Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Perumusan masalah


Sebagian besar bahan yang digunakan dalam proses kimia berada dalam
bentuk campuran dari beberapa komponen dan fasa yang berbeda-beda. Untuk
memisahkan atau mengeluarkan satu atau beberapa komponen dari suatu campuran,
maka campuran tersebut harus dikontakkan terlebih dahulu dengan fasa lain. Selama
kontak antara kedua fasa terjadi, komponen-komponen yang terdapat dalam
campuran terdistribusi diantara kedua fasa. Ketika fasa-fasa yang saling berkontak
tersebut terpisah dengan metoda fisik sederhana, dalam kondisi operasi yang tepat,
salah satu fasa akan menjadi fasa yang kaya akan komponen A sedangkan kandungan
komponen A dalam fasa yang lain akan berkurang.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan jumlah gas CO2 terabsorbsi, baik pada masing-masing packing
maupun secara keseluruhan, pada berbagai komposisi gas CO2 dalam udara
dan laju alir absorben (air).
2. Membandingkan hasil analisis gas CO2 dalam udara yang diukur
berdasarkan hempl analysis dengan yang berdasarkan pengukuran laju alir
3. Membandingkan jumlah CO2 terabsorbsi hasil percobaan dengan yang
diperoleh dari neraca massa.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana
suatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga satu
atau lebih komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Absorbsi dapat terjadi
melalui dua mekanisme, yaitu absorbsi fisik dan absorbsi kimia (Yulianto, 2000).
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan
gas dalam larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh proses
ini adalah absorbsi gas H2S dengan air, methanol, propilen karbonase. Penyerapan
terjadi karena adanya interaksi fisik. Mekanisme proses absorbsi fisik dapat
dijelaskan dengan beberapa model, yaitu: teori dua lapisan (two films theory), teori
penetrasi, dan teori permukaan terbaharui (Yulianto, 2000).
Absorbsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan
gas dalam larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh peristiwa ini
adalah absorbsi gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan sebagainya.
Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO2 pada
pabrik ammonia (Yulianto, 2000).
Gas CO2 dan H2S merupakan campuran gas yang bersifat asam. Campuran
asam tersebut dihasilkan dari proses dalam industri seperti industri petrokimia,
industri gas alam. Pada industri gas alam (LNG), gas CO2 dan H2S yang merupakan
komponen dari gas alam dapat menimbulkan persoalan dalam proses pencairan gas.
Gas CO2 dapat membeku pada suhu rendah sehingga dapat menimbulkan
penyumbatan pada sistem perpipaan, sedangkan gas H2S bersifat korosif yang dapat
mengganggu pada peralatan-peralatan proses. Oleh karena itu gas CO2dan H2S perlu
dipisahkan sebelum dilakukan proses-proses lebih lanjut (ITS, 2010).

2
Berbagai teknologi proses penghilangan gas CO2 dan H2S dari campuran gas
telah dikembangkan. Salah satu metode penghilangan gas CO2 dan H2S yang banyak
diaplikasikan dalam industri adalah metode pemisahan absorpsi reaktif (absorpsi gas
dengan reaksi kimia). Absorpsi gas atau penyerapan gas merupakan proses
perpindahan massa. Pada absorpsi gas, uap yang diserap dan campurannya dengan
gas tidak aktif atau lembab (inert gas) dengan bantuan zat cair dimana gas yang larut
atau terlarut (solute gas) dapat larut banyak atau sedikit (ITS, 2010). Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses absorber yaitu:
1. Perbedaan konsentrasi
2. Luas permukaan absorber
3. Suhu
4. Tekanan
5. Viskositas
Untuk memperluas permukaan kontak digunakan kolom berisi packing
(packed coloum) dengan kriteria pemilihan packing sebagai berikut (Satir, 2013) :
a. Memiliki luas permukaan terbasahi tiap unit volume yang besar
b. Memiliki ruang kosong yang cukup besar sehingga kehilangan tekanan kecil
c. Karakteristik pembasahan baik
d. Densitas kecil agar berat kolom keseluruhan kecil
e. Tahan korosi dan ekonomis
Beberapa jenis packing yang sering digunakan antara lain raching ring,
intolox sadle, poll ring. Di dalam merancang suatu menara absorbsi, harga koefisien
perpindahan massa merupakan besaran yang sangat penting. Penurunan korelasi
harga kGa didasarkan pada absorbsi fisik (Satir, 2013). Dengan tersedianya harga k Ga
dapat ditentukan besaran-besaran lain, seperti :
1) Kecepatan perpindahan massa
Kecepatan perpindahan massa dapat dihitung setelah konsentrasi gas yang telah
mencapai kesetimbangan dengan fase cairnya yang telah diketahui. Dalam hal ini gas
harus mendifusi ke aliran cairan tiap satuan waktu.

