Anda di halaman 1dari 25

Laboratorium Separasi Termal dan Difusi

Semester V 2019/2020

LAPORAN PRAKTIKUM

ABSORPSI

Pembimbing : Ir. Hastami Murdiningsih, M.T


Kelas/Kelompok : 3A/I (Satu)
Tanggal Praktikum : Rabu, 11 dan 18 September 2019

Nama Anggota Kelompok :


Muyassarah (331 17 005)
Sastriani (331 17 010)
Ardiansyah (331 17 014)
Intan Natalia Towawo (331 17 016)
Sri Wahyuni (331 17 019)
Riska Wahyunengsi (331 17 023)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2019

ABSORBSI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan penurunan tekanan didalam kolom absorpsi
2. Menentukan kelarutan CO2 didalam air.

II. PERINCIAN KERJA


1. Menentukan penurunan tekanan dalam kolom isian kering dengan variasi
laju alir udara.
2. Menentukan penurunan tekanan dalam kolom isian basah dengan variasi
laju alir udara.
3. Menentukan konsentrasi CO2 yang tidak terserap dalam alat HMPL.
4. Menentukan kadar CO2 didalam air dengan cara titrasi.

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat yang digunakan :
1. Seperangkat alat absorbsi dengan kolom isian
2. Buret 50 ml
3. Klem dan statif
4. Pipet volume 25 ml
5. Erlenmeyer 250 ml
6. Gelas kimia 500 ml
7. Pipet ukur 10 ml
8. Bulp
9. Pipet tetes
10. Stopwatch
11. Tissu
12. Labu semprot
B. Bahan yang digunakan :
1. Larutan NaOH 0,01 N
2. Larutan NaOH 1 N
3. Indikator PP
4. Aquadest
5. Air
6. Gas CO2

IV. DASAR TEORI


Absorpsi adalah operasi penyarapan komponen-komponen yang terdapat
didalam gas (absorbat) dengan menggunakan cairan (absorben). Suatu alat yang
banyak digunakan dalam absorpsi gas ialah menara isiar. Alat ini terdiri dari sebuah
kolom berbentuk silinder atau menara yang dilengkapi dengan pemasukan gas dan
ruang distribusi pada bagian bawah, pemasukan zat cair pada bagian atas, sedangkan
pengeluaran gas dan zat cair masing-masing diatas dan dibawah, serta suatu zat padat
tak aktif (inert) diatas penyangganya. Yang disebut packing.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan
terjadinya hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas
maupun cairan yang melewati akan mengalami pressure drop penurunan tekanan.
Persyaratan pokok yang diperlukan untuk packing :
 Harus tidak bereaksi (kimia) dengan fluida didalam menara.
 Harus kuat tapi tidak terlalu berat.
 Harus mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tanpa terlalu banyak zat
cair yang terperangkap atau menyebabkan penurunan tekanan terlalu tinggi.
 Harus memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair dan gas.
 Harus tidak terlalu mahal.
Penurunan tekanan akan menjadi besar jika bahan isian yang digunakan tidak
beraturan (random packing). Selain itu, penurunan tekanan juga dipengaruhi oleh laju
alir gas maupun cairan.
Pada laju alir tetap, penurunan tekanan gas sebanding dengan kenaikan laju alir
cairan. Hal ini disebabkan karena ruang antar bahan pengisi yang semula dilewati gas
menjadi lebih banyak dilewati cairan, sehingga akan menyebabkan terjadinya hold up
(cairan yang terikat dalam ruangan ) bertambah. Akibatnya peningkatan laju alir
cairan lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan diatas kolom
keadaan ini biasa disebut Flooding (banjir). Titik tejadinya peristiwa disubut flooding
point. Operasi pada keadaan flooding tidak akan menghasilkan perpindahan massa
yang bagus. Perpindahan massa yang optimum, dilakukan pada keadaan loading point
(titik beku kurva). Jika laju alir cairan dipertahankan tetap sedang laju gas bertambah
maka terdapat beberapa kemungkinan yang terjadi :
1. Terbentuk lapisan cairan yang menyerupai gelembung gas diatas permukaan
packing
2. Cairan tidak akan mengalir keluar kolom karena adanya tekanan yang besar dari
aliran udara. Akibatnya cairan akan mengisi kolom dari bawah keatas sehingga
terjadi inversi dari gas terdispersi kecairan berubah menjadi cairan terdispersi
kealiran gas.
Hal-hal lain yang berpengaruhi terhadap penurunan tekanan antara lain bentuk
isian, tinggi isian, susunan dan lain-lain.
Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan
menjadi:

1. Absorpsi Fisika
komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih tinggi
(dibandingvkomponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan
reaksi kimia. Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol,
SelexolTM, RectisolTM (LURGI), flour solvent (propylene carbonate).
2. Absorpsi Kimia
melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang
terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut
untuk melarutkan komponen terlarut. Contoh: Absorpsi yang menggunakan
pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process (KaliumvKarbonat)
Didalam industri, proses ini banyak digunakan antara lain dalam proses
pengambilan amonia yang ada dalam gas kota berasal dari pembakaran batubara
dengan menggunakan air, atau penghilangan H2S yang dikandung dalam gas alam
dengan menggunakan larutan alkali.
Banyak hal yang mempengaruhi absorpsi gas kedalam cairan antara lain :
1. Temperatur
2. Tekanan operasi
3. Konsentrasi komponen dalam cairan
4. Konsentrasi komponen didalam aliran gas
5. Luas bidang kontak
6. Luas waktu kontak
Karena itu dalam operasi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga diperoleh
hasil yang maksimal.
Karekteristik suatu cairan dalam menyerap komponen didalam aliran gas
ditunjukkan oleh harga koefisien perpindahan massa antara gas-cairan, yaitu
banyaknya mol gas yang berpindah persatuan luas serta tiap fraksi mol (gram
mol)/(detik) (Cm3) (fraksional)
Untuk menentukan hanya koefisien perpindahan suatu massa suatu kolom
absorpsi dapat digunakan perhitungan berdasarkan neraca massa.
Tinggi koefisien dalam kolom biasa digunakan persamaan:

d  NxY 
Yo
H   Kog.a. A.Y
Y1
*
Y

Yi = fraksi mol CO2 dalam aliran gas masuk.


Yo = fraksi mol CO2 dalam aliran gas keluar.
Y* = fraksi mol gas CO2 yang berada dalam kesetimbangan dengan
larutan.
Y = fraksi mol CO2 didalam larutan.
Persamaan diatas diubah menjadi :
Yo
H .a. A.Kog dY
y
 Y
Yi
*
y

Ruas kanan persamaan diatas sulit untuk dipecahkan. Karena itu penentuan kog
lebih mudah dipecahkan dengan persamaan :
N= Kog x a.A.H x selisih tekanan
laju absorpsi luas bidang rata-rata logaritma
2
(mol/detik) transfer massa(m ) (atm)

Pi
ln
N Po
Kog  x
a. A.N  Pi  Po 

Pi = tekanan partikel gas CO2 masuk kolom (atm)


Po= tekanan partikel gas CO2 keluar kolom (atm)
N = jumlah CO2 yang terserap dengan alat HEMPL
A = luas spesifik packing/ unit volume. Pada percobaan ini dipakai
Rasching ring dengan luas bidang kontak 440 m2/m3.
A.H = volume kolom berisi packing
Tekanan partikel gas CO2 = fraksi volume x (tekanan total/ 760)

atmosfir.

a. Penentuan kadar CO2 yang diserap didalam air / NaOH


dengan alat HMPL.
Misal :
- Laju alir CO2 F3 liter/detik

- Laju alir udara F2 liter/detik


- Volume campuran udara dan CO2 didalam alat
HEMPL V1ml
- Volume CO2 V=2ml

Fraksi gas CO2 didalam aliran gas masuk (Yi)


Yi  V2 / V1 
F3

F2  F3

Fraksi gas CO2 didalam aliran gas keluar (Yo)


V 
Yo   2 
 V1 
Jika jumlah CO2 yang diabsorbsi sepanjang kolom adalah Fa liter/detik.
Neraca massa :
CO2 masuk – CO2 keluar = CO2 diabsorbsi
Atau
(F2 + F3) Yi – [ F2 + ( F3 + Fa ) ] Yo = Fa

Dengan penurunan secara matematis diperoleh :

 Yi  Yo  F2  F3   Yi  Yo 
Fa   xTotalGasM asuk (liter / det ik )
1  Yo 1  Yo

Atau
Fa tek.rata 2 kolom (mmhg) 273
N= x x (gmolCO2 terabsorpsi/ detik).
22,42 760 tem.kolom (K)

