Anda di halaman 1dari 33

Laboratorium Separasi Termal dan Difusi

Semester V 2019/2020

LAPORAN PRAKTIKUM

ABSORPSI

Pembimbing : Ir. Hastami Murdiningsih, M.T


Kelas/Kelompok : 3A/II (Dua)
Tanggal Praktikum : 23 Oktober 2019

Nama Anggota Kelompok :


Ismi Hikmawati Azizah (331 17 003)
Ahmad Zulkifli (331 17 006)
Diah Athifah Mahdiyah (331 17 008)
Icha Paras Ayu (331 17 013)
Sabil (331 17 024)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2019
ABSORBSI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan penurunan tekanan di dalam kolom absorpsi.
2. Menentukan kelarutan CO2 didalam air.

II. PERINCIAN KERJA


1. Menentukan penurunan tekanan dalam kolom isian kering dengan variasi laju
alir udara.
2. Menentukan penurunan tekanan dalam kolom isian basah dengan variasi laju
alir udara.
3. Menentukan konsentrasi CO2 yang tidak terserap dalam alat HMPL.
4. Menentukan kadar CO2 didalam air dengan cara titrasi.

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat yang digunakan :
1. Seperangkat alat absorbsi dengan kolom isian
2. Buret 50 ml
3. Klem dan statif
4. Pipet volume 25 ml
5. Erlenmeyer 250 ml
6. Gelas kimia 500 ml
7. Pipet ukur 10 ml
8. Bulp
9. Pipet tetes
10. Stopwatch
11. Tissu
12. Labu semprot
B. Bahan yang digunakan :
1. Larutan NaOH 0,01 N
2. Larutan NaOH 1 N
3. Indikator PP
4. Aquadest
5. Air
6. Gas CO2

IV. DASAR TEORI


Absorpsi adalah operasi penyarapan komponen-komponen yang terdapat didalam
gas (absorbat) dengan menggunakan cairan (absorben). Suatu alat yang banyak
digunakan dalam absorpsi gas ialah menara isiar. Alat ini terdiri dari sebuah kolom
berbentuk silinder atau menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang
distribusi pada bagian bawah, pemasukan zat cair pada bagian atas, sedangkan
pengeluaran gas dan zat cair masing-masing diatas dan dibawah, serta suatu zat padat
tak aktif (inert) diatas penyangganya. Yang disebut packing.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan
terjadinya hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas
maupun cairan yang melewati akan mengalami pressure drop penurunan tekanan.
Persyaratan pokok yang diperlukan untuk packing :
 Harus tidak bereaksi (kimia) dengan fluida didalam menara.
 Harus kuat tapi tidak terlalu berat.
 Harus mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tanpa terlalu banyak zat
cair yang terperangkap atau menyebabkan penurunan tekanan terlalu tinggi.
 Harus memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair dan gas.
 Harus tidak terlalu mahal.
Penurunan tekanan akan menjadi besar jika bahan isian yang digunakan tidak
beraturan (random packing). Selain itu, penurunan tekanan juga dipengaruhi oleh laju
alir gas maupun cairan.
Pada laju alir tetap, penurunan tekanan gas sebanding dengan kenaikan laju alir
cairan. Hal ini disebabkan karena ruang antar bahan pengisi yang semula dilewati gas
menjadi lebih banyak dilewati cairan, sehingga akan menyebabkan terjadinya hold up
(cairan yang terikat dalam ruangan ) bertambah. Akibatnya peningkatan laju alir cairan
lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan diatas kolom keadaan
ini biasa disebut Flooding (banjir). Titik tejadinya peristiwa disubut flooding point.
Operasi pada keadaan flooding tidak akan menghasilkan perpindahan massa yang
bagus. Perpindahan massa yang optimum, dilakukan pada keadaan loading point (titik
beku kurva). Jika laju alir cairan dipertahankan tetap sedang laju gas bertambah maka
terdapat beberapa kemungkinan yang terjadi :
1. Terbentuk lapisan cairan yang menyerupai gelembung gas diatas permukaan packing
2. Cairan tidak akan mengalir keluar kolom karena adanya tekanan yang besar dari
aliran udara. Akibatnya cairan akan mengisi kolom dari bawah ke atas sehingga terjadi
inversi dari gas terdispersi kecairan berubah menjadi cairan terdispersi kealiran gas.
Di dalam industri, proses ini banyak digunakan antara lain dalam proses
pengambilan amonia yang ada dalam gas kota berasal dari pembakaran batubara
dengan menggunakan air, atau penghilangan H2S yang dikandung dalam gas alam
dengan menggunakan larutan alkali.
Banyak hal yang mempengaruhi absorpsi gas kedalam cairan antara lain :
1. Temperatur
2. Tekanan operasi
3. Konsentrasi komponen dalam cairan
4. Konsentrasi komponen didalam aliran gas
5. Luas bidang kontak
6. Luas waktu kontak
Karena itu dalam operasi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga diperoleh hasil
yang maksimal.
Karekteristik suatu cairan dalam menyerap komponen didalam aliran gas
ditunjukkan oleh harga koefisien perpindahan massa antara gas-cairan, yaitu
banyaknya mol gas yang berpindah persatuan luas serta tiap fraksi mol (gram
mol)/(detik) (Cm3) (fraksional)
Untuk menentukan hanya koefisien perpindahan suatu massa suatu kolom
absorpsi dapat digunakan perhitungan berdasarkan neraca massa.
Tinggi koefisien dalam kolom biasa digunakan persamaan:

d NxY 
Yo
H  Kog.a. A.Y
Y1
*
Y

Yi = fraksi mol CO2 dalam aliran gas masuk.


