Anda di halaman 1dari 187

Tokoh Tempo 2019: Massa

Aksi
majalah.tempo.co
6 mins read

D
UA dekade setelah reformasi, mereka kembali. Mahasiswa,
dengan sokongan masyarakat sipil, lagi­lagi membuktikan
peran sejarah mereka sebagai suara nurani bangsa ini. Para
aktivis, akademikus, seniman, dan rakyat biasa bahu­membahu
memastikan teriakan massa aksi mengusik para penguasa.

Di tengah hawa politik belakangan ini yang terasa pengap oleh


pengkubu­kubuan “cebong” versus “kampret” dan oligarki kekuasaan
yang kian banal, aksi mahasiswa dan pelajar di belasan kota di Tanah
Air, pada akhir September lalu, menjadi oasis yang memberi harapan.
Mereka masih ada.

• Ribuan mahasiswa berbagai universitas dan berbagai elemen masyarakat sipil

turun ke jalan menggelar demonstrasi 21 tahun setelah reformasi.

• Aksi massa pada September lalu antara lain dipicu keputusan DPR mengesahkan

perubahan UU KPK, rencana pengesahan RKUHP dan sederet rancangan undang­

undang kontroversial lainnya.

• Mahasiswa, jaringan masyarakat sipil, dosen, dan elemen lainnya saling

terhubung sejak mereka mengadvokasi isu antikorupsi dan RKUHP.


Tempo
Edisi : 28 Desember 2019

Tokoh TEMPO 2019

GEDUNG Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta, 24 September


2019. Ribuan mahasiswa dengan jaket almamater warna­warni
menyemut di depan gerbang Gedung Parlemen. Yel­yel bersahut­
sahutan. Beberapa pemuda bergantian berorasi di atas mobil
komando.

Difa Shafira, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ada


di sana. Dia lahir 21 tahun lalu, tepat ketika aksi mahasiswa serupa
memaksa Presiden Soeharto mundur setelah berkuasa selama lebih
dari tiga dasawarsa. Kawan­kawannya yang turun ke jalan hari itu
juga sebaya. Elang Lazuardi, teman sekampus Difa, takjub melihat
gelombang demi gelombang mahasiswa, pelajar, dan aktivis tumplek
blek di Senayan.

Hari itu Elang dan Difa membaur dengan puluhan ribu peserta aksi di
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan kota­
kota lain, mengusung perlawanan dengan tagar #ReformasiDikorupsi.

Mereka semua memprotes perubahan Undang­Undang Komisi


Pemberantasan Korupsi yang disetujui Presiden Joko Widodo dan DPR
dengan terburu­buru. Mereka juga menolak rencana pengesahan
Rancangan Kitab Undang­Undang Hukum Pidana serta revisi Undang­
Undang Pertanahan dan Undang­Undang Ketenagakerjaan. Namun
massa mendesak Rancangan Undang­Undang Penghapusan Kekerasan
Seksual segera disahkan. Selain menuntut masalah legislasi,
demonstran menuntut pemerintah menghentikan kebakaran hutan
dan kerusakan lingkungan lain, juga menyetop aksi kriminalisasi atas
aktivis prodemokrasi.

Semua isu yang diusung demonstran merupakan masalah­masalah


krusial yang akan menentukan wajah Indonesia di masa depan. Tujuh
tuntutan massa aksi mewakili kegelisahan publik soal perlindungan
hak pribadi, demokrasi, kesetaraan gender, perubahan iklim,
antikorupsi, dan keadilan ekonomi.

Menjelang petang, di dekat kompleks Gelora Bung Karno, satu


kilometer dari titik kumpul utama aksi protes di depan gerbang DPR,
polisi mulai menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Difa berlari, menjauhi asap. Matanya pedih. Untuk pertama kali
dalam hidupnya, ia merasakan perihnya gas air mata.

***

TEMPO memilih massa aksi yang turun ke jalan dalam unjuk rasa
besar di seluruh Indonesia pada akhir September lalu sebagai tokoh
tahun ini dengan sejumlah alasan. Di tengah kegagalan institusi
politik formal, seperti partai politik dan parlemen, untuk
menyalurkan aspirasi rakyat, aksi masyarakat sipil tersebut
menawarkan alternatif yang menjanjikan.

Mereka muncul ketika publik merasa tak berdaya menyaksikan elite


politik disandera kepentingan oligarki dan kartel merajalela
mengkooptasi proses perumusan kebijakan di lembaga legislatif dan
eksekutif. Koalisi organisasi non­pemerintah dengan mahasiswa dan
pelajar menjelma menjadi corong baru untuk kepentingan khalayak
ramai.

Bukan hanya itu. Gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil di


Indonesia tahun ini terbilang istimewa karena mereka mampu
melampaui polarisasi politik di masyarakat. Kita tahu, dalam
pemilihan presiden lalu, rivalitas antara Joko Widodo dan Prabowo
Subianto membuat warga terbelah. Kekuatan politik arus utama
akhirnya hanya berkutat antara kubu “cebong” dan “kampret”­­
sebutan untuk kedua kelompok pendukung calon presiden. Aksi
masyarakat sipil menolak sejumlah rancangan peraturan yang
disiapkan fraksi pendukung 01 dan 02 di parlemen membuat
demarkasi kedua kubu kehilangan relevansi.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia di depan kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta, 24 September 2019. ANTARA/Muhammad Adimaja

Alasan lain memilih massa aksi sebagai tokoh paling penting tahun
ini adalah fakta bahwa mahasiswa dan pelajar benar­benar bergerak
secara independen. Tak ada pengusaha atau politikus yang menjadi
bohir atau sponsor mereka. Jangankan dari partai politik ataupun
organisasi kemasyarakatan afiliasinya, bantuan pendanaan dari
aliansi masyarakat sipil pun ditolak dengan halus. Itu salah satu
faktor yang membuat gerakan mereka tak punya stamina panjang.

Memang kemunculan gerakan masyarakat sipil ini menjadi kejutan,


karena tak disangka­sangka. Mahasiswa dan pelajar yang
mendominasi massa aksi adalah kaum milenial dan generasi Z yang
selama ini dianggap apolitis. Mereka dianggap tak terlalu peduli
dengan isu­isu besar yang tak bersentuhan langsung dengan
kehidupan sehari­hari mereka.

Asumsi itu terpatahkan. Meski kebanyakan baru lahir setelah era


reformasi 1998, anak­anak muda ini ternyata lantang berteriak dan
berani bergerak untuk melindungi haknya. Justru karena itulah
keberadaan mereka di garda depan perlawanan memberikan harapan.

Selain itu, aksi mahasiswa ternyata terbukti efektif mengubah situasi.


Setelah massa menggempur Senayan berhari­hari dengan aksi unjuk
rasa, pemerintah dan parlemen mundur teratur. Sejumlah rancangan
undang­undang kontroversial yang semula sudah siap disahkan di
sidang paripurna DPR ditunda. Sayangnya, tak semua tuntutan massa
berhasil gol. Sebagian masih menjadi bom waktu, sampai sekarang.

***

TOKOH Tempo tahun ini memang unik karena berbeda dari tradisi
umumnya, yakni satu atau beberapa sosok yang menonjol sepanjang
tahun. Kali ini kami memilih massa aksi, yang terdiri atas mahasiswa
dan masyarakat sipil, sebagai tokoh pilihan.

Dalam aksi­aksi unjuk rasa yang terjadi di seluruh Tanah Air, memang
tidak ada individu, baik mahasiswa, pelajar, buruh, maupun aktivis,
yang berperan lebih besar dari yang lain. Semua bergerak sebagai
kekuatan kolektif yang saling melengkapi. Mereka juga lebih nyaman
menyebut aksinya sebagai leaderless movement alias gerakan massa
tanpa pemimpin.

Strategi ini serupa dengan yang dipakai demonstran di Hong Kong.


Sejak menolak pengesahan revisi Undang­Undang Ekstradisi pada
awal Juni lalu, ribuan anak muda Hong Kong rutin turun ke jalan.
Mahasiswa, pekerja, pelajar, dan aktivis mengorganisasi gerakan
perlawanan mereka secara bawah tanah lewat jalur­jalur komunikasi
terenskripsi. Tidak ada komando tunggal.

Karena itu, memilih narasumber adalah tantangan pertama dalam


penyusunan tulisan edisi ini. Pada tahap riset awal, kami mencoba
merunut siapa saja yang terlibat aktif dalam advokasi isu antikorupsi
dan Rancangan Kitab Undang­Undang Hukum Pidana, karena aksi
massa yang muncul belakangan bertolak dari kedua isu itu. Dari
penelusuran itu, kami mulai menemukan simpul­simpul peran dan
interaksi di antara berbagai lembaga swadaya masyarakat atau
elemen masyarakat sipil lain.

Ketika para pelaku gerakan dan peran mereka mulai terpetakan, kami
berulang kali melakukan cek silang antar­narasumber. Wartawan
Tempo di lapangan terus­menerus mencocokkan cerita, kronologi, dan
fakta yang disampaikan setiap pihak. Ada kalanya sekeping informasi
tidak sinkron antara satu orang dan orang lain, karena tak semua
orang mengingat atau mencatat detail peristiwa dengan baik.

Terkadang ada narasumber yang enggan membagikan seluruh


kepingan cerita karena alasan keamanan. Mereka beralasan gerakan
ini belum selesai, sehingga ada kepentingan untuk terus menjaga
kerahasiaannya. Kami tentu memahami pertimbangan ini.

Demi mendapatkan cerita tentang bagaimana gerakan mahasiswa


dibangunkan dari tidur panjangnya, kami menemui para pentolan
mahasiswa dari beberapa universitas. Dari mereka, ada banyak kisah
menarik, misalnya soal rapat­rapat gelap puluhan mahasiswa dari
lusinan kampus di Universitas Trisakti, Jakarta, beberapa hari
sebelum unjuk rasa pamungkas di depan gedung DPR. Saking
takutnya isi rapat mereka bocor, telepon seluler peserta rapat harus
ditinggalkan di luar ruangan.

Kami juga berusaha mendapatkan kesaksian soal kematian lima


pemuda dalam aksi unjuk rasa ini. Tiga korban, Bagus Putra
Mahendra, 15 tahun; Maulana Suryadi (23); dan Akbar Alamsyah (19),
tewas dalam demonstrasi di Jakarta. Sementara itu, Randi (22) dan
Muhammad Yusuf Kardawi (19), dua mahasiswa Universitas Halu
Oleo, Kendari, tewas ditembak polisi dalam aksi protes di depan
gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara.
Dari keterangan kawan dan keluarga mereka, kami menggali profil
para pahlawan aksi massa ini. Randi dan Yusuf, misalnya, meski
sama­sama pendiam, ternyata aktif berorganisasi di dalam dan luar
kampus. Keduanya juga dikenal setia kawan. Rekan­rekan Randi dan
Yusuf di kampus berjanji pengorbanan kawan mereka tak akan sia­
sia. Pada 19 Desember lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi
mengabadikan nama Randi dan Yusuf sebagai nama ruang auditorium
dan ruang pertemuan di gedung mereka.

***

MENULIS laporan khusus ini seperti menyusun kepingan puzzle yang


berserak. Kami bisa jadi belum merangkai semuanya menjadi gambar
yang utuh. Tak mustahil kami melewatkan kepingan­kepingan yang
menyimpan kisah lebih dahsyat dan menarik. Tapi ikhtiar ini penting
untuk menegaskan fakta bahwa gerakan mahasiswa dan aliansi
masyarakat sipil belum habis.

Pada 1926, tokoh pergerakan Tan Malaka menulis buku tipis berjudul
Massa Aksi. Buku itu berisi ajakan Tan agar rakyat berpikir bebas dan
berani bersuara.

“Sebuah bangsa pun mesti merdeka berpikir dan berikhtiar. Jadi ia


mesti berdiri atau berubah dengan pikiran dan daya upaya yang sesuai
dengan kecakapan, perasaan dan kemauannya. Tiap­tiap manusia atau
bangsa harus mempergunakan tenaganya buat memajukan kebudayaan
manusia umum. Jika tidak, ia tak layak menjadi seorang manusia atau
bangsa dan pada hakikatnya tak berbeda sedikit jua dengan seekor
binatang.”

Difa, Elang, serta puluhan ribu mahasiswa, pelajar, buruh, seniman,


aktivis, dan akademikus yang turun ke jalan pada akhir September
lalu menjawab seruan Tan Malaka.

Tim Edisi Khusus Tokoh Pilihan Tempo 2019

Penanggung jawab: Sapto Yunus, Dody Hidayat | Kepala


proyek: Mahardika Satria Hadi | Penulis: Aisha Shaidra, Devy
Ernis, Dini Pramita, Gabriel Wahyu Titiyoga, Isma Savitri, Nur
Alfiyah, Putri Adityowati, Riky Ferdianto | Penyunting: Agoeng
Wijaya, Anton Septian, Bagja Hidayat, Dody Hidayat, Kurniawan,
Nurdin Kalim, Sapto Yunus, Stefanus Teguh Pramono |
Penyumbang bahan: Rosniawati Fikri (Kendari), Shinta Maharani
(Yogyakarta) | Foto: Jati Mahatmaji (Koordinator), Gunawan
Wicaksono, Ratih Purnama Ningsih | Bahasa: Uu Suhardi, Iyan
Bastian | Kreatif: Djunaedi, Hindrawan, Kuswoyo, Lukmannul
Hakim, Munzir Fadly | Video: Nana Riskhi, Aditya Sista, Ridian Eka,
Yosua Eddy
Malam Konsolidasi di
Kampus Reformasi
majalah.tempo.co
7 mins read

B
ibit-bibit perlawanan mahasiswa yang berujung pada
demonstrasi besar 23-24 September 2019 disemai sejak jauh
hari. Menggelar aksi secara terpisah di berbagai kota, para
mahasiswa dan kelompok sipil saling berbagi informasi melalui grup
percakapan online, diskusi, dan bahan kajian. Universitas Trisakti,
yang menjadi salah satu motor gerakan Reformasi 1998, kembali
menjadi pusat kegiatan membahas skenario aksi. Lebih dari 45 kampus
mengikuti konsolidasi akbar yang sempat berjalan alot di kampus itu
sekitar 15 jam sebelum unjuk rasa bergulir di depan Gedung Parlemen
di Ibu Kota.

Tempo
Edisi : 28 Desember 2019

i
Mahasiswa dari sejumlah elemen mahasiswa se-
Jabodetabek berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, 23 September 2019. ANTARA/M Risyal
Hidayat

MENJELANG pukul sepuluh malam, keriuhan di lantai dasar


Sekretariat Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta,
malah bertambah. Sekitar dua lusin anak muda duduk mengelilingi
meja rendah. Dengung celoteh dan tawa mereka bersahutan. Ruangan
itu menjadi tempat singgah mereka di sela-sela aktivitas kuliah.
“Selesai kelas, mampir sebentar untuk ketemu kawan atau bisa juga
diskusi sampai malam,” kata Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti
Dinno Ardiansyah.

Bangunan dua lantai di seberang gerbang kampus di Jalan Kyai Tapa,


Jakarta Barat, itu menjadi salah satu pusat aktivitas mahasiswa
Trisakti. Pintu sekretariat terbuka sepanjang hari. Ruangan beralas
karpet di dalamnya tak pernah sepi. Kantor Dinno dan timnya di
lantai dua juga menjadi tempat nongkrong anak kampus. “Universitas
sudah memfasilitasi. Selama untuk kegiatan mahasiswa, bebas saja,”
ujar Dinno pada Kamis, 12 Desember lalu.

Pada malam seperti itu, 80 hari sebelumnya, ruangan sekretariat


tersebut lebih hiruk. Tempat itu menjadi bagian sejarah pergerakan
mahasiswa nasional yang berujung pada demonstrasi besar di depan
gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada 23-24 September 2019.
Kampus yang menjadi salah satu motor reformasi Indonesia pada
1998 itu didatangi para mahasiswa dari berbagai kota sehari
menjelang unjuk rasa.

“Itu pertama kalinya kami turun bareng


anak UI, sebelumnya hanya kontak biasa.”
Pertemuan pada 22 September 2019 itu menjadi konsolidasi akbar
mahasiswa. Digelar sejak pukul 4 sore hingga menjelang tengah
malam, pertemuan itu dihadiri lebih dari 50 mahasiswa dari 45
kampus. “Sampai ruangan penuh. Ada yang dari Sumatera juga.
Beberapa wakil aliansi badan eksekutif mahasiswa juga datang,” kata
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia Manik
Marganamahendra.

Mereka membahas cara menyelamatkan Komisi Pemberantasan


Korupsi dan menolak sejumlah rancangan undang-undang yang
bermasalah. Topik kerusakan lingkungan, kekerasan seksual, masalah
agraria, dan pelanggaran hak asasi di Papua menyeruak. Para
mahasiswa beradu ide membahas rencana aksi protes massal ke DPR.
Tak ingin terpecah dalam aliansi berbeda, mereka sepakat
membentuk forum bersama. “Dibuat Aliansi Mahasiswa Indonesia
untuk meleburkan semuanya,” tutur Manik.

***

DEMONSTRASI pada 23-24 September adalah puncak dari rentetan


aksi serupa di berbagai kota, seperti Medan, Bandung, Yogyakarta,
Surabaya, Kendari, dan Makassar. Bergerak sporadis, para mahasiswa
menyemai bibit aksi protes di Jakarta jauh hari sebelumnya. Aksi
solidaritas untuk KPK bertajuk “Nyalakan Tanda Bahaya” pada 11
September menjadi lonceng pembuka yang menyatukan mahasiswa
Universitas Trisakti dan Universitas Indonesia, “Itu pertama kalinya
kami turun bareng anak UI, sebelumnya hanya kontak biasa,” kata
Dinno Ardiansyah.

Juru bicara Poros Revolusi Mahasiswa Bandung, Ilyasa Ali Husni,


mengatakan aksi serupa untuk KPK digelar di Bandung. Meski tak
bisa bergabung dengan kawan-kawannya di Jakarta, mahasiswa di
Bandung antusias menyiapkan aksi mereka. “Ini menyangkut masalah
fundamental, yaitu pemberantasan korupsi,” ujar mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu.

Eskalasi meningkat sehari setelahnya, bertepatan dengan uji


kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK, Firli Bahuri, di Komisi
III DPR. Gabungan mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran, dan Universitas
Paramadina bertahan di KPK. Rombongan mahasiswa lain, seperti
dari Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indraprasta,
bergabung dengan tim Trisakti dan UI merapat ke DPR.

Jajaran kabinet Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trisakti di Kampus Trisakti,


Jakarta, Desember 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Di tengah rapat komisi, sebagian mahasiswa melakukan aksi protes


dengan membentangkan kertas-kertas berisi huruf menyusun “SOS”
alias tanda darurat. Koordinator Kajian dan Negosiator BEM Trisakti
Edmund Seko mengatakan gulungan kertas-kertas yang
disembunyikan terpisah oleh para mahasiswa itu lolos dari
pemeriksaan penjaga. “Kami diusir keluar, tapi setidaknya aksi itu
berhasil dilakukan dan tersiar,” kata Edmund, yang ikut
membentangkan kertas protesnya.

Dua hari kemudian, di sebuah kafe di kawasan Pasar Minggu, Jakarta


Selatan, para mahasiswa kembali membahas rencana protes lanjutan
di DPR. Strategi mereka buyar setelah Undang-Undang KPK disahkan
pada 17 September. Padahal mereka baru membahas narasi menolak
pengesahan revisi Undang-Undang KPK untuk aksi di DPR pada 19
September. Situasi makin pahit kala beredar kabar Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang kontroversial itu bakal disahkan.
“Info itu banyak beredar di beberapa grup jaringan,” ucap Manik
Marganamahendra.

Keributan pecah di kalangan mahasiswa. Sebagian mendesak untuk


menggelar unjuk rasa di depan Istana Negara, sementara lainnya
berkukuh protes harus digelar di DPR. Sejumlah mahasiswa dari UI,
Trisakti, ITB, dan Universitas Indraprasta berencana menggelar unjuk
rasa dan meminta bertemu dengan anggota DPR pada 19 September.
Mahasiswa UPI yang mendengar kabar itu menyiapkan aksi dukungan
mereka di Bandung.
Informasi tentang rencana pengesahan KUHP itu juga menarik minat
lebih banyak mahasiswa mengikuti unjuk rasa ke Jakarta. Itu menjadi
gelombang pertama dari rangkaian demonstrasi besar yang
mengepung parlemen. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus
meriung di depan pintu utama Gedung Parlemen di tepi Jalan Gatot
Subroto. DPR bergeming, tapi mahasiswa tak mau beranjak tanpa
hasil.

Lebih dari enam jam mereka berkerumun di depan pintu utama


hingga akhirnya DPR membuka pintu. Awalnya hanya tim Universitas
Trisakti yang diizinkan masuk. Mahasiswa Trisakti menolak. “Kami
minta semua perwakilan kampus harus bisa masuk atau tidak sama
sekali,” ujar Edmund.

Perwakilan dari 14 kampus akhirnya masuk dan bertemu dengan


Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. Masuk ke Gedung Parlemen
sejak pukul lima sore, tim mahasiswa baru keluar hampir tiga jam
kemudian. Mereka membawa catatan tulisan tangan yang
ditandatangani tanpa meterai. Catatan itu menyebutkan bahwa
aspirasi masyarakat Indonesia yang disuarakan mahasiswa akan
disampaikan kepada pimpinan dan semua anggota DPR.

Para mahasiswa juga dijanjikan bertemu dengan DPR mengenai


penolakan Rancangan Undang-Undang KPK dan Rancangan KUHP
sebelum 24 September. Sekjen Indra Iskandar juga disebutkan akan
menyampaikan pesan para mahasiswa kepada Dewan untuk tidak
mengesahkan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, serta RUU
Mineral dan Batu Bara. “Kami sampaikan kepada Sekjen DPR, kalau
tidak respons, empat atau lima hari lagi kami balik,” kata Dinno.

Demonstrasi bubar menjelang pukul sembilan malam. Tapi


mahasiswa tak melupakan janji mereka. Manik mengatakan aksi itu
menjadi perhatian karena pengaruh media sosial dan pemberitaan.
Banyak yang menghubunginya dan bertanya kapan aksi besar seperti
itu digelar lagi. “Dari situ, kami putuskan untuk konsolidasi akbar,”
ucap Manik.

Hari itu pula mereka membuka dan menjalin komunikasi intens lewat
grup WhatsApp. Grup-grup percakapan di kanal komunikasi
terenkripsi lain, seperti Signal dan Telegram, juga digarap. Menurut
Edmund, tak ada yang tahu siapa yang membuat grup-grup
percakapan itu, tapi semua kontak mereka dari berbagai universitas
masuk ke sana.

Pertanyaan soal konsolidasi nasional berseliweran karena batas


waktu yang diberikan untuk bertemu dengan DPR kian mepet.
Akhirnya undangan konsolidasi pada 22 September pun disebar.
Trisakti dipilih menjadi lokasi pertemuan. “Teman-teman semua
universitas yang menyusun desain aksinya,” kata Dinno.

Konsolidasi akbar 45 kampus mendiskusikan aksi di SEKRETARIAT Kepresidenan


Mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, 22 September 2019. Kepresidenan
Mahasiswa Trisakti dan BEM Nusantara

Lebih dari 45 kampus mengirimkan wakilnya ke Trisakti. Sebagian


mahasiswa dari luar kota, seperti kelompok Poros Bandung, sampai
menginap di Trisakti. Menurut Ilyasa Ali Husni, timnya
beranggotakan mahasiswa dari Universitas Padjadjaran, Universitas
Parahyangan, dan Universitas Langlangbuana. “Semua hasil
pertemuan saya sebarkan ke teman-teman di Bandung,” ujar Ilyasa.

Rapat besar itu digelar tertutup. Para mahasiswa mengawasi ketat


siapa yang datang karena tak ingin rencana mereka bocor. Mereka
bahkan menolak tawaran bantuan dari mantan vokalis Banda Neira,
Ananda Badudu, karena ingin aksi mereka berlangsung mandiri.
“Logistik sudah oke, untuk beberapa ribu peserta aksi pun kami siap,”
kata Edmund.

Semua gawai para peserta rapat dikumpulkan sebelum mereka masuk


ruangan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan ada
yang merekam gambar atau video diam-diam lalu menyebarkannya.
Semua identitas pun diperiksa ketat.

Tim Trisakti sebenarnya menyediakan petugas khusus untuk


mendokumentasikan jalannya rapat. Namun tak ada jaminan isi rapat
itu tak bocor ke publik. Mesin penyejuk udara yang rusak membuat
pintu ruangan itu terpaksa dibuka agar tak sumuk. Akibatnya, banyak
orang yang bisa masuk-keluar ruangan tak terkontrol. Pada akhirnya
mereka berusaha memantau keadaan dengan menjaga rekan-rekan
sendiri. “Saling kenal kanan-kirinya saja,” ujar Edmund.
Konsolidasi digelar untuk menyamakan persepsi para mahasiswa.
Mereka sepakat memulai aksi pada 23 September. Namun banyak
kepala rupanya menghasilkan banyak gagasan yang berseberangan.
Ada yang mengajukan tuntutan untuk menurunkan Presiden Joko
Widodo, menolak pelantikan presiden, sampai membuat mosi tidak
percaya kepada Kepolisian Republik Indonesia.

Padahal masalah intinya sudah muncul dalam tujuh poin, serupa


tuntutan yang diusung gerakan Gejayan Memanggil dan sudah
tersebar di media massa. Koordinator Lapangan BEM Trisakti
Azzumar Mansyah mengatakan konsolidasi bisa meredam tuntutan-
tuntutan liar yang bisa membahayakan aksi 23 September. “Bisa-bisa
malah dituding makar,” kata Azzumar.

Salah satu topik yang paling sengit dibahas adalah pengesahan


Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Menurut Difa Shafira, Koordinator Bidang Sosial Politik BEM Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, banyak anggota rapat yang salah
kaprah soal RUU ini karena informasi sumir dan dianggap
bertentangan dengan Pancasila. Sebagian peserta rapat tak siap
karena belum memiliki kajian internal.

Meski memiliki latar belakang dan organisasi berbeda, para


mahasiswa itu lebih mudah bekerja sama seusai konsolidasi. Rapat
malam itu selesai dengan menyepakati wadah aksi bernama Aliansi
Mahasiswa Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang menyatukan
mereka malam itu. Pertama, mereka setuju bahwa KPK harus
diselamatkan. Kedua, sejumlah RUU bermasalah harus segera
dibereskan. “Dan DPR yang mengabaikan tuntutan publik dan
mahasiswa ini,” ujar Edmund.

***

ROMBONGAN dari Trisakti mengawali perjalanan demonstrasi pada


23 September dengan menggelar konferensi pers di depan Monumen
12 Mei 1998. Beriringan menumpang bus, mereka bergerak menuju
Kompleks Parlemen di Senayan. Di sana, puluhan ribu mahasiswa
sudah menunggu mereka. Raungan klakson, nyanyian, dan yel
membahana di udara. “Tidak menyangka juga seramai itu. Ini jadi
seperti tanggung jawab moral kami terhadap mereka yang dulu
memperjuangkan reformasi,” kata Dinno Ardiansyah.

Unjuk rasa itu berakhir pahit setelah polisi melepaskan tembakan gas
air mata bertubi-tubi dan merangsek ke barisan pengunjuk rasa untuk
membubarkan mereka. Sehari setelahnya, kondisi malah makin
parah. Puluhan orang dilarikan ke rumah sakit karena cedera setelah
dikepung semprotan gas air mata, pentungan, dan semburan kanon
air dari pasukan polisi.

Tragedi itu tak membuat para mahasiswa menyerah. Bahkan muncul


kelompok-kelompok baru yang terus mengobarkan bara perjuangan
mahasiswa. “Kita belum menang sampai tuntutan yang kita bawa itu
terwujud semua,” kata Natado Putrawan, mahasiswa yang tergabung
dalam Border Rakyat. Ini adalah perkumpulan mahasiswa yang
terbentuk tiga hari setelah demo besar pada 24 September.

Menurut Natado, Border Rakyat juga wujud protes terhadap sejumlah


pengurus badan eksekutif mahasiswa kampus yang dinilai tak peduli
dengan perjuangan teman-temannya di lapangan dan memilih tampil
di televisi. Belakangan, relasi mereka mulai membaik. Natado
mengatakan terus menjalin komunikasi dengan rekan-rekan
mahasiswa yang ingin meneruskan aksi. “Kalau media mau menyorot
isu ini, ya, datang ke lapangan,” ujar mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya itu.

Dinno memastikan perjuangan terus berlanjut hingga tuntutan utama


yang diajukan mahasiswa dalam demo besar itu dikabulkan. Mereka
sengaja menurunkan intensitas gerakan dan berencana memperbaiki
desain aksi selanjutnya. Para pengurus BEM juga sudah sepakat
merapikan jaringan komunikasi mereka dan melakukan konsolidasi
internal. “Kalau tidak ada evaluasi, cuma rame-rame doang, tujuan
kita malah tidak tercapai.”
Panggilan Jalan Gejayan
majalah.tempo.co
7 mins read

Mahasiswa beserta masyArakat sipil berdatangan


mengikuti AKSI #gejayanmemanggil di gejayan, sleman,
DAERAH ISTIMEWA yogyakarta, 23 september 2019.
ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

K
ABAR bahwa Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan hasil
revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi pada 17 September 2019 membuat
anggota kelompok diskusi Kultur resah. Undang-Undang Komisi
Pemberantasan Korupsi yang baru memberikan kewenangan penuh
kepada presiden menentukan dewan pengawas, yang mengontrol para
komisioner. DPR berencana mengesahkan beberapa rancangan lagi,
yang sama bermasalahnya, pada 24 September.

Kelompok mahasiswa lintas fakultas Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta, yang tak lagi terikat organisasi kampus ini sepakat
membicarakannya di kantin Bonbin seusai salat Jumat, 20 September.
Undangan pun disebar melalui grup WhatsApp atau lisan kepada
siapa saja anggota Kultur yang bertemu dengan anggota lain. “Kami
ingin ngobrol santai soal beberapa rancangan undang-undang yang
mengganggu demokrasi,” kata Obed Kresna Widyapratistha,
mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik angkatan 2014,
pekan lalu. “Jadi Undang-Undang KPK salah satu saja.”

Ada 15 mahasiswa yang berkumpul di Bonbin, kantin yang berada di


Fakultas Ilmu Budaya. Sesuai dengan rencana, mereka ngobrol ngalor-
ngidul membahas berita-berita seputar DPR yang hendak
mengesahkan sejumlah RUU. Mereka sepakat pengesahan itu
mencederai demokrasi, menodai pemberantasan korupsi, dan
memberi jalan lempang pada korporasi untuk mengeruk sumber daya
alam. “Kami sepakat mesti ada gerakan besar untuk menolaknya,”
ujar Obed.

Menurut Obed, mereka juga sepakat bahwa gerakan menolak


pengesahan RUU itu bukan hanya dilakukan oleh mahasiswa, tapi
sebagai gerakan publik. Bahkan mereka ingin demonstrasi tak hanya
digelar di Jakarta atau Yogya, tapi menyebar ke banyak kota lain
mengingat isunya begitu krusial. “Isu ini bukan hanya keresahan
Jakarta,” ucapnya.

Gendis Syari Widodari, juga dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
angkatan 2016, menambahkan bahwa demonstrasi tak dirancang
rusuh karena mereka ingin publik paham akan isi tuntutan mereka.
Apalagi sejumlah RUU itu mengangkat isu teknis yang bertubrukan.
Jika rusuh, kata dia, berita yang menyebar bukan lagi substansi
tuntutan mereka.

Selama dua hari, mereka menggelar rapat untuk merumuskan dan


mematangkan aksi yang akan digelar pada 23 September, sehari
sebelum DPR menggelar sidang paripurna mengesahkan sejumlah
rancangan, antara lain RUU Pertanahan dan RUU Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.

Tiap anggota Kultur pun segera mengontak jaringan mereka di luar


kampus. Menurut Gendis, mahasiswa anggota Kultur banyak yang tak
aktif di organisasi intra. Mereka lebih banyak beraktivitas di luar
kampus sehingga jaringan mereka lintas mahasiswa. Diskusi-diskusi
kemudian melebar dan tak lagi di dalam kampus, tapi di kafe-kafe di
daerah Depok, Sleman, selepas magrib.
Malikul Akdhom, salah satu pengacara Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Yogyakarta, menerima pesan untuk menghadiri rapat
konsolidasi mahasiswa pada 21 September 2019. “Mereka meminta
LBH memberi pandangan mengenai kondisi obyektif saat ini. Salah
satunya mengenai RUU bermasalah,” tuturnya. Ia datang ke rapat-
rapat Kultur membawa berbagai riset dan kajian hukum yang sudah
dilakukan LBH Yogyakarta.

Malikul terkejut ketika tiba di lokasi rapat. “Banyak sekali


pesertanya,” katanya. Sebagian besar memang mahasiswa, tapi
banyak juga aktivis dari organisasi kemasyarakatan sipil, seperti
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Aliansi Jurnalis
Independen, dan Perkumpulan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Malikul menduga akan melakukan presentasi di depan beberapa
gelintir mahasiswa saja.

Gendis menyebutkan jumlah peserta yang datang ke konsolidasi akbar


pada akhir pekan itu sekitar 100 orang. Seperti pesan dalam
undangan, forum diadakan untuk mempertajam isu dan merumuskan
tuntutan dalam demonstrasi. Menurut dia, isu yang menjadi
pembahasan alot dalam forum tersebut adalah RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual.

Ada sebagian kecil peserta konsolidasi yang menolak pengesahan


rancangannya. Kubu penolak berargumen rancangan ini kental
dengan kepentingan liberalis dan banyak mengandung pasal karet.
Sedangkan mereka yang setuju pengesahan salah satunya kelompok
penyintas yang menyatakan pentingnya perlindungan terhadap
korban yang acap disudutkan polisi dan publik.

Setelah dibahas, mayoritas anggota forum setuju RUU Penghapusan


Kekerasan Seksual menjadi salah satu isu yang dibawa dalam
demonstrasi. “Kami mendukung pengesahan RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual karena ada kekosongan hukum di sana,” ucap
Gendis. Menurut dia, isu ini dibahas sejak beberapa tahun lalu saat ia
menjabat pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa UGM.

Tapi sejumlah pengurus BEM kampus di Yogya dikabarkan menolak


RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan. Ketua BEM UGM
Atiatul Muqtadir bahkan menarik diri dari aksi setelah pembahasan
RUU itu. Sikapnya diikuti BEM Universitas Negeri Yogyakarta. Namun
Fathur menyatakan tak pernah menarik dukungan terhadap aksi
demonstrasi itu. “Kami bukan menolak RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual. Kami belum melakukan pengkajian sehingga kami tidak
menolak atau mendukung,” katanya.

