Anda di halaman 1dari 8

Makalah Intrapreneurial Assessment Instrument (IAI)

Anggota:
1. Bernadet Michelle Putri Widjayanto (31419343)
2. Donny P.Tambunan (31419915)
3. Hidayatullah (32419821)
4. Irfan Andrean (33419061)
5. Lailatul Wiajayanti (33419358)
Kelas: 4ID04
1. Developing an Intrapreneurial Assessment Instrument for an Effective
Corporate Entrepreneurial Environment.
Pembelajaran mengenai rangkaian desain kuasi-eksperimen pada
perusahaan Fortune 500 di bagian barat tengah. pertama menguji struktur faktor
dan keandalan instrumen yaitu IAI yang dirancang untuk menilai budaya
intrapreneurial organisasi. Selain itu bertujuan untuk menyelidiki manfaat IAI
dengan menggunakannya agar dapat menganalisis tingkat perubahan budaya
perusahaan sebagai hasil dari program pelatihan pengenalan konsep
intrapreneurial. Hasil dari responden yang disebar, faktor yang paling sesuai
terdiri dari lima kelompok. Oleh karena itu, lima faktor yang diajukan yaitu
mendapat dukungan sekitar dari manajemen untuk intrapreneurship, berdasarkan
dari struktur organisasi, berani mengambil risiko, memiliki kesediaan waktu, serta
terdapat hadiah dan ketersediaan sumber daya.
Hasil analisis faktor komponen utama, berdasarkan rotasi varimax,
menyarankan solusi tiga faktor. Faktor yang dihasilkan dikelola mendapat
dukungan sekitar dari manajemen untuk intrapreneurship (sembilan unit) dengan
koefisien reliabilitas sebesar 0,76, berdasarkan dari struktur organisasi (enam unit)
dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,75, serta terdapat hadiah dan ketersediaan
sumber daya (enam unit) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,68. Arti dari tes
tersebut didapatkan bahwa ketiga faktor sangat reliabel. Hasil analisis dengan
menggunakan alat ini menggambarkan bahwa pemahaman lingkungan terhadap
beberapa faktor yang diukur dipengaruhi oleh program pelatihan. Pertama telah
memberikan beberapa bukti penelitian atau pengalaman mengenai keberadaan
struktur yang berhubungan dengan intrapreneuring pada suatu organisasi.
Selanjutnya, ini menunjukkan bahwa pelatihan intrapreneurship mungkin efektif
dalam mengubah pemahaman individu tentang lingkungan kerja.

Sumber: Kuratko, D. F., Montagno, R. V., & Hornsby, J. S. (1990). Developing an


intrapreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial
environment. Strategic management journal, 49-58.
http://www.jstor.org/stable/2486669
2. Pengaruh Faktor Organisasi, Kecenderungan Mengambil Risiko,
Kebutuhan Berprestasi Dan Demografi Terhadap Perilaku Intrapreneur
Penerapan perilaku intrapreneur merupakan jawaban yang sesuai untuk
dapat meningkatkan kinerja SDM. Hasil penelitian membuktikan bahwa
penerapan perilaku intrapreneur dapat meningkatkan kinerja organisasi (Covin &
Slevin, 1991; Holt, 1992; Herbert & Brazeal, 1999; Lindsey, 2001). Perilaku
intrapreneur telah digunakan di banyak organisasi sebagai strategi utama untuk
pembaharuan dan peningkatan kinerja organisasi (Mokaya, 2012). Banyak
pemimpin bisnis dan akademisi yang mengakui bahwa perilaku intrapreneur
merupakan proses internal yang menentukan suksesnya sebuah organisasi
(Antoncic & Hisrich, 2001). 3 Menurut Schumpeter (dalam Mokaya, 2012),
perilaku intrapreneur merupakan tindakan yang dilakukan dalam menciptakan
solusi kreatif untuk memajukan organisasi seperti pengembangan dan peningkatan
produk, layanan, pasar, teknik administrasi dan teknologi untuk meningkatkan
kinerja organisasi.
Seseorang dikatakan memiliki perilaku intrapreneur ketika ia mau
menyisihkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk menciptakan inovasi di dalam
organisasinya (Pinchot dalam Mokaya, 2012). Stevenson dan Jarillo (1990)
menyatakan bahwa perilaku intrapreneur merupakan tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh seseorang di dalam suatu organisasi untuk meraih peluang tanpa
tergantung pada sumber daya yang ada.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku intrapreneur seseorang,
yaitu organisasi (Antoncic & Hisrich, 2001), lingkungan (Antoncic & Hisrich,
2001) dan individu itu sendiri (Mokaya, 2012). 4 Faktor organisasi dapat berupa
sistem komunikasi, pengawasan formal, pemindaian lingkungan, dukungan
organisasi, nilai-nilai organisasi (nilai yang terkait dengan kompetisi dan nilai
yang terkait dengan individu), dukungan manajemen, kebijakan kerja,
ketersediaan waktu, hadiah/penguatan dan batasbatas organisasi (Antoncic &
Hisrich, 2001). Faktor lingkungan dapat berupa dinamisme, peluang yang
berhubungan dengan teknologi, pertumbuhan industri, permintaan produk baru,
perubahan yang tidak menguntungkan dan persaingan yang kompetitif (Antoncic
& Hisrich, 2001) dan faktor individu dapat berupa kecenderungan mengambil
risiko, keinginan untuk mandiri, kebutuhan berprestasi, orientasi tujuan dan lokus
kendali internal (Mokaya, 2012). Selain tiga faktor di atas, faktor demografi juga
berperan penting dalam pembentukan perilaku intrapreneur
Sumber : Febrianyah,Rahmat.2015.PENGARUH FAKTOR ORGANISASI,
KECENDERUNGAN MENGAMBIL RISIKO, KEBUTUHAN BERPRESTASI
DAN DEMOGRAFI TERHADAP PERILAKU INTRAPRENEUR. UIN : Jakarta