Yo = fraksi mol CO2 dalam aliran gas keluar.
Y* = fraksi mol gas CO2 yang berada dalam kesetimbangan dengan
larutan.
Y = fraksi mol CO2 didalam larutan.
Persamaan diatas diubah menjadi :
Yo
H .a. A.Kog dY
 *
Yi Y  y
y

Ruas kanan persamaan diatas sulit untuk dipecahkan. Karena itu penentuan kog
lebih mudah dipecahkan dengan persamaan :
N= Kog x a.A.H x selisih tekanan
laju absorpsi luas bidang rata-rata logaritma
(mol/detik) transfer massa(m2) (atm)

Pi
ln
N Po
Kog  x
a. A.N Pi  Po
Pi = tekanan partikel gas CO2 masuk kolom (atm)
Po= tekanan partikel gas CO2 keluar kolom (atm)
N = jumlah CO2 yang terserap dengan alat HEMPL
A = luas spesifik packing/ unit volume. Pada percobaan ini dipakai
Rasching ring dengan luas bidang kontak 440 m2/m3.
A.H = volume kolom berisi packing
Tekanan partikel gas CO2 = fraksi volume x (tekanan total/ 760)

atmosfir.

a. Penentuan kadar CO2 yang diserap didalam air / NaOH dengan alat HMPL.
Misal :
- Laju alir CO2 F3 liter/detik
- Laju alir udara F2 liter/detik
- Volume campuran udara dan CO2 didalam alat HEMPL V1ml
- Volume CO2 V=2ml

Fraksi gas CO2 didalam aliran gas masuk (Yi)


Yi  V2 /V1 
F3

F2  F3

Fraksi gas CO2 didalam aliran gas keluar (Yo)


V 
Yo   2 
 V1 
Jika jumlah CO2 yang diabsorbsi sepanjang kolom adalah Fa liter/detik.
Neraca massa :
CO2 masuk – CO2 keluar = CO2 diabsorbsi
Atau
(F2 + F3) Yi – [ F2 + ( F3 + Fa ) ] Yo = Fa

Dengan penurunan secara matematis diperoleh :

Yi  Yo F2  F3  Yi  Yo 


Fa   xTotalGasMasuk (liter / det ik )
1  Yo 1  Yo

Atau
Fa tek.rata 2 kolom (mmhg) 273
N= x x (gmolCO2 terabsorpsi/ detik).
22,42 760 tem.kolom (K)

Catatan :
Pada percobaan ini diasumsikan bahwa laju alir volum air tidak dipengaruhi
oleh penurunan tekanan didalam kolom, dianggap penurunan tekanan yang terjadi
sangat kecil dibandingkan tekanan atmosfir.
b Penentuan kadar CO2 yang terabsorbsi dengan metode titrasi.
Absorpsi CO2 dengan menggunakan air.
Secara Stoikhiometri dapat ditulis
CO2 + H2 O H2CO3

Jika :
Laju alir F1 L/detik
Vol. Larutan NaOH V1 ml
Konsentrasi NaOH C1 M
VOL. Sampel V2 ml

Maka konsentrasi CO2 didalam sampel :


V1 xC1
Fa  [M ]
V2
Laju rata-rata CO yang terabsorpsi pada suatu periode:


Cd (t  n)  Cd (t  m)]xvolumeSistem g.mol / det ik
(n  m) x60

 Absorpsi CO2 dengan menggunakan NaOH


Secara stokiometri reaksi pada proses absorpsi ini :
CO2 + 2NaOH Na2CO3 + H2O

Pada proses titrasi tahap pertama reaksi yang terjadi :


2NaOH + Na2CO3 + 2HCl 2 NaHCO3 + 2NaCl + H2O

Jika volume sample yang digunakan V1 ml. Konsentrasi HCl C g.mol/liter.


Indicator yang digunakan phenolphalein
Dalam suasana basa kuat indicator phenolphalein akan berwarna merah
jambu. Jika seluruh NaOH sudah habis bereaksi dengan HCl serta semua karbonat
telah berubah menjadi bikarbonat larutan akan berubah menjadi tidak berwarna.
Misalkan volume HCl yang digunakan untuk titrasi sampai tahap ini V2 m. bila
dalam larutan ditambahkan indicator metil orange maka warna larutan akan
berubah menjadi kuning. Jika titrasi dilanjutkan maka pada titik akhir titrasi larutan
menjadi tidak berwarna.
Reaksi yang terjadi :
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2

Misalkan volume yang digunakan untuk titrasi tahap kedua ini V2 ml, maka
volume yang digunakan untuk menetralisir bikarbonat = (V3 – V2) ml. pada tabung
kedua dimasukkan larutan sample sebanyak (V3 – V2) ml lebih sedikit dan dikocok
dengan baik. Endapan yang terbentuk adalah hasil reaksi antara karbonat dalam
sampel dengan larutan barium. Endapan yang tebentuk adalah barium karbonat
yang dari karbonat dalam sample. Jika larutan diberi beberapa tetes indicator
phenolphalein maka larutan akan berwarna merah jambu.

V. GAMBAR ALAT

VI. PROSEDUR KERJA


a) Menentukan penurunan tekanan aliran gas dalam kolom kering
1. Mengeringkan kolom dan isinya dengan cara mengalirkan udara ke dalam
kolom lewat bagian bawah sehingga semua airnya keluar.
2. Mengatur bukaan katup pada alat absorbsi.
3. Mengalirkan udara dengan laju 30 L/menit (F2).
4. mencatat penurunan tekanan yang terjadi pada ΔP1 dan ΔP2.
5. Mengulangi percobaan dengan laju alir udara 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100,
110, 120, 130 dan 140 L/menit.
b) Menentukan penurunan tekanan aliran gas dalam bentuk basah.
1. Mengalirkan udara kedalam kolom dengan laju alir 30 L/menit (F2).
2. Mengalirkan air kedalam kolom dengan laju alir 2 L/menit (F1).
3. Mencatat penurunan tekanan yang terjadi didalam kolom (ΔP1 dan ΔP2).
4. Mengulangi percobaan dengan menaikkan laju alir udara hingga terjadi
flooding.
5. Mengulangi percobaan dengan mngalirkan air kedalam kolom dengan laju 3
L/menit, 4 L/menit, 5 L/menit dan 6 L/menit serta menaikkan laju alir udara
hingga terjadi flooding.