Reza Enggis Adi Nugroho, pengurus Pers Mahasiswa Ekspresi


Universitas Negeri Yogyakarta, membenarkan kabar bahwa BEM
kampusnya menolak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual. “Kami berbeda sikap dengan BEM karena, jauh sebelum ada
konsolidasi, kami sering melakukan kajian gender dan menyadari
belum ada instrumen hukum yang tepat untuk mengatasinya,”
ujarnya.

Ketua BEM Universitas Negeri Yogyakarta Agung Wahyu Putra


mengatakan tak sepenuhnya menolak pengesahan RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual. “Karena masih pro dan kontra, kami menunda
untuk bersikap,” katanya. Ia juga menolak disebut menarik dukungan
terhadap aksi mahasiswa itu, tapi hanya menjalankan kesepakatan
konsolidasi yang menolak adanya dukungan yang mengatasnamakan
lembaga.

Toh, semua sepakat turun ke jalan pada 23 September. Mereka


mengusung tema “Gejayan Memanggil”. Gejayan adalah nama jalan
lama di dekat kampus UGM yang menjadi poros pelbagai kampus di
Yogya karena berada di perempatan yang kini bernama Jalan Affandi.
Aksi di sini akan terlihat dari pelbagai penjuru. Tagar
#GejayanMemanggil sejak rapat-rapat itu viral di media sosial.

Menurut Obed, dukungan Gejayan Memanggil terhadap pengesahan


RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi salah satu kunci
demonstrasi itu tidak ditunggangi partai politik mana pun. “Posisi
dukungan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi
filter sekaligus tameng gerakan ini,” ucapnya. Selama ini, kubu elite
politik yang kontra terhadap pemerintah Joko Widodo adalah kubu
yang menolak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Gendis mencatat konsolidasi akbar pada malam terakhir selesai pukul


18.00 dengan menyepakati nama gerakannya “Aliansi Rakyat
Bergerak”. Ada beberapa kesepakatan yang dihasilkan, di antaranya
tak membawa bendera apa pun selain Merah Putih dan tidak ada
penokohan. Mereka belajar dari pengalaman para tokoh Reformasi 98
yang kini seolah-olah mengkhianati cita-cita menumbangkan rezim
Orde Baru yang militeristik, korup, dan antidemokrasi.

Konsolidasi Sabtu itu mengerucut pada tujuh tuntutan atau isu yang
akan dibawa dalam aksi. Di sini mulai dibagi tiga divisi besar: acara,
agitasi-propaganda, dan hubungan masyarakat. Gendis menggawangi
Tim Kajian, yang menjadi Sub-Divisi Humas.

Tim-tim itu langsung bekerja. Tim kajian terdiri atas tiga orang, yang
segera menyusun kajian pelbagai RUU sebagai landasan tuntutan
demonstrasi. Mereka berupaya menemukan kerangka dan garis besar
isu yang parsial sekaligus menggali secara spesifik ancaman dari
setiap isu. Menurut para penggerak Gejayan Memanggil, kajian
merupakan fondasi aksi karena penggembosan mudah terjadi pada
gerakan yang kajiannya lemah.
Setelah mengikuti konsolidasi, Malikul Akdhom melipir ke markas
Walhi. “Saya, dengan Walhi dan PBHI, menyiapkan rencana mitigasi
untuk teman-teman mahasiswa,” tuturnya. Saat itu juga para
mahasiswa menunjuk LBH dan PBHI sebagai kuasa hukum dan
negosiator jika menemui kondisi terburuk.

Untuk mencegahnya, Tim Acara dan Tim Keamanan menyusun


beragam skenario aksi. Menurut M. Hikari Ersada, anggota Divisi
Teknis Lapangan dan Keamanan, mereka bekerja dimulai dari
menginventarisasi daerah Gejayan. “Di sana ada pasar sehingga kami
memilih aksi siang setelah aktivitas di pasar berhenti supaya tidak
mengganggu para penjual dan pembeli,” kata Hikari, mahasiswa
angkatan 2014.

Mereka memetakan daerah mana saja yang menjadi basis massa


partai-partai atau underbouw partai. Menurut dia, pemetaan itu
penting untuk mencegah gesekan di lapangan. Selain itu, tim mendata
wilayah, jalan, dan gang yang bisa dijadikan tempat evakuasi jika
keadaan tak terkendali.

Pemilihan aksi di Gejayan, Hikari menambahkan, juga berdasarkan


kajian dan perhitungan matang. Selama ini, tak banyak demonstrasi
di Yogyakarta digelar di Tugu Pal Putih di Jalan Sudirman dan Jalan
Margo Utomo serta di Nol Kilometer di dekat keramaian Malioboro.
Mereka melihat wilayah ini sebagai wilayah yang sarat dengan isu
wisata dan terlalu banyak demonstrasi yang sudah dilakukan di sana
sehingga publik menjadi kebal.

Sedangkan Gejayan merupakan ruang kosong yang lebih kentara


dengan isu pendidikan karena cenderung dekat dengan kampus besar
di Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gadjah
Mada, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dan Universitas
Sanata Dharma. Lokasinya juga dibilang strategis sebagai titik
kumpul.
aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Sleman, Daerah istimewa
Yogyakarta, 23 September 2019. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

Obed Kresna Widyapratistha menambahkan, demonstrasi di Gejayan


punya referensi sejarah. Pada 8 Mei 1998, lokasi ini menjadi tempat
demonstrasi mahasiswa yang menuntut segera dilakukan reformasi,
yang berakhir bentrok dengan aparat. Bentrokan ini berbuntut
panjang dengan meninggalnya Moses Gatutkaca, mahasiswa
Universitas Sanata Dharma, akibat pukulan benda tumpul di kepala.

Menurut Obed, mereka ingin memantik kenangan mengenai


perjuangan mahasiswa dan rakyat Yogyakarta meraih reformasi
sekaligus menggantinya dengan kenangan yang baik, bahwa
demonstrasi tidak harus berakhir rusuh. “Kami ingin Gejayan yang
kelam dikenang sebagai Gejayan yang hangat dan Moses yang pilu
menjadi Moses yang tersenyum,” ujarnya.

Agar tak berujung ricuh, tim membuat prosedur keamanan berlapis.


Setiap kampus memiliki beberapa petugas keamanan yang bertugas
mendata dan memeriksa peserta demo. Jika ditemukan ada senjata
tajam dan bom molotov, mahasiswa yang membawanya akan ditarik
keluar dari barisan peserta dan “dikandangkan” ke dalam kampus.
Pun jika ada peserta aksi yang menuntut hal lain di luar tujuh
tuntutan aksi hari itu.

Agar tak berpencar, mahasiswa diimbau bergandengan tangan


sehingga massa menjadi solid. Sebelum aksi digelar, koordinator
lapangan tiap kampus menegaskan apa saja yang boleh dan tidak
boleh dilakukan peserta selama demonstrasi. Termasuk mengimbau
peserta aksi untuk membeli dagangan dari para pedagang di
sepanjang Gejayan. “Kalau ada yang bilang demo mematikan ekonomi
masyarakat, kami memiliki cerita angkringan yang tutup sebelum
pukul 17.00 karena laris manis dagangannya,” kata Obed.

Hikari Ersada juga melakukan pendekatan kepada kepolisian


Yogyakarta. Dia mengatakan, sebelum diminta oleh polisi, ia sudah
aktif memberikan informasi yang diperlukan polisi. “Sehingga polisi
merasa kami bukan ancaman dan saat aksi tidak ada petugas yang
memakai seragam huru-hara lengkap,” ujarnya. Sikap kooperatif dari
polisi ini, kata Hikari, membantu menenangkan psikologi massa dan
tidak melihat polisi sebagai ancaman.

Ihwal viralnya tanda pagar #GejayanMemanggil di Twitter dan


Instagram juga hasil dari perencanaan matang. Divisi ini mulai
mengunggah materi Gejayan Memanggil pada 22 September 2019
dinihari. Beberapa jam setelahnya, tim kajian selesai merumuskan
kajian beserta berita rilis yang disebarkan melalui media sosial.
Sejak muncul tagar Gejayan Memanggil, berita provokasi bertebaran.
Umumnya meminta publik Yogya tak mengikuti ajakan gerakan
mahasiswa itu. Beberapa mahasiswa yang ikut konsolidasi mendapat
teror halus. Obed, misalnya. Orang tuanya dikirimi notulensi rapat.
Nama Obed diberi tanda. Sementara itu, Gendis tiba-tiba mendapat
pesan di telepon selulernya, “Pinjam laptop, dong,” dari nomor tak
dikenal.

Demo besar itu terjadi sesuai dengan perencanaan. Ribuan


mahasiswa tumplek di Gejayan menyanyikan Darah Juang, lagu
ciptaan John Tobing yang populer sejak demonstrasi mahasiswa pada
1990-an. Mahasiswa yang memakai pelbagai jas almamater
bergandengan tangan, berpidato menuntut DPR tak mengesahkan
sejumlah rancangan undang-undang yang mencederai demokrasi.
Hari itu, sejarah mencatat Gejayan Memanggil adalah demonstrasi
sukses tanpa kekerasan yang membuat siapa saja bangga berada di
dalamnya.

Segala provokasi dan berita bohong gagal menjegal demonstrasi itu.


“Demonstrasinya terasa menyenangkan. Ada karnaval dan musik
serta tidak rusuh seperti yang ditakutkan,” ujar Wiji, istri pengurus
rukun tetangga di Gejayan.

#komisi-pemberantasan-korupsi #demonstrasi-mahasiswa
#demonstrasi #pembahasan-rancangan-undang-undang
Dua Tembakan di Jalan
Silondae
majalah.tempo.co
5 mins read

Randi (keempat dari kANAN) bersama teman-teman


Mahasiswa Universitas Halu oleo, Kendari. Dokumentasi
Pribadi

L
ANGKAH Arjun mendadak terhenti saat mendengar suara
tembakan di Jalan Abdullah Silondae, Kota Kendari, Kamis, 26
September lalu. Di tengah pedihnya gas air mata di udara
yang ditembakkan polisi, yang berusaha menahan laju para
mahasiswa demonstran di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, teriakan “Randi tertembak!”
membuat pandangannya teralih.

Padahal mahasiswa Program Vokasi Diploma III Fakultas Teknik Sipil


Universitas Halu Oleo angkatan 2016 itu baru saja hendak menolong
adik kelasnya, Yusuf Kardawi, yang terjatuh di depan gerbang kantor
Dinas Ketenagakerjaan Sulawesi Tenggara, tak jauh dari gedung
Dewan. Muka Yusuf menghantam aspal dan seorang polisi
berseragam lengkap tampak memukul belakang kepalanya.

Belum sampai langkah Arjun ke arah Yusuf, “Dor!” tembakan kembali


terdengar. Immawan Randi tumbang. Mahasiswa Fakultas Ilmu
Perikanan dan Kelautan yang seangkatan dengan Arjun itu rebah di
dekat gerbang Dinas Perdagangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Jarak
di antara dua kantor dinas itu sekitar 40 meter saja dan sama-sama
berada di Jalan Abdullah Silondae. Suara peluru yang dilepaskan
polisi membuat suasana unjuk rasa jadi tak keruan. Para demonstran
berhamburan, berlari ke berbagai penjuru.

Randi adalah salah satu karib Arjun. Keduanya berasal dari kampung
yang sama, Desa Lakarinta, sebuah kawasan pesisir di Kecamatan
Lohia, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Sekitar satu jam
sebelumnya, mereka masih bercengkerama. Randi melontarkan
ledekan kala melihat Arjun menikmati nasi bungkus pemberian warga
saat para demonstran dipukul mundur aparat. “Dia bilang, ‘Ngeri lagi
bosku eee... dia makan sendiri,’” tutur Arjun kepada Tempo, Senin, 23
Desember lalu.

Mereka pun masih sempat membicarakan demonstrasi mahasiswa


Universitas Halu Oleo pada hari itu. Mahasiswa menolak revisi
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru disahkan
Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta. Unjuk rasa berlangsung damai
sejak pagi hingga siang. Suasana memanas sekitar pukul 13.15. Massa
mulai melempari polisi yang berjaga di dalam gedung DPRD.
Lemparan itu dibalas tembakan meriam air dan gas air mata. Mereka
mengusir massa agar menjauh dari gedung di Jalan Made Sabara.
Polisi kemudian mulai keluar dari gedung DPRD. Bersamaan dengan
itu, massa membakar belakang gedung dan 11 motor yang terparkir.

Tapi, sore itu, massa kembali merangsek maju melawan polisi. Arjun
berpisah dengan Randi. “Adik saya mendengar dan melihat Randi
teriak, ‘Maju… maju! Kenapa takut?,’” tutur Arjun. Suasana
demonstrasi di sepanjang Jalan Abdullah Silondae itu makin panas.
Arjun tak melihat Randi lagi sampai mendengar seorang kawan
berteriak ketika Randi kena tembak.

Bersama lima rekannya, Arjun segera membopong Randi yang terluka


di dada bagian kanan. Berulang kali mereka memanggil nama Randi,
tapi tak ada respons sama sekali. Randi dibawa ke Rumah Sakit Dr
Ismoyo, yang tak jauh dari sana. Ia dikabarkan sudah tewas begitu
sampai di rumah sakit.

Hasil autopsi memastikan pemuda kelahiran 17 Juli 1997 itu tewas


tertembus peluru tajam yang melukai pembungkus jantung. Peluru
tembus dari dada samping kiri hingga dada depan bagian kanan.
Proyektil peluru ditemukan di bawah ketiak Randi dengan luka
berdiameter 0,9 sentimeter. Adapun luka tembusan peluru di dada
kanannya berdiamater 2,1 sentimeter.

Berdasarkan uji balistik di Australia dan Belanda, diketahui peluru


tersebut berasal dari senjata yang digunakan Brigadir Polisi Abdul
Malik. Namun pihak kejaksaan masih ragu terhadap berkas perkara
yang diserahkan penyidik. Adapun untuk kasus Yusuf Kardawi,
pelakunya bahkan sama sekali belum diketahui hingga kini.

Yusuf mengalami koma. Ia kehilangan banyak darah. Ada sekitar lima


luka dengan panjang 4-5 sentimeter di kepala Yusuf. Pemuda asal
Lasehao, Kecamatan Kabawo, Kabupaten Muna, itu sempat dioperasi
di Rumah Sakit Bahteramas dan dirawat di ruang intensive care unit).

Yusuf menyusul kepergian Randi pada Jumat subuh, 27 September


2019. Jenazah Yusuf dijemput kedua orang tuanya pada Jumat sekitar
pukul 08.00 dan dimakamkan di belakang rumahnya. Jenazah Randi
tiba di kampung halamannya pada Jumat pagi. Ia dimakamkan di
tempat permakaman umum Desa Lakarinta, Kabupaten Muna, seusai
salat Jumat.

***

LA Sali sedang berada di tengah laut sekitar pukul 20.00 kala perahu
kawannya menyusul. Belum ada ikan yang ia tangkap. Menurut
penuturannya kepada Tempo, Rabu, 11 Desember lalu, di Pusat
Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, kawannya berkeras memintanya
kembali ke darat. Di kampungnya, bapak lima anak ini Ketua Badan
Perwakilan Daerah Lakarinta. “Dia bilang ada surat yang harus
ditandatangani. Surat apa tidak dijawab,” tutur La Sali.

Di Pelabuhan Raha, beberapa orang menanti La Sali. “Perasaan saya


sudah tak enak,” ujarnya. Merasa tak keruan, perahu ia tinggalkan
begitu saja di air. Tiba di kampung, ia melihat rumahnya sudah ramai.
Anak ketiganyalah yang memberi kabar duka soal wafatnya Randi,
putra satu-satunya. Pria 47 tahun itu langsung pingsan. “Kasihan
nasib anak saya. Hidupnya susah sedari kecil,” ucap Sali.

Keinginan Randi berkuliah tinggi. Seperti kakaknya, Fitriani Sali,


Randi mendapat beasiswa untuk kuliah ke Universitas Halu Oleo.
Beberapa tahun kemudian, adiknya menyusul ke sana.
Di kampus, Randi aktif di beberapa organisasi, seperti Persatuan
Mahasiswa Islam Indonesia dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Ia menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Pelajar Lakarinta. Pada 2019,
dia seharusnya sudah mengikuti kuliah kerja nyata, tapi ditunda. Ia
mengambil tawaran menjadi buruh di Bandar Udara Halu Oleo untuk
membiayai tugas akhir kakaknya dan mengongkosi biaya masuk
kuliah adiknya. Gaji Randi dari berbagai pekerjaan sampingan banyak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan adik-kakaknya.

Keaktifan Randi di kampus tak membuat La Sali heran. Semenjak


berkuliah, kepulangan Randi menjadi magnet anak muda di
kampungnya untuk mendengar pengalamannya di Kendari. Ia jarang
ada di rumah dan banyak menghabiskan waktu berkumpul di rumah
kawan hingga tengah malam, bahkan sampai menginap.

Sebagai kawan dekat, Arjun cukup mengenal Randi. Menurut dia,


Randi pendiam, pekerja keras, aktif, dan, yang tak banyak orang tahu,
penyuka serial drama Korea. “Dia suka film Korea yang berseri-seri.
Lucu juga. Tampangnya sangar tapi sukanya drama Korea,” kata
Arjun, lalu terkekeh.
Yusuf KARDAWI (jongkok), mahasiswa Universitas Halu Oleo, di Kendari.
Dokumentasi Pribadi

Yusuf Kardawi termasuk pendiam di rumah. Namun sang ibu, Endang


Yulidah, adalah muaranya bercerita. Meski merantau di Kendari,
Yusuf cukup rutin menelepon ibunya, sepekan atau dua pekan sekali.
Dalam setiap panggilan, segala hal ia ceritakan, termasuk
aktivitasnya di kampus.

Keduanya terakhir berbincang di telepon sepekan sebelum kematian


Ucu--panggilan Yusuf. Ucu, menurut Endang, sempat mengeluh capek.
Padahal selama ini ia tak pernah mendengar keluhan dari mulut Ucu.
Yusuf bercerita sudah merapikan rumah di Kendari. “Tapi, saat saya
lihat ke sana, berantakan sekali. Entah rumah mana yang dia maksud
sudah dirapikan.”

Endang sebetulnya berencana mengunjungi Yusuf pada Desember ini.


Tapi, menurut dia, Yusuf malah berkata tak keruan. “Kita pikir tidak
akan ketemu Mama,” ujar Endang mengulang perkataan Yusuf. Yusuf
tak menjawab saat ditanyai alasannya.

Yusuf selalu mengutamakan keluarga dan kawannya. Tak


mengherankan, sejak kecil temannya banyak. Pria yang bercita-cita
menjadi arsitek itu gemar berolahraga dan mendaki gunung. Di
kampus, Yusuf aktif berorganisasi dan dekat dengan beberapa senior.

Endang merelakan kepergian Yusuf, kecuali cara kematiannya. Ia pun


mengupayakan cara agar pelaku kekerasan terhadap Yusuf bisa
segera diketahui.

Bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional,


orang tua Randi dan Yusuf bertandang menemui anggota Dewan,
kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ombudsman, dan gedung
Komisi Pemberantasan Korupsi, 10-14 Desember lalu. Mereka
meminta keseriusan pihak yang dikunjungi dalam pengusutan pelaku
penembakan dan tindak kekerasan terhadap putra mereka.

Di Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, nama Randi dan Yusuf diabadikan


dalam ruang auditorium dan dua ruang pertemuan bersama nama
tiga korban meninggal lain, yakni Bagus Putra Mahendra, Maulana
Suryadi, dan Akbar Alamsyah. Nama dan wajah mereka menghias
pintu-pintu kaca ruang rapat di sana. Harapan pimpinan KPK, kisah
perjuangan pemuda di Jalan Abdullah Silondae itu bisa menginspirasi
banyak orang tentang pentingnya pemberantasan korupsi. “Dan
menjadi pengingat bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia," ujar
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Perlawanan Aliansi Pelajar
majalah.tempo.co
4 mins read

Perpustakaan Kampung Fijar di RuMAH SUSun Muara


Baru, Jakarta Utara, 21 Desember 2019. TEMPO/Ahmad Tri
Hawaari

S
ETELAH menyuarakan protes di sekitar kawasan gedung
Dewan Perwakilan Rakyat pada 25 September lalu, Zurullah
mengungsi ke Stasiun Palmerah, Jakarta Selatan. Udara
malam di titik-titik bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi terasa
pedas di mata akibat tembakan gas air mata. Menjelang pukul 23.00,
siswa kelas III Sekolah Menengah Kejuruan 57, Bekasi, Jawa Barat, itu
berniat meninggalkan Jakarta. “Tapi saya tidak punya uang,” kata
Zurullah, 17 tahun, pada pertengahan Desember lalu.
Keluhan Zurullah didengar beberapa pelajar yang sedang menanti
kereta di sana. Seorang siswa, yang diingat Zurullah berasal dari SMK
Yadika, memberinya Rp 20 ribu. Lalu seorang mahasiswi berjaket
almamater hijau menambahi Rp 10 ribu. Uang sebesar itu cukup
untuk ongkos perjalanannya pulang ke Bekasi plus makan malam
seadanya. Zurullah mengaku lupa nama orang yang membantunya.
Mereka berpisah di Stasiun Tanah Abang.

Selain asalnya dari SMK Yadika, entah Yadika yang mana, Zurullah
mengingat siswa itu mengenalkan diri sebagai anggota Federasi
Pelajar Jakarta (Fijar). Siswa itu juga sempat menawari Zurullah
serta beberapa siswa dari Sukabumi dan Bogor menginap di
rumahnya yang tak jauh dari Stasiun Tanah Abang. Zurullah
menampik ajakan itu karena ada ujian tengah semester esok hari.
“Kalau tidak ada mereka, mungkin saya tidak bisa pulang malam itu,”
ujar Zul--panggilan Zurullah.

Solidaritas di kalangan siswa saat unjuk rasa jauh dari bayangan Zul
sebelumnya. Perbedaan asal sekolah yang lazim melatari konflik di
antara mereka lenyap seketika. Mereka disatukan oleh aksi besar
yang dimotori mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil yang
menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan
sejumlah rancangan undang-undang bermasalah. Kekerasan aparat
kemudian melahirkan solidaritas di antara pelajar.

Anggota Fijar, Aksal Duta, 17 tahun, menceritakan bagaimana siswa


dari beragam sekolah bahu-membahu saat aksi besar pecah pada 25
September lalu. Sebagian berinisiatif menyiapkan obat-obatan
sederhana untuk mengobati rekan-rekannya yang terluka. Ada pula
yang menyediakan makanan seadanya, tempat menginap, dan
transportasi untuk membantu pemulangan pelajar yang berasal dari
luar kota. “Kami bantu sesuai dengan kemampuan,” ucap siswa SMK
35, Jakarta Pusat, itu.

Untuk memulangkan rekan-rekan mereka dari wilayah Bogor dan


Sukabumi, kata Aksal, Fijar hanya bisa menyewa sebuah bus ukuran
sedang seharga Rp 500 ribu. Biaya sewa bus tersebut mengandalkan
uang saku anggota dan uang kas yang mereka kumpulkan setiap
pekan. Fijar punya sekitar 200 anggota, yang semuanya pelajar dari
berbagai sekolah menengah kejuruan di Jakarta.

Selain membantu kesulitan para pelajar setelah aksi, organ ini ikut
menggerakkan para pelajar untuk menolak rancangan undang-undang
bermasalah yang waktu itu nyaris disahkan DPR. Anggota Fijar
memiliki cukup pemahaman terhadap isu yang disorot. “Kami hadir
untuk melawan stigma negatif terhadap siswa SMK yang kerap dicap
berandalan,” ujar anggota Fijar, Bintang Timur, 17 tahun, siswa SMK
Harapan Kasih.

Menurut Bintang, represifnya polisi dalam demonstrasi


mencerminkan kegagalan negara menjamin hak warganya dalam
menyuarakan pendapat. Penolakan rancangan undang-undang
bermasalah, kata dia, tak seharusnya direspons dengan kekerasan.
Akibatnya, sejumlah pelajar dan mahasiswa menjadi korban aparat.
“Pemerintah harus menyeret pelaku kekerasan saat aksi September
lalu,” ujarnya.

Fijar bukanlah kelompok pelajar yang mendadak mentas saat aksi


September lalu. Kesadaran mereka terasah lewat berbagai aktivitas.
Organisasi yang dibentuk pada April 2019 itu aktif dalam berbagai
forum yang diinisiasi kelompok masyarakat sipil, seperti Lembaga
Bantuan Hukum Jakarta serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan. Mereka pun rutin menggelar forum belajar
mandiri setiap pekan, yang dinamai Perpustakaan Kampung.

Meski belum lama berdiri, anggota Fijar sudah tersebar di banyak


kota, seperti Tangerang, Banten; Bekasi, Jawa Barat; Solok, Sumatera
Barat; dan Ternate, Maluku. Mereka juga berjejaring dengan
kelompok pelajar lain, seperti Aliansi Pelajar Santuy di Bogor.
Persebaran anggota itu membantu terbentuknya simpul-simpul
gerakan menjelang aksi September. Konsolidasi dan mobilisasi massa
bisa dilakukan dalam waktu cepat dengan mengandalkan anggota di
sekolah masing-masing.

Sejumlah Pelajar berunjuk rasa menolak RANCANGAN KUHP dan UNDANG-UNDANG


KPK di gerbang GEDUNG MPR/DPR, Palmerah, Jakarta, September 2019. TEMPO/M
Taufan Rengganis

Sejumlah anggota Fijar yang baru lulus sekolah juga merasa


terpanggil. Nando, 18 tahun, alumnus SMK Walang Jaya 79, Jakarta,
mengaku harus mengajukan cuti dari kantornya untuk bergabung
dalam aksi September. Karyawan bagian cleaning service perkantoran
di bilangan Jalan Gatot Subroto, Jakarta, itu rela menyisihkan
sebagian gajinya untuk keperluan logistik selama aksi. “Buat saya, ini
bentuk kepedulian terhadap masalah bernegara,” katanya.

Terbuhulnya solidaritas di kalangan pelajar tak didukung di sekolah.


Banyak anggota Fijar mendapat surat peringatan keras dari
sekolahnya. Pihak sekolah mengancam bakal mengeluarkan siswa
tersebut jika terbukti kembali mengikuti aksi. Salah satunya dialami
rekan mereka, GM, yang kini duduk di kelas II SMK 35, Jakarta Barat.
“Padahal Fijar tidak pernah terlibat kerusuhan saat demonstrasi.
Kami justru menolong yang perlu bantuan,” ujar Nando.

Lembaga bantuan advokasi publik, AMAR, mencatat setidaknya ada 32


sekolah yang berencana menjatuhkan sanksi kepada siswa yang
terlibat aksi September. Data itu mereka peroleh dari pusat pelaporan
di Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi. Intimidasi terhadap para siswa
bervariasi, dari mendapat nilai buruk hingga ancaman drop out.
“Represi ini mengancam hak anak atas pendidikan. Padahal hak anak
untuk berpendapat juga dijamin konstitusi,” tutur pengacara AMAR,
Alghiffari Aqsa. Pada September lalu, Alghiffari bersama sejumlah
pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyisir
sejumlah kantor polisi untuk memastikan para pelajar mendapat
bantuan hukum.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Retno Listyarti,


menolak anggapan bahwa keterlibatan siswa dalam aksi September
untuk menciptakan kerusuhan. Retno sempat turun ke lapangan
memantau aksi para pelajar. “Mereka santuy dan punya kesadaran
etik,” katanya. “Ada 50 siswa yang mau saya belikan minuman, tapi
menolak karena takut dianggap aksi bayaran.”

RIKY FERDIANTO

#demonstrasi-mahasiswa #demonstrasi
Sejumlah pers kampus
mengawal isu pelemahan
KPK.
majalah.tempo.co
4 mins read

S
ejumlah media kampus mengawal isu pelemahan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Nekat meliput meski dilarang.

• Meliput aksi unjuk rasa, wartawan kampus ikut menghadapi serbuan gas air

mata.

• Ada pula pers kampus yang melawan larangan rektorat.

i
Rapat redaksi Suara Mahasiswa Universitas Indonesia.
Dokumentasi Pribadi

DI tengah lautan mahasiswa yang mengepung gedung Dewan


Perwakilan Rakyat, 24 September lalu, Halimah Ratna Rusyidah
melepas jaket almamaternya. Mahasiswi Jurusan Sastra Jawa
Universitas Indonesia itu enggan bergabung dengan rombongan
Kampus Kuning--julukan untuk Universitas Indonesia--yang
membentuk pagar betis menuju Gelora Bung Karno. Mereka mundur
dari DPR untuk menghindari potensi kerusuhan seiring dengan situasi
unjuk rasa yang memanas. “Saya copot jaket supaya tidak diminta
mundur,” kata Halimah menceritakan peristiwa tersebut kepada
Tempo, Ahad, 22 Desember lalu.

Sebagai Pemimpin Redaksi Suara Mahasiswa, media yang dikelola


mahasiswa Universitas Indonesia, Halimah merasa perlu meliput
unjuk rasa yang mempersoalkan revisi berbagai undang-undang yang
dianggap sarat bermasalah, seperti Undang-Undang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, itu. “Kalau saya tidak ada di
situ, siapa yang akan melaporkan perkembangan demonstrasi?”

Tak lama setelah mahasiswa UI undur diri dari gelanggang, kericuhan


terjadi. Meriam air mulai menyalak. Polisi lalu memberondong para
mahasiswa dengan tembakan gas air mata. Perih nian mata Halimah
terkena efek gas air mata. Dia pun ikut menyelamatkan diri dari
serbuan air dan asap.

Namun Halimah tak surut mengerjakan tugasnya. Jemarinya tetap


mengetik berita. Dia pun mengambil foto kejadian tersebut. Dalam
sekejap, laporannya berjudul “Polisi Semprotkan Gas Air Mata, Aliansi
Mahasiswa Aksi Mundur” dimuat di situs Suara Mahasiswa dan akun
Instagram media tersebut. Hari itu Halimah juga melaporkan soal
kondisi mahasiswa pengunjuk rasa yang mengalami dehidrasi akibat
cuaca panas. Dalam laporan itu disebutkan bahwa sejumlah
mahasiswa pingsan karena kurang cairan.

Saat kerusuhan terjadi, di atas jembatan Senayan, fotografer Suara


Mahasiswa, Anggala Alvin Imansyahputra, mengabadikan mahasiswa
yang kocar-kacir karena gas air mata. Dia sempat dilarang oleh senior
kampusnya mendekat ke tengah kerumunan demonstran. “Tapi saya
tidak mau kehilangan momen,” ujarnya.

Sejak sepekan sebelumnya, Suara Mahasiswa menerjunkan tim untuk


meliput unjuk rasa. Pada Senin dan Selasa, 23 dan 24 September lalu,
media itu menerjunkan sepuluh orang ke lokasi demonstrasi. Lima
anggota lain berjaga di sekretariat untuk menerima bahan tulisan
dari wartawan di lapangan yang kesulitan mengirimkan berita.
Beberapa kali Suara Mahasiswa juga menggelar liputan langsung
melalui Instagram.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, pers kampus juga bergeliat


mengawal aksi “Gejayan Memanggil”, yang digelar pada 23 September
lalu. Harits Naufal Arrazie, saat itu anggota Balairung, media
mahasiswa Universitas Gadjah Mada, bercerita bahwa ada tiga tim
peliput yang dibentuk. Satu tim terdiri atas enam-tujuh orang yang
memantau tiga titik kumpul peserta unjuk rasa yang menamakan diri
“Aliansi Masyarakat Bergerak”. “Kami ingin melaporkan detik-detik
peristiwa bersejarah tersebut,” ucap Harits, yang kini Pemimpin
Redaksi Balairung.

Dari tiga titik itu, yaitu Bundaran UGM, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, dan Universitas Sanata Dharma, massa bergerak
menuju Jalan Gejayan. Di tempat itulah unjuk rasa menuntut Presiden
Soeharto mundur pada 8 Mei 1998 berakhir dengan bentrokan. Di situ
pula mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Moses Gatutkaca, tewas
karena dipukuli.

Sebelum meliput aksi Gejayan Memanggil, Balairung menyiarkan


berita mengenai pemilihan calon pemimpin Komisi Pemberantasan
Korupsi yang dinilai bermasalah. Akhir Agustus lalu, misalnya,
Balairung mengirimkan reporter untuk meliput diskusi yang diadakan
oleh Pusat Kajian Antikorupsi UGM. Hasilnya, sebuah berita berisi
desakan dari Jaringan Antikorupsi agar Presiden Joko Widodo
menganulir calon pemimpin KPK yang diduga bermasalah. Saat itu,
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK telah menyaring nama calon
pemimpin yang akan diserahkan kepada Presiden.

Rapat Redaksi Balairung UGM. Dokumentasi Pribadi


Balairung, kata Harits, menilai pelemahan KPK menjadi isu penting
untuk diketahui publik, termasuk oleh mahasiswa. “Kami merasa
perlu mengawal isu tersebut.” Menurut dia, pemberitaan soal
pengebirian komisi antikorupsi merupakan keberpihakan mahasiswa
UGM terhadap KPK. Pun mahasiswa bisa lebih memahami pentingnya
pembatalan revisi Undang-Undang KPK serta berbagai aturan lain
yang bermasalah, semisal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan Rancangan Undang-Undang Pertanahan.

Lembaga pers kampus lain di Yogyakarta juga tak mau ketinggalan


menarasikan tuntutannya. Wadah kegiatan jurnalistik Universitas
Negeri Yogyakarta, Ekspresi, bahkan mesti berhadapan dengan Badan
Eksekutif Mahasiswa lantaran berbeda pendapat soal pengesahan
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pengurus Ekspresi, Reza Egis Adinugroho, mengatakan, dalam sebuah
rapat konsolidasi di kampusnya beberapa hari sebelum aksi Gejayan
Memanggil, anggota BEM Universitas Negeri Yogyakarta menyatakan
menolak rancangan aturan. Penyebabnya, rancangan itu menghukum
mereka yang “hanya” melakukan godaan verbal, seperti siulan.

Sedangkan pengurus Ekspresi menilai aturan itu harus segera


disahkan untuk memberi efek jera terhadap pelaku kekerasan
seksual. “Menurut kami, pelaku kekerasan seksual justru sering tidak
ditindak,” ujar Reza. Media itu memang beberapa kali menurunkan
berita soal kekerasan terhadap perempuan. April lalu, misalnya,
mereka meliput diskusi yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa
Psikologi di kampusnya. Diskusi menghadirkan narasumber dari
organisasi non-pemerintah yang menentang kekerasan terhadap
perempuan.