3
2) Waktu operasi
Jika harga kGa diketahui maka kecepatan perpindahan massanya juga dapat
diketahui sehingga waktu operasi absorbsi dapat diketahui juga.
Absorpsi gas dalam packed column sangat efisien dibandingkan dengan
alternatif lain bahkan memiliki efisiensi yang tinggi. Jika diaplikasikan pada industri,
absorpsi gas alam merupakan absorpsi multikomponen. Penelitian mengenai absorpsi
multikomponen sudah dilakukan pada beberapa literature (ITS, 2010). Peneliti-
peneliti terdahulu mengembangkan pendekatan rate based dengan beberapa model
perpindahan masssa (model film, model penetrasi, model Danckwertz) untuk absorpsi
reaktif di dalam packed column dengan menggunakan konsep enhancement factor.
Konsep enhancement factor berlaku dengan baik hanya untuk beberapa jenis reaksi
sederhana (dilakukan penyederhanaan) yang terjadi dalam fasa liquid dan
menggunakan teori difusi Fick yang tidak memperhitungkan interaksi antar
komponen-komponen yang berdifusi. (ITS, 2010).

2.2 Jenis jenis Menara Absorbsi


Secara umum menara absorbsi diklasifikasikan atas empat macam, antara lain:
a. Menara plate
b. Kolom isian (Packed column)
c. Menara semprot (Spray tower)
d. Menara gelembung

2.2.1 Menara plate


Cross-flow plate merupakan tipe plate yang biasa digunakan pada kolom
absorbsi. Pada Cross-flow plate aliran cairan akan melewati plate sedangkan aliran
uap akan mengalir keatas, seperti pada gambar 2.1. Aliran cairan akan mengalir dari
plate yang satu ke plate yang lainnya membentuk kanal vertikal yang dinamakan
downcomer. Kontak antara gas dengan cairan terjadi pada active area (Rahayu,
2009).

4
Gambar 2.1 Tipe cross-flow plate (Rahayu, 2009)
Tipe cross-flow plate dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yang sering
digunakan, antara lain:
a. Sieve plate
Sieve plate merupakan tipe cross-flow plate yang sederhana. Gas akan
mengalir keatas melewati lubang lubang yang ada pada plate dan menahan
laju cairan pada plate. Biasanya lubang-lubang ini berukuran kecil, tapi dalam
penggunaanya lubang yang luas sering digunakan. Skema Sieve plate terlihat
seperti gambar 2.2 (Rahayu, 2009).

Gambar 2.2 Sieve Plate (Rahayu, 2009)

5
b. Bubble-cup plates
Pada bubble-cup plate gas akan mengalir keatas melewati pipa pendek yang
dinamakan risers, yang tertutup oleh sebuah cap. Gas akan mengalir pada
risers bagian tengah yang ada dibawah cap, mengalir kebawah pipa annulus
antara risers dan cap, seperti pada gambar 2.3 (Rahayu, 2009).

Gambar 2.3 Skema bubble plate (Rahayu, 2009)

c. Valve Plate
Bentuk valve plate hampir sama dengan sieve plate, valve plate digunakan
untuk mengatasi kekeringan atau weeping. Seperti yang terlihat pada gambar
2.4 (Rahayu, 2009).

Gambar 2.4 Skema untuk valve plate (Rahayu, 2009)


2.2.2 Kolom isian (Packing column)
Tipe kolom isian merupakan tipe yang banyak digunakan dalam proses gas
absorbsi. Biasanya kolom diisi dengan material isian secara acak, tetapi jika ingin

6
mendapatkan efesiensi kolom yang cukup tinggi maka isian diatur secara teratur dan
spesifik. Kolom isian dioperasikan dengan aliran yang berlawanan arah antar kedua
fasa. Kolom isian merupakan alat yang lebih sederhana dibandingkan dengan menara
plate. Skema untuk kolom isian padat dilihat seperti gambar 2.5. Hal yang terpenting
dalam mendesain kolom isian adalah material isian itu sendiri. Hal yang harus
diperhatikan dalam memilih material isian antara lain: (Rahayu, 2009)
a. Memiliki luas permukaan yang besar, yang memungkinkan kontak antara gas
dan cairan lebih besar
b. Distribusi cairan pada permukaan isian harus seragam
c. Laju gas yang melewati isian juga harus seragam
d. Harga yang terjangkau
e. Tahan terhadap korosi, tidak korosif
f. Tidak bereaksi dengan fluida proses
g. Memiliki struktur yang kuat, mudah dihandle dan diinstilasi
h. Memiliki ruang kosong/space yang luas

Gambar 2.5 Skema untuk kolom isian (Rahayu, 2009)

7
Gambar 2.6 Beberapa jenis isian kolom: (a) raschig rings, (b) lessing rings, (c)
partition rings, (d) berl saddle, (e) intalox saddle, (f) tellerette, (g) pull ring.
(Rahayu, 2009)

2.2.3 Menara semprot (spray tower)


Pada menara semprot cairan akan dilewatkan pada kolom dengan cara
menyemburkan cairan tersebut dengan sebuah nozzle, sedangkan gas dilewatkan dari
bawah kolom. Menara ini sering digunakan untuk gas yang mudah larut atau
kelarutannya pada pelarut sangat tinggi. Skema untuk berbagai menara semprot dapat
dilihat pada gambar 2.7 dan gambar 2.8 (Rahayu, 2009).