Catatan :
Pada percobaan ini diasumsikan bahwa laju alir volum air tidak dipengaruhi
oleh penurunan tekanan didalam kolom, dianggap penurunan tekanan yang terjadi
sangat kecil dibandingkan tekanan atmosfir.

b Penentuan kadar CO2 yang terabsorbsi dengan metode


titrasi.
Absorpsi CO2 dengan menggunakan air.
Secara Stoikhiometri dapat ditulis
CO2 + H2O H2CO3

Jika :
Laju alir F1 L/detik
Vol. Larutan NaOH V1 ml
Konsentrasi NaOH C1 M
VOL. Sampel V2 ml

Maka konsentrasi CO2 didalam sampel :

V1 xC1
Fa  [M ]
V2

Laju rata-rata CO yang terabsorpsi pada suatu periode:


 Cd (t  n)  Cd (t  m)]xvolumeSistem g.mol / det ik
(n  m) x 60

 Absorpsi CO2 dengan menggunakan NaOH


Secara stokiometri reaksi pada proses absorpsi ini :
CO2 + 2NaOH Na2CO3 + H2O
Pada proses titrasi tahap pertama reaksi yang terjadi :
2NaOH + Na2CO3 + 2HCl 2 NaHCO3 + 2NaCl + H2O

Jika volume sample yang digunakan V 1 ml. Konsentrasi HCl C g.mol/liter.


Indicator yang digunakan phenolphalein
Dalam suasana basa kuat indicator phenolphalein akan berwarna merah
jambu. Jika seluruh NaOH sudah habis bereaksi dengan HCl serta semua karbonat
telah berubah menjadi bikarbonat larutan akan berubah menjadi tidak berwarna.
Misalkan volume HCl yang digunakan untuk titrasi sampai tahap ini V 2 m. bila
dalam larutan ditambahkan indicator metil orange maka warna larutan akan
berubah menjadi kuning. Jika titrasi dilanjutkan maka pada titik akhir titrasi
larutan menjadi tidak berwarna.
Reaksi yang terjadi :
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2

Misalkan volume yang digunakan untuk titrasi tahap kedua ini V 2 ml, maka
volume yang digunakan untuk menetralisir bikarbonat = (V 3 – V2) ml. pada
tabung kedua dimasukkan larutan sample sebanyak (V 3 – V2) ml lebih sedikit dan
dikocok dengan baik. Endapan yang terbentuk adalah hasil reaksi antara karbonat
dalam sampel dengan larutan barium. Endapan yang tebentuk adalah barium
karbonat yang dari karbonat dalam sample. Jika larutan diberi beberapa tetes
indicator phenolphalein maka larutan akan berwarna merah jambu.
V. GAMBAR ALAT

VI. PROSEDUR KERJA


a) Menentukan penurunan tekanan aliran gas dalam kolom kering
1. Mengeringkan kolom dan isinya dengan cara mengalirkan udara kedalam
kolom lewat bagian bawah sehingga semua airnya keluar.
2. Mengatur bukaan katup pada alat absorbsi
3. Mengalirkan udara dengan laju 40 L/menit (F2)
4. mencatat penurunan tekanan yang terjadi pada ΔP1 dan ΔP2
5. Mengulangi percobaan dengan laju alir udara 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110,
120, 130, dan 140 L/menit.

b) Menentukan penurunan tekanan aliran gas dalam bentuk basah.


1. Mengalirkan udara kedalam kolom dengan laju alir 30 L/menit (F2).
2. Mengalirkan air kedalam kolom dengan laju alir 3 L/menit (F1)
3. Mencatat penurunan tekanan yang terjadi didalam kolom (ΔP1 dan ΔP2)
4. Mengulangi percobaan dengan menaikkan laju alir udara hingga terjadi
flooding
5. Mengulangi percobaan dengan mngalirkan air kedalam kolom dengan laju
4 L/menit dan 5 L/menit serta menaikkan laju alir udara hingga terjadi
flooding

c) Menentukan jumlah CO2 yang terserap dengan metode titrasi


1. Menghidupkan pompa dan mengatur laju alir didalam kolom pada 3
L/menit. (F1)
2. Menghidupkan kompresor udara dengan mengtur laju alirnya 40 L /menit
(F2)
3. Membuka dengan hati-hati regulator gas karbon dioksida dan mengatur
pada laju alir 3 L/menit (F3)
4. Mengambil 25 ml untuk 0 menit dari tangki yang masuk (duplo)
5. Setelah 10 menit, diambil masing-masing 25 ml sampel dari tangki masuk
dan sampel yang keluar dalam erlenmeyer asah (duplo)
6. Menambahkan indikator PP kedalam sampel dan menitrasi dengan
menggunakan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda.
7. Mencatat volume NaOH 0,01 N yang digunakan
8. Mengulangi dengan selang waktu 10 menit selama 1 jam