Dalam berita berjudul “Sex Education dan Polemiknya dengan


Kekerasan Seksual” disebutkan bahwa korban kekerasan selalu
dirugikan karena ketiadaan payung hukum yang melindungi mereka.
Para pengurus Ekspresi, kata Reza, tak khawatir harus berhadapan
dengan rekan satu kampus atau pemerintah sekalipun yang enggan
mengeluarkan aturan hukum untuk melindungi para korban
kekerasan seksual. “Kebenaran mesti disuarakan meski bertentangan
dengan penguasa,” ujarnya.

Adapun Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri


Yogyakarta Agung Wahyu Putra Angkasa menyatakan tak sepenuhnya
menolak rancangan tersebut. Menurut dia, masih terjadi pro-kontra
terhadap aturan tersebut. “Kami memilih menunda untuk bersikap
karena masih mengkaji rancangan tersebut,” kata Agung. Menjelang
aksi Gejayan Memanggil, BEM Universitas Negeri Yogyakarta memilih
mundur dari perhelatan tersebut. Pihak kampus juga mengeluarkan
surat edaran berisi larangan mengikuti demonstrasi. Namun Ekspresi
tetap turun ke jalan dan meliput aksi tersebut.

#gejayan-memanggil #demonstrasi-mahasiswa #universitas-


indonesia-ui #universitas-gadjah-mada-ugm #universitas-negeri-
yogyakarta


Ananda Badudu
Menggalang Dana
Demonstrasi
majalah.tempo.co
7 mins read

A
nanda Badudu dan band Efek Rumah Kaca menggalang duit
warga untuk aksi demonstrasi lewat Kitabisa.com. Mengail
simpati, terseret polisi.

• Musisi Menggalang Dana Demonstrasi Mahasiswa

• Efek Rumah Kaca

i
Personel Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud (tengah), Akbar
Bagus Sudibyo (kiri), dan Airil Nur Abadiansyah, di Kios
Ojo Keos, Jakarta, 17 Desember 2019./ TEMPO/M Taufan
Rengganis

ANANDA Badudu masih terlelap saat polisi mengetuk pintu kamar


kosnya di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat pagi, 27 September 2019.
Tidur lelaki 32 tahun itu belum genap satu jam. Kepalanya pun masih
terasa berat lantaran berhari-hari dijejali urusan demonstrasi
mahasiswa di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Seorang
kawannya yang menginap di tempat kos Ananda bahkan baru
menggelar kasur lipat, bersiap beristirahat. Subuh itu, polisi
meringkus Ananda karena menggalang dana publik untuk logistik aksi
#ReformasiDikorupsi 22-25 September lalu. Dia hendak diperiksa di
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

Dalam kegentingan itu, Ananda lekas meraih telepon seluler dan


melaporkan penangkapannya di media sosial. Warganet Twitter dan
Instagram pun riuh. Tak lupa mantan personel duo Banda Neira yang
juga mantan wartawan Tempo ini mengunggah foto dua polisi yang
menjemput beserta surat perintah penangkapannya. “Gue refleks
upload karena belakangan itu aktif di medsos,” ujarnya saat ditemui
Tempo pada pertengahan Desember 2019 di Jakarta.

Sebelum menangkap Ananda, polisi mencokok empat mahasiswa


Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 24-
25 September lalu. Salah satunya Ahmad Nabil Bintang, yang saat
demonstrasi menggasak handy talkie polisi dan mengunggah ulahnya
ke media sosial. Keesokan harinya, personel Polda Metro Jaya
menggulung aktivis Dandhy Dwi Laksono di rumahnya di Bekasi, Jawa
Barat. Dandhy yang juga jurnalis itu tersangkut Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lantaran unggahannya
di Twitter soal Papua dianggap menyulut kebencian.

Musikus dan aktivis Ananda Badudu di Palmerah, Jakarta./ Tempo/Jati Mahatmaji


Rentetan penangkapan itu membuat Ananda ancang-ancang. “Situasi
mulai menegangkan. Gue baru sadar kalau penggalangan dana yang
kami lakukan sangat berisiko,” katanya. Ananda waspada karena
sebelumnya menyalurkan sebagian duit patungan publik untuk Nabil
dan kawan-kawan. “Kalau Nabil tersandung urusan pendanaan, gue
bisa aja terkena pasal ikut serta.”

Ananda membuka kantong donasi untuk kebutuhan logistik


demonstran sejak 22 September 2019 lewat Kitabisa.com. Saluran itu
memungkinkan siapa pun menyumbang secara daring, atau populer
dengan istilah crowdfunding dan fundraising. Sebelum dimanfaatkan
Ananda untuk menggalang dana aksi #ReformasiDikorupsi, Kitabisa
biasa dipakai buat mengumpulkan berbagai bentuk donasi
kemanusiaan. Misalnya sumbangan untuk orang sakit, biaya sekolah,
ataupun listrik gratis di pelosok.

Di tautan patungan yang Ananda luncurkan di akun Instagramnya,


tertulis donasi bakal dialirkan untuk membeli makanan dan minuman
serta membayar mobil komando para demonstran. Tercatat juga grup
musik Efek Rumah Kaca mendukung penggalangan dana yang
ditargetkan sebesar Rp 50 juta tersebut. Namun, sampai keran
patungan ditutup, dana yang terkumpul mencapai Rp 175,6 juta. “Ini
melebihi ekspektasi, karena kami sempat khawatir tak banyak orang
yang mau berdonasi,” ujar Ananda.

•••

IDE pendanaan logistik mulai melenting sebelum mahasiswa dan


masyarakat sipil bergerak ke Senayan pada 23 September 2019. Tiga
hari sebelum itu, wakil dari sejumlah elemen masyarakat kembali
menggelar rapat konsolidasi di sebuah ruang perkantoran di Jakarta
Selatan. Dari kalangan organisasi nirlaba di antaranya Indonesia
Corruption Watch (ICW), Jaringan Advokasi Tambang, serta Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Lainnya adalah
mahasiswa, Ananda Badudu, personel Efek Rumah Kaca (ERK), dan
Irma Hidayana.

Irma, yang sejak tahun 2000 getol berkampanye melawan korupsi,


adalah istri vokalis sekaligus gitaris ERK, Cholil Mahmud. Pada 2000-
2002, Irma aktif di ICW, dan bergabung dengan PSHK pada 2002-
2004. “Dalam rapat konsolidasi lalu itu, saya menjadi fasilitator.
Rasanya malu kalau enggak ikut berperan sekecil apa pun,” ucapnya
saat ditemui di markas ERK, Kios Ojo Keos, Jakarta.

Sebelum terjun dalam aksi #ReformasiDikorupsi, ERK--yang


beranggotakan Cholil Mahmud, Akbar Bagus Sudibyo, dan Airil Nur
Abadiansyah--konsisten terlibat kegiatan antikorupsi di dalam
ataupun luar KPK. Di Kios Ojo Keos, mereka juga intens menggeber
kegiatan bedah buku, menonton film bareng, ataupun diskusi soal
persoalan sosial dan korupsi. Mereka juga punya kebiasaan nyeleneh
saban KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT), yakni bergiliran
mentraktir sepuluh gelas es kopi Kios Ojo Keos untuk pengunjung.
Kebiasaan itu bahkan menular ke penggemar mereka. Setiap ada OTT,
biasanya ada saja penggemar ERK yang mentraktir es kopi sebagai
perayaan tertangkapnya koruptor.

Sementara bagi Irma dan kawan-kawan rapat konsolidasi itu bukan


yang pertama, lain halnya dengan Ananda. Ia ikut menyiapkan
gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil karena semakin gerah
melihat serangkaian keputusan pemerintah, dari pemilihan pimpinan
KPK yang berlangsung tengah malam, revisi Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang materinya sampai masuk ruang privat warga
negara, sampai pengesahan revisi Undang-Undang KPK. Kemarahan
itu mendorong Ananda mengarang lagu berjudul Pemakaman
Harapan, yang ketukannya ia beli seharga US$ 30 di Internet. “Setelah
bikin lagu itu, gue mulai gabung rapat konsolidasi,” ujarnya.

Aktivis dan Peneliti Irma Hidayana di Kios Ojo Keos, Jakarta, 17 Desember 2019./
TEMPO/M Taufan Rengganis

Rapat konsolidasi berlangsung cair karena sekitar 20 peserta


sebelumnya sudah saling kenal di lapangan. Irma mengklaim peserta
rapat kompak terbakar semangatnya. Mereka membahas sejumlah
hal, dari tujuh tuntutan demonstrasi hingga pembiayaan. Rapat juga
memutuskan pembagian tugas sesuai dengan kapasitas masing-
masing. Ada yang mengerahkan massa, mengawal urusan hukum,
menggarap materi kampanye, dan mengurus advokasi.

Adapun ihwal pembiayaan, Ananda-lah yang kemudian mencetuskan


ide galang dana publik. “Ide menggalang dana untuk aksi politik
masih baru di Indonesia, tapi ini menarik sebagai antitesis
demonstrasi bayaran. Urusan anggarannya pun lebih jelas,” kata
Cholil “ERK”. Gagasan itu menyusul curhatan wakil mahasiswa
Universitas Indonesia dan Universitas Trisakti yang terancam
kehabisan ongkos logistik. Sebab, sebelum aksi 23 September 2019,
mereka sudah turun ke jalan memprotes rencana revisi KUHP dan
Undang-Undang KPK. Bila apes, jumlah donasi tak memenuhi target,
peserta rapat sepakat untuk saweran duit.

Dalam rapat tersebut, Ananda menawarkan diri sebagai relawan


penggalang dana publik, sedangkan ERK berposisi sebagai penyokong.
“Gue dan ERK maju hanya karena kami sudah dikenal sebagai
musikus. Tak ada kisah heroik,” ujar Ananda. Kebutuhan dan alokasi
dana juga diurai mendetail. Rapat sepakat duit donasi diprioritaskan
untuk menyewa ambulans dan mobil komando serta biaya buat nasi
bungkus dan air mineral. Adapun konsekuensi hukum tak mereka
bahas. “Diciduk polisi itu di luar perhitungan kami.”

Tak lama setelah Ananda mengunggah tautan donasi di media sosial,


bantuan dari warga mulai mengalir. Karena jumlahnya melebihi
target, Ananda dan anggota rapat konsolidasi membentuk tim
operator khusus donasi dan berbagi tugas. Sementara Ananda
berfokus mengurus konten media sosial dan distribusi duit, anggota
timnya ada yang bertugas menyiapkan ambulans dan membuat
properti demonstrasi. Lewat Instagram dan Twitter pula Ananda
menawarkan bantuan kepada mahasiswa demonstran yang terganjal
urusan logistik.

Menurut Ananda, timnya kelimpungan saat bantuan uang dari warga


kian deras. Mereka sempat terpikir ingin menutup pintu donasi, tapi
urung karena menimbang simpati dan antusiasme publik yang
demikian besar. “Kalau kami menutup donasinya, kasihan warga yang
masih ingin mendukung,” ucapnya. Namun penggalangan donasi itu
akhirnya disetop juga setelah uang yang terkumpul melejit tiga kali
lipat dari target. Nominal patungan dari 2.124 setoran mulai Rp 5.000
hingga Rp 1 juta, dengan rata-rata sumbangan Rp 82 ribu per donatur.
Adapun dari ribuan penyumbang itu tak semuanya mencantumkan
identitas terang.

Untuk proses pengaliran dananya, tim Ananda menerapkan prosedur:


sebisa mungkin mereka berkomunikasi langsung dengan vendor.
Misalnya penyedia ambulans, pengelola bus untuk transportasi
demonstran, serta penjual nasi bungkus dan air minum. Namun, bila
kepepet, mahasiswa dapat meminta ganti ongkos (reimburse) dengan
menyerahkan bukti transaksi. Bon-bon itu Ananda unggah di media
sosial agar publik mengetahui langsung pemanfaatan dananya.

Saat hari-H, Ananda dan tim justru tak berada di lapangan. Mereka
memantau dari lokasi masing-masing dan berkoordinasi secara
daring, termasuk via media sosial. “Soalnya gue butuh jaringan
Internet yang stabil. Itu enggak mungkin bisa dilakukan di lokasi aksi,
sementara pergerakan di lapangan sangat dinamis,” kata Ananda.
Setiap ada permintaan bantuan dana yang masuk lewat pesan
Instagram, Ananda langsung meminta timnya menindaklanjuti. “Saya
yang kemudian mendistribusikan permintaan Ananda kepada tim di
lapangan,” ujar Irma.

Adapun ERK turun ke jalan pada 24 September 2019. Mereka datang


sambil membawa nasi bungkus untuk para mahasiswa dan mengecek
apakah ada demonstran yang membutuhkan pertolongan medis. “Saya
merinding banget ada di tengah lautan mahasiswa,” kata Akbar
“ERK”, yang pada 1998 ikut berdemo menuntut reformasi. Begitupun
Airil alias Poppie, pencabik bas ERK, bolak-balik ke warung makan
untuk membelikan demonstran nasi bungkus. Ia juga terus
berkomunikasi dengan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta terkait
dengan kondisi lapangan.

Dinamika di lapangan memaksa tim operator bertindak gesit.


Misalnya saat ada permintaan duit dadakan untuk truk yang
mengangkut mahasiswa UIN Jakarta. Mereka mesti menyewa truk
karena bus yang sudah lunas dibayar mendadak enggan mengantar ke
Senayan. Begitupun bus yang membawa mahasiswa Institut Teknologi
Bandung, terhambat masuk ke Jakarta. Ini membuat biaya sewa bus
membengkak.

Menurut Ananda, sebagian organisasi mahasiswa semula enggan


menyerap duit donasi karena tak mau ditunggangi siapa pun. Rapat
konsolidasi internal di tiap kampus pun sangat tertutup, termasuk
dari organisasi kemasyarakatan sipil. Karena tim operator membantu
mereka dengan penyediaan fasilitas medis, termasuk ambulans,
“Mereka tidak bisa menolak.”

Dalam laporan pertanggungjawaban penggalangan dana aksi


#ReformasiDikorupsi 22-25 September 2019, Ananda mencatat donasi
dialokasikan untuk uang duka sebesar Rp 55 juta, ambulans Rp 40,9
juta, logistik Rp 37,6 juta, alat kesehatan Rp 11,5 juta, mobil komando
Rp 8,9 juta, lain-lain Rp 13,7 juta, potongan Kitabisa Rp 6,1 juta, dan
tersisa Rp 1,8 juta. Laporan itu dirilis Ananda di akun Twitternya
pada 13 Desember lalu.

•••

SAAT aksi #ReformasiDikorupsi mereda pada 25 September 2019,


Ananda dan tim operator justru mulai ketar-ketir. Tertangkapnya
Ahmad Nabil Bintang, mahasiswa UIN Jakarta, membuat tim operator
menarik diri dari media sosial. “Tapi kami tidak merasa cemas karena
sadar ini risiko demokrasi. Kalau memang penggalangan dana ini
dipersoalkan, kami jadi semakin meyakini betapa bobroknya mereka,”
ujar Irma Hidayana. Kios Ojo Keos, Irma mengungkapkan, sempat
disatroni orang yang gerak-geriknya aneh. Orang itu muncul sebagai
penjual bakso Malang keliling, yang gerobaknya kerap diparkir dekat
Kios. Si tukang bakso dadakan juga kerap mengawasi kondisi dalam
Kios sambil menelepon.
Pun Ananda. Dia tak gentar. Ananda mengaku, salah seorang polisi
yang menjemput dia di kamar kos sempat mengancam dengan UU ITE
karena geram aksinya diunggah di Instagram. Ananda juga
menyebutkan merasa diperlakukan tak nyaman dalam pemeriksaan di
Polda Metro Jaya. “Kemerdekaan kita seperti dicerabut karena enggak
bisa minta tolong siapa pun,” ucapnya. Setelah lima jam di Polda,
Ananda akhirnya dibebaskan.


Gara-gara DPR Ngebut
majalah.tempo.co
6 mins read

Aksi demonstran membentangkan spanduk menolak


RANCANGAN KUHP dan UNDANG-UNDANG KPK yang baru
di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, 23 September 2019./
TEMPO/M Taufan Rengganis

S
TATUS yang diunggah seorang politikus di akun media
sosialnya membuat geger awak Institute for Criminal Justice
Reform (ICJR), 16 September lalu. Sang politikus menulis
bahwa Panitia Kerja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(RKUHP) Dewan Perwakilan Rakyat baru saja menyelesaikan
pembahasan terakhir RKUHP di Hotel Fairmont, Jakarta, 15
September malam.
Para anggota ICJR yang memantau perkembangan pembahasan
RKUHP sejak 2007 merasa kecolongan. Mereka sebelumnya tak
mendengar informasi bahwa Panitia Kerja sedang ngebut membahas
revisi KUHP. Menurut peneliti ICJR, Maidina Rahmawati, agenda
pembahasan revisi yang bisa diakses oleh publik diunggah di situs
DPR terakhir kali pada Mei 2018. Setelah itu, tak ada kabar agenda
lagi. Mereka harus mencari-cari informasi sendiri dengan bertanya
kepada para anggota DPR atau staf ahli DPR.

Lembaga swadaya masyarakat tersebut mendapat kabar bahwa


Panitia Kerja melakukan rapat tertutup, juga menggelar rapat dengan
pemerintah. Mereka mendapatkan draf yang dibahas oleh kedua
lembaga tersebut dari sumber mereka. Namun dari draf yang mereka
peroleh, kata Maidina, masih terdapat banyak masalah. “Tapi tiba-
tiba ada postingan yang mengatakan mereka menyelesaikan
pembahasan akhir dengan rapat tertutup. Dari situ kami kesal,”
ujarnya, Kamis, 19 Desember lalu. ICJR khawatir DPR ngebet
mengesahkan rancangan tersebut sebelum masa kerjanya berakhir
dua pekan kemudian.

Kabar rapat tertutup itu mereka sebarkan ke grup WhatsApp “Aliansi


Nasional Reformasi KUHP”. Ada 33 lembaga swadaya masyarakat
yang bergabung dalam aliansi itu. Informasi tersebut juga masuk ke
grup Aliansi Masyarakat untuk Keadilan dan Reformasi (AMUKK),
perkumpulan masyarakat yang lebih besar, yang sebagian anggotanya
adalah awak Aliansi Nasional dan Koalisi Masyarakat Sipil
Antikorupsi. AMUKK dibentuk pada awal September lalu untuk
merespons kemunduran demokrasi. Salah satu indikasinya adalah
pemerintah dan DPR tak mendengar suara rakyat. Mendengar kabar
bahwa Panitia Kerja sudah menyelesaikan pembahasan, anggota
AMUKK langsung gempar.

Tagar reformasi dikorupsi dalam aksi mahasiswa di depan gedung mpr/dpr,


senayan, jakarta, 23 september 2019./ICJR
Dua anggota Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI),
Riska Carolina dan Ryan A. Syakur, yang ada di dua grup itu, segera
bertolak ke Fairmont. Riska menuturkan, petugas hotel membenarkan
ada pemesanan ruangan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, yang menginisiasi perubahan KUHP, untuk 14-16 September.
“Tapi, saat kami datang, ruangan yang mereka gunakan ternyata
sudah kosong,” kata Riska, Jumat, 20 Desember lalu.

Khawatir draf tersebut tiba-tiba diketuk tanpa mereka tahu isi


terakhirnya, para anggota Aliansi Nasional Reformasi pun mencari
draf rancangan tersebut ke anggota Panitia Kerja ataupun tenaga
ahlinya. ICJR dan beberapa lembaga lain juga berburu draf tersebut
ke mahasiswa tim ahli perumus revisi yang terdiri atas para guru
besar hukum pidana, antara lain Muladi, Harkristuti Harkrisnowo,
Eddy O.S. Hiariej, dan Marcus Priyo Gunarto. Mereka akhirnya
mendapatkan rancangan tersebut.

Para anggota Aliansi Nasional Reformasi sepakat ada banyak


kemunduran dalam rancangan paling anyar itu. Menurut Maidina,
paling tidak ada 17 isu yang masih bermasalah, seperti perihal
penghinaan terhadap pemerintah yang sah, kebebasan berpendapat
dan kebebasan pers, urusan privasi, serta hukum yang berlaku di
masyarakat. AMUKK, yang sudah berencana berdemonstrasi di depan
gedung DPR untuk menolak revisi Undang-Undang Komisi
Pemberantasan Korupsi pada hari itu, juga menyuarakan perihal
RKUHP. Mereka menentang DPR mengesahkan dua revisi peraturan
yang bermasalah itu.

Sehari setelah kehebohan terjadi di antara anggota Aliansi, DPR tiba-


tiba mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi sejak semula
memprotes niat DPR merevisi undang-undang tersebut. Mereka
menduga revisi sengaja dilakukan untuk melemahkan Komisi
Pemberantasan Korupsi. DPR juga dianggap melemahkan KPK dengan
meloloskan Inspektur Jenderal Firli Bahuri sebagai calon pemimpin
KPK, padahal Firli diduga melakukan pelanggaran etik saat menjadi
Deputi Penindakan KPK pada 2018. “Kami dan Koalisi Masyarakat
Sipil memikirkan langkah advokasi yang akan dilakukan,” ucap
peneliti Indonesia Corruption Watch, Wana Alamsyah, Rabu, 18
Desember lalu.
aksi icjr menentang rANCANGAN kuhp dan ruu kpk di jakarta, september 2019./
Reuters/Willy Kurniawan

Belum lagi hilang kekagetan itu, sehari kemudian Komisi Hukum DPR
mengesahkan RKUHP di tingkat I--pengesahan di Komisi Hukum
sebelum dibawa ke paripurna, satu langkah sebelum DPR bisa
mengesahkan revisi tersebut menjadi kitab undang-undang. “Kami
syok,” kata Riska.

Melihat gelagat DPR ogah mendengar masukan mereka, para anggota


LSM yang bergabung dalam AMUKK makin merapatkan barisan.
Selain beranggotakan Aliansi Nasional Reformasi dan Koalisi
Masyarakat Sipil, AMUKK beranggotakan beberapa aliansi besar lain.
Mereka berkali-kali berembuk di kantor Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta Pusat dan kantor Aliansi Jurnalis
Independen di Jakarta Selatan.

Dalam salah satu pertemuan, lembaga-lembaga tersebut menjabarkan


kajian mereka. ICJR dan PKBI, misalnya, menjelaskan kemunduran
RKUHP hasil rapat Panitia Kerja DPR di Fairmont. Sedangkan Aliansi
Masyarakat Sipil memaparkan tentang kemungkinan nasib
pemberantasan korupsi ke depan jika Undang-Undang KPK yang baru
tetap digunakan dan Firli memimpin komisi antirasuah itu. “Kami
melihat KPK sebagai benteng terakhir menghadapi oligarki,” tutur
Ketua YLBHI Asfinawati, Kamis, 5 Desember lalu.

Sedangkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan


(Kontras) menyampaikan perihal konflik Papua, kriminalisasi aktivis,
dan pelanggaran HAM berat. LSM lain juga memasukkan
permasalahan yang belum diselesaikan negara. Misalnya soal
pembakar hutan di Kalimantan dan Sumatera yang tak kunjung
diseret ke pengadilan. “Disepakatilah tujuh tuntutan,” ujar anggota
staf Divisi Advokasi Kontras, Falis Aga Triatama, Jumat, 20 Desember
lalu.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati./TEMPO/M
Taufan Rengganis

Mereka kemudian bergabung dalam tim-tim kecil. Salah satunya


divisi kampanye. Tim ini antara lain membuat #ReformasiDikorupsi
untuk berkampanye di media sosial dan melakukan konferensi pers.
Semua lembaga yang memiliki jaringan di daerah dan mahasiswa
juga diminta menularkan gerakan tersebut.

Sebagian lainnya merancang demonstrasi, yang dimulai pada 23


September. Jutaan orang dari berbagai elemen masyarakat di Jakarta
dan sejumlah kota turun dalam aksi yang terjadi hingga awal Oktober
ini. “Saat itu, kami tak menyangka masyarakat yang turun akan
sebanyak itu,” tutur Asfinawati. Aksi besar itu membuat DPR
menunda pengesahan RKUHP, RUU Pertambangan Mineral dan Batu
Bara, RUU Pemasyarakatan, serta RUU Pertanahan di akhir periode
kerja mereka.

•••

Pergerakan para aktivis lembaga swadaya masyarakat ini tak ujug-


ujug meledak. Aliansi Nasional Reformasi KUHP, misalnya, memantau
perkembangan RKUHP sejak 2005, merespons penyusunan draf
RKUHP oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dimulai
pada 1999. Mereka menjaring masukan dari masyarakat di berbagai
daerah, menyusun daftar inventaris masalahnya, dan
mengkampanyekan kepada masyarakat tentang rencana revisi
peraturan tersebut sepanjang 2006-2007.

Ketika pemerintah memasukkan draf tersebut ke DPR pada 11


Desember 2012, Aliansi lalu memasukkan daftar inventaris masalah
yang mereka susun ke DPR. Mereka juga memantau pembahasannya
di parlemen. “Kalau tak bisa masuk ke ruang pembahasan, kami
menaruh rekaman,” kata Maidina Rahmawati.

Mereka memasukkan setiap hasil pembahasan yang mereka dapatkan


ke situs milik mereka, reformasikuhp.org, agar masyarakat, termasuk
mahasiswa, bisa ikut memantau kemajuan pembahasannya. Sebab,
baik pemerintah maupun DPR tidak mempublikasikan hasil diskusi
tersebut. Mereka juga beberapa kali membangun diskusi tentang
KUHP dan RKUHP dengan mahasiswa.

Lantaran aktif memantau jalannya pembahasan, Aliansi Nasional


mengetahui banyak pasal yang masih bermasalah dan berpotensi
merugikan masyarakat. Ketika DPR berencana mengesahkan
rancangan tersebut pada 17 Agustus 2018 sebagai kado kemerdekaan
Republik Indonesia, mereka menolak dan berdemo. Mereka meminta
DPR dan pemerintah tak memaksakan pengesahan rancangan
tersebut sebelum semua persoalan diatasi dan disepakati bersama
masyarakat. KPK juga meminta perihal korupsi tak dimasukkan ke
RKUHP. Presiden Joko Widodo akhirnya meminta DPR menunda
pengesahannya.

Aktivis Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan dan Demokrasi, Dhyta Caturani, di


Jakarta./TEMPO/Nurdiansah

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga sudah menolak pelemahan


KPK sejak kasus “Cicak Versus Buaya” jilid ketiga pada 2015. Kala itu,
KPK menetapkan calon tunggal Kepala Kepolisian RI, Komisaris
Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka kepemilikan rekening yang
mencurigakan. Polri lalu menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang
Widjojanto sebagai tersangka. Bambang dituduh menyuruh para saksi
memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pemilihan
kepala daerah Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada
2010.

Tapi, sebelum Koalisi Masyarakat Sipil terbentuk, para anggotanya,


seperti Indonesia Corruption Watch, YLBHI, Masyarakat Pemantau
Peradilan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Pers, Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi, Transparency International Indonesia,
Saya Perempuan Anti Korupsi, serta Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta, mengawal isu korupsi, terutama KPK, jauh sebelumnya.
Selain beranggotakan lembaga-lembaga tersebut, AMUKK
beranggotakan masyarakat yang tak tergabung dalam LSM, seperti
aktivis Dhyta Caturani dan Adhito Nugroho.

Mereka juga kerap mendiskusikan berbagai isu dalam forum-forum


kajian, termasuk dengan mahasiswa. Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta, misalnya, berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Indonesia mengadvokasi penggusuran paksa rumah
puluhan warga Kebun Sayur, Ciracas, Jakarta Timur. “Kami bekerja
sama dengan LBH Jakarta sejak dulu,” tutur Kepala Departemen
Kajian dan Aksi Strategis BEM UI Elang M. Lazuardi.

Sampai kini, baik AMUKK maupun aktivis mahasiswa tetap memantau


perkembangan respons pemerintah dan DPR terhadap tujuh tuntutan
mereka. “Permintaan kami perbaikan revisi, bukan penundaan,” kata
Falis Aga Triatama.


Tagar yang Mengingatkan
majalah.tempo.co
2 mins read

Seseorang mengenakAN jaket jIns dengan tulisan tagar


“Reformasi Dikorupsi”, di Jakarta, 21 Oktober 2019./
Reuters/Willy Kurniawan

R
ENCANA tim kampanye Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan
dan Demokrasi (AMUKK) mengkampanyekan perihal
mundurnya demokrasi ambyar. Setelah berembuk di kantor
Yayasan Lembaga Hukum Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat,
mereka bersepakat menghitamkan gambar profil WhatsApp masing-
masing untuk menggambarkan kekecewaan mereka terhadap Dewan
Perwakilan Rakyat dan pemerintah.
Mereka gemas lantaran DPR dan pemerintah tidak kunjung
mendengarkan masukan mereka tentang berbagai persoalan publik.
Kampanye lewat gambar profil itu akan dimulai beberapa hari
sebelum peringatan Hari Demokrasi Internasional, yang jatuh pada 15
September. “Niatnya, kalau ada orang yang sadar bahwa profil kami
semuanya berubah menjadi hitam, kami akan ditanya, ‘Ada apa?’ Lalu
kami jawab, ‘Demokrasi sudah mati,’” kata anggota tim kampanye,
Riska Carolina, Jumat, 20 Desember lalu.

Tapi publik ternyata menyalahartikan pancingan gambar hitam itu.


Orang mengira mereka sedang mempersuasi perihal pencegahan
bunuh diri. Musababnya, mereka kompak mengganti gambar
profilnya pada 10 September lalu, tepat pada peringatan Hari
Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. “Jadi pemilihan waktunya yang
salah, ha-ha-ha...,” ujar Riska.

Agar tak disalahpahami lagi, mereka setuju membubuhkan sesuatu di


tengah-tengah gambar hitam tersebut. Anggota tim kampanye
AMUKK kembali berembuk. Disepakatilah tambahan tulisan
#ReformasiDikorupsi. Menurut Riska, dua kata yang tergabung dalam
tanda pagar ini adalah penyatuan dua masalah besar yang sedang
masyarakat hadapi.

Menurut anggota AMUKK, Alghiffari Aqsa, kata “korupsi” harus ada


karena publik sedang mempertanyakan nasib Komisi Pemberantasan
Korupsi. Waktu itu DPR sudah meloloskan Inspektur Jenderal Firli
Bahuri, yang diduga melakukan pelanggaran etik saat menjadi Deputi
Penindakan KPK pada 2018, sebagai calon Ketua KPK. DPR juga
sedang ngebut membahas revisi Undang-Undang KPK demi bisa
disahkan sebelum masa kerja Dewan berakhir. Mereka menilai
pemilihan Firli dan rencana pengubahan Undang-Undang KPK adalah
bentuk pelemahan komisi antirasuah. “Kata ‘korupsi’ ini harus
dipakai karena ini musuh bersama,” ucapnya.

Sedangkan kata “reformasi” merujuk pada reformasi yang dimulai


pada 20 tahun lalu. Banyak aktivis terlibat dalam demonstrasi yang
mendorong reformasi tersebut. Sebagian dari mereka kini menjadi
bagian dari pemerintah dan DPR. Lewat tagar itu, AMUKK ingin
menyatakan perkembangan reformasi yang diciptakan para aktivis
tersebut tak sesuai dengan reformasi yang diinginkan pada dua
dasawarsa silam. Tagar tersebut juga diniatkan untuk mengingatkan
tentang gerakan 1998.

Aktivis Dhyta Caturani, yang ikut berdemo pada 1998, mengatakan


kala itu reformasi ditujukan untuk membuka keran demokrasi dan
kebebasan setelah 32 tahun terbelenggu di bawah Orde Baru. Namun,
setelah rezim Soeharto tumbang, kondisi reformasi malah mundur.
Misalnya kasus pelanggaran hak asasi manusia berat 1965 yang
terjadi di bawah Orde Baru belum juga diselesaikan. Malah ditambah
dengan banyak kasus pelanggaran HAM baru, seperti kriminalisasi
terhadap aktivis. “Reformasi belum selesai,” katanya.

Maka, sejak berdemo menolak pengesahan Rancangan Undang-


Undang KPK pada 17 September lalu, sebagian aktivis yang berdemo
di depan gedung DPR membawa tulisan #ReformasiDikorupsi. Tagar
itu juga ditembakkan di media sosial semua lembaga swadaya
masyarakat dan anggota yang berdiri di bawah AMUKK. Tagar itu pun
disambar mahasiswa dan para pedemo di daerah.

Analis media sosial, Drone Emprit, mencatat tagar itu digunakan oleh
6.800 cuitan di semua media sosial pada 22 September lalu, sehari
sebelum aksi besar dilakukan. Cuitan dengan tagar ini terus
meningkat sampai 153 ribu pada hari puncak aksi, 24 September.

#ReformasiDikorupsi masih digunakan sampai sekarang. Menurut


Riska, selama negara masih memberi celah kepada koruptor,
menggunakan kuasanya untuk kepentingan segelintir elite, dan tidak
menunjukkan keberpihakan kepada kelompok marginal, selama itu
pula gerakan #ReformasiDikorupsi akan tetap ada. “Mungkin suatu
saat nanti gerakan ini akan diwariskan dan berubah nama, tapi
semangat perjuangannya enggak akan berubah,” ujarnya.


Mahasiswa Setelah
September 2019
majalah.tempo.co
5 mins read

Robertus Robet/Tempo

D
ALAM sejarah modern Indonesia, mahasiswa adalah sebuah
kategori politik. Di mana pun kampus mereka, apa pun
jurusan dan fakultasnya, begitu menjadi mahasiswa,
mereka menyandang identitas dari suatu kelompok sosial yang secara
otomatis terpolitisasi.

Mahasiswa adalah subyek politik. Politisasi dan transformasi


mahasiswa ke dalam subyek politik itu secara monumental terjadi
dan dimulai dalam pembentukan Orde Baru pada 1965. Dalam
pergolakan politik tahun itu, mahasiswa--terutama yang berasal dari
kampus-kampus elite, seperti Universitas Indonesia dan Institut
Teknologi Bandung, yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia--merupakan garda depan dalam penjatuhan rezim Sukarno
dan pembubaran Partai Komunis Indonesia. Sejak saat itulah
mahasiswa sebagai diskursus politik dan ideologis tampil dan
menguat hingga akhirnya menggantikan diskursus politik pemuda
yang lebih sering dipakai sebelumnya (Aspinall, 2012).

Jatuhnya kekuasaan Sukarno dan munculnya kekuasaan Orde Baru


tidak bisa dilepaskan dari aliansi antara militer dan gerakan
mahasiswa. Setelah jatuhnya Sukarno, aliansi antara mahasiswa dan
militer berlanjut dalam kerja sama menyediakan fondasi doktrin
pembangunan ekonomi, sosial, dan politik untuk Orde Baru. Wujud
kerja sama itu bisa dilihat salah satunya dari sebuah seminar pada
1966 bertema “Trase Baru” di Universitas Indonesia.