c) Menentukan jumlah CO2 yang terserap dengan metode titrasi


1. Menghidupkan pompa dan mengatur laju alir didalam kolom pada 3 L/menit.
(F1)
2. Menghidupkan kompresor udara dengan mengtur laju alirnya 30 L /menit
(F2)
3. Membuka dengan hati-hati regulator gas karbon dioksida dan mengatur pada
laju alir 3 L/menit (F3)
4. Mengambil 25 ml untuk 0 menit dari tangki yang masuk (duplo)
5. Setelah 10 menit, diambil masing-masing 25 ml sampel dari tangki masuk
dan sampel yang keluar dalam erlenmeyer asah (duplo)
6. Menambahkan indikator PP kedalam sampel dan menitrasi dengan
menggunakan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda.
7. Mencatat volume NaOH 0,01 N yang digunakan
8. Mengulangi dengan selang waktu 10 menit selama 1 jam

d) Cara menganalisa kadar CO2 dengan HMPL


1. Mengiisi bola tandom dibagian bawah alat HMPL dengan larutan NaOH 1N
hingga tanda 0
2. Membilas tabung analisa HMPL dengan cara menarik piston dan membuang
gas yang telah terisap ke atmosfir dengan volume 100 ml (V1)
3. Menutup semua saluran kedua atmosfer dan menghisap kembali campuran
gas yang diisap yaitu 20 ml dan menutup saluran dari gas absorpsi
4. Mengembangkan tekanan didalam tabung dengan udara luar dengan jalan
membuka dan menutup keran saluran buang ke atmosfir mengusahakan agar
permukaan NaOH tetap pada tanda 0.
5. Mencatat kenaikan volume NaOH 1 N setiap 10 menit pada variasi laju alir
3 L/menit dan laju airu dara adalah 3 L/menit selama 1 jam dan mencatat
perubahan tekanannya.

VII. DATA PENGAMATAN

A. Penentuan penurunan tekanan aliran gas dalam kolom kering


F2 ∆P2 ∆P1 dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 243 240 230 227 3 3
40 245 239,5 231 226 5,5 5
50 245,5 238,5 232 225,5 7 6,5
60 246,5 238 233 224 8,5 9
70 248 236 235 223 12 12
80 249 235 236 221,5 14 14,5
90 250,5 234 237 220 16,5 17
100 252 233,5 230,5 219 18,5 11,5
110 2252,2 232,5 259,5 218 2019,7 41,5
120 253 232 240,5 217 21 23,5
130 253,9 231,5 241 216 22,4 25
140 254 230 242 215,5 24 26,5

B. Penentuan penurunan tekanan aliran gas dalam bentuk basah.


1. Pada F3 = 2 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 247 238 234,5 223,5
9 11
40 250 234 259 218
16 41
50 255 230 246,5 212
25 34,5
60 260 226 235 204,5
34 30,5
70 269 216 263,5 195
53 68,5
80 291 193 282 176
98 106
90 315 165 289 169
150 120
100 340 145 208 163
195 45

2. Pada F3 = L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 258 230 249 211
28 38
40 261 225 260 199
36 61
50 272 211 273 185
61 88
60 290 195 285 174
95 111
70 310 172 295 163
138 132

3. Pada F3 = 4 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 271 215 255 200
56 55
40 299 181 275 185
118 90
50 331 149 185 172
182 13

C. Pada F3 = 5 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 360 175 285 175 185 110

D. Pada F3 = 5 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 335 140 274 182
195 92

E. Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode titrasi


F1 = 3 L/menit
F2 = 30 L/menit
F3 = 3 L/menit
Volume peniter NaOH 0.1N (ml)
Waktu V1 V2
Masuk Keluar Rata-rata
(menit) (ml) (ml)
1 2 1 2 Masuk Keluar
15 25 25 0,2 0,3 0,1 0,2
0,25 0,15
30 25 25 0,3 0,2 0,2 0,1
0,25 0,15
45 25 25 0,2 0,2 0,2 0,1
0,2 0,15
60 25 25 0,2 0,2 0,2 0,2
0,2 0,2
F. Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode HMPL
F1 = 3 L/menit
F2 = 30 L/menit
F3 = 3 L/menit
Waktu V1 V2 ∆P2 ∆P1
(menit) (ml) (ml) h1 h2 h1 h2
15 30 0,2 264 220 268 178
30 30 0,4 256 228 254 205
45 30 0,55 256 229 252 206
60 30 0,9 256 229 250 206

VIII. PERHITUNGAN
A. Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode HMPL
 Laju alir air (F1) = 3 L/menit
 Laju alir udara (F2) = 30 L/menit
 Laju alir CO2 (F3) = 3 L/menit
 Pada t = 15 menit

1. Penentuan fraksi gas CO2 di dalam aliran gas masuk


𝑭𝟑
Yi = 𝑭𝟐+𝑭𝟑
𝟑
= 𝟑𝟎+𝟑
= 0,074

2. Penentuan fraksi gas CO2 di dalam aliran gas keluar


𝑽𝟐
Yo = 𝑽𝟏
0,2 𝑚𝑙
=
30 𝑚𝑙

=0,0067

3. Penentuan jumlah gas CO2 yang diabsorbsi sepanjang kolom


( 𝒚𝒊−𝒚𝒐)𝒙 (𝑭𝟐+ 𝑭𝟑 )
Fa = ( 𝟏−𝒚𝒐 )
(0,074−0,0067)(30+3)𝐿/𝑚𝑖𝑛
= (1−0,0067)
x
= 0,0611 𝐿/𝑚𝑖𝑛
Dengan menggunakan cara yang sama didapatkan data ke-n menit
sebagai berikut :

Waktu V1 V2
Yi Yo Fa (L/s)
(menit) (ml) (ml)
15 0,2
0,0066667 0,0611
30 0,4
30 0,074 0,0133333 0,0554
45 0,55
0,0183333 0,0511
60 0,9
0,03 0,0409

4. Penentuan tekanan rata-rata kolom


∆P1 = 44 mmH2O
∆P2 = 90 mmH2O
P0 = 760 mmHg
T kolom = 302 K
∆P total = ∆P1+∆P2
= (44+90) mmH2O
= 134 mmH2O

= 13,4 mmH2O

= 9,85294 mmHg

Pi = Patm + ∆P total
= 760 mmHg + 9,85294 mmHg
= 769,95294 mmHg
𝑃 𝑜𝑢𝑡−𝑃𝑖𝑛
Pav = 2
(760+765,5882 )mmHg
= 2

= 769,853 mmHg

5. Penentuan jumlah mol CO2 yang terabsorbsi


𝐹𝑎 𝑃𝑎𝑣 273
𝑁= 𝑥 𝑥
22,42 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 𝑇 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚

0,0611 L/s 769,853 mmHg 273 𝐾


𝑁= 𝑥 𝑥
22,42 𝐿/𝑠 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 302 𝐾

= 0,00247

Waktu V1 V2
Yi Yo Fa (L/s) N
(menit) (ml) (ml)
15 0,2
0,0066667 0,0611 0,00247
30 0,4
30 0,07407 0,0133333 0,0554 0,00223
45 0,55
0,0183333 0,0511 0,00206
60 0,9
0,03 0,0409 0,00165

6. Penentuan koefisien gas perpindahan massa gas-cairan


dik : diameter tabung = 7,5 cm = 0,075 m
luas permukaan packing = 440 m2
ketinggian (h) = 1,4 m

1
A = 2 𝜋 . 𝑑2
1
A = 2 . 3,14 . 0,0752

A = 0,00883125 m2
Maka,
𝑷𝒊
𝑵 𝒍𝒏
𝑷𝒐
Kog = 𝒂 𝑨 𝑯 𝒙 ( 𝑷𝒊−𝑷𝒐 )
769,95294 mmHg
0,00247 𝑙𝑛 760 mmHg
Kog = 440 𝑚2 ×0,00883125 𝑚2 ×1,4 𝑚
𝑥 (769,95294 mmHg−760 mmHg)

Kog = 6,4655.10-7

Waktu V1 Kog
V2 Fa
(menit (ml Yi Yo N
(ml) (L/s)
) )
15 0,2
0,00667 0,0611 0,00247 6,46547x10-7
30 0,4
30 0,07407 0,0133 0,0554 0,00223 5,86534 x10-7
45 0,55
0,01833 0,0511 0,00206 5,40994 x10-7
60 0,9
0,03 0,0409 0,00165 4,32907 x10-7

Grafik perbandingan waktu dengan Kog

waktu vs Kog
0.0000007

0.0000006

0.0000005

0.0000004
Kog

0.0000003

0.0000002

0.0000001

0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
B. Penentuan kadar CO2 metode titrasi
Menghitung konsentrasi CO2 dalam sampel masuk (Co) dan konsentrasi CO2
dalam sampel keluar (Cd)
Dimana :
CNaOH = Konsentrasi NaOH = 0,01 N

 Co =

0,25 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑁
Co = 25 𝑚𝑙

Co = 0,0001 N

 Cd =

0,15 𝑚𝑙 𝑥 0,01 𝑁
Cd = 25 𝑚𝑙

Cd = 0,00006 N

Dari rumus diatas, maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :

No Co input (N) Cd output (N)

1 0,0001 0,00006
2 0,0001 0,00006
3 0,00008 0,00006
4 0,00008 0,00008
5 0,0001 0,00006

a. Menghitung banyaknya CO2 yang terserap (C)


C = Cd – Co
C = 0,00006 N – 0,0001 N

C = ̶ 0,00004 N
Dari rumus diatas, maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :

Co input
No Cd output(N) C (N)
(N)

1 0,0001 0,00006 -0,00004


2 0,0001 0,00006 -0,00004
3 0,00008 0,00006 -0,00002
4 0,00008 0,00008 0

Grafik perbandingan konsentrasi gas C02 yang diserap dengan cara hmpl
dan dengan cara titrasi.

waktu vs N
0.00300

0.00250

0.00200

0.00150
HPML
N

0.00100
TITRASI
0.00050

0.00000
0 10 20 30 40 50 60 70
-0.00050
waktu (menit)

IX. PEMBAHASAN
Ismi Hikmawati Azizah (33117003)
Praktikum ini dilakukan untuk menentukan penurunan tekanan dalam
kolom absorbsi serta dapat melihat kelarutan gas CO2 di dalam air. Absorpsi
merupakan salah satu metode pemisahan komponen tertentu dalam campuran
dengan cara menyerapkan komponen yang akan dipisahkan dengan absorben
yang sesuai. Metode ini biasanya diterapkan pada campuran gas. Proses
absorbsi ini dapat terjadi jika campuran gas dikontakkan dengan suatu
cairan yang kemudian satu atau lebih komponen gas akan diserap
oleh cairan tersebut. Pada praktikum ini, gas yang akan diserap adalah CO2
(absorbat) dan cairan yang akan menyerap adalah air (absorben).
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa variasi. Untuk percobaan
penentuan penurunan tekanan dilakukan dua variasi, yaitu penurunan tekanan
aliran udara dalam kolom kering dan penurunan tekanan aliran udara dalam
kolom basah. Pada variasi penurunan tekanan aliran udara dalam kolom kering,
di-set laju alir udara 30 L/menit hingga 110 L/menit kemudian dicatat
perubahan tekanan P1 dan P2-nya sehingga diperoleh data yang menunjukkan
bahwa semakin besar laju alir udara yang di-set maka semakin besar pula
perubahan tekanan (pressure drop) pada kolom kering.
Sedangkan pada variasi kolom basah di-set laju alir air sebesar 2
L/menit sampai 6 L/menit dengan laju alir udara mulai 30 L/menit sampai
terjadi flooding dimana kondisi flooding di masing-masing variasi laju alir air
berbeda-beda. Semakin besar laju alir air yang di-set maka semakin cepat
terjadi peristiwa flooding. Pada variasi ini, mulai dilakukan kontak antara air
dengan udara dalam kolom ber-packing. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
dilihat bahwa semakin besar laju alir air dan laju alir udara maka
semakin tinggi pressure dropnya. Dengan kata lain pressure drop berbanding
lurus dengan laju alir air dan laju alir udara.
Percobaan selanjutnya yaitu penentuan kelarutan CO2 di dalam air yang
dilakukan dengan dua metode yaitu HMPL dan metode titrasi. Metode HPML
adalah metode dimana analisa kadar CO2 melalui pengaliran gas CO2 kedalam
sebuah labu pada absorber berisi NaOH 1 N lalu dilakukan pengambilan data
dalam rentan waktu tertentu. Dalam percobaan ini dilakukan pengambilan data
dan pengambilan air input dan output setiap selang 15 menit. Air input dan
output akan digunakan untuk metode kedua yaitu metode titrasi. Data hasil
analisa yang diperoleh kemudian dihitung untuk mengetahui laju absorpsi CO2
oleh absorber setiap 10 menit.
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh jumlah CO2 yang terserap
dengan menggunakan metode HMPL (N) akan semakin menurun dengan
berjalannya waktu yaitu pada menit ke-15, 30, 45, dan 60 nilai N berturut-turut
sebesar 0,00247; 0,00223; 0,00206; dan 0,00165. Selain itu nilai laju absorbsi
juga menurun (Kog) yaitu 6,46547x10-7 gmol/m2 s; 5,86534 x 10-7 gmol/m2 s;
5,40994 x 10-7 gmol/m2 Fs; dan 4,32907 x 10-6 gmol/m2 s. Hal ini menunjukkan
jumlah CO2 yang diserap berbanding lurus dengan laju absorbsi dan berbanding
terbalik dengan waktu.
Selanjutnya metode titrasi air input (Co) dan air output (Cd) ini dapat
dikatakan adalah sampel air sebelum dan sesudah terjadinya peristiwa absorbsi
CO2. Kedua sampel ini masing-masing diambil 25 ml lalu dititrasi dan dihitung
konsentrasinya. Adapun reaksi yang terjadi pada kolom adalah sebagai berikut:

CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l)

Berdasarkan pada persamaan rekasi di atas, maka larutan yang terbentuk


setelah gas terabsorpsi membuat larutan berubah sifat menjadi asam. Maka dari
itu, larutan tersebut dititrasi dengan basa kuat NaOH 0.01 N. Berikut ini adalah
rekasi yang terjadi selama proses titrasi berlangsung :

H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l)

Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka


didapatkan hasil banyaknya CO2 yang diserap (C) yaitu -0,00004 N; 0,00004
N; 0,00002 N; dan 0. Hasil dari metode ini juga bernilai minus bahkan 0,
penyebabnya sama dengan yang terjadi pada metode HMPL yaitu kesalahan
penarikan piston udara. Jika ditinjau dari segi perhitungan, hasil yang minus
terjadi karena konsentrasi CO2 keluar lebih besar daripada konsentrasi CO2
masuk. Selain itu hasil dari metode ini berbeda dengan metode HMPL yang
meski semua hasilnya bernilai minus namun diperoleh hasil yang stabil
sehingga pengaruhnya dapat dilihat lebih jelas. Ketidakstabilan hasil metode ini
dapat disebabkan beberapa kesalahan saat praktikum yaitu berubah terlambat
dalam pengambilan sampel, penetrasi yang lewat jenuh, perubahan warna yang
tidak terlihat jelas sehingga analisa yang dilakukan kurang akurat.

Ahmad Zulkifli (33117006)


Pada praktikum ini dilakukan percobaan absorbsi yang bertujuan untuk
menentukan penurunan tekanan dalam kolom absorbsi dan menentukan
kelarutan CO2 di dalam air. Penentuan penurunan tekanan, dilakukan dua
variasi yaitu penurunan tekanan aliran udara dalam kolom kering dan
penurunan tekanan aliran udara dalam kolom basah sedangkan penentuan
kelarutan CO2 dalam air dilakukan melalui alat HMPL dan metode titrasi.
Percobaan ini menggunakan gas O2 sebagai komponen yang akan diabsorpsi.
Gas tersebut berasal dari kompressor yang mengalirkan udara ke dalam kolom
absorpsi yang kemudian akan berkontak langsung dengan air, sehingga terjadi
penyerapan gas oksigen ke dalam air. Air pada proses ini berfungsi sebagai
absorben.
Kolom absorpsi yang digunakan pada percobaan ini yaitu menara isian
(pakced tower) yang dari sebuah kolom berbentuk silinder yang dilengkapi
dengan isian jenis rasching ring. Isian (packing) berfungsi untuk memperluas
kontak antara udara dan air sehingga penyerapas gas O2 ke dalam air
berlangsung lebih maksimal. Prinsip kerja dari packed tower yaitu cairan
didistribusikan secara merata dari atas kolom sehingga membasahi packing dan
mengalir melewatinya membentuk lapisan tipis kemudian keluar melalui
bagian bawah. Sementara itu gas dialirkan secara countercurrent (berlawanan
arah) denganair di mana tempat pemasukannya berada di bawah kolom dan
mengalir keluar melalui atas kolom.
Pada kolom kering, terlebih dahulu kolom dikeringkan dengan cara
melewatkan laju alir udara maksimum sehingga kelembaban pada kolom tidak
terlihat lagi. Penurunan tekanan disebabkan oleh aliran udara yang melewati
packing pada kolom mengakibatkan terjadinya gesekan antara fluida (gas)
dengan packing dan menghambat laju alirnya. Penurunan tekanan mengalami
peningkatan pada laju alir yang lebih cepat. Pada percobaan ini digunakan laju
alir 40 L/menit hingga 140 L/menit. Dari data pengamatan dapat dilihat
peningkatan yang terjadi di mana pada laju alir udara. Data tersebut
menunjukkan semakin besar laju alir udara yang diberikan semakin besar pula
penurunan tekanan pada kolom kering. Sedangkan pada variasi kolom basah di-
set laju alir air sebesar 2 L/menit, 3 L/menit, 4 L/menit, 5 L/menit, dan 6
L/menit dengan laju alir udara mulai 30 L/menit sampai terjadi flooding dimana
kondisi flooding di masing-masing variasi laju alir air berbeda-beda. Semakin
besar laju alir air yang di-set maka semakin cepat terjadi peristiwa flooding.
Pada variasi ini, mulai dilakukan kontak antara air dengan udara dalam kolom
ber-packing. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa
semakin besar laju alir air dan laju alir udara maka semakin tinggi pressure
dropnya. Dengan kata lain pressure drop berbanding lurus dengan laju alir air
dan laju alir udara. Pada variasi kolom basah ini, dilakukan kontak antara air
dengan udara dalam kolom isian. Adanya kolom isian akan menyebabkan
tahanan antara aliran air dengan aliran udara dan mengakibatkan bidang sentuh
antara air dan udara jadi semakin besar. Peristiwa absorpsi pada percobaan ini
berupa aliran counter-current dimana aliran udara masuk di bawah kolom dan
aliran air masuk di atas kolom dengan laju alir masing-masing yang dapat diatur
sehingga kita dapat melihat bagaimana pengaruh laju alir udara masuk terhadap
tekanan pada kolom yang terbasahi.