8
Gambar 2.7 Menara semprot dengan poppet nozzle (Rahayu, 2009)

(a) (b)
Gambar 2.8 Menara semprot dengan vaned rotating nozzle (a) dan oval oriface fan
nozzle (b) (Rahayu, 2009)

2.2.4 Menara gelembung (bubble tower)


Pada menara gelembung, gas akan dibuat menjadi gelembung-gelembung
kecil yang akan melewati lapisan cairan dari atas menara. Ketika gelembung-
gelembung gas melewati lapisan cairan, maka pada saat itu terjadi absorbsi gas oleh
cairan. Peralatan ini biasanya dipakai untuk gas yang sukar larut, serta memiliki

9
pressure drop yang tinggi. Skema untuk menara gelembung seperti pada gambar 2.9
(Rahayu, 2009).

Gambar 2.9 Skema untuk menara gelembung (Rahayu, 2009)

2.3 Analisis perpindahan massa dan reaksi dalam proses absorpsi gas oleh
cairan.
Operasi transfer massa umumnya dilakukan dengan menggunakan menara
yang dirancang sedemikian sehingga diperoleh kontak yang baik antara kedua fase.
Alat transfer massa yang berupa menara secara umum dapat dibagi ke dalam 4
golongan, yaitu: menara sembur, menara gelembung, menara pelat dan menara
paking (Satir, 2013).
Persyaratan pokok yang diperlukan menara isian: (Satir, 2013)
1. Harus bereaksi tidak dengan fluida dalam menara

10
2. Tidak terlalau berat
3. Hanya banyak mengandung cukup banyak larutan untuk arus banyak zat cair
yang terperangkap atau meyebabkan penurunan tekanan.
4. Harus memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair dan gas.
5. Tidak terlalu mahal.
Secara umum, proses absorbsi gas CO2 kedalam larutan NaOH yang disertai
reaksi kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO2 melalui
lapisan gas menuju lapisan antar fase gas-cairan, kesetimbangan antara CO2 dalam
fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari lapisan gas kebadan
utama larutan NaOH dan reaksi antara CO2 terlarut dengan gugus hidroksil (OH-)
(Yulianto, 2000). Skema proses tersebut dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH (Yulianto,2000).

Laju perpindahan massa CO2 dari lapisan gas ke dalam larutan NaOH dinyatakan
sebagai berikut: (Yulianto,2000)

= [ ] . 2 . [ ] ........................ ...........(1.1)
Dimana A* merupakan kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase
larutan: (Yulianto,2000)

11
A* = H.pai ................................................. (1.2)

Dengan H pada suhu 30oC = 2,88 x 10-5 g mol/cm3.atm.


Keadaan batas:
. 2 .[]
> 1 ........................................ (1.3)

. 2 .[] []
........................................... (1.4)
.

dengan z adalah koefisien reaksi kimia antara CO2 dan [OH-], yaitu = 2
Jika keadaan batas (b) tidak terpenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam larutan.
Hal ini berakibat:

.2 .[ ] [ ]
............................................ (1.5)
.

Dengan demikian maka laju absorpsi gas CO2 kedalam larutan NaOH akan mengikuti
persamaan:
....
= ... ................................................ (1.6)
1+

Dengan adalah enhancement factor yang merupakan rasio antara koefisien


transfer massa CO2 pada fase cair jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak disertai
reaksi kimia. Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada suhu 30oC
adalah 2,1 x 10-5 cm2/det (Yulianto,2000).
Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau
perpindahan massa total CO2 kedalam larutan NaOH yang terjadi pada selang waktu
tertentu didalam alat absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, kGa dapat
dihitung menurut persamaan (1.7) : (Yulianto,2000)

12
1
. 2 2 . 1,4003 2 3
2
= 4,0777 ( ) ( ) .......... (1.7)
2 . 2 .

6(1)
Dengan = dan =

Secara teoritik, nilai kGa harus memenuhi persamaan (1.8) : (Yulianto, 2000)

(2 ,) (2 2 )
= = .................................. (1.8)
... ...

Jika tekanan operasi cukup rendah, maka p1m dapat didekati dengan = .
Sedangkan nilai kla dapat dihitung secara empiric dengan persamaan (1.9) : (Yulianto,
2000)

=

0,3 0,5
0,2258 [ ] [ ] ....................................(1.9)
.

Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan laju
difusi CO2 kedalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO2 pada batas film cairan
dengan badan cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO2 yang sangat
cepat selama reaksi sepanjang film. Dengan demikian, tebal film (x) dapat ditentukan
dengan persamaan: (Yulianto, 2000)

....................................(1.10)
Difase cair, reaksi antara CO2 dengan larutan NaOH terjadi melalui beberapa tahapan
proses: (Yulianto,2000)

13
+ 2

Langkah d dan e biasanya berlangsung dengan sangat cepat, sehingga proses absorpsi
biasanya dikendalikan oleh peristiwa pelarutan CO2 kedalam larutan NaOH terutama
jika CO2 diumpankan dalam bentuk campuran dengan gas lain atau dikendalikan
bersama-sama dengan reaksi kimia pada langkah c (Yulianto,2000).