d) Cara menganalisa kadar CO2 dengan HMPL


1. Mengiisi bola tandom dibagian bawah alat HMPL dengan larutan NaOH
1N hingga tanda 0
2. Membilas tabung analisa HMPL dengan cara menarik piston dan
membuang gas yang telah terisap ke atmosfir dengan volume 100 ml (V1)
3. Menutup semua saluran kedua atmosfer dan menghisap kembali campuran
gas yang diisap yaitu 20 ml dan menutup saluran dari gas absorpsi
4. Mengembangkan tekanan didalam tabung dengan udara luar dengan jalan
membuka dan menutup keran saluran buang ke atmosfir mengusahakan
agar permukaan NaOH tetap pada tanda 0.
5. Mencatat kenaikan volume NaOH 1 N setiap 10 menit pada variasi laju alir
3 L/menit dan laju airudara adalah 3 L/menit selama 1 jam dan mencatat
perubahan tekanannya.

VII. DATA PENGAMATAN


A. Penentuan penurunan tekanan aliran gas dalam kolom kering
F2 ∆P2 ∆P1 dP2 dP1
h1 h2 h1 h2
(L/menit)
40 246 243 71 64 3 7
50 247 242 71 64 5 7
60 248 241 72 63 7 9
70 249 240 73 62 9 11
80 251 238 76 59 13 17
90 252 237 76 59 15 17
100 253 236 77 58 17 19
110 253 236 78 57 17 21
120 254 235 79 56 19 23
130 255 234 79 56 21 23
140 255 234 79 56 21 23
B. Penentuan penurunan tekanan aliran gas dalam bentuk basah.
1. Pada F3 = 3 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 257 231 70 65 26 5
40 264 224 81 54 40 27
50 284 204 100 35 80 65
60 301 187 124 11 114 113
70 334 144 138 0 190 138

2. Pada F3 = 4 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 282 206 97 35 76 62
40 311 177 120 11 124 109
50 343 137 130 1 206 129

3. Pada F3 = 5 L/menit
F2 ∆P2 ∆P1
dP2 dP1
(L/menit) h1 h2 h1 h2
30 306 182 115 10 124 105
40 348 137 130 0 211 130

C. Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode titrasi


F1 = 3 L/menit
F2 = 40 L/menit
F3 = 3 L/menit

Waktu V1 V2 Volume peniter NaOH 0.1N (ml)


Masuk Keluar Rata-rata
(menit) (ml) (ml) 1 2 1 2 Masuk Keluar
10 20 2,55 1,5 1,7 1,5 1,4 1,6 1,45
20 20 2,75 1,4 1,7 1,8 1,9 1,55 1,85
30 20 3,6 1,4 1,3 1,6 1,4 1,35 1,5
40 20 3,8 2 2,2 1,8 1,9 2,1 1,85
50 20 4,5 1,9 2,2 1,9 2 2,05 1,95
60 20 6,8 2,1 2,3 1,8 2 2,2 1,9

D. Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode HMPL


F1 = 3 L/menit
F2 = 40 L/menit
F3 = 3 L/menit
Waktu V1 V2 ∆P2 ∆P1
(menit) (ml) (ml) h1 h2 h1 h2
10 20 2,55 260 227 270 227
20 20 2,75 269 216 277 220
30 20 3,6 270 215 278 219
40 20 3,8 273 212 283 214
50 20 4,5 273 212 283 214
60 20 6,8 277 211 283 214

VIII. PERHITUNGAN

A. Penentuan kadar CO2 yang terserap dengan metode HMPL


 Laju alir air (F1) = 3 L/menit
 Laju alir udara (F2) = 40 L/menit
 Laju alir CO2 (F3) = 3 L/menit
 Pada t = 10 menit