Berdasarkan percobaan penentuan penurunan tekanan aliran udara


dalam kolom basah terlihat hubungan yang linier dimana perbedaan tekanan
semakin besar dengan kenaikan laju alir udara pada saat laju alir air konstan.
Hal ini terjadi karena laju alir udara yang semakin tinggi maka transfer massa
udara ke air akan semakin sedikit karena waktu tinggal ataupun waktu kontak
akan semakin cepat sehingga komponen yang terabsorpsi ke air tidak merata.
Pada penentukan kelarutan CO2 di dalam air dilakukan dengan metode
HMPL dan metode titrasi. Adapun variabel yang digunakan pada percobaan ini
adalah perbedaan waktu proses absorbsi, yaitu mulai t = 15 menit sampai t= 60
menit. Metode HPML adalah metode dimana analisa kadar CO2 melalui
pengaliran gas CO2 ke dalam sebuah labu pada absorber berisi NaOH 1N. Pada
percobaan dengan metode HMPL pengambilan sampel dilakukan setiap 15
menit sekali, dimana sampel yang diambil adalah air yang belum mengalami
proses absorbsi (tanpa CO2) dan air yang sudah mengalami proses absorbsi (ada
CO2). Berdasarkan perhitungan, jumlah CO2 yang terserap dengan alat HMPL
(N) akan semakin kecil dengan berjalannya waktu yaitu pada menit ke-15
hingga 60 nilai N yang semakin mengecil namun nilai laju absorbs (Kog)
meningkat. Data ini mengalami penyimpangan dimana nilainya minus karena
kesalahan pengambilan data saat praktikum disebabkan penarikan piston
dilakukan berkali-kali.
Adapun metode titrasi adalah metode dimana sampel yang telah
mengalami kontak dengan gas yang dialirkan didalam kolom akan dianalisa
kadar CO2 nya melalui titrasi dengan larutan NaOH 0,01 N. Data yang
didapatkan, banyaknya CO2 yang diserap (C) tidak stabil. Keadaan yang
seharusnya, untuk sistem tertutup akan didapatkan data kandungan CO2 inlet
dan outlet yang semakin besar karena gas tersebut terakumulasi hingga tercapai
kondisi kesetimbangan. Pada kondisi ini, air yang berasal dari tangki dan
keluaran absorber akan memiliki kandungan CO2 yang sama. Hal ini
kemungkinan disebabkan air yang terdapat pada tangki merupakan air yang
keluar dari kolom absorpsi.

Diah Athifah Mahdiyah (33117008)


Percobaan ini bertujuan untuk menentukan penurunan tekanan dalam
kolom absorbsi dan menentukan kelarutan CO2 yang diserap dengan metode
HMPL dan titrasi. Absorbsi merupakan salah satu operasi pemisahan dalam
industri kimia dimana suatu campuran gas (absorbat) dikontakkan dengan suatu
cairan penyerap (absorben) yang sesuai, sehingga satu atau lebih komponen
dalam campuran gas larut dalam cairan penyerap. Dalam praktikum ini,
digunakan gas CO2 sebagai absorbat dan larutan air sebagai absorben. Pada
percobaan penentuan penurunan tekanan, dilakukan dua variasi yaitu
penurunan tekanan aliran udara dalam kolom kering dan penurunan tekanan
aliran udara dalam kolom basah.
Gas CO2 diperoleh dari kompresor yang kemudian dialirkan menuju alat
praktikum yang terdiri dari berbagai pipa-pipa kecil yang dihubungkan
sedemikian rupa sehingga gas CO2 dapat mengalir dan dapat dilihat penurunan
tekanannya. Sementara untuk kolom absorbsi pada alat ini berupa silinder yang
dilengkapai dengan isian (packing). Packing ini berfungsi untuk memperluas
kontak antara udara dan air, sehingga penyerapas gas CO2 ke dalam air
berlangsung lebih maksimal. Gas dan cairan (air) dialirkan berlawanan arah
dimana tempat pemasukan air berada di bawah kolom dan gas masuk dari atas
kolom.
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa variasi. Untuk percobaan
penentuan penurunan tekanan dilakukan dua variasi yaitu penurunan tekanan
aliran udara dalam kolom kering dan penurunan tekanan aliran udara dalam
kolom basah. Pada variasi penurunan tekanan aliran udara dalam kolom kering,
di-set laju alir udara 40 L/menit hingga 140 L/menit kemudian dicatat
perubahan tekanan P1 dan P2-nya sehingga diperoleh data yang menunjukkan
bahwa semakin besar laju alir udara yang di-set maka semakin besar pula
perubahan tekanan (pressure drop) pada kolom kering.
Sedangkan pada variasi kolom basah di-set laju alir air sebesar 2
L/menit, 3 L/menit, 4 L/menit, 5 L/menit, dan 6 L/menit dengan laju alir udara
mulai 30 L/menit sampai terjadi flooding dimana kondisi flooding di masing-
masing variasi laju alir air berbeda-beda. Semakin besar laju alir air yang di-set
maka semakin cepat terjadi peristiwa flooding. Pada variasi ini, mulai dilakukan
kontak antara air dengan udara dalam kolom ber-packing. Berdasarkan data
yang diperoleh dapat dilihat bahwa semakin besar laju alir air dan laju alir udara
maka semakin tinggi pressure dropnya. Dengan kata lain pressure
drop berbanding lurus dengan laju alir air dan laju alir udara.
Percobaan selanjutnya yaitu penentuan kelarutan CO2 di dalam air yang
dilakukan dengan dua metode yaitu HMPL dan metode titrasi. Metode HPML
adalah metode dimana analisa kadar CO2 melalui pengaliran gas CO2 kedalam
sebuah labu pada absorber berisi NaOH 1 N lalu dilakukan pengambilan data
dalam rentan waktu tertentu. Dalam percobaan ini dilakukan pengambilan data
dan pengambilan air input dan output setiap selang 15 menit. Air input dan
output akan digunakan untuk metode kedua yaitu metode titrasi. Data hasil
analisa yang diperoleh kemudian dihitung untuk mengetahui laju absorpsi CO2
oleh absorber setiap 15 menit.
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh jumlah CO2 yang terserap
dengan menggunakan metode HMPL (N) akan semakin sedikit dengan
berjalannya waktu yaitu pada menit ke-15, 30, 45, dan 60 nilai N berturut-turut
sebesar 0,00247; 0,00223 ; 0,00206; dan 0,00165. Selain itu nilai laju absorbsi
juga menurun (Kog) yaitu -6.4655x10-7 gmol/m2s; 5,8653 x 10-7 gmol/m2 s;
5,4099 x 10-7 gmol/m2 Fs; dan 4,3291 x 10-7 gmol/m2s. Hal ini menunjukkan
jumlah CO2 yang diserap berbanding lurus dengan laju absorbsi dan berbanding
terbalik dengan waktu.
Selanjutnya metode titrasi dilakukan dengan menitrasi air input dan
output tadi yang telah diambil setiap 15 menit dengan menggunakan NaOH 0,1
N. Air input (Co) dan air output (Cd) ini dapat dikatakan adalah sampel air
sebelum dan sesudah terjadinya peristiwa absorbsi CO2. Kedua sampel ini
masing-masing diambil 25 ml lalu dititrasi dan dihitung konsentrasinya.
Adapun reaksi yang terjadi pada kolom adalah sebagai berikut:

CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l)

Berdasarkan pada persamaan rekasi di atas, maka larutan yang terbentuk


setelah gas terabsorpsi membuat larutan berubah sifat menjadi asam. Maka dari
itu, larutan tersebut dititrasi dengan basa kuat NaOH 0.01 N. Berikut ini adalah
rekasi yang terjadi selama proses titrasi berlangsung :

H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l)

Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka


didapatkan hasil banyaknya CO2 yang diserap (C) yaitu -0,00004 N; 0,00004
N; 0,00002 N; dan 0. Hasil dari metode ini juga bernilai minus bahkan 0,
penyebabnya yaitu jika ditinjau dari segi perhitungan, hasil yang minus terjadi
karena konsentrasi CO2 keluar lebih besar daripada konsentrasi CO2 masuk.
Nilai minus dari hasil metode ini dapat disebabkan beberapa kesalahan saat
praktikum yaitu berubah terlambat dalam pengambilan sampel, penetrasi yang
lewat jenuh, perubahan warna yang tidak terlihat jelas sehingga analisa yang
dilakukan kurang akurat.
Icha Paras Ayu (331 17 013)

Pada praktikum ini, akan dilakukan percobaan absorbsi yang bertujuan


untuk menentukan penurunan tekanan dalam kolom absorbsi dan menentukan
kelarutan CO2 di dalam air. Absorbsi adalah operasi penyarapan komponen-
komponen yang terdapat didalam gas (absorbat) dengan menggunakan cairan
(absorben). Percobaan ini menggunakan gas CO2 sebagai absorbat (komponen
yang akan diabsorpsi) dan larutan air sebagai absorben.

Dalam praktikum ini juga, dilakukan beberapa variasi dalam setiap


percobaan. Untuk percobaan penentuan penurunan tekanan, dilakukan dua
variasi yaitu penurunan tekanan aliran udara dalam kolom kering dan penurunan
tekanan aliran udara dalam kolom basah. Untuk variasi penurunan tekanan aliran
udara dalam kolom kering, dilakukan dengan menggunakan set laju alir udara
dari 30 L/menit sampai laju alir 140 L/menit, kemudian melihat perubahan
tekanan P1 dan P2. Dari hasil praktikum yang didapatkan menunjukkan bahwa
laju alir udara berbanding lurus dengan penurunan tekanan, yaitu semakin besar
laju alir yang digunakan maka akan semakin besar penurunan tekanan yang
terjadi pada kolom kering.
Sedangkan untuk variasi penurunan tekanan aliran udara dalam kolom
basah, dilakukan dengan menggunakan set laju alir air dari 2, 3, 4, 5, dan 6
L/menit dengan laju alir udara mulai 30 L/menit sampai flooding. Dari hasil
praktikum yang didapatkan menunjukkan bahwa laju alir air dan laju alir udara
berbanding lurus dengan penurunan tekanan, yaitu semakin besar laju alir air dan
laju alir udara yang digunakan maka akan semakin besar penurunan tekanan yang
terjadi pada kolom basah. Hal ini disebabkan karena laju alir udara yang semakin
tinggi sehingga transfer massa udara ke air karena waktu kontak menjadi semakin
cepat sehingga komponen yang terabsorbsi ke air tidak merata.
Kemudian untuk percobaan penentuan kelarutan CO2 dilakukan dengan
beberapa metode yaitu metode HMPL dan metode titrasi. Pada percobaan
dengan metode HMPL, didapatkan data hasil analisa kemudian dihitung untuk
mengetahui laju absorpsi CO2 oleh absorber setiap selang waktu 15 menit.
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah CO2 yang terserap dengan alat
HMPL (N) akan semakin sedikit dengan berjalannya waktu yaitu pada menit
ke-15, 30, 45, dan 60 nilai N berturut-turut sebesar 0,00247; 0,00223 ; 0,00206;
dan 0,00165. Selain itu nilai laju absorbsi juga mengalami penurunan (Kog)
yaitu -6.4655x10-7 gmol/m2s; 5,8653 x 10-7 gmol/m2 s; 5,4099 x 10-7 gmol/m2
F
s; dan 4,3291 x 10-7 gmol/m2s. Hal ini menunjukkan jumlah CO2 yang diserap
berbanding lurus dengan laju absorbsi dan berbanding terbalik dengan waktu.
Nilai N dan nilai Kog yang didapatkan dari hasil praktikum minus dikarenakan
fraksi gas CO2 yang keluar lebih besar dibandingkan dengan fraksi gas CO2
yang masuk. Hal ini terjadi dikarenakan pada saat praktikum penarikan piston
dilakukan berkali-kali sehingga kenaikan V1 menjadi tinggi.
Sedangkan untuk analisis dengan metode titrasi dapat disimpulkan
Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil
banyaknya CO2 yang diserap (C) yaitu -0,00004 N; 0,00004 N; 0,00002 N; dan
0. Hasil dari metode ini bernilai minus, penyebabnya yaitu jika ditinjau dari
segi perhitungan, hasil yang minus terjadi karena konsentrasi CO2 keluar lebih
besar daripada konsentrasi CO2 masuk. Nilai minus dari hasil metode ini dapat
disebabkan beberapa kesalahan saat praktikum yaitu berubah terlambat dalam
pengambilan sampel, penetrasi yang lewat jenuh, perubahan warna yang tidak
terlihat jelas sehingga analisa yang dilakukan kurang akurat.