Bulir-bulir sejarah gerakan mahasiswa ini menjejakkan posisi bahwa


dunia kampus, terutama mahasiswa, diperlukan bukan hanya dalam
keperluan menyediakan suatu gerakan protes yang besar untuk
menggulingkan rezim Sukarno. Lebih dari itu, keterlibatan
mahasiswa juga menyediakan legitimasi ideologis agar rezim baru
yang didukungnya lebih berciri teknokratis. Dari sini terbentuk kesan
bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan yang lebih eksklusif dan
intelek, bukan gerakan orang lapar yang marah.

Sejarah besar pemakzulan Sukarno serta hubungan manis dengan


kekuasaan pada periode awal Orde Baru menghasilkan suatu citra diri
akan peran hebat mahasiswa sebagai gerakan moral dan agen
perubahan sosial dalam masyarakat. Agen perubahan dan gerakan
moral adalah diskursus politik dan ideologi yang disematkan dan
secara simultan direproduksi terus-menerus untuk membentuk
identitas mahasiswa. Dengan itu, identitas mahasiswa dikonstruksi
sebagai suatu kategori sosial-politik yang khas dan khusus.
Kekhasannya ditentukan oleh statusnya sebagai anak kampus dan
kekhususannya ditentukan oleh watak moral perjuangannya.

Dengan memposisikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral


intelektual, Orde Baru sebenarnya bermaksud mendomestikasi
gerakan ini hanya dan oleh kalangan kampus sehingga dengan itu ia
tidak bercampur dengan gerakan sosial lain di masyarakat. Dengan
menyebut sebagai gerakan moral, Orde Baru memberikan ruang
lingkup politik yang terbatas sekaligus kontradiktif bahwa gerakan
mahasiswa bukan gerakan--dengan maksud, tujuan, kepentingan--
politik, melainkan moral.

Ed Aspinall (2005) menyebutkan istilah gerakan moral berimplikasi


pada pemisahan antara universitas dan masyarakat: mahasiswa dan
kehidupan kampus dialienasi dari masalah-masalah masyarakat. Di
titik ini, sifat-sifat paradoksal dari diskursus politik mahasiswa
menjadi tak tertahankan. Sterilisasi gerakan mahasiswa sebagai
gerakan kampus dan gerakan moral menjadi tidak pernah mungkin
seiring dengan kenyataan bahwa sifat gerakan moral mahasiswa
senantiasa juga dibasiskan atas klaim keberpihakan mereka kepada
nasib rakyat yang lebih besar.

Konstruksi politik Orde Baru atas gerakan mahasiswa sebagai


gerakan moral yang steril ini kemudian terbukti gagal dengan
kemunculan gerakan mahasiswa pada 1980-an, yang memulai tradisi
aliansi antara mahasiswa dan kelompok-kelompok masyarakat yang
lebih luas, termasuk dengan buruh, petani, lembaga swadaya
masyarakat, dan kaum intelektual di luar kampus. Pada 1998, seiring
dengan gempuran krisis ekonomi, gerakan mahasiswa tampil kembali
menjatuhkan rezim Soeharto yang dianggap sudah terlampau sarat
dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dengan ini, semua proyek ideologi dan politik Orde Baru yang
dimaksudkan untuk menormalisasi dan menaklukkan kampus-
kampus terpatahkan. Pemutusan gerakan mahasiswa 1998 dengan
Orde Baru itu secara simbolis terjadi di Universitas Indonesia saat
sekelompok mahasiswa menutup sebuah plang lama bertulisan
“Kampus Perjuangan Orde Baru” dan menggantinya dengan tulisan
“Kampus Perjuangan Rakyat”.

Setelah 1998, gerakan mahasiswa libur panjang. Mahasiswa kembali


ke kampus berkutat dengan kuliah. Kampus-kampus mulai
mengetatkan aneka aturan, dari busana, sikap, sampai pemberlakuan
jam malam, yang membatasi aktivitas mahasiswa. Di sejumlah
kampus, tempat kelompok-kelompok mahasiswa progresif kuat
sebelumnya, mereka justru makin konservatif. Protes mahasiswa
masih sesekali terjadi di banyak kota dan di kampus-kampus, tapi
kecil dan tidak menarik minat publik. Pada tahun-tahun terakhir
sebelum September 2019, demonstrasi mahasiswa juga sulit
membesar karena selalu dicaplok oleh pembelahan politik elektoral.
Di portal-portal, berita terakhir mengenai kampus didominasi kasus
perundungan terhadap mahasiswa dan aktivitas politik organisasi-
organisasi alumnus.

Karena itu, demonstrasi ribuan mahasiswa dan masyarakat yang


dimulai dari “Gejayan Memanggil” di Daerah Istimewa Yogyakarta
pada 23 September 2019, yang dilanjutkan di Jakarta dan kota-kota
lain pada bulan tersebut, mengejutkan semua pihak.

Menurut Eve Warburton (New Mandala, Oktober 2019), daya tarik


dan keistimewaan gerakan mahasiswa 2019 terletak pada: pertama,
gerakan ini melampaui dan mematahkan stagnasi politik dan ideologi
akibat pengkubuan politik elektoral dalam dua pemilihan presiden
2014 dan 2019. Mereka membuktikan, di luar pilihan elektoral yang
membelah masyarakat secara brutal, masih ada politik lain yang
reformis. Di hadapan Gerakan Mahasiswa 2019, semua klaim politik
elektoral menjadi lawas dan purba.

Kedua, meski berlangsung dalam periode gerakan yang singkat, dari


segi tuntutan, Gerakan Mahasiswa 2019 boleh dibilang adalah
gerakan mahasiswa yang paling liberal sepanjang sejarah politik
Indonesia pasca-Orde baru. Hal ini bisa dilihat dari konstruksi
tuntutannya yang sangat menekankan pentingnya pemberantasan
korupsi, penghargaan hak-hak asasi, kebebasan sipil, dan negara
hukum yang demokratis. Sementara itu, dalam aksentuasi
gerakannya, Gerakan Mahasiswa 2019 menyuarakan secara keras
pentingnya penghargaan akan martabat dan hak-hak pribadi.

Ketiga, Gerakan Mahasiswa 2019 menguak problem representasi


dalam politik elektoral di Indonesia. Selama ini, dari satu pemilihan
umum ke pemilihan umum lain, rakyat diharapkan berpartisipasi saja
dalam pelembagaan politik yang ada, yakni lewat partai politik.
Kehadiran Gerakan Mahasiswa 2019 membuka kelemahan dalam
politik representasi yang rutin ini sejak era reformasi. Ia memberi
guncangan terhadap kelembagaan politik yang ada.

Hal lain yang juga penting dari Gerakan Mahasiswa 2019 adalah ia
membuktikan dan mengkonfirmasi kembali eksistensi politik
mahasiswa sebagai unsur permanen yang terus mendeterminasi
perubahan sosial-politik penting di Indonesia. Sebagai dosen dari
generasi yang tumbuh dalam gerakan 1998, jauh sebelum hari-hari
hebat di ujung September 2019 itu, setiap memandang mahasiswa di
kelas, saya selalu merasa kecut. Di ruang kelas yang panas, di
hadapan antusiasme yang tak bisa dipastikan antara peduli dan pura-
pura, dari wajah-wajah yang kini lebih banyak menunduk
menghadapi gawai ketimbang menghadapi presentasi dosen, saya
selalu jatuh iba.

Saya, yang berasal dari gejolak 1998, merasa memiliki pengalaman


generasional, yang secara bodoh sering saya simpan dan banggakan
sebagai sejarah singular yang eksklusif. Dalam kebodohan, saya
sering berkata kepada mereka, “Persoalan mahasiswa masa kini lebih
berat karena kamu hidup tanpa misi dan agenda sejarah yang besar.
Itu sebabnya kamu sering terjebak pada pencarian identitas yang
remeh.”

Sekarang, setelah September 2019, saya menghadapi mahasiswa


dengan pikiran dan perasaan yang sama sekali berbeda. Di hadapan
mereka, melalui jendela-jendela kaca yang memantulkan bayang-
bayang kami, saya melihat diri sebagai masa lalu yang lapuk,
sementara mereka di depan saya yang terus sibuk dengan gawainya
membawa keceriaan masa depan yang melegakan. Hari-hari di ujung
September 2019 telah mengubah mereka: dari individu-individu
“kosong” yang seakan-akan tanpa sejarah menjadi subyek politik yang
muda dan terhormat.

Para filsuf nyaris tidak pernah memberi tempat dalam pikiran dan
teori-teori mereka tentang mahasiswa. Teoretikus Marxis klasik ragu
terhadap basis ekonomi-politik mahasiswa sebagai kelas, yang tak
memungkinkan mereka memiliki alasan untuk progresif dan
revolusioner. Para filsuf masa kini lebih suka memancang “subject
positions” dari aneka aktor sosial, seperti gerakan buruh, gender, dan
prekariat, sebagai agen emansipasi masyarakat dan terus melupakan
gerakan mahasiswa.

Setelah September 2019, gerakan mahasiswa membuktikan bahwa


dalam konteks Indonesia pasca-1965, merekalah satu-satunya subyek
historis yang terbukti terus aktif dan hadir dalam tiap pergolakan
serta perubahan sejarah politik dan sosial. Kapan datangnya tak bisa
diduga-duga. Tapi, di saat negara dalam kondisi parah dan jalan
keluar politik buntu, mereka selalu ada. Pada September lalu, meski
hadir dalam periode yang pendek, Gerakan Mahasiswa 2019
mengingatkan kita untuk kembali memaknai politik sebagai “P” besar.
Politik sebagai disensus dan jalan emansipasi.


Tahun Kelam Demokrasi
majalah.tempo.co
1 min read

kilas Balik 2019

T
AHUN yang riuh, tahun yang ricuh.

Kegaduhan tak henti menyertai perjalanan negeri ini


sepanjang 2019. Pemilihan presiden, dengan calon yang bertanding
ulang, menjadi biang keributan. Minim adu gagasan bermutu, sarat
dengan politik identitas dan hujatan, pesta demokrasi ditikam oleh
unjuk rasa brutal. Nyawa manusia berjatuhan dan aktor-aktornya tak
tersentuh. Ujungnya, calon yang kalah, Prabowo Subianto, memilih
berkoalisi dengan rivalnya, Joko Widodo.
Tahun ini pula pelindungan negara terhadap hak asasi tampak nihil.
Berbagai pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi, terutama yang
terkait dengan kepentingan politik penguasa. Kebebasan
mengutarakan pendapat pun terancam saat mereka yang kritis
terhadap pemerintah dengan mudah dicokok. Polisi tak malu lagi
menggunakan kekerasan ketika menghadapi unjuk rasa. Di sisi lain,
janji Jokowi menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia
makin menjadi fatamorgana.

Warsa ini pula janji Jokowi menguatkan Komisi Pemberantasan


Korupsi tak pernah terbukti. Hayat KPK malah tercerabut dengan
masuknya pemimpin baru yang bermasalah serta revisi undang-
undang yang memangkas kewenangannya. Diyakini tak mampu lagi
memberantas korupsi seperti pada masa jayanya, KPK masih
ditampar dengan keras ketika koruptor yang telah diseret ke dalam
bui bisa dengan mudah mendapat keringanan hukuman.

Namun pada tahun ini pula kita menyaksikan generasi yang kerap
dianggap apatis terhadap negara memilih bangkit. Dari berbagai
penjuru negeri, mereka melantangkan perlawanan untuk membela
KPK. Meski tak bertahan lama, aksi mereka mengembuskan angin
segar seiring dengan “kematian” masyarakat sipil—karena
kedekatannya dengan penguasa—pada tahun kelam demokrasi.

#undang-undang-kpk #pelanggaran-hak-asasi-manusia-ham-di-
masa-lalu #demonstrasi-mahasiswa
Kaleidoskop Januari 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

TEMPO/ Gunawan Wicaksono

15 Januari 2019

Kartel Tiket Pesawat Terbongkar

KOMISI Pengawas Persaingan Usaha pada pertengahan Januari 2019


mulai meneliti indikasi praktik pengaturan kesepakatan harga tiket
pesawat antar-maskapai penerbangan. Pasalnya, harga tiket pesawat
terus melonjak. Tujuh maskapai yang diduga melakukan praktik
kartel adalah PT Lion Mentari, PT Batik Air, PT Wings Abadi, PT
Citilink Indonesia, PT NAM Air, PT Sriwijaya Air, dan PT Garuda
Indonesia Tbk.

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

24 Januari 2019

Basuki Tjahaja Purnama Bebas

MANTAN Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, bebas dari


Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Depok, Jawa Barat,
Kamis, 24 Januari 2019. Basuki alias Ahok dinyatakan bersalah dalam
kasus penistaan agama dan dijatuhi hukuman penjara dua tahun.
Kasus tersebut merupakan buntut pernyataan Ahok yang menyitir
Surat Al-Maidah ayat 51 saat berpidato di depan warga Kepulauan
Seribu, akhir September 2016. Seorang warga, Buni Yani,
mengunggah klip video pidato tersebut di media sosial. Dua pekan
berselang, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa
pernyataan itu menista agama. Dua bulan kemudian, ratusan orang
yang digerakkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI menuntut
kasus tersebut segera diusut.
TEMPO/STR/M Taufan Rengganis

27 Januari 2019

Lilyana Natsir Pensiun

LILYANA Natsir memutuskan pensiun dari dunia bulu tangkis 27


Januari 2019 pada usia 33 tahun setelah menjalani laga terakhirnya
dalam final Indonesia Masters bersama tandemnya, Tontowi Ahmad.
Atlet yang akrab disapa Butet itu satu-satunya pemain dengan empat
gelar juara dunia dalam satu nomor. Selama 18 tahun kariernya,
ia mengoleksi 51 gelar, termasuk dua gelar juara Kejuaraan Asia, satu
trofi Piala Dunia Bulu Tangkis, dan satu medali emas Olimpiade.

TEMPO/Nita Dian

29 Januari 2019
Aktivis Demokrasi Rahman Tolleng Meninggal

RAHMAN Tolleng meninggal pada Selasa, 29 Januari 2019, di Rumah


Sakit Abdi Waluyo, Jakarta. Pria kelahiran Sinjai, Sulawesi Selatan, 5
Juli 1937, ini dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap pemerintah.
Ia menggerakkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia di Bandung
dan menerbitkan tabloid Mahasiswa Indonesia pada 1966. Ia pernah
menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong/Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara pada 1968-1971 dan anggota
DPR/MPR pada 1971-1974. Pada awal 1990-an, Rahman ikut
mendeklarasikan Forum Demokrasi, yang mengajukan Abdurrahman
Wahid sebagai calon presiden menggantikan Soeharto.

Clay Bolt/wdef.com

30 Januari 2019

Lebah Raksasa Wallace

TAK pernah terdeteksi dalam 38 tahun terakhir dan sempat dikira


punah, lebah raksasa Wallace (Megachile pluto) kembali ditemukan di
Halmahera, Maluku Utara, pada akhir Januari 2019. Lebah dengan
tubuh sebesar jempol manusia dan rentang sayap mencapai 10
sentimeter itu pertama kali ditemukan oleh ahli biologi Inggris,
Alfred Russel Wallace, pada 1859.
Kaleidoskop Februari 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

REUTERS

2 Februari 2019

Amerika Serikat Hengkang dari Perjanjian Senjata Nuklir

AMERIKA Serikat memutuskan keluar dari Pakta Pengendalian


Senjata Nuklir dalam waktu enam bulan, Sabtu, 2 Februari 2019.
Washington menarik diri setelah menuding pemerintah Rusia
mengembangkan rudal jelajah terbaru, Novator 9M729. Rusia
menyangkal tuduhan itu dengan menyatakan jangkauan rudalnya tak
melanggar ketentuan dalam pakta. Moskow juga menolak permintaan
Amerika menghancurkan rudal Novator 9M729, yang oleh Pakta
Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dikenal dengan nama SSC-8.

Pakta Pengendalian Senjata Nuklir dibuat oleh Amerika Serikat dan


Rusia pada 1987. Perjanjian ini dinegosiasikan Presiden Amerika
Serikat Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev.
Perjanjian tersebut melarang penembakan rudal dengan jarak tempuh
500-5.500 kilometer.

Istimewa

Penyelidik KPK Dianiaya

DUA penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi korban


penganiayaan saat mengecek dugaan tindak pidana korupsi dalam
rapat antara Pemerintah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Papua di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu, 2 Februari
2019. Hidung penyelidik komisi antirasuah retak, wajahnya terluka,
dan barangnya dirampas. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta
Raya menetapkan Sekretaris Daerah Papua Heri Dosinaen sebagai
tersangka kasus tersebut.
TEMPO/STR/Nurdiansah

4 Februari 2019

RUU Permusikan Ditolak

SEBANYAK 260 musikus dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan


menolak pengesahan draf Rancangan Undang-Undang Permusikan.
Mereka menilai draf itu menyimpan banyak masalah yang berpotensi
membelenggu musikus. Mereka mempertanyakan sumber kajian
naskah, yang salah satunya mengutip makalah siswa sebuah sekolah
musik kejuruan negeri.

Rancangan undang-undang itu digodok Komisi Pendidikan, Olahraga,


dan Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat. Musikus Anang Hermansyah,
anggota komisi, diserang kawan seprofesinya karena dianggap
semestinya lebih memahami aspirasi pelaku seni musik dan
memperjuangkannya.

Dok. Documenta/Gudskul/Jin Panji

25 Februari 2019
Ruangrupa Menjadi Direktur Artistik Documenta

KELOMPOK seniman dari Jakarta, Ruangrupa, terpilih menjadi


Direktur Artistik Documenta, festival seni kontemporer bergengsi di
Kota Kassel, Jerman, yang digelar lima tahun sekali. Mereka terpilih
memimpin pergelaran Documenta edisi ke-15 yang akan dihelat pada
18 Juni-25 September 2022. Ruangrupa merupakan kelompok
seniman pertama yang terpilih menjadi Direktur Artistik Documenta,
juga pengarah artistik pertama yang berasal dari Asia.

Kemenpora

26 Februari 2019

Indonesia Juara Piala AFF U-22

TIM nasional sepak bola Indonesia menjuarai Piala AFF U-22 di


Kamboja, Selasa, 26 Februari 2019. Prestasi tersebut diraih setelah
skuad Garuda Muda yang ditangani pelatih Indra Sjafri itu
mengalahkan Thailand dengan skor 2-1 pada babak final di Stadion
Nasional Olimpiade, Phnom Penh. Ini gelar pertama Indonesia dalam
turnamen tersebut. Kesuksesan tim nasional ini berkat permainan
menyerang Osvaldo Ardiles Haay dan kawan-kawan sejak awal laga.
Maret: Dari korupsi di
Kementerian Agama hingga
London Book Fair
majalah.tempo.co
2 mins read

Dok. Bekraf

12-14 Maret 2019

Indonesia di London Book Fair

UNTUK pertama kalinya, Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara


yang terpilih sebagai Market Focus Country dalam pameran buku
London Book Fair di Olympia, Kensington, Inggris, pada 12-14 Maret
2019. Dalam pameran buku terbesar kedua di dunia itu, paviliun
Indonesia mengusung tema “17,000 Islands of Imagination”. Posisi itu
memungkinkan Indonesia mempromosikan buku-buku dari dalam
negeri ke kancah internasional. Dalam acara tersebut, sebanyak 450
buku dari 20 penerbit Tanah Air dipamerkan.

Antara/Gusti Tanati

16 Maret 2019

Banjir Bandang Sentani

BANJIR bandang menerjang Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua,


pada 16 Maret 2019. Berdasarkan catatan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, jumlah korban meninggal akibat air bah
tersebut mencapai 113 orang. Selain itu, ratusan rumah penduduk,
sekolah, tempat ibadah, dan kantor rusak. Akibatnya, sekitar 10 ribu
orang warga Sentani mengungsi.

Pemerintah Jayapura menetapkan dua pekan masa tanggap darurat


akibat bencana tersebut. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Siti Nurbaya mengatakan banjir di Sentani disebabkan oleh rusaknya
hutan sehingga lingkungan tidak sanggup menampung curah hujan
yang ekstrem. Ia berjanji segera memulihkan kawasan hutan di
sekitar daerah rawan banjir.
Romy pun Terjerat. TEMPO/Imam Sukamto

23 Maret 2019

Romy pun Terjerat

KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Umum Partai


Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy, yang akrab
disapa Romy, pada pertengahan Maret 2019. Ia diduga menerima
suap untuk mengatur promosi jabatan di Kementerian Agama, yang
menterinya dijabat kader partai politik itu. Penyidik KPK juga
menangkap Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur
Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Ketika membacakan nota keberatan dalam sidang pada 23 September


2019, Romy mengaku menerima Rp 250 juta dari Haris, tapi dia
mengklaim duit tersebut telah dikembalikan. Kasus ini menyeret
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Lukman mengatakan Haris
sempat memberinya Rp 10 juta melalui ajudannya sebagai
honorarium tambahan pembicara di Pondok Pesantren Tebuireng,
Jombang, Jawa Timur, pada 9 Maret 2019.

Lukman menolak dan meminta ajudannya mengembalikan duit


tersebut, tapi KPK telah menangkap Romy sebelum uang itu
dikembalikan kepada Haris.
TEMPO/Tony Hartawan

24 Maret 2019

MRT Beroperasi

SETELAH 25 tahun direncanakan, moda raya terpadu (MRT) fase I


jalur Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 16 kilometer
beroperasi pada 24 Maret 2019. Pengoperasian kereta bawah tanah
pertama di Indonesia itu diresmikan Presiden Joko Widodo di
kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

Pembangunan MRT dikerjakan perusahaan Jepang, Sumitomo


Corporation, menghabiskan biaya sekitar Rp 36,95 triliun. Sumbernya
berasal dari pinjaman Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).

Seusai peresmian operasi MRT Lebak Bulus-Bundaran Hotel


Indonesia, Presiden memimpin peletakan batu pertama pembangunan
proyek MRT fase kedua, yaitu jalur Bundaran Hotel Indonesia-Jakarta
Kota. Rencananya, proyek kedua itu bakal rampung dan bisa
beroperasi pada 2024.
Kaleidoskop April
majalah.tempo.co
2 mins read

Pemilihan Umum Serentak/Tempo

17 April 2019

Pemilihan Umum Serentak

TANGGAL 17 April 2019 menjadi tonggak sejarah karena untuk


pertama kalinya digelar pemilihan presiden-wakil presiden dan
anggota legislatif secara bersamaan. Pemilihan presiden tahun ini
mempertemukan kembali Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Bedanya, sebagai calon inkumben, Jokowi lebih banyak didukung
partai politik yang menguasai Dewan Perwakilan Rakyat.
Ada enam partai yang mendukung Jokowi, yang menggandeng ulama
konservatif Ma’ruf Amin, yaitu Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional
Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Bulan Bintang.
Sedangkan Prabowo, yang berpasangan dengan pengusaha
Sandiaga Uno, disokong Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai
Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, jumlah pemilih dalam


pemilihan ini mencapai 192,86 juta—naik 5,3 juta dibanding dalam
Pemilu 2014. Dengan anggaran Rp 25,29 triliun, KPU mengerahkan
sekitar 5,6 juta petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara
(KPPS) yang tersebar di 811.118 tempat pemungutan suara di dalam
dan luar negeri.

Pemilu 2019 juga tercatat sebagai pemilu terberat dalam sejarah


Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 16 Mei
2019, sebanyak 527 petugas KPPS meninggal lantaran kelelahan
akibat pemilihan serentak. Selain itu, terdapat 11.239 petugas yang
jatuh sakit.

Paskah Kelabu di Sri Lanka /Tempo

21 April 2019

Paskah Kelabu di Sri Lanka

PERAYAAN Paskah di Sri Lanka berlangsung kelabu. Sebanyak delapan


serangan bom bertubi-tubi mengguncang tiga kota di negara yang
mayoritas berpenduduk Buddha itu pada 21 April 2019. Di Kota
Kolombo, enam bom meledak di gereja dan sejumlah hotel yang
menyebabkan 82 orang meninggal. Pada waktu hampir bersamaan,
bom meledak di Gereja St. Sebastian, Kota Negombo, yang
menewaskan 104 orang. Bom bunuh diri juga terjadi di Gereja Zion di
Kota Batticaloa, yang menyebabkan 28 orang tewas.

Serangan itu merupakan teror paling buruk yang pernah melanda Sri
Lanka seusai perang saudara satu dasawarsa silam. Dua hari setelah
serangan, kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim
bertanggung jawab atas teror tersebut.

Akhirnya, Sofyan Basir/Tempo

23 April 2019

Akhirnya, Sofyan Basir

KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT


Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka
suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1.
KPK menemukan bukti bahwa Sofyan diduga membantu anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, menerima hadiah
atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo agar pengusaha itu
ditunjuk menangani proyek tersebut.

Kasus korupsi proyek pembangkit ini juga menyeret politikus Golkar


yang baru saja diangkat menjadi Menteri Sosial, Idrus Marham.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menyatakan Eni,
Kotjo, dan Idrus bersalah. Namun Sofyan dinyatakan tidak bersalah
dan dibebaskan dari tuntutan pada 4 November 2019.
Ibu Kota Pindah/Tempo

29 April 2019

Ibu Kota Pindah

TANPA diskusi publik yang luas, Presiden Joko Widodo memutuskan


memindahkan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan.
Keputusan itu ia ambil dalam rapat terbatas kabinet pada 29 April
2019. Namun dalam rapat itu, menurut Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, belum diputuskan
lokasi persis ibu kota baru. Setelah 16 Agustus 2019, sesudah Jokowi
meminta izin Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah dalam sidang tahunan, barulah nama Penajam dan Kutai
Kartanegara muncul sebagai lokasi anyar pusat pemerintahan.
Kaleidoskop Mei 2019
majalah.tempo.co
1 min read

Rusuh di Lembaga Pemasyarakatan Langkat/Tempo

16 Mei 2019

Rusuh di Lembaga Pemasyarakatan Langkat

KERUSUHAN pecah di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III,


Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada Kamis siang, 16 Mei 2019.
Diduga penyebabnya adalah pemukulan terhadap narapidana yang
dilakukan petugas penjara. Tapi Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, Dewa Putu Gede,
mengungkapkan kerusuhan terjadi lantaran para napi menolak razia
narkotik. Mereka mengamuk lalu menjebol bangunan penjara dan
membakar kendaraan yang terparkir di sana. Sebanyak 177
narapidana kabur, sebagian besar bisa ditangkap. Kejadian itu
berujung pada pencopotan 33 pegawai penjara.

Jokowi-Ma’ruf Pemenang Pemilihan Presiden/Tempo

21 Mei 2019

Jokowi-Ma’ruf Pemenang Pemilihan Presiden

KOMISI Pemilihan Umum menetapkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin


sebagai pemenang pemilihan presiden 2019 pada 21 Mei 2019.
Pasangan nomor urut 01 itu meraih 85.607.362 suara atau 55,50
persen. Sedangkan rivalnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin
Uno, mendapat 68.650.239 suara atau 44,50 persen. Jokowi berhasil
menguasai 21 provinsi, sedangkan Prabowo unggul atas rivalnya itu di
13 provinsi. Tiga hari seusai pengumuman KPU, kubu Prabowo
menggugat hasil rekapitulasi pemilihan presiden ke Mahkamah
Konstitusi.
Pemrotes Suara Azan Bebas Bersyarat/Tempo

Pemrotes Suara Azan Bebas Bersyarat

MEILIANA, terpidana kasus penistaan agama karena memprotes


suara azan di lingkungan rumahnya di Tanjung Balai, Sumatera Utara,
bebas bersyarat pada 21 Mei 2019. Perempuan itu divonis satu
setengah tahun penjara karena dianggap sebagai penista agama. Pada
Juli 2018, Meiliana meminta tetangganya memberi tahu pengurus
masjid agar volume azan dikecilkan karena telinganya sakit. Tak
terima atas perkataan Meiliana, pengurus masjid malah
melaporkannya ke polisi. Rumah Meiliana dirusak. Sejumlah orang
pun merusak wihara di Tanjung Balai.

#meiliana #pilpres-2019 #demonstrasi #bawaslu #kabupaten-langkat


Kaleidoskop Juni 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

Ani Yudhoyono Wafat/Tempo

1 Juni 2019

Ani Yudhoyono Wafat

KRISTIANI Herawati, istri mantan presiden Susilo Bambang


Yudhoyono, meninggal pada usia 66 tahun di National University
Hospital, Singapura, 1 Juni 2019. Ani Yudhoyono—panggilan akrab
Kristina—menjalani perawatan di sana sejak 2 Februari 2019 karena
menderita kanker darah. Yudhoyono mengatakan kondisi Ani sempat
membaik, tapi terjadi ledakan jumlah sel kanker tiga hari sebelum
sang istri meninggal. Ani dikebumikan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata, Jakarta, pada 2 Juni 2019. Presiden Joko Widodo memimpin
langsung upacara pemakaman Ani.

Ricuh Sistem Zonasi/Tempo

20 Juni 2019

Ricuh Sistem Zonasi

SISTEM zonasi penerimaan peserta didik baru pada Juni 2019 yang
diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menimbulkan
kekisruhan di berbagai daerah. Banyak orang tua murid mengeluhkan
sistem tersebut. Ombudsman Republik Indonesia menemukan
sejumlah maladministrasi dalam pemberlakuan kebijakan ini, antara
lain tidak adanya prosedur standar operasi penerimaan, nihilnya
validasi terhadap calon peserta didik, serta intervensi pejabat daerah
dalam penerimaan murid baru. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
menerima 19 aduan tentang pemberlakuan sistem ini. Salah satunya
mengenai pemalsuan surat keterangan domisili.

26 Juni 2019

Vonis untuk Vanessa Angel

PENGADILAN Negeri Surabaya memvonis Vanessa Angel dengan


hukuman lima bulan penjara karena terbukti menyebarkan konten
asusila pada 26 Juni 2019. Hakim menilai Vanessa terbukti melanggar
Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Vonis ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa, yaitu enam bulan
penjara. Kasus ini menghebohkan publik karena pada awalnya
Vanessa bakal dijerat dengan delik prostitusi online. Dia ditangkap
pada Januari 2019 ketika sedang berada di kamar hotel bersama
seorang pria bernama Rian Soebroto. Rian tak pernah bisa dihadirkan
dalam persidangan.

MK Tolak Gugatan Prabowo-Sandi/Tempo

27 Juni 2019

MK Tolak Gugatan Prabowo-Sandi

MAHKAMAH Konstitusi menolak seluruh gugatan kubu Prabowo


Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno terkait dengan sengketa hasil
pemilihan presiden pada 27 Juni 2019. Hakim Mahkamah menilai dalil
tim Prabowo-Sandiaga bahwa terjadi kecurangan pemilu secara
terstruktur, sistematis, dan masif tak terbukti serta tak beralasan
secara hukum. Dalam persidangan pun saksi-saksi yang diajukan
kubu Prabowo-Sandi tak bisa menunjukkan bukti atas tuduhan
mereka.

Putusan MK tersebut sekaligus menegaskan hasil pemilihan presiden


2019. Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan
Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang meraih 85.607.362 atau 55,5 persen
suara, sebagai presiden-wakil presiden terpilih.
KPK Cokok Jaksa DKI/Tempo

28 Juni 2019

KPK Cokok Jaksa DKI

KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap lima orang dalam operasi


tangkap tangan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 28 Juni 2019.
Mereka yang diringkus tim komisi antirasuah adalah dua jaksa, dua
pengacara, dan seorang pihak swasta. Operasi KPK ini terkait dengan
dugaan suap untuk mengurus penuntutan kasus penipuan investasi
valuta asing senilai Rp 11 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Di tengah penanganan perkara, KPK menyerahkan dua jaksa yang
ditangkap ke Kejaksaan Agung dengan alasan belum menemukan
bukti dugaan keterlibatan mereka.

#vanessa-angel #sengketa-pilpres #mahkamah-konstitusi #ani-


yudhoyono #prabowo-subianto #sandiaga-uno
Kaleidoskop Juli 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

Hasil Tim Gabungan Kasus Novel/Tempo

7 Juli 2019

Hasil Tim Gabungan Kasus Novel

TIM gabungan Kepolisian RI yang bertugas mengungkap kasus


penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi, Novel Baswedan, berakhir pada 7 Juli 2019. Selama enam
bulan bekerja, tim bentukan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian itu
tak menemukan penyerang Novel.

Saat melaporkan hasil penelusuran pada Rabu, 17 Juli 2019, laporan


tim setebal 170 halaman dengan 1.500 berkas lampiran itu hanya
membeberkan enam kasus yang ditengarai melatari penyiraman.
Beberapa di antaranya diduga terkait dengan kasus korupsi kartu
tanda penduduk elektronik (e-KTP), suap terhadap Ketua Mahkamah
Konstitusi Akil Mochtar, korupsi wisma atlet SEA Games 2011, dan
suap Bupati Buol Amran Batalipu.

Wakil Ketua KPK kala itu, Laode Muhammad Syarif, menyatakan


kecewa terhadap laporan tim gabungan. Ia mengatakan tim
seharusnya mampu mengungkap penyerang Novel. “Wajar jika
kecewa karena kasus ini serangan terhadap institusi KPK,” ujar Syarif
sehari setelah pengumuman.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.


menyebutkan kepolisian sudah menangkap dua pelaku penyiram
Novel, pada Jumat, 27 Desember 2019. Keduanya diduga polisi yang
masih aktif berdinas. Penangkapan ini diharapkan membuka tabir
kasus yang gelap selama dua setengah tahun tersebut.

Syafruddin Temenggung Bebas/Tempo

9 Juli 2019

Syafruddin Temenggung Bebas


MAHKAMAH Agung membebaskan bekas Kepala Badan Penyehatan
Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung, dari jerat
pidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada 9 Juli 2019.
Kasasi ini menggugurkan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang
menghukum Syafruddin 15 tahun penjara. Tapi putusan majelis kasasi
tak bulat. Hakim agung Syamsul Rakan Chaniago menyatakan kasus
tersebut bukan pidana, melainkan perdata. Hakim agung Mohammad
Asikin menyebutnya masalah administrasi. Satu-satunya hakim agung
yang berkukuh kasus itu pidana adalah Salman Luthan.

Gubernur Kepulauan Riau Tersangka Suap/Tempo

12 Juli 2019

Gubernur Kepulauan Riau Tersangka Suap

KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan Gubernur Kepulauan Riau


Nurdin Basirun dan tiga tersangka lain dalam kasus suap izin prinsip
reklamasi di Kepulauan Riau pada Jumat, 12 Juli 2019. Suap bermula
ketika Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengajukan pengesahan
Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Izin tersebut mengubah peruntukan
kawasan pesisir dan hutan lindung di Tanjung Piayu, Batam, menjadi
lahan komersial.
Lindu Guncang Halmahera/Tempo

14 Juli 2019

Lindu Guncang Halmahera

GEMPA 7,2 magnitudo mengguncang wilayah Halmahera Selatan,


Maluku Utara, Ahad, 14 Juli 2019. Gempa menyebabkan 971 bangunan
di 10 kecamatan rusak berat. Pemerintah kabupaten menetapkan
masa tanggap darurat selama sepekan untuk keperluan evakuasi
korban dan penanganan para pengungsi. Tercatat 6 orang tewas dan
lebih dari 3.000 penduduk tinggal di pengungsian akibat lindu itu.