1. Penentuan fraksi gas CO2 di dalam aliran gas masuk

Yi =
2. Penentuan fraksi gas CO2 di dalam aliran gas keluar

Yo =

3. Penentuan jumlah gas CO2 yang diabsorbsi sepanjang kolom

Fa =

x
= ̶ 0,0474 L/s

Dengan menggunakan cara yang sama didapatkan data ke-n menit sebagai
berikut :
Waktu V1 V2
Yi Yo Fa (L/s)
(menit) (ml) (ml)
10 2,55 0,1275 -0,04742
20 2,75 0,1375 -0,05628
30 3,6 0,18 -0,09634
20 0,069767
40 3,8 0,19 -0,10638
50 4,5 0,225 -0,14355
60 6,8 0,34 -0,29343

4. Penentuan tekanan rata-rata kolom


∆P1 = 43 mmH2O
∆P2 = 33 mmH2O
P0 = 760 mmHg
T kolom = 302 K
∆P total = ∆P1+∆P2
= (43+33) mmH2O

= 76 mmH2O

= 7,6 mmH2O

= 5,588235 mmHg

Pi = Patm + ∆P total
= 760 mmHg + 5,588235 mmHg
= 765,5882 mmHg

Pav =

= 762,7941 mmHg
5. Penentuan jumlah mol CO2 yang terabsorbsi

= ̶ 0,00192

Waktu V1 V2
Yi Yo Fa (L/s) N
(menit) (ml) (ml)
10 2,55 0,1275 -0,04742 -0,00192
20 2,75 0,1375 -0,05628 -0,00228
30 3,6 0,18 -0,09634 -0,0039
20 0,069767
40 3,8 0,19 -0,10638 -0,0043
50 4,5 0,225 -0,14355 -0,00581
60 6,8 0,34 -0,29343 -0,01187

6. Penentuan koefisien gas perpindahan massa gas-cairan


dik : diameter tabung = 7,5 cm = 0,075 m
luas permukaan packing = 440 m2
ketinggian (h) = 1,4 m

A=

A=

A = 0,00883125 m2
Maka,

Kog =
Kog =

Kog = -4,62468.10-7

Waktu V1 V2 Kog
Yi Yo Fa (L/s) N
(menit) (ml) (ml)
10 2,55 0,1275 -0,04742 -0,00192 -4,62468.10-7
20 2,75 0,1375 -0,05628 -0,00228 -5,48863.10-7
30 3,6 0,18 -0,09634 -0,0039 -9,39551.10-7
20 0,069767
40 3,8 0,19 -0,10638 -0,0043 -1,03744.10-6
50 4,5 0,225 -0,14355 -0,00581 -1,39993.10-6
60 6,8 0,34 -0,29343 -0,01187 -2,86165.10-6

Grafik perbandingan waktu dengan Kog

B. Penentuan kadar CO2 metode titrasi


Menghitung konsentrasi CO2 dalam sampel masuk (Co) dan konsentrasi CO 2
dalam sampel keluar (Cd)
Dimana :
CNaOH = Konsentrasi NaOH = 0,01 N

 Co =

Co =

Co = 0,00064 N

 Cd =

Cd =

Cd = 0,00058 N

Dari rumus diatas, maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :

No Co input (N) Cd output (N)

1 0,00064 0,00058
2 0,00062 0,00074
3 0,00054 0,0006
4 0,00084 0,00074
5 0,00082 0,00078
6 0,00088 0,00076

a. Menghitung banyaknya CO2 yang terserap (C)


C = Cd – Co
C = 0,00058 N – 0,00064 N
C = ̶ 0,00006 N

Dari rumus diatas, maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :

Co input
No Cd output(N) C (N)
(N)
1 0,00064 0,00058 -0,00006
2 0,00062 0,00074 0,00012
3 0,00054 0,0006 0,00006
4 0,00084 0,00074 -0,0001
5 0,00082 0,00078 -0,00004
6 0,00088 0,00076 -0,00012

Grafik perbandingan konsentrasi gas C02 yang diserap dengan cara hmpl
dan dengan cara titrasi