Sabil ( 33117024 )
Praktikum ini dilakukan untuk menentukan perubahan tekanan serta
dapat melihat kelarutan gas CO2 di dalam air pada kolom absorpsi Absorpsi
merupakan salah satu metode pemisahan komponen tertentu dalam campuran
dengan cara menyerapkan komponen yang akan dipisahkan dengan absorben
yang sesuai. Proses absorbsi ini dapat terjadi jika campuran gas dikontakkan
dengan suatu cairan yang kemudian satu atau lebih komponen gas akan diserap
oleh cairan tersebut. Pada praktikum ini, gas yang akan terserap adalah gas CO2
(absorbat) dan cairan yang akan menyerap adalah air (absorben).
Gas CO2 diperoleh dari kompresor yang kemudian dialirkan menuju alat
absorpsi. Sementara untuk kolom absorbsi pada alat ini berupa silinder yang
dilengkapai dengan isian (packing). Packing ini berfungsi untuk memperluas
kontak antara udara dan air, sehingga penyerapas gas CO2 ke dalam air
berlangsung lebih maksimal. Gas dan cairan (air) dialirkan berlawanan arah
dimana tempat pemasukan air berada di bawah kolom dan gas masuk dari atas
kolom absorpsi.
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa variasi. Untuk percobaan
penentuan perubahan tekanan dilakukan dua variasi yaitu perubahan tekanan
aliran udara dalam kolom kering dalam kolom basah. Pada variasi penurunan
tekanan aliran udara dalam kolom kering diperoleh bahwa semakin besar laju
alir udara maka semakin besar pula perubahan tekanan (pressure drop) pada
kolom absorpsi.
Sedangkan pada variasi kolom basah didapatkan bahwa semakin besar
laju alir air maka semakin cepat terjadi peristiwa banjir (flooding) pada alat
absorpsi. Pada variasi ini, mulai dilakukan kontak antara air dengan udara
dalam kolom ber-packing. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa
semakin besar laju alir air dan laju alir udara maka pressure drop juga akan
meningkat. Dengan kata lain pressure drop berbanding lurus dengan laju alir
air dan laju alir udara.
Percobaan selanjutnya yaitu penentuan kelarutan CO2 di dalam air yang
dilakukan dengan dua metode yaitu HMPL dan metode titrasi. Metode HPML
adalah metode dimana analisa kadar CO2 melalui pengaliran gas CO2 kedalam
sebuah labu yang berisi NaOH 1 N sebagai absorber lalu dilakukan
pengambilan data setiap 15 menit selama 1 jam dan pada waktu bersamaan
dilakukan pengambilan air pada input dan output untuk metode titrasi.
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh jumlah CO2 yang terserap
dengan menggunakan metode HMPL (N) akan semakin sedikit dengan
berjalannya waktu yaitu pada menit ke-15, 30, 45 dan 60 nilai dengan N
berturut-turut sebesar 0,00247 , 0,00223 , 0,00206 , dan 0,00165. Selain itu
nilai laju absorbsi juga menurun (Kog) yaitu 6,46547 x 10-7 gmol/m2 s; 5,86534
x 10-7 gmol/m2 s; 5,40994 x 10-7 gmol/m2 s; dan 4,32907 x 10-7 . Hal ini
menunjukkan jumlah CO2 yang diserap berbanding lurus dengan laju absorbsi
dan berbanding terbalik dengan waktu.
Untuk kadar CO2 secara titrasi dapat diketahui dengan menitrasi sampel
air input dan output dengan NaOH 0,1 N dengan penambahan indicator PP
hingga terjadi perubahan warna.
Adapun reaksi yang terjadi pada kolom adalah sebagai berikut:

CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l)

Berdasarkan pada persamaan rekasi di atas, maka larutan yang terbentuk


setelah gas terabsorpsi membuat larutan berubah sifat menjadi asam. Maka dari
itu, larutan tersebut dititrasi dengan basa kuat NaOH 0.01 N. Berikut ini adalah
rekasi yang terjadi selama proses titrasi berlangsung :

H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l)

Berdasarkan data dan perhitungan yang telah dilakukan maka


didapatkan hasil banyaknya CO2 yang diserap (C) meningkat seiring
berjalannya waktu yaitu pada menit ke-15, 30, 45, dan 60 C berturut-turut yaitu
-0,00004 N; -0,00004 N; -0,0002 N;dan 0 N. Jika ditinjau dari segi perhitungan,
hasil yang minus terjadi karena konsentrasi CO2 keluar lebih besar daripada
konsentrasi CO2 masuk. Hal tersebut mungkin disebabkan karena alat yang
digunakan sudah lama dan berkalai-kali dan juga tidak semu gas CO2 dalam
kolom terabsorpsi sehigga air output pada alat tersebut mengandung CO2
tinggi, juga penetrasi yang lewat jenuh sehingga analisa yang dilakukan kurang
akurat.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan pratikum yang dilakukan maka di dapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1. Laju alir udara sebanding dengan perbedaan tekanan. Semakin besar laju alir
maka semakin besar pula perbedaan tekanannya, jadi perubahan laju alir udara
mempengaruhi beda tekanan yang dihasilkan dimana keduanya berbanding
lurus.

2. Semakin lama waktu kontak antara cairan dan gas CO2 maka gas CO2 yang
terserap juga semakin besar.

3. Dengan bertambahnya laju alir air, maka flooding semakin cepat terjadi.

4. Jumlah CO2 yang terserap dengan alat HMPL (N) pada menit ke-15, 30, 45,
dan 60 berturut-turut adalah 0,00247; 0,00223 ; 0,00206; dan 0,00165. Selain
itu nilai laju absorbsi juga mengalami penurunan (Kog) yaitu -6.4655x10-7
gmol/m2s; 5,8653 x 10-7 gmol/m2 s; 5,4099 x 10-7 gmol/m2 Fs; dan 4,3291 x 10-
7
gmol/m2s.

5. Banyaknya CO2 yang diserap (C) pada menit ke-15, 30, 45, dan 60 nilai C
berturut-turut yaitu -0,00004 N; 0,00004 N; 0,00002 N; dan 0.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Laporan Praktikum Absorbsi.


https://dokumen.tips/documents/laporanpraktikum-absorpsi.html. Diakses pada
2 November 2019.
Anonim. Petunjuk Praktikum Laboratorium Separasi Termal dan Difusi. Politeknik
Negeri Ujung Pandang.

Anda mungkin juga menyukai