Pertama untuk Don Quixote/Tempo

Pertama untuk Don Quixote

APSANTI Djokosujatno menerjemahkan novel klasik karya Miguel de


Cervantes Saavedra, El Ingeniosa Hidalgo Don Quixote de La Mancha,
pertama kali ke bahasa Indonesia secara lengkap. Terdiri atas dua
volume, novel yang berisi sekitar 1.000 halaman itu diterbitkan pada
14 Juli 2019. Bersamaan dengan peluncuran novel, Teater Salihara
menggelar pentas wayang golek berjudul Den Kisot. Naskah yang
terinspirasi kisah Don Quixote itu ditulis Goenawan Mohamad dan
disutradarai Endo Suanda.

#kaleidoskop #gempa-bumi #kasus-blbi #novel-baswedan


majalah.tempo.co

Seribu Kata

Gerhana Matahari
Layangan berbentuk pesawat melayang di langit Siak, Riau, saat
menjelang peristiwa gerhana matahari, 26 Desember 2019. Peristiwa
gerhana matahari di sebagian wilayah Indonesia menarik minat warga
untuk mengamatinya. REUTERS/Willy Kurniawan

seribu kata

Layangan berbentuk pesawat melayang di langit Siak, Riau,


saat menjelang peristiwa gerhana matahari, 26 Desember
2019. Peristiwa gerhana matahari di sebagian wilayah
Indonesia menarik minat warga untuk mengamatinya.
REUTERS/Willy Kurniawan

seribu kata

Layangan berbentuk pesawat melayang di langit Siak, Riau,


saat menjelang peristiwa gerhana matahari, 26 Desember
2019. Peristiwa gerhana matahari di sebagian wilayah
Indonesia menarik minat warga untuk mengamatinya.
REUTERS/Willy Kurniawan

seribu kata

Layangan berbentuk pesawat melayang di langit Siak, Riau,


saat menjelang peristiwa gerhana matahari, 26 Desember
2019. Peristiwa gerhana matahari di sebagian wilayah
Indonesia menarik minat warga untuk mengamatinya.
REUTERS/Willy Kurniawan


majalah.tempo.co
1 min read

Seribu Kata

kacamata gerhana raksasa


KACAMATA GERHANA RAKSASA. Pengunjung melihat fenomena
gerhana matahari melalui kacamata khusus ukuran besar di Kampung
Bunsur Kabupaten Siak, Riau, Kamis (26/12/2019). Pemasangan alat
untuk melihat fenomena alam itu sekaligus memecahkan rekor di
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kecamata gerhana matahari
terbesar. ANTARA / FB Anggoro
seribu kata

KACAMATA GERHANA RAKSASA. Pengunjung melihat


fenomena gerhana matahari melalui kacamata khusus
ukuran besar di Kampung Bunsur Kabupaten Siak, Riau,
Kamis (26/12/2019). Pemasangan alat untuk melihat
fenomena alam itu sekaligus memecahkan rekor di
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kecamata
gerhana matahari terbesar. ANTARA / FB Anggoro

seribu kata

KACAMATA GERHANA RAKSASA. Pengunjung melihat


fenomena gerhana matahari melalui kacamata khusus
ukuran besar di Kampung Bunsur Kabupaten Siak, Riau,
Kamis (26/12/2019). Pemasangan alat untuk melihat
fenomena alam itu sekaligus memecahkan rekor di
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kecamata
gerhana matahari terbesar. ANTARA / FB Anggoro

seribu kata

KACAMATA GERHANA RAKSASA. Pengunjung melihat


fenomena gerhana matahari melalui kacamata khusus
ukuran besar di Kampung Bunsur Kabupaten Siak, Riau,
Kamis (26/12/2019). Pemasangan alat untuk melihat
fenomena alam itu sekaligus memecahkan rekor di
Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kecamata
gerhana matahari terbesar. ANTARA / FB Anggoro
Kaleidoskop Agustus 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

KPK Tahan Emirsyah Satar/TEMPO/Imam Sukamto

7 AGUSTUS

KPK Tahan Emirsyah Satar

KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan mantan Direktur Utama PT


Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, Rabu, 7 Agustus 2019. Ia diduga
menerima suap 1,2 juta euro dan US$ 180 ribu serta barang senilai
US$ 2 juta. Pemberian ini diduga terkait dengan pembelian 50 mesin
pesawat Airbus SAS pada 2005-2014. “Tersangka ditahan di rumah
tahanan KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK
Yuyuk Andriati. KPK juga menahan Soetikno Soedarjo, yang diduga
berperan sebagai perantara suap.

8-10 AGUSTUS

Megawati Kembali Pimpin Banteng

Megawati Kembali Pimpin Banteng/TEMPO/Johannes P. Christo

KONGRES Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Bali pada 8-10


Agustus 2019 kembali memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua
umum periode 2019-2024. “Semua menghendaki pengangkatan saya
secara aklamasi,” ujar Megawati seusai pengukuhan. Ia memimpin
partai banteng gemuk itu sejak 1999. Megawati seharusnya
membacakan laporan pertanggungjawaban sebelum pemilihan.
Agenda itu batal karena semua perwakilan pengurus daerah dengan
suara bulat memintanya kembali menjadi ketua umum.

16-17 AGUSTUS

Rusuh di Tanah Papua


Rusuh di Tanah Papua/Hans Arnold Kapisa

UNJUK rasa mahasiswa dan masyarakat berakhir mencekam di


Manokwari, Papua Barat, Senin pagi, 19 Agustus 2019. Awalnya
mereka memblokade sejumlah jalan protokol. Sekelompok orang
mulai membakar gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua
Barat dan merusak fasilitas umum lain, saat menjelang siang.

Pada hari yang sama, massa berdemonstrasi di Sorong, juga di Papua


Barat, dan di Jayapura, Papua. Mereka memblokade jalan dan
merusak sejumlah kantor pemerintah. “Aparat kepolisian dan TNI
diminta mengedepankan pendekatan persuasif,” kata Wiranto, waktu
itu menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan,
pada hari kerusuhan.

Demonstrasi berawal dari perlakuan diskriminatif terhadap


mahasiswa asal Papua di Surabaya pada 16-17 Agustus 2019. Sejumlah
anggota Tentara Nasional Indonesia, kelompok organisasi
kemasyarakatan, dan Satuan Polisi Pamong Praja mendatangi asrama
mahasiswa Papua karena menganggap para mahasiswa menolak
mengibarkan bendera Merah Putih. Di situ keluar ucapan rasisme dari
sejumlah pengepung.

Ucapan rasisme tersebut menyebar di media sosial, lalu memicu


kemarahan warga Papua. Setelah itu, terjadi demonstrasi di sejumlah
kota di Papua dan Papua Barat.

25 AGUSTUS

Ahsan/Hendra Juara Dunia Lagi


Ahsan/Hendra Juara Dunia Lagi/REUTERS/Vincent Kessler

GANDA putra Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan,


menjuarai Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2019 di Basel, Swiss, pada
25 Agustus 2019. Dalam pertandingan itu, Ahsan dan Hendra
mengalahkan pasangan Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi, dalam
tiga set, 25-23, 9-21, dan 21-15. Keduanya merebut gelar yang sama
pada 2013 di Guangzhou, Cina, dan pada 2015 di Jakarta.

29 AGUSTUS

Pertumbuhan Ekonomi Meleset

Pertumbuhan Ekonomi Meleset/ANTARA FOTO/Galih Pradipta

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan


pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,08 persen, 29 Agustus
2019. Angka ini meleset dari target awal yang ditetapkan di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2019 sebesar 5,3 persen. Sri Mulyani
menyebutkan faktor pendorong ekonomi pada semester kedua 2019
mengendur ketimbang semester sebelumnya. “Konsumsi pada
semester kedua hanya 4,97 persen,” ujar Sri.

#kaleidoskop #outlook-ekonomi #kongres-pdip #papua


Kaleidoskop September 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

Amarzan Loebis Berpulang/Dok. TEMPO/Aditia Noviansyan

2 SEPTEMBER

Amarzan Loebis Berpulang

WARTAWAN senior Amarzan Ismail Hamid alias Amarzan Loebis


meninggal pada 2 September 2019 di rumahnya di Jalan Taman
Bougenville, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Amarzan berpulang pada
usia 78 tahun setelah hampir dua tahun menderita stroke dan
dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Perwira, Jalan Kaliabang,
Bekasi Utara, Bekasi. Semasa hidupnya, ketika menjadi redaktur
koran Harian Rakyat Minggu, yang dekat dengan Partai Komunis
Indonesia, Amarzan diasingkan ke Pulau Buru selama 14 tahun.
Selepas bebas dari Pulau Buru pada 1979, dia bergabung dengan
majalah Tempo hingga wafat.

11 SEPTEMBER

Mantan Presiden Habibie Wafat

Mantan Presiden Habibie Wafat/ dok.TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

MANTAN presiden Bacharuddin Jusuf Habibie wafat di Rumah Sakit


Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta. Sempat dirawat selama
sepuluh hari, Habibie meninggal pada usia 83 tahun
karena komplikasi penyakit. Habibie dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata esok harinya. Presiden Joko Widodo memimpin
upacara pemakaman mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu.

13 SEPTEMBER

Kontroversi Seleksi Pemimpin KPK


Kontroversi Seleksi Pemimpin KPK/REUTERS/Chris Keane

RAPAT pleno Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya


memilih Inspektur Jenderal Polisi Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023. Didukung semua fraksi di
DPR, Firli mengantongi suara terbanyak dalam voting yang diikuti 56
anggota komisi. Sejak awal, lolosnya Firli di tingkat Panitia Seleksi
Calon Pimpinan KPK dipersoalkan pegiat antikorupsi. Presiden Joko
Widodo dan Panitia Seleksi dianggap mengabaikan dugaan
pelanggaran etik Firli saat ia menjabat Deputi Penindakan KPK pada
2018. Kala itu, Firli ditengarai bertemu dengan pihak yang terseret
korupsi. Firli menampik tudingan ini. Jokowi melantiknya sebagai
Ketua KPK pada 20 Desember 2019.

22 SEPTEMBER

Gerakan #ReformasiDikorupsi

Gerakan #ReformasiDikorupsi/REUTERS/Willy Kurniawan

MAHASISWA dan berbagai elemen masyarakat sipil menggelar


demonstrasi besar menolak pengesahan revisi Undang-Undang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pembahasan
sejumlah rancangan undang-undang kontroversial. Unjuk rasa terjadi
di Jakarta, Yogyakarta, Kendari, Makassar, Medan, dan sejumlah kota
besar lain. Gerakan yang meluas dengan mengusung slogan
#ReformasiDikorupsi ini melahirkan tujuh tuntutan untuk melawan
pelemahan terhadap penindakan korupsi, kriminalisasi aktivis, dan
RUU yang dianggap hanya akan menguntungkan elite politik. Lima
mahasiswa dan pelajar gugur dalam bentrokan dengan aparat di
Jakarta dan Kendari, yakni Maulana Suryadi, 23 tahun, Akbar
Alamsyah (19), Randy (22), Yusuf Qardawi (19), dan Bagus Putra
Mahendra (15).

24 SEPTEMBER

Greta Mengguncang Dunia

Greta Mengguncang Dunia/REUTERS/Chris Keane

PIDATO Greta Thunberg dalam konferensi tingkat tinggi tentang iklim


di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat,
menyita perhatian dunia. Aktivis lingkungan 16 tahun asal Swedia itu
geram terhadap para pemimpin dunia yang tidak banyak bertindak
dalam memerangi perubahan iklim. Thunberg telah mengajukan
komplain resmi di PBB terhadap Jerman, Prancis, Brasil, Argentina,
dan Turki, yang ia anggap gagal melindungi lingkungan untuk masa
depan. Sejak 2018, remaja itu rutin bolos sekolah setiap Jumat untuk
berdemonstrasi hingga gerakannya meluas di seluruh dunia.

#kaleidoskop
Kaleidoskop Oktober 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

Kebakaran Terparah dalam Tiga Tahun/TEMPO/Subekti

1 Oktober

Kebakaran Terparah dalam Tiga Tahun

BADAN Nasional Penanggulangan Bencana mencatat kebakaran


sepanjang Januari-September 2019 merambah 857.756 hektare hutan
dan lahan gambut. Peristiwa ini tercatat sebagai kebakaran terparah
dalam tiga tahun terakhir sejak bencana asap 2015. Sebaran titik
panas meluas di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Riau, Sumatera Selatan, dan Jambi. Sepanjang September,
titik panas melonjak lebih dari 170 persen dibanding Agustus. Kabut
asap meluas hingga ke negara tetangga.

10 Oktober

Penyerangan Wiranto

Penyerangan Wiranto/ANTARA/Dok Polres Pandeglang

Syahril Alamsyah alias Abu Rara menusuk perut Menteri Koordinator


Politik, Hukum, dan Keamanan Kabinet Kerja, Jenderal Purnawirawan
Wiranto, yang sedang berkunjung ke Pondok Pesantren Mathla’ul
Anwar, Pandeglang, Banten. Abu Rara, anggota Jamaah Ansharud
Daulah, dibantu istrinya dalam serangan yang juga melukai Kepala
Kepolisian Sektor Menes Komisaris Dariyanto tersebut. Wiranto dan
Dariyanto selamat setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Belakangan, peristiwa ini juga diwarnai oleh pencopotan Komandan
Komando Distrik Militer 1417 Kendari Kolonel Kavaleri Hendi Suhendi
gara-gara komentar miring istrinya di media sosial yang ditengarai
berhubungan dengan penusukan Wiranto.

17 Oktober
Revisi Undang-Undang KPK Berlaku

Revisi Undang-Undang KPK Berlaku/TEMPO/Subekti

Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi otomatis


berlaku setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 17
September 2019. Sejak awal revisi ini dinilai cacat prosedur. Tanpa
melalui Program Legislasi Nasional, pembahasannya dikebut dalam
waktu 12 hari. Sederet pasal di dalamnya juga dianggap berpotensi
melemahkan komisi antikorupsi. Namun Presiden Joko Widodo
menolak desakan pegiat antikorupsi agar pemerintah menerbitkan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 itu.

23 Oktober

Kabinet Jokowi Periode Kedua


Kabinet Jokowi Periode Kedua/ANTARA FOTO/Rony Muharrman

Presiden Joko Widodo melantik 34 menteri anggota kabinet periode


2019-2024. Dalam Kabinet Indonesia Maju, Jokowi memilih 17 orang
baru berlatar belakang partai politik. Di antaranya rival dalam
pemilihan presiden 2019, Prabowo Subianto. Ketua Umum sekaligus
Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini ditunjuk sebagai Menteri
Pertahanan. Masuknya Prabowo ke koalisi pemerintah diiringi
terpilihnya Wakil Ketua Umum Bidang Keuangan dan Pembangunan
Nasional Partai Gerindra, Edhy Prabowo, sebagai Menteri Kelautan
dan Perikanan, menggantikan Susi Pudjiastuti. Dalam kabinet ini,
Jokowi juga menambah kewenangan Luhut Binsar Pandjaitan dengan
perubahan nomenklatur Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman menjadi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
dan Investasi.

24 Oktober

Induk BUMN Farmasi Terbentuk

Induk BUMN Farmasi Terbentuk/biofarma.co.id

Pemerintah resmi menggabungkan tiga badan usaha milik negara


(BUMN) farmasi dalam kelompok usaha (holding) dengan
mengalihkan saham seri B milik negara di PT Kimia Farma (Persero)
Tbk dan PT Indofarma (Persero) Tbk kepada PT Bio Farma (Persero).
Bio Farma akan menjadi induk pabrik obat pelat merah. Kelompok
usaha baru ini bersiap tancap gas menggarap 7,5-10 persen pasar
industri farmasi dalam negeri. Nantinya Kimia Farma akan berfokus
menyasar bisnis produksi dan pemasaran obat-obatan. Indofarma
menghasilkan obat herbal dan alat kesehatan. Adapun Bio Farma
khusus memproduksi vaksin.


Kaleidoskop November 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

Kejanggalan Anggaran DKI/TEMPO/Muhammad Hidayat

1 November

Kejanggalan Anggaran DKI

ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta dari Fraksi


Partai Solidaritas Indonesia, William Aditya Sarana, mengunggah
kejanggalan anggaran DKI 2020 melalui akun media sosialnya. Salah
satu yang mencolok adalah pengadaan lem Aibon senilai Rp 8,2
miliar. Selain itu, pengadaan pulpen jenis drawing sebesar Rp 123,8
miliar.

Pemerintah DKI beralasan rancangan anggaran itu baru sementara.


William kemudian malah diadili Badan Kehormatan DPRD DKI. Dia
divonis bersalah karena dinilai bersikap tidak proporsional dalam
mengungkap kejanggalan pembahasan anggaran DKI.

11 November

Kasus Rohingya Dibawa ke Pengadilan

Kasus Rohingya Dibawa ke Pengadilan/REUTERS/Danish Siddiqui

GAMBIA, yang didukung Organisasi Kerja Sama Islam, menggugat


Myanmar dengan pasal kejahatan genosida terhadap kelompok etnis
Rohingya di Mahkamah Keadilan Internasional (ICJ) di Den Haag,
Belanda, 11 November 2019. Kekerasan militer Myanmar
menyebabkan sekitar 10 ribu orang tewas dan diperkosa serta lebih
dari 740 ribu orang mengungsi ke Bangladesh.

Dalam sidang, Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar yang
juga penerima Hadiah Nobel Perdamaian, membantah tudingan
genosida dan menyebut nasib yang menimpa Rohingya itu sebagai
ekses konflik bersenjata antara Myanmar dan Tentara Penyelamat
Rohingya Arakan.

26 November
Menguji Undang-Undang KPK

Menguji Undang-Undang KPK/TEMPO/Prima Mulia

TIGA pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo, Laode


Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang, bersama sejumlah tokoh
lain mengajukan permintaan peninjauan kembali atas Undang
Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah
Konstitusi. Dalam permohonan pengujian formal ini, pemohon
menilai ada sejumlah kejanggalan dalam undang-undang itu, seperti
waktu pembahasan dan pengesahan yang begitu cepat, tertutup, dan
tidak melibatkan publik serta tidak masuknya undang-undang dalam
Program Legislasi Nasional 2019.

26 November

Grasi untuk Koruptor


Grasi untuk Koruptor/ANTARA FOTO/Ariella

PRESIDEN Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Gubernur


Riau, Annas Maamun, terpidana korupsi Rp 2 miliar terkait dengan
alih fungsi lahan di Riau. Grasi itu berupa pengurangan hukuman
pidana dari 7 menjadi 6 tahun penjara. Presiden beralasan, grasi
diberikan juga atas pertimbangan Mahkamah Agung. Sepanjang 2019,
Mahkamah telah mengurangi hukuman sejumlah terpidana korupsi,
termasuk mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham,
dan eks hakim konstitusi, Patrialis Akbar.

27 November

Ciputra Tutup Usia

Ciputra Tutup Usia/TEMPO/STR/Nurdiansah

PENGUSAHA properti Ciputra tutup usia pada 27 November 2019 di


Singapura. Pengusaha yang lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan itu
wafat pada usia 88 tahun. Hingga akhir hayatnya, Pak Ci—sapaan
akrabnya—tercatat sebagai Presiden Komisaris PT Ciputra
Development Tbk.

Pria kelahiran Parigi Moutong, Gorontalo, itu mendirikan


perusahaannya pada 1980. Dalam perjalanannya, Ciputra Group ikut
mendirikan PT Pembangunan Jaya hingga menjadi salah satu
pengembang properti Indonesia dengan beragam produk dan segmen
pasar. Grup bisnis itu kini dikendalikan keluarganya.
Kaleidoskop Desember 2019
majalah.tempo.co
2 mins read

TEMPO/M Taufan Rengganis

4 Desember 2019

Airlangga Kembali Pimpin Golkar

AIRLANGGA Hartarto terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum


Partai Golkar 2019-2024 dalam musyawarah nasional di Jakarta, 4
Desember 2019. Mantan Menteri Perdagangan yang kini menjabat
Menteri Koordinator Perekonomian ini menyingkirkan sejumlah
kandidat, seperti Ridwan Hisjam, Ali Yahya, dan Bambang Soesatyo.
Ini periode kedua kepemimpinan Airlangga. Sebelumnya, pria
kelahiran Surabaya, 1 Oktober 1962, tersebut menjadi ketua sejak 13
Desember 2017, menggantikan Setya Novanto yang divonis 15 tahun
penjara karena korupsi kasus proyek kartu tanda penduduk
elektronik.

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

11 Desember 2019

Pemerintah Hapuskan Ujian Nasional

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memastikan


2020 sebagai tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional yang
berformat penentu kelulusan. Dalam pernyataannya pada 11
Desember 2019, Nadiem menyebutkan mulai 2021 penyelenggaraan
ujian nasional akan diubah menjadi asesmen kompetensi minimum
dan survei karakter yang terdiri atas uji kemampuan literasi,
numerasi, serta pendidikan karakter. Selain itu, format baru ini tidak
akan dijalankan pada siswa di jenjang akhir, melainkan di level
tengah masa sekolah sebagai basis perbaikan mutu belajar.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Aturan Pencalonan Koruptor Diperketat

MAHKAMAH Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan terkait


dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dengan keluarnya putusan pada 11
Desember 2019 itu, para bekas narapidana yang diancam dengan
hukuman lima tahun penjara atau lebih tak dapat langsung berkontes
dalam pemilihan kepala daerah. Mereka harus menjalani masa tunggu
selama lima tahun setelah hukumannya usai untuk bisa mendaftar
mengikuti pemilihan.

TEMPO/Nurdiansah

14-15 Desember 2019

Penampilan Ketiga Opera Gandari

OPERA Gandari hadir untuk ketiga kalinya pada 14-15 Desember 2019
di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sebelumnya,
Opera Gandari dipertunjukkan di Teater Jakarta pada 2014 dan di
Frankfurt pada 2015. Opera gubahan Tony Prabowo itu kali ini
disutradarai seniman pertunjukan Melati Suryodarmo. Melati
membawa kesegaran karena banyak memasukkan perspektif
perempuan dalam pentasnya. Opera yang dibuat berdasarkan puisi
“Gandari” karya Goenawan Mohamad itu juga menghadirkan aktris
senior Christine Hakim sebagai narator.

REUTERS/Leah Millis

18 Desember 2019

Trump Didakwa dengan Pemakzulan

DEWAN Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mendakwa presiden yang


didukung Partai Republik, Donald Trump, dengan pemakzulan karena
ia dianggap menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi Kongres,
Rabu, 18 Desember 2019. Ia menjadi presiden ketiga dalam sejarah
yang didakwa melakukan kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan.

Nasib Trump akan ditentukan dalam sidang pleno Senat, apakah dia
dinyatakan bersalah atau bebas dari pemakzulan. Sidang diperkirakan
digelar pada Januari 2020. Berbeda dengan DPR, yang dikuasai Partai
Demokrat, Senat, yang didominasi Partai Republik, bisa membuat
Trump berpeluang lolos dari pemakzulan.
Pisah Jalan Dua Besan
majalah.tempo.co
6 mins read

Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di


gedung Dewan Pengurus Pusat PAN, Jakarta, Maret 2017.
TEMPO/Imam Sukamto

P
RIMUS Yustisio dengan cepat menghampiri Sekretaris
Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno, yang baru
turun dari ruang kerjanya di lantai dua kantor Dewan
Pengurus Pusat PAN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat malam,
20 Desember lalu. Jarinya lantas menuding dan menekan dada Eddy.
Primus mempertanyakan kehadiran mereka yang bukan pengurus
partai dalam rapat harian.
“Siapa mereka? Ada apa ini?” kata Primus menceritakan peristiwa itu
kepada Tempo, Kamis, 26 Desember lalu. Dua pengurus PAN yang
menyaksikan kejadian itu bercerita, Primus tak hanya menuding, tapi
juga mencengkeram kerah kemeja Eddy seperti mengajak berkelahi.
Namun mantan aktor tersebut mengaku hanya menunjuk dada Eddy.

Melihat situasi memanas, sejumlah pengurus PAN yang berada di situ


langsung melerai mereka. Menurut Primus, sejumlah pengawal Eddy
ikut memisahkan sambil mendorongnya. Adapun Eddy enggan
berkomentar tentang peristiwa itu. Menurut dia, kejadian itu
merupakan dinamika biasa di kalangan pengurus partai.

Beberapa menit sebelum peristiwa tersebut, rapat harian PAN yang


dipimpin Ketua Umum Zulkifli Hasan berlangsung panas. Wakil ketua
umum partai itu, Epyardi Asda, bercerita bahwa Ketua Dewan
Kehormatan PAN Amien Rais membuka rapat yang dimulai sekitar
pukul 20.00 itu dengan tausiah singkat. Setelah itu, Zulkifli memulai
rapat yang bertujuan menentukan waktu dan lokasi kongres partai.

Ada yang menarik jaket partai yang dikenakan Zulkifli.

Ada pula yang berusaha mengambil palu yang digenggam

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu. Eddy

Soeparno mencegah upaya itu. “Bisa kacau forum ini,”

ujarnya.

Zulkifli, kata Epyardi, meminta kongres yang agendanya memilih


ketua umum partai itu digelar di tempat netral. Sebelumnya, Rapat
Kerja Nasional PAN yang digelar 7 Desember lalu di Hotel
Millennium, Tanah Abang, Jakarta, memutuskan kongres digelar
sebelum akhir Maret tahun depan. Rapat itu juga merekomendasikan
sembilan lokasi, antara lain Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Lampung, Yogyakarta, dan Jakarta. Saat itu, rapat kerja nasional juga
berlangsung ricuh saat penentuan lokasi kongres. Amien sampai
meminta para peserta beristigfar.
Dalam rapat di DPP PAN, beberapa lokasi dicoret karena menjadi
daerah pemilihan sejumlah calon ketua umum. Epyardi
mencontohkan, Lampung tereliminasi karena Zulkifli menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari provinsi itu. Begitu pula
Yogyakarta dan Sumatera Utara, yang menjadi daerah pemilihan
putra Amien, Hanafi Rais, dan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR
Mulfachri Harahap. Saat pencoretan itulah timbul protes dari
sejumlah pengurus daerah yang hadir. “Ada yang memaksakan
wilayahnya menjadi lokasi kongres,” ujar wakil ketua pemenangan
Zulkifli Hasan ini.

Menenangkan peserta rapat, Zulkifli membentuk tim yang akan


menentukan lokasi kongres. Setelah itu, dia menunjuk Eddy Soeparno
sebagai ketua komite pengarah. Dia juga memilih Ketua PAN Provinsi
DKI Jakarta Eko Hendro Purnomo sebagai ketua panitia. Menurut
Epyardi, Eddy sengaja dipilih karena mengetahui seluk-beluk partai.
Sedangkan Eko ditunjuk karena bisa mendinginkan suasana partai
dengan latar belakangnya sebagai komedian. Lalu Zulkifli mengetuk
palu dan menutup rapat.

Ketua MPR Zulkifli Hasan berbincang dengan Amien Rais (kiri) di Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta, Mei 2018. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Beberapa pengurus langsung mengajukan protes. Ada yang menarik


jaket partai yang dikenakan Zulkifli. Ada pula yang berusaha
mengambil palu yang digenggam Wakil Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat itu. Eddy Soeparno mencegah upaya itu.
“Bisa kacau forum ini,” ujarnya. Epyardi, yang berjarak dua kursi dari
Zulkifli, juga mencoba menengahi kericuhan. Ketua PAN Sulawesi
Selatan Ashabul Kahfi mengatakan keributan itu terdengar sampai di
luar kantor DPP.

Wakil Sekretaris Jenderal PAN Ahmad Yohan, yang hadir di situ,


mengatakan keributan terjadi karena Zulkifli tak mendengarkan
interupsi dari pengurus partai yang memprotes penunjukan Eddy dan
Eko. Apalagi, menurut loyalis Amien Rais ini, kedua orang tersebut
pendukung Zulkifli Hasan. “Banyak nama lain yang bisa diusulkan
agar kebersamaan terjaga,” ucap Yohan. Namun Eko mengatakan
penunjukan dia dan Eddy tak melanggar aturan partai. Mengaku
kerap dituding sebagai orang kepercayaan Zulkifli, Eko membantah
bakal berat sebelah. “Saya profesional, tidak ada bau-bau Zulkifli
Hasan,” ujarnya.

Adapun Zulkifli seusai rapat itu berjalan cepat ke dalam mobil, sambil
membawa palu sidang, meninggalkan DPP PAN.

***

AROMA keretakan antara Zulkifli Hasan dan Amien Rais menguat


menjelang Kongres PAN. Padahal, dalam Kongres PAN yang digelar di
Nusa Dua, Bali, pada Maret 2015, mereka bersatu menggulingkan
inkumben Hatta Rajasa. Keduanya pun memiliki hubungan
kekeluargaan. Pada Oktober 2011, keduanya resmi berbesan setelah
putra ketiga Amien, Ahmad Mumtaz Rais, menikahi putri sulung
Zulkifli, Futri Zulya Safitri. “Pak Amien mendukung Pak Zulkifli. Salah
satunya karena hubungan kekeluargaan,” kata Ketua PAN yang juga
loyalis Zulkifli, Yandri Susanto, saat dihubungi pada Kamis, 26
Desember lalu.

Perbedaan pendapat di antara keduanya mulai terlihat menjelang


pencalonan presiden dalam Pemilihan Umum 2019. Sejumlah
politikus PAN bercerita, Zulkifli cenderung bergabung dengan koalisi
pendukung Joko Widodo. Namun Amien condong kepada Prabowo
Subianto. Pada pemilihan presiden 2014, PAN mendukung pasangan
Prabowo-Hatta. Setelah Prabowo kalah, Zulkifli merapat ke Jokowi-
Jusuf Kalla. PAN mendapat posisi Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, yang dijabat Asman Abnur.

PAN akhirnya keluar dari koalisi dan mendukung Prabowo-Sandiaga


Salahuddin Uno untuk melawan Jokowi-Ma’ruf Amin. Setelah hasil
hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan Prabowo kalah,
Zulkifli beberapa kali bertemu dengan Jokowi. Empat petinggi PAN
bercerita, dalam salah satu pertemuan, Zulkifli sempat minta PAN tak
ditinggalkan. Pertemuan itu sempat membahas kemungkinan PAN
kembali mendukung pemerintah.
Eddy Soeparno. TEMPO/Imam Sukamto,

Saat isu PAN bakal bergabung dengan koalisi Jokowi muncul, Amien
Rais menyampaikan penolakan. Melalui video yang diunggah di akun
Instagramnya, Amien mengingatkan pengurus DPP agar tidak
sembarangan memutuskan bergabung dengan koalisi pendukung
pemerintah. “Jangan kira rabun ayam, hanya karena satu kursi
kemudian kita bergabung,” ujar Amien pada awal Juli lalu.

Alih-alih mengikuti keinginan Amien, Zulkifli ketika ditemui


wartawan di kompleks Istana Kepresidenan pada pertengahan
Agustus lalu menyatakan mendukung Jokowi. “Kami pokoknya
mendukung Pak Jokowi,” ujarnya saat itu. Zulkifli menyatakan tak
meminta jabatan apa pun. “Enggak ada syarat-syarat, enggak minta
apa-apa.”

Sinyal keretakan antara Zulkifli dan Amien kian terlihat dalam Rapat
Kerja Nasional PAN di Hotel Millennium pada awal Desember lalu.
Amien saat berpidato menyindir Zulkifli, "Saya tidak paham, ada
tokoh PAN kok takut sama orang, ‘aku dukung tanpa syarat’." Amien
juga menanggapi permintaan sejumlah pengurus yang meneriakkan
yel-yel agar Zulkifli kembali memimpin PAN. “Maaf, tidak ada yel
lanjutkan. Itu belum tentu.”

Sejumlah politikus PAN yang ditemui Tempo meyakini dua politikus


yang sama-sama pernah menjabat itu bakal berpisah jalan. Mantan
Sekretaris Dewan Kehormatan PAN, Putra Jaya Husin, membenarkan
kabar bahwa Amien tak ingin Zulkifli kembali menakhodai PAN.
"Confirmed, ya, seratus persen," ujarnya. Menurut Putra, salah satu
alasannya adalah penurunan kursi PAN di parlemen. Pada masa
kepemimpinan Zulkifli, kata dia, PAN hanya mendapat 44 kursi, turun
5 kursi dibanding 2014.

Sebaliknya, tiga politikus PAN pendukung Zulkifli menuding


penurunan kursi itu terjadi karena Amien Rais kerap mengkritik
pemerintah. Mereka menganggap pernyataan-pernyataan Amien yang
kontroversial membuat pendukung PAN yang moderat tak lagi melirik
partai itu. Namun Ketua Dewan Pengurus Wilayah PAN Yogyakarta
Nazaruddin membantah tudingan bahwa pendiri partainya menjadi
penyebab merosotnya suara PAN. “Ada faktor ketidaktegasan
pemimpin partai,” kata loyalis Amien ini.

***

MENGHADAPI pertarungan di kongres, sejumlah calon ketua umum


mulai bersiap. Mantan anggota DPR dari PAN, Dradjad Hari Wibowo,
menyatakan sudah berkeliling ke berbagai daerah untuk menggalang
dukungan. “Insya Allah, saya siap maju dan sudah bertemu dengan
pemilik suara,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum Asman Abnur pun bergerak mendekati pengurus


daerah. Pada Sabtu, 21 Desember lalu, ia mengumpulkan sejumlah
pengurus PAN Sulawesi di salah satu hotel di Makassar. Asman
mengaku sudah mendekati sejumlah tokoh senior partai, seperti dua
mantan ketua umum, yaitu Hatta Rajasa dan Soetrisno Bachir. “Saya
membawa semangat pembaruan di partai,” katanya.

Adapun Amien Rais mendukung Mulfachri Harahap. Wakil Ketua


Komisi Hukum DPR ini pun menyatakan siap berkompetisi dengan
Zulkifli. “Insya Allah maju dan dukungan cukup,” ujarnya.

Asman Abnur. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto,

Dukungan Amien untuk Mulfachri terlihat saat ia hadir dalam


pertemuan dengan pengurus PAN se-Sulawesi di Hotel Aryaduta
Makassar pada Senin, 23 Desember lalu. Ketua PAN Yogyakarta
Nazaruddin, yang hadir dalam pertemuan itu, mengatakan Amien
memberikan arahan dalam acara konsolidasi pemenangan Mulfahcri
tersebut. Amien, menurut Nazaruddin, meminta para pengurus
daerah menjaga independensi terhadap pemerintah. “Pak Amien
bilang, ‘Kalau PAN mau berada di luar pemerintahan, sudah ada calon
ketua umum, yaitu Mulfachri Harahap’,” ujarnya.