3. Assessing Intrapreneurial Aspect In Organization Using Eos And Elq


Method
Istilah intrapreneurship pertama kali diciptakan oleh Pinchot pada tahun
1978. Dia mengatakan bahwa untuk perkembangan sebuah perusahaan
membutuhkan suatu pemikiran kewirausahaan dalam perusahaan tersebut. Hal ini
membuat perusahaan mampu untuk menciptakan nilai melalui inovasi dan mampu
merebut kesempatan tanpa memperhatikan manusia atau sumber daya modal
(Pinchot, 1987). Menurut Knight, ada dua karakteristik penting untuk menentukan
seorang intrapreneur. Karakteristik pertama adalah keinovatifan, keinovatifan
didefinisikan sebagai “mengejar solusi kreatif atau suatu yang baru untuk
tantangan yang dihadapi perusahaan, termasuk pengembangan atau peningkatan
produk dan layanan, serta teknik dan teknologi administrasi baru untuk
menjalankan fungsi organisasi” (Knight, 1997). Karakteristik kedua adalah
proaktif yang dianggap sebagai agresivitas terhadap pesaing dan fokus pada
eksekusi agresi untuk mencapai tujuan perusahaan.
Setelah menganalisis hasil EOS, PT XYZ saat ini telah mengarahkan
mereka untuk mengambil langkah untuk menumbuhkan pengetahuan
kewiirausahaan dalam perusahaan. Skor tertinggi mereka dalam orientasi
kewirausahaan adalah perencanaan strategis sedangkan skor terendah adalah
fleksibilitas. Jiwa kewirausahaan dalam perusahaan juga baik di persepsi
karyawan. Perusahaan juga dianggap berkinerja di atas rata-rata dalam persepsi
karyawan. Ini akan membuat mereka mampu bersaing di pasar dan membuat
karyawan bekerja fokus untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dari kuesioner ELQ yang dibagikan kepada Divisi SDM PT XYZ adalah
tipe Akselerator. Sedangkan untuk divisi Drilling dan Oilfield Services di PT
XYZ, leader yang dibutuhkan menurut survey adalah tipe Miner. Jenis pemimpin
intrapreneurship kedua divisi tersebut sesuai dengan pekerjaan dan tanggung
jawabnya. Di kedua divisi tersebut, para pemimpin yang ada saat ini sudah sesuai
dengan kondisi yang dibutuhkan perusahaan. Ada celah kecil antara skor yang
dibutuhkan dan skor yang sebenarnya. Namun, karena celahnya kecil di antara
mereka, hal itu dapat diabaikan. Pada akhirnya, tidak perlu ada pergantian baik
pimpinan Divisi SDM maupun Divisi Jasa Pengeboran dan Perminyakan.
Sumber : Gugum G.W, Dematria P, Suci F.W. (2019). Assessing Intrapreneurial
Aspect In Organization Using Eos And Elq Method. Bandung

4. Adapting a corporate entrepreneurship assessment instrument for

Romania
Review:
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam
manajemen internal yang dirasakan dalam budaya kewirausahaan di sektor swasta
Rumania dan menerapkan Instrumen Penilaian Kewirausahaan Perusahaan
(Corporate Entrepreneurship Assessment Instrument/CEAI) ke dalam ekonomi
yang sedang berkembang. Metode yang digunakan adalah kuesioner skala Likert
dengan 48 item untuk mengumpulkan informasi dari sampel besar karyawan yang
bekerja di berbagai perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dianggap sebagai
variabel acak dan kemudian dianalisis faktor untuk mencari struktur yang lebih
terorganisir. Faktor-faktor akhir tersebut kemudian ditafsirkan dalam
hubungannya dengan kecenderungan kewirausahaan di sektor bisnis yang
dipelajari. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil dari survei yang dilakukan terhadap 175 profesional dari perusahaan
berbasis teknologi di Rumania menghasilkan 10 faktor yang relevan dengan
lingkungan bisnis khusus di negara tersebut. Faktor-faktor ini antara lain meliputi
penguatan dan keleluasaan kerja, lingkungan dinamis dan penurunan formalisasi,
pendelegasian, ketersediaan waktu, kesadaran strategis, dukungan manajemen,
stres, vertikal komunikasi, komunikasi horizontal, dan berbagi pengetahuan.
Kesimpulan dari penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam
tentang budaya perusahaan di Rumania pasca-komunis. Bersama dengan analisis
serupa yang dilakukan di Afrika Selatan, penelitian ini bertujuan untuk
menciptakan gambaran yang lebih jelas tentang portabilitas lintas budaya
instrumen psikometri kewirausahaan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kewirausahaan di berbagai budaya, diharapkan
dapat meningkatkan pengembangan dan penerapan praktik kewirausahaan yang
lebih efektif dan relevan dalam konteks ekonomi yang sedang berkembang.
Sumber: Vizitiu, Cristian,dkk. (2018). Adapting a corporate entrepreneurship
assessment instrument for Romania. South African Journal of Business
Management.