14
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Larutan NaOH 1M
2. Air
3. Gas CO2
4. Udara
3.2 Alat-alat
Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Tabung gas CO2 yang dilengkapi pengatur tekanan yang dihubungkan
dengan pengatur R pada saluran gas masuk. Skema peralatan dapat dilihat
pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Skema Peralatan Absorbsi Gas


2. Sarung tangan dan kacamata pengaman
3. Corong dan pipa kecil untuk pengisian peralatan analisa.

15
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pengambilan Sampel Gas
Prosedur ditampilkan pada gambar 3.2 dengan tahapan sebagai berikut:
1. Dua tabung pola pada perangkat analisa absorbsi di bagian kiri panel diisi
dengan 1 M NaOH. Level permukaan NaOH pada tabung bola diatur
sampai angka 0 pada pipa skala menggunakan valve pembuangan Cv dan
buangan ditampung ke dalam labu. Prosedur ini diulangi setiap kali akan
melakukan percobaan berikutnya
2. Tangki penampung cairan diisi bagian dengan air bersih
3. Valve pengendali aliran gas C2 dan C3 tertutup, pompa cairan mulai
dijalankan. Aliran air menu kolom diatur sehingga flowmeter F1
menunjukkan kecepatan tertentu dengan cara mengatur C1
4. Compressor mulai dijalankan dan valve pengendali V2 diatur sehingga
kecepatan aliran pada flowmeter F2 kira-kira 20 l/min
5. Valve regulator tekanan pada tabung CO2 dibuka secara hati-hati lalu valve
C3 diatur sampai flowmeter F3 menunjukkan variasi angka sesuai dengan
lembar penugasan. Lapisan cairan di dasar kolom dipastikan tetap terjaga,
jika perlu diatur dengan valve C4
6. Pengambilan sampel gas dilakukan setelah lima menit atau operasi telah
berjalan mantap. Sampel gas diambil dari bawah kolom dan dari atas atau
tengah kolom. Untuk mengambil sampel gas dari bawah, maka valve S3
dibuka dengan valve saluran atas S1 dan tengah S2 tertutup, begitu juga
sebaliknya.

3.3.2 Cara Analisa Sampel Gas (Hempl Analysis)


Prosedur berdasarkan gambar B, C, D,E dan F dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Gas sisa yang terdapat pada saluran pengambilan sample dibersihkan
dengan cara dihisap menggunakan piston dan didorong/dikeluarkan ke

16
atmosfir. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak empat kali
sampai diperkirakan saluran sudah dianggap bersih (Gambar B dan C)
2. Tabung penyerapan/tabung bola dan lubang ditutup ke atmosfir. Penghisap
diisi dengan sampel gas dengan cara piston ditarik perlahan-lahan (seperti
gambar B), sampai tabung terisi kira-kira 20ml (V1). Valve S yang telah
dibuka tadi ditutup kembali. Tabung penghisap ditutup dari kolom dan
tabung bola. Ditunggu sedikitnya dua menit agar suhu gas sama dengan
suhu tabung (Gambar D). jika cairan ikut terhisap ke dalam tabung
penghisap, maka ini akan merusak percobaan, menghadapi kondisi seperti
ini maka penarikan piston jangan dilanjutkan dan skala pada tabung
penghisap dibaca apa adanya.
3. Saluran yang terisolasi menuju ke kolom, tabung penghisap dihubungkan
dengan tabung penyerapan/ tabung bola. Level cairan seharusnya tidak
berubah. Jika berubah, saluran keluar atmosfir cepat dibuka
4. Level cairan di dalam tabung penyerapan/ tabung bola ditunggu sampai
posisi O yang menunjukkan bahwa rekanan di tabung adalah
atmospheris, lalu saluran ke atmosfir ditutup.
5. Piston ditekan secara perlahan sehingga semua gas berpindah ke tabung
bola. Setelah itu piston ditarik kembali pada posisi semula (Gambar E dan
F). Level ketinggian yang terbaca pada skala diperhatikan. Langkah ini
diulangi sampai level cairan tidak berubah. Volume akhir dicatat (V2),
yang menunjukkan volume sampai gas CO2 yang dianalisa (yang terserap).

17
Gambar 3.2 Hemple Analysis

18
3.4 Pembacaan dan Perhitungan
3.4.1 Pembacaan Hasil Percobaan
1. Berdasarkan prosedur kerja No. 6 dan 7: Ambil sampel dari bawah kolom
(Valve S3) isi tabel berikut:
Pembacaan Gas Masuk Saluran dari Bawah
Kolom
Perhitungan Yi
Dari Peralatan
Dari Flowmeter Hempl
F2 (udara F3 (CO2 V2
V2 (ml) F3/(F2+F3) (V2/V1)
liter/detik) liter/detik) (ml)
Catatan:
Fraksi volume= fraksi volume CO2 = V2/V1
Fraksi volume = fraksi mol = Y
Nilai V2/V1 (yang diambil dari gas masuk pada valve S1) disebut fraksi
mula-mula (input) dari CO2 yang masuk kolom atau Yi=V2/V1

Tugas:
a. Bandingkan hasil F3/(F2+F3) versus (V2/V1)
b. Jelaskan hasil yang diperoleh,bagaimana seharusnya?

