan utara
Sumber: (Duffie dan Beckman, 2006)
c.
Waktu matahari
Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan pada
waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan matahari yang
didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari dihitung dengan
persamaan berikut:
=
+4(
)......................
(2.14)
Dimana:
E= 9,87 sin 2 7 cos
1,5 sin
d.
Keadaan cuaca
Faktor
matahari yang mencapai permukaan bumi. Di atmosfer, radiasi matahari diserap oleh
unsur-unsur ozon, uap air, dan karbon dioksida. Disamping diserap, radiasi matahari
juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air, dan debu.
Pada dasarnya, radiasi matahari sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe
awan. Jadi untuk meramalkan radiasi matahari di bumi perlu diketahui tipe awan dan
ketebalannya. Masing-masing tipe awan memiliki koefisien transmisi sendiri-sendiri.
18
Pelat penyerap
Pelat penyerap yang ideal memiliki permukaan dengan tingkat absorbsivitas
yang tinggi, guna menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan memiliki tingkat
emisivitas serendah mungkin. Disamping itu, pelat penyerap diharapkan memiliki
nilai konduktivitas thermal yang tinggi. Pemilihan bahan dengan tingkat emisivitas
serendah mungkin dimaksudkan agar kerugian panas karena radiasi balik sekecil
mungkin.
c.
Isolasi
Untuk menghindari terjadinya kehilangan panas ke lingkungan, bagian luar
suatu kolektor surya diberi isolasi (perdam panas), yang dimana bahan yang
digunakan sebagai isolator merupakan bahan dengan sifat konduktivitas thermal yang
rendah.
19
menyatakan
20
oleh penutup menuju pelat penyerap, dan terjadi proses pemantulan berulang.
Besarnya energi maksimum yang diperoleh kolektor adalah:
(
)=
[ (1 )
] =
).
.....................
(2.15)
1,01
...............................................................
(2.16)
adalah, perbandingan antara radiasi matahari yang diserap (S) terhadap radiasi
matahri yang menimpa kolektor ( ). Sehingga radiasi matahari yang diserap oleh
permukaan pelat penyerap adalah:
= (
....................................................................
(2.17)
2.5 Kolektor Surya Pelat Bergelombang Sebagai Pelat Penyerap dan Pembuat
Arah Alur Aliran Fluida
Rancangan kolektor surya pada penelitian ini akan menggunakan pelat seng
sebagai pelat penyerap dan pembuat arah alur aliran fluida (udara) yang disusun
pararel sehingga menciptakan beberapa saluran fluida kerja guna mengetahui
performansi dari variasi jumlah saluran fluida kerja.
1965)
melakukan
penelitian
dengan
menggunakan
pelat
bergelombang sebagai pelat penyerap pada kolektor surya. Yang arah fluida kerjanya
menyeberangi pelat bergelombang (arah alirannya tidak mengikuti kontur pelat).
Dimana pada penelitiannya, diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan pelat
bergelombang sebagai absorber, dapat meningkatkan tingkat absorbsivitas pelat
penyerap terhadap radiasi sinar matahari. Hollands juga mendapatkan hasil penelitian
hubungan antara sudut timpa dengan refleksivitas yang dibuat dalam bentuk grafik
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15.
21
22
Fluida yang mengalir diantara pelat menerima hantaran panas dari hasil
penyerapan radiasi sinar matahari. Dimana aliran gelombang pada fluida dihasilkan
dari pemantulan aliran fluida yang disebabkan karena kontur pelat yang tidak rata.
Pemantulan fluida kerja yang berulang menyebabkan distribusi panas dari pelat
penyerap ke fluida kerja lebih baik.
bergelombang sebagai pelat penyerap dan variasi jumlah pelat bergelombang yang
disusun dibawah pelat penyerap. Aliran fluida kerja mengalir dibawah pelat
penyerap, dan pada bagian atas pelat penyerap udara dikondisikan diam.
a.
Skema Kolektor
Skema kolektor surya pelat bergelombang sebagai absorber ditunjukan
pada Gambar 2.18
23
b.
Tahanan Thermal
Untuk tahanan thermal yang terjadi pada kolektor surya pelat bergelombang
24
Keterangan:
c.
Kesetimbangan energi
- Kesetimbangan energi pada cover:
1.
2.
3.
4.
)
)
)
)
25
2.
2.6
1.
2.
3.
berguna yang dihasilkan oleh kolektor surya. Sedangkan efisiensi digunakan untuk
menghitung performansi atau unjuk kerja dari kolektor surya tersebut.
. ...............................................................
(2.18)
26
2. . ..............................................................
(2.19)
..........................................................
(2.20)
Setelah mendapatkan luas saluran masuk dan kecepatan udara maka laju
aliran massa dapat dihitung:
= .
. ..................................................................
(2.21)
Dimana:
= laju aliran massa (kg/s)
= kecepatan udara (m/s)
A = luas saluran masuk udara (
.(
)......................................................
(2.22)
Dimana:
= panas yang berguna (W)
= laju aliran massa fluida (kg/s)
= kapasitas panas jenis fluida (
. ))
27
1.
2.
2.
.(
.................................................
(2.23)
Dimana:
= efisiensi kolektor
= panas berguna (W)
= laju aliran massa fluida (kg/s)
= kapasitas panas jenis fluida (
. )
28
Q=
.................................................................
(2.24)
Dimana :
Q = jumlah panas yang dibutuhkan untuk penguapan, (kJ)
= jumlah massa air yang ingin dikeluarkan dari bahan, (kg)
Dan untuk jumlah massa air yang ingin dikeluarkan dari bahan, dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
=
.............................................................
Dimana :
= massa bahan sebelum dikeringkan, (kg)
,
(2.25)
29
Udara yang telah melewati kolektor, akan masuk keruang pengering dan
kontak dengan bahan yang dikeringkan. Dalam proses ini, bahan menerima energi
dari udara. Energi ini akan menguapkan air pada bahan yang dikeringkan. Energi ini
dapat dihitung setelah unit pengering bekerja dan dilakukan pengukuran terhadap
temperature pada ruang pengering, dimana bahan yang dikeringkan berada. Besarnya
energy yang diberikan pada bahan untuk proses penguapan, adalah sebagai berikut:
=
) .....................................................
(2.26)
Dimana :
= energi panas yang diterima bahan dari udara untuk penguapan, (kJ)
= massa bahan sebelum dikeringkan, (kg)
= massa bahan setelah dikeringkan, (kg)
.................................................................
(2.27)
Dimana :
= panas radiasi yang diterima, ( W )
= luas permukaan kolektor, (
30
.................................................................
(2.28)
Dimana :
= laju pengeringan (kg/s)
= waktu pengerigan (s)
mw =Jumlah massa air yang ingin dikeluarkan (kg)
x 100% .............................................................
(2.29)
Dimana :
= effisiensi pengeringan ( %)
= energi panas yang diterima bahan dari udara untuk penguapan (kJ)
= panas radiasi yang diterima (W)