Kubu inkumben menyatakan siap menghadapi para pesaing Zulkifli.


Wakil Ketua Umum PAN yang juga loyalis Zulkifli, Epyardi Asda,
mengatakan para pendukung mantan Menteri Kehutanan itu rajin
memberikan penjelasan kepada pengurus daerah bahwa pencalonan
Zulkifli tak melanggar aturan partai seperti yang disampaikan kubu
Amien Rais. Menurut dia, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga PAN tidak melarang seseorang menjabat ketua umum lebih
dari satu periode.

Epyardi mengklaim jagoannya didukung oleh 30 dari 34 pengurus


provinsi. Zulkifli, kata mantan politikus Partai Persatuan
Pembangunan itu, juga terus mengumpulkan pengurus daerah untuk
mendapat suara. Ia juga menyebutkan dukungan itu muncul karena
pengurus daerah ingin hanya ada satu kepemimpinan di PAN. “Ada
keinginan agar partai berubah, tak lagi seperti sekarang. Kami yakin
menang telak.”

HUSSEIN ABRI DONGORAN, RAYMUNDUS RIKANG,


BUDIARTI UTAMI PUTRI

#kongres-partai-amanat-nasional-pan#amien-rais#drajad-wibowo
#zulkifli-hasan#partai-amanat-nasional-pan


Polisi Tangkap Tersangka
Penyiram Novel
majalah.tempo.co
4 mins read

Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris


Jenderal Listyo Sigit Prabowo (tengah) melakukan konfe-
rensi pers tentang tersangka penyiraman penyidik senior
KPK, Novel Baswedan, di Kepolisian Daerah Metro Jaya,
Jakarta, 27 Desember 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman
W

KEPOLISIAN Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap dua polisi


aktif yang diduga sebagai pelaku penyerangan terhadap penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, pada Kamis, 26
Desember lalu. Keduanya berinisial RM dan RB. “Tim teknis telah
menemukan informasi yang signifikan dan info tersebut kami
dalami,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris
Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jumat, 27 Desember lalu.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Argo


Yuwono mengatakan penetapan tersangka dua polisi itu merupakan
hasil rangkaian sejumlah proses, antara lain olah tempat kejadian,
pra-rekonstruksi sebanyak 7 kali, pemeriksaan 73 saksi, dan pelibatan
pakar dalam tim teknis. Menurut Argo, keduanya juga telah
ditetapkan sebagai tersangka penyerangan Novel Baswedan.

Novel Baswedan diserang menggunakan air keras pada 11 April 2017


setelah menunaikan salat subuh di Masjid Al-Ihsan, Kelapa Gading,
Jakarta Utara, dekat rumahnya. Polisi membentuk tim khusus yang
beranggotakan 65 orang untuk mengungkap kasus ini. Namun kasus
ini tak kunjung terang meskipun telah berjalan selama lebih dari dua
tahun.

Ketua KPK Firli Bahuri mengapresiasi penangkapan pelaku


penyerangan Novel. Dia mengucapkan terima kasih kepada kepolisian
karena telah mengungkap kasus ini. “Saya selaku Ketua KPK
menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya.”

Namun tim advokasi Novel Baswedan menilai penetapan tersangka


dua polisi itu tidak cukup. Dalam siaran persnya, tim meminta polisi
juga mengungkap auktor intelektualis penyerangan yang diduga
berpangkat jenderal. “Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota
Polri dalam kasus ini sangat jelas,” ujar perwakilan tim advokasi yang
juga peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana.

Lamban Mengejar Pelaku

DUA tahun lebih kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi


Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, jalan di tempat. Dengan
dua mata mengalami kerusakan, Novel malah dituding berpura-pura.

2017
• 11 April:
Novel Baswedan diserang menggunakan air keras setelah menunaikan
salat subuh di Masjid Al-Ihsan, Kelapa Gading.
• 12 April:
Novel dibawa ke Singapura untuk menjalani perawatan mata.
• 12 Mei:
Polisi menangkap dua terduga pelaku, tapi kemudian dilepas karena
alibi mereka dianggap kuat.
• 24 November:
Polisi merilis sketsa pelaku penyerangan Novel.

2018
• Maret:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membentuk tim pemantau kasus
Novel.
• 27 Juli:
Novel kembali bertugas di KPK.
• Desember:
Komnas HAM merekomendasikan Polri membentuk tim gabungan.

2019
• 8 Januari:
Kepala Polri membentuk tim gabungan pencari fakta yang
beranggotakan 65 orang dengan beragam latar belakang.
• 20 Mei:
Tim gabungan memeriksa Novel di gedung KPK.
•7 Juli:
Masa kerja tim gabungan berakhir.
• 17 Juli:
Tim gabungan mengumumkan hasil kerja kepada Kepala Polri.
•1 Agustus:
Polisi membentuk tim teknis untuk menindaklanjuti rekomendasi tim
gabungan.
• 26 Desember:
Polisi menangkap dua terduga penyerangan Novel.
TEMPO/Imam Sukamto

Peraturan Presiden soal KPK Dikritik

SEJUMLAH pegiat antikorupsi mengkritik isi rancangan peraturan


presiden tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Aturan yang salah
satunya terkait dengan struktur organisasi itu dianggap bakal makin
memperlemah komisi antikorupsi.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas


Feri Amsari menilai pasal 1 draf tersebut berpotensi menghilangkan
independensi KPK karena harus bertanggung jawab kepada presiden.
Sedangkan dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri
Susanti, menilai penyusunan peraturan organisasi oleh presiden
menunjukkan KPK tak lagi independen.

Juru bicara kepresidenan, Fadjroel Rachman, mengatakan draf


tersebut masih dimatangkan. “Masih dalam proses di Kementerian
Sekretariat Negara,” kata Fadjroel, Kamis, 26 Desember lalu.
Sedangkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan
pemerintah tak berniat melemahkan KPK.

Bupati Nduga Mundur

WAKIL Bupati Nduga, Papua, Wentius Nimiangge, mengundurkan diri


dari jabatannya pada Senin, 23 Desember lalu. Wentius beralasan
konflik di wilayahnya terus terjadi dan mengorbankan masyarakat
sipil. “Saya mundur karena pembunuhan terus terjadi,” ujar Wentius
saat dihubungi, Jumat, 27 Desember lalu.

Sepekan sebelumnya, sopir Wentius, Hendrik Lokbere, tewas karena


diduga ditembak oleh orang tak dikenal. Namun Menteri Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. membantah kabar
tersebut.

Konflik antara kelompok bersenjata dan Tentara Nasional Indonesia


serta polisi terjadi di Nduga sejak Desember 2018, seusai
pembantaian pegawai PT Istaka Karya di Gunung Tabo. Banyak
penduduk Nduga di kawasan pegunungan mengungsi ke wilayah lain.
Koordinator tim relawan untuk pengungsi Nduga di Wamena, Ence
Geong, mengatakan setidaknya masih ada sekitar 800 orang di
wilayah itu pada Agustus lalu.

REUTERS/Thomas Peter

Isu Uighur, Pemerintah Tak Satu Suara


KEPALA Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pemerintah
Indonesia tak akan ikut campur dalam kasus dugaan diskriminasi
terhadap komunitas muslim Uighur di Cina. “Setiap negara memiliki
kedaulatan untuk mengatur warga negaranya,” kata Moeldoko di
kantornya pada Senin, 23 Desember lalu.

Pernyataan Moeldoko ini berbeda dengan sikap Menteri Koordinator


Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Pada Kamis, 19 Desember
lalu, Mahfud mengatakan Kementerian Luar Negeri sudah menggelar
diplomasi “lunak” dengan pemerintah Cina.

Desakan agar pemerintah lebih aktif menghadapi isu Uighur datang


dari berbagai pihak. Guru besar hukum internasional Universitas
Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan Indonesia bisa
membawa persoalan Uighur ke Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia di sana. Sedangkan
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia Andre Rahardian
menilai Indonesia bisa mengoptimalkan posisi sebagai anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Bekas Direksi Jiwasraya Dicekal

KEJAKSAAN Agung mencekal sepuluh orang ke luar negeri terkait


dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi PT
Asuransi Jiwasraya. Mereka terdiri atas mantan direksi dan pihak
swasta yang mengelola investasi Jiwasraya. “Sepuluh orang itu
berpotensi jadi tersangka,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di
kantornya, Jumat, 27 Desember lalu.

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi


Manusia memasukkan nama mereka ke daftar cekal sejak Kamis
malam, 26 Desember lalu. Pada 17 Desember lalu, Kejaksaan Agung
memulai penyelidikan dugaan korupsi pengelolaan dana investasi
Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu
mencapai Rp 13,7 triliun.

Pengusutan dilakukan setelah Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim


polis JS Saving Plan sejak Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menduga ada unsur
kriminal dalam gagal bayar tersebut.
Akhir Drama Kursi Bos PLN
majalah.tempo.co
4 mins read

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini (kiri) dan Wakil Menteri


BUMN Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, 23 Desembe 2019./
Dok. Humas PLN

H
ARI pertama ngantor, Selasa, 24 Desember lalu, Zulkifli
Zaini langsung ngegas. Direktur Utama PT Perusahaan
Listrik Negara (Persero) itu mengecek keamanan pasokan
daya menjelang perayaan Natal di Pusat Pengelola Informasi dan
Solusi (P2IS), kantor pusat PLN, Jakarta. Sehari sebelumnya, rapat
umum pemegang saham (RUPS) baru saja menetapkan Zulkifli
sebagai nakhoda baru perusahaan setrum milik pemerintah itu.
Hasil pemantauan menunjukkan, secara umum, 22 sistem kelistrikan
besar di seluruh Indonesia dalam kondisi aman. Pasokan daya dari
pembangkit juga cukup. "Semua dipantau dari P2IS. Kami masih
siaga, khususnya untuk menyambut malam pergantian tahun,” juru
bicara PLN, Dwi Suryo Abdullah, menjelaskan, Kamis, 26 Desember
lalu.

Sejak awal, Zulkifli menyebutkan tantangan besarnya adalah


memastikan PLN mampu melaksanakan mandat utama perseroan.
Salah satunya, kata dia, sesuai dengan RUPS, “Mengatasi pemadaman
listrik alias security of supply.”

Pengangkatan Zulkifli sebagai direktur utama, Senin, 23 Desember


lalu, menjadi jawaban sekaligus kejutan teka-teki pengisi kursi bos
PLN, yang sejak awal tahun diduduki pelaksana tugas. Mantan
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini tak ada dalam
daftar kandidat yang disodorkan Kementerian Badan Usaha Milik
Negara kepada tim penilai akhir pada medio November lalu. Hingga
Jumat, 13 Desember lalu, sejumlah pejabat Istana dan kementerian
masih menegaskan tim yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu
menyetujui penunjukan Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan
Informatika.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini. Foto: Dok. Humas PLN

***

CANGKRIMAN makin kuat tiga pekan terakhir. Rapat Umum


Pemegang Saham PLN yang sedianya digelar pada Jumat, 13 Desember
lalu, batal. Sebelum itu, Rudiantara santer disebut terpilih menjadi
bos baru pabrik setrum negara. Dia menyisihkan dua kandidat lain,
yakni pelaksana tugas Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani,
serta Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Ahmad Rofiq.
Jokowi, menurut beberapa pejabat yang mengetahui proses seleksi
direksi PLN, semula menerima sosok Rudiantara. Sekretaris Kabinet
Pramono Anung pada 25 November lalu bahkan sempat menyatakan
bahwa rencana kembalinya Rudiantara ke PLN telah dibahas dalam
tim penilai akhir. Besar di industri telekomunikasi, Rudiantara
memang pernah menjadi Wakil Direktur Utama PLN pada 2008-2009.

Kala Kementerian Badan Usaha Milik Negara tengah menunggu surat


dari Istana, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut
Binsar Pandjaitan justru memastikan penunjukan Rudiantara. “Saya
kira Presiden menunjuk Pak Rudi sudah keputusan yang sangat
tepat,” kata Luhut di Hotel Sultan, Jakarta, Senin, 9 Desember lalu.
Enggan mendahului keputusan pemerintah, Rudiantara menanggapi
santai. “Administrasi rapat umum pemegang sahamnya masih
berproses,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu, 11 Desember lalu.

Batalnya RUPS pada 13 Desember membawa selentingan baru:


Rudiantara terpental. Apalagi pada hari yang sama Rudiantara malah
terbang ke luar negeri. Mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, di akun media
sosialnya mengunggah foto pertemuannya dengan Rudiantara di
Bandar Udara Internasional Changi, Singapura.
Rudiantara. Tempo/Tony Hartawan

Rumor itu mulai terjawab pada Senin, 16 Desember lalu. Saat


dihubungi Tempo, Rudiantara mengaku sedang berada di Beijing,
Cina. Dia berencana terbang ke Amerika Serikat. “Saya tidak bisa
berkomentar karena tidak berproses dengan Kementerian BUMN,”
tuturnya singkat mengenai pemilihan calon Direktur Utama PLN.

Rupanya, pada saat hampir bersamaan, nama Zulkifli Zaini mulai


dibahas dalam tim penilai akhir. Sejumlah pejabat BUMN
menuturkan, Jokowi sebelumnya meminta nama kandidat baru.
Terlemparnya Rudiantara tidak disebabkan oleh faktor personal,
melainkan dipicu komunikasi antara Jokowi dan mantan wakil
presiden Jusuf Kalla belum lama ini.

Kepada Jokowi, menurut beberapa sumber Tempo tadi, Kalla


menyanjung Rudiantara. Dia juga mempertanyakan agenda
pelantikan Direktur Utama PLN yang tak kunjung tiba. Hal ini yang
membuat Jokowi merasa diintervensi sehingga mengubah keputusan
atas Rudiantara.

Bantahan datang dari Achmad Kalla, adik Jusuf Kalla. Dia memastikan
kakaknya tidak mengusulkan ataupun mengusung kandidat tertentu
sebagai Direktur Utama PLN. “Beliau menjaga diri, menjaga banget
soal-soal begitu,” ucapnya, Kamis, 26 Desember lalu.

Ia mengungkapkan, Kalla bahkan baru mengetahui belakangan,


setelah ramai di media, bahwa Rudiantara salah satu calon kuat.
Meski begitu, Achmad tak menampik kabar kedekatan Kalla dengan
Rudiantara. “Beliau bantu Pak Jusuf di Dewan Masjid. Mungkin orang
menghubung-hubungkan saja,” ujarnya. Kalla dan Rudiantara selama
ini memang mengisi pucuk Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia.
Adapun keluarga Kalla, lewat sejumlah perusahaan, saat ini juga
tengah gencar membangun pembangkit listrik tenaga air di Sulawesi.

Anggota staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, tak bersedia


menjelaskan alasan pembatalan penunjukan Rudiantara. “Ada yang
tepat, ada yang lebih tepat. Jangan dipelintir,” katanya.

Dia hanya memastikan penetapan Zulkifli sebagai bos PLN


merupakan usul Kementerian BUMN kepada tim penilai akhir (TPA).
Anggota tim ini antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung,
Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir,
serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.
“Diputuskan di TPA, Pak Jokowi ada,” tutur Arya.
***

Petugas melakukan pemeriksaan rutin Gardu Induk PLN Karet Baru, Jakarta.

PULUHAN tahun berkiprah di industri keuangan, Zulkifli Zaini


mencapai puncak kariernya sebagai bankir dengan menduduki kursi
Direktur Utama Bank Mandiri pada Juli 2010-April 2013. Sebelum itu,
dia menjabat direktur teknologi dan operasional di bank tersebut.

Di kursi tertinggi bank beraset terbesar kedua di Indonesia—setelah


PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk—itu, Zulkifli terlibat dalam
proses pembiayaan program percepatan pembangunan pembangkit
listrik 10 ribu megawatt pada era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Kedekatannya dengan bisnis setrum berlanjut ketika
Dahlan Iskan—saat itu Menteri BUMN—menempatkan dia di jajaran
komisaris PLN pada Juli 2013-April 2015.

Zulkifli kembali berkiprah di industri perbankan dengan menjadi


Komisaris Independen PT Bank Negara Indonesia Tbk pada Maret
2015-Maret 2016. Kemudian ia ditarik ke PT Indonesia Infrastructure
Finance sebagai komisaris independen pada Juni 2016-November
2017. Sarjana teknik sipil dari Institut Teknologi Bandung ini juga
menjabat komisaris PT Bank Permata Tbk, yang baru diakuisisi
Bangkok Bank asal Thailand, sejak September 2017 sampai sekarang.

Di tengah kiprah tersebut, Zulkifli juga tercatat sebagai komisaris PT


Triputra Agro Persada sejak Juni 2013. Perusahaan perkebunan sawit
dan karet ini bagian dari Triputra Group, kelompok bisnis milik
Theodore Permadi Rachmat, yang juga mengantongi saham PT Adaro
Energy Tbk bersama Garibaldi Thohir, kakak Menteri Erick.

Menanggapi adanya koneksi tersebut, Arya Sinulingga menegaskan


bahwa proses seleksi Zulkifli bebas dari konflik kepentingan Menteri
Erick. “Ini kan ada TPA-nya. Di TPA Pak Erick tidak sendiri, ada
menteri teknis. Ada Pak Jokowi juga,” ujarnya.

Menurut Arya, Zulkifli terpilih karena besarnya kebutuhan


perusahaan ke depan untuk memperkuat ekspansi bisnis transmisi
dan distribusi. Untuk itu, diperlukan arus kas perusahaan yang sehat
dan kuat. Pemerintah ingin PLN dipimpin ahli keuangan untuk
menekan beban finansial yang ujungnya dapat menurunkan biaya
listrik.

RETNO SULISTYOWATI, KHAIRUL ANAM, CAESAR AKBAR

#jokowi #pt-pln-persero #erick-thohir #jusuf-kalla #bumn #pt-


perusahaan-listrik-negara-pln #rudiantara


Target kunjungan wisatawan
mancanegara diprediksi tak
tercapai.
majalah.tempo.co
5 mins read

R
ealisasi kunjungan turis asing meleset dari target. Turut
dipicu tiket mahal penerbangan domestik.

• Harga tiket penerbangan domestik yang tak kunjung turun sejak Natal 2018

dianggap jadi pemicu.

• Maskapai menuntut insentif dari pemerintah.

i
Penumpang pesawat di terminal internasional Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali, 22 Desember 2019./
ANTARA/Fikri Yusuf

TAHUN belum berakhir, tapi Wishnutama Kusubandio telah


menunjukkan sinyal bakal mengangkat bendera putih. Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu menyatakan tak sanggup lagi
mengungkit jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Nusantara
untuk mencapai target kunjungan 18 juta turis asing pada 2019. “Saya
perkirakan 16,4 juta sampai akhir tahun,” kata Wishnutama kepada
Tempo, awal Desember lalu.

Target kunjungan 18 juta wisatawan mancanegara sebenarnya angka


baru. Semula pemerintah bahkan ambisius menargetkan 20 juta
pelancong luar negeri. Toh, sulitnya mencapai sasaran baru tersebut
mulai dirasakan Wishnutama tak lama setelah Presiden Joko Widodo
melantiknya pada 23 Oktober lalu. Pasalnya, jumlah pelancong dari
luar negeri yang berkunjung ke Indonesia sepanjang Januari-
September 2019 baru mencapai 68 persen dari target.

Keraguan meningkat awal Desember lalu, ketika Badan Pusat Statistik


merilis angka baru. Jumlah kunjungan turis asing sepanjang tahun
hingga Oktober mencapai 13,6 juta. Jika dibanding periode yang sama
tahun lalu, capaian ini masih tumbuh 2,85 persen. Namun yang
mengkhawatirkan justru kunjungan sepanjang bulan itu, yang hanya
sebanyak 1,35 juta wisatawan asing atau turun drastis dibanding
September 2019.

Wishnutama Kusubandio
Wishnutama mengatakan seretnya jumlah kunjungan turis asing
dipicu oleh penyelenggaraan pemilihan umum, larangan bepergian
(travel warning) sejumlah negara, hingga bencana alam. Namun,
meski tak utama, mahalnya tiket pesawat domestik juga berpengaruh.

Meski harga tiket penerbangan internasional tak melonjak, mahalnya


layanan pesawat dalam negeri dinilai telah menyebabkan Indonesia
kehilangan kesempatan menarik turis-turis itu ke banyak destinasi.
Pelancong dari luar negeri biasanya merencanakan perjalanan jauh
hari, termasuk jika harus menghitung biaya penerbangan domestik
untuk menuju destinasi yang belum bisa diakses langsung dari negara
asal. Wishnutama mengaku mendengarkan keluhan dari calon
wisatawan luar negeri. “Ini kok tiket pesawat domestik mahal?” ujar
Wishnutama, menirukan ucapan turis asing tersebut.

Tak hanya membuat peluang menggaet petandang asing hilang,


mahalnya tiket penerbangan domestik juga memicu turis lokal
memilih pelesiran ke luar negeri. Tidak seperti penerbangan di
Indonesia, penerbangan internasional tak mengenal tarif batas bawah
—acuan harga terendah untuk setiap rute yang ditetapkan
Kementerian Perhubungan. Walhasil, maskapai luar negeri bisa
menjual tiket semurah mungkin sesuai dengan kondisi pasar.
Sedangkan di sini tarif termurah dibatasi 35 persen dari tarif batas
atas atau termahal untuk setiap rute penerbangan.

Kaburnya turis lokal itu terlihat jelas dalam statistik. Kementerian


Pariwisata mencatat, jumlah turis Malaysia yang datang ke Indonesia
hanya 2,58 juta sepanjang Januari-Oktober 2019. Sedangkan jumlah
warga negara Indonesia yang berpelesir ke Malaysia justru mencapai
3,2 juta orang. “Jangan sampai wisatawan kita ke luar negeri dan
devisa keluar. Sama saja bohong,” tutur Wishnutama.
Pesawat Garuda Indonesia di Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang,
Banten, 14 November 2019. Tempo/Tony Hartawan

Tiket pesawat mahal bukan isu baru. Masalah ini mencuat sejak Natal
2018. Kala itu, harga tiket melambung tinggi. Publik mengira
kenaikan hanya disebabkan oleh musim ramai penumpang alias peak
season, yang berlangsung hingga perayaan tahun baru. Biasanya,
setelah itu harga kembali turun.

Tapi anomali terjadi pada awal 2019. Harga tiket pesawat tak pernah
turun lagi. Duo grup maskapai penerbangan yang menguasai lebih
dari 90 persen pasar penerbangan domestik, yakni Garuda Indonesia
dan Lion Air, kompak tidak mengembalikan harga ke rentang sebelum
Natal 2018.

Kekompakan ini sempat memantik kecurigaan Komisi Pengawas


Persaingan Usaha (KPPU) bahwa telah terbentuk kartel di industri
penerbangan. Apalagi pada waktu bersamaan tiket pesawat AirAsia,
satu-satunya pesaing duo Garuda-Lion yang menawarkan harga lebih
miring, justru menghilang dari dua agen penjualan tiket online
terbesar di Indonesia, Traveloka dan Tiket. KPPU menemukan tiket
AirAsia tak bisa ditemukan lagi di 15 kanal penjualan online. Perkara
yang mulai diselidiki Januari lalu ini kini telah beralih ke tahap
persidangan di komisi antimonopoli. Garuda dan Lion sejak awal
menampik tudingan tersebut.

Lebih dari urusan dugaan kartel, pemerintah sejak awal 2019


sebenarnya juga dipusingkan oleh mahalnya harga tiket. Sebab,
devisa dari jasa pariwisata digadang-gadang menjadi senjata untuk
menahan defisit transaksi berjalan yang sempat melampaui batas
aman 3 persen dari produk domestik bruto pada 2018.

Di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian, kabinet ekonomi


periode pertama Presiden Joko Widodo meramu strategi agar harga
tiket pesawat bisa diturunkan. Kementerian Perhubungan pada Mei
lalu telah menurunkan tarif batas atas. Maskapai juga sepakat
memberikan potongan harga sebesar 50 persen setiap Senin, Rabu,
dan Jumat pada jam serta rute tertentu.

Masalahnya, cita-cita mengail devisa sebanyak-banyaknya dari turis


asing tak sejalan dengan kepentingan bisnis penerbangan dalam
negeri. Maskapai domestik memilih menaikkan harga. Maskapai pelat
merah, Grup Garuda Indonesia, salah satunya. “Kami menyesuaikan
harga ke level tarif batas atas,” ujar pelaksana tugas Direktur Utama
PT Garuda Indonesia, Fuad Rizal, dalam paparan publik perusahaan di
Cengkareng, Tangerang, Banten, Jumat, 27 Desember lalu.
Sepanjang 2016-2017, Garuda Indonesia bermain di level 60 persen
dari harga termahal di kelas layanan penuh. Pada periode yang sama,
Citilink Indonesia—anak usaha Garuda—menjual tiket di level batas
bawah. Tapi, sejak akhir tahun lalu, Garuda terus menaikkan harga
jual tiketnya hingga saat ini di level 85 persen dari harga termahal.
Sedangkan tiket Citilink naik menjadi 70 persen dari harga termahal
di kelas low-cost carrier.

Kebijakan tarif itu membuat jumlah penumpang kedua maskapai


anjlok. Selama sembilan bulan pertama tahun ini, Grup Garuda hanya
mengangkut 14,4 juta penumpang, turun 28 persen dibanding periode
yang sama tahun lalu. Walau begitu, risiko ini tidak dipandang
sebagai masalah oleh perseroan, yang menganggap kenaikan harga
tiket ikut memperbaiki kas mereka.

Pendapatan dari penumpang Grup Garuda hingga September lalu naik


tipis 3,7 persen menjadi US$ 1,96 miliar. Imbal hasil (yield) tiket
penumpang Garuda juga melonjak dari US$ 7,9 sen menjadi US$ 10,9
sen. Sedangkan yield Citilink meningkat dari US$ 6,1 sen menjadi US$
6,2 sen. “Biar pada ngerti,” ucap Fuad Rizal ketika dihubungi kembali
pada Jumat malam, 27 Desember lalu. Saat memaparkan kinerja
perusahaan di Cengkareng pada pagi harinya, Fuad menyatakan
perbaikan kinerja itu juga berkat penyederhanaan rute penerbangan
dari sepuluh menjadi tujuh rute.

Sejumlah maskapai penerbangan menyatakan kondisi saat ini tak


memungkinkan bagi mereka untuk menurunkan harga tiket. Sebab,
selain adanya tren penurunan jumlah penumpang, komponen
pembentuk tarif lain belum bisa ditekan, seperti biaya avtur, sewa
pesawat, dan perawatan. Di Grup Garuda, ketiga komponen tersebut
menyedot beban operasional hingga 64 persen.

Makanya, pada Kamis, 26 Desember lalu, pengurus Asosiasi


Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) mengadu ke Kementerian
Koordinator Perekonomian. Kepada Menteri Airlangga Hartarto,
INACA mengusulkan pelonggaran bea masuk sejumlah onderdil
pesawat yang membikin biaya perawatan tinggi.

Wishnutama hakulyakin masalah ini bakal segera teratasi. Jumat


malam pekan lalu, 27 Desember, dia bertemu dengan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Erick Thohir. Keduanya sepakat bakal segera
mengambil langkah strategis bersama Garuda, PT Pertamina
(Persero), dan PT Angkasa Pura. “Kami tahu betul untuk memutuskan
sesuatu ke depan, lebih jangka panjang,” kata Wishnutama
memberikan keterangan tambahan Sabtu, 28 Desember. “Ini kan
perlu waktu, dan ternyata enggak sederhana juga.”

Target kunjungan wisatawan mancanegara tahun ini mungkin


meleset. Namun Wishnutama tetap optimistis devisa negara dari
sektor pariwisata bakal mencapai US$ 20 miliar—senilai Rp 280
triliun. “Kan yang penting sebetulnya is about devisa yang masuk.
Bukan jumlah orang,” ujarnya.

KHAIRUL ANAM, FAJAR PEBRIANTO

#bisnis-pariwisata #tiket-pesawat #pt-garuda-indonesia


#kementerian-pariwisata-dan-industri-kreatif


Satu Menantu Tiga Perkara
majalah.tempo.co
5 mins read

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi


Abdurachman, bersaksi untuk terdakwa mantan petinggi
Lippo Group, Eddy Sindoro, dalam persidangan kasus suap
pemberian hadiah atau janji dalam pengajuan permohonan
peninjauan kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 21 Januari
2019./ TEMPO/Imam Sukamto

M
ANTAN Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi
Abdurachman, menerima kabar itu dari menantunya
pada pekan kedua Desember lalu. Sang menantu, Rezky
Herbiyono, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan
mereka sebagai tersangka penyuapan. “Beliau terkejut dan langsung
menghubungi saya,” kata Maqdir Ismail, pengacara Nurhadi, Senin,
23 Desember lalu.

Rezky menerima kabar tersebut dari Hiendra Soenjoto, koleganya.


Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal itu juga menjadi
tersangka penyuapan bersama Nurhadi dan Rezky. Menurut Maqdir,
Hiendra mengetahui dirinya menjadi tersangka setelah menerima
surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari lembaga antirasuah.

KPK kemudian mengumumkan status Nurhadi, Rezky, dan Hiendra ke


publik pada Senin, 16 Desember lalu. Nurhadi menjadi tersangka suap
dan gratifikasi terkait dengan penanganan perkara di pengadilan dan
Mahkamah Agung sepanjang 2011-2016. Rezky diduga berperan
sebagai perantara, sedangkan Hiendra adalah pemberi suap. “Nilai
suap dan gratifikasi itu totalnya sekitar Rp 46 miliar,” ujar Wakil
Ketua KPK kala itu, Saut Situmorang, saat mengumumkan status
ketiganya.

Ini kasus yang berbeda dengan perkara yang diusut KPK sebelumnya.
Sejak 2016, KPK menelisik peran Nurhadi setelah menangkap
panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, yang
menerima suap Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno, pegawai PT
Artha Pratama Anugerah. KPK menduga Nurhadi berperan dalam
penyuapan tersebut. Penyelidikan berjalan lambat karena sejumlah
saksi kunci mangkir dari pemeriksaan. Mereka di antaranya empat
pengawal Nurhadi yang berasal dari kepolisian.

KPK menemukan informasi baru setelah bertemu dengan seorang


pengusaha yang pernah berkonflik dengan Hiendra Soenjoto. Ia bekas
pemilik PT Multicon Indrajaya Terminal, perusahaan terminal peti
kemas. Nama sang pengusaha tersimpan di laci penyidik. Dalam
konflik itulah menyeruak nama Nurhadi. Sengketa itu pula yang
akhirnya menyeretnya menjadi tersangka.

Di PT Multicon, menurut seorang penegak hukum, Hiendra awalnya


berstatus pegawai. Percaya terhadap pengalaman Hiendra dalam
bisnis peti kemas, pemilik perusahaan kemudian mengangkatnya
sebagai direktur utama. Sang pengusaha sendiri menjadi komisaris di
perusahaan yang ada sejak 2002 itu.

Konflik terjadi pada 2014. Hiendra mendepak pengusaha tadi lewat


rapat umum pemegang saham yang diduga fiktif. Sang pengusaha
menggugat keputusan tersebut ke pengadilan, tapi selalu kandas.
Hiendra memenangi perkara itu di Pengadilan Negeri Jakarta Utara
hingga Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Usahanya mendepak Hiendra
lewat rapat umum pemegang saham luar biasa juga tak berhasil.
Hiendra balik menggugat putusan rapat tersebut.
Menurut Saut Situmorang, Nurhadi diduga menyetel kemenangan
Hiendra di pengadilan. Untuk itu, ia mendapatkan imbalan. Pada Juli
2015-Januari 2016, Hiendra diduga menyetorkan uang untuk Nurhadi
melalui Rezky Herbiyono, menantunya. “Uang itu sejumlah total Rp
33,1 miliar,” kata Saut, Senin, 16 Desember lalu.

Pemberian tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi. Menurut Saut,


mereka memecah transaksi hingga 45 kali untuk mengecoh
pengawasan lembaga hukum. “Beberapa transaksi terkirim melalui
salah satu anggota staf tersangka,” ujar Saut.

“Untuk membiayai pengurusan perkara, tersangka

menjaminkan delapan lembar cek milik perusahaan dan

tiga lembar cek lain dengan uang tunai sejumlah Rp 14

miliar,” kata Saut.

Nama Nurhadi juga ada dalam sengketa PT Multicon dengan PT


Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Pada 2010, PT Multicon
menggugat PT KBN secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara
terkait dengan sewa dua lahan seluas 57.330 meter persegi dan
26.800 meter persegi milik PT KBN di Kaveling C3-4, Marunda,
Jakarta Utara. Nilai gugatannya Rp 480 miliar.

PT Multicon beralasan PT KBN mengingkari perjanjian sewa. Sejak


2003, PT Multicon menyewa lahan di PT KBN. Pada 2010, mereka
diduga menunggak sewa sebesar Rp 1,5 miliar. Karena tunggakan ini,
PT KBN memutus kontrak sewa PT Multicon.

PT Multicon memenangi gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara


dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tapi kalah di tingkat kasasi. Nama
Nurhadi muncul setelah putusan kasasi. Hiendra diduga meminta
bantuan Rezky untuk mengurus peninjauan kembali di Mahkamah
Agung pada awal 2015. Rezky menyampaikan permintaan Hiendra
tersebut kepada mertuanya.

Saut Situmorang mengatakan Hiendra dan Rezky juga meminta


Nurhadi mengurus penangguhan eksekusi lahan PT Multicon di area
PT KBN. Eksekusi itu untuk menjalankan putusan kasasi. “Untuk
membiayai pengurusan perkara, tersangka menjaminkan delapan
lembar cek milik perusahaan dan tiga lembar cek lain dengan uang
tunai sejumlah Rp 14 miliar,” kata Saut.

Saut Situmorang dan Laode M. Syarif (kanan) di gedung Komisi Pemberantasan


Korupsi, Jakarta, 16 Desember 2019./TEMPO/Imam Sukamto

Pengajuan permohonan peninjauan kembali PT Multicon kandas.


Mahkamah Agung tetap memenangkan PT KBN. Karena pengurusan
perkara itu gagal, Hiendra menagih pengembalian cek. Si pengusaha
bekas pemilik PT Multicon mengetahui seluk-beluk perkara dan
keributan seusai kekalahan di Mahkamah Agung. Inilah yang mula-
mula ia ceritakan kepada petugas KPK.

Komisi antikorupsi akhirnya menjerat Nurhadi dengan tiga kasus


sekaligus. Selain disangka menerima suap dalam dua kasus PT
Multicon, Nurhadi diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 12,89
miliar selama menjabat Sekretaris Mahkamah Agung pada 2011-2016.