2. Perhitungan jumlah CO2 yang diserap air dengan menganalisa sampel yang
diambil dari bagian tengah kolom (outlet valve S2) dengan kondisi S1 dan
S3 tertutup (prosedur 6 dan 7)
Kondisi Masuk Keluar
Total
F2, (udara F3 (CO2,
F2+F3
liter/detik) liter/detik)
(liter/detik)

19
Catatan:
Bila fraksi CO2 dalam arus gas masuk melalui S3 disebut fraksi CO2 input
atau Yi=(V2/V1) dan fraksi CO2 yang diambil dari S2 disebut fraksi CO2
output pada S2atau Y0-2 = (V2/V1)0-2

Maka:
a. Susunlah neraca massa gas CO2 dalam absorber
(1 0 2)
b. Buktikan: 2 3 = (10 2)
( )

Keterangan:
2 3 (liter/detik) adalah CO2 terserap dalam kolom antara bagian
tengah (valve S2) dan bawah kolom (valve S3)

3. Percobaan 2 diulangi tetapi untuk sampel gas diambil dari valve S1


dengan fraksi output
2
01 = ( )
1 01
4. Buat grafik hubungan Fa dengan ketinggian kolom
5. Percobaan 1 sampai 4 diulangi dengan mengambil nilai F1 yang lain. Apa
yang dapat disimpulkan?

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan Sampel dari Valve S3


Pengambilan sampel dilakukan pada saat valve S3 dibuka, sedangkan S1 dan
S2 ditutup untuk mengetahui kadar CO2 mula-mula yang terdapat dalam aliran udara
masuk. Data yang diperoleh dari hasil percobaan untuk laju alir air 1 L/menit dapat
dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Fraksi CO2 dari valve S3


F2 F3 Perhitungan Yi
F1 (air) V1
(udara) (CO2) V2 (L)
(L/mnt) (L) F3/(F2+F3) (V2/V1)
(L/mnt) (L/mnt)
1 20 2 0,02 0,002 0,09090909 0,1
4 0,02 0,0016 0,16666667 0,08
6 0,02 0,0035 0,23076923 0,175
3 20 2 0,02 0,0036 0,09090909 0,18
4 0,02 0,0045 0,16666667 0,225
6 0,02 0,0074 0,23076923 0,37
5 20 2 0,02 0,004 0,09090909 0,2
4 0,02 0,006 0,16666667 0,3
6 0,02 0,0074 0,23076923 0,37
7 20 2 0,02 0,0061 0,09090909 0,305
4 0,02 0,0063 0,16666667 0,315
6 0,02 0,0078 0,23076923 0,39

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa hasil pengukuran fraksi CO2
berdasarkan Hempl analysis dengan jumlah CO2 berdasarkan pengukuran laju alir

21
memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh. Jumlah CO2 berdasarkan Hempl analysis
cenderung lebih besar daripada berdasarkan pengukuran laju alir. Perbedaan ini
disebabkan karena pada saat terjadi kontak antara sampel dengan NaOH pada tabung
bola, dengan adanya sisa gas CO2 pada NaOH ini dapat mempengaruhi analisa gas
sehingga hasil praktikum yang dilakukan tidak akurat. Selain itu kesalahan dapat
berasal dari kurangnya ketelitian saat menutup katup penghambat sehingga
memungkinkan ada sejumlah CO2 yang terlepas ke udara bebas, pembacaan yang
kurang tepat pada saat analisa sampel juga dapat mempengaruhi hasil praktikum yang
diperoleh. Pada perhitungan jumlah gas CO2 yang terabsorbsi berdasarkan
pengukuran laju alir diasumsikan gas yang mengalir adalah gas ideal, sementara pada
praktikum, gas yang digunakan adalah gas real atau gas non-ideal, hal ini juga dapat
mempengaruhi terjadinya perbedaan jumlah CO2 yang terabsorbsi berdasarkan
pengukuran laju alir dengan jumlah gas CO2 yang terabsorbsi berdasarkan percobaan
dengan menggunakan hempl analyzer.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka didapat kurva perbandingan nilai
fraksi CO2 dari flowmeter dan fraksi CO2 dari analisa hempl pada valve S3 adalah
sebagai berikut :

0.25

0.2
F3/(F3+F2)

0.15 F1 = 1 L/ mnt
F2 = 3 L / mnt
0.1
F1 = 5 L/mnt

0.05 F1 = 7 L / mnt

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
V2/ V1
Gambar 4.1 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Flowmeter dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S3

