Anda di halaman 1dari 2

Tragedi Semanggi II

Kasus Semanggi II terjadi pada tanggal 24-28 September 1999 saat maraknya aksi-aksi mahasiswa
menentang RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan tuntutan mencabut dwi fungsi ABRI.
Peristiwa ini juga terjadi di beberapa derah seperti Lampung, Medan dan beberapa kota lainnya. Aksi-aksi
tersebut mendapat represi oleh ABRI (TNI) sehingga mengakibatkan jatuh korban antara lain, Yap Yun
Hap (FT UI), Zainal Abidin, Teja Sukmana, M Nuh Ichsan, Salim Jumadoi, Fadly, Deny Julian, Yusuf Rizal
(UNILA), Saidatul Fitria dan Meyer Ardiansyah (IBA Palembang). Tim Relawan Kemanusiaan mencatat 11
orang meninggal dan luka-luka 217 orang dalam peristiwa tersebut.

Berbagai tantangan terus dihadapi keluarga korban dalam merengkuh keadilan. Salah satunya adalah
pernyataan Pansus (Panitia Khusus) DPR RI yang menyatakan kasus TSS bukan pelanggaran HAM berat
dalam sidang DPR RI tahun 2001. Rekomendasi itu jelas mengesampingkan proses hukum Komnas HAM
yang menyatakan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat. Selain itu, sampai hari ini Kejaksaan Agung
masih belum melanjutkan proses hukum atas hasil penyelidikan Komnas HAM. Alih-alih mengalami
kejelasan perkembangan kasus, februari lalu Jaksa Agung justru sempat mengemukakan bahwa Tragedi
Semanggi I dan II bukan termassuk pelanggaran HAM Berat. Sebuah cacat logika dalam tubuh Kejaksaan
Agung jelas kembali menyakiti perasaan keluarga korban.

Kini, keluarga korban tengah berjuang dalam persidangan untuk terus berupaya merengkuh keadilan.
Berdiri bersama korban memperjuangkan keadilan menjadi sangat penting sebagai sebuah cerminan
kepedulian dan untuk terus memberikan semangat kepada keluarga korban.

Kontras.org

Reformasi dikorupsi 24 sep 2019


Aksi nasional reformasi korupsi yang dimulai sejak 23 september 2019di berbagai
kota besar di Indonesia antara lain, Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar,
Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda,
Banda Aceh, Palu dan Jakarta, di berbagai kota besar di Indonesia antara lain,
Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang,
Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, Palu dan Jakarta,
berakhir dengan aksi brutal dan represif dari aparat dengan menembakkan gas air
mata, meriam air bahkan peluru karet. Di Jakarta sendiri ditemukan selongsong-
selongsong gas air mata kadaluarsa. Tak hanya itu, para demonstran diburu hingga
ke dalam rumah makan, stasiun, dan rumah ibadah. Aksi nasional dengan 7
Desakan yang mempersatukan berbagai macam elemen mulai dari mahasiswa,
buruh, tani, nelayan, dan pelajar dilawan dengan aksi brutal dan kekerasan oleh
aparat keamanan dengan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan
(unnecessary or excessive use of force).
Akar masalah dari berbagai unjuk rasa ini adalah diterbitkannya berbagai undang-
undang/maupun rancangan Undang-Undang kontroversial yang bermasalah oleh
Pemerintah dan DPR. Ketika masyarakat sebagai pemilik kedaulatan menunjukkan
ketidaksetujuannya secara terbuka justru dibalas oleh negara melalui aparat
penegak hukumnya dengan tidakan yang brutal. Agar perlawanan warga padam
sehingga negara dapat dengan leluasa mengeluarkan aturan dan kebijakan yang
bertentangan dengan nalar publik tersebut.
KontraS.org

Pembahasan info pena

1.pembunuhan munir

2.Tragedi salim kancil

3.Tragedi tanjung priok

4.Tragedi semanggi

5.Reformasi dikorupsi

6.G3OSPKI

Anda mungkin juga menyukai