IX. PEMBAHASAN
1. Muyassarah (331 17 005)
2. Sastriani (331 17 010)

3. Ardiansyah (331 17 014)

4. Intan Natalia Towawo (331 17 016)

5. Sri Wahyuni (331 17 019)


Pada praktikum ini, akan dilakukan percobaan absorbsi yang bertujuan
untuk menentukan penurunan tekanan dalam kolom absorbsi dan menentukan
kelarutan CO2 di dalam air. Absorpsi adalah operasi penyarapan komponen-
komponen yang terdapat didalam gas (absorbat) dengan menggunakan cairan
(absorben). Percobaan ini menggunakan gas CO2  sebagai absorbat (komponen
yang akan diabsorpsi). Gas tersebut berasal dari kompressor yang mengalirkan
udara ke dalam kolom absorpsi yang kemudian akan berkontak langsung
dengan air, sehingga terjadi penyerapan gas CO 2 ke dalam air. Air pada proses
ini berfungsi sebagai adsorben.
Dalam proses absorpsi dipilih cairan yang dapat menyerap suatu
komponen secara cepat, sehingga komponen tersebut dapat berpindah. Proses
Absorpsi dapat berlangsung dalam kolom absorpsi. Kolom absorpsi yang
digunakan pada percobaan ini yaitu menara isian (pakced tower). Alat ini
terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder yang dilengkapai dengan isian
jenis rasching ring. Isian (packing) berfungsi untuk memperluas kontak antara
udara dan air, sehingga penyerapas gas O2 ke dalam air berlangsung lebih
maksimal. Prinsip kerja dari packed tower yaitu cairan didistribusikan secara
merata dari atas kolom sehingga membasahi packing, dan mengalir
melewatinya membentuk lapisan tipis, kemudian keluar melalui bagian
bawah. Sementara itu gas dialirkan secara countercurrent (berlawanan arah)
dengan air di mana tempat pemasukannya berada di bawah kolom dan
mengalir keluar melalui atas kolom.
Pada percobaan penentuan penurunan tekanan, dilakukan dua variasi
yaitu penurunan tekanan aliran udara dalam kolom kering dan penurunan
tekanan aliran udara dalam kolom basah. Pada variasi penurunan tekanan
aliran udara dalam kolom kering, dilakukan set laju alir udara 40 L/menit
hingga 140 L/menit kemudian dicatat perubahan tekanan P1 dan P2.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar laju alir
udara yang diberikan maka semakin besar pula pressure drop pada kolom
kering.
Sedangkan pada variasi penentuan penurunan tekanan aliran udara
dalam kolom basah dilakukan variasi set laju air sebesar 3, 4, dan 5 L/menit
dengan laju alir udara mulai 30 L/menit sampai terjadi flooding. Pada variasi
kolom basah ini, dilakukan kontak antara air dengan udara dalam kolom isian.
Adanya kolom isian akan menyebabkan tahanan antara aliran air dengan
aliran udara dan mengakibatkan bidang sentuh antara air dan udara jadi
semakin besar. Peristiwa absorpsi pada percobaan ini berupa aliran counter-
current dimana aliran udara masuk di bawah kolom dan aliran air masuk di
atas kolom dengan laju alir masing-masing yang dapat diatur. Sehingga kita
dapat melihat bagaimana pengaruh laju alir udara masuk terhadap tekanan
pada kolom yang terbasahi. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui
hubungan laju alir air dan laju alir udara terhadap Pressure drop yang
menunjukkan bahwa semakin besar laju alir air maka semakin tinggi pressure
dropnya. Pressure drop berbanding lurus dengan laju air serta laju alir udara.
Hal ini terjadi karena laju alir udara yang semakin tinggi maka transfer massa
udara ke air akan semakin sedikit karena waktu tinggal ataupun waktu kontak
akan semakin cepat sehingga komponen yang terabsorpsi ke air tidak merata.
Kemudian pada percobaan penentukan kelarutan CO2 di dalam air
dilakukan dengan metode HMPL dan metode titrasi. Pada percobaan dengan
metode HMPL, gas CO2 yang dialirkan tidak terbsorbsi seluruhnya, sehingga
gas yang tidak terabsorsi akan keluar pada CO2 outlet. Gas yang tidak
terabsorbsi tersebut kemudian dialirkan menuju peralatan analisis gas. Gas
yang tidak tersisa akan didorong oleh piston pada jumlah tertentu, sedangkan
gas sisa yang berada di sekitar absorbtion globe dengan piston dibuang agar
semua gas yang berada dalam sistem keluar semua dan sistem dalam keadaan
vakum. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada gas yang tercampur dengan gas
yang akan dianalisis. Kemudian piston akan menarik sample gas dalam
jumlah tertentu. Sampel ini merupakan gas CO2 yang tidak terabsorbi air.
Akan tetapi gas tersebut bukanlah gas CO2 murni melainkan campuran antara
udara dan gas CO2.
Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sample gas ke dalam
absorbtion globe yang sebelumnya telah berisi NaOH 1 N. NaOH berguna
untuk mengabsorbsi CO2. Data yang diambil selanjutnya adalah V2 yang
merupakan volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh larutan NaOH yang
ditunjukkan oleh skala, yang dalam perhitungan digunakan sebagai jumlah
CO2 pada aliran keluar Kemudian piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk
menghilangkan udara yang tidak terabsorbsi oleh NaOH ke atmosfir, karena
NaOH hanya akan mengabsorbsi CO2.
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah CO2 yang terserap dengan
alat HMPL (N) akan semakin sedikit dengan berjalannya waktu yaitu pada
menit ke-10, 20, 30, 40, 50, dan 60, nilai N berturut-turut sebesar -0,00192;
-0,00228; -0,0039; -0,0043; -0,00581; dan -0,01187. Selain itu nilai laju
absorbsi juga menurun (Kog) yaitu -4,62468.10-7 gmol/m2 s; -5,48863.10-7
gmol/m2 s; -9,39551.10-7gmol/m2 s; -1,03744.10-6; -1,39993.10-6; dan
-2,86165.10-6 gmol/m2 s. Hal ini menunjukkan jumlah CO2 yang diserap
berbanding lurus dengan laju absorbsi dan berbanding terbalik dengan waktu.
Nilai N dan Kog yang didapatkan minus karena fraksi gas CO2 yang keluar
lebih besar dibandingkan dengan fraksi gas CO2 yang masuk. Hal ini bisa
terjadi karena pada saat penarikan piston dilakukan berkali-kali sehingga
kenaikan V1 terlalu tinggi (pembacaan alat salah).
Sedangkan pada percobaan penentukan kelarutan CO2 di dalam air
dengan metode titrasi, dilakukan dengan cara menitrasi sampel larutan
sebelum dan sesudah gas CO2 terabsorsi atau sebelum dan sesudah larutan
masuk kolom absorbsi. Dimana sampel masuk (Co) dan sampel keluar (Cd)
masing-masing diambil 25 ml. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada
kolom:

CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l)

Berdasarkan pada persamaan rekasi tersebut, maka larutan yang


terbentuk setelah gas terabsorpsi mengakibatkan larutan bersifat asam. Oleh
karena itu, diakukan analisis larutan dengan menitrasi sampel menggunakan
larutan basa kuat NaOH 0.01 N. Proses titrasi dilakukan untuk menganalis
tingkat keasaman larutan. Dari data tingkat keasaman nantinya akan
didapatkan laju CO2 yang terabsorpsi. Berikut ini adalah rekasi yang terjadi
selama proses titrasi berlangsung :

H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l)

Pada proses titrasi, sampel sebelumnya ditetesi dengan indikator PP


agar larutan yang ditritasi sudah dalam keadaan netral. Setelah ditetesi
indikator PP dan dititrasi maka sampel akan berubah warna dari bening
menjadi merah muda (pink).
Berdasarkan data yang didapatkan maka didapatkan hasil, banyaknya
CO2 yang diserap (C) tidak stabil (naik turun) yaitu pada menit ke-10 sampai
60 nilai C berturut-turut yaitu -0,00006 N; 0,00012 N; 0,00006 N; -0,0001 N;
-0,00004 N; dan -0,00012. Pada keadaan yang seharusnya, untuk sistem
tertutup akan didapatkan data kandungan CO2 inlet dan outlet yang semakin
besar karena gas tersebut terakumulasi. Setelah gas CO 2 terakumulasi, lama-
kelamaan akan tercapai kondisi kesetimbangan. Pada kondisi ini akan didapat
bahwa air yang berasal dari tangki dan keluaran absorbat akan memiliki
kandungan CO2 yang sama. Hal ini disebabkan air yang terdapat pada tangki
merupakan air yang keluar dari kolom absorpsi. Oleh karena itu, semakin
mendekati kondisi kesetimbangan perbedaan antara outlet dan inlet semakin
kecil. Perbedaan konsentrsi antara outlet dan inlet yang semakin kecil ini
menunjukkan bahwa laju absorbsi mengalami penurunan meskipun jumlah
CO2 yang terakumulasi mengalami peningkatan. Namun, setelah mencapai
kondisi setimbangnya jumlah CO2 yang terkandung akan tetap.

6. Riska Wahyunengsi (331 17 023)

Anda mungkin juga menyukai