22
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat hubungan kecepatan flow alir air berbanding lurus
dengan fraksi volume CO2 pada analisa hempl. Pada kecepatan flow air 1 L/menit
dan kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi yang di ukur dari flowmeter sebesar
0,0909 dan nilai Yi dari analisa hempl sebesar 0,045. Untuk kecepatan flow air 1
L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan
dari analisa hempl sebesar 0,125. Untuk kecepatan flow air 3 L/menit, kecepatan
flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.0909 dan dari analisa hempl
sebesar 0,175. Untuk kecepatan flow air 3 L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit
nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl sebesar 0,325. Untuk
kecepatan flow air 5 L/menit, kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter
sebesar 0.0909 dan dari analisa hempl sebesar 0,175. Untuk kecepatan flow air 5
L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan
dari analisa hempl sebesar 0,315. Untuk kecepatan flow air 7 L/menit, kecepatan
flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.0909 dan dari analisa hempl
sebesar 0,22. Untuk kecepatan flow air 7 L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit
nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl sebesar 0,255.
Sehingga dapat disimpulkan semakin naik kecepatan flow air maka nilai Yi pada
analisa hempl semakin meningkat tetapi nilai Yi pada flowmeter di setiap kenaikan
kecepatan akan sama.

4.2 Pengambilan Sampel dari valve S2


Pada bagian tengah menara packing, terjadi kontak berdasarkan kontinu
antara udara campuran dengan air sebagai absorben yang memungkinkan terjadinya
transfer massa sehingga gas CO2 dari udara campuran akan berpindah ke dalam air.
Packing jenis rasching ring digunakan untuk memperlama waktu tinggal masing-
masing fasa di dalam kolom sehingga semakin lama waktu kontak, semakin banyak
gas CO2 yang dapat dipindahkan atau diabsorbsi. Pengambilan sampel dilakukan

23
pada saat valve S2 dibuka, sementara S1 dan S3 ditutup. Data yang diperoleh dari hasil
percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Fraksi CO2 dari valve S2


Perhitungan Yi
F1 F2 F3
V1 (L) V2 (L)
(L/mnt) (L/mnt) (L/mnt) F3/(F2+F3)
(V2/V1) Yi Fa2-3
1 20 2 0,02 0,0016 0,090909 0,08 0,1 0,478261
4 0,02 0,0014 0,166667 0,07 0,08 0,258065
6 0,02 0,0032 0,230769 0,16 0,175 0,464286
3 20 2 0,02 0,0035 0,090909 0,175 0,18 0,133333
4 0,02 0,0041 0,166667 0,205 0,225 0,603774
6 0,02 0,0071 0,230769 0,355 0,37 0,604651
5 20 2 0,02 0,0039 0,090909 0,195 0,2 0,136646
4 0,02 0,0045 0,166667 0,225 0,3 2,322581
6 0,02 0,0068 0,230769 0,34 0,37 1,181818
7 20 2 0,02 0,0055 0,090909 0,275 0,305 0,910345
4 0,02 0,0058 0,166667 0,29 0,315 0,84507
6 0,02 0,0077 0,230769 0,385 0,39 0,211382

Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka didapat kurva perbandingan nilai
fraksi CO2 dari flowmeter dan fraksi CO2 dari analisa hempl pada valve S2 adalah
sebagai berikut :

24
0.25

F3/(F3+F2) 0.2

0.15
F1 = 1 L/mnt

0.1 F1 = 3 L/ mnt
F1 = 5 l/ mnt
0.05 F1 = 7 L / mnt

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
V2/ V1

Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Flowmeter dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S2

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat hubungan kecepatan flow alir air berbanding
lurus dengan fraksi volume CO2 pada analisa hempl. Pada kecepatan flow air 1
L/menit dan kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi yang di ukur dari flowmeter
sebesar 0,0909 dan nilai Yi dari analisa hempl sebesar 0,08. Untuk kecepatan flow
air 1 L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar
0.230769 dan dari analisa hempl sebesar 0,16. Untuk kecepatan flow air 3 L/menit,
kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.0909 dan dari analisa
hempl sebesar 0,175. Untuk kecepatan flow air 3 L/menit, kecepatan flow CO2 6
L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl sebesar
0,335. Untuk kecepatan flow air 5 L/menit, kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi
dari flowmeter sebesar 0.0909 dan dari analisa hempl sebesar 0,195. Untuk
kecepatan flow air 5 L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter
sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl sebesar 0,34. Untuk kecepatan flow air 7
L/menit, kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.0909 dan
dari analisa hempl sebesar 0,305. Untuk kecepatan flow air 7 L/menit, kecepatan

25
flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl
sebesar 0,39. Sehingga dapat disimpulkan semakin naik kecepatan flow air maka nilai
Yi pada analisa hempl semakin meningkat tetapi nilai Yi pada flowmeter di setiap
kenaikan kecepatan akan sama.