Pemberian itu diduga terkait dengan penanganan perkara sengketa di


tingkat kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.
Pemberian gratifikasi itu juga imbalan atas pengurusan permohonan
perwalian anak dalam sidang perceraian. “Penerimaan itu tidak
pernah dilaporkan ke KPK sebagai gratifikasi,” ujar Saut Situmorang.

Peran Nurhadi dalam dugaan pengurusan perkara tak lepas dari


posisinya sebagai Sekretaris MA. Seorang penegak hukum lain yang
ditemui secara terpisah mengatakan berkat posisi itulah Nurhadi,
yang biasa dipanggil Pak Wu, mampu mengakses berkas perkara
hingga ke meja para panitera.
Maqdir Ismail, pengacara Nurhadi yang juga pengacara Rezky dan
Hiendra, membantah jika ketiga kliennya disebut terlibat penyuapan.
Ia mengatakan Nurhadi hanya berwenang mengurus administrasi di
Mahkamah Agung dan tak punya kemampuan mengurus perkara.
“Kalau dilihat dari kewenangannya itu kan jauh,” tutur Maqdir.

Maqdir Ismail./Dok. TEMPO/ Aditia Noviansyah

Ia membenarkan kabar bahwa Rezky pernah menerima uang sekitar


Rp 32 miliar dari Hiendra. Namun, kata dia, duit tersebut merupakan
investasi Hiendra di bisnis pembangkit listrik tenaga mikrohidro
milik Rezky. “Apakah menantu pejabat tidak boleh berbisnis?”
ucapnya.

Menurut Maqdir, Rezky juga telah mengembalikan duit tersebut


kepada Hiendra baru-baru ini. Ia mengaku rencana pembangunan
pembangkit listrik di empat waduk tersebut gagal lantaran harga
listrik yang sangat murah. Investasi tersebut berpotensi tak
menguntungkan. “Pengembalian uang itu dalam bentuk lahan sawit di
beberapa lokasi,” kata Maqdir.

Menurut Maqdir, KPK semestinya memeriksa kliennya dalam


penyelidikan sebelum menetapkan mereka sebagai tersangka.
“Supaya bisa memberikan penjelasan.”

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah memastikan


penyidik sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya
penyidikan kepada Nurhadi dan Rezky. Ia tak menyebutkan alamat
pengiriman surat itu. “Surat pasti sudah dikirim karena itu hak
tersangka,” ujar Febri. Ia enggan mengomentari ihwal tak ada
pemanggilan dan pemeriksaan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra sebagai
calon tersangka saat penyelidikan suap PT Multicon.

Ketua KPK baru periode 2019-2023, Firli Bahuri, enggan berkomentar


mengenai kasus yang menjerat Nurhadi. “Jangan bahas soal kasus
atau kejadian yang sudah berlalu. Saya juga tidak mau
membandingkan dengan yang lama,” kata Firli kepada Tempo, Sabtu,
20 Desember lalu.

LINDA TRIANITA

#nurhadi-ma #kpk


Aung San Suu Kyi
membantah terjadinya
genosida terhadap kaum
Rohingya di Myanmar.
Upaya mengecilkan masalah.
majalah.tempo.co
4 mins read

Suasana sidang Mahkamah Keadilan Internasional atas


gugatan Gambia terhadap pemerintah Myanmar mengenai
genosida kelompok etnis Rohingya, di Den Haag, Belanda,
11 Desember 2019. REUTERS/Yves Herman
A UNG San Suu Kyi, di luar dugaan, datang ke Mahkamah
Keadilan Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, untuk
menghadapi gugatan Gambia, yang menuduh Myanmar
melakukan genosida. Konselor Negara Myanmar dan penerima
Hadiah Nobel Perdamaian 1991 ini dikritik dunia internasional karena
berdiam diri atas dugaan pembersihan etnis di negaranya yang
menyebabkan lebih dari 740 ribu warga Rohingya lari dan sebagian
besar mengungsi ke Bangladesh.

Kejutan Suu Kyi berikutnya adalah apa yang disampaikannya di depan


Mahkamah pada Rabu, 11 Desember lalu. Dia membantah adanya
genosida dan menyebut terusirnya ratusan ribu warga Rohingya
seusai peristiwa serangan 25 Agustus 2017 itu sebagai ekses operasi
militer menghadapi milisi bersenjata yang meminta otonomi atau
merdeka: Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA).

Pembelaan Suu Kyi terhadap pemerintah militer Myanmar ini memicu


kritik luas. "Kami orang Rohingya merasa frustrasi karena Aung San
Suu Kyi masih menolak mengakui kebenaran. Kami memiliki semua
bukti bahwa pemerintah Myanmar melakukan genosida," kata Zafar
Ahmad bin Abdul Ghani, Presiden Organisasi Hak Asasi Manusia Etnis
Rohingya Myanmar di Malaysia, kepada Tempo, Rabu, 18 Desember
lalu.

Dalam gugatannya, Gambia juga mengajukan permintaan langkah


provisi segera kepada Mahkamah. Di antaranya memerintahkan
Myanmar segera mengambil semua langkah untuk mencegah
genosida terus berlangsung. Menurut Human Rights Watch,
berdasarkan pengalaman gugatan Bosnia terhadap Herzegovina pada
20 Maret 1993, Mahkamah mengabulkan permintaan itu sekitar tiga
minggu kemudian.

Ketua tim pencari fakta kasus Myanmar bentukan Komisariat Tinggi


Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR),
Marzuki Darusman, menyatakan jadwal keluarnya putusan kasus
Gambia versus Myanmar ini memang belum bisa dipastikan.
"Memang tak ada batasan waktu. Tapi ada desakan dunia untuk
membuat putusan cepat karena ini kasus genosida," ucap mantan
Jaksa Agung Republik Indonesia itu, Senin, 23 Desember lalu.

Dalam gugatannya ke Mahkamah, Gambia mengidentifikasi dua unsur


penganiayaan Myanmar terhadap kaum Rohingya sebagai "indikasi
niat genosida". Pertama, penolakan sistematis terhadap hak hukum
untuk warga Rohingya, terutama pembatasan pada pernikahan,
kelahiran, dan kebebasan bergerak. Kedua, kampanye kebencian yang
meluas yang ditujukan untuk menjelekkan dan merendahkan kaum
Rohingya.
Ihwal tindakan genosida, Gambia menunjuk "operasi pembersihan"
oleh militer pada Oktober 2016 dan Agustus 2017. Ini mencakup
eksekusi massal pria, wanita, dan anak-anak serta pembakaran
sistematis desa-desa, juga pemerkosaan dan kekerasan seksual lain
dalam skala besar terhadap kelompok etnis Rohingya. Gambia juga
menyoroti genosida yang terus berlangsung, terutama penghancuran
lebih dari 30 desa sepanjang November 2018-Mei 2019. Kini masih
ada 600 ribu warga Rohingya di Myanmar yang hidup di bawah
ancaman genosida lebih lanjut.

Suu Kyi menyebut informasi yang disodorkan Gambia "tidak lengkap


dan menyesatkan". Ia menyatakan konflik bersenjata antara ARSA dan
militer Myanmar sebagai pemicu tragedi itu. "Tragisnya, konflik
bersenjata ini menyebabkan eksodus beberapa ratus ribu muslim dari
tiga kota paling utara Rakhine ke Bangladesh," ujarnya.

Ada dua konflik bersenjata setelah serangan ARSA. Serangan pertama


terjadi pada 9 Oktober 2016 terhadap tiga pos polisi di Maungdaw
dan Rathedaung. Dalam serangan itu, sembilan polisi tewas, lebih
dari seratus warga sipil hilang, dan 68 senjata serta 10 ribu amunisi
lebih dicuri. Serangan kedua ARSA terjadi pada 25 Agustus 2017
terhadap lebih dari 30 pos polisi dan desa serta sebuah pangkalan
militer di Rakhine utara.

Suu Kyi juga mengklarifikasi penggunaan istilah "operasi


pembersihan" yang dipakai Gambia. Pada awal 1950-an, kata dia,
istilah ini digunakan selama operasi militer melawan Partai Komunis
Burma. Sejak itu, militer menggunakan ungkapan ini dalam operasi
kontra-pemberontakan dan antiterorisme. Tidak dapat dimungkiri,
Suu Kyi mengungkapkan, ada penggunaan kekuatan tidak
proporsional oleh militer dan kegagalan mencegah warga sipil
menjarah atau menghancurkan properti setelah pertempuran.

Myanmar, Suu Kyi menambahkan, sekarang berusaha memastikan


semua komunitas menikmati hak dasar yang sama. Anak yang lahir di
Rakhine, terlepas dari latar belakang agamanya, mendapat akta
kelahiran. Pengaturan telah dibuat untuk memungkinkan lebih
banyak pemuda muslim masuk universitas.

Marzuki Darusman menyebut pembelaan Suu Kyi itu sebagai upaya


mengecilkan masalah Rohingya. Dia menilai jumlah personel dan
senjata yang digunakan militer Myanmar serta kekerasan setelah
serangan ARSA itu jauh dari kesan pemulihan ketertiban. "Dengan
skala kekerasan di Negara Bagian Rakhine, itu tidak lagi bisa disebut
sebagai ekses. Itu sudah memenuhi kualifikasi dalam definisi hukum
internasional sebagai genosida," tuturnya.

Dalam laporan 435 halaman yang dirilis pada 17 September lalu, tim
pencari fakta merinci kekerasan terhadap warga Rohingya. Laporan
itu menyebutkan respons militer atas peristiwa 25 Agustus 2017
bersifat brutal, terencana, berpola, dan sangat tidak proporsional.
Meski niatnya menghilangkan "ancaman teroris" ARSA, operasi
tersebut menargetkan dan meneror semua penduduk Rohingya.
Aparat dan pejabat berwenang menyebutnya sebagai "operasi
pembersihan". Selama operasi itu, menurut tim, lebih dari 40 persen
desa di Rakhine hancur.

Tim juga menyebutkan sifat, skala, dan organisasi dalam operasi ini
menunjukkan tingkat perencanaan dan desain pemimpin militer
Myanmar. Ini konsisten dengan visi Panglima Tertinggi Myanmar
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang pada puncak operasi
pembersihan itu mengatakan, "Masalah Bengali (sebutan untuk
warga Rohingya) adalah masalah lama yang menjadi pekerjaan yang
belum selesai."

Seusai operasi pembersihan itu, menurut tim pencari fakta, tercatat


setidaknya 9.208 warga Rohingya meninggal dan 1.358 lainnya
diduga hilang atau terbunuh. Sebanyak 2.157 orang berada di tahanan
dan 1.834 perempuan menjadi korban pemerkosaan. Ini belum
mencakup soal kematian tanpa kekerasan, misalnya mereka yang
tenggelam di sungai saat berusaha lari dari kejaran tentara.

Zafar Ahmad dengan tegas membantah klaim Suu Kyi bahwa operasi
militer itu bertujuan menindak ARSA. "Bagi Rohingya, ini kebohongan
besar karena pemerintah Myanmar tidak bisa membunuh dan
memperkosa warga sipil Rohingya dan menghancurkan rumah-rumah
kami hanya karena melawan serangan ARSA. Tindakan pemerintah
Myanmar jelas ingin memusnahkan Rohingya," ujarnya.

Zafar lahir di Kota Buthidaung. Ia melarikan diri dari Myanmar pada


1988 setelah dicari pemerintah militer karena keterlibatannya dalam
demonstrasi pada tahun itu. Ia sempat ditangkap intelijen Burma di
Bangladesh dan disiksa selama tiga hari. Saat berhasil kabur, ia lari
ke India sebelum masuk ke Malaysia pada 1992 dan terdaftar sebagai
pengungsi di Komisariat Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).

Warga Rohingya yang tersisa di Rakhine, kata Zafar, kini seperti


dikurung di penjara terbuka. Setiap aspek kehidupan mereka
dikendalikan. "Militer terus membakar rumah-rumah Rohingya di
Buthidaung dan Maungdaw. Warga Rohingya yang meminta
perawatan di klinik pemerintah di Sittwe malah disuruh pergi ke ICJ,"
ujarnya.

Reed Brody, penasihat Human Rights Watch, mengatakan, dalam


pembelaannya, Suu Kyi bahkan tak mengucapkan kata "Rohingya",
kecuali saat menyebut Tentara Penyelamat Rohingya Arakan. Bagi
Brody, itu adalah "ilustrasi bagaimana Myanmar menyangkal
keberadaan Rohingya". "Penolakan identitas kami adalah bagian dari
kebijakan genosida," ucap Zafar.

ABDUL MANAN (LA TIMES, WASHINGTON POST, HUMAN


RIGHTS WATCH)

#myanmar #aung-san-suu-kyi #perserikatan-bangsa-bangsa-pbb


#rohingya


Israel menolak penyelidikan
ICC. Vonis pembunuh Jamal
Khashoggi. Pemogokan di
Prancis memasuki pekan
keempat.
majalah.tempo.co
2 mins read

Pembunuh Khashoggi. REUTERS/Osman Orsal

B
ELANDA
ICC Akan Selidiki Kejahatan Perang Israel

ISRAEL menolak rencana jaksa penuntut Mahkamah Pidana


Internasional (ICC) Fatou Bensouda menyelidiki dugaan kejahatan
perang terhadap Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem
Timur. "Keputusan itu tidak dapat diterima dan tidak jelas mengapa
dia sangat bergegas membuat keputusan terburu-buru dan tidak
berdasar seperti ini," kata Jaksa Agung Israel Avichai Mendelblit,
Sabtu, 21 Desember lalu, seperti dilansir Haaretz.

Bensouda menyatakan ada cukup bukti untuk memulai penyelidikan.


Keputusan ini dia ambil setelah lebih dari empat tahun investigasi
ICC, yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, atas permintaan
Palestina. Ia akan meminta ICC mengkonfirmasi soal wilayah
yurisdiksi Mahkamah, apakah mencakup Tepi Barat, termasuk
Yerusalem Timur, dan Gaza.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik keputusan itu.


Dia menyatakan pengumuman Bensouda tersebut sebagai hari baik
dan itu berarti pengadilan mulai menerima permintaan Palestina
mengadili para pejabat politik serta militer Israel. Seorang juru
bicara Hamas juga menyambut keputusan tersebut.

Pejabat di Kantor Perdana Menteri Israel belum memutuskan apakah


akan bekerja sama dengan ICC. Perdana Menteri Benjamin
Netanyahu, Jumat, 20 Desember lalu, menyebut pernyataan Bensouda
itu sebagai "hari gelap untuk kebenaran dan keadilan". Dia juga
menilai ICC tidak memiliki wewenang menyelidiki kasus itu karena
permintaan diajukan oleh Palestina. Netanyahu menilai saat ini belum
ada negara Palestina.

ARAB SAUDI

Setelah Vonis Pembunuh Khashoggi

PENGADILAN Arab Saudi menghukum mati lima orang yang terlibat


dalam pembunuhan jurnalis Washington Post asal Saudi, Jamal
Khashoggi, di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018. Tapi dua tokoh
utama yang diselidiki atas pembunuhan itu dibebaskan. "Pengadilan
menjatuhkan hukuman mati terhadap pria yang secara langsung
ambil bagian dalam pembunuhan itu," kata jaksa Shalaan al-Shalaan
seperti dilansir Al Jazeera.
Menurut jaksa, Wakil Kepala Intelijen Ahmed al-Assiri mengawasi
pembunuhan itu dan ia mendapat arahan dari penasihat kerajaan,
Saud al-Qahtani. Al-Qahtani diselidiki, tapi tidak didakwa karena
tidak cukup bukti. Al-Assiri diselidiki dan didakwa, tapi dibebaskan
dengan alasan sama. Konsul Jenderal Saudi di Istanbul saat itu,
Mohammed al-Otaibi, juga divonis tidak bersalah.

Dari sebelas terdakwa yang tidak disebutkan namanya, lima divonis


mati, tiga dipenjara selama 24 tahun, dan lainnya dibebaskan.
Persidangan kasus ini tertutup meskipun beberapa diplomat,
termasuk dari Turki, dan anggota keluarga Khashoggi diizinkan hadir.

Agnes Callamard, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk


Eksekusi Sewenang-wenang, mengkritik pengadilan ini dan
menyerukan adanya penyelidikan serta persidangan internasional.
"Bahkan, dengan semua tekanan dunia, sistem tersebut tidak dapat
memberikan apa pun selain perlindungan penuh kepada yang kuat
dan mengorbankan orang kecil dan tidak berdaya," tuturnya.

PRANCIS

Pemogokan Pekerja Memasuki Pekan Keempat

PEMOGOKAN pekerja di Prancis, yang memasuki pekan keempat pada


Kamis, 26 Desember lalu, membuat transportasi di negara itu
lumpuh. Menurut The Local, hanya satu dari dua kereta berkecepatan
tinggi TGV yang beroperasi, lima jalur metro Paris tutup, dan
pelayanan kereta regional serta pinggiran kota terganggu. Taksi dan
agen penyewaan mobil tidak dapat mengisi kekurangan tersebut.

Pemogokan dilancarkan serikat pekerja sebagai protes terhadap


rencana pemerintah menggabungkan 42 skema pensiun dalam sistem
tunggal. Pemerintah beralasan perbaikan skema ini bertujuan
menciptakan sistem yang lebih adil. Para pekerja antara lain
keberatan terhadap ketentuan batas usia 64 tahun karena
menyebabkan orang-orang harus bekerja dua tahun di luar usia
pensiun resmi untuk mendapat uang pensiun penuh.

Pembicaraan antara serikat pekerja dan pemerintah pekan lalu gagal


menemukan titik temu sehingga protes massa akan digelar kembali
pada 9 Januari 2020. Pemogokan yang dimulai pada 5 Desember lalu
itu berdampak pada sektor bisnis, terutama peretail, hotel, dan
restoran. Asosiasi industri melaporkan penurunan omzet 30-60
persen dari tahun sebelumnya. Para pekerja yang ikut mogok pun
kehilangan gaji selama berhari-hari tidak bekerja. Pemogokan
transportasi terpanjang di Prancis berlangsung selama 28 hari pada
1986 dan awal 1987.

#israel #jamal-khashoggi #prancis #palestina #arab-saudi


Ambles Bandung Lebih
Cepat
majalah.tempo.co
5 mins read

Jalan beton yang pecah di Kampung Rancapacing, Cisantren


Kidul, Gedebage, Bandung, 25 Desember
2019./Tempo/Anwar Siswadi

J
ALAN beton di bawah gapura bertulisan “Selamat Datang di RW
04 Kampung Rancapacing Kelurahan Cisaranten Kidul” di
Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, itu tampak terbelah. Tak
seberapa jauh dari situ, konstruksi turap di sisi kiri jembatan di atas
Sungai Cisaranten pun sudah patah, menyisakan tulang beton yang
tergantung belasan sentimeter dari permukaan tanah. “Retakan itu
bisa jadi ambles karena tanahnya baru, hasil pengurukan,” kata
Enjang, Ketua Rukun Warga 04, ketika ditanyai tentang kondisi jalan
di lingkungannya tersebut.

Enjang, yang menghuni Kampung Rancapacing sejak 1995, mengaku


tak pernah mendengar atau mendapat laporan mengenai rumah
masyarakat yang ambles. “Kalau di sini, tanahnya sudah padat dari
aslinya,” ujar Enjang pada Rabu, 25 Desember lalu, sembari menuding
RW tetangga yang mungkin tanahnya ambles lantaran bangunan dan
lahannya tergolong baru

Menurut hasil riset tim peneliti dari Kelompok Keahlian Geodesi


Institut Teknologi Bandung, Kecamatan Gedebage tergolong daerah
yang mengalami penurunan muka tanah (land subsidence) dengan
laju 8-10 sentimeter per tahun. Adapun laju keamblesan tanah di
beberapa titik di Bandung 1-20 sentimeter per tahun. Itu berarti laju
penurunan tanah di Bandung lebih cepat ketimbang di Jakarta, yang
menurut artikel yang diterbitkan World Economic Forum tentang
sebelas kota yang terancam tenggelam pada 2100 mencapai 17,02
sentimeter per tahun.

Heri Andreas, anggota tim peneliti, mengatakan ada daerah yang total
penurunan tanahnya sudah 3-4 meter, seperti Leuwigajah, Kopo, dan
Pasir Koja. “Turun sejak 1980-an, ketika di Bandung gencar
pembangunan,” ucapnya kepada Tempo di kampus ITB, Sabtu, 6
Desember lalu. Peta yang dibuat tim menunjukkan sebaran tanah
yang ambles dari Cimahi di barat hingga Rancaekek di timur serta
dari Gedebage di utara terus ke selatan sampai Banjaran dan
Majalaya, yang terkenal sebagai kawasan langganan banjir.

Area tersebut meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, serta Kota


Cimahi. “Terutama di wilayah endapan bekas danau purba,” tutur
Andiani, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan Badan
Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam acara
bincang-bincang tentang penurunan muka tanah di Museum Geologi,
Bandung, Jumat, 13 Desember lalu.

Kawasan danau purba Bandung, kata Andiani, berwilayah luas. “Dari


Cicalengka, Rancaekek, utara Majalaya, Ciparay, hingga Dayeuhkolot
dengan endapan didominasi lempung hitam,” ujarnya. Ketebalan
endapannya berkisar 100-150 meter. Sifat lempung hitam ini, Andiani
menjelaskan, sangat lunak dan mempunyai kompresibilitas sangat
tinggi. Kompresibilitas adalah proses penurunan yang disebabkan
oleh beban yang ada di atas. “Secara alami, dengan beban ketebalan
lapisannya, lempung ini akan mengalami penurunan,” ucapnya.

Adapun Heri menerangkan, berdasarkan hasil penelitian dari luar


negeri, dampak penurunan tanah ini adalah meluasnya daerah
genangan banjir. Selain itu, terdapat potensi krisis air tanah.
Hitungannya, kata Heri, setiap penurunan tanah sedalam 1 meter
setara dengan penurunan air tanah hingga 20 meter. Kondisi air
tanah dikategorikan rusak jika turun atau minus 40 meter.
“Berdasarkan pemodelan, pada 20-30 tahun ke depan bencana
kekeringan air akan terjadi,” tuturnya.

Heri dan Andiani sepakat mengenai beragam faktor penyebab tanah


ambles. Selain faktor alami berupa sifat endapan tanah, ada beban
bangunan dan faktor tektonis atau gempa. Namun tim ITB lebih
condong ke faktor pengambilan air tanah, terutama di kawasan
industri. “Penurunan tanah di Bandung sudah masif. Artinya, ada
pengambilan air tanah yang banyak,” ujar ketua tim, Irwan Gumilar,
Sabtu, 30 November lalu.

Rachmat Fajar Lubis dari Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia


menepis faktor tunggal penyedotan air tanah. Amblesnya tanah,
menurut peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia itu, sudah jelas terjadi. Wilayahnya
terbentang dari jalur rel kereta api ke selatan Bandung karena
bertanah endapan danau purba. “Bandung ini cekungan tertutup,
amblesnya lebih cepat,” ucapnya pada Jumat, 13 Desember lalu.

•••

TIM geodesi Institut Teknologi Bandung meneliti penurunan muka


tanah di berbagai wilayah Indonesia sejak 2000. Tim terdiri atas Heri
Andreas, Irwan Gumilar, dan Hasanuddin Zainal Abidin, yang kini
menjabat Kepala Badan Informasi Geospasial. Mereka menggunakan
metode pemasangan alat Global Positioning System dan analisis data
citra satelit Interferometric Synthetic Aperture Radar. Kedua
instrumen itu, kata Heri, memberi data kondisi permukaan sehingga
bagian yang turun bisa diketahui dan dihitung secara berkala.

Sejauh ini, tim menemukan 23 daerah di Indonesia yang mengalami


penurunan tanah. Peta Potensi Penurunan Tanah di Wilayah
Indonesia keluaran 2018 menyebutkan daerah yang tanahnya ambles
antara lain Langsa, Medan, Indragiri, Palembang, Pontianak, Palangka
Raya, Mahakam, Gorontalo, Denpasar, dan Papua selatan. Pulau Jawa
menyumbang daerah terbanyak, yaitu Tangerang, Jakarta, Bekasi,
Pongkor, Blanakan, Bandung, Brebes, Cilacap, Pemalang, Cirebon,
Kendal, Semarang, Demak, Pekalongan, dan Surabaya
Jendela sebuah rumah nyaris sejajar dengan jalan di Rancapacing, 24 Desember
2019/TEMPO/Prima Mulia.

Menurut Heri, di daerah pesisir di timur Sumatera dan utara Jawa,


tingkat penurunan tanah berkisar 1-20 sentimeter per tahun. Di
daerah pesisir ini, ancaman yang dipicu amblesnya tanah adalah
banjir rob karena kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global.
Contohnya di utara Jakarta. “Selain karena kenaikan permukaan air
laut, ternyata ada penurunan tanah,” ujarnya.

Pemodelan yang dilakukan Heri menunjukkan 26,86 persen wilayah


Jakarta bisa terkena rob pada 2025. Wilayah Jakarta Utara seluas
75,19 persen akan terkena dampak rob. “Model ini akan berubah,
tergantung upaya mitigasi untuk mengatasi penurunan tanah,”
ucapnya. Heri menyebutkan, jika eksploitasi air tanah bisa
dihentikan, penurunan tanah pasti akan berhenti. Ia merujuk pada
Tokyo dan Bangkok, yang sukses mengerem laju penurunan tanah
setelah mengeluarkan kebijakan penghentian pengambilan air tanah.

Rachmat Fajar Lubis mengatakan Perhimpunan Ahli Air Tanah


Indonesia sudah mengimbau agar larangan pengambilan air tanah di
zona merah dikeluarkan. Walau di beberapa titik masih ada
pengambilan, kondisi muka air tanah (akuifer) wilayah Jakarta kini ia
sebut mulai stabil. “Karena pengambilan air tanah dilarang dan air
PDAM sudah mulai masuk,” katanya. Hotel dan apartemen pun diajak
memakai air daur ulang.

Wilayah hunian di pesisir yang mengalami laju keamblesan tercepat


terdapat di Pekalongan. “Banjir rob sudah setengah kota, 20-30 tahun
lagi bisa satu kota,” ucap Heri. Berdasarkan data yang diambil pada
2007-2011 dan 2013, tingkat keamblesan tanah di Pekalongan 10
sentimeter per tahun. Menurut Heri, kondisi itu akibat pengambilan
air tanah dan kebijakan pemerintah daerah membuat sumur artesis
berkedalaman hingga 100 meter di setiap rukun warga. “Ini bikin
bunuh diri massal. Krisis air, lalu kotanya tenggelam,” tutur Heri.

Perkebunan di lahan gambut, seperti kelapa sawit, ikut menyebabkan


penurunan tanah. Heri mengungkapkan, ia menemukan lokasi tanah
ambles yang dipicu perkebunan sawit di pesisir timur Sumatera,
Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan, juga Papua selatan.
Penurunan itu berpotensi menenggelamkan sebagian daratan. “Pantai
timur Sumatera yang paling parah. Sekitar 4 juta hektare akan hilang
karena kenaikan permukaan air laut dan ambles,” ujarnya.
Ahli geoteknik dan geohidrologi dari ITB, Imam A. Sadisun,
mengatakan lahan gambut yang dikeringkan akan ambles dalam
hitungan meter. “Proses yang biasa, saya sebut sebagai
hidrokompaksi,” ucapnya, Jumat, 13 Desember lalu. Karena
kandungan air dalam lahan gambut tinggi, kata Imam, air itu
dikeluarkan sebanyak 70 persen, bahkan hingga tersisa 10 persen.
“Kalau tebal gambut misalnya 10 meter, tanahnya bisa turun sampai 9
meter.”

ANWAR SISWADI (BANDUNG)


Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
Letnan Jenderal TNI Doni
Monardo: Keselamatan
Rakyat Adalah Hukum
Tertinggi
majalah.tempo.co
9 mins read

S
epanjang akhir pekan awal Desember lalu, Doni meninjau
program Keluarga Tangguh Bencana atau Katana, yang
diluncurkan BNPB berbarengan dengan momentum peringatan
15 tahun tsunami Aceh. Salah satu kegiatannya adalah simulasi gempa
dan tsunami yang diikuti masyarakat dari berbagai kalangan dengan
berpura-pura sebagai penyintas bencana.

• Kepala BNPB Doni Monardo mensosialisasikan program keluarga tangguh

bencana atau Katana di Provinsi Aceh, berbarengan dengan momentum

peringatan 15 tahun tsunami di sana.

• BNPB bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menggodok

kurikulum yang memuat pendidikan tanggap bencana untuk memperkenalkan

kebencanaan kepada siswa sejak dini.


• Kepala daerah dihimbau untuk menjadikan data BMKG sebagai acuan dalam

menjalankan upaya mitigasi bencana, baik itu banjir, tanah longsor, maupun

kebakaran hutan dan lahan.

Aisha Shaidra
Edisi : 28 Desember 2019

Letnan Jenderal TNI Doni Monardo. TEMPO/Muhammad


HIdayat

BERSAMA lebih dari seribu “penyintas” gempa dan tsunami, Kepala


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal
Tentara Nasional Indonesia Doni Monardo menghabiskan malam di
dekat pantai Pasie Jantang, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh
Besar, Aceh. Puluhan tenda terpancang di lapangan rumput yang
menghadap Samudra Hindia tersebut. Di salah satu tenda berkelir
biru dan beralaskan terpal yang bisa menampung lima orang, Doni
menginap selama dua malam sejak Jumat, 6 Desember lalu.

Sepanjang akhir pekan itu, Doni meninjau program Keluarga Tangguh


Bencana atau Katana, yang diluncurkan BNPB berbarengan dengan
momentum peringatan 15 tahun tsunami Aceh. Salah satu
kegiatannya adalah simulasi gempa dan tsunami yang diikuti
masyarakat dari berbagai kalangan dengan berpura-pura sebagai
penyintas bencana. “Lewat program Katana, keluarga di seluruh
Indonesia bisa paham apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah
bencana,” ujar Doni kepada wartawan Tempo, Devy Ernis, yang
mengikuti kegiatannya selama di Aceh.

Pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,1 skala Richter


mengguncang dasar Samudra Hindia, sekitar 160 kilometer sebelah
barat Aceh. Getaran gempa yang dahsyat memicu smong--sebutan
orang Aceh untuk tsunami--hingga setinggi 30 meter. Setiba di darat,
air bah itu meluluhlantakkan sebagian besar pesisir barat bumi
Serambi Mekah hingga ibu kota Banda Aceh. Tak kurang dari 230 ribu
nyawa melayang akibat diempas tsunami. Di Desa Pasie Jantang,
sekitar 300 dari 1.000 warga selamat karena tidak berada di gampong
saat peristiwa nahas itu terjadi.

Sejak menggantikan Willem Rampangilei pada 9 Januari lalu, Doni


telah berurusan dengan mitigasi gempa, banjir, tanah longsor,
kekeringan, puting beliung, hingga kebakaran hutan dan lahan.
Kepada Tempo, dalam beberapa kesempatan selama di Aceh, bekas
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat ini
menjelaskan tentang mitigasi bencana, rencana memasukkan
program tanggap bencana ke kurikulum sekolah, dan penunjukannya
sebagai Kepala BNPB. Kendati masih berstatus perwira aktif, Doni
ogah menanggapi pertanyaan di luar soal kebencanaan.

Seusai sarapan pada Sabtu, 7 Desember lalu, Doni berkeliling


mendatangi tenda-tenda didampingi pelaksana tugas Gubernur Aceh,
Nova Iriansyah. Di beberapa tenda, warga menjual produk kerajinan
tangan dan hasil alam khas Aceh, seperti tas dan kopi. Sambil
mencicipi kopi, Doni ngemper di pinggir pantai.

Apa pentingnya program Katana bagi masyarakat?

Keluarga Tangguh Bencana ini program agar publik paham informasi


kebencanaan, khususnya gempa dan tsunami. Program ini kelanjutan
dari Destana (Desa Tangguh Bencana) yang sudah berjalan Juli-
Agustus lalu. Kami menargetkan lima tahun ke depan semua keluarga
di Indonesia memperoleh pengetahuan tentang bencana.

Mengapa targetnya tiap keluarga?

Berdasarkan riset di Jepang, keluarga berada di urutan kedua, setelah


diri sendiri, sebagai pihak yang bisa menyelamatkan nyawa kita saat
terjadi bencana. Korban selamat karena diri sendiri sekitar 35 persen,
keluarga 31 persen, dan pihak luar itu hanya 2 persen.

Mengapa Aceh dipilih sebagai tempat peluncuran program


tersebut?

Gempa dan tsunami ternyata peristiwa berulang. Di Gua Ek Lentie


ditemukan lapisan jejak tsunami berusia 7.500, 5.400, 3.300, 2.800
tahun. Jadi Aceh dipilih karena ada bukti sejarah sekaligus pengingat
tsunami 15 tahun lalu.

Dari mana sumber dana program ini?


Sekitar tiga bulan lalu, utusan Bank Dunia datang ke saya. Mereka
menawarkan program kebencanaan. Pemerintah setuju menerima
loan. Saya juga dengan senang hati, tapi dengan satu syarat. Anggaran
ini bukan untuk teknologi, tapi peningkatan kapasitas.

Berapa dananya?

Bank Dunia memberikan bantuan total US$ 160 juta untuk lima
tahun. Itu dibagi dua, BNPB memperoleh US$ 75 juta dan sisanya
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika). Dana untuk
BNPB inilah yang dipakai buat menjadikan Katana sebagai salah satu
program prioritas.

Di beberapa daerah, dana penanggulangan bencana rawan


dikorupsi. Bagaimana Anda memastikan anggaran
kebencanaan tidak diselewengkan?

Itu kewenangan daerah, bukan BNPB. Dananya kan dihibahkan ke


daerah.

Apakah BNPB tidak bisa mengawasi penggunaan dana


pembangunan, misalnya, tempat penampungan sementara
untuk korban tsunami?

Pembangunan shelter saja banyak masalah. BNPB enggak mungkin


membangunnya karena itu wewenang pemerintah daerah. Tapi
sekarang usulan proyek sudah online supaya semua orang
mengetahui. Pihak mana pun yang ingin ikut pengadaan barang, ya,
kita enggak bisa melarang. Anda punya produk, silakan masukkan e-
catalog. Saat ada permintaan dari daerah, saya yang akan
memutuskan. Kalau sudah ada angkanya di situ, saya enggak ada
beban lagi. Semuanya terdaftar.

Selama menjadi Kepala BNPB, Anda telah berkeliling


Indonesia. Daerah mana yang paling siap dalam
menghadapi bencana?

Sulit, ya. Saat dibilang siap, pas kejadian korbannya banyak. Siap dan
tidaknya itu dipengaruhi banyak faktor. Mereka berlatih pagi-siang-
sore ternyata kejadiannya malam. Indeks risiko bencana bisa terbukti
saat korban jiwanya sedikit.