5. INTRAPRENEURIAL MANAGEMENT APPROACH: INNOVATIONS


AND CREATIVITY AS FACTORS FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT
OF THE COMPANIES
Mendorong inovasi untuk menciptakan bisnis baru, proses, layanan dan
produk, dengan kata lain hanya inovasi dan pengembangan intrapreneurship di
perusahaan adalah salah satu elemen yang paling penting untuk memungkinkan
perusahaan untuk terus tumbuh dan berkembang, serta untuk tetap
menguntungkan.
Oleh karena itu, pengenalan inovasi sangat penting sebagai bagian integral
dari intrapreneurship dalam budaya perusahaan dan strategi perusahaan. Di
Republik Makedonia diperlukan pendekatan yang serius dalam hal analisis
kebutuhan akan inovasi dibandingkan kompetisi. Selain itu, ada kebutuhan untuk
menciptakan iklim perusahaan yang menguntungkan untuk inovasi dan budaya
intrapreneurial, di mana gagasan akan dihasilkan secara bebas, model akan
didesain ulang dan pendekatan baru yang inovatif dalam proses dan prosedur akan
dibuat.
Di perusahaan yang disurvei, inovasi sebagian dipraktikkan sebagai
kebijakan kerja, di mana organisasi merangsang dan memotivasi karyawan untuk
memberikan proposal dan solusi inovatif tetapi hanya pada tingkat tertentu.
Akibatnya, ada kemungkinan untuk pengembangan kreativitas dan inovasi di
perusahaan.
Proaktivitas, kreativitas dan inovasi karyawan dihargai dan dipromosikan
oleh atasan yang memberi penghargaan kepada karyawan yang menawarkan ide-
ide baru dan solusi inovatif, meskipun ada kemungkinan keterlibatan yang lebih
besar dari manajemen, dalam hal menyediakan sumber daya teknis, keuangan dan
manusia untuk karyawan dan untuk keberhasilan ide mereka, memberikan
pelatihan yang tepat untuk pengembangan kreativitas dan inovasi, serta sponsor
untuk inovasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan memiliki kebebasan untuk
berpikir proaktif dan inovatif dalam melaksanakan tugas pekerjaan dan
memberikan usulan inovatif untuk perbaikan proses dan produk, namun hanya
sampai tingkat tertentu. Mereka tidak didorong untuk mengirimkan proposal
mereka ke tingkat hierarki yang lebih tinggi dalam organisasi, serta
menerapkannya dalam pekerjaan. Dalam perkiraan mereka, atasan sebagian
menerima usulan inovatif untuk perbaikan proses dan produk dalam organisasi
dan mempertimbangkan bahwa perbaikan layanan, produk dan proses dalam
organisasi adalah hasil dari proaktif dan inovasi karyawan.
Secara umum, karyawan tidak takut gagal dan mengambil risiko yang
mudah dalam bekerja serta melihat perubahan sebagai kekuatan positif dalam
organisasi. Mereka berbagi visi dan misi dan strategi perusahaan, meskipun
mereka tidak selalu berpartisipasi dalam perumusan visi, misi dan strategi tersebut
atau memberikan saran untuk mereka. Namun, ada potensi keterlibatan yang lebih
besar dalam budaya korporasi secara keseluruhan.
Informasi yang diterima dari penelitian ini menunjukkan pentingnya
inovasi dan kreativitas di tempat kerja sebagai kualitas penting yang harus
dipromosikan dalam organisasi dan hubungannya dengan fitur intrapreneurial dan
kualitas karyawan, sebagai masalah modern yang muncul dalam organisasi.
Inovasi adalah alat penting bagi wirausahawan dan intrapreneur yang perlu
menemukan sumber perubahan baru dan peluang baru dan karenanya, berhasil
menerapkannya dalam bentuk proses, layanan, dan produk baru atau lebih baik.
Kesimpulannya, inovasi adalah bagian dari era teknologi baru yang
menawarkan peluang daya saing bisnis dan profitabilitas organisasi. Ini adalah
katalis penting untuk perubahan dan proses ekonomi dan sosial, serta lapangan
terbuka untuk penelitian ilmiah lebih lanjut.
Sumber: Stoilkovska Aleksandra, dkk. 2012. INTRAPRENEURIAL
MANAGEMENT APPROACH: INNOVATIONS AND CREATIVITY AS
FACTORS FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT OF THE COMPANIES.
Republic of Macedonia.

Anda mungkin juga menyukai