4.3 Pengambilan Sampel dari Valve S1


Data yang diperoleh dari hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Jumlah CO2 yang Terabsopsi pada Kolom S1
F1 F2 F3 V1 Perhitungan Yi
V2 (L)
(L/mnt) (L/mnt) (L/mnt) (L) F3/(F2+F3) (V2/V1) Yi Fa1-3
2 0,02 0,0009 0,090909 0,045 0,1 1,267016
1 20 4 0,02 0,0011 0,166667 0,055 0,08 0,634921
6 0,02 0,0025 0,230769 0,125 0,175 1,485714
2 0,02 0,0035 0,090909 0,175 0,18 0,133333
3 20 4 0,02 0,0039 0,166667 0,195 0,225 0,89441
6 0,02 0,0065 0,230769 0,325 0,37 1,733333
2 0,02 0,0035 0,090909 0,175 0,2 0,666667
5 20 4 0,02 0,0047 0,166667 0,235 0,3 2,039216
6 0,02 0,0063 0,230769 0,315 0,37 2,087591
2 0,02 0,0044 0,090909 0,22 0,305 2,397436
7 20 4 0,02 0,0047 0,166667 0,235 0,315 2,509804
6 0,02 0,0051 0,230769 0,255 0,39 4,711409
Pada bagian atas menara packing, terjadi kontak berdasarkan kontinu antara
udara campuran dengan air sebagai absorben yang memungkinkan terjadinya transfer
massa sehingga gas CO2 dari udara campuran akan berpindah ke dalam air. Packing
jenis rasching ring digunakan untuk memperlama waktu tinggal masing-masing fasa
di dalam kolom sehingga semakin lama waktu kontak, semakin banyak gas CO2 yang
dapat dipindahkan atau diabsorbsi. Pengambilan sampel dilakukan pada saat valve S1

26
dibuka, sementara S2 dan S3 ditutupDari hasil percobaan yang dilakukan, maka
didapat kurva perbandingan nilai fraksi CO2 dari flowmeter dan fraksi CO2 dari
analisa hempl pada valve S1\ adalah sebagai berikut :

0.25

0.2

0.15
F3/(F3+F2)

F1 = 1 L/mnt
F1 = 3 L/mnt
0.1
F1 = 5 L/mnt

0.05 F1 = 7 L/ mnt

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
V2/ V1

Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Flowmeter dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S1

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat hubungan kecepatan flow alir air berbanding
lurus dengan fraksi volume CO2 pada analisa hempl. Pada kecepatan flow air 1
L/menit dan kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi yang di ukur dari flowmeter
sebesar 0,0909 dan nilai Yi dari analisa hempl sebesar 0,045. Untuk kecepatan flow
air 1 L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar
0.230769 dan dari analisa hempl sebesar 0,125. Untuk kecepatan flow air 3 L/menit,
kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.0909 dan dari analisa
hempl sebesar 0,175. Untuk kecepatan flow air 3 L/menit, kecepatan flow CO2 6
L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl sebesar
0,325. Untuk kecepatan flow air 5 L/menit, kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi
dari flowmeter sebesar 0.0909 dan dari analisa hempl sebesar 0,175. Untuk
kecepatan flow air 5 L/menit, kecepatan flow CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter

27
sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl sebesar 0,315. Untuk kecepatan flow air 7
L/menit, kecepatan flow CO2 2 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.0909 dan
dari analisa hempl sebesar 0,22. Untuk kecepatan flow air 7 L/menit, kecepatan flow
CO2 6 L/menit nilai Yi dari flowmeter sebesar 0.230769 dan dari analisa hempl
sebesar 0,225. Sehingga dapat disimpulkan semakin naik kecepatan flow air maka
nilai Yi pada analisa hempl semakin meningkat tetapi nilai Yi pada flowmeter di
setiap kenaikan kecepatan akan sama.

4.4 Hubungan laju alir CO2 dengan jumlah CO2 yang terabsorpsi bagian
tengah menara (S2) dan pada bagian atas menara (S1)
Dapat dilihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 hasil percobaan pada bagian tengah
menara (valve 2) atau 2 dan pada bagian atas menara (valve 1) atau S1. Dari data
yang telah diperoleh, maka didapatkan kurva hubungan laju alir CO2 dengan
jumlah CO2 yang terabsorbsi pada valve S2 dan pada valve S1.
2.5

2
C02 yang terabsorbsi (L/mnt)

1.5 F1= 1 L/mnt


F1 = 3 L/mnt
1
F1 =5 L/mnt
0.5 F1 = 7 L/ mnt

0
0 2 4 6 8
laju alir CO2 (L/mnt)

Gambar 4.4 Kurva Hubungan Laju Alir CO2 dengan Jumlah CO2 yang Terabsorbsi
pada Valve S2

28
5
4.5
C02 yang terabsorbsi (L/mnt) 4
3.5
3
F1= 1 L/mnt
2.5
F1= 3 L/ mnt
2
1.5 F1 = 5 L/ mnt
1 F1 = 7 L/mnt
0.5
0
0 2 4 6 8
laju alir CO2 (L/mnt)

Gambar 4.5 Kurva Hubungan Laju Alir CO2 dengan Jumlah CO2 yang Terabsorbsi
pada Valve S1

Pada bagian atas menara atau valve S1, pada kecepatan aliran air 1 L/menit
dan kecepatan lirn CO2 sebesar 2 L/menit nilai Fa1-3 sebesar 1,267016. Untuk
kecepatan aliran airnya tetap dengan kecepatan aliran CO2 4 L/menit nilai Fa1-3
sebesar 0,634921. Dapat disimpulkan semakin naik kecepatan flow CO2 maka
semakin banyak jumlah CO2 yang terabsorbsi pada valve S1, karena kecepatan flow
CO2 berbanding lurus dengan jumlah CO2 yang terabsorbsi.