Wilayah mana yang minim korban?

Saya tidak bermaksud membandingkan dengan daerah lain karena


faktor waktu juga berpengaruh. Saya lihat salah satunya Konawe
Utara. Di sana terjadi banjir yang menghanyutkan banyak rumah, tapi
tidak ada korban jiwa.

(Banjir merendam tujuh kecamatan di Kabupaten Konawe Utara,


Sulawesi Tenggara, pada awal hingga pertengahan Juni lalu. Lebih dari
18 ribu warga mengungsi, 370 unit rumah hanyut, dan 1.837 unit
lainnya terendam.)

Mengapa bisa begitu?

Pemerintah kabupaten berkomunikasi sangat baik dengan BMKG


daerah. Mereka terus menanyakan perkembangan cuaca. Informasi
itu dijadikan referensi. Bupatinya menginstruksikan semua kepala
dinas mengabarkan langsung kepada para kepala desa, yang lantas
bergerak mengevakuasi warga di sepanjang sungai. Kalau Bupati dan
pimpinan daerah diam saja, tak terbayang apa jadinya.

Kesadaran masyarakat tentang bencana masih rendah?

Kalau mereka tak mengerti, tidak menaruh perhatian, bagaimana


mau menyelamatkan diri? Kuncinya ada di tangan masyarakat. Saya
membayangkan korban tsunami Aceh sekian ratus ribu orang dan
99,9 persennya enggak memahami tsunami. Kalau waktu itu sudah
ada informasi tentang tsunami, mungkin korbannya enggak sebanyak
itu.

Jika tiba-tiba tsunami di Aceh atau Padang terjadi, sejauh


mana kesiapannya?

Dua daerah ini sudah sering simulasi hingga melibatkan sejumlah


negara dengan kerja sama TNI, pemerintah daerah, dan BNPB. Di
Aceh, setiap 26 Desember, selalu ada acara peringatan tsunami agar
tingkat kesiapsiagaan masyarakat bisa terpelihara. Tapi kembali lagi
ke faktor alam dan waktu. Kalau kejadiannya siang, orang masih siap.
Tapi, kalau kejadiannya malam, apa semua orang bisa tahu? Belum
tentu juga.

Setelah kurang-lebih satu jam perbincangan, Doni Monardo dan Nova


Iriansyah mengunjungi Gua Ek Lentie, yang berjarak sekitar 13
kilometer dari Pasie Jantang. Gua Ek Lentie menyimpan jejak lapisan
tsunami purba. Doni dan rombongan keluar dari gua menjelang tengah
hari, ketika cuaca terik, dan langsung menyeruput es kelapa muda
yang disuguhkan warga setempat.

Jepang melatih warganya mawas bencana sejak dini. Apa


yang bisa kita pelajari dari mereka, mengingat pendidikan
tanggap bencana belum masuk kurikulum sekolah?

Selama satu tahun terakhir sudah ada program yang dilakukan


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya (Muhadjir Effendy).
Tapi sifatnya baru ekstrakurikuler. Maret lalu, saya datang ke
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melaporkan arahan
Presiden agar program kebencanaan bisa segera masuk kurikulum
sekolah.
Bagaimana respons Menteri Nadiem Makarim?

Saya menjelaskan bahwa ini menyangkut anak-cucu kita. Saya


singgung tentang kerusakan ekosistem, sumber air sudah mulai habis,
sungai yang tercemar, polusi, limbah medis dan industri, baru beliau
kaget. Beliau bilang, “Waduh, kalau begitu bagaimana nanti dengan
anak saya.” Pendidikan penting untuk mengubah perilaku, karena
sebagian besar banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan
dan lahan itu kan akibat perilaku manusia. Beliau lantas setuju.

Penggodokan kurikulumnya seperti apa?

Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan. Nanti (pendidikan tanggap bencana) tidak hanya di
sekolah negeri, tapi semua sekolah, termasuk madrasah. Kalau
modul-modul siaga bencana sudah ada lewat kegiatan Pramuka. Tapi
kurikulumnya belum ada.

Bagaimana penerapan konkretnya di sekolah?

Pendekatan kami ada beberapa program untuk sekolah. Salah satunya


program satuan pendidikan aman bencana. Intinya tiga pilar.
Pertama, fisik bangunan sekolah harus aman. Apalagi kini, setiap kali
terjadi gempa, ada banyak sekolah rusak. Kedua, harus ada
manajemen. Setiap terjadi gempa, siapa petugas yang memimpin
evakuasi anak didik. Ketiga, harus ada materi pembelajaran kepada
siswa. Itu kami sudah ada satuan pendidikan dan kerja sama dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kapan target penyusunan kurikulumnya?

Ya, semestinya secepat mungkin. Presiden menyatakan edukasi harus


dimulai tahun ini. Jadi kita akan mengubah perilaku siswa menjadi
mawas bencana.

Ketika terjadi gempa, apa yang sebetulnya harus segera


dilakukan?

Kalau ada gempa selama sekitar 20 detik, tidak perlu menunggu


pemberitahuan dari mana pun untuk lari secepatnya ke tempat tinggi.
Kurang dari 20 menit kalau bisa sudah berada di tempat setinggi
minimal 20 meter. Ini prinsip 20-20-20 yang berlaku universal dan
diperkenalkan Profesor Ron Harris (ahli geologi dan kegempaan asal
Amerika Serikat). Jadi angka 20 itu bukan berarti 20 menit gempa
baru kabur.

Kalau tidak ada tempat tinggi?

Jika tidak ada bukit, bisa memanjat pohon. Karena itu, vegetasi
menjadi penting. Masyarakat harus dibangun budaya sadar bencana.
Pohon-pohon yang akarnya kuat dipasangi tangga, lalu disiapkan juga
tali dan jaring. Ini untuk membantu warga yang enggak bisa
memanjat pohon.

Kepala BNPB Doni Monardo saat acara peluncuran program Keluarga Tangguh
Bencana di Aceh, 7 Desember 2019.TEMPO/Muhammad HIdayat)

Tapi tsunami melaju sangat cepat.

Untuk mengurangi kecepatan tsunami itu, daerah pesisir atau pantai


harus ditanami vegetasi. Bisa mangrove atau cemara udang. Ketika
tsunami 2004, ada satu desa di Pattaya, Thailand, yang semua
warganya selamat karena mereka menanam vegetasi. Desa-desa
pesisir yang enggak ada tanamannya, korbannya banyak.

Di mana Anda saat tsunami Aceh pada 2004?

Saya sedang bertugas di Lhokseumawe. Saya ditelepon adik saya yang


bersekolah di Jepang. Dia bilang, “Bang, ada gempa besar, hati-hati
tsunami.” Saya enggak ngerti apa itu tsunami. Sesaat setelah gempa,
saya menelepon teman saya di Peuniti, Banda Aceh, menanyakan
keadaan dan berapa korban. Katanya saat gempa belum ada. Tapi,
setelah tsunami, rupanya korban banyak di sana. Pak Jusuf Kalla (saat
itu wakil presiden) sempat menelepon saya dan bertanya jumlah
korban. Saya bilang banyak, tapi enggak tahu jumlahnya. Setelah
mendatangi rumah sakit dan beberapa tempat, saya baru menyadari
bahwa jumlah korbannya luar biasa.

Ahad pagi, 8 Desember 2019, peringatan terjadinya gempa yang


berpotensi tsunami menyalak lewat pelantang suara. Para peserta
simulasi langsung berkerumun dan mencari jalan evakuasi melalui
petunjuk yang dipasang di sekitar pantai Pasie Jantang. Di sela-sela
"evakuasi" itu, Doni menjawab pertanyaan Tempo. Setelah itu, ia
menabuh rapai yang menandai pembukaan program Katana dan
ditutup dengan menanam pohon cemara udang di sekitar pantai.
Selain kerap dilanda gempa dan tsunami, Indonesia
langganan kebakaran hutan dan lahan. Tapi BNPB seakan-
akan hanya menjadi “pemadam kebakaran”. Tanggapan
Anda?

Kami coba dorong agar penanggulangannya jangan lagi menunggu


penetapan status darurat oleh gubernur. Otomatis saja, karena ini kan
rutin setiap tahun. Apalagi jika kemaraunya panjang, potensi
kebakarannya makin besar.

Bagaimana mekanismenya?

Kami sedang merumuskan aturannya.

Benarkah pemerintah daerah kerap telat menetapkan


status darurat?

Pola penanganan kebakaran hutan dan lahan nantinya ada perubahan.


Jadi tidak menunggu terjadi kebakaran dulu. Data BMKG bisa menjadi
acuan kepala daerah dalam menetapkan status. Bukan saat terjadi
kebakaran. Salus populi suprema lex esto. Keselamatan rakyat adalah
hukum tertinggi.

Apakah kanalisasi tidak efektif untuk mencegah kebakaran


lahan gambut?

Kanal-kanal malah menimbulkan kekeringan gambut. Lahan gambut


harus dikembalikan sesuai dengan kodratnya, yaitu basah. Kalau
basah, walaupun dibakar, yang terbakar hanya atasnya. Yang
membuat kami sangat kesulitan, gambut ini ketebalannya ada yang
mencapai lebih dari 30 meter. Jika kekeringannya sampai kedalaman
7 meter, misalnya, kebakarannya ya di 7 meter itu saja.

Bagaimana cara membuat lahan gambut selalu basah?

Sekarang polanya pembasahan dengan membuat embung-embung.


Sekat kanal itu justru harus ditutup karena ternyata dipakai juga
untuk nyolong kayu. Selanjutnya adalah mengubah perilaku. Di sini
peran Menteri Pertanian. Para penyuluh pertanian diterjunkan untuk
mengenalkan teknologi buka lahan tanpa bakar.

Dalam Undang-Undang tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat adat masih
boleh membakar lahan.

Boleh, tapi itu tidak gampang. Undang-undang membolehkan kalau


ada izin mulai dari provinsi, kabupaten, kota, sampai tingkat desa.
Artinya, dia baru boleh melakukannya ketika mendapat izin.
Bayangkan kalau, misalnya, satu desa itu ada 10 ribu orang
bersamaan (membakar lahan). Apinya enggak bisa dicegah.
Beberapa perusahaan perkebunan tak jera membakar
lahan, termasuk dari Malaysia. Bagaimana mengatasi
persoalan ini?

Perusahaan-perusahaan Malaysia itu nanti akan diundang oleh Duta


Besar Malaysia di Jakarta untuk berkunjung ke BNPB. Nanti kami
bicarakan bagaimana metodenya agar perusahaan asing di Indonesia
memiliki prosedur operasi standar (SOP) yang sama dengan
perusahaan Indonesia yang sudah bagus.

Bukankah ada perusahaan Indonesia yang juga terbukti


membakar lahan?

Ada beberapa perusahaan yang sudah bagus sistemnya. Mereka punya


helikopter pemadam. Jadi, begitu ada kebakaran, mereka ikut
membantu memadamkan api di sekitar kawasan lahan mereka.
Perusahaan-perusahaan Indonesia sudah beberapa bulan lalu datang
ke BNPB. Mereka juga mau terlibat. Tinggal kami petakan nanti mana
yang sudah punya komitmen. Ada ratusan perusahaan.

Berapa perusahaan yang sudah berkomitmen menjaga


lahannya dari kebakaran?

Perusahaan besar itu 80 persen sudah berkomitmen.

Bagaimana dengan perusahaan kecil?

Ini yang agak repot. Kami susah mengontrol juga. Belum lagi yang
milik perorangan. Jumlahnya ternyata banyak sekali. Kalau milik
perorangan kan enggak terdaftar. Tapi yang perusahaan besar
semuanya tercatat.

Sejauh mana pelibatan perusahaan untuk memadamkan


lahan yang terbakar?

Kami mengajak korporasi bekerja sama. Ada korporasi yang lahan


terbakarnya sudah ditangani, sisanya belum diapa-apain. Ini nanti
pengawasannya susah, bisa terbakar lagi. Bisa karena memang nakal
atau ada faktor lain. Ada juga karena tidak sengaja, bakar sampah
lantas tertiup angin, bara apinya jatuh di gambut dan terbakar.

DONI MONARDO

Tempat dan tanggal lahir: Cimahi, Jawa Barat, 10 Mei 1963 |


Pendidikan: Akademi Militer (1985), Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (1999), Lembaga Ketahanan Nasional (2012) |
Karier: Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (2012-2014),
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat
(2014-2015), Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura (2015-
2017), Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi (2017-2018),
Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (2018-2019), Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2019-sekarang)

#penanganan-banjir #banjir #kebakaran-hutan


Kobra
majalah.tempo.co
8 mins read

M
USIM hujan membuat ular kobra menggeliat. Sepanjang
Desember 2019 banyak dilaporkan temuan ular sendok ini
di rumah dan permukiman di sejumlah tempat. Misalnya,
penduduk Royal Citayam Residence di Bogor, Jawa Barat, menemukan
20 butir telur ular kobra. Di Gowa, Sulawesi Selatan, teror kobra
menewaskan dua petani saat menggarap ladang. Peneliti reptil dari
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Amir
Hamidy, mengatakan aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan
iklim, ekologi, dan ekosistem menyebabkan kobra mudik ke bekas
habitat mereka. “Awal musim hujan adalah waktu menetasnya telur
ular,” katanya.

Kobra/Tempo
Kobra/Tempo


Perahu Karet Menembus
Banjir
majalah.tempo.co
2 mins read

Perahu Karet Pilihan

M
USIM hujan sudah datang. Masyarakat yang tinggal
di wilayah rawan banjir harus waspada. Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika bekerja sama
dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat serta Badan Informasi Geospasial telah
merilis Peta Prakiraan Daerah Potensi Banjir Indonesia untuk bulan
Januari 2020. Menurut peta tersebut, di semua wilayah
Indonesia, kecuali DKI Jakarta, terdapat daerah berpotensi banjir
rendah. Adapun di sebagian kecil Jawa Tengah, Madura dan Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tenggara, serta Maluku dan Papua berpotensi
banjir menengah. Bila terjebak banjir, kita membutuhkan peralatan
evakuasi seperti berikut ini.

Perahu Karet Pilihan

Rp 2,09 juta

Toko perlengkapan olahraga di Napoli, Italia, GloboSurf, memilih


Excursion 5 dari Intex ini sebagai perahu karet pilihan 2019 oleh
editor situsnya. Excursion 5, yang memiliki dimensi 366 x 168
sentimeter dan diameter tabung 43 sentimeter, dapat mengangkut
hingga lima orang dewasa atau total beban 499 kilogram. Salah satu
kelebihan Excursion, yang berbahan heavy duty puncture resistant
vinyl, dibanding perahu karet lain adalah harga yang jauh lebih
rendah.

Perahu Karet Korea

Rp 30 juta

Perahu Karet Korea

Perahu karet Zebec 420 Armada Rescue buatan perusahaan Korea


Selatan, Woosung IB Co Ltd, ini dapat mengangkut delapan
penumpang, cocok untuk misi penyelamatan korban banjir. Zebec
420AR berbahan polimer termoplastik polivinil klorida (PVC)
sehingga harganya lebih murah dari yang berbahan hypalon orca.
Geladaknya dapat diganti antara aluminium, kayu lapis, dan plastik.
Dapat dipasangkan motor bertenaga 40 HP untuk melaju hingga
kecepatan 50 kilometer per jam.

Perahu Karet Oranye

Rp 34,88 juta

Perahu Karet Oranye

Perahu karet 14’ Orange Sport Runaboat dari Sea Eagle ini dapat
mengangkut hingga tujuh orang dewasa atau total beban hingga 907
kilogram. Perahu 14’ Orange SR berbahan PVC 1100 Decitex Reinforce
yang memiliki ketebalan 0,9 milimeter ini berdimensi 427 x 182
sentimeter dan diameter tabung 48 sentimeter. Dapat dipasangkan
motor bertenaga 25 HP atau 40 HP. Bobotnya hanya 47 kilogram jika
memakai geladak inflatable atau 77 kilogram dengan geladak plastik.

Perahu Karet Lokal

Rp 47,30 juta
Perahu Karet Lokal

Perahu karet Sipalung 470 KM buatan PT Boogie Advindo dari Bogor,


Jawa Barat, ini tak kalah tangguhnya. Terbuat dari bahan PVC, perahu
berdimensi panjang 470 sentimeter dan lebar 190 sentimeter serta
diameter tabung 50 sentimeter ini dapat mengangkut 10 penumpang
atau total beban 1.100 kilogram. Geladaknya dapat berupa kayu lapis
atau aluminium. Motor yang direkomendasikan untuk perahu ini
bertenaga 40 HP. Sipalung 470 KM memiliki bobot 71,5 kilogram.


Fatwa Natal
majalah.tempo.co
2 mins read

S
OAL boleh atau tidak umat Islam memberikan ucapan Natal
kepada penganut Nasrani selalu muncul dan menjadi
perdebatan setiap menjelang 25 Desember. Sebagian ulama
tidak mempersoalkan, sebagian yang lain mengharamkannya.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Sa'adi


mengatakan lembaganya tidak pernah mengeluarkan fatwa tentang
hukum memberikan ucapan selamat Natal. “MUI mengembalikan
masalah ini kepada umat Islam untuk mengikuti pendapat ulama yang
sudah ada sesuai dengan keyakinannya,” ujar Zainut pada Senin, 23
Desember lalu.

Majalah Tempo mengulas polemik fatwa Natal yang dikeluarkan MUI


di masa kepemimpinan H Abdul Malik Karim Amrullah alias Hamka
pada 30 Mei 1981. Berita bertajuk “Buya, Fatwa, dan Kerukunan
Beragama” itu mengulas polemik yang timbul akibat fatwa Natal yang
dikeluarkan MUI hingga berujung pada mundurnya Hamka sebagai
Ketua Umum MUI.

“Maksud Buya mundur dari jabatan Ketua Umum MUI bukan untuk
merusak MUI, apalagi merusak kesatuan dan persatuan. Sebab dalam
pernyataan beliau, masih tetap bersedia membantu pemerintah,” ujar
Menteri Agama Letnan Jenderal H Alamsyah Ratuperwiranegara
ketika itu.

Buat banyak orang, pengunduran diri Hamka sebagai Ketua Umum


MUI mengagetkan. Hamka mengungkapkan bahwa pengundurannya
disebabkan oleh fatwa MUI tentang Natal pada 7 Maret 1981. Fatwa
yang dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan
umat Islam tidak mengikuti upacara Natal.

Fatwa Natal yang dikeluarkan MUI itu dilatarbelakangi adanya


perayaan Natal bersama di beberapa sekolah yang mewajibkan siswa
yang beragama Islam hadir, bahkan juga dipungut iuran. Departemen
Agama lantas meminta fatwa dari MUI yang selanjutnya akan
dibicarakan dengan umat agama lain. Masalah timbul ketika fatwa itu
bocor sebelum didiskusikan.

Sehari setelah tersiarnya fatwa itu, MUI membuat surat


pencabutannya. Surat keputusan bertanggal 30 April 1981 itu
ditandatangani Hamka dan H Burhani Tjokrohandoko, selaku Ketua
Umum dan Sekretaris Umum MUI. Menurut SK yang sama, pada
dasarnya menghadiri perayaan antar-agama adalah wajar, kecuali
yang bersifat peribadatan, antara lain misa, kebaktian, dan
sejenisnya. Umat Islam tidak dilarang hadir dalam rangka
menghormati undangan pemeluk agama lain dalam upacara yang
bersifat seremonial, bukan ritual.

Lantas kenapa Hamka sampai mundur? Tampaknya, kebocoran fatwa


MUI 7 Maret itu membuat Menteri Agama Alamsyah tersudut. Dalam
sebuah pertemuan dengan para petinggi MUI, Alamsyah menyatakan
bersedia berhenti sebagai menteri karena merasa bertanggung jawab
atas beredarnya fatwa tersebut. Menanggapi sikap Alamsyah itu,
Hamka menyatakan bahwa ia yang semestinya mengundurkan diri.
“Tidak logis apabila Menteri Agama yang berhenti. Sayalah yang
bertanggung jawab atas beredarnya fatwa tersebut…. Jadi sayalah
yang mesti berhenti,” kata Hamka.

Kepada Tempo, Hamka mengaku sangat gundah sejak peredaran


fatwa itu dicabut. Ia menjelaskan bahwa surat pencabutan MUI 30
April itu “tidaklah mempengaruhi sedikit juga tentang kesahan isi
fatwa tersebut, secara utuh dan menyeluruh”. Menurut Hamka, fatwa
tentang Natal itu diolah dan ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI
bersama ahli-ahli agama dari ormas-ormas Islam dan lembaga-
lembaga Islam. Fatwa dikeluarkan sebagai tanggung jawab para
ulama untuk memberikan pegangan kepada umat Islam dalam
kewajiban mereka memelihara kemurnian aqidah islamiyah, tanpa
mengabaikan kerukunan hidup beragama.

Alamsyah menegaskan bahwa di Indonesia terdapat banyak agama.


“Karenanya menghadiri perayaan agama lain dalam rangka
menghormati undangan pemeluk agama lain adalah layak dan wajar,”
ujarnya. Akan tetapi, ia menambahkan, dalam perayaan yang bersifat
ibadat, tidak perlu pemeluk agama lain hadir. Masalahnya, “Batasan
mana yang ibadat dan mana yang cuma perayaan hingga bisa dihadiri
umat agama lain memang belum ada.”
Api Lilin Gerakan Mahasiswa
majalah.tempo.co
2 mins read

API LILIN GERAKAN MAHASISWA

D
I TENGAH pesimisme banyak orang terhadap demokrasi di
Indonesia, gerakan mahasiswa #reformasidikorupsi adalah
pijar lilin yang memberikan harapan. Sebagai lilin, ia bisa
menjadi nyala besar—simbol kehendak orang ramai terhadap
perbaikan keadaan. Tapi lilin juga dengan mudah padam manakala
murup itu tidak didukung lilin-lilin lain yang dapat memperluas
hangat dan cahaya.

Perihal demokrasi Indonesia yang layu sudah banyak dikeluhkan.


Berfokus pada pembangunan ekonomi, Presiden Joko Widodo
mengabaikan demokrasi dan hak masyarakat sipil. Di awal periode
kedua pemerintahannya, ia merangkul banyak partai masuk kabinet.
Akibatnya, proses checks and balances di Dewan Perwakilan Rakyat
menjadi redup.

Pelindungan terhadap lingkungan hidup dan masyarakat adat


diabaikan. Betapapun marak dikampanyekan, hak kelompok
minoritas tak menjadi perhatian. Partai politik dan organisasi
kemasyarakatan pun dikendalikan. Yang terakhir adalah turut
campurnya pemerintah dalam penentuan Ketua Umum Partai Golkar
—operasi yang melibatkan jenderal polisi bekas ajudan presiden.
Kritik terhadap kebijakan pemerintah, juga oleh media massa, kian
hari kian terasa tumpul.

Semuanya diperburuk oleh pembelahan elektoral yang tampaknya


belum akan surut. Betapapun Prabowo Subianto, rival Jokowi dalam
pemilihan umum yang lalu, telah masuk kabinet, para pendukung
Jokowi tak kehabisan akal dalam mencari musuh bersama. Mengkritik
Presiden akan selalu dipelintir menjadi mendukung lawan politik
Jokowi.

Gerakan mendesak penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi


pada September 2019 adalah api lilin. Dibungkus tanda pagar
#reformasidikorupsi, aksi itu menyadarkan kita bahwa mahasiswa
sebagai entitas politik tak benar-benar mati. Aksi mereka merupakan
demonstrasi terbesar setelah demo menjatuhkan Soeharto 21 tahun
silam.

Dalam dua dasawarsa terakhir, hanya ada demo terserak dan tak
terkonsolidasi. Banyak orang pesimistis dan menganggap mahasiswa
telah kehilangan elan, sibuk mencari identitas diri, serta kehilangan
konteks sejarah. Pada 1998, mahasiswa 2019 umumnya belum lahir
atau masih jabang bayi.

Nyatanya, gerakan itu memberikan harapan. Protes mereka segar,


kemarahan mereka genuine. Tak ada penyandang dana: hanya
pembiayaan publik yang mengumpulkan uang seperak demi seperak.
Memang betul aksi itu hanya bertahan beberapa hari. Ada banyak
penjelasan. Di antaranya perilaku main pukul aparat, pengalaman
demo yang terbatas, dan tak kukuhnya basis ideologi mahasiswa.

Meski demikian, pemerintah mengabulkan sebagian permintaan


mahasiswa. Di antaranya menunda pembahasan revisi Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana yang akan membelenggu hak-hak masyarakat
sipil. Adapun yang tak terbendung aksi demo adalah revisi Undang-
Undang KPK yang melemahkan komisi antikorupsi, yang dampaknya
telah terlihat pada hari-hari ini.

Tantangan mahasiswa 2019 memang berbeda dengan yang dihadapi


para seniornya. Tak seperti gerakan menjatuhkan Soeharto,
mahasiswa hari ini menghadapi rezim populis yang dipilih secara
demokratis. Mereka sadar bahwa harus pandai-pandai meniti buih.
Sedikit salah langkah, mereka bisa dituding menjadi boneka lawan
politik Jokowi. Para pendengung koruptor sejak pagi telah melempar
narasi: pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi adalah penyokong
penyidik KPK yang berniat mendirikan negara Islam. Gerakan
antiradikalisme agama telah dipakai sebagai alat untuk memberangus
pengkritik pemerintah.

Gerakan mahasiswa akan selalu relevan dan dibutuhkan. Pelemahan


KPK belum berakhir. Setelah revisi Undang-Undang KPK berhasil
melemahkan sendi-sendi organisasi itu, kini Presiden bersiap
mengeluarkan peraturan turunan yang menyempurnakan
pembunuhan lembaga antirasuah.

Setidaknya ada dua hal yang patut diwaspadai. Pertama adalah pasal
yang menyebutkan pimpinan KPK berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada presiden—subordinasi yang makin merontokkan
independensi Komisi. Kedua, wewenang inspektorat jenderal atas
perintah komisioner untuk melakukan pengawasan tertentu terhadap
pegawai KPK. Aturan ini dicurigai dapat memecah-belah KPK dengan
meluaskan praktik likes and dislikes.

Dengan kata lain, perjuangan belum selesai. Konsolidasi masyarakat


sipil harus terus dilakukan. Agenda bersama perlu secara cermat
disusun. Pemerintah selayaknya tak menutup mata dan telinga—
membusungkan dada sebagai developmentalis yang abai terhadap
hak-hak publik.

Penguasa selayaknya diberi ultimatum. Melindungi pengusaha kelam,


birokrat kotor, investor nakal, dan oligark politik atas nama
pembangunan hanya akan membuat kemarahan memuncak dan orang
ramai terus mencari kesempatan untuk turun ke jalan.

#undang-undang-kpk #demonstrasi-mahasiswa
Akhiri Kekerasan di Papua
majalah.tempo.co
2 mins read

Akhiri Kekerasan di Papua

P
EMERINTAH seharusnya mengutamakan dialog ketimbang
pendekatan keamanan dalam menyelesaikan masalah Papua.
Pengerahan tentara dan polisi selama setahun terakhir
terbukti kurang efektif. Aparat keamanan belum bisa meredam
kelompok bersenjata yang mengusik ketenteraman. Sedangkan
korban dari masyarakat sipil terus berjatuhan.

Kasus tewasnya Hendrik Lokbere makin menunjukkan buruknya


situasi di Papua. Ajudan Wakil Bupati Nduga, Wentius Nimiangge, itu
tewas tertembak secara misterius pada Jumat malam, 20 Desember
lalu. Tiga hari kemudian, Wentius menyatakan mundur dari
jabatannya. Kejadian ini semestinya merupakan tamparan keras bagi
pemerintah pusat karena tidak sanggup menjamin keamanan di
kabupaten itu.

Pemerintah telah mengerahkan personel Tentara Nasional Indonesia


dan Kepolisian RI di Nduga sejak akhir tahun lalu untuk memburu
kelompok kriminal bersenjata. Kelompok yang menamai diri Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat itu sebelumnya menyerang pekerja
PT Istaka Karya yang membangun jembatan di Distrik Yigi. Belasan
pekerja tewas akibat serangan tersebut.

Sebagian pelaku insiden itu sudah ditangkap dan diproses secara


hukum. Hanya, situasi keamanan di Kabupaten Nduga tidak kunjung
pulih. Bukan cuma Nduga, kabupaten lain seperti Intan Jaya juga
masih bergolak. Pertengahan Desember lalu, misalnya, dua prajurit
TNI di Distrik Hitadipa tewas diserang kelompok bersenjata. Dua
bulan sebelumnya, tiga tukang ojek juga meninggal karena ditembak
kelompok yang sama.

Pejabat pusat sepatutnya tidak memperparah keadaan dengan


melontarkan pernyataan yang bisa menambah resah masyarakat
Papua. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud
Md., misalnya, menyatakan pendekatan keamanan makin diperlukan
untuk menghadapi gerakan separatis di Papua.

Sikap ngotot pemerintah amat mengherankan karena operasi


keamanan jelas kurang berhasil dan malah merusak pranata sipil. Di
Kabupaten Nduga, misalnya, 45 ribu penduduk harus mengungsi
sejak tahun lalu. Adapun Majelis Rakyat Papua menemukan masih ada
4.000 orang yang mengungsi di Jayawijaya, Lanny Jaya, dan Asmat.
Tim kemanusiaan pemerintah lokal mengklaim 182 pengungsi
meninggal, sementara Kementerian Sosial menyatakan 53 pengungsi
meninggal. Data yang simpang-siur makin menunjukkan fungsi
pemerintahan di sana tak berjalan dengan semestinya.

Pemerintah seharusnya mengubah strategi untuk menyelesaikan


masalah Papua. Hal itu bisa dimulai dengan menuntaskan sejumlah
akar persoalan yang selama ini diabaikan, seperti pelanggaran hak
asasi manusia, diskriminasi, dan rasisme. Amnesty International
Indonesia mencatat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh
pasukan keamanan di Papua pada 2010- 2018, dengan korban
sebanyak 95 orang. Dari semua korban, 85 orang merupakan
penduduk asli Papua.

Tanpa upaya menuntaskan kasus masa lalu dan usaha memahami


keinginan orang Papua, pemerintah akan terus mengulang kesalahan
yang sama. Pendekatan keamanan akan menciptakan luka baru bagi
orang Papua. Pemerintah semestinya mencoba strategi dialog—cara
yang terbukti berhasil menyelesaikan kasus Aceh. Jika pemerintah
benar-benar serius dan tulus mendengarkan keinginan semua pihak
yang mewakili masyarakat Papua, niscaya kedamaian akan
tercipta.

#papua #kabupaten-nduga


Pelajaran dari Uighur
majalah.tempo.co
2 mins read

Pelajaran dari Uighur

J
IKA ingin merespons dan memahami problem pelik yang
dihadapi muslim Uighur di Tiongkok, kita sebaiknya
menanggalkan kacamata agama. Tekanan Beijing atas suku
Uighur terkait erat dengan sejarah panjang keberadaan etnis ini dan
berkait-berkelindan dengan soal ekonomi, sosial, budaya, serta asal-
usul mereka.

Masalah Uighur adalah masalah kemanusiaan yang berbenturan


dengan watak pemerintahan Cina yang sentralistis. Suku Uighur
mendiami wilayah otonom Provinsi Xinjiang di barat laut Tiongkok
yang berbatasan dengan Mongolia di bagian timur, Rusia di utara,
serta Kazakstan, Kirgizstan, Tajikistan, Afganistan, dan Kashmir di
barat. Mereka mendiami wilayah itu sejak sekitar tahun 60 sebelum
Masehi.

Suku ini merasa bukan bagian dari Cina karena nenek moyang mereka
berasal dari Asia Tengah, terutama Turki. Karena itu, suku ini
mencoba melepaskan diri dari Tiongkok setelah penaklukan klan-klan
Mongol yang menguasai wilayah tersebut di zaman Dinasti Han, yang
berkuasa selama empat abad hingga tahun 200 Masehi. Setelah
penaklukan, Tiongkok membiarkan daerah ini sebagai wilayah tak
bertuan hingga pembukaan Jalur Sutra.

Problem Uighur mirip dengan masalah Papua di Indonesia, yakni


adanya perbedaan memahami sejarah dalam bingkai negara kesatuan.
Keliru jika menyempitkan ketegangan di sana sebagai semata konflik
berlatar agama. Sebab, meski bentrok dengan Uighur, Tiongkok
berhubungan mesra dengan suku Hui, yang juga muslim Xinjiang.
Masalah Uighur menjadi pelik sejak 1960 setelah adanya provokasi
Gerakan Islam Turkistan Timur dan Partai Islam Turki. Belakangan,
Al-Qaidah serta kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga
mendompleng isu separatisme di sana.

Maka, dalam pandangan pemerintah Cina, apa yang mereka lakukan


adalah mencegah perpecahan. Hanya, karena wataknya yang
sentralistis, pendekatan yang dipakai Beijing tak memakai cara-cara
demokratis yang menjadi ukuran negara-negara Barat. Pemerintah
Cina mengakui ada kamp konsentrasi, yang disebut media-media luar
sebagai kamp penghilangan etnis, yang berfungsi meredupkan
semangat pemisahan etnis Uighur dan menjadikannya “satu Cina”.

Motif ekonomi memperkeruh problem pelik di sana. Seperti dilansir


New York Times edisi 20 Desember 2014, ada 685 proyek perusahaan
negara Cina di Xinjiang yang kaya akan cadangan gas, mineral, dan
minyak. Pemerintah Cina mengakui kandungan minyak di provinsi ini
mencapai 21 miliar ton atau seperempat cadangan minyak nasional
negara itu. Belum lagi batu bara yang menyumbang 38 persen
kebutuhan Cina.

Perang dagang membuat keadaan bertambah runyam. Negara-negara


besar di sekitar Xinjiang tentu berkepentingan atas merdekanya
Uighur karena mengincar potensi ekonomi yang besar ini. Maka, jika
Indonesia hendak membantu muslim Uighur dengan cara damai,
pengalaman kita menangani masalah Aceh bisa menjadi tawaran
solusi. Mengajak dan mendorong muslim Hui berperan aktif
menyelesaikan problem saudara mereka bisa menjadi cara terbaik
menyelesaikan masalah Uighur.

Indonesia tak bisa berpangku tangan dalam problem ini. Sebagai


anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah
perlu aktif menyelesaikan konflik semacam ini. Juga mengambil
pelajaran berharga bahwa pendekatan keamanan, infrastruktur, dan
propaganda tak bisa menyelesaikan konflik berlatar belakang sejarah.
Pendekatan kemanusiaan harus dikedepankan, seperti yang
semestinya dilakukan pemerintah terhadap Papua.

Anda mungkin juga menyukai