4.5 Pengaruh Tinggi Kolom terhadap Jumlah CO2 yang Terabsorbsi


Pada kondisi operasi dengan laju alir air 1, 3, 5 dan 7 L/menit diperoleh data
yang kemudian diplotkan antara jumlah gas CO2 yang terabsorbsi dengan tinggi
kolom, hubungan tersebut ditunjukkan pada gambar :

29
1.6
1.4
1.2
1
CO2 yang terabsopsi

0.8 F3 = 2 L/ mnt
0.6 F3 = 4 L/ mnt
0.4 F3 = 6 L/ mnt
0.2
0
0 50 100 150
ketinggian kolom (cm)

Gambar 4.6 Kurva Pengaruh Tinggi Kolom terhadap Jumlah CO2 yang Terabsorbsi
Pada Laju Alir CO2 1 L/menit

2
1.8
1.6
CO2 yang terabsopsi

1.4
1.2
1 F3 = 2 L/ mnt
0.8 F3 = 4 L/ mnt
0.6
F3 = 6 L/ mnt
0.4
0.2
0
0 50 100 150
ketinggian kolom (cm)

Gambar 4.7 Kurva Pengaruh Tinggi Kolom terhadap Jumlah CO2 yang Terabsorbsi
Pada Laju Alir air 3 L/menit

30
3

2.5
CO2 yang terabsopsi
2

1.5 F3 = 2 L/mnt
F3 = 4 L/ mnt
1
F3 = 6 L/mnt
0.5

0
0 50 100 150
ketinggian kolom (cm)

Gambar 4.8 Kurva Pengaruh Tinggi Kolom terhadap Jumlah CO2 yang Terabsorbsi
Pada Laju Alir air 5 L/menit

3
CO2 yang terabsopsi

2 F3 = 2 L/mnt
F3 = 4 L/ mnt
1
F3 = 6 L/mnt
0
0 50 100 150
-1
ketinggian kolom (cm)

Gambar 4.9 Kurva Pengaruh Tinggi Kolom terhadap Jumlah CO2 yang Terabsorbsi
Pada Laju Alir air 7 L/menit

Gambar 4.6, 4.7, 4.8 dan 4.9 menunjukkan hubungan tinggi kolom dengan
jumlah CO2 yang terabsorbsi. Tinggi kolom sebagai tempat terjadinya absorbsi

31
mempengaruhi jumlah CO2 yang dapat diabsorbsi. Semakin tinggi kolom, CO2 yang
akan berpindah dari gas ke air akan semakin banyak. Pada saat sampel diambil dari
valve S1 dengan tinggi 130 cm, CO2 yang dapat diabsorbsi jumlahnya lebih banyak
dibandingkan ketika pengambilan sampel dilakukan pada valve S2 dengan tinggi 65
cm dan S3 dari dasar kolom.

32
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar laju alir air dan laju alir CO2 maka jumlah CO2 yang
terabsorbsi semakin besar.
2. Semakin tinggi kolom packing, CO2 yang terabsopsi semakin banyak.
3. Jumlah CO2 terabsorpsi dengan analisis Hempl lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah CO2 terabsorpsi dengan pengukuran laju alir.
4. Jumlah CO2 terabsorpsi dari perhitungan neraca massa lebih besar
dibandingkan dengan jumlah CO2 terabsorpsi dari data hasil percobaan.

5.2 Saran
1. Gunakan alat perlindungan diri ( sarung tangan, jas lab, dan masker) pada
praktikum.
2. Pastikan buka/tutup valve pas pada posisinya.
3. Selalu perhatikan laju air dan gas CO2 untuk setiap kali mengulang
percobaan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Fuad. M, dan Januar. A. 2004. Absorbsi gas CO2 dalam biogas dalam larutan NaOH
secara kontinyu. Universitas Diponegoro. Semarang
ITS. 2010. Chapter 1. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15564-2309201014-
Chapter1.pdf (diakses tanggal 11 Mei 2017)
Rahayu, Suparni Setyowati. 2009. Absorpsi. http://chem-is-try.org (diakses tanggal
11 Mei 2017)
Satir, D.,O. 2013. Absorpsi II absorpsi CO2 dalam air menggunakan alat analisa gas.
http://depisatir.blogspot.com/2013/06/absorpsi-ii-absorpsi-co2-dalam-air.html
(diakses tanggal 11 Mei 2017)
Yulianto,E. 2000. Praktikum Absorbsi. http://www.academia.edu/4769014/
Praktikum Absorbsi (diakses tanggal 11 Mei 2017)

34

Anda mungkin juga menyukai